Anda di halaman 1dari 5

SEJARA PENATAAN RUANG DI INDONESIA

Berdasarkan buku Hukum Penatagunaan Tanah Dan Penataan Ruang Di Indonesia

Oleh Dr. Imam Koeswahyono, S.H., M.Hum.

OLEH :

NAMA : NYOMAN KINANDARA ANGGARITA

NIM : 1704551133

KELAS : A

MATA KULIAH : HUKUM TATA RUANG

Fakultas Hukum

Universitas Udayana

Denpasar

2020
SEJARAH PENATAAN RUANG DI INDONESIA

a. Stadsvormings Ordonnantie (SVO) 1948


Setelah perang dunia kedua selesai, kekhawatiran terhadap aspek fisik pembangunan
perkotaan yang hancur mulai meruak. Dari konsep pemikiran Le Corbusier pada CIAM
Congress 1934 yang ditindaklanjuti oleh Thomas Kartens yang merancang pembangunan
Kota-Kota di Jawa yang hancur akibat perang. Pengaturan yang mendahului adanya SVO
adalah yang itetapkan di Batavia termuat dalam de statute 1642 yang tidak saja mengatur
masalah jembatan, jalan tetapi juga menjelaskan wewenang pemerintah kota. Setelah
diterbitkannya Statuta 1903 No.329 yang mengatur Desentralisasi yang mnegatur
pembentukan pemerintah kota sekaligus hak untuk masing-masing kota untuk memiliki
pemerintahan,administrasi dan keuangan sendiri menurut J.S Furnivall menitikberatkan pada
aspek efisiensi.1 Pada tahun 1938, pemerintah colonial Belanda menyusun Stadvormings
Ordonantie Stadgemeen Java yang mengatur panduan dan persyaratan pembangunan kota
untuk Perumahan,transportasi,tempat kerja dan rekreasi. Akan tetapi, masuknya penjajah
jepang dan pergolakan perang kemerdekaan menyebabkan SVO resmi disahkan pada tahun
1948 dalam statute 1949 No.168 pada tanggal 23 juli 1948 tentang Undang-Undang
Pembentukan Kota.2 Peraturan ini kemudian diikuti dengan Stadvormings Verorderning
S.1949 No.40 (SVV) tentang Peraturan Pembentukan Kota.
b. Stadvormings Verordening (SVV) 1949
Pada dasarnya, baik SVO maupun SVV bertujuan untuk memberikan landasan hukum terkait
perencanaan kota, khususnya karena tuntutan yang cepat dan efisien dalam menata kembali
daerah-daerah yang terkena bencana perang. Menurut Soedjono Dirdjosiswono, SVO dan
SVV perlu dilakukan penyesuaian sejalan dengan dinamika pertumbuhan kota-kota di
Indonesia sehingga rencana kota yang bersandar pada kekuatan peraturan
perundang0undangan yang sanggup setiap kali secara berkala menyerasikan,mempersatu-
padukan ruang yang terbatas dalam kehidupan dan penghidupan masyrakat yang tumbuh dan
berkembang secara dinamis. Menurut pasal 3 SVO, maka penetapan rencana kota dilakukan
oleh dewan (DPRD) dan dapat dilakukan bagian demi bagian, serta peninjauan kembali atas
rencana kota yang ada dituangkan dalam keputusan presiden (Pasal 13) dengan memberikan
Hak untuk memperoleh ganti rugi karena penetapan rencana kota diajukan pada dewan
(baminte) diatur pada pasal 30-35 SVO. Pertanggungjawaban dilakukan oleh baminte baik
mandiri maupun kelompok (pasal 48 SVO). Paling utama dalam pengawasan preventif
peraturan daerah rencana kota seyogyanya dikonsultasikan dengan pemerintah kota.
c. Substansi Pengaturan Tata Ruang Berdasar SVO dan SVV

