E-ISSN
JPPP P-ISSN
Volume Nomor Hal.
07 02 60 - 109 2337-4845 2620-7486
Diterbitkan Oleh
Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Jakarta
SUSUNAN DEWAN REDAKSI PERIODE 2017-2018
JURNAL PENELITIAN PENGUKURAN PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
P-ISSN. 2337-4845
E-ISSN. 2620-7486
Penanggung Jawab
Dr. Gantina Komalasari M.Psi
Ketua
Dr. Gumgum Gumelar, M.Si
Editor
Dr. phil. Zarina Akbar, M.Psi
Vinna Ramadhany Sy, M.Psi
Erik, M.Si
Rahmadianty Gazadinda, M.A.
Gita Irianda R.M, M.Psi
Sekretariat
Fakultas Pendidikan Psikologi
Jalan Rawamangun Muka
Kampus A Universitas Negeri Jakarta
Gedung Dewi Sartika Lt. 7
Jakarta Timur 13220
Email: jppp@unj.ac.id
cc: zarina_akbar@unj.ac.id
Volume 07, Nomor 02, Oktober 2018 P-ISSN. 2337-4845 E-ISSN. 2620-7486
JPPP
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Jurnal yang terbit dua kali dalam satu tahun, pada bulan April dan Oktober, berisi tentang kajian dan
hasil penelitian dan pengukuran di bidang psikologi.
Ketua Penyunting
Gumgum Gumelar
Penyunting Pelaksana
Zarina Akbar
Erik
Vinna Ramadhany Sy
Rahmadianty Gazadinda
Gita Irianda
Devie Yulianto
Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Program Studi Psikologi, Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Jakarta, Jl. Halimun No.2 Kecamatan Setia Budi, Jakarta Selatan. Telp. (021)
4755115/ 29266297 Fax (021) 4897535. Email: jppp@unj.ac.id atau psikologi@unj.ac.id
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi diterbitkan oleh Program Studi Psikologi Fakultas
Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta. Terbit pertama kali pada bulan Oktober 2012.
Penyunting menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh media cetak lain. Naskah diketik
dengan spasi 1 cm pada kertas ukuran A4 dengan panjang tulisan berkisar antara 10 -20 Halaman.
(Informasi detil dapat dilihat pada halaman akhir jurnal)
Volume 07, Nomor 02, Oktober 2018
JPPP
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
Daftar Isi
Widarti Ratna Negara Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa 88
& Dwi Kencana Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah
Wulan
Herwanto, Fitrah Tul Aspek-Aspek Psikologis yang Berpengaruh Terhadap Kinerja 100
Ummi, Dewi Rustiana Profesional Guru Sekolah Dasar
& Pratitasari Retna H
Volume 07, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP
*
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta
**
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta
DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.01
Alamat Korespondensi:
f_muzdalifah@unj.ac.id
ABSTRACT
This study aims to determine the influence of social skills and cyberbullying on adolescent as perpetrator or
victim in Instagram. The participants in this study were 156 adolescents aged 18 to 24 years, using Instagram,
living in Jakarta. The research method used is quantitative with linear regression analysis one predictor. The
instrument of cyberbullying in this research is Revised Cyber Bullying II from Topcu & Erdu-Baker and the
instrument of social skills in this research is Social Skills Inventory from Riggio & Carney. The results showed
that there was no significant influence between social skills and cyberbullying preferences on adolescents who
become the perpetrator or the victim in Instagram
Keywords
Social skills, Cyberbullying, Adolescent, Instagram.
60
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram
Instagram sebagai media sosial kedua yang banyak terlibat seperti pelaku, korban, pelaku kasus ini
digunakan. Hal serupa juga dibuktikan oleh data dapat terjadi secara berulang seperti sebuah siklus
hasil survey Taylor Nelson Sofres (TNS) yang (Kowalski et al., 2014) sekaligus korban, dan
menyatakan bahwa sebanyak 89% pengguna individu dari korban secara langsung (Kowalski,
Instagram di Indonesia merupakan individu yang Giumetti, Schroeder, & Lattanner, 2014). yang
masih berusia muda dan mapan Sebagai media tidak terlibat motif dasar dari cyberbullying pada
sosial yang cukup diminati, Instagram tentu juga remaja tersebut sulit ditemukan. Beberapa remaja
memberikan dampak tersendiri bagi penggunanya berpendapat bahwa melakukan cyberbullying
diantaranya cyberbullying. Hal tersebut dibuktikan adalah hal yang menyenangkan sedangkan remaja
dari hasil survey Ditch The Label (2017) yang lainnya menganggap bahwa ketika mereka
menunjukkan bahwa 42% responden mengalami melakukan cyberbullying, mereka hanya ingin
cyberbullying di Instagram. menyakiti atau mempermalukan korban
Pada dasarnya cyberbullying merupakan salah (Williams, 2012). Cyberbullying ini juga
satu jenis dari bullying yang dilakukan secara terkadang dilakukan sebagai respon terhadap
berulang. Bullying dilakukan untuk menyakiti atau putusnya persahabatan atau suatu hubungan.
mengganggu orang lain dan melibatkan Selain itu, cyberbullying juga terkadang dilakukan
ketidakseimbangan kekuatan sehingga individu karena kebencian dan sebagai suatu respon
atau kelompok yang lebih kuat dapat mengganggu terhadap traditional bullying (Rahayu, 2012).
individu atau kelompok yang tergolong lemah. Dampak dari adanya fenomena cyberbullying
Perilaku agresif tersebut berisi ketidakseimbangan ini memang terbilang cukup besar bagi
kekuasaan baik secara fisik atau secara psikologis perkembangan psikologis seseorang khususnya
(Camfiled dalam Mawardah & Adiyanti, 2014). remaja. Korban yang mengalami cyberbullying
Pengertian bullying mengalami perubahan seiring dapat memunculkan perilaku depresi, kecemasan,
dengan perkembangan zaman seperti adanya ketidaknyamanan, prestasi menurun, kurangnya
tindakan agresi yang dilakukan secara diam-diam minat dalam bergaul dengan teman sebaya, dan
seperti bergosip atau menyebarkan informasi menghindari lingkungan sosial. Tak hanya itu,
mengenai teman sebaya ataupun orang yang tidak korban yang mengalami cyberbullying dalam
dikenal. jangka waktu cukup lama dapat menimbulkan
Cyberbullying juga diartikan sebagai bentuk stres berat, hilangnya rasa percaya diri yang dapat
intimidasi yang dilakukan pelaku untuk membuat korban memiliki perilaku menyimpang
melecehkan korbannya melalui perangkat seperti mencontek, membolos, kabur dari rumah,
teknologi. Pelaku menggunakan berbagai cara minum-minuman keras, dan menggunakan
untuk menyerang korban seperti mengirim pesan narkoba. Cyberbullying juga dapat menimbulkan
menyakitkan dan gambar yang mengganggu dan adanya pemikiran untuk bunuh diri pada korban
disebarkan ke orang lain untuk mempermalukan (Rifauddin, 2016).
korban. Selain itu, pelaku tidak perlu menunjukkan Di Indonesia sendiri kasus cyberbullying ini
identitas aslinya. Anonimitas ini membuat pelaku sudah menjadi hal yang marak terjadi. Studi
lebih mudah untuk menyerang korban tanpa harus pendahuluan yang dilakukan oleh Rahayu (2012)
memperlihatkan dirinya dan melihat respon fisik menunjukkan bahwa 32% remaja mengakui
secara langsung dari korban. Efek keterpisahan pernah melakukan cyberbullying. Bentuk-bentuk
jarak (distancing) dalam pemanfaatan penggunaan cyberbullying yang paling sering dilakukan oleh
internet oleh para penggunanya, khususnya remaja, remaja berupa mengejek atau mengolok-olok
sering menyebabkan para pelaku cyberbullying korban, memfitnah atau menyebarkan berita tidak
mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan dan baik tentang korban, dan menyebarkan foto atau
menghina dibandingkan dengan apa yang video memalukan korban. Hal tersebut lebih
umumnya dilontarkan dalam situasi indimidasi sering dilakukan remaja melalui jejaring sosial dan
secara langsung (Donegan dalam Rachmatan & pesan teks. Beberapa remaja tersebut menganggap
Ayunizar, 2017, Kowalski & Limber, 2013). cyberbullying merupakan sebuah hiburan yang
Pelaku cyberbullying tidak dapat melihat dampak dimaksudkan untuk melukai orang lain sedangkan
Cyberbullying terjadi karena beberapa peran yang remaja lainnya berpendapat bahwa cyberbullying
61
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram
dilakukan hanya untuk iseng semata sehingga sosial tinggi cenderung menjadi pelaku
mereka cenderung melakukannya menggunakan cyberbullying. Hal tersebut terjadi karena
teknologi daripada secara langsung. Tak hanya itu, tingginya keterampilan sosial individu dapat
penelitian serupa mengenai cyberbullying pun membuat persepsi bahwa pelaku memiliki kendali
sudah pernah dilakukan oleh Rachmatan dan atas korbannya.
Ayunizar (2017) pada remaja SMA di Banda Aceh. Penelitian terkait keterampilan sosial dan
Hasil yang didapat dari penelitian tersebut cyberbullying pernah dilakukan oleh beberapa
menunjukkan bahwa remaja laki-laki dan peneliti antara lain Savage dkk (2017) yang
perempuan sama-sama berpartisipasi dalam menunjukkan bahwa keterampilan sosial tidak
cyberbullying. Hanya saja metode atau pendekatan memberikan pengaruh terhadap cyberbullying.
yang digunakan oleh remaja laki-laki dan Beda halnya dengan penelitian yang dilakukan
perempuan berbeda. oleh Lapidot-lefler dan Dolev-cohen (2014)
Banyaknya kasus cyberbullying ini sudah tidak mengemukakan bahwa remaja akan memiliki
dapat dihindari. Faktor-faktor penyebab munculnya keterampilan sosial rendah apabila terlibat dalam
cyberbullying pun beragam salah satunya adalah kasus cyberbullying. Penelitian yang relevan
faktor situasional berupa dukungan yang lainnya juga pernah dilakukan oleh Rizeki (2012)
didapatkan dari lingkungan sekitar seperti teman yang didapatkan dari penelitian tersebut serupa
sebaya ataupun yang lainnya (Kowalski et al., dengan penelitian yang sudah dijabarkan
2014). Dalam kehidupan sosial tentu saja remaja sebelumnya yaitu terdapat hubungan yang
membutuhkan kemampuan berinteraksi pada berbanding terbalik antara keterampilan sosial
lingkungannya. Kemampuan tersebut dapat dengan perilaku agresif.
diciptakan dengan adanya keterampilan sosial. Berdasarkan data dan sumber penelitian yang
Menurut Greshman (dalam Savage & Tokunaga, ada, dari ketiga sumber penelitian yang relevan
2017) keterampilan sosial merupakan perilaku tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian
yang dapat dipelajari dan diperlukan individu agar yang didapatkan berbeda. Selain itu, beberapa
dapat berfungsi secara efektif dan tepat dalam penelitian tersebut juga belum pernah dilakukan
situasi sosial. Hal tersebut dibutuhkan dalam pada remaja pengguna Instagram yang mana
rangka mengadopsi nilai moral dari budaya dan Instagram merupakan salah satu wadah yang
masyarakat (Salkind dalam Nugraini & Ramdhani, banyak digunakan oleh remaja sekarang. Dengan
2016). keterbatasan penelitian mengenai fenomena
Keterampilan sosial memiliki pengaruh yang tersebut menjadikan alasan peneliti untuk
penting bagi setiap orang. Rendahnya tingkat menindaklanjuti fenomena ini. Dengan demikian,
keterampilan sosial seseorang dapat memengaruhi peneliti ingin mengetahu seberapa besar pengaruh
lingkungan sosial dan lingkungan pertemanannya, keterampilan sosial terhadap cyberbullying
terutama saat memasuki masa remaja. Hal tersebut dikalangan remaja pengguna Instagram yang
dapat menyebabkan kurangnya kepekaan pada menjadi pelaku atau korban.
perasaan orang lain dan juga dapat menjadi
penghambat dalam membangun relasi dengan 2. Metode Penelitian
teman sebaya (dalam Lapidot-lefler & Dolev-
cohen, 2014) sehingga dapat memicu tejadinya Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke
cyberbullying. Selain itu, kurangnya keterampilan dalam penelitian ex-post facto. Artinya, penelitian
sosial yang dimiliki individu juga diidentifikasikan tersebut dilakukan untuk meneliti suatu kejadian
sebagai bentuk dasar terjadinya kejahatan agresi yang telah terjadi dan menindaklanjuti faktor-
secara tidak langsung (Andreou dalam Savage et faktor yang menyebabkan kejadian tersebut.
al., 2017) dan cyberbullying merupakan salah satu Sedangkan berdasarkan sifat dan jenis data,
contoh dari agresi tidak langsung. Artinya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian
keterampilan sosial yang dimiliki pelaku ataupun kuantitatif yang artinya penelitian ini dinyatakan
korban cenderung rendah. Berbeda dengan yang dengan angka dan teknik analisis yang digunakan
dinyatakan oleh Olweus (dalam Savage et al., adalah teknik statistika (Carminnes & Zeller
2017) bahwa individu yang memiliki keterampilan dalam Sangadji & Sopiah, 2010).
62
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram
Sampel adalah subjek penelitian yang dapat Instrumen Revised Cyber Bullying Inventory-II
merepresentasikan kondisi populasi sesungguhnya.
Dalam penelitian kali ini, sampel yang akan Instrumen yang digunakan untuk mengukur
digunakan adalah individu yang memiliki cyberbullying berasal dari modifikasi alat ukur
karakteristik sebagai berikut: Revised-Cyber Bullying Inventory II dari Topcu &
Erdur-Baker (2018). Di dalam instrumen tersebut,
a. Remaja berumur 18 sampai 24 tahun terdapat 10 pernyataan yang dapat mengukur dua
b. Meggunakan media sosial Instagram minimal 6 kategori sekaligus. Kategori tersebut adalah
bulan. cyberbullying dan cybervictimization. Peneliti
melakukan modifikasi dalam bentuk memisahkan
Teknik yang digunakan dalam pengambilan pernyataran antara dua kategori tersebut kedalam
sampel penelitian ini adalah non-probability tabel berbeda. Skala yang digunakan pada
sampling. Teknik tersebut dipilih karena tidak instrumen ini sebagai berikut:
semua populasi memiliki peluang untuk dijadikan
Skala Makna
1 Tidak pernah
2 Sekali
3 2-3 kali
4 Lebih dari 3 kali
Dari hasil uji coba yang dilakukan reliabilitas item cyberbullying sebesar 0,62 dan
menunjukkan bahwa Cronbach’s Alpha yang reliabilitas person cyberbullying sebesar 0,0.
diperoleh pada kategori cyberbullying sebesar 0,70 Artinya, reliabilitas secara keseluruhan tergolong
cukup reliabel, kualitas item-item dimensi
cyberbullying dan kualitas dari respondennya
63
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram
tergolong lemah atau kurang konsisten dalam Instrumen Social Skills Inventory
memberikan jawaban. Sedangkan pada dimensi
cybervictimization diperoleh cronbach alpha Instrumen yang digunakan untuk mengukur
sebesar 0,77, reliabilitas item cybervictimization keterampilan sosial berasal dari adaptasi alat ukur
sebesar 0,81 dan reliabilitas person Social Skills Inventory Manual: Second Edition
Cybervictimization sebesar 0,0. Artinya, Manual dari Ronald E. Riggio dan Dana R.
reliabilitas secara keseluruhan tergolong bagus, Carney (2018). Pada instrumen ini, terdapat 6
kualitas item-item dimensi cybervictimization juga dimensi yang mana tiap dimensi memiliki 15
cukup bagus atau konsisten namun kualitas dari pernyataan. Keenam dimensi tersebut antara lain
respondennya tergolong lemah atau kurang Emotional Expressivity, Emotional Sensitivity,
konsisten dalam memberikan jawaban. dan Emotional Control, Social Expressivity, Social
cybervictimizatiion sebesar 0,80. Sensitivity, dan Social Control. Terdapat lima
Hasil pengukuran yang akan didapatkan berupa skala yang digunakan pada instrumen ini
4 peran yaitu pelaku, korban, pelaku sekaligus diantaranya:
korban, dan not involved. Tetapi pada penelitian ini
hanya membahas lebih dalam pada peran pelaku
ataupun korban.
Tabel 2.2 Skala Instrumen Social Skills Inventory
Skala Makna
64
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan nilai R jika nilai p > alpha maka pengaruh tersebut
square sebesar 0,001 (0,01%). Artinya, besar bersifat signifikan. Dengan demikian dapat
pengaruh variable keterampilan sosial terhadap disimpulkan Ho diterima Ha ditolak. Artinya,
cyberbullying pada peneliti ini hanya sebesar tidak terdapat pengaruh yang signifikan
0,1%. Lalu, didapatkan juga didapatkan F hitung antara variabel keterampilan sosial dengan
sebesar 0,58 dan F tabel sebesar 4,013 Jika F dimensi cyberbullying Lalu, berikut ini
hitung < F tabel maka dapat disimpulkan bahwa merupakan hasil analisis regresi dimensi
tidak terdapat pengaruh antar kedua variabel dan cybervictimization dan keterampilan sosial:
R R Square Adjusted
Variabel
R Square
Cybervictimization
dan Keterampilan 0,039 0,002 -0,009
sosial
Variabel
F Hit F tab Nilai p Alpha
Cybervictimization
dan Keterampilan 0,148 0,392 0,702 0.05
sosial
bersifat signifikan. Sehingga dapat disimpulkan
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan F hitung Ho diterima Ha ditolak. Artinya, tidak terdapat
sebesar 0,148 dan F tabel sebesar Jika F hitung < pengaruh yang signifikan antara variabel
F tabel maka dapat disimpulkan bahwa tidak keterampilan sosial dengan dimensi
terdapat pengaruh antar kedua variabel dan jika cybervictimization.
nilai p > alpha maka pengaruh tersebut Subjek yang menjadi pelaku cenderung
berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut sejalan
65
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram
dengan pendapat Li (dalam Kowalski, Giumetti, mana nilai tersebut lebih kecil daripada F tabel.
Schroeder, & Lattanner, 2014) yang menyatakan Artinya, tidak terdapat pengaruh
bahwa laki-laki cenderung lebih banyak menjadi keterampilan sosial terhadap pelaku cyberbullying.
pelaku cyberbullying. Lalu, jika dilihat dari hasil Lalu pada hasil uji hipotesis analisis regresi satu
analisis subjek yang menjadi korban didapatkan jalur pada subjek yang menjadi korban didapatkan
bahwa subjek yang berjenis kelamin perempuan bahwa nilai p sebesar 0,0351 yang mana nilai
lebih banyak menjadi korban dibandingkan pelaku. tersebut lebih besar daripada 0,05. Sedangkan nilai
Hal tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian F hitung pada subjek yang menjadi korban sebesar
yang dilakukan oleh Lapidot-lefler & Dolev-cohen 0,148 yang mana nilai tersebut lebih kecil
(2014) perempuan cenderung lebih banyak daripada F tabel. Artinya, tidak terdapat pengaruh
menjadi korban cyberbullying. keterampilan sosial terhadap korban
Lalu, dari hasil analisis subjek yang menjadi cyberbullying. Dari hasil kedua analisis regresi
pelaku berdasarkan intensitas penggunaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
Instagram didapatkan bahwa sebanyak 39.7% pengaruh keterampilan sosial terhadap pelaku atau
menggunakan Instagram selama 3 sampai dengan korban cyberbullying.
4 tahun lebih, 70,75 menggunakan Instagram Dengan demikian, keterampilan sosial tidak
setiap hari dalam seminggu, dan 44,8% dapat dijadikan faktor untuk memprediksi
menggunakan Instagram selama lebih dari 4 jam. cyberbullying yang terjadi di Instagram. Terdapat
Artinya, individu tersebut memiliki potensi untuk faktor-faktor situasional lain yang tidak peniliti
melakukan cyberbullying dikarenakan intensitas bahas lebih lanjut pada penelitian ini seperti
penggunaan internet yang sudah mencapai 6 bulan dukungan teman sebaya. Menurut Kowalski,
lebih (Topcu & Erdur-Baker, 2018). Sama halnya Giumetti, Schroeder dan Lattanner (2014) dll,
dengan intensitas penggunaan Instagram pelaku, dukungan teman sebaya merupakan salah satu
subjek yang menjadi korban pun menggunakan faktor situasional yang memengaruhi
Instagram selama lebih dari 6 bulan sehingga cyberbullying. Dengan adanya dukungan dari
memiliki potensi untuk mengalami cyberbullying teman sebaya, keterampilan sosial yang dimiliki
juga. individu pun akan berubah. Remaja
Selain itu, bila dilihat dari skor total mengembangkan kemampuan dalam
keterampilan sosial, subjek yang menjadi pelaku mengekspresikan perasaan-perasan ataupun ide-
cenderung memiliki tingkat keterampilan sosial ide yang ada dan pengambilan keputusan pun
yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa dapat dipengaruhi oleh teman sebaya (Ghozaly,
subjek yang menjadi pelaku dapat menggunakan 2011). Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil
keterampilan tersebut untuk mengontrol orang lain penelitian yang dilakukan oleh Bester (dalam
melalui cyberbullying. Sejalan dengan yang Ghozaly, 2011) yang menyatakan bahwa remaja
dikatakan oleh Olweus (dalam Savage & akan cenderung lebih banyak menghabiskan waktu
Tokunaga, 2017) bahwa adanya keterampilan dan bergantung dengan kelompok teman
sosial yang kuat dapat membuat persepsi bahwa sebayanya.
pelaku cyberbullying memiliki kendali atas
korbannya. Lalu jika dilihat dari skor total Adapun keterbatasan-keterbatasan yang
keterampilan sosial pada subjek yang menjadi terdapat pada penelitian ini diantaranya:
korban, subjek tersebut cenderung memiliki
tangkat keterampilan sosial rendah. Sehingga a. Kurangnya data konkrit jumlah populasi
dapat dikatakan subjek yang menjadi korban lebih pengguna Instagram menyebabkan peneliti
mudah dikendalikan oleh orang lain. memiliki hambatan dalam menentukan jumlah
Kemudian bila dilihat dari hasil uji hipotesis sampel yang seharusnya diperlukan oleh
analisis regresi satu jalur didapatkan bahwa nilai p penelitian ini sehingga peneliti hanya
sebesar 0,405 yang mana nilai tersebut lebih besar menggunakan data survey TNS dalam bentuk
daripada 0,05. Sedangkan nilai F hitung pada persentase
subjek yang menjadi pelaku sebesar 0,58 yang
66
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram
b. Jumlah item yang terlampau banyak pada Curtis, A. C. (2015). Defining Adolescence.
booklet penelitian menyebabkan responden Journal of Adolescent and Family Health,
mengalami kejenuhan dalam mengisi kuisioner. 7(2), 1–39.
https: //scholar.utc.edu/jafh/vol7/iss2/2/
c. Referensi alat ukur cyberbullying yang
tergolong sedikit menyebabkan peneliti Ditch The Label. (2017). The Annual Bullying
menggunakan alat ukur cyberbullying yang Survey 2017. United Kingdom.
tergolong baru. Alat ukur tersebut juga
termasuk alat ukur yang belum pernah Ghozaly, L. F. (2011). Pengaruh Kelompok
digunakan oleh peneliti lain di Indonesia Teman Sebaya dan Media Massa Terhadap
sehingga peneliti melakukan penyusunan Keterampilan Sosial Atlet Muda di SMA
kembali agar dapat sesuai dengan budaya Negeri Ragunan Jakarta. Skripsi. Institut
Indonesia. Pertanian Bogor
67
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram
Rangkuti, A. A., & Wahyuni, L. D. (2017). Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif,
Modul: Analisis Data Penelitian Kuantitatif Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, Cv.
Berbasis Classical Theory dan Item Response
Theory (Rasch Model). Jakarta: Fakultas
68
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram
Topcu, Ç., & Erdur-Baker, Ö. (2018). RCBI-II: Williams, J.(2012). Teens, Sexts, & Cyberspace :
The Second Revision of the Revised Cyber The Constitutional Implications of Current
Bullying Inventory. Measurement and Sexting & Cyberbullying Laws. William &
Evaluation in Counseling and Development, Mary Bill of Rights Journal, 20(3), 1017–
51(1), 32–41. 1050.
https://doi.org/10.1080/07481756.2017.1395
Yang, C. (2016). Instagram Use, Loneliness, and
Wan Othman, W. R., Apandi, Z. F. M., & Ngah, N. Social Comparison Orientation: Interact and
H. (2016). The uses of social media on Browse on Social Media, But Don’t Compare.
student’s communication and self concepts Cyberpsychology, Behavior, and Social
Networking, 19(12), 703–708
69
Volume 07, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP
*
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.02
Alamat Korespondensi:
hasbi.ashshidieqy@gmail.com
ABSTRACT
Many people think that the highest intelligence among the other multiple intelligences is IQ intelligence. It's just
that IQ intelligence is more often used in everyday life to get material, find solutions, and solve problems. The
author assumes SQ is the intelligence of the highest intelligence among multiple intellegence where SQ is the
inner intelligence of the mind and soul to build yourself into a whole person by always thinking positive in
dealing with every incident that happened. Therefore, the authors assume that students who have spiritual
intelligence will always be able to solve problems in education. The purpose of this study is as follows
(1) To know the nature of spiritual intelligence
(2) To know the essence of student achievement
(3) To know the relation of spiritual intelligence to student achievement.
The method used is descriptive correlational method is to describe the relationship of one variable with another
variable to find conclusions in the form of a comparison. This method is used to take the results of a general
picture of whether there is a positive or negative correlation.
Keywords:
spiritual intelligence, learning achievement
70
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa
terdapat pada manusia (Safaria, 2007:15). Dengan sebagai referensi guru, dosen, maupun tenaga
kecerdasan spiritual manusia akan dibimbing dan pendidik lainnya agar tercapainya tujuan
diarahkan oleh kebijaksanaan yang ia dapatkan pembelajaran dalam pendidikan.
setelah memaknai arti kehidupan. Kecerdasan SQ
akan membawa seseorang kepada pemahaman 2. Hasil dan Diskusi
kehidupan. Seseorang yang memiliki kecerdasan
spiritual akan lebih pandai menyikapi segala A. Kecerdasan Spiritual
penderitaan kehidupan dengan emosi positif dan
memaknai kehidupan. Hal ini menyebabkan orang a) Definisi kecerdasam spiritual
yang memiliki kecerdasan ini akan selalu tepat Menurut Prijosaksono, kata spiritual memiliki
menempatkan posisinya dalam menghadapi situasi akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal
apapun. dari bahasa latin, spiritus, yang berarti bernafas.
Dari kebijaksanaan yang didapat dalam Selain itu kata spiritus dapat diartikan juga sebagai
menghadapi masalah mereka akan melihat dari alkohol yang dimurnikan. Oleh karena itu spiritual
berbagai sudut pandang serta makna yang dianggap suatu hal yang murni. Roh bisa diartikan
terkandung didalamnya. sebagai energi kehidupan, yang membuat kita
Prestasi belajar merupakan gambaran umum hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti
kemampuan siswa dalam menyerap pengetahuan pula segala sesuatu diluar tubuh, fisik kita,
yang dilakukan secara sadar. Prestasi adalah termasuk pikiran, perasaan, dan karakter kita
kemampuan kita untuk mencapai nilai tertinggi, (Kurniawati & Abrori, 2005: 114-115).
sedangkan dengan nilai yang rendah maupun Kecerdasan spiritual membicarakan tentang
sedang tidak bisa diebut prestasi. Oleh karena itu kemampuan manusia untuk mengenali potensi
dapat bisa menjadi sebuah kebanggaan siswa dirinya sebagai makhluk spiritual dengan
ketika mendapatkannya. mengangkat hakikat manusia untuk
Tidak sedikit yang menganggap orang yang mengembangkan kemampuannya. Artinya dengan
memliki IQ tinggi dapat memecahkan segala menghargai diri sebagai makhluk spiritual, yang
persoalan kehidupan. Namun dalam dunia hanya sebagian kecil dari semesta akan membuat
pendidikan kerap terjadi fenomena dimana orang seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual
yang memiliki IQ tinggi tidak memiliki prestasi menjadi pandai membimbing dirinya untuk
yang gemilang dibanding dengan temannya yang menemukan tujuan hidupnya melalui hakikat
memliki IQ rata-rata. Adapula pemilik IQ tinggi manusia. Seorang yang tinggi SQ-nya cenderung
dalam prestasi belajarnya tidak bisa menjadi menjadi seorang pemimpin yang penuh
mempertahankan rangking di kelas atau nilai pengabdian - yaitu seorang yang bertanggung
terbaiknya. Termasuk pula tidak sedikit mahasiswa jawab untuk membawakan visi dan nilai yang
yang memiliki IQ tinggi ketika terjun ke dunia lebih tinggi terhadap orang lain, ia dapat
masyarakat mereka seolah-olah tidak terlihat memberikan inspirasi terhadap orang lain (Zohar
eksistensinya bahkan ketika berkecimpung dalam & Marshal, 2001:14)
dunia masyarakat kesuksesan kalah dengan Zohar mendefinisikan kecerdasan spiritual
mahasiswa yang biasa saja. Dengan demikian IQ lebih variatif, kecerdasan spiritual dianggap
bukanlah satu-satunya solusi terbaik untuk sebagai kecerdasan yang bersolusi untuk
memecahkan berbagai problema di atas. Penulis menghadapi dan memecahkan berbagai problema.
beranggapan kecerdasan sosial lebih memberikan Kecerdasan spiritual dapat pula dibutuhkan ketika
pengaruh lebih bagi peserta didik dimana seseorang buntu dalam menemukan solusi karena
kecerdasan spiritual yang baik mampu kecerdasan ini berbicara tentang seberapa mampu
mengendalikan jiwa seseorang ke arah eksplorasi seseorang melihat sisi positif dari suatu peristiwa,
potensi diri sehingga mampu memberikan dengan cara melihat persoalan dari berbagai sudut
perubahan positif bagi siswa. pandang. Oleh karenanya seseorang dapat
Oleh karena itu penulis ingin mengangkat menentukan solusi terbaik ketika
sebuah topik dengan bahasan bagaimana korelasi pengidentifikasian keadaan sudah dilakukan.
kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar Spiritual quotient dapat digunakan untuk
sehingga akan didapatkan hasil yang berguna menyatukan hal-hal yang bersifat interpersonal,
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018
71
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa
dengan menghimpun emosi positif antar sesama Dengan demikian dapat kita pahami bahwa
dengan memunculkan sikap kebijaksanaan yang kecerdasan sosial merupakan pengembangan
bersumber dari pemahaman kehidupan dan sempurna dari akal budi guna memikirkan hal-hal
pengaktualisasi diri. Serta dapat menjembatani yang bersifat immaterial yang memancarkan
kesenjangan tiap-tiap individu melalu pendekatan energi batim sehingga terbentuklah motivasi
afektif (perasaan) guna menumbuhkan emosi lahirnya ibadah dan moral.
positif dalam kehidupan sehari-hari. Daniel
Goleman telah menulis emosi-emosi yang b) Karakteristik Kecerdasan Spiritual
digunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Menurut Subandi, (2001) dalam artikelnya
Namun, EQ tidak menjembatani kesenjangan itu mengemukakan bahwa ciri-ciri di atas menurutnya
sedangkan SQ memberikan makna sejati, masih terlihat sangat psikologis, padahal dimensi
sebagaimana semua itu memberikan tempat sesuai spiritual jauh melebihi hal itu, dia menambahkan
porsinya pada dalam diri manusia. beberapa kriteria yang lain yaitu:
Berbicara tentang kecerdasan spiritual pasti 1. Kemampuan menghayati keberadaan Tuhan.
tidak akan pernah lepas dari kesadaran spiritual 2. Memahami diri secara utuh dalam dimensi
tiap individu. Kedua hal tersebut tidak akan ruang dan waktu
terpisah dalam pengoptimalan kerja jiwa dalam 3. Memahami hakekat di balik realitas
memaknai dan memahami kehidupan. Sinetar 4. Menemukan hakikat diri
(2001) menyebutnya sebagai kesadaran dini 5. Tidak terkungkung egosentrisme.
dimana individu umtuk secara terus menerus 6. Memiliki rasa cinta
mengaktualisasikan diri itu membawanya. Ketika 7. Memiliki kepekaan batin
seseorang dapat memahami hakikat hidupnya maka 8. Mencapai pengalaman spiritual: kesatuan
kesadaraan spiritualnya akan menumbuhkan segala wujud, mengalami realitas non-
motivasi pada pencapaian yang utuh dan optimal. material (dunia gaib).
Viktor Frankl (1973) menyebutkan bahwa Kecerdasan spiritual terlihat komplek, akan
dimensi spiritual (ruh) merupakan dimensi yang tetapi kecerdasan ini hanya membutuhkan
mengadakan bahwa kita adalah manusia. Dia kemamuan untuk membersihkan jiwa dari
menegaskan “man lives in three dimension, the pengaruh buruk.
somatic, the mental and spiritual”. Frankl (1973) Dengan merujuk pada makna utama, penuilis
lebih lanjut menegaskan bahwa “three factor mencoba untuk mendekripsikan karakter dari
characterize humas existence, man spirituality, his kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut:
freedom, and his responsibility”. Oleh karena itu a. Memiliki tujuan hidup yang baik
dimensi spiritual ini mencakup dimensi lainnya dan Orang yang memiliki kecerdasan spiritual akan
menjadi lahan yang cocok dalam pengembangan mengerti bagaimana hidupnya akan berlangsung.
dimensi-dimensi lainnya pada diri seorang anak. Selalu memaknai hidup dari sisi positifnya
Spiritual quotient adalah implementasi diri membuat seseorang yang spiritualnya baik akan
kita terhadap kehidupan melalui jalur-jalur dengan menemukan tujuan hidup yang baik pula. Menurut
integrasi diri. SQ tidak selalu berkaitan dengan Stephen R. Covey sperti yang dikutip Toto
ritual ibadah saja. ini dua hal yang berbeda. Tidak Tasmara dalam bukunya kecerdasan rohaniyah,
selalu yang rajin melaksanakan shalat atau pergi visi adalah pengejawantahan yang terbaik dari
haji berulang-ulang itu akan meningkatkan imajinasi kreatif dan merupakan motivasi utama
kecerdasan spiritualnya. Memang dalam hal dari tindakan manusia.
meningkatkan kecerdasan spiritual, ritual ibadahlah Mereka sangat memikirkan tujuannya,
yang sering digunakan orang-orang pada umumnya bagaimana mencapainya hingga apa saja hal-hal
untuk mengoptimalkan peranan jiwa manusia itu kecil yang terkait dengan tujuannya. Seseorang
sendiri. Namun, ritual ibadah hanyalah salah satu yang memiliki kecerdasan spiritual yang baik akan
metode guna meningkatkan kecerdasan spiritual memilih tujuan yang tepat dan dapat
guna memahami hakikat manusia secara dipertanggung jawabkan baik secara moral
menyeluruh untuk dimaknai oleh jiwa yang maupun dihadapan Allah SWT. Dengan demikian
akhirnya menjadi sebuah acuan berfikir dalam kehidupan manusia bukan hanya makan, minum,
memecahkan sebuah permasalahan. tidur, dan sebagainya, tetapi lebih jauh dari itu
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018
72
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa
73
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa
74
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa
siswa. Menurut Sia Tjundjing belajar dapat terlebih dahulu. Anak akan memahami statusnya
diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang sebagai seorang pelajar dan segera membuat
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan capaian-capaian pembelajaran serta konsep dalam
latihan (Tjundjing, 2001: 70). belajar. Hal ini dikarenakan jika seseorang yang
Belajar merupakan suatu proses perubahan yang memiliki kecerdasan spiritual maka ia akan dapat
bisa dilakukan dengan cara membaca, menulis, melihat sisi positif dari seluruh situasi. Dengan
menghitung, meniru dan sebagainya dengan syarat demikian ia akan selalu berpikir setelah
perubahan ke arah yang baik disertakan bimbingan melakukan hal yang kurang maksimal dalam
dan arahan dari pendidik. Selaras dengan pendapat- pencapaian tujuan instruksional. Anak akan
pendapat di atas, (Hakim, 2000: 1) mengemukakan mudah menyerap materi ketika memiliki
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di kecerdasan spiritual karena dengan kecerdasan
dalam kepribadian manusia, dan perubahan spiritual akan menuntun seseorang memiliki
tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan pikiran yang jernih dan memiliki jiwa yang besar
kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti sehingga ketika menerima materi, kepribadian
peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, anak selalu merasa tidak puas dengan pengetahuan
kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, yang sudah ada. Sehingga tujuan intruksional
dll. dalam pembelajaran akan selalu terlaksana karena
Prestasi belajar dapat menyimpulkan dengan anak selalu dalam keadaan siap menerima materi.
berupa angka atau huruf yang berupaya untuk Dengan demikian ada relasi yang baik ketika
menggambarkan perkembangan peserta didik. seseorang memiliki kecerdasan spiritual.
Dalam meraih prestasi belajar bukan hal yang tiba-
tiba kita bisa meraihnya sewaktu-waktu, tetapi ini 3. Kesimpulan
tentang perjuangan dan menghargai proses belajar
itu sendiri. Kecerdasan spiritual sangat berpengaruh
dalam prestasi belajar peserta didik. Dari seluruh
d) Kecerdasan Spiritual dalam Prestasi Belajar multiple intelligence yang ada kecerdasan spiritual
Siswa adalah kecerdasan yang mewakilinya dan
Spiritual sangat berpengaruh dalam kehidupan mencakup seluruh aspek kehidupan. Karena
kita, spiritual mampu memecahkan permasalahan kecerdasan spiritual ini sangat cocok digunakan
dengan solusi yang didapat dari kebijaksaan hidup. peserta didik dengan fungsi sebagai pembersihan
Seseorang yang memiliki spiritual yang baik akan jiwa sekaligus sikap. Dari uraian pembahasan di
menjalani kehidupan ini dengan terpola dan tujuan atas sedikitnya telah kita dapatkan hubungan
hidup yang jelas, sehingga baik dalam aspek kecerdasan spiritual dengan prestasi belajar.
manapun kecerdasan spiritual akan selalu berguna Adanya korelasi positif antara kecerdasan spiritual
untuk menuntun seseorang pada kebahagiaan yang dengan kecerdasan spiritual. Semakin baik
hakiki. Ketika pembersihan jiwa dilakukan setiap kecerdasan spiritual maka semakin mudah dan
saat seperti melalui ritual ibadah, maka seseorang terarah peserta didik dalam mengembangkan
yang memiliki kecerdasan spiritual akan lebih bisa prestasi belajar. Perbandingan lurus ini dapat
menghargai hidup kita dan mengetahui potensi digunakan sebagai acuan dalam pemahaman
dalam dirinya. Ketika jiwa seseorang telah baik kepada peserta didik.
dan optimal digunakan maka apapun yang
dilakukan dalam menjalani kehidupan semuanya 4. Daftar pustaka
berorientasi kepada satu titik yaitu sebagai bentuk
penghambaan kepada Allah SWT. Al Marsudi, S. (2001). Pancasila dan UUD 1945
Dalam pendidikan formal, spiritual yang baik dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT.
sangat diperlukan bagi peserta didik. Sehingga Raja Grafindo Persada
budi pekerti yang baik dapat tertanam sejak dini.
Ketika sang anak mampu mengkomparasikan Frankl, V. E. (1973). (In R. & C. Winston,
seluruh multiple intelligence yang dia punya, anak Trans.) The Doctor and the Soul: From
akan merasakan perbedaan antara belajar biasa Psychotherapy to Logotherapy. New
dibanding belajar dengan pengoptimalan spiritual York: Vintage Books
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018
75
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa
Sardiman, A.M. (2005). Interaksi dan Motivasi Zohar, D. & Marshall, I.N. (2001). SQ:
Belajar. Jakarta: Rajawali Press Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual
Dalam Berpikir Integralistik dan Holistik
Triantoro, S. (2005). Interpersonal Intelligence: untuk Memaknai Kehidupan. Bandung:
Metode Pengembangan Kecerdasan Mizan
Interpersonal Anak. Yogyakarta: Amara
Books.
76
Volume 07, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP
DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.03
Alamat Korespondensi:
anamauna001@gmail.com
ABSTRACT
This reasearch was conducted to find out the effect of perceived social support toward subjective well-being on
elementary honorary teachers in North Jakarta. Incidental sampling was used as technique sampling with 135
elementary honorary teachers as sample. Multidimensional Scale Perceived Social Support (MSPSS) was used
to measure perceived social support, meanwhile the subjective well-being measured by Satisfaction With Life
Scale (SWLS) and Scale of Positive and Negative Experience (SPANE). The result show that perceived social
support gives significant influence toward subjective well-being, which is 5,4%. As the influenced or result is
positive, it means higher perceived social support higher subjective well-being on elementary honorary
teachers in North Jakarta and vice verca.
Keyword:
Perceived social support, subjective well-being, honorary teachers.
77
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara
bahwa dukungan sosial merupakan salah satu honorer dan dukungan sosial merupakan salah satu
faktor yang berhubungan subjetive well-being faktor dalam subjetive well-being seseorang.
selain faktor genetik, kepribadian, demografis,
hubungan sosial, masyarakat atau budaya, proses 2. Metode Penelitian
kognitif dan tujuan. Penelitian ini menggunakan metode
Konsep sederhana subjetive well-being menurut kuantitatif. Menurut Sangadji dan Sopiah (2010)
Diener (2009) adalah ketika perasaan positif lebih penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
besar daripada perasaan negatif. Perasaan positif datanya dinyatakan dalam angka dan dianalisis
dan negatif ini dimaknai sebagai afek positif dan dengan menggunakan teknik statistik. Penelitian
afek negatif. Dalam keseharian, subjetive well- kuantitatif merupakan metode yang berpangkal
being dimaknai sebagai kondisi yang dirasakan
dari peristiwa-peristiwa yang dapat diukur secara
individu ketika afek positif lebih banyak daripada kuantitatif atau dapat dinyatakan dengan angka
afek negatif. Diener juga menambahkan bahwa seperti skala, indeks, rumus, dan sebagainya
secara lebih spesifik subjetive well-being adalah (Subyantoro & Suwarto, 2007).
kombinasi dari afek postif yang tinggi, kombinasi Populasi dalam penelitian ini adalah 585 orang
afek postif negatif yang rendah, dan kepuasan guru honorer Sekolah Dasar Negeri di Jakarta
hidup secara umum. Utara sementara sampel yang diambil oleh peneliti
Dukungan sosial merupakan salah satu faktor sebanyak 135 orang guru honorer sekolah dasar
yang sangat diperlukan dalam dunia bekerja dan negeri di Jakarta Utara yang aktif mengajar di
aktivitas yang dilakukan dalam jangka watktu yang kelas. Teknik sampling yang digunakan dalam
panjang. Dukungan sosial dibutuhkan untuk penelitian ini adalah purposive sampling yang
mengurangi dampak negatif yang muncul dari
merupakan teknik penentuan sampel dengan
kondisi stres. Kondisi stres yang muncul akan pertimbangan tertentu. Pada penelitian ini, sampel
memengaruhi subjetive well-being individu. Hasil berasal dari sekolah-sekolah dasar negeri yang
penelitian Gurung, Taylor, dan Seeman (2003) telah direkomendasikan oleh Suku Dinas
menyatakan bahwa dukungan sosial memberikan Pendidikan Jakarta Utara.
efek postif bagi kesehatan dan kesejahteraan Variabel subjective well-being diukur dengan
individu. menggunakan instrumen Satisfaction With Life
Dukungan sosial merupakan bantuan yang Scale (SWLS) dan Scale of Positive and Negatife
ditujukan kepada individu dan diperoleh dari orang Experience (SPANE) sedangkan variabel persepsi
yang berarti bagi individu yang tersebut. Dukungan dukungan sosial diukur dengan menggunakan
sosial adalah hal penting dalam memelihara instrumen Multidimentional Scale of Perceived
keadaan psikologis individu yang mengalami Social Support (MSPSS). Teknik analisis data
tekanan, sehingga dapat menimbulkan pengaruh yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis
positif yang akan mengurangi gangguan psikologis regresi linear. Analisis regresi digunakan untuk
(Taylor, 2003). Secara umum, dukungan sosial memprediksi pengaruh variabel bebas terhadap
terbagi menjadi dua jenis yaitu dukungan sosial variabel terikat.
yang diterima (received social support) dan
persepsi dukungan sosial (perceived social 3. Hasil dan Diskusi
support). Persepsi dukungan sosial dianggap lebih
bermanfaat untuk beradaptasi dengan stres Dari perhitungan data variabel subjective well-
daripada keseluruhan dukungan yang sebenarnya being dan persepsi dukungan sosial diperoleh rata-
diterima karena persepsi dukungan sosial dapat rata dan nilai simpang baku tiap variabel. Adapun
membantu individu untuk berpikir bahwa ada nilai tersebut yaitu: nilai rata-rata subjective well-
individu lain yang dapat membantu dalam kejadian being sebesar 30,15 dan nilai rata-rata persepsi
yang menimbulkan stres (Taylor, 2004). dukungan sosial sebesar 60,88. Dengan
Dari penjelasan di atas dapat diketahui mengetahui nilai mean maka dapat diketahui
subjetive well-being sangat dibutuhkan pada guru tingkat empati dan kinerja guru sebagai berikut
(Tabel.1):
78
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara
Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa memiliki subjective well-being rendah yaitu
tingkat subjective well-being dari responden dalam sebesar 55,6% sedangkan pada persepsi dukungan
penelitian ini didominasi oleh responden yang sosial didominasi oleh responden yang memiliki
persepsi dukungan sosial yang tinggi sebesar 63%.
Berdasarkan hasil analisis regresi dapat Ho2 (Hipotesis nol) ditolak yang berarti Ha1 =
diketahui nilai F hitung yang diperoleh dari terdapat pengaruh persepsi dukungan sosial
dimensi kepuasan hidup sebesar 4,656 dan dimensi terhadap kepuasan hidup guru honorer sekolah
pengalaman positif dan negatif sebesar 11,839 dasar negeri di Jakarta Utara dan Ha2 terdapat
dengan nilai F tabel (dengan df 1:133) adalah 3,91. pengaruh persepsi dukungan sosial terhadap
Maka F hitung > F tabel dan nilai p sebesar 0,033 pengalaman positif dan negatif guru honorer
dan 0,001 < α = 0,005. Dengan demikian, Ho1 dan sekolah dasar negeri di Jakarta Utara diterima
79
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara
Dari tabel 4 dapat dilihat hasil perhitungan dukungan sosial. Sementara itu, nilai adjust R
indeks korelasi ganda (R) sebesar 0,247 dan 0,286 Square pada dimensi pengalaman positif dan
dan R square sebesar 0,34 dan 0,082. Nilai adjust negatif sebesar 0,075 dapat diinterpretasikan
R Square pada dimensi kepuasan hidup sebesar bahwa variabel persepsi dukungan sosial memiliki
0,27 dapat diinterpretasikan bahwa variabel pengaruh kontribusi sebesar 7,5% terhadap
persepsi dukungan sosial memiliki pengaruh dimensi pengalaman positif dan negatif sedangkan
kontribusi sebesar 27% terhadap dimensi kepuasan sisanya sebesar 92,5% dipengaruhi oleh faktor-
hidup sedangkan sisanya sebesar 73% dipengaruhi faktor lain di luar variabel persepsi dukungan
oleh faktor-faktor lain di luar variabel persepsi sosial.
4. Kesimpulan
Carlson, D., Perrewe, P. (1999). The role of social
Berdasarkan hasil analisis data dalam support in the stressor strain relationship: An
penelitian dan perhitungan data dengan eximination of work family conflict. Journal
menggunakan uji analisis regresi, dapat ditarik of Management, 25(4). 513-560.
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh persepsi
dukungan sosial terhadap subjective well-being
dimensi kepuasan hidup sebesar 27% dan Carr, A. (2004). Positive Psychology: The Science
pengalaman positif negatif sebesar 7,5% dan of Happiness and Human Stregths. Hove &
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak New York: Brunner – Rouledge Taylor &
diteliti dalam penelitian ini. Francis Group.
Carlson, D. W., & Perrewe, P. L. (1999). The role Diener, E. (1984). Subjective Well Being.
of social support in the stressorstrain Psychological Bulletin. 95(3). 542-575.
relationship: An examination of work family
conflict. Journal of Management, 25(4), 513-
Diener, E., Suh, E., Lucas, R., & Smith, H. (1999).
560
Subjective well being: three decades of
progress. Psychological Bulletin. 125(2).
276-302.
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018
80
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara
Diener, E, Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Sekolah Negeri di Kabupaten Bantul.
Personality, culture, and subjective well- Skripsi: Universitas Sanata Dharma.
being: Emotional and cognitive evaluations
of life. Annual Review of Psychology. 54, Gatari, E. (2008). Hubungan antara Perceived
403-425. Social Support dengan Subjective Well-
Being pada Ibu Bekerja. Skripsi: Universitas
Diener, E. & Ryan, K. (2009). Subjective well- Indonesia.
being: a general overview. South African
Journal of Psychology. 39(4), 391-406. Gülaçti, F. (2010). The effect of perceived social
support on subjective well being. Procedia
Diener, E. (1994). Assessing subjective well- Social and Behavioral Sciences 2. 3844-
being: Progress and oppotunities. Social 3849.
Indicators Research, 31, 103-157
Gurung, R. A., Taylor, S. E., & Seeman, T. E.
Diener, E. (2000). Subjective well-being: The (2003). Accounting for changes in social
science of hapiness and proposal for a support among married older adults: Insight
nationa index. American Psychologist. 55(1), from the MacAryhur studies of succcesful
34-43. aging. Psychology and Aging. 18(3), 487-
496.
Diener, E., Lucas, R. E., Oishi, S. (2005).
Subjective well-being: The science of Heady, B., Veenhoven, R., & Wearing, A. (1991).
happiness and life satisfaction. Handbook of Top-down versus bottom up theories of
Positive Psychology (2nd Ed.). New York: subjective well-being. Social Indicators
Oxford University Press. Research. 24, 81-100.
Diener, E., Scollon, C. N., & Lucas, R. E. (2004). Hidayat. T., Istiadah. N. (2011). Panduan
The envolving conceot of subjective well- Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk
being: The multifaceted nature of happiness Mengolah Data Statistik. Jakarta: Mediakita.
dalam P. T. Costa & I. C, Siegler (Eds.)
Advances in Cell Aging and Gerontology. King, L. A., & Napa, C. K. (1998). What makes a
15, 187-220. life good? Journal of Personality and Social
Pyschology. 75(1), 156-165.
Diener, E., Wirtz, D., Tov, W., Kim-Prieto, C.,
Choi, D., Oishi, S., Biswas-Diener, R. Matsuda, T., Tsuda, A., Kim, E., Deng, K. (2014).
(2010). New Well-Being Measures: Short Association between perceived social support
Scales to Assess Flourishing and Positive and subbjective well-being among Japanese,
and Negative Feelings. Social Indicators Chinese, and Korean college students.
Research. 97. 143-156. 10.1007/s11205-009- Scientific Research. 5, 491-499.
9493-y.
Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional
Eddington, N., & Shuman, R. (2008). Subjective Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
well-being (happiness). Continuing Menyenangkan. Bandung: PT Remaja
Psychology Education Inc. Rosdakarya.
Fitria. (2016). Studi Eksploratif Tentang Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D.
Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer (2009). Human Development Perkembangan
81
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara
Manusia (Edisi 10 Buku 2). Jakarta: Salemba Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif,
Humanika. Kualitatif, dan R & D. Bandung: Penerbit
Alfabeta.
Pavot, W. & Diener, Ed. (1993). Review of the
satisfaction with life scale. Pychological Sumitomo, B., Widhiarso, W. (2014). Aplikasi
Assessment. 5(2), 164-172. Model Rasch Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu
Sosial. Cimahi: Trim Komunikata Publishing
Purba, J., Yulianto, A., & Widyanti, E. (2007). House.
Pengaruh dukungan sosial terhadap burnout
pada guru. Jurnal Psikologi, 5(1), 77-87. Taylor, S. E. (2006). Health Psychology (6th ed.)
New York: McGraw-Hill.
Rangkuti. A. A., Wahyuni. L. D. (2016). Analisis
Data Penelitian Kuantitatif Berbasis Classical Taylor, S., Sherman, D., Kim, H., Jarcho, J.,
Test Theory dan Item Response Theory Takagi, K., & Dunangan, M., (2004) Culture
(Rasch Model). Jakarta. and social support: Who seek it and why?
Journal of Personality and Social
Rask, K., Astedt-Kurki, P., A. Laippala, Pekka. Psychology. 87(3) 354-362.
(2002). Adollescent subjective well-being
and realize values. Journal of Advanced Wangi, E. N., Annissa, F. R. (2015). Subjective
Nursing. 38(3), 254-263. well-being pada guru honorer di SMP
terbuka 27 Bandung. Seminar Psikologi &
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2001). To be happy or Kemanusiaan. 94-98.
to be self-fulfilled: A review of reasearch on
hedonic and eudaimonic well-being. In S. Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988).
Fiske (Ed.) Annusal Review of Psychology. Development and validation of brief
52, 141-166. measures of positive and negative affect: The
PANAS scales. Journal of Personality and
Sangadji, E. M., Sopiah. (2010). Metodologi Social Psychology, 54(6), 1063-1070.
Penelitian: Pendekatan Praktis dalam
Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Andi. Winarsih, Tri. (2006). Subjective Well-Being pada
Wanita Menopause. Skripsi: Universitas
Sarafino, E. P. (2006) Health Psychology: Gadjah Mada.
Biopsychosocial Interaction. (5th ed.). New
York: John Willey & Sons, Inc. Young, K. W. (2006). Social support and life
satisfaction. International Journal of
Seligman, M. E. O., Marie, J. C., & Jayawickreme, Psychosocial Rehabilitation. (10)2, 155-164.
E. (2012). The engine of well being.
American Psychological Association Review Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S. G., &
of General Psychology. 16(4), 327-342. Farley, G. K., (1988). The
mulitidimensional scale of perceived social
Siedlecki, K. L., Salthouse, T. A., Oishi, S., support. Journal of Personality Assesment.
Jeswani, S. (2013). The relatinship between 52(1), 30-41
social support and subjEctive well-being
across age. Springer Science+Business
Media Dorcdrecht. 10.
82
Volume 07, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP
DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.04
Alamat Korespondensi:
kharisma.hakiki@gmail.com
ABSTRACT
Cosmetics are identical with women, influences from fellow women could encourage someone to buy
cosmetics. Faculty with the majority of female students is the Faculty of Psychology with ratio of women and
men reached 4: 1, found complaints to female students associated with unplanned purchase of cosmetics
which is an indication of impulse buying among female students. The purpose of this study is to obtain
empirical data on how to desribe impulse buying on cosmetic products among female students Faculty of
Psychology. The method used in this research is descriptive study. The samples in this study were 98 students
of Faculty of Psychology through purposive sampling technique with student criterion of 2013-2017 class
aged 18-25, who experience unplanned cosmetic purchases. Data collection techniques were carried out by
distributing questionnaires derived based on the theory of impulse buying Verplanken & Herabadi (2001) and
interviews as supporting data. Researcher found out of 98 female students, 69% (68 people) have high
impulse buying behavior, which shows the behavior of irrational purchases by female students, which is
associated with the unexpected and sudden purchase of cosmetic products, which is initiated on the spot when
browsing cosmetic products so as to generate strong urge and feelings of enjoyment and the passion to buy
cosmetics that are recognized through two aspects, namely cognition and affective. Researcher found factors
that influence impulse buying are the marketing environment (discounts and attractive cosmetic stores),
situational variables (availability of money), and personal variables (shopping with friends and in positive
mood situation). It is concluded that both cognitive and affective aspects play a major role in impulse buying.
Keywords:
impulse buying, shopping problems, female students, cosmetics
83
Kharisma Mawaddah H Studi Deskriptif Impulse Buying Pada
Endang Supraptiningsih Kosmetik Di Kalangan Mahasiswi Psikologi
Stephani Raihana H.
berbagai macam kosmetik. Kosmetik adalah suatu Mahasiswi merasa sulit menahan diri untuk
bahan untuk mempercantik diri, kosmetik terbuat tidak membeli kosmetik yang menarik perhatian,
dari bahan-bahan alami maupun kimia. Berbelanja karena adanya perasaan untuk harus membeli
kosmetik dilakukan oleh wanita Indonesia, kosmetik pada saat itu juga (on the spot). Hal ini
menurut penelitian yang dilakukan oleh Sigma menunjukkan indikasi adanya gairah (excitement)
Research (2017), kemajuan pada industri kosmetik ketika melihat suatu produk kosmetik, kesulitan
di Indonesia saat ini menunjukkan peningkatan. untuk mengendalikan desakan membeli kosmetik
Kosmetik sangat identik dengan wanita, dan (urge to buy and difficulty to control). Perilaku
terdapat pengaruh dari sesama wanita yang dapat berbelanja pada mahasiswi menunjukkan indikasi
mendorong seseorang untuk membeli kosmetik. impulse buying.
Pada mahasiswi Fakultas Psikologi ditemukan Fakultas Psikologi di Universitas X di kota
bahwa mahasiswi tertarik untuk membeli kosmetik Bandung merupakan salah satu fakultas dengan
ketika ada teman yang memakai atau ratio perbandingan perempuan dan laki-laki
membicarakan kosmetik tertentu. Mahasiswi yang mencapai 4:1, dan dapat dikatakan bahwa
tidak biasa berdandan akhirnya memutuskan untuk mayoritas mahasiswanya adalah perempuan.
mulai menggunakan dan membeli kosmetik karena Sebagai perempuan, mahasiswi identik dengan
pengaruh teman. berbelanja dan berdandan. Dengan lingkungan
Ditemukan bahwa mahasiswi cenderung untuk yang mayoritas perempuan dan letak kampus yang
membeli produk di luar rencana ketika sedang berada di kawasan pusat berbelanja Dago,
berbelanja bersama teman wanitanya. Selain mahasiswi Fakultas Psikologi lebih mudah
ditemukan keluhan pada mahasiswi Fakultas terpapar dengan media promosi kosmetik, salah
Psikologi terkait dengan pembelian kosmetik satunya yaitu toko kosmetik. Sehingga dapat
diluar rencana yang membuat mahasiswi dijumpai beberapa mahasiswi Fakultas Psikologi
mengkhawatirkan kondisi keuangan, ditemukan yang berbelanja kosmetik.
juga bahwa dengan berada pada lingkungan dengan Mahasiswi Fakultas Psikologi dikategorikan
mayoritas wanita membuat mahasiswi tertarik pada tahap perkembangan yang usianya 18 sampai
untuk menggunakan dan membeli kosmetik agar 25 tahun. Pada usia ini juga seseorang memasuki
terlihat cantik dan menarik. Mahasiswi tidak bangku kuliah sebagai jalur penting menuju
memikirkan efek samping dari membeli kosmetik kedewasaan (Papalia, Old & Fieldman, 2008).
yang mungkin dapat merugikan kesehatan maupun Menurut Anderson (dalam Mappiare: 17) salah
kondisi keuangan. satu ciri kematangan psikologis dewasa awal
Pada umumnya mahasiswi membelanjakan adalah dapat mengendalikan emosi dan memiliki
uang saku untuk memenuhi kebutuhan makanan, sikap objektif. Dengan usia yang berada pada
transport dan kebutuhan kuliah sesuai dengan tahap dewasa awal, mahasiswi diharapkan dapat
anggaran yang dimiliki. Namun yang ditemui mengendalikan emosi dan berfikir objektif,
dikalangan mahasiswi Fakultas Psikologi sehingga dapat membuat perencanaan berbelanja
menggunakan uang saku dan uang anggaran sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang
kebutuhan lain untuk berbelanja kosmetik yang tersedia, serta dapat mempertimbangkan
tidak diperlukan. keputusan untuk berbelanja sehingga terhindar
Mahasiswi tidak memikirkan kebutuhan dan dari perilaku belanja yang tidak dibutuhkan.
biaya secara mendalam sebelum membeli kosmetik Menurut Dittmar dan Drury (dalam Verplanken &
dan langsung memutuskan untuk membeli Herabadi, 2001) impulse buying dapat mengambil
kosmetik yang diinginkan tanpa mengecek kembali bentuk yang ekstrim dan bahkan mungkin menjadi
apakah mereka membutuhkan kosmetik yang akan patologis (O'Guinn & Faber, 1989 dalam
dibeli dan apakah mereka memiliki anggaran untuk Verplanken & Herabadi 2001).
membeli kosmetik. Hal ini menunjukkan indikasi Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
adanya kecenderungan membeli produk tanpa untuk memperoleh data empiris mengenai
pertimbangan yang mendalam (not to deliberate) bagaimana gambaran impulse buying pada produk
saat membeli kosmetik.
84
Kharisma Mawaddah H Studi Deskriptif Impulse Buying Pada
Endang Supraptiningsih Kosmetik Di Kalangan Mahasiswi Psikologi
Stephani Raihana H.
kosmetik di kalangan mahasiswi Fakultas dan puas ketika berbelanja atau setelah melakukan
Psikologi. pembelian.
Kurangnya perencanaan dan dominasi emosi
2. Metode Penelitian merupakan ciri impulse buying, perilaku tersebut
tampaknya sulit untuk diterima traditional attitude
Metode yang digunakan pada penelitian ini dan attitude-to-behaviour models sebagai teori
adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian tindakan yang beralasan (Ajzen & Fishbein, 1980
deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan dalam Verplanken & Herabadi, 2001). Menurut
untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal lain- Dittmar dan Drury (dalam Verplanken &
lain yang sudah disebutkan. Prosedur pemecahan Herabadi, 2001) impulse buying dapat mengambil
masalah pada metode ini adalah dengan cara bentuk yang ekstrim dan bahkan mungkin menjadi
menggambarkan objek penelitian pada saat patologis (O'Guinn & Faber, 1989 dalam
keadaan sekarang berdasarkan fakta-fakta Verplanken & Herabadi 2001).
sebagaimana adanya. Selanjutnya hasil penemuan Verplanken dan Herabadi (2001) memetakan
akan dideskripsikan, yaitu dengan melakukan perilaku impulse buying tersebut sebagai suatu
pengamatan serta menggambarkan sifat atau konsep perilaku yang dapat dikenali melalui 2
peristiwa yang tampak dengan melakukan (dua) aspek, yakni kognisi dan afektif. Menurut
pengamatan serta menggambarkan sifat atau Verplanken dan Herabadi (2001) pada aspek
peristiwa yang tengah berlangsung pada saat kognisi yaitu kecenderungan untuk tidak
peristiwa dilakukan dan memeriksa sebab-sebab mempertimbangkan (not to deliberate),
dari gejala tertentu (Arikunto,2010). memikirkan (think) atau merencanakan (plan)
Pada penelitian ini variabel yang dilibatkan ketika membeli produk. perasaan senang dan
adalah impulse buying pada kosmetik di kalangan gembira, dorongan untuk membeli dan sulit
mahasiswi Psikologi Universitas X di kota mengendalikan serta kemungkinan perasaan
Bandung. Teori yang mendasari variabel ini adalah menyesal. Hal ini meliputi tidak
teori dari Verplanken dan Herabadi tahun 2001. mempertimbangkan harga maupun kegunaan suatu
Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) impulse barang, tidak melakukan evaluasi terhadap suatu
buying merupakan perilaku pembelian tidak pembelian, dan tidak melakukan perbandingan
rasional yang diasosiasikan dengan pembelian antara produk yang diinginkan dengan produk lain
tidak terencana (unplanned) dan mendadak yang dibutuhkan. Agar pembelian memenuhi
(sudden), diawali langsung ketika melihat produk syarat sebagai impulse buying itu harus terdapat
(initiated on the spot) yang disertai dengan desakan respons emosional yang mungkin timbul sebelum,
kuat (powerful urge) serta perasaan menikmati bersamaan dengan pembelian, atau setelah
(pleasure) dan gairah (excitement). Rook (1987) pembelian yang tidak direncanakan. Aspek afektif
menggambarkan impulse buying sebagai berikut yaitu perasaan menikmati (pleasure) dan gairah
“Impulse buying occurs when a consumer (excitement), desakan membeli (urge to buy) dan
experiences a sudden, often powerful and kesulitan mengkontrol (difficulty to control), serta
presistent urge to buy something immediately”. kemungkinan menyesal (possible regret). Emosi
Para pelaku impulse buying sedikit melibatkan yang paling menonjol, yang biasanya menyertai
proses kognitif dan lebih melibatkan faktor emosi. impulse buying, adalah menikmati (pleasure) dan
Individu yang melakukan belanja impulsif gairah (excitement), perasaan tiba-tiba yang
mengalami konflik kognitif, seperti: tidak mendesak untuk membeli barang dengan segera
mempertimbangkan harga maupun kegunaan suatu yang mungkin dianggap sebagai bentuk ringan
barang, tidak melakukan evaluasi terhadap suatu dari paksaan. Menyesal mungkin dialami
pembelian, tidak melakukan perbandingan antara kemudian pada individu, karena uang yang
produk yang diinginkan dengan produk lain yang seharusnya tidak dihabiskan. Oleh sebab itu,
dibutuhkan, serta berada dalam situasi emosional, dorongan membeli tiba-tiba dapat mendorong
seperti: timbulnya dorongan untuk segera seseorang kepada perilaku kompulsif patologis
melakukan pembelian, dan timbul perasaan senang dan dianggap penyesalan sebagai perilaku pasca-
85
Kharisma Mawaddah H Studi Deskriptif Impulse Buying Pada
Endang Supraptiningsih Kosmetik Di Kalangan Mahasiswi Psikologi
Stephani Raihana H.
impuls yang dihasilkan dari membeli sesuatu yang Jika ditelusuri lebih mendalam, perilaku membeli
tidak perlu (Dittmar & Drury, 2000; dalam spontan tersebut pada umumnya lebih dilandasi
Verplanken & Herabadi, 2001). oleh persoalan-persoalan perasaan ataupun emosi
Verplanken dan Herabadi (2001) secara khusus yang mudah tergugah sebagai akibat pengaruh
menyebutkan beberapa faktor yang dapat memicu stimulasi kuat dari faktor eksternal, tanpa mampu
impulse buying. Faktor-faktor tersebut adalah membendungnya (Widawati, 2011).
lingkungan pemasaran (tampilan dan penawaran
produk), variabel situasional (ketersediaan waktu 3. Hasil Penelitian dan Diskusi
dan uang), dan variabel personal (mood, identitas
diri, kepribadian, dan pengalaman pendidikan).
Kategori
Impulse
Buying Jumlah Persentase
Tinggi 68 69.39%
Rendah 30 30.61%
Total 98 100.00%
Dari 98 Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas memiliki perilaku impulse buying tinggi dan 31%
X yang berbelanja kosmetik di luar rencana, 69% memiliki perilaku impulse buying rendah. Hal ini
86
Kharisma Mawaddah H Studi Deskriptif Impulse Buying Pada
Endang Supraptiningsih Kosmetik Di Kalangan Mahasiswi Psikologi
Stephani Raihana H.
menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswi yang mahasiswi yang memiliki perlaku impulse buying
berbelanja kosmetik mendadak atau di luar rendah memiliki aspek kognisi rendah dan afektif
rencana memiliki perilaku impulse buying tinggi. rendah. Berdasarkan hasil, dapat diketahui faktor
Artinya, sebagian besar mahasiswi melakukan yang mempengaruhi mahasiswi untuk melakukan
perilaku pembelian tidak rasional yang ditandai impulse buying pada penelitian ini adalah
dengan pembelian produk kosmetik yang tidak lingkungan pemasaran yaitu saat sedang musim
terencana dan mendadak, diawali ketika melihat diskon dan toko kosmetik yang menarik, variabel
produk kosmetik sehingga memunculkan desakan situasional yaitu ketika sedang membawa banyak
kuat serta perasaan menikmati dan gairah untuk uang, dan variabel personal yaitu ketika sedang
membeli kosmetik yang tinggi. Mayoritas bersama teman dan ketika mahasiswi sedang
mahasiswi yang memiliki perlaku impulse buying memiliki suasana hati senang.
tinggi memiliki aspek kognisi tinggi dan afektif
tinggi. Mayoritas mahasiswi yang memiliki 5. Daftar Pustaka
perlaku impulse buying rendah memiliki aspek
kognisi rendah dan afektif rendah. Impulse buying Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian:
rendah memiliki arti bahwa mahasiswi memiliki Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
kecenderungan untuk melakukan impulse buying Cipta
karena masih ada indikasi perilaku impulse buying
pada aspek kognisi maupun afeksi pada Dong - Jenn Yang (2011). A Study of the Factors
mahasiswi. That Affect the Impulsive Cosmetics
Buying of Female Consumers in Kaoshiung.
4. Kesimpulan International Journal of Business and
Social Science. 2(24) [Special Issue –
Kedua aspek impulse buying yaitu kognisi dan December 2011]
afektif sangat berpedan dalam menentukan impulse
buying. Berdasarkan hasil, diketahui gambaran Karen, J.P. (2009). Report on a survey into female
impulse buying dari 98 mahasiswi Fakultas economic behavior and the emotion
Psikologi yang berbelanja kosmetik diluar rencana, regulatory role of spending. Retrieved from
69% (68 orang) memiliki perilaku impulse buying University of Hertfordshire
tinggi, dan 31% (30 orang) memiliki perilaku
impulse buying rendah. Hal ini menunjukkan Sigma Research Indonesia. (2017). Tren dan
bahwa mayoritas mahasiswi yang berbelanja Perilaku Produk Kosmetika.
kosmetik di luar rencana memiki perilaku impulse http://sigmaresearch.co.id/category/survey-
buying tinggi. Mayoritas mahasiswi yang memiliki kosmetik-indonesia/
perlaku impulse buying tinggi memiliki aspek
kognisi tinggi dan afektif tinggi. Mayoritas
87
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP
DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.05
Alamat Korespondensi:
kencana.wulan@unj.ac.id
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of self-regulation to the adjustment. Measurement variable
adjustment using a measuring instrument Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) and to the
measurement of self-regulation variables using a measuring instrument is Adolescent Self-Regulatory Inventory
(ASRI). Data processing method used in this research is the method of regression analysis. The results of the
research conducted is when the adjustment (Y) increases one unit, then the self-regulation variable (X) will be
in increments of 0.82. It is concluded that there is positive influence of self-regulation to the adjustment.
Variable self-regulation affects adjustment of 10% and the rest influenced by other factors outside of self-
regulation.
Keywords
Self-Regulation, Adjustment
88
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah
tahun namun di Pesantren ini siswa menjalani jelas dari perbuatannya merupakan salah satu
jenjang MA dengan waktu 4 tahun. Namun, faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Oleh
persyaratan ini hanya berlaku bagi siswa yang karena itu untuk mencapai penyesuaikan diri yang
berasal dari SMP selain Husnul Khotimah. baik maka di butuhkan regulasi diri.
Mereka akan menjalani kelas persiapan selama Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2004).
satu tahun. Di dalamnya mereka belajar khusus regulasi diri adalah kemampuan untuk
mata pelajaran agama. Dengan tujuan ketika menggambarkan secara imajinatif hasil yang
mereka menjalani kelas 1 Aliyah tidak akan diinginkan di masa yang akan datang dengan
merasa tertinggal dengan teman-teman kelas 1 mengembangkan strategi tingkah laku yang
aliyah yang berasal dari MTs Husnul Khotimah. membimbing kearah tujuan yang rosional, reaksi
Siswa kelas I mempelajari mata pelajaran agama impulsive, dan kinerja dari suatu tugas.
jenjang pendidikan MTs. Mata pelajaran yang Dengan memiliki regulasi diri yang baik siswa
seharusnya dipelajari selama 3 tahun, mereka akan berupaya membuat strategi yang
pelajari dengan rentang waktu satu tahun. menjadikannya mampu menyelaraskan dirinya
Mereka yang belum berhasil menyesuaikan dengan lingkungan termasuk bagaimana
diri beralasan tidak betah karena beban akademik menyelaraskan dengan tuntuan akademik dan
yang begitu banyak maupun masalah peraturan tuntutan peraturan. Ketika strategi tersebut belum
yang sangat ketat. Selain itu menurut mereka nilai berhasil ia akan mengawasi dan mengevaluasinya
dan budaya yang ada di asrama belum dapat agar dapat mencapai apa yang menjadi tujuannya.
diterima. Teman sebaya yang tidak cocok juga Sehingga pada akhirnya siswa akan mampu
menjadi salah satu faktor mereka tidak dapat menyesuaikan dirinya di lingkungannya yang
meyesuaikan diri. Rindu akan lingkungan dan baru dalam segala aspek
budaya rumah juga menjadi alasan menjadi tidak
betah. Para siswa yang tidak betah biasanya 2. Metode Penelitian
sering menangis dan menjadi sosok yang
pendiam. Selain itu ada sebagian yang memilih Dalam penelitian ini metode yang digunakan
melanggar peraturan seperti kabur dari sekolah, adalah metode survey (penelitian korelasional).
berpura-pura sakit, mencuri dan penggaran Teknik sampling yang digunakan adalah non
lainnya. Siswa berharap akan di keluarkan dari probability sampling. Jenis teknik yang
sekolah dengan melakukan pelanggaran tersebut. digunakan adalah sampling jenuh, istilah lain dari
Hingga ada beberapa siswa meminta dengan sampling jenuh adalah sensus. Sampel yang
paksa kepada orang tua untuk memimdahkan digunakan adalah kelas I (kelas persiapan)
mereka dari asrama bahkan terdapat beberapa angkatan 22 tahun ajaran 2015/2016 yang
kasus siswa mengancam akan melakukan hal-hal memiliki rentang usia sampel adalah 15-17 tahun
yang berbahaya. yang berarti siswa baru mengakhir jenjang
Baker dan Syrik (1984) mendefinisikan SMP/MTs dan baru menapaki jenjang SMA/MA.
penyesuaian diri sebagai sebuah proses Pengukuran penyesuaian diri menggunakan
psikososial pada diri siswa yang dapat menjadi Student Adaptation to College Questionnaire
sumber stress bagi mereka dan memerlukan (SACQ) merupakan alat ukur yang diciptakan oleh
serangkaian keterampilan coping sehingga Baker dan Siryk (1989) di kembangkan oleh
mampu menyesuaiakan diri di sekolah dalam Waller (2009). Instrumen ini terdiri dari empat
bidang akademis, sosial, personal-emosional dan dimensi yaitu: academic adjustment, social
institutional attachment. adjustment, personal emotional adjustment, goal
Penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor- commitment/institutional attachment.
faktor lain seperti kontrol dan perkembangan diri, Adapun untuk pengukuran regulasi diri
adanya tujuan dan arah yang jelas dari menggunakan Adolescent-Self Regulatory
perbuatannya, mempunyai rasa tanggung jawab. Inventory (ASRI) merupakan alat ukur yang
Schneiders (dalam Ali & Asrori, 2005) berlandaskan teori dari Russell A. Barkley (1997,
menyebutkan bahwa adanya tujuan dan arah yang 2004). ASRI lalu diciptakan oleh L.Moilanen dan
89
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah
diterbitkan dari jurnal Jurnal of Youth & Winstep versi 3.73 dan pengujian hipotesis
Adolescence pada tahun 2007. dengan analisis regresi menggunakan aplikasi
Penganalisaan data dilakukan secara SPSS versi 17.00.
pemodelan Rasch dengan bantuan aplikasi
Berdasarkan data pada Tabel 1, terlihat bahwa rendah (52,1%) dan 38 siswa memiliki
terdapat 35 siswa yang memiliki penyesuaian diri penyesuaian diri tinggi (47,9%).
Berdasarkan data pada Tabel 2, terlihat bahwa dengan analisis ini dapat tercapai. Data yang
terdapat 33 siswa yang memiliki regulasi diri digunakan harus berdistribusi normal serta
rendah (45,25%) 40 siswa yang memiliki regulasi terdapat linieritas antara variabel Y dengan
diri tinggi (54,75%). variabel X. Setelah asumsi-asumsi tersebut
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini tercapai, maka dapat dilakukan pengujian
menggunakan analisis regresi. Analisis regresi hipotesis dengan analisis regresi. Untuk semakin
bertujuan untuk mengetahui tujuan-tujuan memperkaya dan menambah informasi mengenai
penelitian yang belum tercapai melalui uji pengaruh regulasi diri terhadap penyesuaian diri,
korelasi. Dalam analisis regresi, terdapat beberapa akan disajikan tabel yang berisi pengaruh regulasi
syarat yang perlu dilakukan agar pengujian diri terhadap dimensi-dimensi penyesuaian diri
90
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah
F Tabel
Dimensi F Hitung P Interpretasi
df (1;71)
Regulasi Diri Terdapat Pengaruh yang
7,373 3,98 0,008
Penyesuaian Diri Akademik Signifikan
91
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah
Pengaruh yang dihasilkan bersifat positif dan Atwater, E. 1983. Psychology of Adjustment
ketika penyesuaian diri mengalami kenaikan satu 2nd Edition. New Jersey: Prentice- Hall Inc
satuan maka variabel regulasi diri akan
mengalami penambahan sebesar 0,82. Baker, R. W., & Siryk, B. (1984). Measuring
Kesimpulannya adalah variabel regulasi diri adjustment to college. Journal of
mempengaruhi penyesuaian diri sebesar 10% dan Counseling Psychology
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain diluar
regulasi diri. Brown J.M. Self-regulation and the addictive
Saran dari hasil peneliian ini antara lain behaviors. In: Miller WR, Heather N,
adalah diharapkan mampu memberikan editors. Treating addictive behaviors. 2.
pengetahuan baru mengenai regulasi diri dan New York: Plenum Press; 1998
penyesuian diri. Orang tua diharapkan
Memberikan motivasi pada anak agar dapat Haber, A. & Runyon, R. P. (1984). Psychology
menyesuaikan diri di lingkungannya yang baru, of Adjustment. Illionis: Dorrssey Press.
bukan hanya pada lingkungan pondok pesantren
saja. Orangtua diharapkan memahami bahwa Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan
kemampuan menyesuaikan diri setiap anak Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa
berbeda-beda sehingga tidak menuntut akan untuk Istiwidayanti dan Soedjarwo. Edisi kelima.
lekas mampu menyesuaikan dirinya. Jakarta: Erlangga
Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pengetahuan baru mengenai regulasi Kanfer FH. (1970) Self-regulation: Research,
diri dan penyesuian diri kepada guru, sehingga issues, and speculation. In: Neuringer C,
guru mengerti bahwa setiap anak di ciptakan Michael JL, editors. Behavior Modification
berbeda ada yang mudah dan sulit menyesuaikan in Clinical Psychology. NewYork: Appleton
diri. Tugas guru adalah membuat sebuah program - Century-Crofts
bagi siswa kelas I untuk dapat meningkatkan
regulasi dirinya seperti membuat rencana-rencana Kanfer, R. and Ackerman, P. L. (1989).
jangka panjang siswa kedepan. Juga membuat Motivation and Cognitive Abilities: An
program yang dapat meningkatkan kemapuan Integrative/Aptitude-treatment Approach to
siswa untuk menyesuaikan diri seperti program Skill Acquisition. Journal of Applied
kelompok belajar. Psychology Monograph
Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian, Edisi Maknun, Johar. 2006. Pengembangan Sekolah
Revisi. Malang: UMM Press. Menengah Kejuruan (SMK) Boarding
School Berbasis Keunggulan Lokal.
Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja (online).(http://file.upi.edu/direktori/sps/pro
perkembangan peserta didik. Jakarta: PT di.pendidikan_ipa/196803081993031-
Bumi Aksar johar_maknun/smk-boardingschool.pdf)
92
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah
Moilanen, L. (2007). The Adolescent Self Ridwan, N. (2005). Mencari Tipologi Format
Regulatory Inventory: TheDevelopment Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di
and Validation of a Questionnaire of Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta:
Short- Term and Long-Term Self Pustaka Pelajar.
Regulation. Journal Of Youth And
Adolescence: West Virginia University Sangadji, Etta Mamang., Sopiah. (2010).
Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis
Mu’tadin, Z. 2002. Penyesuaian Diri dalam Penelitian. Yogyakarta: Andi.
Remaja.(Online). Available: http://www.e-
psikologi.com/remaja/160802.htm Santoso, A. (2010) Statistik untuk Psikologi dari
Blog Menjadi Buku. Yogjakarta:
Octyavera, R. M. dkk. 2010. Hubungan Kualitas Universitas Sanata Dharma.
Kehidupan Sekolah Dengan Penyesuaian
Sosial Pada Siswa SMA International Schneiders, A. 1964. Personal Adjusment and
Islamic Boarding School Republic of Mental Health. New York:Rinehart and
Indonesia.(online) Winston, Inc.
(http://eprints.undip.ac.id/8543/1/Hubungan
-Kualitas-Kehidupan-Sekolah.pdf) Siswoyo, D., dkk. (2008). Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press.
Paramita, R & Margareta. (2013). Pengaruh
Penerimaan Diri Terhadap Penyesuaian Diri Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan
Penderita Lupus. Jurnal Psikologi Undip. 12 (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
(1). D). Bandung: Alfabeta.
Powell, D. H. (1983). Understanding Human Suminto, B., Wahyu, W. (2014). Aplikasi Model
Adjustment: Normal Adaptation Through Rasch Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial.
the Life Cycle. Boston: Little, Brown and Cimahi:Trim Komunikata Publishing House
Company
Waller, T, O. (2009), A Mixed Methode
Rangkuti, A. A. (2012). Konsep dan Teknik Approach for Assessing the Adjustment of
Analisis Data Penelitian Kuantitatif Bidang Incoming First-Year Engineering Students
Psikologi Pendidikan. Jakarta: FIP Press. In A Summer Bridge Program. Dissertation:
Graduate Faculty of the Virginia Polytecnic
Institute and State University.
93
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP
*
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
**
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.06
Alamat Korespondensi:
adepurnamasari9@gmail.com
ABSTRACT
The present study is aimed at examining the moderating role of effort-reward imbalance (ERI) in the
relationship between person-organization fit (PO-Fit) and employee engagement (n = 115). Specifically, this
study proposed that a higher ratio in ERI leads the employee to decrease their engagement even when they feel
compatible with the organization. Sampling was done through accidental method to employee minimum having
high school degree and at least work 1 year in the same organization. A quantitative method was employed, and
data was collected through an online survey. The study used the ERI Scale constructed by Siegrist, P-O fit Scale
constructed by Lee and Wu. Meanwhile, employee engagement scale was develop based on Shuck et al.
theories. Testing for moderation effects is done by using Process v2.16.3 tools from Andrew F. Hayes model 1.
The results show that ERI negatively moderates the relationship, such that the relationship between person-
organization fit and employee engagement is decreasing when employee feel imbalance with the effort they give
and reward they receive.
Keywords
effort-reward imbalance, employee engagement, person-organization fit
94
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance
bahwa hanya 13% karyawan yang engage dalam dalam gaji, penghargaan, pengembangan karir,
pekerjaan (Reilly, 2013). Rendahnya tingkat dan keamanan kerja yang baik. Jika effort yang
engagement ini berpotensi membahayakan tingkat dihasilkan tinggi dan reward yang diterima tidak
produktivitas kerja dan pada gilirannya akan proporsional, hal tersebut dapat menjadi sumber
berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi. stress dan berakibat pada kesehatan karyawan
Robinson dkk. (2004) mengemukakan faktor (Niedhammer, dkk., 2004).
kunci yang dapat mempengaruhi tingkat Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
engagement karyawan yaitu karyawan perlu hubungan antara P-O fit dan employee
merasa yakin dan bangga dengan pekerjaan yang engagement, dengan perhatian khusus pada
mereka lakukan dan apa yang dilakukan oleh ketidakseimbangan antara effort dan reward yang
organisasi. Hal yang ditekankan adalah karyawan dirasakan karyawan sebagai faktor yang
juga perlu untuk merasa yakin dengan nilai yang memoderasi hubungan tersebut.
dimiliki oleh organisasi. Saat karyawan merasa Hipotesis 1: P-O fit memiliki pengaruh yang
nilai yang dimilikinya sesuai dengan nilai lebih besar terhadap engagement karyawan saat
organisasi, kepuasan kerja dan kinerja yang karyawan merasakan kesetaraan antara effort dan
dimilikinya akan meningkat (Silverthone, 2004). reward yang diberikan dalam bekerja.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa Person Peneliti mengasumsikan bahwa
organization fit memiliki dampak positif pada ketidakseimbangan antara effort dan reward
employee engagement. Ketika karyawan memiliki memiliki efek negatif pada engagement karyawan
kesesuaian yang baik dengan organisasi dan dan mengurangi pengaruh P-O fit terhadap
pekerjaan mereka, hal ini mendorong mereka employee engagement.
menjadi engage dengan organisasi dan pekerjaan
yang mereka lakukan. Adanya P-O fit pada 2. Metode Penelitian
karyawan dilihat sebagai kunci penting bagi
organisasi dalam mempertahankan karyawannya Partisipan
untuk menghadapi tantangan kompetitif yang ada Data penelitian didapatkan menggunakan
(Verquer et al., 2003). teknik accidental sampling pada karyawan
Edward dan Cable (2009) mengemukakan dengan variasi bidang pekerjaan yang berbeda (n
bahwa norma-norma, nilai-nilai dan tujuan yang = 115). Kriteria yang ditentukan untuk pemilihan
terdapat di organisasi menentukan sikap dari sampel adalah karyawan yang telah bekerja
anggota organisasi dan pengelolaan resources minimal selama 1 tahun di perusahaan saat ini
yang ada. Oleh karena itu, terdapat harapan bekerja dan memiliki pendidikan minimal
adanya keserasian antara organisasi dengan setingkat dengan SMA. Partisipan terdiri dari
karyawannya. Namun terkadang muncul adanya 30% laki-laki dan 70% perempuan. Rata-rata
ketidakseimbangan antara tuntutan dari partisipan memiliki masa kerja antara 1-5 tahun di
organisasi, usaha yang diberikan karyawan untuk perusahaannya saat ini. Kebanyakan dari
memenuhi tuntutan tersebut dan pemenuhan partisipan memiliki jenjang pendidikan tingkat
reward dan kebutuhan dari karyawan, hal ini yang universitas (86%) dan bekerja di perusahaan
dibahas oleh Siegrist (1996) dalam model Effort- sektor swasta (79%).
Reward Imbalance (ERI).
Engagement karyawan dalam pekerjaanya Prosedur
mungkin saja tidak sesuai dengan resources yang Kuesioner penelitian disebar melalui social
ditawarkan oleh perusahaan. Memenuhi tuntutan media. Keseluruhan partisipan telah diberitahukan
pekerjaan yang tinggi, membuat karyawan bahwa data yang telah mereka berikan akan dijaga
membutuhkan upaya yang besar. Pada saat yang kerahasiannya dan bersifat anonim dan hasil dari
bersamaan, karyawan memiliki harapan bahwa pengolahan data hanya akan digunakan untuk
usaha yang sudah mereka lakukan mendapatkan tujuan penelitian. Partisipan memberikan
penghargaan dari perusahaan, yang diwujudkan persetujuan terhadap kondisi yang sudah
95
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance
96
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance
yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut pengolahan data menggunakan tools Process
adalah SPSS (Statistical Package for Social v2.16.3 dari Andrew F.Hayes.
Sciences) version 24.0 for windows, proses
Effort-Reward
Imbalance
Person-Organization Employee
Fit Engagement
Tabel 2. Peran Moderasi Effort-Reward Imbalance (ERI) pada hubungan antara P-O fit
dan Employee Engagement
Coeff. SE T p LLCI ULCI
Intercept i1 65.56 .619 105.89 .000 64.3372 66.7909
X (Person-Organization Fit) b1 2.60 .372 7.00 .000 1.8642 3.3364
M (Effort-Reward Imbalance) b2 -3.93 2.29 -1.71 .089 -8.4613 .6078
XM (Interaksi) b3 2.17 .811 2.67 .008 .5607 3.7747
97
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance
98
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance
99
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP
*
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta
**
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta
DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.07
Alamat Korespondensi:
herwanto@unj.ac.id
ABSTRACT
This study investigated the impact of psychological aspects, such as workplace well-being, work-family conflict
and self-concept) towards the performance of elementary school’s teacher in East Jakarta. Certified teachers
from several public elementary schools were included in this study. The purposive sampling technique was
applied to recruit the sample of the study. The result of this study demonstrated the positive impact of workplace
well-being towards teacher’s performance. Our result yielded that 33.1% of teacher’s professional
performance in public elementary schools were affected by workplace well-being. Self-concept was also found
having a positive impact in predicting teacher’s performance. On the other hand, this study found that work-
family conflict had a significant negative impact on teacher’s performance. These findings implied that the
positive workplace well-being and self-concept would decrease the teacher’s performances, meanwhile the
increasing of work-family conflict would result in decreasing teacher’s performances.
Keywords
Impact, performance, professional, elementary school, teacher, psychological aspects
100
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.
Menjadi seorang guru yang profesional harus mewujudkan kinerja guru yang profesional. Salah
mampu menemukan jati diri dan satu faktor internal yang seringkali meghambat
mengaktualisasikan diri sesuai dengan profesionalisme guru adalah sikap konservatif
kemampuan dan kaidah-kaidah guru profesional. dari individu yang cenderung mempertahankan
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki cara mengajar lama tanpa ada insiatif memberikan
kompetensi yang memenuhi persyaratkan untuk permbaruan dalam metode pengajarannya. Hal ini
melakukan tugas pendidikan dan pembelajaran. disebabkan banyak guru yang bekerja diluar jam
Rusman (2010) mengatakan bahwa ada empat kerja guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-
kompetensi yang harus dimiliki seorang guru hari. Dampaknya, jumlah waktu yang disediakan
yang profesional, yaitu; (1). Kompetensi untuk belajar guna meningkatkan kualitas
Pedagogik: seorang guru harus mampu mengajarpun menjadi berkurang.
mengendalikan kegiatan belajar, mulai dari Faktor eksternal, seperti sarana dan prasarana
merencakan, melaksanakan, dan mengevaluasi yang kurang memadai dan mendukung proses
kegiatan pembelajaran. (2). Kompetensi Personal: pembelajaran yang baik juga bisa menghambat
seorang guru memiliki kemampuan kepribadian profesionalitas kinerja guru. Sarana dan prasarana
yang matang, stabil, dewasa, arif dan berwibawa yang digunakan dalam proses pengajaran memang
agar menjadi contoh bagi siswa dan berakhlak tidak harus selalu canggih. Namun, kebutuhan
mulia, (3). Kompetensi Profesional: kemampuan minimal yang mungkin diimplemetasikan pada
guru dalam menguasai materi pembelajaran proses belajar mengajar diharapkan dapat
secara luas dan mendalami agar dapat terpenuhi sehingga guru dapat mengupayakan dan
membimbing siswa untuk memenuhi standar memaksimalkan segala potensi yang dimiliki.
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Selain itu, menurut Akadum (dalam Syahrul,
Nasional Pendidikan (SNP), (4). Kompetensi 2009), ada lima penyebab rendahnya
Sosial: Seorang guru memiliki kemampuan profesionalisme guru, antara lain (1) Masih
menjadi bagian dari masyarakat dalam banyak guru yang tidak menekuni profesi nya
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan secara total; (2) Rentan dan rendahnya kepatuhan
siswa, sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua, guru terhadap norma dan etika profesional
dan masyarakat sekitar. keguruan; (3) Pengakuan terhadap ilmu
Menghasilkan guru yang memiliki kinerja pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
baik merupakan hal yang tidak mudah karena pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terkait;
banyak syarat yang harus dipenuhi oleh guru (4) Masih kurang nya perbedaan pendapat tentang
untuk dapat menjadi guru yang profesional proporsi materi ajar yang diberikan oleh calon
dengan kinerja terbaik. Sayangnya, kinerja pada guru, dan (5) Masih belum berfungssi PGRI
setiap individu sangat bervariasi dan perbedaan sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
tersebut terjadi karena adanya perbedaan maksimal meningkatkan profesionalisme anggota
karakteristik internal dari individu tersebut (Bahri, nya. Fitriani (2014) juga menemukan bahwa
2011). Seseorang yang memiliki keinginan untuk adanya perbaikan keterampilan atau keahlian
berprestasi akan menghasilkan kinerja yang guru, meningkatnya upah dan gaji, kesehatan, rasa
optimal. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki aman, pemberian fasilitas dari sekolah dan
keinginan untuk berprestasi cenderung pengakuan atas hasil kerja juga berkontribusi
menghasilkan kinerja yang rendah. Kinerja guru dalam meningkatkan profesionalisme guru.
akan menjadi optimal jika diintegrasikan dengan Lingkungan kerja juga merupakan salah satu
komponen-komponen yang mempengaruhi faktor kenyamanan setiap guru yang harus
kinerja guru seperti lingkungan kerja. diperhatikan karena faktor tersebut berperan
Menurut Syahrul (2009), ada beberapa dalam bentuk persepsi guru terhadap
permasalahan dari faktor internal maupun pekerjaannya yang sedang dijalani dan presepsi
eksternal yang menjadi tantangan dalam guru terhadap sekolah. Menurut Pryce-Jones
101
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.
(dalam Chen S.P 2014), kesejahteraan di tempat sangat sulit sehingga berdampak pada timbulnya
kerja merupakan suatu set pemikiran (mindset) konflik, yang kemudian disebut dengan work
yang memfasilitasi seseorang untuk family conflict. Menurut Greenhaus & Beutell
memaksimumkan prestasi keja dan mencapai (1985; dalam Rurin Rikantika, 2015) work family
potensi dirinya. Hal ini selaras dengan Sugiyono conflict merupakan suatu bentuk konflik yang
& Rahadhini (2011), yang mana lingkungan kerja timbul karena seseorang mengalami kesulitan
diyakini menunjang kelancaran tugas dan menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan
perubahan ke arah kualitas kinerja yang lebih keluarga. Konflik peran ganda ini berimplikasi
baik. Lingkungan kerja diyakini berpengaruh pada turunnya kinerja guru, hingga akhirnya
terhadap pribadi guru dan berdampak pada rekan berdampak pada meningkatnya keinginan untuk
kerja lainnya hingga akhirnya tercermin pada melalaikan kewajiban mengajar, meningkatnya
efektivitas kinerja guru. Kondisi ini berimplikasi absensi serta menurunnya komitmen pengajar
pada kebutuhan akan perbaikan dan peningkatan (Boles, Howard, & Donofrio, 2001).
lingkungan kerja guna meningkatkan kinerja guru. Selain workplace well being dan work family
Hal ini yang kemudian dianggap sebagai conflict, konsep diri individu, dalam hal ini guru,
kebutuhan workplace well-being, tepatnya juga berhubungan terhadap kinerja professional
kesejahteraan pekerja, dalam hal ini adalah guru, guru. Rosilawati (2005) menemukan adanya
dapat merasa nyaman berada pada lingkungan hubungan yang signifikan antara konsep diri
kerja yang mendukung sehingga tugas dan dengan kinerja guru dalam proses belajar
tanggung jawab seorang guru pun dapat mengajar. Konsep diri yang tinggi pada guru
diselesaikan secara profesional. berimplikasi pada sikap positif yang tinggi
Menurut Page (2005), workplace well-being terhadap pekerjaannya sebagai guru (Rosilawati,
adalah kesejahteraan yang diperoleh pekerja dari 2005).
pekerjaan mereka yang berkaitan dengan Penelitian sebelumnya telah menunjukkan
perasaannya (core affect) dan nilai intrinsik adanya peran-peran aspek psikologis tertentu
ataupun ekstrinsik dari pekerjannya (work values). yang berdampak pada kinerja guru. Namun
Core affect diartikan sebagai suatu keadaan hingga saat ini, penelitian terkait faktor workplace
dimana rasa nyaman dan tidak nyaman bercampur well-being, work family conflict dan konsep diri
dan gairah (passion) yang mempengaruhi yang berpengaruh terhadap kinerja guru sekolah
aktivitas seseorang (Russel; dalam Page, 2005), dasar di Indonesia masih banyak belum
sedangkan work values diartikan sebagai nilai dikembangkan. Kinerja profesionalitas pada guru
pekerjaan intrinsic dan eksterinsik yang sekolah dasar perlu untuk dieskplorasi lebih
menunjukkan derajat harga, kepentingan dan hal- mendalam dikarenakan kualitas pendidikan
hal yang disukai oleh individu di tempat kerja Indonesia, terutama Pendidikan dasar, sangat
(Knopp; dalam Page, 2005). dipengaruhi oleh tenaga pendidiknya.
Konflik pekerjaan keluarga (work family Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
conflict) juga diyakini berkontribusi pada dipaparkan, maka penelitian ini akan menjawab
meningkatnya kinerja guru, terutama pada beberapa masalah penelitian, yaitu:
perempuan. Bagi perempuan, peran dalam 1) “Apakah terdapat pengaruh yang
keluarga berhubungan dengan tekanan yang signifikan dari workplace well-being
timbul, terutama dalam hal penanganan urusan terhadap kinerja guru profesional sekolah
rumah tangga dan menjaga anak. Hal ini juga dasar (SD)?”
terjadi pada perannya dalam pekerjaan, yang 2) “Apakah terdapat pengaruh yang
mana tekanan timbul karena beban kerja yang signifikan dari konflik pekerjaan keluarga
mungkin berlebih yang diikutsertai dengan (work-family conflict) terhadap kinerja
tenggat waktu tertentu (deadline). Sayangnya, guru profesional SD?”
menjalankan kedua hal tersebut secara bersamaan
102
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.
3) Apakah terdapat pengaruh yang signifikan jawaban pada pernyataan atau pertanyaan yang
dari konsep diri (moral ethical self) diberikan sesuai dengan keadaan dirinya.
terhadap kinerja guru profesional SD?” Variabel yang dieksplorasi pada penelitian ini
4) “Apakah terdapat pengaruh yang terdiri dari beberapa hal, yaitu workplace
signifikan dari gaya kepemimpinan wellbeing, work family conflict, konsep diri dan
terhadap kinerja guru profesional SD?” kinerja guru. Variabel workplace wellbeing diukur
5) “Apakah terdapat pengaruh yang dengan menggunakan alat ukur Workplace
signifikan dari komunikasi interpersonal Wellbeing Index sebelumnya telah diadaptasi dan
terhadap kinerja guru profesional SD?” diterjemahkan oleh Alfarisi (2016), kemudian
dimodifikasi dan diadaptasi oleh peneliti untuk
2. Metode Penelitian digunakan pada penelitian ini. Instrumen yang
mengukur workplace wellbeing ini terdiri dari 28
Penelitian ini menggunakan metode penelitian item yang mengukur dimensi core affect, faktor
kuantitatif yang merupakan penelitian empiris internal dan faktor eksternal terkait wellbeing
yang mana data yang dikumpulkan berbentuk individu dengan koefisien reliabilitas diketahui
angka dan dapat dihitung. Metode penelitian sebesar 0.94. Variabel work family conflict diukur
kuantitatif memiliki ciri khas berhubungan dengan menggunakan alat ukur Work Family
dengan angka, dengan metode ini akan diperoleh Conflict Scale yang dibuat oleh Carlson &
signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi Williams (2000) dan telah diterjemahkan dan
hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, diadaptasi oleh peneliti. Instrumen yang
2010). mengukur work family conflict ini terdiri dari 31
Penelitian ini menggunakan teknik item yang mengukur enam dimensi konflik peran
nonprobability sampling, yaitu purposive ganda, yaitu tiga bentuk konflik peran ganda
sampling. Teknik pemilihan sampel ini dipilih (time, strain, dan behavior) dan dua arah dari
dengan pertimbangan peneliti hendak konflik peran ganda (work interference with
mengambil sujek berdasarkan tujuan tertentu family (WIF) dan family interference with work
dengan beberapa pertimbangan ciri-ciri atau (FIW) dengan koefisien reliabilitas diketahui
karakteristik yang telah ditetapkan oleh peneliti sebesar 0.71. Variabel kinerja guru pada
sehingga dapat mewakili populasi (Sangadji & penelitian ini diukur dengan menggunakan alat
Sopiah, 2010). ukur tentang Kinerja Guru yang telah diadaptasi
Populasi yang diteliti pada penelitian ini sebelumnya oleh Viqraizin (2015), kemudian
adalah guru Sekolah Dasar Negeri di Wilayah dimodifikasi dan diadaptasi oleh peneliti untuk
Jakarta Timur. Kriteria sampel dari penelitian digunakan pada penelitian ini. Instrumen yang
ini adalah (a) Guru PNS tetap di SD Negeri, (b) digunakan untuk mengukur kinerja guru pada
Sudah tersertifikasi menjadi guru profesional. penelitian ini terdiri dari 19 item yang mengukur
Peneliti mengambil data di beberapa SD Negeri di dimensi perencanaan, pelaksanaan dan proses
Jakarta Timur. evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan koefisien reliabilitas diketahui sebesar
adalah teknik survey dengan menggunakan 0.85.
kuesioner (angket) yang disebar kepada guru SD. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner fisik secara langsung di beberapa
kuesioner yang bersifat tertutup. Peneliti sekolah yang tersebar di Jakarta Timur dan dipilih
menyediakan jawaban untuk pertanyaan atau secara acak, yaitu SDN Sumur Batu 04 Pagi, SDN
pernyataan yang disajikan dalam kuesioner Sumur Batu 10 Pagi, SDN Johar Baru 13 Pagi,
dengan menggunakan skala likert dengan variasi SDN Johar Baru 09 Pagi, SDN Cempaka Putih
jawaban 1 (Sangat Tidak Sesuai) sampai 5 Timur 03 Pagi, SDN Cempaka Putih Barat 01
(Sangat Sesuai). Responden diminta memilih Pagi, SDN Kramat 06 Pagi dan SDN kramat 03
103
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.
Pagi. Seluruh guru yang hadir di sekolah tersebut memberikan pengaruh terhadap kinerja guru
pada saat pengambilan data dan bersedia untuk sebesar 12.3% (R Square: 0.123; sig 0.012). Hasil
terlibat pada penelitian ini diikutsertakan sebagai ini menunjukkan bahwa semakin rendah work-
partisipan. Proses pengambilan data berlangsung family conflict maka kinerja guru sekolah dasar
sejak bulan Mei 2017 hingga April 2018. akan semakin meningkat, terutama pada guru
Peneliti menggunakan analisis regresi untuk perempuan.
mengetahui pengaruh workplace wellbeing, work Hasil analisis regresi linear pada variabel
family conflict dan konsep diri terhadap kinerja konsep diri terhadap kinerja guru juga
guru. Menurut Rangkuti (2013), analisis regresi menunjukkan adanya pengaruh positif yang
dilakukan untuk menindaklanjuti hubungan signifikan. Variabel konsep diri diketahui
antarvariabel guna melihat hubungan sebab-akibat memberikan pengaruh terhadap kinerha guru
antarvariabel. Seluruh uji analisis regresi sebesar 40.8% (R Square: 0.408; sig 0.000).
dilakukan dengan menggukanan program SPSS Peningkatan pada variabel konsep diri diketahui
20 for Windows. Hipotesis yang diuji pada akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
penelitian ini adalah: guru sebesar 0.743 kali (F 67.41; sig 0.000). Hasil
a. Ha: Terdapat perngaruh antara workplace ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsep
well being, work family conflict dan diri guru maka kinerja guru sekolah dasar akan
konsep diri terhadap kinerja guru semakin meningkat.
b. Ho: Tidak terdapat pengaruh antara
workplace well being, work family conflict 4. Pembahasan
dan konsep diri terhadap kinerja guru. Hasil yang diperoleh dari pengujian hubungan
sebab-akibat antara variabel workplace wellbeing,
3. Hasil Penelitian dan Diskusi work-family conflict, konsep diri terhadap kinerja
guru dengan menggunakan analisis regresi pada
Sejumlah 80 partisipan diikutsertakan pada 80 guru sekolah dasar yang tersebar di beberapa
penelitian ini. Hasil analisis deskriptif dari sekolah di Jakarta Timur menunjukkan adanya
workplace well-being pada partisipan pengaruh antar ketiga variabel tersebut terhadap
menunjukkan bahwa 62% guru SD diketahui kinerja guru. Hasil analisis ini menunjukkan
memiliki tingkat wellbeing yang rendah terhadap bahwa peningkatan pada kinerja guru berkaitan
lingkungan kerjanya dan hanya 38% diantaranya dengan faktor internal individu dan lingkungan
yang memiliki tingkat workplace well-being yang kerjanya.
tinggi. Selain itu, 54.4% guru diketahui memiliki Hasil analisis regresi pada penelitian ini juga
kinerja yang masih rendah dan hanya sekitar 46% menunjukkan kontribusi yang cukup signifikan
guru yang menunjukkan kinerja yang tinggi. antara workplace well-being terhadap kinerja
Hasil analisis regresi linear pada variabel guru, yaitu sebesar 33%. Temuan pada penelitian
workplace wellbeing terhadap kinerja guru ini juga didukung oleh Warr (2009) yang
menunjukkan adanya pengaruh positif yang menemukan bahwa memperbaiki workplace well-
signifikan. Variabel workplace wellbeing being akan memberikan dampak yang positif bagi
diketahui memberikan pengaruh terhadap kinerja performa guru. Sayangnya, penelitian ini
guru sebesar 33.1% (R Square: 0.331). Hasil ini menemukan fakta bahwa lebih dari 50% guru
menunjukkan bahwa semakin tinggi workplace yang menjadi partisipan pada penelitian ini
well-being semakin tinggi kinerja guru sekolah memiliki workplace wellbeing dan kinerja yang
dasar. rendah.
Hasil analisis regresi linear pada variabel work Menurut Bahri (2011), kinerja setiap guru
family conflict terhadap kinerja guru berbeda-beda dikarenakan adanya karakteristik
menunjukkan adanya pengaruh negatif yang pada masing-masing guru tersebut. Guru yang
signifikan. Variabel work family conflict diketahui memiliki keinginan berprestasi cenderung akan
104
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.
memiliki kinerja yang optimal (Bahri, 2011). Banyak faktor-faktor yang luput dan tidak
Temuan pada penelitian ini perlu diteliti dalam penelitian ini. Kinerja guru diyakini
dipertimbangkan lebih lanjut dikarenakan kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya, baik
guru sangat dipengaruhi oleh workplace dari faktor internal individu guru tersebut maupun
wellbeing, yang artinya jika workplace wellbeing dari faktor eksternal, seperti fasilitas dan
guru masih rendah maka kinerja guru pun akan dukungan dari lingkungan kerja. Oleh karena itu,
menjadi kurang optimal. Idealnya, guru dapat beberapa faktor lainnya yang mungkin
mengoptimalkan kinerjanya agar keinginan berkontribusi terhadap kinerja guru perlu diteliti
pendidikan berstandar nasional dalam lebih lanjut guna mendapatkan pemahaman yang
meningkatkan potensi dan kualitas peserta didik lebih komprehensif.
dimasa depan. Oleh karena itu, workplace well- Berdasarkan hasil penelitian ini, guru
being guru terlebih dahulu diperhatikan karena diharapkan dapat mengevaluasi kinerjanya guna
faktor tersebut berperan dalam bentuk presepsi mengidentifikasi hasil kerjanya sudah cukup
guru terhadap pekerjaannya yang sedang dijalani optimal atau masih membutuhkan perbaikan atas
dan persepsi guru terhadap tempat kerjanya. kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan. Guru
Keterbatasan dalam segi waktu, tenaga dan juga idealnya meningkatkan workplace well-being
biaya pada penelitian ini mengakibatkan masih karena hal tersebut berdampak positif pada
terbatasnya temuan yang bisa dikembangkan. performa mengajar. Guru juga diharapkan dapat
Penggunaan kuesioner tertutup dalam terlibat aktif dalam mengikuti kegiatan dan
pengambilan data diprediksi cukup membatasi pelatihan yang dapat menambah wawasan dan
guru dalam memberikan jawaban. Beberapa guru meningkatkan kemampuan dalam
juga tidak bersedia meluangkan waktu untuk mengembangkan materi pengajaran yang kreatif
terlibat dalam penelitian ini dikarenakan jadwal dan menarik. Harapannya, peserta didik
yang bertabrakan dengan waktu pengisian rapor mendapatkna pengalaman pembelajaran yang
sekolah. Hal ini berdampak pada sedikitnya lebih nyaman dan tidak monoton. Workplace
jumlah sampel yang berhasil direkrut pada well-being pada guru dihadapkan dapat
penelitian ini. meningkatkan prestasi guru melalui tingkat
Sulitnya mencari sekolah sebagai institusi inovatif dan komitmen afektif guru sehingga
yang menjadi tempat perekrutan sampel penelitian berdampak pada prestasi organisasi, dalam hal ini
(guru) juga menjadi tantangan bagi peneliti sekolah.
selama proses pengambilan data. Jadwal yang Hasil penelitian ini juga memberikan
bentrok dengan pembagian rapor siswa dan libur gambaran awal bagi pemerintah terkait kondisi
hari raya menjadi penyebab utama penolakan workplace well-being guru beserta aspek
kerjasama pelaksanaan penelitian di sekolah psikologis lainnya yang mempengaruhi kinerja
tersebut. Bentroknya jadwal pengambilan data guru sekolah dasar di Indonesia. Pemerintah dapat
pada penelitian ini juga disebabkan oleh proses menjadikan temuan pada penelitian ini sebagai
adaptasi dan menerjemahkan alat ukur, termasuk referensi dalam meningkatkan kesejahteraan guru
uji coba alat ukur sebelum akhirnya layak di tempat kerjanya guna meningkatkan kinerja
digunakan pada penelitian ini. dan memperbaiki kekurangan dalam proses
Jumlah item penelitian yang cukup banyak pengajaran.
juga menjadi salah satu bahan evaluasi pada Penelitian selanjutnya disarankan untuk
penelitian ini. Partisipan mengeluhkan merasa mengeksplorasi lebih banyak variabel psikologis
lelah dan jenuh setelah mengerjakan kuesioner lainnya dengan melibatkan factor significant other
yang diberikan oleh tim peneliti. Hal ini juga guna memberikan penilaian kinerja atas guru
mungkin berdampak pada beberapa partisipan tersebut, seperti kepala sekolah, rekan guru atau
yang enggan terlibat dalam penelitian ini. murid yang diajar. Pengembangan penelitian
terkait kinerja guru dan work family conflict juga
105
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.
masih perlu dilakukan di masa yang akan datang Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi
guna memberikan gambaran kondisi guru di Selatan. Jurnal Medtek, 3.
lapangan. Penelitian serupa terkait topik ini juga
dapat menambah wawasan dan memberikan Chew, S.P (2014) Pengaruh Kesejahteraan di
kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan Tempat Kerja Sebagai Pengantar terhadap
di Indonesia. Hubungan antara Kepimpinan
Trabsformasi Pengetua dan Budaya
dengan Penambahbaikan Organisasi
5. Daftar Pustaka Sekolah Utara Semenanjung Malaysia.
Tesis. Universitas Sains Malaysia.
Aditya, Geri. (2014 Maret 14). Republika
Online. Wapres: Tingkatkan Kualitas Christine, W. S., Oktorina, M., & Mula, I. (2011).
SDM Indoensia Hal Yang Serius. Pengaruh konflik pekerjaan dan konflik
www.republika.co.id. keluarga terhadap kinerja dengan konflik
pekerjaan keluarga sebagai intervening
variabel (studi pada dual career couple di
Agustin, E. (2015). Pengaruh Motivasi Kerja Jabodetabek). Jurnal Manajemen dan
Terhadap Kinerja Guru Sekolah Dasar Kewirausahaan (Journal of Management and
Dabin IV Kecamatan Kajen Kabupaten Entrepreneurship), 12(2), pp-121.
Pekalongan. (Skripsi). Universitas Negeri
Semarang. p.49. Danna, K., & Griffin, R. W. (1999). Health and
Well-being in the workplace: A review
Anwarsyah, Wanda Irwanan & Alice, Salendu. and synthesis of the literature. Journal of
(2012). Hubungan Antara Job Demands management, 25(3), 357-384. Depdiknas,
Dengan Workplace Well-Being Pada (2010), Panduan Pengembangan
Pekerja Shift di Perusahaan. Jurnal Pembelajaran. Jakarta: Pusat Kurikulum
Psikologi Pitutur, 1(1), 1-13. Balitbang Diknas. p. 34-36
Ariyana, Mira., Muzdalifah, Fellianti., Rangkuti, Depdiknas, (2008), Penilaian Kinerja Guru.
Anna Armeini., Wahyuni, Lussy Jakarta: Ditjen PMPTK Depdiknas RI. p.
Dwiutami., apsari iriani Indri (2016). 8-21
Panduan Penulisan Skripsi. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta. Frone, M. R., Russell, M., & Cooper, M. L. (1994).
Relationship between job and family
Aryee, S., Fields, D., & Luk, V. (1999). A cross- satisfaction: Causal or noncausal
cultural test of a model of the work-family covariation? Journal of Management, 20(3),
interface. Journal of management, 25(4), 491- 565-579.
511.
Hasanah, D., & Sofia. (2010). Pengaruh
Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Pustaka Pendidikan Latihan (diklat)
Belajar. Cetakan X. Kepemimpinan Guru dan Iklim Kerja
terhadap Kinerja Guru Sekolah Dasar SE
Bahri, S (2011). Faktor yang Mempengaruhi Kecamatan Babakancikao Kabupaten
Kinerja Guru SD di Dataran Purwakarta. Jurnal Penelitian Pendidikan,
Tinggimoncong Kabupaten Gowa Provinsi 2(11), 1-4.
Selawesi Selatan. Jurnal Medtek. 3(2).
Bahri, S. (2011). Faktor yang Mempengaruhi Hasan, Zidni. (2013, Juni 8). Infobanknews
Kinerja Guru SD di Dataran Tinggimoncong Online. Indonesia dalam Bahaya SDM
Berkualitas. www.infobanknews.com
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol.7, 2, Oktober 2018
106
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.
Hidayah, Hanif., (2012) Pengaruh Kompetensi Kerja Dan Kinerja Guru. Jurnal
Profesional Guru, Motivasi Kerja Dan Manajemen Dan Akuntansi, 2(1), p.19.
Disiplin Keras Terhadap Kinerja Guru Maharani, Dian., (2013, Oktober 24).
Otomotif SMK Negeri Se Kabupaten Kompas Online. Komisi Kejaksaan:
Selatan. (Skripsi). Universitas negeri Kualitas SDM Jaksa Buruk.
Yogyakarta. www.kompas.com.
Indriyani, A. (2009). Pengaruh konflik peran Maharani, Dian., (2013, Oktober 24). Kompas
ganda dan stress kerja terhadap kinerja Online. Komisi Kejaksaan: Kualitas SDM
perawat wanita rumah sakit (studi pada Jaksa Buruk. www.kompas.com.
rumah sakit roemani muhammadiyah
semarang (Doctoral dissertation, Program Mangkungara, Anwar Prabu. (2007). Manajemen
Pascasarjana Universitas Diponegoro). Sumber Daya Manusia Perusahaan. (Ed.),
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jaedun, Amat., (2009), Evaluasi Kinerja
Profesional Guru. In: Puslit Dikdasmen, Mangkunegara, A. A. P., & Puspitasari, M. (2015).
Lemit UNY, Refleksi Profesi Guru Kecerdasan Emosi Guru, Stres Kerja, dan
Bersertifikassi Profesional, DIKPORA Kinerja Guru SMA. Jurnal
Kabupaten Cilacap, 1-2 Kependidikan, 45(2).
107
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.
Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran Syahril, N., & Widyarini, N. (2007). Kepribadian,
Mengembangkan Profesional Guru. Edisi Kepemimpinan transformational, dan
Kedua. Jakarta: Rajawali. perilaku kepuasan organisasi. Jurnal
Psikologi Universitas Gunadarma,
Sangadji, Etta Mamang., & Sopiah. (2010). Vol.1,No.1.
Metodologi penelitian: Pendekaan Praktis
Dalam Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Toro, K. (2013, November 2). Kompasiana
ANDI Online. Menilik Indeks Sumber Daya
Manusia Indonesia,
Simanjuntak, Payaman J. (2005). Manajemen dan www.kompasiana.com.
Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI
Trisna, Vitalis, Yogi. (2013, Oktober 3). Kompas
Siregar, Syofian. (2013). Statistik Parametrik Online, Taraf Kesehatan Rendah,
untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT. Peringkat Sumber Daya Manusia RI di
Bumi Aksara. Urutan Ke 53. www.kompas.com.
Sopiah, & Sangadji, M. (2010). Metodologi UU. RI. No. 20 Tahun (2003). Sistem Pendidikan
Penelitian (pendekatan praktis dalam Nasional. Jakarta: Asokadikta dan Durat
penelitian). CV. Andi Offset. Bahagia.
108
Volume XX, Nomor XX, Bulan Tahun http://doi.org/10.21009/JPPP
*Instansi Penulis 1
**Instansi Penulis II
Alamat Korespondensi:
Alamat e-mail
ABSTRACT
Abstract disajikan dalam bahasa Inggris dengan jumlah kata maksimal 200 kata. Abstract disajikan dengan
menggunakan Font Times New Roman 11pts, spasi 1,0. Abstract harus memuat tujuan penelitian, metode
penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, dan temuan hasil penelitian.
Keywords
Keywords disajikan dengan menggunakan bahasa Inggris, dengan jumlah keywords sebanyak 3 – 5 keywords.
Seluruh keywords disajikan dalam huruf kecil.
1
Penulis 1 Judul Artikel
Penulis 2
Penyajian Tabel dan Gambar urutan tabel. Judul tabel dan nomor tabel diketik
Berikut ini disajikan format penyajian Tabel menggunakan font Times New Roman 11pts dan
dan Gambar di dalam artikel untuk Jurnal cetak tebal. Judul kolom pada tabel menggunakan
Penelitian dan Pengukuran Psikologi. font Times New Roman 11pts dan cetak tebal.
Selebihnye menggunakan font Times New Roman
Tabel 11pts. Tabel disajikan tanpa menggunakan garis
Tabel disajikan dalam format 1 kolom. Judul vertikal (horizontal saja) seperti contoh berikut:
tabel diletakkan di atas tabel disertai nomor sesuai
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. , No. , Bulan Tahun (Diisi oleh pengelola) 2
Penulis 1 Judul Artikel
Penulis 2
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. , No. , Bulan Tahun (Diisi oleh pengelola) 3
JPPP
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi
P
Program Studi Psikologi
Universitas Negeri Jakarta