Anda di halaman 1dari 57

Volume 7 No. 2, Oktober 2018

Jurnal Penelitian &


Pengukuran Psikologi

E-ISSN
JPPP P-ISSN
Volume Nomor Hal.
07 02 60 - 109 2337-4845 2620-7486

Diterbitkan Oleh
Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Jakarta
SUSUNAN DEWAN REDAKSI PERIODE 2017-2018
JURNAL PENELITIAN PENGUKURAN PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
P-ISSN. 2337-4845
E-ISSN. 2620-7486

Penanggung Jawab
Dr. Gantina Komalasari M.Psi

Ketua
Dr. Gumgum Gumelar, M.Si

Editor
Dr. phil. Zarina Akbar, M.Psi
Vinna Ramadhany Sy, M.Psi
Erik, M.Si
Rahmadianty Gazadinda, M.A.
Gita Irianda R.M, M.Psi

Desain & Layout


Devi Yulianto, S.Psi

Sekretariat
Fakultas Pendidikan Psikologi
Jalan Rawamangun Muka
Kampus A Universitas Negeri Jakarta
Gedung Dewi Sartika Lt. 7
Jakarta Timur 13220
Email: jppp@unj.ac.id
cc: zarina_akbar@unj.ac.id
Volume 07, Nomor 02, Oktober 2018 P-ISSN. 2337-4845 E-ISSN. 2620-7486

JPPP
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi

Jurnal yang terbit dua kali dalam satu tahun, pada bulan April dan Oktober, berisi tentang kajian dan
hasil penelitian dan pengukuran di bidang psikologi.

Ketua Penyunting
Gumgum Gumelar

Penyunting Pelaksana
Zarina Akbar
Erik
Vinna Ramadhany Sy
Rahmadianty Gazadinda
Gita Irianda
Devie Yulianto

Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Program Studi Psikologi, Fakultas Pendidikan Psikologi
Universitas Negeri Jakarta, Jl. Halimun No.2 Kecamatan Setia Budi, Jakarta Selatan. Telp. (021)
4755115/ 29266297 Fax (021) 4897535. Email: jppp@unj.ac.id atau psikologi@unj.ac.id

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi diterbitkan oleh Program Studi Psikologi Fakultas
Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta. Terbit pertama kali pada bulan Oktober 2012.

Penyunting menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan oleh media cetak lain. Naskah diketik
dengan spasi 1 cm pada kertas ukuran A4 dengan panjang tulisan berkisar antara 10 -20 Halaman.
(Informasi detil dapat dilihat pada halaman akhir jurnal)
Volume 07, Nomor 02, Oktober 2018

JPPP
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi

Daftar Isi

Nama Judul Penelitian Hal

Fairuz Zanirah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap Cyber-bullying Pada 60


& Fellianti Remaja Pengguna Instagram
Muzdalifah

Hasbi Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi Belajar Siswa 70

Puspa Irmandari Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap Subjective Well- 77


Kurnia & Mauna Being Pada Guru Honorer Sekolah Dasar Negeri di Jakarta Utara

Kharisma Mawaddah Studi Deskriptif Impulse Buying Pada Kosmetik Di Kalangan 83


H., Endang Mahasiswa Psikologi
Supraptiningsih &
Stephani Raihana H.

Widarti Ratna Negara Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa 88
& Dwi Kencana Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah
Wulan

Ade Purnamasari & Person-Organization Fit dan Employee Engagement: Peran 94


Alice Salendu Moderasi Effort Reward Imbalance

Herwanto, Fitrah Tul Aspek-Aspek Psikologis yang Berpengaruh Terhadap Kinerja 100
Ummi, Dewi Rustiana Profesional Guru Sekolah Dasar
& Pratitasari Retna H
Volume 07, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP

PENGARUH KETERAMPILAN SOSIAL TERHADAP


CYBERBULLYING PADA REMAJA PENGGUNA INSTAGRAM

Fellianti Muzdalifah* Fairuz Zanirah**

*
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta
**
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta

DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.01

Alamat Korespondensi:
f_muzdalifah@unj.ac.id

ABSTRACT
This study aims to determine the influence of social skills and cyberbullying on adolescent as perpetrator or
victim in Instagram. The participants in this study were 156 adolescents aged 18 to 24 years, using Instagram,
living in Jakarta. The research method used is quantitative with linear regression analysis one predictor. The
instrument of cyberbullying in this research is Revised Cyber Bullying II from Topcu & Erdu-Baker and the
instrument of social skills in this research is Social Skills Inventory from Riggio & Carney. The results showed
that there was no significant influence between social skills and cyberbullying preferences on adolescents who
become the perpetrator or the victim in Instagram

Keywords
Social skills, Cyberbullying, Adolescent, Instagram.

Penggunaan media sosial saat ini sangat


1. Pendahuluan diminati oleh remaja. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari hasil riset yang dilakukan oleh
Remaja merupakan masa peralihan dari masa Andrew Perrin (2016) bahwa penggunaan media
anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa ini sosial terbanyak berasal dari kalangan remaja
individu akan mengalami perubahan fisik, psikis, akhir hingga dewasa awal. Wan Othman, Apandi,
dan kognitif. Remaja sudah dapat berfikir abstrak dan Ngah (2016) mendefinisikan media sosial
seperti halnya orang dewasa dan mulai melepaskan sebagai media atau saluran yang digunakan untuk
diri dari orang tua untuk melanjutkan peran komunikasi online, interaksi, berbagi konten dan
sosialnya sebagai orang dewasa (Santrock dalam kolaborasi. Media sosial yang mendominasi
Rizeki, 2012). Seperti halnya yang dijelaskan oleh adalah Facebook, Twitter, Instagram, dan
Havighurst (dalam Rizeki, 2012), remaja biasanya LinkedIn. Alasan utama dari penggunaan media
akan mencapai hubungan yang lebih baru dan lebih sosial sebagai alat komunikasi untuk menjaga
matang dengan teman sebayanya, mencapai peran hubungan dengan teman dan keluarga dengan cara
sosial, menerima keadaan fisik dan lebih mudah dan cepat. Selain memberikan
menggunakannya secara efektif, mengharapkan kemudahan dalam berkomunikasi, media sosial
dan mencari perilaku sosial yang bertanggung juga memiliki dampak negatif bagi penggunanya
jawab, mencapai kemandirian emosional dari seperti insomnia, perubahan fisik, rasa inferior,
orang tua dan orang dewasa lainnya. Hal tersebut kurang konsentrasi dan kurang produktif (Wan
dapat meningkatkan kebutuhan untuk berinteraksi Othman et al., 2016). Menurut We Are Social, data
dengan lingkungan sekitar melalui media, salah statistik penggunaan media sosial di Indonesia
satunya adalah media sosial. pada November 2015 sebesar 79 juta dengan

60
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram

Instagram sebagai media sosial kedua yang banyak terlibat seperti pelaku, korban, pelaku kasus ini
digunakan. Hal serupa juga dibuktikan oleh data dapat terjadi secara berulang seperti sebuah siklus
hasil survey Taylor Nelson Sofres (TNS) yang (Kowalski et al., 2014) sekaligus korban, dan
menyatakan bahwa sebanyak 89% pengguna individu dari korban secara langsung (Kowalski,
Instagram di Indonesia merupakan individu yang Giumetti, Schroeder, & Lattanner, 2014). yang
masih berusia muda dan mapan Sebagai media tidak terlibat motif dasar dari cyberbullying pada
sosial yang cukup diminati, Instagram tentu juga remaja tersebut sulit ditemukan. Beberapa remaja
memberikan dampak tersendiri bagi penggunanya berpendapat bahwa melakukan cyberbullying
diantaranya cyberbullying. Hal tersebut dibuktikan adalah hal yang menyenangkan sedangkan remaja
dari hasil survey Ditch The Label (2017) yang lainnya menganggap bahwa ketika mereka
menunjukkan bahwa 42% responden mengalami melakukan cyberbullying, mereka hanya ingin
cyberbullying di Instagram. menyakiti atau mempermalukan korban
Pada dasarnya cyberbullying merupakan salah (Williams, 2012). Cyberbullying ini juga
satu jenis dari bullying yang dilakukan secara terkadang dilakukan sebagai respon terhadap
berulang. Bullying dilakukan untuk menyakiti atau putusnya persahabatan atau suatu hubungan.
mengganggu orang lain dan melibatkan Selain itu, cyberbullying juga terkadang dilakukan
ketidakseimbangan kekuatan sehingga individu karena kebencian dan sebagai suatu respon
atau kelompok yang lebih kuat dapat mengganggu terhadap traditional bullying (Rahayu, 2012).
individu atau kelompok yang tergolong lemah. Dampak dari adanya fenomena cyberbullying
Perilaku agresif tersebut berisi ketidakseimbangan ini memang terbilang cukup besar bagi
kekuasaan baik secara fisik atau secara psikologis perkembangan psikologis seseorang khususnya
(Camfiled dalam Mawardah & Adiyanti, 2014). remaja. Korban yang mengalami cyberbullying
Pengertian bullying mengalami perubahan seiring dapat memunculkan perilaku depresi, kecemasan,
dengan perkembangan zaman seperti adanya ketidaknyamanan, prestasi menurun, kurangnya
tindakan agresi yang dilakukan secara diam-diam minat dalam bergaul dengan teman sebaya, dan
seperti bergosip atau menyebarkan informasi menghindari lingkungan sosial. Tak hanya itu,
mengenai teman sebaya ataupun orang yang tidak korban yang mengalami cyberbullying dalam
dikenal. jangka waktu cukup lama dapat menimbulkan
Cyberbullying juga diartikan sebagai bentuk stres berat, hilangnya rasa percaya diri yang dapat
intimidasi yang dilakukan pelaku untuk membuat korban memiliki perilaku menyimpang
melecehkan korbannya melalui perangkat seperti mencontek, membolos, kabur dari rumah,
teknologi. Pelaku menggunakan berbagai cara minum-minuman keras, dan menggunakan
untuk menyerang korban seperti mengirim pesan narkoba. Cyberbullying juga dapat menimbulkan
menyakitkan dan gambar yang mengganggu dan adanya pemikiran untuk bunuh diri pada korban
disebarkan ke orang lain untuk mempermalukan (Rifauddin, 2016).
korban. Selain itu, pelaku tidak perlu menunjukkan Di Indonesia sendiri kasus cyberbullying ini
identitas aslinya. Anonimitas ini membuat pelaku sudah menjadi hal yang marak terjadi. Studi
lebih mudah untuk menyerang korban tanpa harus pendahuluan yang dilakukan oleh Rahayu (2012)
memperlihatkan dirinya dan melihat respon fisik menunjukkan bahwa 32% remaja mengakui
secara langsung dari korban. Efek keterpisahan pernah melakukan cyberbullying. Bentuk-bentuk
jarak (distancing) dalam pemanfaatan penggunaan cyberbullying yang paling sering dilakukan oleh
internet oleh para penggunanya, khususnya remaja, remaja berupa mengejek atau mengolok-olok
sering menyebabkan para pelaku cyberbullying korban, memfitnah atau menyebarkan berita tidak
mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan dan baik tentang korban, dan menyebarkan foto atau
menghina dibandingkan dengan apa yang video memalukan korban. Hal tersebut lebih
umumnya dilontarkan dalam situasi indimidasi sering dilakukan remaja melalui jejaring sosial dan
secara langsung (Donegan dalam Rachmatan & pesan teks. Beberapa remaja tersebut menganggap
Ayunizar, 2017, Kowalski & Limber, 2013). cyberbullying merupakan sebuah hiburan yang
Pelaku cyberbullying tidak dapat melihat dampak dimaksudkan untuk melukai orang lain sedangkan
Cyberbullying terjadi karena beberapa peran yang remaja lainnya berpendapat bahwa cyberbullying

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

61
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram

dilakukan hanya untuk iseng semata sehingga sosial tinggi cenderung menjadi pelaku
mereka cenderung melakukannya menggunakan cyberbullying. Hal tersebut terjadi karena
teknologi daripada secara langsung. Tak hanya itu, tingginya keterampilan sosial individu dapat
penelitian serupa mengenai cyberbullying pun membuat persepsi bahwa pelaku memiliki kendali
sudah pernah dilakukan oleh Rachmatan dan atas korbannya.
Ayunizar (2017) pada remaja SMA di Banda Aceh. Penelitian terkait keterampilan sosial dan
Hasil yang didapat dari penelitian tersebut cyberbullying pernah dilakukan oleh beberapa
menunjukkan bahwa remaja laki-laki dan peneliti antara lain Savage dkk (2017) yang
perempuan sama-sama berpartisipasi dalam menunjukkan bahwa keterampilan sosial tidak
cyberbullying. Hanya saja metode atau pendekatan memberikan pengaruh terhadap cyberbullying.
yang digunakan oleh remaja laki-laki dan Beda halnya dengan penelitian yang dilakukan
perempuan berbeda. oleh Lapidot-lefler dan Dolev-cohen (2014)
Banyaknya kasus cyberbullying ini sudah tidak mengemukakan bahwa remaja akan memiliki
dapat dihindari. Faktor-faktor penyebab munculnya keterampilan sosial rendah apabila terlibat dalam
cyberbullying pun beragam salah satunya adalah kasus cyberbullying. Penelitian yang relevan
faktor situasional berupa dukungan yang lainnya juga pernah dilakukan oleh Rizeki (2012)
didapatkan dari lingkungan sekitar seperti teman yang didapatkan dari penelitian tersebut serupa
sebaya ataupun yang lainnya (Kowalski et al., dengan penelitian yang sudah dijabarkan
2014). Dalam kehidupan sosial tentu saja remaja sebelumnya yaitu terdapat hubungan yang
membutuhkan kemampuan berinteraksi pada berbanding terbalik antara keterampilan sosial
lingkungannya. Kemampuan tersebut dapat dengan perilaku agresif.
diciptakan dengan adanya keterampilan sosial. Berdasarkan data dan sumber penelitian yang
Menurut Greshman (dalam Savage & Tokunaga, ada, dari ketiga sumber penelitian yang relevan
2017) keterampilan sosial merupakan perilaku tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian
yang dapat dipelajari dan diperlukan individu agar yang didapatkan berbeda. Selain itu, beberapa
dapat berfungsi secara efektif dan tepat dalam penelitian tersebut juga belum pernah dilakukan
situasi sosial. Hal tersebut dibutuhkan dalam pada remaja pengguna Instagram yang mana
rangka mengadopsi nilai moral dari budaya dan Instagram merupakan salah satu wadah yang
masyarakat (Salkind dalam Nugraini & Ramdhani, banyak digunakan oleh remaja sekarang. Dengan
2016). keterbatasan penelitian mengenai fenomena
Keterampilan sosial memiliki pengaruh yang tersebut menjadikan alasan peneliti untuk
penting bagi setiap orang. Rendahnya tingkat menindaklanjuti fenomena ini. Dengan demikian,
keterampilan sosial seseorang dapat memengaruhi peneliti ingin mengetahu seberapa besar pengaruh
lingkungan sosial dan lingkungan pertemanannya, keterampilan sosial terhadap cyberbullying
terutama saat memasuki masa remaja. Hal tersebut dikalangan remaja pengguna Instagram yang
dapat menyebabkan kurangnya kepekaan pada menjadi pelaku atau korban.
perasaan orang lain dan juga dapat menjadi
penghambat dalam membangun relasi dengan 2. Metode Penelitian
teman sebaya (dalam Lapidot-lefler & Dolev-
cohen, 2014) sehingga dapat memicu tejadinya Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke
cyberbullying. Selain itu, kurangnya keterampilan dalam penelitian ex-post facto. Artinya, penelitian
sosial yang dimiliki individu juga diidentifikasikan tersebut dilakukan untuk meneliti suatu kejadian
sebagai bentuk dasar terjadinya kejahatan agresi yang telah terjadi dan menindaklanjuti faktor-
secara tidak langsung (Andreou dalam Savage et faktor yang menyebabkan kejadian tersebut.
al., 2017) dan cyberbullying merupakan salah satu Sedangkan berdasarkan sifat dan jenis data,
contoh dari agresi tidak langsung. Artinya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian
keterampilan sosial yang dimiliki pelaku ataupun kuantitatif yang artinya penelitian ini dinyatakan
korban cenderung rendah. Berbeda dengan yang dengan angka dan teknik analisis yang digunakan
dinyatakan oleh Olweus (dalam Savage et al., adalah teknik statistika (Carminnes & Zeller
2017) bahwa individu yang memiliki keterampilan dalam Sangadji & Sopiah, 2010).

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

62
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram

sampel penelitian ini. Jenis teknik sampling yang


Identifikasi Variabel Penelitian digunakan adalah insidental sampling. Jenis
tersebut dipilih karena populasi pengguna
Variabel independen (bebas) merupakan Instagram di Jakarta tidak diketahui sehingga
variabel yang memengaruhi variabel lain peneliti mengambil sampel secar dirasa memenuhi
(Sugiyono, 2011). Dalam penelitian kali ini, kriteria sampel (Rangkuti, 2015).
variabel independennya adalah keterampilan sosial.
Sedangkan, variabel dependen atau yang dapat Teknik Pengumpulan Data
disebut juga sebagai variabel terikat ini merupakan
variabel yang dipengaruhi variabel lain (Sugiyono, Teknik pengambilan data yang digunakan
2011). Dalam penelitian kali ini, variabel dalam penelitian ini adalah kuisioner yang
dependennya adalah cyberbullying. berisikan beberapa pertanyaan terkait
cyberbullying dan keterampilan sosial. Kuisioner
Populasi dan sampel tersebut akan disatukan menjadi sebuah booklet
dengan tim payungan peneliti guna mempermudah
Populasi adalah keseluruhan individu yang pengisian responden. Responden akan diminta
merupakan subjek penelitian yang dilakukan menjawab setiap pertanyaan yang ada pada
(Rangkuti, 2015). Dalam penelitian kali ini, kuisioner penelitian tersebut tanpa terkecuali.
populasi yang akan digunakan adalah sekelompok Kuisioner penelitian tersebut akan didistribusikan
remaja yang menggunakan media sosial Instagram. secara langsung oleh peneliti dan tim payungan.