1
Denny Zulkaidi, 1995, Menjamin Kembali Persoalan Hukum Kerangka Peraturan Penataan Ruang Kota di
Indonesia, Jurnal Peencanaan Wilayah dan Kota ITB No.17 Februari, ITB, Bandung, hlm. 9-10.
2
Ibid, hlm.10
SVO dan SVV diterbitkan untuk mempercepat pembangunan kembali wilayah- wilayah yang
hancur akibat peperangan dan pada mulanya hanya diperuntukan bagi 15 kota, yakni Batavia,
Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga, Surabaya, Malang, Padang, Palembang, Banjarmasin,
Cilacap, tangerang, Bekasi, Kebayoran dan Pasar minggu. Pesatnya perkembangan kota dan
berubahnya karakteristik kota menyebabkan SVO tidak sesuai lagi untuk mengatur penataan
ruang di Indonesia, selain hanya diperuntukan bagi 15 kota; ordonansi ini hanya menciptakan
dan mengatur kawasan-kawasan elit, serta tidak mampu mengikuti perkembangan yang ada.
Karena itulah pemerintah Indonesia mengajukan RUU Bina Kota pada tahun 1970 yang
dipersiapkan oleh Departemen PUTL. RUU ini mencakup ketentuan-ketentuan antara lain
tahapan pembangunan, pembiayaan pembangunan, peraturan pembangunan dan peremajaan
kota. Namun usulan tersebut tidak pernah disetujui.
d. Pengaturan-pengaturan Secara Parsial Mengenai Tata Ruang
SVO dan SVV dianggap tidak lagi akomodatif dalam mengantisipasi percepatan
perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia. hal itu mendorong pemerintah
untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Bina Kota pada tahun 1970 yang
disiapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik yang diajukan ke cabinet
pasa tahun 1971. Pada tahun 1974, RUU ini diajukan setelah direvisi tidak pernah lagi di
proses karena perubahan konsep baru dan perubahan peraturan perundang-undangan yakni
UU No.8 tahun 2005 tentang pemerintahan daerah setelah mengalami dua kali perubahan
undang-undang. adapun pengaturan penataan kota dalam tingkat peraturan Presiden dan
Peraturan Menteri yang dijadikan acuan oleh menteri dalam negeri dan menteri pekerjaan
umum berupa :

TAHUN JUDUL BENTUK MENTERI KEUTAMAAN


1948 SVO UU Gubernur Jenderal Efektif di 13 Kota

1949 SVV Peraturan Gubernur Jenderal Pelaksanaan SVO

1970 Draf RUU Tata RUU Gubernur Jenderal Pelaksanaan SVO


Bina
1973 Instruksi Menteri Edaran Mendagri Bangda Efektivitas
Dalam Negeri SVO/SVV seluruh
4/1980 RI
1976 Inpres 1/1976 Edaran Presiden Penegakan
Inmendagri
1980 RUU Tata Ruang RUU MenPU Cipta
Kota Karya
`1980 Kepmendagri Keputusan Mendagri Bangda Mencabut
4/1980 Inmendagri
1982 Draf RUU Tata Draf RUU MenPU cipta Memasukan
Ruang Kota Karya pertimbangan aspek
lingkungan
1984 Pedoman Umum Edaran MenPU
Rencana Kota

1984 Pedoman bentuk Edaran MenPU


da nisi rencana
umum
1984 Peraturan Bentuk Edaran MenPU
Penandatangan,
Presensi Rencana
Umum

1984 Pedoman rencana Edaran MenPU


detail pelabuhan

1984 Pedoman Edaran MenPU


pembuatan studi
kelayakan tanah
perkotaan

1985 SKB No.650-159 Keputusan Mendagri dan


503/kpts/1985 MenPU

1986 Kep.menPU Keputusan MenPU Pedoman lebih


No.640-1595 dan lanjut Pembuatan
640/ Kpts/1985 SKB

1987 Kep.mendagri Keputusan Mendagri Mencabut


No.2/1987 kep.mendagri
No.4/1980
1988 RUU tata ruang RUU MenPU UU Payung tata
kota ruang di Indonesia

Tabel itu memberikan gambaran umum bahwa aktivitas untuk merancang tata ruang di Indonesia
telah melampaui proses yang cukup panjang dimulai dari SVO dan SVV. Setelah melalui proses yang
panjang, akhirnya Indonesia menyusun Undang- undang No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang,
yang akhirnya UU tersebut disahkan dan berlaku. Namun seiring dengan adanya perubahan terhadap
paradigma pemerintahan daerah, yaitu dengan diberlakukannya konsep otonomi daerah melalui
ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka ketentuan mengenai penataan
ruang mengalami perubahan yang ditandai dengan digantikannya ketentuan UU No. 24 Tahun 1992
menjadi UU No. 26 23 Tahun 2007 tentang penataan ruang, dan berlaku sampai saat ini. UU No. 26
Tahun 2007 ini dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan definisi dan tumpang tindihnya
pengawasan pemanfaatan sumber daya alam dan ruang beserta isinya. Sejalan dengan itu telah terbit
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan
perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA

Denny Zulkaidi, 1995, Menjamin Kembali Persoalan Hukum Kerangka Peraturan Penataan Ruang
Kota di Indonesia, Jurnal Perncanaan Wilayah dan Kota ITB No.17 Februari, ITB, Bandung.

Imam Koeswahyono,2012, Hukum Penatagunaan Tanah Dan Penataan Ruang Di Indonesia,


Universitas Brawijaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai