Anda di halaman 1dari 2

Wayang kulit adalah salah satu pertunjukan seni dan budaya Indonesia yang terutama

bekembang di tanah Jawa. Ada beberapa versi pengertian kata “Wayang”. Ada pendapat bahwa
wayang berasal dari kata “Ma Hyang” yang artinya berjalan menuju menuju yang maha tinggi
(dimaknai sebagai roh, Tuhan, ataupun Dewa). Untuk menghormati dan memujanya agar selalu
dilindungi dilakukan berbagai cara, salah satu dengan pertunjukan bayang-bayang. Ada juga dalam
pengertian Bahasa jawa, wayang artinya adalah bayang-bayang, yang artinya bayangan, samar-
samar, menerawang. Hal ini masuk akal karena penonton dapat menyaksikan pertunjukan wayang
hanya dengan menonton bayangan yang digerakkan oleh sang dalang yang merangkap juga sebagai
narator cerita.

Wayang merupakan sebuah warisan budaya nenek moyang yang diperkirakan telah ada
sejak ±1500 tahun SM. Wayang sebagai salah satu jenis pertunjukan sering diartikan sebagai
bayangan yang tidak jelas atau samar-samar, bergerak kesana kemari. Bayangan yang samar
tersebut diartikan sebagai gambaran perwatakan manusia. Wayang kulit pada umumnya mengambil
cerita dari ukiran pada candi-candi yang menggambarkan tokoh leluhur, legenda kepala suku yang
mengambil cerita-cerita dari kisah Ramayana dan Mahabarata. Namun tidak hanya terpaku dengan
cerita-cerita itu saja. Dalang juga dapat memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita
diambil dari cerita Panji. Bentuk apa saja pada wayang disesuaikan dengan perilaku tokoh yang
dibayangkan dalam angan-angan misalnya orang baik, digambarkan badanya kurus, mata tajam, dan
seterusnya. Sementara orang yang jahat bentuk mulutnya lebar, mukanya lebar, dan seterusnya,
sedangkan kulit menunjuk pada bahan yang digunakan.

Dalang adalah bagian terpenting dari pertunjukan wayang kulit ini. Tanpa adanya dalang
maka pertunjukan hanyalah seperti kendaraan tanpa pengemudi. Dalam terminology Bahasa jawa,
dalang (halang) berasal dari akronim “ngudhal piwulang”. Ngudhal memiliki arti membongkar atau
menyebar luaskan. Sedangkan piwulang memiliki arti ajaran, Pendidikan, ilmu, informasi. Jadi dalang
bukan saja sebagai “penghibur” namun juga “penuntut kebaikan”. Oleh karena itu, selain menguasai
Teknik pendalangan sebagai aspek hiburan, dalang haruslah berbudi pekerti baik, berpengetahuan
luas dan mampu memberikan pengaruh baik pada permainan tersebut dan para penonton. Maka
dari itu seringkali dalang dipanggil dengan awalan ki, sebagai orang orang yang menjadi panutan.

Ada juga tokoh yang tidak kalah penting dalam pertunjukan wayang kulit, yaitu para nayaga
dan pesinden. Nayaga adalah sekumpulan orang yang memiliki keahlian untuk menabuh gamelan,
terutama dalam mengiringi Dalang dalam pertunjukan wayang. Nayaga biasanya berjumlah antara
15-30 orang yang adalah pria berumur 17 hingga 50 tahun bahkan lebih. Para nayaga harus mahir
memainkan dan menghafal puluhan hingga ratusan gending (lagu) yang ber-laras Slendro maupun
pelog. Para nayaga memiliki tanggung jawab masing-masing terhadap alat music yang dimainkan.
Nayaga yang memegang kendhang, gender, dan rebab memiliki kelas tersendiri. Penabuh
kendhang / pengendang memiliki peran utama dalam pergelaran wayang. Tabuhan kendhang saja
dapat mempengaruhi hidup atau tidaknya dan tempo suatu pagelaran wayang. Gamelan yang biasa
digunakan adalah kendhang, demung, saron, peking, gong, bonang,slenthem, kethuk dan kenong,
gender, gambang, rebab, siter, dan suling. Pesinden adalah sebutan untuk penyanyi wanita yang
mengiringi gamelan. Kata pesinden berasal dari kata “pasindhian” yang berarti “kaya akan lagu /
yang melagukan”. Pesinden yang baik harus memiliki kemampuan komunikasi yang luas dan
keahlian vocal yang baik serta kemampuan untuk menyanyikan tembang. Tembang adalah lagu yang
irama dan ritmenya men1ggunakan laras pelog dan slendro. Zaman dahulu, Sinden duduk di
belakang Dalang, tepatnya dibelakang tukang gender dan di depan pegendhang. Namun seiring
perkembangan zaman, Sinden dialihkan tempatnya menghadap ke penonton tepatnya di sebelah
kanan dalang.
Dalang memainkan wayang kulit di balik layer kelir. Kelir adalah layar tempat memainkan
boneka wayang. Kelir terbuat dari bahan kain sejenis katun / orang jawa sering menyebutnya
mekao. Bahan ini dipilih karena tidak terlalu licin sehingga wayang tidak akan mudah goyang ke
kanan dan ke kiri saat ditempelkan ke kelir. Kelir dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian tengah
dimana terdapat blencong / lampu untuk menerangi pergelaran, bagian samping kanan jaraknya
satu tangan kanan dalang, untuk tempat simpingan wayang kanan. Bagian kiri, jaraknya satu lengan
lebih satu jengkal dari tangan Dalang, sebagai tempat simpangan wayang kiri. Jarak satu jengkal
adalah untuk mengantisipasi adegan kerajaan. Karena kiri adalah tempat punggawa raja menghadap
yang pasti jumlahnya lebih banyak dari wayang sebelah kanan yang hanyalah raja dan dayang-
dayangnya saja. Kelir juga dibagi sisi atas dan bawah. Sisi atas disebut pelangitan, yang difungsikan
sebagai langit dunia wayang. Bila suatu tokoh wayang sedang terbang maka wayang akan
menyentuh bagian kelir ini. Sedangkan bagian bawah disebut pelemahan yang berasal dari kata
“Lemah” yang artinya tanah. Sehingga bagian ini difungsikan sebagai tempat berpijaknya wayang.
Wayang kulit ditancapkan pada batang pisang dibawahnya.

Wayang kulit sendiri dibuat dari bahan kulit sapi yang sudah diproses menjadi kulit
lembaran. 1 Buah wayang membutuhkan sekitar 50x30cm kulit lembaran yang kemudian dipahat
dengan besi runcing untuk dibuat berbagai bentuk lubang ukiran yang sengaja dibuat hingga
berlubang. Selanjutnya dilakukan pemasangan bagian-bagian tubuh seperti tangan. Penyambungan
dilakukan dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau / sapi. Tangkai penggerak tangan pun
biasanya terbuat dari bahan tanduk kerbau.

Terdapat juga gunungan dalam pergelaran wayang kulit. Gunungan adalah struktur / karya
yang berbentuk kerucut menyerupai gunung. Gunungan digunakan sebagai pembuka dan penutup
suatu pertunjukan. Ada 2 hal yang berbeda di setiap sisinya. Salah satu sisinya tergambar gerbang
yang dijaga oleh dua raksasa yang memegang pedang dan perisai yang melambangkan pintu gerbang
istana. Dengan sisi ini, gunungan digunakan sebagai istana. Di sebelah atas terdapat pohon
kehidupan (kalpataru) yang dibelit oleh seekor ular naga. Pada cabang pohon digambarkan beberapa
binatang hutan, seperti harimau, banteng, kera, dan burung. Gambar keseluruhan menggambarkan
keadaan di hutan belantara. Sisi ini menggambarkan keadaan dunia beserta isinya. Pada sisi
sebaliknya, digambarkan kobaran api menyala-nyala. Ini melambangkan kekacauan dan neraka.
Sebelum wayang dimainkan, gunungan ditancapkan di tengah-tengah layar, condong sedikit ke
kanan yang berarti bahwa lakon wayang belum dimulai, bagaikan dunia yang belum beriwayat.
Setelah dimulai, Gunungan dicabut dan dijajarkan sebelah kanan.

Fungsi wayang yang sesungguhnya sebagai pelestari budaya lokal khususnya Jawa untuk
dijadikan budaya Nasional karena nilai-nilai yang terkandung dalam wayang sangatlah komplek.
Menyangkut Agama,akhlaq dan sebagainya. Filosofi wayang sangatlah tinggi karena kita
menceritakan tentang berbagai lakon carangan dan cerita aslinya. Karena perubahan jaman yang
semakin modern maka cerita wayang diubah keberbagai cerita antara seperti wayang tentang kritik
terhadap pemerintahan, hal ini mencerminkan bahwa penggunaan wayang selain sebagai media
hiburan juga bisa berfungsi sebagai kritik sosial kepada pemerintah. Bahkan penggunaan wayang
yang dulunya terbuat dari kulit kerbau sekarang sudah bisa diubah menggunakan kertas A4, dan
menggunakan berbagai tokoh cerita yang baru

Anda mungkin juga menyukai