Sampel adalah subjek penelitian yang dapat Instrumen Revised Cyber Bullying Inventory-II
merepresentasikan kondisi populasi sesungguhnya.
Dalam penelitian kali ini, sampel yang akan Instrumen yang digunakan untuk mengukur
digunakan adalah individu yang memiliki cyberbullying berasal dari modifikasi alat ukur
karakteristik sebagai berikut: Revised-Cyber Bullying Inventory II dari Topcu &
Erdur-Baker (2018). Di dalam instrumen tersebut,
a. Remaja berumur 18 sampai 24 tahun terdapat 10 pernyataan yang dapat mengukur dua
b. Meggunakan media sosial Instagram minimal 6 kategori sekaligus. Kategori tersebut adalah
bulan. cyberbullying dan cybervictimization. Peneliti
melakukan modifikasi dalam bentuk memisahkan
Teknik yang digunakan dalam pengambilan pernyataran antara dua kategori tersebut kedalam
sampel penelitian ini adalah non-probability tabel berbeda. Skala yang digunakan pada
sampling. Teknik tersebut dipilih karena tidak instrumen ini sebagai berikut:
semua populasi memiliki peluang untuk dijadikan

Tabel 2.1 Skala Instrumen Revised Cyber Bullying


Inventory-II

Skala Makna

1 Tidak pernah
2 Sekali
3 2-3 kali
4 Lebih dari 3 kali

Dari hasil uji coba yang dilakukan reliabilitas item cyberbullying sebesar 0,62 dan
menunjukkan bahwa Cronbach’s Alpha yang reliabilitas person cyberbullying sebesar 0,0.
diperoleh pada kategori cyberbullying sebesar 0,70 Artinya, reliabilitas secara keseluruhan tergolong
cukup reliabel, kualitas item-item dimensi
cyberbullying dan kualitas dari respondennya

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

63
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram

tergolong lemah atau kurang konsisten dalam Instrumen Social Skills Inventory
memberikan jawaban. Sedangkan pada dimensi
cybervictimization diperoleh cronbach alpha Instrumen yang digunakan untuk mengukur
sebesar 0,77, reliabilitas item cybervictimization keterampilan sosial berasal dari adaptasi alat ukur
sebesar 0,81 dan reliabilitas person Social Skills Inventory Manual: Second Edition
Cybervictimization sebesar 0,0. Artinya, Manual dari Ronald E. Riggio dan Dana R.
reliabilitas secara keseluruhan tergolong bagus, Carney (2018). Pada instrumen ini, terdapat 6
kualitas item-item dimensi cybervictimization juga dimensi yang mana tiap dimensi memiliki 15
cukup bagus atau konsisten namun kualitas dari pernyataan. Keenam dimensi tersebut antara lain
respondennya tergolong lemah atau kurang Emotional Expressivity, Emotional Sensitivity,
konsisten dalam memberikan jawaban. dan Emotional Control, Social Expressivity, Social
cybervictimizatiion sebesar 0,80. Sensitivity, dan Social Control. Terdapat lima
Hasil pengukuran yang akan didapatkan berupa skala yang digunakan pada instrumen ini
4 peran yaitu pelaku, korban, pelaku sekaligus diantaranya:
korban, dan not involved. Tetapi pada penelitian ini
hanya membahas lebih dalam pada peran pelaku
ataupun korban.
Tabel 2.2 Skala Instrumen Social Skills Inventory

Skala Makna

1 Sama sekali tidak seperti saya

2 Sedikit seperti saya

3 Mirip dengan saya

4 Sangat mirip dengan saya

5 Persis dengan saya

Teknik Analisis Data


Dari hasil uji coba yang dilakukan
menunjukkan 73 item dinyatakan valid dan Penelitian kali ini, variabel keterampilan sosial
didapatkan reliabilitas instrumen keterampilan sebagai variabel prediktor dan variabel
sosial sebesar 0,95. Artinya, reliabilitas instrumen cyberbullying sebaga variabel kriterium. Berikut
keterampilan sosial tergolong bagus sekali ini merupakan persamaan analisis regresi satu
Hasil pengukuran yang akan didapatkan berupa prediktor:
skor total dari tiap-tiap dimensi. Keterampilan
sosial dapat dikatakan baik apabila skor yang Y = a + bx
dihasilkan dari tiap dimensi tersebut seimbang.
Apabila terdapat skor yang timpang pada salah satu Y: Variabel yang diprediksi
dimensi dibandingkan dengan dimensi lain maka a: Bilangan konstan
keterampilan sosial individu tersebut tidak dapat x: Variabel prediktor
dikatakan baik. b: koefisien predictor

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

64
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram

3. Hasil Penelitian dan Diskusi 58 orang diantaranya cenderung menjadi pelaku


dan 98 orang lainnya cenderung menjadi korban.
Dari hasil penelitian didapatkan 156 responden Berikut ini merupakan hasil analisis regresi
yang dinyatakan terlibat cyberbullying yang mana dimensi cyberbullying dan keterampilan sosial:

Tabel 3.1 Uji Regresi Cyberbullying dan


Keterampilan Sosial

Fhit Ftab Nilai


Variabel Alpha
p
Cyberbullying
dan 0,58 4,013 0,811 0,05
Keterampilan
Sosial

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan nilai R jika nilai p > alpha maka pengaruh tersebut
square sebesar 0,001 (0,01%). Artinya, besar bersifat signifikan. Dengan demikian dapat
pengaruh variable keterampilan sosial terhadap disimpulkan Ho diterima Ha ditolak. Artinya,
cyberbullying pada peneliti ini hanya sebesar tidak terdapat pengaruh yang signifikan
0,1%. Lalu, didapatkan juga didapatkan F hitung antara variabel keterampilan sosial dengan
sebesar 0,58 dan F tabel sebesar 4,013 Jika F dimensi cyberbullying Lalu, berikut ini
hitung < F tabel maka dapat disimpulkan bahwa merupakan hasil analisis regresi dimensi
tidak terdapat pengaruh antar kedua variabel dan cybervictimization dan keterampilan sosial:

Tabel 3.2 Model Summary Cybervictimization dan Keterampilan Sosial

R R Square Adjusted
Variabel
R Square
Cybervictimization
dan Keterampilan 0,039 0,002 -0,009
sosial

Tabel 3.3 Uji Regresi Cybervictimization dan


Keterampilan Sosial

Variabel
F Hit F tab Nilai p Alpha

Cybervictimization
dan Keterampilan 0,148 0,392 0,702 0.05
sosial
bersifat signifikan. Sehingga dapat disimpulkan
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan F hitung Ho diterima Ha ditolak. Artinya, tidak terdapat
sebesar 0,148 dan F tabel sebesar Jika F hitung < pengaruh yang signifikan antara variabel
F tabel maka dapat disimpulkan bahwa tidak keterampilan sosial dengan dimensi
terdapat pengaruh antar kedua variabel dan jika cybervictimization.
nilai p > alpha maka pengaruh tersebut Subjek yang menjadi pelaku cenderung
berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut sejalan

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

65
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram

dengan pendapat Li (dalam Kowalski, Giumetti, mana nilai tersebut lebih kecil daripada F tabel.
Schroeder, & Lattanner, 2014) yang menyatakan Artinya, tidak terdapat pengaruh
bahwa laki-laki cenderung lebih banyak menjadi keterampilan sosial terhadap pelaku cyberbullying.
pelaku cyberbullying. Lalu, jika dilihat dari hasil Lalu pada hasil uji hipotesis analisis regresi satu
analisis subjek yang menjadi korban didapatkan jalur pada subjek yang menjadi korban didapatkan
bahwa subjek yang berjenis kelamin perempuan bahwa nilai p sebesar 0,0351 yang mana nilai
lebih banyak menjadi korban dibandingkan pelaku. tersebut lebih besar daripada 0,05. Sedangkan nilai
Hal tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian F hitung pada subjek yang menjadi korban sebesar
yang dilakukan oleh Lapidot-lefler & Dolev-cohen 0,148 yang mana nilai tersebut lebih kecil
(2014) perempuan cenderung lebih banyak daripada F tabel. Artinya, tidak terdapat pengaruh
menjadi korban cyberbullying. keterampilan sosial terhadap korban
Lalu, dari hasil analisis subjek yang menjadi cyberbullying. Dari hasil kedua analisis regresi
pelaku berdasarkan intensitas penggunaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
Instagram didapatkan bahwa sebanyak 39.7% pengaruh keterampilan sosial terhadap pelaku atau
menggunakan Instagram selama 3 sampai dengan korban cyberbullying.
4 tahun lebih, 70,75 menggunakan Instagram Dengan demikian, keterampilan sosial tidak
setiap hari dalam seminggu, dan 44,8% dapat dijadikan faktor untuk memprediksi
menggunakan Instagram selama lebih dari 4 jam. cyberbullying yang terjadi di Instagram. Terdapat
Artinya, individu tersebut memiliki potensi untuk faktor-faktor situasional lain yang tidak peniliti
melakukan cyberbullying dikarenakan intensitas bahas lebih lanjut pada penelitian ini seperti
penggunaan internet yang sudah mencapai 6 bulan dukungan teman sebaya. Menurut Kowalski,
lebih (Topcu & Erdur-Baker, 2018). Sama halnya Giumetti, Schroeder dan Lattanner (2014) dll,
dengan intensitas penggunaan Instagram pelaku, dukungan teman sebaya merupakan salah satu
subjek yang menjadi korban pun menggunakan faktor situasional yang memengaruhi
Instagram selama lebih dari 6 bulan sehingga cyberbullying. Dengan adanya dukungan dari
memiliki potensi untuk mengalami cyberbullying teman sebaya, keterampilan sosial yang dimiliki
juga. individu pun akan berubah. Remaja
Selain itu, bila dilihat dari skor total mengembangkan kemampuan dalam
keterampilan sosial, subjek yang menjadi pelaku mengekspresikan perasaan-perasan ataupun ide-
cenderung memiliki tingkat keterampilan sosial ide yang ada dan pengambilan keputusan pun
yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa dapat dipengaruhi oleh teman sebaya (Ghozaly,
subjek yang menjadi pelaku dapat menggunakan 2011). Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil
keterampilan tersebut untuk mengontrol orang lain penelitian yang dilakukan oleh Bester (dalam
melalui cyberbullying. Sejalan dengan yang Ghozaly, 2011) yang menyatakan bahwa remaja
dikatakan oleh Olweus (dalam Savage & akan cenderung lebih banyak menghabiskan waktu
Tokunaga, 2017) bahwa adanya keterampilan dan bergantung dengan kelompok teman
sosial yang kuat dapat membuat persepsi bahwa sebayanya.
pelaku cyberbullying memiliki kendali atas
korbannya. Lalu jika dilihat dari skor total Adapun keterbatasan-keterbatasan yang
keterampilan sosial pada subjek yang menjadi terdapat pada penelitian ini diantaranya:
korban, subjek tersebut cenderung memiliki
tangkat keterampilan sosial rendah. Sehingga a. Kurangnya data konkrit jumlah populasi
dapat dikatakan subjek yang menjadi korban lebih pengguna Instagram menyebabkan peneliti
mudah dikendalikan oleh orang lain. memiliki hambatan dalam menentukan jumlah
Kemudian bila dilihat dari hasil uji hipotesis sampel yang seharusnya diperlukan oleh
analisis regresi satu jalur didapatkan bahwa nilai p penelitian ini sehingga peneliti hanya
sebesar 0,405 yang mana nilai tersebut lebih besar menggunakan data survey TNS dalam bentuk
daripada 0,05. Sedangkan nilai F hitung pada persentase
subjek yang menjadi pelaku sebesar 0,58 yang

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

66
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram

b. Jumlah item yang terlampau banyak pada Curtis, A. C. (2015). Defining Adolescence.
booklet penelitian menyebabkan responden Journal of Adolescent and Family Health,
mengalami kejenuhan dalam mengisi kuisioner. 7(2), 1–39.
https: //scholar.utc.edu/jafh/vol7/iss2/2/
c. Referensi alat ukur cyberbullying yang
tergolong sedikit menyebabkan peneliti Ditch The Label. (2017). The Annual Bullying
menggunakan alat ukur cyberbullying yang Survey 2017. United Kingdom.
tergolong baru. Alat ukur tersebut juga
termasuk alat ukur yang belum pernah Ghozaly, L. F. (2011). Pengaruh Kelompok
digunakan oleh peneliti lain di Indonesia Teman Sebaya dan Media Massa Terhadap
sehingga peneliti melakukan penyusunan Keterampilan Sosial Atlet Muda di SMA
kembali agar dapat sesuai dengan budaya Negeri Ragunan Jakarta. Skripsi. Institut
Indonesia. Pertanian Bogor

4. Kesimpulan Gresham, F. M. (1992). Social Skills Rating


System. Journal of Psychological Assesment,
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, 100, 196–205
kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak
terdapat pengaruh antara keterampilan sosial Gresham, F. M., & Elliott, S. N. (2008). Special
dengan cyberbullying pada remaja pengguna Services in the Schools Social Skills
Instagram yang menjadi pelaku ataupun remaja Intervention Guide, (December 2014), 37–
pengguna Instagram yang menjadi korban. 41. https://doi.org/10.1300/J008v08n01
Dengan adanya penelitian ini diharapkan
individu khususnya remaja pengguna Instagram Hurlock, E. B. (1998). Psikologi Perkembangan:
dapat meningkatkan kesadaran akan adanya Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
fenomena cyberbullying sehingga individu tersebut Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
tidak lagi terlibat sebagai pelaku ataupun korban
cyberbullying. Bagi peneliti yang ingin Kowalski, R. M., Giumetti, G. W., Schroeder, A.
mengangkat fenomena ini diharapkan dapat N., & Lattanner, M. R. (2014). Bullying in
meneliti lebih dalam lagi mengenai keterampilan the digital age: A critical review and meta-
sosial dan cyberbullying, khususnya pada faktor analysis of cyberbullying research among
yang mandukung kedua variable tersebut. Peneliti youth. Psychological Bulletin, 140(4), 1073–
juga berharap penelitian selanjutnya dapat lebih 1137. https://doi.org/10.1037/a0035618
dikembangkan dan dikaitkan dengan variabel
psikologis lainnya, sehingga penelitian mengenai Kowalski, R. M., & Limber, S. P. (2013).
keterampilan sosial dan cyberbullying dapat Psychological, physical, and academic
berkembang dan memberikan manfaat kepada correlates of cyberbullying and traditional
masyarakat. bullying. Journal of Adolescent Health,
53(1), S13–S20.
5. Daftar Pustaka https://doi.org/10.1016/j.jadohealth.2012.09.1
8
Alhabash, S., & Ma, M. (2017). A Tale of Four
Platforms: Motivations and Uses of Kowalski, R. M., Limber, S. P., & Agatston, P.
Facebook, Twitter, Instagram, and Snapchat W. (2008). Cyber Bullying. Cyber Bullying:
Among College Students? Social Media + The New Moral Frontier.
Society, 3(1), 205630511769154. https://doi.org/10.1002/9780470694176
https://doi.org/10.1177/2056305117691544
Langos, C. (2012). Cyberbullying: The Challenge
to Define. Cyberpsychology, Behavior, and

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

67
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram

Social Networking, 15(6), 285–289. Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri


https://doi.org/10.1089/cyber.2011.0588 Jakarta.

Lapidot-lefler, N., & Dolev-cohen, M. (2014). Rifauddin, M. (2016). Fenomena Cyberbullying


Differences in Social Skills among pada Remaja (Studi Analisis Media Sosial
Cyberbullies, Cybervictims, Cyberbystanders, Facebook). Jurnal Ilmu Perpustakaan,
and Those Not Involved in Cyberbullying. Informasi, Dan Kearsipan Khizanah Al-
Journal of Child & Adolescent Behavior, Hikmah, 4(1), 35–44.
2(4), 1–9. https://doi.org/10.4172/2375- https://doi.org/10.24252/kah.v4i1a3
4494.1000149
Riggio, R. E., & Carney, D. R. (2003). Social
Mawardah, M., & Adiyanti, M. (2014). Regulasi Skills Inventory Manual 2nd Edition. Mind
Emosi dan Kelompok Teman Sebaya Pelaku Garden, Inc.
Cyberbullying. Jurnal Psikologi, 41(2014),
60–73. Riggio, R. E., & Riggio, R. E. (1986). Assessment
https://doi.org/https://doi.org/10.22146/jpsi.69 of Basic Social Skills. Journal of Personality
58 and Social Psychology, 51(April), 649–660.
https://doi.org/10.1037/0022-3514.51.3.649
Nugraini, I., & Ramdhani, N. (2016). Keterampilan
Sosial Menjaga Kesejahteraan Psikologis Rizeki, Z. P. (2012). Hubungan antara
Pengguna Internet 1. Jurnal Psikologi, 43(3), Keterampilan Sosial dengan Perilaku Agresif
183–193 https://doi.org/10.22146/jpsi.22 13 Remaja Siswa Kelas XI SMK Bunda
Kandung Jakarta Selatan. Jurnal Penelitian
Perrin, A. 2015. Pew Research Center. Dan Pengukuran Psikologi, 1(1), 177–182.
http://www.pewinternet.org/2015/10/08/2
015/Social-Networking-Usage-2005-2015/, Sangadji, E. M., & Sopiah. (2010). Metodologi
diakses 01 Januari 2017. Penelitian - Pendekatan Praktis dalam
Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Patchin, J. W., & Hinduja, S. (2011).
Cyberbullying Prevention and Response. Savage, M. W., Ph, D., Tokunaga, R. S., & Ph, D.
New York: Routledge. (2017). Computers in Human Behavior
https://doi.org/10.4324/9780203818312 Moving toward a theory: Testing an
integrated model of cyberbullying
Rachmatan, R., & Ayunizar, S. R. (2017). perpetration, aggression, social skills, and
Cyberbullying pada Remaja SMA di Banda Internet self-efficacy. Computers in Human
Aceh. Jurnal Insight Fakultas Psikologi Behavior, 71, 353–361.
Universitas Muhammadiyah Jember, 13(2), https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.02.016
67–79.
Sinadia, A. R., Amelia, R. N., & Pamungkas, A.
Rahayu, F. S. (2012). Cyberbullying Sebagai Y. (2015). Reliabilitas Kasus Khusus:
Dampak Negatif Penggunaan Teknologi Reliabilitas Skor Komposit, 1–12.
Informasi. Information Systems, 8(1), 22–31.
Retrieved from Spence, S. H. (2003). Social Skills Training with
http://jsi.cs.ui.ac.id/index.php/jsi/article/view Children and Young People: Theory,
/321/296 Evidence and Practice, 8(2), 84–96.

Rangkuti, A. A., & Wahyuni, L. D. (2017). Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif,
Modul: Analisis Data Penelitian Kuantitatif Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, Cv.
Berbasis Classical Theory dan Item Response
Theory (Rasch Model). Jakarta: Fakultas

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

68
Fellianti Muzdalifah Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap
Fairuz Zanirah Cyberbullying Pada Remaja Pengguna Instagram

Thompson, R. A. (2006). Promoting Resilience in among TATIUC students. Indian Journal of


Children and Adolescents Through Social, Science and Technology 9(17).
Emotional, and Cognitive Skills (Second Ed). https://doi.org/10.17485/ijst/2016/v9i17/8873
New York: Routledge. 0

Topcu, Ç., & Erdur-Baker, Ö. (2018). RCBI-II: Williams, J.(2012). Teens, Sexts, & Cyberspace :
The Second Revision of the Revised Cyber The Constitutional Implications of Current
Bullying Inventory. Measurement and Sexting & Cyberbullying Laws. William &
Evaluation in Counseling and Development, Mary Bill of Rights Journal, 20(3), 1017–
51(1), 32–41. 1050.
https://doi.org/10.1080/07481756.2017.1395
Yang, C. (2016). Instagram Use, Loneliness, and
Wan Othman, W. R., Apandi, Z. F. M., & Ngah, N. Social Comparison Orientation: Interact and
H. (2016). The uses of social media on Browse on Social Media, But Don’t Compare.
student’s communication and self concepts Cyberpsychology, Behavior, and Social
Networking, 19(12), 703–708

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

69
Volume 07, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP

HUBUNGAN KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP PRESTASI


BELAJAR SISWA
Hasbi Ashshidieqy*

*
IAIN Syekh Nurjati Cirebon

DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.02

Alamat Korespondensi:
hasbi.ashshidieqy@gmail.com

ABSTRACT
Many people think that the highest intelligence among the other multiple intelligences is IQ intelligence. It's just
that IQ intelligence is more often used in everyday life to get material, find solutions, and solve problems. The
author assumes SQ is the intelligence of the highest intelligence among multiple intellegence where SQ is the
inner intelligence of the mind and soul to build yourself into a whole person by always thinking positive in
dealing with every incident that happened. Therefore, the authors assume that students who have spiritual
intelligence will always be able to solve problems in education. The purpose of this study is as follows
(1) To know the nature of spiritual intelligence
(2) To know the essence of student achievement
(3) To know the relation of spiritual intelligence to student achievement.
The method used is descriptive correlational method is to describe the relationship of one variable with another
variable to find conclusions in the form of a comparison. This method is used to take the results of a general
picture of whether there is a positive or negative correlation.

Keywords:
spiritual intelligence, learning achievement

memiliki keterampilan, serta memiliki spiritual


1. Pendahuluan yang baik. Untuk mencapai kesejahteraan sosial
pun sebagian besar jalur yaitu dengan menempuh
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas pendidikan terlebih dahulu. Untuk memecahkan
individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat berbagai masalah dalam pendidikan terhadap
di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya siswa, penulis berani mengedepankan kecerdasan
dan perasaanya. (Godfrey Thompson, 1997:2) spiritual sebagai solusi pertama.
Pendidikan bukan hanya sekedar sekolah tapi lebih Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
dari itu bisa menyentuh hati nurani dan tertinggi diantara multiple intelligence lainnya
menimbulkan perubahan pada sikap dan moral yakni dengan memuat seluruh kecerdasan lainnya
manusia. Pendidikan dilakukan secara sadar dan dalam pendapat Dana Zohar dan Ian Marshall
dilakukan secara totalitas, dalam artian seluruh (2000) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual “is
pihak pasti bisa membawa pengaruh jalannya the necessery foundation for the efective
pendidikan. Pendidikan dalam arti sempit yaitu functional of both IQ and EQ”. Mereka berdua
dengan belajar di Sekolah formal dimana peserta menegaskan bahwa tanpa kecerdasan spiritual
didik dibimbing dan diarahkan agar sesuai tujuan menurut mereka merupakan kecerdasan tertinggi
dari pendidikan itu sendiri. Sekolah menjadi hal pada manusia, yang dilingkupi seluruh kecerdasan
yang penting karena semakin banyak tuntutan yang ada pada manusia. Artinya, kecerdasan
zaman dibutuhkannya SDM yang berkualitas dan spiritual melingkupi seluruh kecerdasan yang

70
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa

terdapat pada manusia (Safaria, 2007:15). Dengan sebagai referensi guru, dosen, maupun tenaga
kecerdasan spiritual manusia akan dibimbing dan pendidik lainnya agar tercapainya tujuan
diarahkan oleh kebijaksanaan yang ia dapatkan pembelajaran dalam pendidikan.
setelah memaknai arti kehidupan. Kecerdasan SQ
akan membawa seseorang kepada pemahaman 2. Hasil dan Diskusi
kehidupan. Seseorang yang memiliki kecerdasan
spiritual akan lebih pandai menyikapi segala A. Kecerdasan Spiritual
penderitaan kehidupan dengan emosi positif dan
memaknai kehidupan. Hal ini menyebabkan orang a) Definisi kecerdasam spiritual
yang memiliki kecerdasan ini akan selalu tepat Menurut Prijosaksono, kata spiritual memiliki
menempatkan posisinya dalam menghadapi situasi akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal
apapun. dari bahasa latin, spiritus, yang berarti bernafas.
Dari kebijaksanaan yang didapat dalam Selain itu kata spiritus dapat diartikan juga sebagai
menghadapi masalah mereka akan melihat dari alkohol yang dimurnikan. Oleh karena itu spiritual
berbagai sudut pandang serta makna yang dianggap suatu hal yang murni. Roh bisa diartikan
terkandung didalamnya. sebagai energi kehidupan, yang membuat kita
Prestasi belajar merupakan gambaran umum hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti
kemampuan siswa dalam menyerap pengetahuan pula segala sesuatu diluar tubuh, fisik kita,
yang dilakukan secara sadar. Prestasi adalah termasuk pikiran, perasaan, dan karakter kita
kemampuan kita untuk mencapai nilai tertinggi, (Kurniawati & Abrori, 2005: 114-115).
sedangkan dengan nilai yang rendah maupun Kecerdasan spiritual membicarakan tentang
sedang tidak bisa diebut prestasi. Oleh karena itu kemampuan manusia untuk mengenali potensi
dapat bisa menjadi sebuah kebanggaan siswa dirinya sebagai makhluk spiritual dengan
ketika mendapatkannya. mengangkat hakikat manusia untuk
Tidak sedikit yang menganggap orang yang mengembangkan kemampuannya. Artinya dengan
memliki IQ tinggi dapat memecahkan segala menghargai diri sebagai makhluk spiritual, yang
persoalan kehidupan. Namun dalam dunia hanya sebagian kecil dari semesta akan membuat
pendidikan kerap terjadi fenomena dimana orang seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual
yang memiliki IQ tinggi tidak memiliki prestasi menjadi pandai membimbing dirinya untuk
yang gemilang dibanding dengan temannya yang menemukan tujuan hidupnya melalui hakikat
memliki IQ rata-rata. Adapula pemilik IQ tinggi manusia. Seorang yang tinggi SQ-nya cenderung
dalam prestasi belajarnya tidak bisa menjadi menjadi seorang pemimpin yang penuh
mempertahankan rangking di kelas atau nilai pengabdian - yaitu seorang yang bertanggung
terbaiknya. Termasuk pula tidak sedikit mahasiswa jawab untuk membawakan visi dan nilai yang
yang memiliki IQ tinggi ketika terjun ke dunia lebih tinggi terhadap orang lain, ia dapat
masyarakat mereka seolah-olah tidak terlihat memberikan inspirasi terhadap orang lain (Zohar
eksistensinya bahkan ketika berkecimpung dalam & Marshal, 2001:14)
dunia masyarakat kesuksesan kalah dengan Zohar mendefinisikan kecerdasan spiritual
mahasiswa yang biasa saja. Dengan demikian IQ lebih variatif, kecerdasan spiritual dianggap
bukanlah satu-satunya solusi terbaik untuk sebagai kecerdasan yang bersolusi untuk
memecahkan berbagai problema di atas. Penulis menghadapi dan memecahkan berbagai problema.
beranggapan kecerdasan sosial lebih memberikan Kecerdasan spiritual dapat pula dibutuhkan ketika
pengaruh lebih bagi peserta didik dimana seseorang buntu dalam menemukan solusi karena
kecerdasan spiritual yang baik mampu kecerdasan ini berbicara tentang seberapa mampu
mengendalikan jiwa seseorang ke arah eksplorasi seseorang melihat sisi positif dari suatu peristiwa,
potensi diri sehingga mampu memberikan dengan cara melihat persoalan dari berbagai sudut
perubahan positif bagi siswa. pandang. Oleh karenanya seseorang dapat
Oleh karena itu penulis ingin mengangkat menentukan solusi terbaik ketika
sebuah topik dengan bahasan bagaimana korelasi pengidentifikasian keadaan sudah dilakukan.
kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar Spiritual quotient dapat digunakan untuk
sehingga akan didapatkan hasil yang berguna menyatukan hal-hal yang bersifat interpersonal,
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

71
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa

dengan menghimpun emosi positif antar sesama Dengan demikian dapat kita pahami bahwa
dengan memunculkan sikap kebijaksanaan yang kecerdasan sosial merupakan pengembangan
bersumber dari pemahaman kehidupan dan sempurna dari akal budi guna memikirkan hal-hal
pengaktualisasi diri. Serta dapat menjembatani yang bersifat immaterial yang memancarkan
kesenjangan tiap-tiap individu melalu pendekatan energi batim sehingga terbentuklah motivasi
afektif (perasaan) guna menumbuhkan emosi lahirnya ibadah dan moral.
positif dalam kehidupan sehari-hari. Daniel
Goleman telah menulis emosi-emosi yang b) Karakteristik Kecerdasan Spiritual
digunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Menurut Subandi, (2001) dalam artikelnya
Namun, EQ tidak menjembatani kesenjangan itu mengemukakan bahwa ciri-ciri di atas menurutnya
sedangkan SQ memberikan makna sejati, masih terlihat sangat psikologis, padahal dimensi
sebagaimana semua itu memberikan tempat sesuai spiritual jauh melebihi hal itu, dia menambahkan
porsinya pada dalam diri manusia. beberapa kriteria yang lain yaitu:
Berbicara tentang kecerdasan spiritual pasti 1. Kemampuan menghayati keberadaan Tuhan.
tidak akan pernah lepas dari kesadaran spiritual 2. Memahami diri secara utuh dalam dimensi
tiap individu. Kedua hal tersebut tidak akan ruang dan waktu
terpisah dalam pengoptimalan kerja jiwa dalam 3. Memahami hakekat di balik realitas
memaknai dan memahami kehidupan. Sinetar 4. Menemukan hakikat diri
(2001) menyebutnya sebagai kesadaran dini 5. Tidak terkungkung egosentrisme.
dimana individu umtuk secara terus menerus 6. Memiliki rasa cinta
mengaktualisasikan diri itu membawanya. Ketika 7. Memiliki kepekaan batin
seseorang dapat memahami hakikat hidupnya maka 8. Mencapai pengalaman spiritual: kesatuan
kesadaraan spiritualnya akan menumbuhkan segala wujud, mengalami realitas non-
motivasi pada pencapaian yang utuh dan optimal. material (dunia gaib).
Viktor Frankl (1973) menyebutkan bahwa Kecerdasan spiritual terlihat komplek, akan
dimensi spiritual (ruh) merupakan dimensi yang tetapi kecerdasan ini hanya membutuhkan
mengadakan bahwa kita adalah manusia. Dia kemamuan untuk membersihkan jiwa dari
menegaskan “man lives in three dimension, the pengaruh buruk.
somatic, the mental and spiritual”. Frankl (1973) Dengan merujuk pada makna utama, penuilis
lebih lanjut menegaskan bahwa “three factor mencoba untuk mendekripsikan karakter dari
characterize humas existence, man spirituality, his kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut:
freedom, and his responsibility”. Oleh karena itu a. Memiliki tujuan hidup yang baik
dimensi spiritual ini mencakup dimensi lainnya dan Orang yang memiliki kecerdasan spiritual akan
menjadi lahan yang cocok dalam pengembangan mengerti bagaimana hidupnya akan berlangsung.
dimensi-dimensi lainnya pada diri seorang anak. Selalu memaknai hidup dari sisi positifnya
Spiritual quotient adalah implementasi diri membuat seseorang yang spiritualnya baik akan
kita terhadap kehidupan melalui jalur-jalur dengan menemukan tujuan hidup yang baik pula. Menurut
integrasi diri. SQ tidak selalu berkaitan dengan Stephen R. Covey sperti yang dikutip Toto
ritual ibadah saja. ini dua hal yang berbeda. Tidak Tasmara dalam bukunya kecerdasan rohaniyah,
selalu yang rajin melaksanakan shalat atau pergi visi adalah pengejawantahan yang terbaik dari
haji berulang-ulang itu akan meningkatkan imajinasi kreatif dan merupakan motivasi utama
kecerdasan spiritualnya. Memang dalam hal dari tindakan manusia.
meningkatkan kecerdasan spiritual, ritual ibadahlah Mereka sangat memikirkan tujuannya,
yang sering digunakan orang-orang pada umumnya bagaimana mencapainya hingga apa saja hal-hal
untuk mengoptimalkan peranan jiwa manusia itu kecil yang terkait dengan tujuannya. Seseorang
sendiri. Namun, ritual ibadah hanyalah salah satu yang memiliki kecerdasan spiritual yang baik akan
metode guna meningkatkan kecerdasan spiritual memilih tujuan yang tepat dan dapat
guna memahami hakikat manusia secara dipertanggung jawabkan baik secara moral
menyeluruh untuk dimaknai oleh jiwa yang maupun dihadapan Allah SWT. Dengan demikian
akhirnya menjadi sebuah acuan berfikir dalam kehidupan manusia bukan hanya makan, minum,
memecahkan sebuah permasalahan. tidur, dan sebagainya, tetapi lebih jauh dari itu
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

72
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa

manusia adalah makhluk yang membutuhkan d. Cenderung kepada kebaikan


tuhan. Mereka punya kebutuhan yaitu kebutuhan Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual
rohani seperti mendekatkankan diri kepada Allah akan selalu menghargai dirinya baik jasmaninya
SWT bagi seorang muslim. Dimana seorang atau rohaninya. Selalu kritis dan berhati-hati
muslim akan mendapatkan ketenangan dan dalam tindakan serta selalu termotivasi untuk
ketentraman jiwa ketika dapat melaksanakan ritual melakukan kebaikan.
ibadahnya. Diantara manfaat tujuaan hidup adalah: e. Berjiwa besar
• Mendorong untuk berfikir lebih mendalam Setiap orang memiliki ego tetapi kadar ego
• Membantu memverifikasi pikiran-pikiran terhadap suatu hal tetap kita yang tentukan.
terdalam Manusia dengan spiritual yang baik akan selalu
• Memperluas cakrawala pandangan mudah menerima kebenaran. Ia akan selalu
• Membantu mengarahkan kehidupan seseorang bermuhasabah tentang dirinya, lapang dada
• Membantu mengeksploitasi potensi yang ada mementingkan kepentingan umum dibanding
pada diri. kepentingan pribadi, serta sportif dan sering
b. Memiliki prinsip hidup meminta maaf ketika melakukan kesalahan.
Prinsip adalah suatu kesadaran berpegang teguh f. Memiliki empati
kepada acuan berfikir yang esa. Dalam menjalani Dengan spiritual yang baik seseorang akan
kehidupan kita membutuhkan prinsip yang akan selalu memiliki perasaan senang jika dapat
mengarahkan dan membimbing kita. Kekuatan membantu orang lain dan merasa sedih ketika
prinsip kita akan menentukan jalan mana yang kita seseorang tersebut tidak dapat membantu
pilih, apakah jalan yang benar atau jalan yang seseorang. Analogi ini sangat tepat untuk
salah. Tergantung kita dalam memegang prinsip itu menggambarkan seseorang dengan perasaan yang
sendiri. Seperti dalam surat Asy-syams (91) 8-10. halus sebab memiliki kecerdasan spiritual. Dengan
َ ‫) فَأ َ ْلهَ َمهَا فُج‬7( ‫س َو َما َسوَّاهَا‬
‫ُورهَا َوتَ ْق َواهَا‬ ٍ ‫َونَ ْف‬
perasaan yang lembut seseorang dengan spiritual
‫اب َم ْن َدسَّاهَا‬ َ ‫) َوقَ ْد َخ‬9( ‫) قَ ْد أَفْلَ َح َم ْن َز َّكاهَا‬8( yang baik akan mudah tersentuh melihat
10( penderitaan orang lain, memliki kepedulian yang
Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), luar biasa terhadap sesama manusia dan
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) bersimpati kepada keadaan sekitar.
kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya Dengan demikian banyak manfaat ketika
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan seseorang mampu memiliki kecerdasan spiritual
sesungguhnya merugilah orang yang yang mencakup seluruh multiple intellegence.
mengotorinya. (Q. S. Al-Syams [91]: 7-10). Seseorang tersebut akan memiliki tujuan yang
Dari ayat di atas kita bisa simpulkan bahwa terstruktur dengan baik dan hidup dengan prinsip-
Allah telah memberi kita kehendak tentang apa prinsip yang diteguhkan kepada Allah SWT
yang kita pilih beserta info konsekuensinya. semata. Serta mampu merasakan penderitaan
Tinggal bagaimana kita memilih menggunakan sesama manusia dan tergerak hatinya untuk
prinsip yang kita punya dengan memperhitungkan membantu sebagai bentuk kepedulian. Setiap apa
segala pertimbangkan disertakan tanggung jawab yang dilakukan akan berbentuk ibadah dalam
kita dihadapan Allah. rangka rutinitas pembersihan jiwa, guna menjadi
c. Selalu merasakan kehadiran Allah manusia seutuhnya.
Orang yang memiliki kecerdasan spiritual
baiasanya akan selalu merasakan kehadiran Allah. c) Komponen Kecerdasan Spiritual
Mereka merasa selalu berada dalam pengawasan Selain Zohar, menurut psikolog asal University
Allah kapanpun dan dimanapun. Sehingga akan of California, Davis, Robert Emmons, komponen-
lahir pribadi yang tanggung, berkualitas dan komponen kecerdasan spiritual adalah sebagai
komitmen menjaga prinsip yang esa. Untuk berikut:
mencapai tahap seperti itu bukan tiba-tiba muncul 1. Kemampuan mentransendensi, orang-orang
begitu saja, akan tetapi ada proses pembersihan yang sangat spiritual menyerap sebuah realitas
jiwa yang dilakukan dengan cara memperbanyak yang melampaui materi dan fisik.
ibadah kepada Tuhan. 2. Kemampuan untuk menyucikan pengalaman
sehari-hari. Orang yang cerdas secara spiritual
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

73
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa

memiliki kemampuan untuk memberi makna 3. Geoch, mengatakan :


sakral atau illahi pada berbagai aktivitas, Learning is a change in performance as a
peristiwa dan hubungan sehari-hari result of practice”.
3. Kemampuan untuk kondisi-kondisi kesadaran Belajar adalah perubahan dalam penampilan
puncak. Orang yang cerdas spiritual mengalami sebagai hasil praktek.
ekstase spiritual. Mereka sangat perspektif Dari definisi belajar adalah usaha secara
terhadap pengalaman mistis. sengaja yang menimbulkan sebuah perubahan,
4. Kemampuan untuk menggunakan potensi- baik sikap maupun perilaku ke arah yang lebih
potensi spiritual untuk memecahkan berbagai baik. Belajar bukan hanya dalam ruang lingkup
masalah. Transformasi spiritual seringkali sekolah sekolah saja, tetapi ketika seseorang bisa
mengarahkan orang-orang untuk mengubah perilaku maupun sikap kapanpun dan
memprioritaskan ulang sebagai tujuan. dimanapun serta mampu mengoptimalkan potensi
5. Kemampuan untuk terlihat dalam berbagai maka secara tidak langsung telah mencapai tujuan
kebajikan (berbuat baik). Orang yang cerdas dari belajar itu sendiri. Belajar bukan hanya
spiritual memiliki kemampuan lebih untuk verbalistik guru terhadap murid, akan lebih baik
menunjukan pengampunan, mengungkap rasa ketika murid atau peserta didik dapat meniru
terima kasih, merasakan kerendahan hati, dan teladan baik sang guru dengan kinestetik atau
menunjukkan rasa kasih (Iwan Joyo, 2017). pengaplikasian pengetahuan.

B. Prestasi belajar c) Pengertian prestasi belajar


Dalam dunia pendidikan kita juga harus
a) Definisi prestasi memperhatikan input, truput, output, dan evaluasi.
Dari batasan kajian para ahli dapat disimpulkan Dalam evaluasi atau penilaian pembelajaran
bahwa belajar adalah kegiatan yang dilakukan memuat prestasi belajar. Adapun pendapat para
prestasi ahli mengenai definisi prestasi belajar adalah
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai sebagai berikut:
seseorang dalam melakukan kegiatan (Gagne, • Sumadi Suryabrata, Prestasi Belajar adalah
1985:40) menyatakan bahwa prestasi belajar nilai sebagai rumusan yang diberikan guru
dibedakan menjadi lima aspek, yaitu: kemampuan bidang studi mengenai kemajuan atau prestasi
intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, belajar selama masa tertentu (Suryabrata,
sikap dan keterampilan. Prestasi dapat diartikan 1998).
pula sebagai sebuah kecakapan atau hasil nyata • Siti Pratini, Prestasi Belajar adalah suatu hasil
dari usaha dalam kurun waktu tertentu. yang dicapai seseorang dalam melakukan
kegiatan belajar (Pratini, 2005).
b) Pengertian belajar • WS.Winkel, Prestasi belajar merupakan hasil
Ada beberapa pendapat para ahli Cronbach, belajar yang ditampakkan oleh siswa
Harold Spears dan Geoch dalam (Sardiman A.M, berdasarkan kemampuan internal yang
2005:20) sebagai berikut: diperoleh sesuai dengan tujuan instruksional
1. Cronbach memberikan definisi: (Winkel WS, 1989).
“Learning is shown by a change in behavior as Dari uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa
a result of experience”. prestasi belajar adalah sebuah hasil dari proses
“Belajar adalah memperlihatkan perubahan pembelajaran yang dibatasi oleh kurun waktu
dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman”. tertentu. prestasi belajar bisa diartikan pula
2. Harold Spears memberikan batasan: sebagai pengukuran kemampuan peserta didik
“Learning is to observe, to read, to initiate, to dalam menyerap materi yang diberikan oleh
try something themselves, to listen, to follow pendidik. Sudah menjadi kewajiban peserta didik
direction”. harus belajar guna mengembangkan potensi yang
Belajar adalah mengamati, membaca, dimiliki. Dengan evaluasi berbentuk prestasi siswa
berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, dalam belajar kita dapat mengetahui sejauh mana
mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan. kesungguhan siswa dalam belajar dan dapat
memantau perkembangan pemahaman materi
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

74
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa

siswa. Menurut Sia Tjundjing belajar dapat terlebih dahulu. Anak akan memahami statusnya
diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang sebagai seorang pelajar dan segera membuat
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan capaian-capaian pembelajaran serta konsep dalam
latihan (Tjundjing, 2001: 70). belajar. Hal ini dikarenakan jika seseorang yang
Belajar merupakan suatu proses perubahan yang memiliki kecerdasan spiritual maka ia akan dapat
bisa dilakukan dengan cara membaca, menulis, melihat sisi positif dari seluruh situasi. Dengan
menghitung, meniru dan sebagainya dengan syarat demikian ia akan selalu berpikir setelah
perubahan ke arah yang baik disertakan bimbingan melakukan hal yang kurang maksimal dalam
dan arahan dari pendidik. Selaras dengan pendapat- pencapaian tujuan instruksional. Anak akan
pendapat di atas, (Hakim, 2000: 1) mengemukakan mudah menyerap materi ketika memiliki
bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di kecerdasan spiritual karena dengan kecerdasan
dalam kepribadian manusia, dan perubahan spiritual akan menuntun seseorang memiliki
tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan pikiran yang jernih dan memiliki jiwa yang besar
kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti sehingga ketika menerima materi, kepribadian
peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, anak selalu merasa tidak puas dengan pengetahuan
kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, yang sudah ada. Sehingga tujuan intruksional
dll. dalam pembelajaran akan selalu terlaksana karena
Prestasi belajar dapat menyimpulkan dengan anak selalu dalam keadaan siap menerima materi.
berupa angka atau huruf yang berupaya untuk Dengan demikian ada relasi yang baik ketika
menggambarkan perkembangan peserta didik. seseorang memiliki kecerdasan spiritual.
Dalam meraih prestasi belajar bukan hal yang tiba-
tiba kita bisa meraihnya sewaktu-waktu, tetapi ini 3. Kesimpulan
tentang perjuangan dan menghargai proses belajar
itu sendiri. Kecerdasan spiritual sangat berpengaruh
dalam prestasi belajar peserta didik. Dari seluruh
d) Kecerdasan Spiritual dalam Prestasi Belajar multiple intelligence yang ada kecerdasan spiritual
Siswa adalah kecerdasan yang mewakilinya dan
Spiritual sangat berpengaruh dalam kehidupan mencakup seluruh aspek kehidupan. Karena
kita, spiritual mampu memecahkan permasalahan kecerdasan spiritual ini sangat cocok digunakan
dengan solusi yang didapat dari kebijaksaan hidup. peserta didik dengan fungsi sebagai pembersihan
Seseorang yang memiliki spiritual yang baik akan jiwa sekaligus sikap. Dari uraian pembahasan di
menjalani kehidupan ini dengan terpola dan tujuan atas sedikitnya telah kita dapatkan hubungan
hidup yang jelas, sehingga baik dalam aspek kecerdasan spiritual dengan prestasi belajar.
manapun kecerdasan spiritual akan selalu berguna Adanya korelasi positif antara kecerdasan spiritual
untuk menuntun seseorang pada kebahagiaan yang dengan kecerdasan spiritual. Semakin baik
hakiki. Ketika pembersihan jiwa dilakukan setiap kecerdasan spiritual maka semakin mudah dan
saat seperti melalui ritual ibadah, maka seseorang terarah peserta didik dalam mengembangkan
yang memiliki kecerdasan spiritual akan lebih bisa prestasi belajar. Perbandingan lurus ini dapat
menghargai hidup kita dan mengetahui potensi digunakan sebagai acuan dalam pemahaman
dalam dirinya. Ketika jiwa seseorang telah baik kepada peserta didik.
dan optimal digunakan maka apapun yang
dilakukan dalam menjalani kehidupan semuanya 4. Daftar pustaka
berorientasi kepada satu titik yaitu sebagai bentuk
penghambaan kepada Allah SWT. Al Marsudi, S. (2001). Pancasila dan UUD 1945
Dalam pendidikan formal, spiritual yang baik dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT.
sangat diperlukan bagi peserta didik. Sehingga Raja Grafindo Persada
budi pekerti yang baik dapat tertanam sejak dini.
Ketika sang anak mampu mengkomparasikan Frankl, V. E. (1973). (In R. & C. Winston,
seluruh multiple intelligence yang dia punya, anak Trans.) The Doctor and the Soul: From
akan merasakan perbedaan antara belajar biasa Psychotherapy to Logotherapy. New
dibanding belajar dengan pengoptimalan spiritual York: Vintage Books
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

75
Hasby Ashshidieqy Hubungan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa

Gagne. (1985). Prestasi belajar. (online) tersedia:


http://sunartombs.wordpess.com/2009/01/0 Tjundjing, S. (2001). Hubungan Antara IQ, EQ,
5/pengertian-prestasi-belajar/ dan QA dengan Prestasi Studi Pada Siswa
SMU. Jurnal Anima. Vol. 17 no 1
Joyo, I. (2009). Pentingnya ESQ dalam
Manajemen Konflik Bagi Perawat. Sinetar, M. (2001). Spiritual Intelligence. Jakarta:
(hhtp://www.echinstitute/opini_kecerdasan Bumi Aksara
_emosional_spiritual,diak ses 10 Desember
2009) Thomson, G. (1977). Dasar Konsep Pendidikan
Moral. Jakarta : ALFABET
Kurniawati, E & Abrori, L. (2005). Korelasi SQ
dengan kinerja pada Karyawan pada Winkel, W.S. (1989). Psikologi Pengajaran.
Karyawan UIN Malang. Malang: Jakarta: Gramedia
Psikoislamika.
Zohar, D. & Marshall, I.N. (2000). SQ: Spiritual
Pratini, S. (1980). Psikologi Pendidikan. Intelligence: The Ultimate Intelligence.
Yogyakarta: Studing Great Britain: Bloomsbury.

Sardiman, A.M. (2005). Interaksi dan Motivasi Zohar, D. & Marshall, I.N. (2001). SQ:
Belajar. Jakarta: Rajawali Press Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual
Dalam Berpikir Integralistik dan Holistik
Triantoro, S. (2005). Interpersonal Intelligence: untuk Memaknai Kehidupan. Bandung:
Metode Pengembangan Kecerdasan Mizan
Interpersonal Anak. Yogyakarta: Amara
Books.

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

76
Volume 07, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP

PENGARUH PERSEPSI DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP


SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU HONORER SEKOLAH
DASAR NEGERI DI JAKARTA UTARA
Mauna* Puspa Irmandari Kurnia**
*
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta
**
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta

DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.03

Alamat Korespondensi:
anamauna001@gmail.com

ABSTRACT
This reasearch was conducted to find out the effect of perceived social support toward subjective well-being on
elementary honorary teachers in North Jakarta. Incidental sampling was used as technique sampling with 135
elementary honorary teachers as sample. Multidimensional Scale Perceived Social Support (MSPSS) was used
to measure perceived social support, meanwhile the subjective well-being measured by Satisfaction With Life
Scale (SWLS) and Scale of Positive and Negative Experience (SPANE). The result show that perceived social
support gives significant influence toward subjective well-being, which is 5,4%. As the influenced or result is
positive, it means higher perceived social support higher subjective well-being on elementary honorary
teachers in North Jakarta and vice verca.

Keyword:
Perceived social support, subjective well-being, honorary teachers.

Keterbatasan akses pada pendidikan, jumlah


1. Pendahuluan guru yang belum merata, kualitas guru yang masih
kurang, serta kesejahteraan guru yang belum
Guru adalah salah satu pahlawan yang paling
terjamin merupakan permasalahan yang menonjol
berjasa di dunia. Tanpa guru tidak akan terlahir
di dunia pendidikan. Gaji yang diperoleh oleh
orang-orang sukses. Dalam dunia pendidikan,
guru honorer merupakan salah satu faktor yang
fungsi guru merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan
paling utama. Guru juga merupakan panutan bagi
mereka.
setiap muridnya terutama dalam lingkungan
Kebahagiaan dan kepuasan hidup merupakan
sekolah. Mereka dituntut untuk menjadi pendidik
tujuan utama bagi setiap manusia (Rask, Paivi, &
yang mampu menginformasikan nilai-nilai ilmu
Pekka, 2002). Winarsih (2006), mengungkapkan
pengetahuan, sekaligus menjadi penjaga moral bagi
bahwa begitu pentingnya kebahagiaan, sehingga
anak didik. Salah satu jenis guru yang memiliki
kebahagiaan dijadikan sebagai tujuan hidup atau
masalah paling menonjol di Indonesia adalah Guru
keinginan yang terakhir. Subjective well-being
Honorer. Menurut Mendikbud Muhadijir Effendy,
awalnya dianggap sebagai suatu trait yang stabil,
jumlah guru honorer di Indonesia tercatat sekitar
akan tetapi ternyata ada faktor yang mampu
160.000 orang. Sebanyak 26.000 diantaranya
memengaruhi peningkatan ataupun penurunan
diangkat oleh masing-masing pemerintah daerah
subjetive well-being seperti kepribadian,
dan sisanya diangkat oleh kepala sekolah
pekerjaan, hubungan sosial, status pernikahan, dan
(Kompas.com, 2017).
budaya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Diener, Suh, Lucas dan Smith (1999) menyatakan

77
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara

bahwa dukungan sosial merupakan salah satu honorer dan dukungan sosial merupakan salah satu
faktor yang berhubungan subjetive well-being faktor dalam subjetive well-being seseorang.
selain faktor genetik, kepribadian, demografis,
hubungan sosial, masyarakat atau budaya, proses 2. Metode Penelitian
kognitif dan tujuan. Penelitian ini menggunakan metode
Konsep sederhana subjetive well-being menurut kuantitatif. Menurut Sangadji dan Sopiah (2010)
Diener (2009) adalah ketika perasaan positif lebih penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
besar daripada perasaan negatif. Perasaan positif datanya dinyatakan dalam angka dan dianalisis
dan negatif ini dimaknai sebagai afek positif dan dengan menggunakan teknik statistik. Penelitian
afek negatif. Dalam keseharian, subjetive well- kuantitatif merupakan metode yang berpangkal
being dimaknai sebagai kondisi yang dirasakan
dari peristiwa-peristiwa yang dapat diukur secara
individu ketika afek positif lebih banyak daripada kuantitatif atau dapat dinyatakan dengan angka
afek negatif. Diener juga menambahkan bahwa seperti skala, indeks, rumus, dan sebagainya
secara lebih spesifik subjetive well-being adalah (Subyantoro & Suwarto, 2007).
kombinasi dari afek postif yang tinggi, kombinasi Populasi dalam penelitian ini adalah 585 orang
afek postif negatif yang rendah, dan kepuasan guru honorer Sekolah Dasar Negeri di Jakarta
hidup secara umum. Utara sementara sampel yang diambil oleh peneliti
Dukungan sosial merupakan salah satu faktor sebanyak 135 orang guru honorer sekolah dasar
yang sangat diperlukan dalam dunia bekerja dan negeri di Jakarta Utara yang aktif mengajar di
aktivitas yang dilakukan dalam jangka watktu yang kelas. Teknik sampling yang digunakan dalam
panjang. Dukungan sosial dibutuhkan untuk penelitian ini adalah purposive sampling yang
mengurangi dampak negatif yang muncul dari
merupakan teknik penentuan sampel dengan
kondisi stres. Kondisi stres yang muncul akan pertimbangan tertentu. Pada penelitian ini, sampel
memengaruhi subjetive well-being individu. Hasil berasal dari sekolah-sekolah dasar negeri yang
penelitian Gurung, Taylor, dan Seeman (2003) telah direkomendasikan oleh Suku Dinas
menyatakan bahwa dukungan sosial memberikan Pendidikan Jakarta Utara.
efek postif bagi kesehatan dan kesejahteraan Variabel subjective well-being diukur dengan
individu. menggunakan instrumen Satisfaction With Life
Dukungan sosial merupakan bantuan yang Scale (SWLS) dan Scale of Positive and Negatife
ditujukan kepada individu dan diperoleh dari orang Experience (SPANE) sedangkan variabel persepsi
yang berarti bagi individu yang tersebut. Dukungan dukungan sosial diukur dengan menggunakan
sosial adalah hal penting dalam memelihara instrumen Multidimentional Scale of Perceived
keadaan psikologis individu yang mengalami Social Support (MSPSS). Teknik analisis data
tekanan, sehingga dapat menimbulkan pengaruh yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis
positif yang akan mengurangi gangguan psikologis regresi linear. Analisis regresi digunakan untuk
(Taylor, 2003). Secara umum, dukungan sosial memprediksi pengaruh variabel bebas terhadap
terbagi menjadi dua jenis yaitu dukungan sosial variabel terikat.
yang diterima (received social support) dan
persepsi dukungan sosial (perceived social 3. Hasil dan Diskusi
support). Persepsi dukungan sosial dianggap lebih
bermanfaat untuk beradaptasi dengan stres Dari perhitungan data variabel subjective well-
daripada keseluruhan dukungan yang sebenarnya being dan persepsi dukungan sosial diperoleh rata-
diterima karena persepsi dukungan sosial dapat rata dan nilai simpang baku tiap variabel. Adapun
membantu individu untuk berpikir bahwa ada nilai tersebut yaitu: nilai rata-rata subjective well-
individu lain yang dapat membantu dalam kejadian being sebesar 30,15 dan nilai rata-rata persepsi
yang menimbulkan stres (Taylor, 2004). dukungan sosial sebesar 60,88. Dengan
Dari penjelasan di atas dapat diketahui mengetahui nilai mean maka dapat diketahui
subjetive well-being sangat dibutuhkan pada guru tingkat empati dan kinerja guru sebagai berikut
(Tabel.1):

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

78
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara

Tabel.1 Kategorisasi skor Subjective Well-Being

Kategori Skor Frekuensi Persentase


Rendah X < 30,15 75 55,6%
Tinggi X > 30,15 60 44,4%

Total 135 100%

Tabel.2 Kategorisasi skor Persepsi Dukungan Sosial

Kategori Skor Frekuensi Persentase


Rendah X < 60,88 50 37%
Tinggi X > 60,88 85 63%

Total 135 100%

Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa memiliki subjective well-being rendah yaitu
tingkat subjective well-being dari responden dalam sebesar 55,6% sedangkan pada persepsi dukungan
penelitian ini didominasi oleh responden yang sosial didominasi oleh responden yang memiliki
persepsi dukungan sosial yang tinggi sebesar 63%.

Tabel 3. Uji Signifikansi Keseluruhan

Variabel F Hit F Tabel Nilai p


Kepuasan Hidup dengan Persepsi 4,656 3,91 0,033
Dukungan Sosial
Pengalaman Positif dan Negatif 11,839 3,91 0,001
dengan Persepsi Dukungan Sosial

Berdasarkan hasil analisis regresi dapat Ho2 (Hipotesis nol) ditolak yang berarti Ha1 =
diketahui nilai F hitung yang diperoleh dari terdapat pengaruh persepsi dukungan sosial
dimensi kepuasan hidup sebesar 4,656 dan dimensi terhadap kepuasan hidup guru honorer sekolah
pengalaman positif dan negatif sebesar 11,839 dasar negeri di Jakarta Utara dan Ha2 terdapat
dengan nilai F tabel (dengan df 1:133) adalah 3,91. pengaruh persepsi dukungan sosial terhadap
Maka F hitung > F tabel dan nilai p sebesar 0,033 pengalaman positif dan negatif guru honorer
dan 0,001 < α = 0,005. Dengan demikian, Ho1 dan sekolah dasar negeri di Jakarta Utara diterima

Tabel 4. Model summary

Dimensi R R Square Adjusted R


Kepuasan Hidup dengan Persepsi 0,184 0,34 0,27
Dukungan Sosial
Pengalaman Positif dan Negatif 0,286 0,082 0,075
dengan Persepsi Dukungan Sosial
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

79
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara

Dari tabel 4 dapat dilihat hasil perhitungan dukungan sosial. Sementara itu, nilai adjust R
indeks korelasi ganda (R) sebesar 0,247 dan 0,286 Square pada dimensi pengalaman positif dan
dan R square sebesar 0,34 dan 0,082. Nilai adjust negatif sebesar 0,075 dapat diinterpretasikan
R Square pada dimensi kepuasan hidup sebesar bahwa variabel persepsi dukungan sosial memiliki
0,27 dapat diinterpretasikan bahwa variabel pengaruh kontribusi sebesar 7,5% terhadap
persepsi dukungan sosial memiliki pengaruh dimensi pengalaman positif dan negatif sedangkan
kontribusi sebesar 27% terhadap dimensi kepuasan sisanya sebesar 92,5% dipengaruhi oleh faktor-
hidup sedangkan sisanya sebesar 73% dipengaruhi faktor lain di luar variabel persepsi dukungan
oleh faktor-faktor lain di luar variabel persepsi sosial.

4. Kesimpulan
Carlson, D., Perrewe, P. (1999). The role of social
Berdasarkan hasil analisis data dalam support in the stressor strain relationship: An
penelitian dan perhitungan data dengan eximination of work family conflict. Journal
menggunakan uji analisis regresi, dapat ditarik of Management, 25(4). 513-560.
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh persepsi
dukungan sosial terhadap subjective well-being
dimensi kepuasan hidup sebesar 27% dan Carr, A. (2004). Positive Psychology: The Science
pengalaman positif negatif sebesar 7,5% dan of Happiness and Human Stregths. Hove &
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak New York: Brunner – Rouledge Taylor &
diteliti dalam penelitian ini. Francis Group.

5. Daftar Pustaka Cohen, I.S., Syme, S.L. (1985). Social Support


and Health. San Francisco: Academic Press.
Ammar, D., & Nauffal, D., & Sbeity, R. (2013).
The Role of Perceived Social Support in
Dahlem, S. W., Zimet, G. D., Walker, R. R.,
Predicting Subjective Well-Being in
(1991). The multidimensional scale of
Lebanese College Students. The Journal of
perceived social support: a confirmation
Happiness & Well-Being. 1(2). 121-134.
study. Journal of Clinical Psychology. 47(6),
758-761.
Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi.
(2nd Ed.) Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Data Pokok Pendidikan, Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta. (Juli 2017). Diambil
Bart, S. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT dari,
Grasindo. http://datadikdki.jakarta.go.id/?mn=guru&jjg
=sd
Boehm, J. K., & Lyubomirsky, S. (2008). Does
happiness promote career success? Journal Diener, E. (2008). The Science of Subjective Well-
of Career Assessment, (16)1, 101-116. Being. New York: Guilford Press.

Carlson, D. W., & Perrewe, P. L. (1999). The role Diener, E. (1984). Subjective Well Being.
of social support in the stressorstrain Psychological Bulletin. 95(3). 542-575.
relationship: An examination of work family
conflict. Journal of Management, 25(4), 513-
Diener, E., Suh, E., Lucas, R., & Smith, H. (1999).
560
Subjective well being: three decades of
progress. Psychological Bulletin. 125(2).
276-302.
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

80
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara

Diener, E, Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Sekolah Negeri di Kabupaten Bantul.
Personality, culture, and subjective well- Skripsi: Universitas Sanata Dharma.
being: Emotional and cognitive evaluations
of life. Annual Review of Psychology. 54, Gatari, E. (2008). Hubungan antara Perceived
403-425. Social Support dengan Subjective Well-
Being pada Ibu Bekerja. Skripsi: Universitas
Diener, E. & Ryan, K. (2009). Subjective well- Indonesia.
being: a general overview. South African
Journal of Psychology. 39(4), 391-406. Gülaçti, F. (2010). The effect of perceived social
support on subjective well being. Procedia
Diener, E. (1994). Assessing subjective well- Social and Behavioral Sciences 2. 3844-
being: Progress and oppotunities. Social 3849.
Indicators Research, 31, 103-157
Gurung, R. A., Taylor, S. E., & Seeman, T. E.
Diener, E. (2000). Subjective well-being: The (2003). Accounting for changes in social
science of hapiness and proposal for a support among married older adults: Insight
nationa index. American Psychologist. 55(1), from the MacAryhur studies of succcesful
34-43. aging. Psychology and Aging. 18(3), 487-
496.
Diener, E., Lucas, R. E., Oishi, S. (2005).
Subjective well-being: The science of Heady, B., Veenhoven, R., & Wearing, A. (1991).
happiness and life satisfaction. Handbook of Top-down versus bottom up theories of
Positive Psychology (2nd Ed.). New York: subjective well-being. Social Indicators
Oxford University Press. Research. 24, 81-100.

Diener, E., Scollon, C. N., & Lucas, R. E. (2004). Hidayat. T., Istiadah. N. (2011). Panduan
The envolving conceot of subjective well- Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk
being: The multifaceted nature of happiness Mengolah Data Statistik. Jakarta: Mediakita.
dalam P. T. Costa & I. C, Siegler (Eds.)
Advances in Cell Aging and Gerontology. King, L. A., & Napa, C. K. (1998). What makes a
15, 187-220. life good? Journal of Personality and Social
Pyschology. 75(1), 156-165.
Diener, E., Wirtz, D., Tov, W., Kim-Prieto, C.,
Choi, D., Oishi, S., Biswas-Diener, R. Matsuda, T., Tsuda, A., Kim, E., Deng, K. (2014).
(2010). New Well-Being Measures: Short Association between perceived social support
Scales to Assess Flourishing and Positive and subbjective well-being among Japanese,
and Negative Feelings. Social Indicators Chinese, and Korean college students.
Research. 97. 143-156. 10.1007/s11205-009- Scientific Research. 5, 491-499.
9493-y.
Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional
Eddington, N., & Shuman, R. (2008). Subjective Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
well-being (happiness). Continuing Menyenangkan. Bandung: PT Remaja
Psychology Education Inc. Rosdakarya.

Fitria. (2016). Studi Eksploratif Tentang Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D.
Kesejahteraan Psikologis Guru Honorer (2009). Human Development Perkembangan

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

81
Mauna Pengaruh Persepsi Dukungan Sosial Terhadap
Puspa Irmandari Kurnia Subjective Well-Being Pada Guru Honorer Sekolah
Dasar Negeri Di Jakarta Utara

Manusia (Edisi 10 Buku 2). Jakarta: Salemba Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif,
Humanika. Kualitatif, dan R & D. Bandung: Penerbit
Alfabeta.
Pavot, W. & Diener, Ed. (1993). Review of the
satisfaction with life scale. Pychological Sumitomo, B., Widhiarso, W. (2014). Aplikasi
Assessment. 5(2), 164-172. Model Rasch Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu
Sosial. Cimahi: Trim Komunikata Publishing
Purba, J., Yulianto, A., & Widyanti, E. (2007). House.
Pengaruh dukungan sosial terhadap burnout
pada guru. Jurnal Psikologi, 5(1), 77-87. Taylor, S. E. (2006). Health Psychology (6th ed.)
New York: McGraw-Hill.
Rangkuti. A. A., Wahyuni. L. D. (2016). Analisis
Data Penelitian Kuantitatif Berbasis Classical Taylor, S., Sherman, D., Kim, H., Jarcho, J.,
Test Theory dan Item Response Theory Takagi, K., & Dunangan, M., (2004) Culture
(Rasch Model). Jakarta. and social support: Who seek it and why?
Journal of Personality and Social
Rask, K., Astedt-Kurki, P., A. Laippala, Pekka. Psychology. 87(3) 354-362.
(2002). Adollescent subjective well-being
and realize values. Journal of Advanced Wangi, E. N., Annissa, F. R. (2015). Subjective
Nursing. 38(3), 254-263. well-being pada guru honorer di SMP
terbuka 27 Bandung. Seminar Psikologi &
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2001). To be happy or Kemanusiaan. 94-98.
to be self-fulfilled: A review of reasearch on
hedonic and eudaimonic well-being. In S. Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988).
Fiske (Ed.) Annusal Review of Psychology. Development and validation of brief
52, 141-166. measures of positive and negative affect: The
PANAS scales. Journal of Personality and
Sangadji, E. M., Sopiah. (2010). Metodologi Social Psychology, 54(6), 1063-1070.
Penelitian: Pendekatan Praktis dalam
Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Andi. Winarsih, Tri. (2006). Subjective Well-Being pada
Wanita Menopause. Skripsi: Universitas
Sarafino, E. P. (2006) Health Psychology: Gadjah Mada.
Biopsychosocial Interaction. (5th ed.). New
York: John Willey & Sons, Inc. Young, K. W. (2006). Social support and life
satisfaction. International Journal of
Seligman, M. E. O., Marie, J. C., & Jayawickreme, Psychosocial Rehabilitation. (10)2, 155-164.
E. (2012). The engine of well being.
American Psychological Association Review Zimet, G. D., Dahlem, N. W., Zimet, S. G., &
of General Psychology. 16(4), 327-342. Farley, G. K., (1988). The
mulitidimensional scale of perceived social
Siedlecki, K. L., Salthouse, T. A., Oishi, S., support. Journal of Personality Assesment.
Jeswani, S. (2013). The relatinship between 52(1), 30-41
social support and subjEctive well-being
across age. Springer Science+Business
Media Dorcdrecht. 10.

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

82
Volume 07, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP

STUDI DESKRIPTIF IMPULSE BUYING PADA KOSMETIK DI


KALANGAN MAHASISWI PSIKOLOGI

Kharisma Mawaddah H* Endang Supraptiningsih** Stephani Raihana H***


*
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung
**
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung
***
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.04

Alamat Korespondensi:
kharisma.hakiki@gmail.com

ABSTRACT
Cosmetics are identical with women, influences from fellow women could encourage someone to buy
cosmetics. Faculty with the majority of female students is the Faculty of Psychology with ratio of women and
men reached 4: 1, found complaints to female students associated with unplanned purchase of cosmetics
which is an indication of impulse buying among female students. The purpose of this study is to obtain
empirical data on how to desribe impulse buying on cosmetic products among female students Faculty of
Psychology. The method used in this research is descriptive study. The samples in this study were 98 students
of Faculty of Psychology through purposive sampling technique with student criterion of 2013-2017 class
aged 18-25, who experience unplanned cosmetic purchases. Data collection techniques were carried out by
distributing questionnaires derived based on the theory of impulse buying Verplanken & Herabadi (2001) and
interviews as supporting data. Researcher found out of 98 female students, 69% (68 people) have high
impulse buying behavior, which shows the behavior of irrational purchases by female students, which is
associated with the unexpected and sudden purchase of cosmetic products, which is initiated on the spot when
browsing cosmetic products so as to generate strong urge and feelings of enjoyment and the passion to buy
cosmetics that are recognized through two aspects, namely cognition and affective. Researcher found factors
that influence impulse buying are the marketing environment (discounts and attractive cosmetic stores),
situational variables (availability of money), and personal variables (shopping with friends and in positive
mood situation). It is concluded that both cognitive and affective aspects play a major role in impulse buying.

Keywords:
impulse buying, shopping problems, female students, cosmetics

kesenangan sesaat tetapi juga menyebabkan


1. Pendahuluan penyesalan jangka panjang, karena pembelian
yang dilakukan secara impulsif. Keinginan
Belanja merupakan aktivitas membeli barang membeli konsumen mudah dipengaruhi oleh iklan,
atau jasa yang dilakukan manusia untuk memenuhi tampilan barang, suasananya, promosi dan
kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan berbagai penjualan. Selain itu, niat membeli impuls
metode berbelanja dan promosi barang yang perempuan bisa meningkat karena kinerja tenaga
menarik membuat orang semakin tertarik untuk penjualan dan rekomendasi dari pelanggan lain.
berbelanja. Bertambahnya pusat perbelanjaan, Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi
sarana berbelanja serta barang dan jasa yang pembelian impuls berpengaruh positif secara
ditawarkan membuat orang semakin mudah untuk signifikan terhadap niat beli impulsive (Don Jenn-
membeli barang yang dibutuhkan. Penelitian Karen Yang dkk, 2011). Wanita menyukai kosmetik,
Pine dari Universitas Hertfordshire, Inggris (2009), karena wanita ingin terlihat cantik dan menarik.
menemukan bahwa belanja memberikan wanita Maka dari itu wanita memakai dan mencoba

83
Kharisma Mawaddah H Studi Deskriptif Impulse Buying Pada
Endang Supraptiningsih Kosmetik Di Kalangan Mahasiswi Psikologi
Stephani Raihana H.

berbagai macam kosmetik. Kosmetik adalah suatu Mahasiswi merasa sulit menahan diri untuk
bahan untuk mempercantik diri, kosmetik terbuat tidak membeli kosmetik yang menarik perhatian,
dari bahan-bahan alami maupun kimia. Berbelanja karena adanya perasaan untuk harus membeli
kosmetik dilakukan oleh wanita Indonesia, kosmetik pada saat itu juga (on the spot). Hal ini
menurut penelitian yang dilakukan oleh Sigma menunjukkan indikasi adanya gairah (excitement)
Research (2017), kemajuan pada industri kosmetik ketika melihat suatu produk kosmetik, kesulitan
di Indonesia saat ini menunjukkan peningkatan. untuk mengendalikan desakan membeli kosmetik
Kosmetik sangat identik dengan wanita, dan (urge to buy and difficulty to control). Perilaku
terdapat pengaruh dari sesama wanita yang dapat berbelanja pada mahasiswi menunjukkan indikasi
mendorong seseorang untuk membeli kosmetik. impulse buying.
Pada mahasiswi Fakultas Psikologi ditemukan Fakultas Psikologi di Universitas X di kota
bahwa mahasiswi tertarik untuk membeli kosmetik Bandung merupakan salah satu fakultas dengan
ketika ada teman yang memakai atau ratio perbandingan perempuan dan laki-laki
membicarakan kosmetik tertentu. Mahasiswi yang mencapai 4:1, dan dapat dikatakan bahwa
tidak biasa berdandan akhirnya memutuskan untuk mayoritas mahasiswanya adalah perempuan.
mulai menggunakan dan membeli kosmetik karena Sebagai perempuan, mahasiswi identik dengan
pengaruh teman. berbelanja dan berdandan. Dengan lingkungan
Ditemukan bahwa mahasiswi cenderung untuk yang mayoritas perempuan dan letak kampus yang
membeli produk di luar rencana ketika sedang berada di kawasan pusat berbelanja Dago,
berbelanja bersama teman wanitanya. Selain mahasiswi Fakultas Psikologi lebih mudah
ditemukan keluhan pada mahasiswi Fakultas terpapar dengan media promosi kosmetik, salah
Psikologi terkait dengan pembelian kosmetik satunya yaitu toko kosmetik. Sehingga dapat
diluar rencana yang membuat mahasiswi dijumpai beberapa mahasiswi Fakultas Psikologi
mengkhawatirkan kondisi keuangan, ditemukan yang berbelanja kosmetik.
juga bahwa dengan berada pada lingkungan dengan Mahasiswi Fakultas Psikologi dikategorikan
mayoritas wanita membuat mahasiswi tertarik pada tahap perkembangan yang usianya 18 sampai
untuk menggunakan dan membeli kosmetik agar 25 tahun. Pada usia ini juga seseorang memasuki
terlihat cantik dan menarik. Mahasiswi tidak bangku kuliah sebagai jalur penting menuju
memikirkan efek samping dari membeli kosmetik kedewasaan (Papalia, Old & Fieldman, 2008).
yang mungkin dapat merugikan kesehatan maupun Menurut Anderson (dalam Mappiare: 17) salah
kondisi keuangan. satu ciri kematangan psikologis dewasa awal
Pada umumnya mahasiswi membelanjakan adalah dapat mengendalikan emosi dan memiliki
uang saku untuk memenuhi kebutuhan makanan, sikap objektif. Dengan usia yang berada pada
transport dan kebutuhan kuliah sesuai dengan tahap dewasa awal, mahasiswi diharapkan dapat
anggaran yang dimiliki. Namun yang ditemui mengendalikan emosi dan berfikir objektif,
dikalangan mahasiswi Fakultas Psikologi sehingga dapat membuat perencanaan berbelanja
menggunakan uang saku dan uang anggaran sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang
kebutuhan lain untuk berbelanja kosmetik yang tersedia, serta dapat mempertimbangkan
tidak diperlukan. keputusan untuk berbelanja sehingga terhindar
Mahasiswi tidak memikirkan kebutuhan dan dari perilaku belanja yang tidak dibutuhkan.
biaya secara mendalam sebelum membeli kosmetik Menurut Dittmar dan Drury (dalam Verplanken &
dan langsung memutuskan untuk membeli Herabadi, 2001) impulse buying dapat mengambil
kosmetik yang diinginkan tanpa mengecek kembali bentuk yang ekstrim dan bahkan mungkin menjadi
apakah mereka membutuhkan kosmetik yang akan patologis (O'Guinn & Faber, 1989 dalam
dibeli dan apakah mereka memiliki anggaran untuk Verplanken & Herabadi 2001).
membeli kosmetik. Hal ini menunjukkan indikasi Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
adanya kecenderungan membeli produk tanpa untuk memperoleh data empiris mengenai
pertimbangan yang mendalam (not to deliberate) bagaimana gambaran impulse buying pada produk
saat membeli kosmetik.

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

84
Kharisma Mawaddah H Studi Deskriptif Impulse Buying Pada
Endang Supraptiningsih Kosmetik Di Kalangan Mahasiswi Psikologi
Stephani Raihana H.

kosmetik di kalangan mahasiswi Fakultas dan puas ketika berbelanja atau setelah melakukan
Psikologi. pembelian.
Kurangnya perencanaan dan dominasi emosi
2. Metode Penelitian merupakan ciri impulse buying, perilaku tersebut
tampaknya sulit untuk diterima traditional attitude
Metode yang digunakan pada penelitian ini dan attitude-to-behaviour models sebagai teori
adalah metode penelitian deskriptif. Penelitian tindakan yang beralasan (Ajzen & Fishbein, 1980
deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan dalam Verplanken & Herabadi, 2001). Menurut
untuk menyelidiki keadaan, kondisi, atau hal lain- Dittmar dan Drury (dalam Verplanken &
lain yang sudah disebutkan. Prosedur pemecahan Herabadi, 2001) impulse buying dapat mengambil
masalah pada metode ini adalah dengan cara bentuk yang ekstrim dan bahkan mungkin menjadi
menggambarkan objek penelitian pada saat patologis (O'Guinn & Faber, 1989 dalam
keadaan sekarang berdasarkan fakta-fakta Verplanken & Herabadi 2001).
sebagaimana adanya. Selanjutnya hasil penemuan Verplanken dan Herabadi (2001) memetakan
akan dideskripsikan, yaitu dengan melakukan perilaku impulse buying tersebut sebagai suatu
pengamatan serta menggambarkan sifat atau konsep perilaku yang dapat dikenali melalui 2
peristiwa yang tampak dengan melakukan (dua) aspek, yakni kognisi dan afektif. Menurut
pengamatan serta menggambarkan sifat atau Verplanken dan Herabadi (2001) pada aspek
peristiwa yang tengah berlangsung pada saat kognisi yaitu kecenderungan untuk tidak
peristiwa dilakukan dan memeriksa sebab-sebab mempertimbangkan (not to deliberate),
dari gejala tertentu (Arikunto,2010). memikirkan (think) atau merencanakan (plan)
Pada penelitian ini variabel yang dilibatkan ketika membeli produk. perasaan senang dan
adalah impulse buying pada kosmetik di kalangan gembira, dorongan untuk membeli dan sulit
mahasiswi Psikologi Universitas X di kota mengendalikan serta kemungkinan perasaan
Bandung. Teori yang mendasari variabel ini adalah menyesal. Hal ini meliputi tidak
teori dari Verplanken dan Herabadi tahun 2001. mempertimbangkan harga maupun kegunaan suatu
Menurut Verplanken dan Herabadi (2001) impulse barang, tidak melakukan evaluasi terhadap suatu
buying merupakan perilaku pembelian tidak pembelian, dan tidak melakukan perbandingan
rasional yang diasosiasikan dengan pembelian antara produk yang diinginkan dengan produk lain
tidak terencana (unplanned) dan mendadak yang dibutuhkan. Agar pembelian memenuhi
(sudden), diawali langsung ketika melihat produk syarat sebagai impulse buying itu harus terdapat
(initiated on the spot) yang disertai dengan desakan respons emosional yang mungkin timbul sebelum,
kuat (powerful urge) serta perasaan menikmati bersamaan dengan pembelian, atau setelah
(pleasure) dan gairah (excitement). Rook (1987) pembelian yang tidak direncanakan. Aspek afektif
menggambarkan impulse buying sebagai berikut yaitu perasaan menikmati (pleasure) dan gairah
“Impulse buying occurs when a consumer (excitement), desakan membeli (urge to buy) dan
experiences a sudden, often powerful and kesulitan mengkontrol (difficulty to control), serta
presistent urge to buy something immediately”. kemungkinan menyesal (possible regret). Emosi
Para pelaku impulse buying sedikit melibatkan yang paling menonjol, yang biasanya menyertai
proses kognitif dan lebih melibatkan faktor emosi. impulse buying, adalah menikmati (pleasure) dan
Individu yang melakukan belanja impulsif gairah (excitement), perasaan tiba-tiba yang
mengalami konflik kognitif, seperti: tidak mendesak untuk membeli barang dengan segera
mempertimbangkan harga maupun kegunaan suatu yang mungkin dianggap sebagai bentuk ringan
barang, tidak melakukan evaluasi terhadap suatu dari paksaan. Menyesal mungkin dialami
pembelian, tidak melakukan perbandingan antara kemudian pada individu, karena uang yang
produk yang diinginkan dengan produk lain yang seharusnya tidak dihabiskan. Oleh sebab itu,
dibutuhkan, serta berada dalam situasi emosional, dorongan membeli tiba-tiba dapat mendorong
seperti: timbulnya dorongan untuk segera seseorang kepada perilaku kompulsif patologis
melakukan pembelian, dan timbul perasaan senang dan dianggap penyesalan sebagai perilaku pasca-

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

85
Kharisma Mawaddah H Studi Deskriptif Impulse Buying Pada
Endang Supraptiningsih Kosmetik Di Kalangan Mahasiswi Psikologi
Stephani Raihana H.

impuls yang dihasilkan dari membeli sesuatu yang Jika ditelusuri lebih mendalam, perilaku membeli
tidak perlu (Dittmar & Drury, 2000; dalam spontan tersebut pada umumnya lebih dilandasi
Verplanken & Herabadi, 2001). oleh persoalan-persoalan perasaan ataupun emosi
Verplanken dan Herabadi (2001) secara khusus yang mudah tergugah sebagai akibat pengaruh
menyebutkan beberapa faktor yang dapat memicu stimulasi kuat dari faktor eksternal, tanpa mampu
impulse buying. Faktor-faktor tersebut adalah membendungnya (Widawati, 2011).
lingkungan pemasaran (tampilan dan penawaran
produk), variabel situasional (ketersediaan waktu 3. Hasil Penelitian dan Diskusi
dan uang), dan variabel personal (mood, identitas
diri, kepribadian, dan pengalaman pendidikan).

Tabel 1.1 Gambaran Impulse buying

Kategori
Impulse
Buying Jumlah Persentase
Tinggi 68 69.39%
Rendah 30 30.61%
Total 98 100.00%

Mayoritas mahasiswi membeli kosmetik di luar


Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak
rencana pada saat sedang membawa banyak uang
98 orang mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas
diluar anggaran berbelanja, pada saat sedang
X dengan kriteria mahasiswi yang melakukan
musim diskon dan penawaran khusus di toko,
pembelian kosmetik di luar rencana. Berdasarkan
ketika berbelanja bersama teman, ketika
data demografi, diperoleh data yang heterogen.
mengunjungi toko dengan tampilan menarik dan
Mahasiswi yang melakukan pembelian di luar
saat dalam suasana hati yang baik (senang).
rencana terdiri dari angkatan 2013 – 2017 yang
Mayoritas mahasiswi menghabiskan uang 50-200
berusia 18-25 tahun.
ribu pada saat membeli kosmetik, dengan
Mayoritas responden berasal dari angkatan
frekuensi pembelian 1-2 kali setiap bulannya.
2014 dan 2017 (25.51% dan 24.49%), yang
Adapun merk kosmetik yang paling sering dibeli
memiliki jumlah IPK 2.00 – 3.00. Mayoritas
mahasiswi tidak memiliki penghasilan tambahan merupakan merk internasional dengan jenis
produk bibir (lipstick, lipgloss, lip tint, lipbalm).
dan memiliki jumlah uang saku setiap bulan
sebesar 1-2 juta rupiah.

Gambaran 1 Impulse buying

Dari 98 Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas memiliki perilaku impulse buying tinggi dan 31%
X yang berbelanja kosmetik di luar rencana, 69% memiliki perilaku impulse buying rendah. Hal ini

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

86
Kharisma Mawaddah H Studi Deskriptif Impulse Buying Pada
Endang Supraptiningsih Kosmetik Di Kalangan Mahasiswi Psikologi
Stephani Raihana H.

menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswi yang mahasiswi yang memiliki perlaku impulse buying
berbelanja kosmetik mendadak atau di luar rendah memiliki aspek kognisi rendah dan afektif
rencana memiliki perilaku impulse buying tinggi. rendah. Berdasarkan hasil, dapat diketahui faktor
Artinya, sebagian besar mahasiswi melakukan yang mempengaruhi mahasiswi untuk melakukan
perilaku pembelian tidak rasional yang ditandai impulse buying pada penelitian ini adalah
dengan pembelian produk kosmetik yang tidak lingkungan pemasaran yaitu saat sedang musim
terencana dan mendadak, diawali ketika melihat diskon dan toko kosmetik yang menarik, variabel
produk kosmetik sehingga memunculkan desakan situasional yaitu ketika sedang membawa banyak
kuat serta perasaan menikmati dan gairah untuk uang, dan variabel personal yaitu ketika sedang
membeli kosmetik yang tinggi. Mayoritas bersama teman dan ketika mahasiswi sedang
mahasiswi yang memiliki perlaku impulse buying memiliki suasana hati senang.
tinggi memiliki aspek kognisi tinggi dan afektif
tinggi. Mayoritas mahasiswi yang memiliki 5. Daftar Pustaka
perlaku impulse buying rendah memiliki aspek
kognisi rendah dan afektif rendah. Impulse buying Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian:
rendah memiliki arti bahwa mahasiswi memiliki Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
kecenderungan untuk melakukan impulse buying Cipta
karena masih ada indikasi perilaku impulse buying
pada aspek kognisi maupun afeksi pada Dong - Jenn Yang (2011). A Study of the Factors
mahasiswi. That Affect the Impulsive Cosmetics
Buying of Female Consumers in Kaoshiung.
4. Kesimpulan International Journal of Business and
Social Science. 2(24) [Special Issue –
Kedua aspek impulse buying yaitu kognisi dan December 2011]
afektif sangat berpedan dalam menentukan impulse
buying. Berdasarkan hasil, diketahui gambaran Karen, J.P. (2009). Report on a survey into female
impulse buying dari 98 mahasiswi Fakultas economic behavior and the emotion
Psikologi yang berbelanja kosmetik diluar rencana, regulatory role of spending. Retrieved from
69% (68 orang) memiliki perilaku impulse buying University of Hertfordshire
tinggi, dan 31% (30 orang) memiliki perilaku
impulse buying rendah. Hal ini menunjukkan Sigma Research Indonesia. (2017). Tren dan
bahwa mayoritas mahasiswi yang berbelanja Perilaku Produk Kosmetika.
kosmetik di luar rencana memiki perilaku impulse http://sigmaresearch.co.id/category/survey-
buying tinggi. Mayoritas mahasiswi yang memiliki kosmetik-indonesia/
perlaku impulse buying tinggi memiliki aspek
kognisi tinggi dan afektif tinggi. Mayoritas

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, No. 2, Oktober 2018

87
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP

PENGARUH REGULASI DIRI TERHADAP PENYESUAIAN DIRI


PADA SISWA PONDOK PESANTREN MA HUSNUL KHOTIMAH
Dwi Kencana Wulan* Widarti Ratna Negara**
*
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta
**
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta

DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.05

Alamat Korespondensi:
kencana.wulan@unj.ac.id

ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of self-regulation to the adjustment. Measurement variable
adjustment using a measuring instrument Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) and to the
measurement of self-regulation variables using a measuring instrument is Adolescent Self-Regulatory Inventory
(ASRI). Data processing method used in this research is the method of regression analysis. The results of the
research conducted is when the adjustment (Y) increases one unit, then the self-regulation variable (X) will be
in increments of 0.82. It is concluded that there is positive influence of self-regulation to the adjustment.
Variable self-regulation affects adjustment of 10% and the rest influenced by other factors outside of self-
regulation.

Keywords
Self-Regulation, Adjustment

1. Pendahuluan sekolah. Sekolah tersebut dinamakan Boarding


School atau yang disebut oleh masyarakat adalah
Sekolah merupakan salah satu faktor penting sekolah berasrama.
dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas Sekolah asrama banyak jenisnya, salah
sehingga dibutuhkan sekolah yang dapat satunya adalah pondok pesantren. Pondok
menunjang siswa untuk menjadi individu yang pesantren adalah lembaga keagamaan yang
mampu bersaing di masa depan kelak. Saat ini memberikan pendidikan dan pengajaran serta
terdapat berbagai alternatif sekolah yang di mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama
tawarkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Islam (Nasir, 2005).
mulai dari sekolah Internasional dengan biaya Pondok Pesantren Husnul Khotimah yang
yang relatif tinggi dimana terdapat fasilitas, berdiri pada tahun 1994 yang terletak di daerah
sarana dan prasarana yang lengkap dan tergolong Kuningan Jawa Barat. Terdiri dari 2 jenjang
mewah hingga sekolah reguler dengan biaya yang pendidikan yaitu MTS (Madrasah Tsanawiyah)
lebih minim dan fasilitas, sarana dan prasarana dan MA (Madrasah Aliyah) atau jika di sekolah
yang biasa saja. Selain itu juga terdapat sekolah umum biasa di sebut SMP dan SMA. Pesantren
yang memiliki jam KBM yang cukup padat ini merupakan pesantren modern yang
dimulai dari pagi hingga sore hari dan ditambah memadukan antara ilmu agama dan ilmu dunia.
dengan pelajaran khusus seperti pelajaran agama, Pondok Pesantren Husnul Khotimah juga
etika, dan olimpiade pada malam harinya memiliki kekhususan lain, jika pada sekolah biasa
sehingga para peserta didik diminta tinggal di siswa menempuh jenjang SMA dengan waktu 3

88
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah

tahun namun di Pesantren ini siswa menjalani jelas dari perbuatannya merupakan salah satu
jenjang MA dengan waktu 4 tahun. Namun, faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri. Oleh
persyaratan ini hanya berlaku bagi siswa yang karena itu untuk mencapai penyesuaikan diri yang
berasal dari SMP selain Husnul Khotimah. baik maka di butuhkan regulasi diri.
Mereka akan menjalani kelas persiapan selama Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2004).
satu tahun. Di dalamnya mereka belajar khusus regulasi diri adalah kemampuan untuk
mata pelajaran agama. Dengan tujuan ketika menggambarkan secara imajinatif hasil yang
mereka menjalani kelas 1 Aliyah tidak akan diinginkan di masa yang akan datang dengan
merasa tertinggal dengan teman-teman kelas 1 mengembangkan strategi tingkah laku yang
aliyah yang berasal dari MTs Husnul Khotimah. membimbing kearah tujuan yang rosional, reaksi
Siswa kelas I mempelajari mata pelajaran agama impulsive, dan kinerja dari suatu tugas.
jenjang pendidikan MTs. Mata pelajaran yang Dengan memiliki regulasi diri yang baik siswa
seharusnya dipelajari selama 3 tahun, mereka akan berupaya membuat strategi yang
pelajari dengan rentang waktu satu tahun. menjadikannya mampu menyelaraskan dirinya
Mereka yang belum berhasil menyesuaikan dengan lingkungan termasuk bagaimana
diri beralasan tidak betah karena beban akademik menyelaraskan dengan tuntuan akademik dan
yang begitu banyak maupun masalah peraturan tuntutan peraturan. Ketika strategi tersebut belum
yang sangat ketat. Selain itu menurut mereka nilai berhasil ia akan mengawasi dan mengevaluasinya
dan budaya yang ada di asrama belum dapat agar dapat mencapai apa yang menjadi tujuannya.
diterima. Teman sebaya yang tidak cocok juga Sehingga pada akhirnya siswa akan mampu
menjadi salah satu faktor mereka tidak dapat menyesuaikan dirinya di lingkungannya yang
meyesuaikan diri. Rindu akan lingkungan dan baru dalam segala aspek
budaya rumah juga menjadi alasan menjadi tidak
betah. Para siswa yang tidak betah biasanya 2. Metode Penelitian
sering menangis dan menjadi sosok yang
pendiam. Selain itu ada sebagian yang memilih Dalam penelitian ini metode yang digunakan
melanggar peraturan seperti kabur dari sekolah, adalah metode survey (penelitian korelasional).
berpura-pura sakit, mencuri dan penggaran Teknik sampling yang digunakan adalah non
lainnya. Siswa berharap akan di keluarkan dari probability sampling. Jenis teknik yang
sekolah dengan melakukan pelanggaran tersebut. digunakan adalah sampling jenuh, istilah lain dari
Hingga ada beberapa siswa meminta dengan sampling jenuh adalah sensus. Sampel yang
paksa kepada orang tua untuk memimdahkan digunakan adalah kelas I (kelas persiapan)
mereka dari asrama bahkan terdapat beberapa angkatan 22 tahun ajaran 2015/2016 yang
kasus siswa mengancam akan melakukan hal-hal memiliki rentang usia sampel adalah 15-17 tahun
yang berbahaya. yang berarti siswa baru mengakhir jenjang
Baker dan Syrik (1984) mendefinisikan SMP/MTs dan baru menapaki jenjang SMA/MA.
penyesuaian diri sebagai sebuah proses Pengukuran penyesuaian diri menggunakan
psikososial pada diri siswa yang dapat menjadi Student Adaptation to College Questionnaire
sumber stress bagi mereka dan memerlukan (SACQ) merupakan alat ukur yang diciptakan oleh
serangkaian keterampilan coping sehingga Baker dan Siryk (1989) di kembangkan oleh
mampu menyesuaiakan diri di sekolah dalam Waller (2009). Instrumen ini terdiri dari empat
bidang akademis, sosial, personal-emosional dan dimensi yaitu: academic adjustment, social
institutional attachment. adjustment, personal emotional adjustment, goal
Penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor- commitment/institutional attachment.
faktor lain seperti kontrol dan perkembangan diri, Adapun untuk pengukuran regulasi diri
adanya tujuan dan arah yang jelas dari menggunakan Adolescent-Self Regulatory
perbuatannya, mempunyai rasa tanggung jawab. Inventory (ASRI) merupakan alat ukur yang
Schneiders (dalam Ali & Asrori, 2005) berlandaskan teori dari Russell A. Barkley (1997,
menyebutkan bahwa adanya tujuan dan arah yang 2004). ASRI lalu diciptakan oleh L.Moilanen dan

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

89
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah

diterbitkan dari jurnal Jurnal of Youth & Winstep versi 3.73 dan pengujian hipotesis
Adolescence pada tahun 2007. dengan analisis regresi menggunakan aplikasi
Penganalisaan data dilakukan secara SPSS versi 17.00.
pemodelan Rasch dengan bantuan aplikasi

3. Hasil Penelitian dan Diskusi

Tabel 1. Kategorisasi Skor Penyesuaian Diri


Umur Skor Frekuensi Persentase
Rendah X < 0,54 35 52,1%
logit
Tinggi X ≥ 0,54 logit 38 47,9%
Total 73 100%

Berdasarkan data pada Tabel 1, terlihat bahwa rendah (52,1%) dan 38 siswa memiliki
terdapat 35 siswa yang memiliki penyesuaian diri penyesuaian diri tinggi (47,9%).

Tabel 2. Kategorisasi Regulasi diri


Umur Skor Frekuensi Persentase
Rendah X < 0,85 33 45,25%
logit
Tinggi X ≥ 0,85 40 54,75%
logit
Total 73 100%

Berdasarkan data pada Tabel 2, terlihat bahwa dengan analisis ini dapat tercapai. Data yang
terdapat 33 siswa yang memiliki regulasi diri digunakan harus berdistribusi normal serta
rendah (45,25%) 40 siswa yang memiliki regulasi terdapat linieritas antara variabel Y dengan
diri tinggi (54,75%). variabel X. Setelah asumsi-asumsi tersebut
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini tercapai, maka dapat dilakukan pengujian
menggunakan analisis regresi. Analisis regresi hipotesis dengan analisis regresi. Untuk semakin
bertujuan untuk mengetahui tujuan-tujuan memperkaya dan menambah informasi mengenai
penelitian yang belum tercapai melalui uji pengaruh regulasi diri terhadap penyesuaian diri,
korelasi. Dalam analisis regresi, terdapat beberapa akan disajikan tabel yang berisi pengaruh regulasi
syarat yang perlu dilakukan agar pengujian diri terhadap dimensi-dimensi penyesuaian diri

Tabel 3. Uji Signifikansi Keseluruhan ANOVAb


Variabel F Hitung F Tabel df (1;71) P Interpretasi

Regulasi Diri dan Terdapat Pengaruh


7,880 3,98 0.006
Penyesuaian Diri yang Signifikan

Kriteria Pengujian: HO ditolak Ha diterima jika F hitung > F tabel dan


HO diterima Ha ditolak jika F hitung < F tabel dan nilai p < 0,05.
nilai p > 0,05

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

90
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah
F Tabel
Dimensi F Hitung P Interpretasi
df (1;71)
Regulasi Diri Terdapat Pengaruh yang
7,373 3,98 0,008
Penyesuaian Diri Akademik Signifikan

Regulasi Diri Tidak Terdapat Pengaruh


1,339 3,98 0,251
Penyesuaian Diri Sosial yang Signifikan

Regulasi Diri Tidak Terdapat Pengaruh


0,000 3,98 0,986
Penyesuaian Diri Personal yang Signifikan
Emotional
Terdapat Pengaruh yang
Regulasi Diri 14,649 3,98 0,000
Signifikan
Penyesuaian Diri Institusi

terhadap penyesuaian diri isntitusi dengan nilai F


hitung yang lebih besar dari nilai F tabel. Dimensi
4. Pembahasan
penyesuain diri institusi memiliki skor tertinggi
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan pada nilai F Hitung, hal ini berarti dimensi
bahwa terdapat pengaruh yang positif antara penyesuaian diri yang paling banyak
penyesuaian diri dan regulasi diri. Dengan hasil menyumbangkan skor adalah dimensi
memilki pengaruh yang positif, sesuia dengan penyesuaian diri institusi. Dengan begitu terdapat
penjelasan yang dikemukakan oleh Barkley jurnal kemungkinan bahwa skor F yang tinggi pada
bahwa hasil dari regulasi jangka pendek memiliki dimensi penyesuain diri akademik di karenakan
hubungan dengan penyesuaian diri yang baik mayoritas siswa memilki skor F penyesuaian diri
(Moilanen, 2007). Dengan kata lain bahwa institusi yang tinggi.
regulasi diri penting untuk penyesuaian diri pada Adapun untuk dimensi penyesuaian diri
siswa. personal emotional diketahui tidak terdapat
Berdasarkan hasil penelitian mengenai uji pengaruh regulasi diri terhadap penyesuaian diri
regresi dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh personal emotional karena nilai F hitung yang
regulasi diri terhadap penyesuaian diri dengan lebih kecil dari nilai F tabel pengaruhnya lebih
nilai F hitung yang lebih besar dari nilai F tabel. besar dari pada nilai taraf signifikansi. Dimensi
Kesimpulannya adalah regulasi diri ini memilki nilai pengaruh terendah hal ini berarti
mempengaruhi penyesuaian diri sebesar 10% dan bahwa butuh kekuatan yang lebih untuk
sisanya di pengaruhi oleh faktor lain diluar meregulasikan dirinya sehingga mampu
regulasi diri. menyesuaikan diri dalam aspek penyesuaian diri
Berdasarkan hasil penelitian mengenai uji personal emotional. Saat siswa dihadapkan pada
regresi dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh situasi yang sulit seperti stres, siswa mampu
regulasi diri terhadap dimensi penyesuaian diri meregulasi diri dengan mencoba memoitor dan
akademik dengan nilai F hitung yang lebih besar terus mengevaluasi sampai kepada siswa tersebut
dari nilai F tabel. Dimensi penyesuaian diri yang mampu untuk menyesuaiakan diri pada aspek
memiliki tujuan yang jelas tentu saja penyesuaian penyesuaian diri personal emotional.
diri yang berkaitan dengan pendidikannya. Karena
sudah memilki tujuan yang dicapai dan 5. Kesimpulan
bagaimana cara untuk dapat meraihnya. Dengan
demikian pengaruh variabel regulasi diri terhadap Berdasarkan hasil pengujian yang telah
dimensi penyesuaian diri akademik memilki dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang siginifikan. pengaruh yang signifikan regulasi diri terhadap
Serupa dengan dimensi penyesuaian diri penyesuaian diri siswa I (kelas persiapan) di
akademik, terdapat pengaruh regulasi diri Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah.
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

91
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah

Pengaruh yang dihasilkan bersifat positif dan Atwater, E. 1983. Psychology of Adjustment
ketika penyesuaian diri mengalami kenaikan satu 2nd Edition. New Jersey: Prentice- Hall Inc
satuan maka variabel regulasi diri akan
mengalami penambahan sebesar 0,82. Baker, R. W., & Siryk, B. (1984). Measuring
Kesimpulannya adalah variabel regulasi diri adjustment to college. Journal of
mempengaruhi penyesuaian diri sebesar 10% dan Counseling Psychology
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain diluar
regulasi diri. Brown J.M. Self-regulation and the addictive
Saran dari hasil peneliian ini antara lain behaviors. In: Miller WR, Heather N,
adalah diharapkan mampu memberikan editors. Treating addictive behaviors. 2.
pengetahuan baru mengenai regulasi diri dan New York: Plenum Press; 1998
penyesuian diri. Orang tua diharapkan
Memberikan motivasi pada anak agar dapat Haber, A. & Runyon, R. P. (1984). Psychology
menyesuaikan diri di lingkungannya yang baru, of Adjustment. Illionis: Dorrssey Press.
bukan hanya pada lingkungan pondok pesantren
saja. Orangtua diharapkan memahami bahwa Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan
kemampuan menyesuaikan diri setiap anak Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa
berbeda-beda sehingga tidak menuntut akan untuk Istiwidayanti dan Soedjarwo. Edisi kelima.
lekas mampu menyesuaikan dirinya. Jakarta: Erlangga
Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pengetahuan baru mengenai regulasi Kanfer FH. (1970) Self-regulation: Research,
diri dan penyesuian diri kepada guru, sehingga issues, and speculation. In: Neuringer C,
guru mengerti bahwa setiap anak di ciptakan Michael JL, editors. Behavior Modification
berbeda ada yang mudah dan sulit menyesuaikan in Clinical Psychology. NewYork: Appleton
diri. Tugas guru adalah membuat sebuah program - Century-Crofts
bagi siswa kelas I untuk dapat meningkatkan
regulasi dirinya seperti membuat rencana-rencana Kanfer, R. and Ackerman, P. L. (1989).
jangka panjang siswa kedepan. Juga membuat Motivation and Cognitive Abilities: An
program yang dapat meningkatkan kemapuan Integrative/Aptitude-treatment Approach to
siswa untuk menyesuaikan diri seperti program Skill Acquisition. Journal of Applied
kelompok belajar. Psychology Monograph

Kompasiana. (2011). Boarding School: Tombak


6. Daftar Pustaka Kesuksesan Pendidikan Berkarakter.(online)
(http://edukasi.kompasiana.com/2011/12/23/
Abdullah, Umar. (2011). Perbedaan college boarding-school-tombak-kesuksesan
adjustment dan self estem mahasiswa pendidikan-berkarakter 421331.html)
Universitas Indonesia tahun pertama yang
tinggal di rumah, asrama dan kos. Skripsi: Lazarus, R. S. (1976). Pattern of Adjustment
Universitas Indonesia (3rded.). Tokyo: McGraw- Hill.

Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian, Edisi Maknun, Johar. 2006. Pengembangan Sekolah
Revisi. Malang: UMM Press. Menengah Kejuruan (SMK) Boarding
School Berbasis Keunggulan Lokal.
Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja (online).(http://file.upi.edu/direktori/sps/pro
perkembangan peserta didik. Jakarta: PT di.pendidikan_ipa/196803081993031-
Bumi Aksar johar_maknun/smk-boardingschool.pdf)

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

92
Dwi Kencana Wulan Pengaruh Regulasi Diri Terhadap Penyesuaian Diri Pada Siswa
Widarti Ratna Negara Pondok Pesantren MA Husnul Khotimah

Moilanen, L. (2007). The Adolescent Self Ridwan, N. (2005). Mencari Tipologi Format
Regulatory Inventory: TheDevelopment Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di
and Validation of a Questionnaire of Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta:
Short- Term and Long-Term Self Pustaka Pelajar.
Regulation. Journal Of Youth And
Adolescence: West Virginia University Sangadji, Etta Mamang., Sopiah. (2010).
Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis
Mu’tadin, Z. 2002. Penyesuaian Diri dalam Penelitian. Yogyakarta: Andi.
Remaja.(Online). Available: http://www.e-
psikologi.com/remaja/160802.htm Santoso, A. (2010) Statistik untuk Psikologi dari
Blog Menjadi Buku. Yogjakarta:
Octyavera, R. M. dkk. 2010. Hubungan Kualitas Universitas Sanata Dharma.
Kehidupan Sekolah Dengan Penyesuaian
Sosial Pada Siswa SMA International Schneiders, A. 1964. Personal Adjusment and
Islamic Boarding School Republic of Mental Health. New York:Rinehart and
Indonesia.(online) Winston, Inc.
(http://eprints.undip.ac.id/8543/1/Hubungan
-Kualitas-Kehidupan-Sekolah.pdf) Siswoyo, D., dkk. (2008). Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press.
Paramita, R & Margareta. (2013). Pengaruh
Penerimaan Diri Terhadap Penyesuaian Diri Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan
Penderita Lupus. Jurnal Psikologi Undip. 12 (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
(1). D). Bandung: Alfabeta.

Powell, D. H. (1983). Understanding Human Suminto, B., Wahyu, W. (2014). Aplikasi Model
Adjustment: Normal Adaptation Through Rasch Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial.
the Life Cycle. Boston: Little, Brown and Cimahi:Trim Komunikata Publishing House
Company
Waller, T, O. (2009), A Mixed Methode
Rangkuti, A. A. (2012). Konsep dan Teknik Approach for Assessing the Adjustment of
Analisis Data Penelitian Kuantitatif Bidang Incoming First-Year Engineering Students
Psikologi Pendidikan. Jakarta: FIP Press. In A Summer Bridge Program. Dissertation:
Graduate Faculty of the Virginia Polytecnic
Institute and State University.

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

93
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP

PERSON-ORGANIZATION FIT DAN EMPLOYEE ENGAGEMENT:


PERAN MODERASI EFFORT REWARD IMBALANCE

Ade Purnamasari* Alice Salendu**

*
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
**
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.06

Alamat Korespondensi:
adepurnamasari9@gmail.com

ABSTRACT
The present study is aimed at examining the moderating role of effort-reward imbalance (ERI) in the
relationship between person-organization fit (PO-Fit) and employee engagement (n = 115). Specifically, this
study proposed that a higher ratio in ERI leads the employee to decrease their engagement even when they feel
compatible with the organization. Sampling was done through accidental method to employee minimum having
high school degree and at least work 1 year in the same organization. A quantitative method was employed, and
data was collected through an online survey. The study used the ERI Scale constructed by Siegrist, P-O fit Scale
constructed by Lee and Wu. Meanwhile, employee engagement scale was develop based on Shuck et al.
theories. Testing for moderation effects is done by using Process v2.16.3 tools from Andrew F. Hayes model 1.
The results show that ERI negatively moderates the relationship, such that the relationship between person-
organization fit and employee engagement is decreasing when employee feel imbalance with the effort they give
and reward they receive.

Keywords
effort-reward imbalance, employee engagement, person-organization fit

1. Pendahuluan karyawan saat ini (Bates, 2004; Richman, 2006).


Harvard Business Review (HBR) pada tahun
Beberapa tahun terakhir, terdapat ketertarikan 2013 menunjukkan bahwa 71% orang setuju
besar terhadap employee engagement. Keadaan bahwa employee engagement merupakan faktor
psikologi yang positif dan aktif dari individu yang kunci dari kesuksesan organisasi. HBR
ditandai oleh kemauannya untuk mencurahkan menemukan bahwa karyawan yang engage
energi kognitif, emosional, dan perilaku dalam memiliki pengaruh terhadap adanya pengurangan
pekerjaan yang disebut sebagai employee biaya perekrutan dan retensi, pengembangan
engagement (Shuck et al., 2017). Penelitian organisasi, meningkatkan inovasi, dan
sebelumnya menunjukkan bahwa employee meningkatkan produktivitas kerja. Jumlah
engagement mampu memprediksi employee penduduk Indonesia di usia produktif berdasarkan
outcomes dan kesuksesan organisasi (Saks, 2006). data Badan Pusat Statistik pada tahun 2015 yaitu
Pada saat yang bersamaan, tingkatan employee sejumlah 179.126.971 jiwa merupakan aset
engagement ditemukan mengalami penurunan dan penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
lebih banyak terjadi disengagement pada Namun, penelitian terakhir mengungkapkan

94
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance

bahwa hanya 13% karyawan yang engage dalam dalam gaji, penghargaan, pengembangan karir,
pekerjaan (Reilly, 2013). Rendahnya tingkat dan keamanan kerja yang baik. Jika effort yang
engagement ini berpotensi membahayakan tingkat dihasilkan tinggi dan reward yang diterima tidak
produktivitas kerja dan pada gilirannya akan proporsional, hal tersebut dapat menjadi sumber
berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi. stress dan berakibat pada kesehatan karyawan
Robinson dkk. (2004) mengemukakan faktor (Niedhammer, dkk., 2004).
kunci yang dapat mempengaruhi tingkat Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
engagement karyawan yaitu karyawan perlu hubungan antara P-O fit dan employee
merasa yakin dan bangga dengan pekerjaan yang engagement, dengan perhatian khusus pada
mereka lakukan dan apa yang dilakukan oleh ketidakseimbangan antara effort dan reward yang
organisasi. Hal yang ditekankan adalah karyawan dirasakan karyawan sebagai faktor yang
juga perlu untuk merasa yakin dengan nilai yang memoderasi hubungan tersebut.
dimiliki oleh organisasi. Saat karyawan merasa Hipotesis 1: P-O fit memiliki pengaruh yang
nilai yang dimilikinya sesuai dengan nilai lebih besar terhadap engagement karyawan saat
organisasi, kepuasan kerja dan kinerja yang karyawan merasakan kesetaraan antara effort dan
dimilikinya akan meningkat (Silverthone, 2004). reward yang diberikan dalam bekerja.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa Person Peneliti mengasumsikan bahwa
organization fit memiliki dampak positif pada ketidakseimbangan antara effort dan reward
employee engagement. Ketika karyawan memiliki memiliki efek negatif pada engagement karyawan
kesesuaian yang baik dengan organisasi dan dan mengurangi pengaruh P-O fit terhadap
pekerjaan mereka, hal ini mendorong mereka employee engagement.
menjadi engage dengan organisasi dan pekerjaan
yang mereka lakukan. Adanya P-O fit pada 2. Metode Penelitian
karyawan dilihat sebagai kunci penting bagi
organisasi dalam mempertahankan karyawannya Partisipan
untuk menghadapi tantangan kompetitif yang ada Data penelitian didapatkan menggunakan
(Verquer et al., 2003). teknik accidental sampling pada karyawan
Edward dan Cable (2009) mengemukakan dengan variasi bidang pekerjaan yang berbeda (n
bahwa norma-norma, nilai-nilai dan tujuan yang = 115). Kriteria yang ditentukan untuk pemilihan
terdapat di organisasi menentukan sikap dari sampel adalah karyawan yang telah bekerja
anggota organisasi dan pengelolaan resources minimal selama 1 tahun di perusahaan saat ini
yang ada. Oleh karena itu, terdapat harapan bekerja dan memiliki pendidikan minimal
adanya keserasian antara organisasi dengan setingkat dengan SMA. Partisipan terdiri dari
karyawannya. Namun terkadang muncul adanya 30% laki-laki dan 70% perempuan. Rata-rata
ketidakseimbangan antara tuntutan dari partisipan memiliki masa kerja antara 1-5 tahun di
organisasi, usaha yang diberikan karyawan untuk perusahaannya saat ini. Kebanyakan dari
memenuhi tuntutan tersebut dan pemenuhan partisipan memiliki jenjang pendidikan tingkat
reward dan kebutuhan dari karyawan, hal ini yang universitas (86%) dan bekerja di perusahaan
dibahas oleh Siegrist (1996) dalam model Effort- sektor swasta (79%).
Reward Imbalance (ERI).
Engagement karyawan dalam pekerjaanya Prosedur
mungkin saja tidak sesuai dengan resources yang Kuesioner penelitian disebar melalui social
ditawarkan oleh perusahaan. Memenuhi tuntutan media. Keseluruhan partisipan telah diberitahukan
pekerjaan yang tinggi, membuat karyawan bahwa data yang telah mereka berikan akan dijaga
membutuhkan upaya yang besar. Pada saat yang kerahasiannya dan bersifat anonim dan hasil dari
bersamaan, karyawan memiliki harapan bahwa pengolahan data hanya akan digunakan untuk
usaha yang sudah mereka lakukan mendapatkan tujuan penelitian. Partisipan memberikan
penghargaan dari perusahaan, yang diwujudkan persetujuan terhadap kondisi yang sudah

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

95
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance

dijelaskan di bagian inform consent selanjutnya Effort-Reward Imbalance. Untuk mengukur


partisipan melengkapi kuesioner yang terdiri dari ketidakseimbangan antara effort yang telah
karakteristik sosial demografi dan kuesioner yang dikeluarkan oleh individu dalam bekerja dan
mengukur variabel psikologis. reward yang didapatkan, peneliti menggunakan
kuesioner ERI dari Siegrist yang telah diadaptasi
Pengukuran untuk partisipan Indonesia oleh Baiduri
Employee engagement. Pengukuran employee Widanarko, dkk. (2015). Keseluruhan kuesioner
engagement menggunakan alat ukur yang memiliki item sejumlah 10 item yang terdiri dari
dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori dari 2 dimensi, yaitu effort dan reward.
Shuck dkk.,2016. Konstruk employee engagement Skala effort terdiri dari 3 item yang
merupakan multidimensi yang terdiri dari 3 mendeskripsikan tuntutan kerja yang beragam,
dimensi yang dapat diukur secara bersama-sama seperti tekanan kerja, distraksi atau tanggung
maupun secara terpisah. Keseluruhan kuesioner jawab. Skala reward terdiri dari 7 item yang
terdiri dari 18 item pernyataan. Dimensi cognitive mengacu pada reward secara finansial atau
engagement diukur menggunakan 6 item (“Saya penghargaan, job security, dan lainnya. Partisipan
berkonsentrasi pada pekerjaan saat saya di tempat diminta untuk mengidentifikasi apakah situasi
kerja.”). Dimensi emotional engagement diukur tertentu yang dijelaskan pada item terdapat pada
menggunakan 6 item (“Bekerja di organisasi saat pekerjaan mereka dan apakah pernyataan pada
ini memiliki makna personal yang besar untuk item sama dengan sumber stress yang mereka
saya.”). Dimensi behavioral engagement diukur rasakan dengan memilih 1 poin dari skala respon
menggunakan 6 item (“Saya bersedia memberikan 4 poin (1 “sangat tidak setuju”, 4 “sangat setuju”).
usaha lebih tanpa perlu diminta.”). Terdapat ketentuan khusus dalam
Partisipan diminta untuk menunjukkan sejauh penghitungan skor ERI yang dinyatakan oleh
mana mereka setuju dengan pernyataan Siegrist (2004). Rasio ERI dihitung untuk setiap
menggunakan skala respon 6 poin (1 “sangat tidak partisipan sesuai dengan rumus e/(r*c), dimana
setuju”, 6 “sangat setuju”). Untuk menentukan ‘e’ adalah jumlah skor dari skala effort, ‘r’ adalah
indeks employee engagement, peneliti jumlah skor dari skala reward dan ‘c’ merupakan
menghitung skor total dari keseluruhan item. Skor faktor koreksi yaitu 0.42857. Faktor koreksi
total berkisar antara 18-108, semakin tinggi skor 0.42857, saat menggunakan alat ukur ERI dengan
yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat effort terdiri dari 3 item dan reward terdiri dari 7
engagement yang dirasakan partisipan. Dalam item. Nilai yang mendekati nol menunjukkan
penelitian ini, reliabilitas alpha yang didapatkan kondisi yang baik (saat effort rendah dan reward
sebesar 0,839. lumayan tinggi), sedangkan nilai diatas 1.0
Person-Organization fit. Person-organization menunjukkan effort yang dihasilkan besar dan
fit diukur menggunakan kuesioner P-O fit dari tidak sesuai dengan reward yang diterima. Dalam
Lee dan Wuu yang telah diadaptasi oleh Ayu penelitian ini, reliabilitas alpha yang didapatkan
Resky Oktavianti (2013). Keseluruhan kuesioner untuk ERI sebesar 0,771. Skala effort dan reward
terdiri dari 7 item pernyataan, seperti “Nilai-nilai memiliki reliabilitas alpha secara berurutan adalah
yang saya miliki sejalan dengan nilai-nilai 0,655 dan 0,745.
perusahaan ini”. Partisipan memberikan penilaian
dengan skala respon 4 poin (1 “sangat tidak Analisa Data
setuju”, 4 “sangat setuju”). Untuk menentukan Teknik analisa data yang digunakan dalam
indeks P-O fit, peneliti menghitung skor total dari penelitian ini adalah analisis regresi dengan
keseluruhan item. Skor total berkisar antara 7-28, pengujian moderasi. Teknik analisis digunakan
semakin tinggi skor yang diperoleh, maka untuk mengetahui hubungan antara P-O fit dan
semakin baik kesesuaian partisipan dengan employee engagement dengan ERI sebagai
organisasinya. Dalam penelitian ini, reliabilitas moderatornya. Gambar 1 menjelaskan langkah
alpha yang didapatkan sebesar 0,721. analisis yang akan dilakukan. Software statistik

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

96
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance

yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut pengolahan data menggunakan tools Process
adalah SPSS (Statistical Package for Social v2.16.3 dari Andrew F.Hayes.
Sciences) version 24.0 for windows, proses

Effort-Reward
Imbalance

Person-Organization Employee
Fit Engagement

Gambar 1. Model analisis data penelitian

dengan employee engagement (Tabel 1). Hal


3. Hasil Penelitian dan Diskusi tersebut menunjukkan bahwa karyawan yang
memiliki rasio ERI yang tinggi mengurangi
Keseluruhan variabel dalam penelitian saling kecenderungannya untuk merasa sesuai dengan
berkorelasi dengan level signifikansi p<0.005. organisasinya dan memiliki engagement yang
Seperti yang sudah diduga, ERI memiliki korelasi tinggi terhadap keseluruhan aspek di
negatif dengan employee engagement dan P-O fit. pekerjaannya
Sedangkan P-O fit memiliki korelasi positif

Tabel 1. Correlation Matrix menunjukkan Mean, SD dan Hubungan antar variabel


Variabel M SD 1 2 3
1. Employee Engagement 65.19 7.85 1.00
2. Person-Oranization Fit 17.85 1.81 .543** 1.00
3. Effort-Reward Imbalance 20.97 3.76 -.338** -.366** 1.00

Tabel 2. Peran Moderasi Effort-Reward Imbalance (ERI) pada hubungan antara P-O fit
dan Employee Engagement
Coeff. SE T p LLCI ULCI
Intercept i1 65.56 .619 105.89 .000 64.3372 66.7909
X (Person-Organization Fit) b1 2.60 .372 7.00 .000 1.8642 3.3364
M (Effort-Reward Imbalance) b2 -3.93 2.29 -1.71 .089 -8.4613 .6078
XM (Interaksi) b3 2.17 .811 2.67 .008 .5607 3.7747

R2 = 0.40, MSE =41.848


F(3,111) = 19.042, p <0.05
Note. Menggunakan Bootstrapping dengan 10,000 resamples.

Tabel 3. Conditional effect of X on Y at values of the moderator(s):


ERI Effect se t p LLCI ULCI
-.8957 .6588 .7017 .9389 .3498 -.7316 2.0492
.1043 2.8265 .4066 6.9513 .0000 2.0208 3.6322

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

97
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance

Tabel 2 menunjukkan hasil analisis 4. Kesimpulan


dari peran moderator ERI pada hubungan
antara P-O fit dan Employee engagement. Penelitian ini bertujuan untuk
P-O fit memiliki pengaruh yang signifikan menemukan dampak dari rasio ERI pada
terhadap employee engagement (b1 = 2.60, hubungan P-O fit dan employee
p < 0.05). Sedangkan ERI, saat engagement pada karyawan.
dimasukkan ke dalam model moderasi Hasil penelitian ini menunjukkan
tidak memiliki pengaruh yang signifikan angka yang tinggi untuk
terhadap employee engagement (b2 = -3.93, ketidakseimbangan antara effort dan
p > 0.05). Interaksi antara P-O fit dengan reward yang dirasakan karyawan. Reward
ERI memiliki pengaruh yang signifikan yang memiliki nilai yang paling rendah
terhadap bervariasinya employee adalah reward akan penghargaan bagi
engagement (b3 = 2.17, p < 0.05), adapun pekerjaan yang telah dilakukan oleh
besaran sumbangan yang diberikan oleh karyawan. Sementara nilai reward
interaksi P-O fit dengan ERI sebesar mengenai gaji lumayan menunjukkan
4.25% dengan p < 0.05. adanya persepsi yang mencukupi bagi
Hipotesis 1. Pengaruh P-O fit terhadap karyawan. Sehingga hal tersebut memiliki
employee engagement akan mengalami pengaruh terhadap engagement yang
perubahan, saat terdapat peran moderasi dimiliki oleh karyawan. Walaupun
dari ERI. ERI memiliki peran untuk karyawan sudah merasakan adanya sistem
memperkecil atau memperbesar pengaruh pengupahan yang cenderung baik, namun
dari P-O fit terhadap employee tidak diimbangi dengan apresiasi dari
engagement (Tabel 3). Hasil dari analisis atasan ataupun dari perusahaan, dapat
moderasi menunjukkan bahwa semakin membuat engagement karyawan menjadi
rendah rasio ERI, maka individu akan rendah.
semakin engage saat ia merasa sesuai Hasil dari penelitian ini menunjukkan
dengan organisasinya. Dan sebaliknya, adanya korelasi negatif yang besar antara
saat rasio ERI semakin tinggi, maka ERI dengan P-O fit. Hal tersebut
individu akan cenderung tidak engage menjelaskan bahwa nilai, tujuan, budaya
walaupun ia merasa sesuai dengan organisasi belum diinternalisasikan dengan
organisasinya. baik pada sistem human resource (sistem
Hasil menunjukkan bahwa P-O fit remunerasi dan kesempatan promosi) yang
berhubungan secara positif dengan ada di organisasi
employee engagement. Semakin tinggi
kesesuaian antara nilai, norma dan tujuan 5. Daftar Pustaka
antara karyawan dan organisasi, maka
Bates, S. (2004). Getting engaged. HR
karyawan akan semakin engage dengan
magazine, 49(2), 44-51.
pekerjaan dan organisasinya.
Pada penelitian ini, hubungan antara
Edwards, J. R., & Cable, D. M. (2009).
P-O fit dengan employee engagement pada
The value of value
karyawan dimodifikasi dengan adanya
congruence. Journal of Applied
ketidakseimbangan antara effort yang
Psychology, 94(3), 654.
besar dan reward yang diterima. Semakin
besar ketidakseimbangan diantara
Kristof, A. L. (1996). Person‐organization
keduanya, semakin rendah engagement
fit: An integrative review of its
yang dimiliki karyawan.
conceptualizations, measurement,
and implications. Personnel
psychology, 49(1), 1-49.
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

98
Ade Purnamasari Person-Organization Fit dan Employee Engagement:
Alice Salendu Peran Moderasi Effort Reward Imbalance

engagement and defining the


Niedhammer, I., Tek, M. L., Starke, D., & construct. Human Resource
Siegrist, J. (2004). Effort–reward Development Review, 16(3), 263-
imbalance model and self-reported 293.
health: cross-sectional and
prospective findings from the Siegrist, J. (1996). Adverse health effects
GAZEL cohort. Social science & of high-effort/low-reward
medicine, 58(8), 1531-1541. conditions. Journal of occupational
health psychology, 1(1), 27.
Oktavianti, A.R. (2013). Peran Komitmen
Terhadap Atasan dan Kepuasan Siegrist, J., Starke, D., Chandola, T.,
Kerja Sebagai Variabel Perantara Godin, I., Marmot, M.,
dalam Hubungan antara Niedhammer, I., & Peter, R.
Kesesuaian Karyawan-Atasan dan (2004). The measurement of
Kesesuaian Karyawan-Organisasi effort–reward imbalance at work:
dengan Komitmen Organisasi. European comparisons. Social
Tesis. Universitas Indonesia. science & medicine, 58(8), 1483-
1499.
Reilly, R. (2014). Five ways to improve
employee engagement now. Gallup Silverthorne, C. (2004). The impact of
Business Journal, 2-3. organizational culture and person-
organization fit on organizational
Richman, A. (2006). Everyone wants an commitment and job satisfaction in
engaged workforce how can you Taiwan. Leadership &
create it. Workspan, 49(1), 36-39. Organization Development
Journal, 25(7), 592-599.
Robinson, D., Perryman, S., & Hayday, S.
(2004). The drivers of employee Widanarko, B., Legg, S., Devereux, J., &
engagement. Report-Institute for Stevenson, M. (2015). Interaction
Employment Studies. between physical and psychosocial
work risk factors for low back
Saks, A. M. (2006). Antecedents and symptoms and its consequences
consequences of employee amongst Indonesian coal mining
engagement. Journal of workers. Applied ergonomics, 46,
managerial psychology, 21(7), 158-167.
600-619.
Verquer, M. L., Beehr, T. A., & Wagner,
Shuck, B., Adelson, J. L., & Reio Jr, T. G. S. H. (2003). A meta-analysis of
(2017). The employee engagement relations between person–
scale: Initial evidence for construct organization fit and work
validity and implications for theory attitudes. Journal of vocational
and practice. Human Resource behavior, 63(3), 473-48
Management, 56(6), 953-977.

Shuck, B., Osam, K., Zigarmi, D., &


Nimon, K. (2017). Definitional and
conceptual muddling: Identifying
the positionality of employee

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. 7, 2, Oktober 2018

99
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2018 http://doi.org/10.21009/JPPP

ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS YANG BERPENGARUH TERHADAP


KINERJA PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR (SD)

Herwanto* Fitrah Tul Ummi** Dewi Rustiana** Pratitasari Retna H**

*
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta
**
Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta

DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.072.07

Alamat Korespondensi:
herwanto@unj.ac.id

ABSTRACT
This study investigated the impact of psychological aspects, such as workplace well-being, work-family conflict
and self-concept) towards the performance of elementary school’s teacher in East Jakarta. Certified teachers
from several public elementary schools were included in this study. The purposive sampling technique was
applied to recruit the sample of the study. The result of this study demonstrated the positive impact of workplace
well-being towards teacher’s performance. Our result yielded that 33.1% of teacher’s professional
performance in public elementary schools were affected by workplace well-being. Self-concept was also found
having a positive impact in predicting teacher’s performance. On the other hand, this study found that work-
family conflict had a significant negative impact on teacher’s performance. These findings implied that the
positive workplace well-being and self-concept would decrease the teacher’s performances, meanwhile the
increasing of work-family conflict would result in decreasing teacher’s performances.

Keywords
Impact, performance, professional, elementary school, teacher, psychological aspects

1. Pendahuluan perencaan pembelajaran maupun pelaksanaannya.


Wahyudi (2014) mengatakan ada dua kunci
Dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 penting peran guru yang berpengaruh terhadap
tentang guru dan dosen pada Bab 1 pasal 1 peningkatan prestasi belajar peserta didik, yaitu
disebutkan bahwa guru adalah pendidik jumlah waktu yang efektif pembelajaran dikelas
profesional dengan tugas utama mendidik, dan kualitas kemampuan guru. Oleh sebab itu,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, seorang guru harus mempunyai standar
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada kemampuan profesional dalam melakukan
pendidikan anak usia dini baik jalur pendidikan pembelajaran yang berkualitas.
formal, pendidikan dasar, maupun pendidikan Profesionalisme guru memiliki posisi sentral
menengah. Hal ini sesuai dengan pendapat dan strategis karena baik kepentingan pendidikan
Susanto (2012), yang menyebutkan bahwa guru nasional maupun tugas fungsional guru
adalah seorang pendidik professional yang mengutamakan isu profesionalitas dari tim
bertugas mendidik, mengajar dan membimbing pengajar. Guru yang profesional adalah salah satu
muridnya. Seorang guru atau pendidik dalam faktor penentu dalam proses pendidikan yang
pendidikan merupakan ujung tombak suatu berkualitas.
pendidikan karena guru berperan penting dalam

100
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.

Menjadi seorang guru yang profesional harus mewujudkan kinerja guru yang profesional. Salah
mampu menemukan jati diri dan satu faktor internal yang seringkali meghambat
mengaktualisasikan diri sesuai dengan profesionalisme guru adalah sikap konservatif
kemampuan dan kaidah-kaidah guru profesional. dari individu yang cenderung mempertahankan
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki cara mengajar lama tanpa ada insiatif memberikan
kompetensi yang memenuhi persyaratkan untuk permbaruan dalam metode pengajarannya. Hal ini
melakukan tugas pendidikan dan pembelajaran. disebabkan banyak guru yang bekerja diluar jam
Rusman (2010) mengatakan bahwa ada empat kerja guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-
kompetensi yang harus dimiliki seorang guru hari. Dampaknya, jumlah waktu yang disediakan
yang profesional, yaitu; (1). Kompetensi untuk belajar guna meningkatkan kualitas
Pedagogik: seorang guru harus mampu mengajarpun menjadi berkurang.
mengendalikan kegiatan belajar, mulai dari Faktor eksternal, seperti sarana dan prasarana
merencakan, melaksanakan, dan mengevaluasi yang kurang memadai dan mendukung proses
kegiatan pembelajaran. (2). Kompetensi Personal: pembelajaran yang baik juga bisa menghambat
seorang guru memiliki kemampuan kepribadian profesionalitas kinerja guru. Sarana dan prasarana
yang matang, stabil, dewasa, arif dan berwibawa yang digunakan dalam proses pengajaran memang
agar menjadi contoh bagi siswa dan berakhlak tidak harus selalu canggih. Namun, kebutuhan
mulia, (3). Kompetensi Profesional: kemampuan minimal yang mungkin diimplemetasikan pada
guru dalam menguasai materi pembelajaran proses belajar mengajar diharapkan dapat
secara luas dan mendalami agar dapat terpenuhi sehingga guru dapat mengupayakan dan
membimbing siswa untuk memenuhi standar memaksimalkan segala potensi yang dimiliki.
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Selain itu, menurut Akadum (dalam Syahrul,
Nasional Pendidikan (SNP), (4). Kompetensi 2009), ada lima penyebab rendahnya
Sosial: Seorang guru memiliki kemampuan profesionalisme guru, antara lain (1) Masih
menjadi bagian dari masyarakat dalam banyak guru yang tidak menekuni profesi nya
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan secara total; (2) Rentan dan rendahnya kepatuhan
siswa, sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua, guru terhadap norma dan etika profesional
dan masyarakat sekitar. keguruan; (3) Pengakuan terhadap ilmu
Menghasilkan guru yang memiliki kinerja pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
baik merupakan hal yang tidak mudah karena pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terkait;
banyak syarat yang harus dipenuhi oleh guru (4) Masih kurang nya perbedaan pendapat tentang
untuk dapat menjadi guru yang profesional proporsi materi ajar yang diberikan oleh calon
dengan kinerja terbaik. Sayangnya, kinerja pada guru, dan (5) Masih belum berfungssi PGRI
setiap individu sangat bervariasi dan perbedaan sebagai organisasi profesi yang berupaya secara
tersebut terjadi karena adanya perbedaan maksimal meningkatkan profesionalisme anggota
karakteristik internal dari individu tersebut (Bahri, nya. Fitriani (2014) juga menemukan bahwa
2011). Seseorang yang memiliki keinginan untuk adanya perbaikan keterampilan atau keahlian
berprestasi akan menghasilkan kinerja yang guru, meningkatnya upah dan gaji, kesehatan, rasa
optimal. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki aman, pemberian fasilitas dari sekolah dan
keinginan untuk berprestasi cenderung pengakuan atas hasil kerja juga berkontribusi
menghasilkan kinerja yang rendah. Kinerja guru dalam meningkatkan profesionalisme guru.
akan menjadi optimal jika diintegrasikan dengan Lingkungan kerja juga merupakan salah satu
komponen-komponen yang mempengaruhi faktor kenyamanan setiap guru yang harus
kinerja guru seperti lingkungan kerja. diperhatikan karena faktor tersebut berperan
Menurut Syahrul (2009), ada beberapa dalam bentuk persepsi guru terhadap
permasalahan dari faktor internal maupun pekerjaannya yang sedang dijalani dan presepsi
eksternal yang menjadi tantangan dalam guru terhadap sekolah. Menurut Pryce-Jones

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol.7, 2, Oktober 2018

101
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.

(dalam Chen S.P 2014), kesejahteraan di tempat sangat sulit sehingga berdampak pada timbulnya
kerja merupakan suatu set pemikiran (mindset) konflik, yang kemudian disebut dengan work
yang memfasilitasi seseorang untuk family conflict. Menurut Greenhaus & Beutell
memaksimumkan prestasi keja dan mencapai (1985; dalam Rurin Rikantika, 2015) work family
potensi dirinya. Hal ini selaras dengan Sugiyono conflict merupakan suatu bentuk konflik yang
& Rahadhini (2011), yang mana lingkungan kerja timbul karena seseorang mengalami kesulitan
diyakini menunjang kelancaran tugas dan menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan
perubahan ke arah kualitas kinerja yang lebih keluarga. Konflik peran ganda ini berimplikasi
baik. Lingkungan kerja diyakini berpengaruh pada turunnya kinerja guru, hingga akhirnya
terhadap pribadi guru dan berdampak pada rekan berdampak pada meningkatnya keinginan untuk
kerja lainnya hingga akhirnya tercermin pada melalaikan kewajiban mengajar, meningkatnya
efektivitas kinerja guru. Kondisi ini berimplikasi absensi serta menurunnya komitmen pengajar
pada kebutuhan akan perbaikan dan peningkatan (Boles, Howard, & Donofrio, 2001).
lingkungan kerja guna meningkatkan kinerja guru. Selain workplace well being dan work family
Hal ini yang kemudian dianggap sebagai conflict, konsep diri individu, dalam hal ini guru,
kebutuhan workplace well-being, tepatnya juga berhubungan terhadap kinerja professional
kesejahteraan pekerja, dalam hal ini adalah guru, guru. Rosilawati (2005) menemukan adanya
dapat merasa nyaman berada pada lingkungan hubungan yang signifikan antara konsep diri
kerja yang mendukung sehingga tugas dan dengan kinerja guru dalam proses belajar
tanggung jawab seorang guru pun dapat mengajar. Konsep diri yang tinggi pada guru
diselesaikan secara profesional. berimplikasi pada sikap positif yang tinggi
Menurut Page (2005), workplace well-being terhadap pekerjaannya sebagai guru (Rosilawati,
adalah kesejahteraan yang diperoleh pekerja dari 2005).
pekerjaan mereka yang berkaitan dengan Penelitian sebelumnya telah menunjukkan
perasaannya (core affect) dan nilai intrinsik adanya peran-peran aspek psikologis tertentu
ataupun ekstrinsik dari pekerjannya (work values). yang berdampak pada kinerja guru. Namun
Core affect diartikan sebagai suatu keadaan hingga saat ini, penelitian terkait faktor workplace
dimana rasa nyaman dan tidak nyaman bercampur well-being, work family conflict dan konsep diri
dan gairah (passion) yang mempengaruhi yang berpengaruh terhadap kinerja guru sekolah
aktivitas seseorang (Russel; dalam Page, 2005), dasar di Indonesia masih banyak belum
sedangkan work values diartikan sebagai nilai dikembangkan. Kinerja profesionalitas pada guru
pekerjaan intrinsic dan eksterinsik yang sekolah dasar perlu untuk dieskplorasi lebih
menunjukkan derajat harga, kepentingan dan hal- mendalam dikarenakan kualitas pendidikan
hal yang disukai oleh individu di tempat kerja Indonesia, terutama Pendidikan dasar, sangat
(Knopp; dalam Page, 2005). dipengaruhi oleh tenaga pendidiknya.
Konflik pekerjaan keluarga (work family Berdasarkan latar belakang masalah yang telah
conflict) juga diyakini berkontribusi pada dipaparkan, maka penelitian ini akan menjawab
meningkatnya kinerja guru, terutama pada beberapa masalah penelitian, yaitu:
perempuan. Bagi perempuan, peran dalam 1) “Apakah terdapat pengaruh yang
keluarga berhubungan dengan tekanan yang signifikan dari workplace well-being
timbul, terutama dalam hal penanganan urusan terhadap kinerja guru profesional sekolah
rumah tangga dan menjaga anak. Hal ini juga dasar (SD)?”
terjadi pada perannya dalam pekerjaan, yang 2) “Apakah terdapat pengaruh yang
mana tekanan timbul karena beban kerja yang signifikan dari konflik pekerjaan keluarga
mungkin berlebih yang diikutsertai dengan (work-family conflict) terhadap kinerja
tenggat waktu tertentu (deadline). Sayangnya, guru profesional SD?”
menjalankan kedua hal tersebut secara bersamaan

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol.7, 2, Oktober 2018

102
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.

3) Apakah terdapat pengaruh yang signifikan jawaban pada pernyataan atau pertanyaan yang
dari konsep diri (moral ethical self) diberikan sesuai dengan keadaan dirinya.
terhadap kinerja guru profesional SD?” Variabel yang dieksplorasi pada penelitian ini
4) “Apakah terdapat pengaruh yang terdiri dari beberapa hal, yaitu workplace
signifikan dari gaya kepemimpinan wellbeing, work family conflict, konsep diri dan
terhadap kinerja guru profesional SD?” kinerja guru. Variabel workplace wellbeing diukur
5) “Apakah terdapat pengaruh yang dengan menggunakan alat ukur Workplace
signifikan dari komunikasi interpersonal Wellbeing Index sebelumnya telah diadaptasi dan
terhadap kinerja guru profesional SD?” diterjemahkan oleh Alfarisi (2016), kemudian
dimodifikasi dan diadaptasi oleh peneliti untuk
2. Metode Penelitian digunakan pada penelitian ini. Instrumen yang
mengukur workplace wellbeing ini terdiri dari 28
Penelitian ini menggunakan metode penelitian item yang mengukur dimensi core affect, faktor
kuantitatif yang merupakan penelitian empiris internal dan faktor eksternal terkait wellbeing
yang mana data yang dikumpulkan berbentuk individu dengan koefisien reliabilitas diketahui
angka dan dapat dihitung. Metode penelitian sebesar 0.94. Variabel work family conflict diukur
kuantitatif memiliki ciri khas berhubungan dengan menggunakan alat ukur Work Family
dengan angka, dengan metode ini akan diperoleh Conflict Scale yang dibuat oleh Carlson &
signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi Williams (2000) dan telah diterjemahkan dan
hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, diadaptasi oleh peneliti. Instrumen yang
2010). mengukur work family conflict ini terdiri dari 31
Penelitian ini menggunakan teknik item yang mengukur enam dimensi konflik peran
nonprobability sampling, yaitu purposive ganda, yaitu tiga bentuk konflik peran ganda
sampling. Teknik pemilihan sampel ini dipilih (time, strain, dan behavior) dan dua arah dari
dengan pertimbangan peneliti hendak konflik peran ganda (work interference with
mengambil sujek berdasarkan tujuan tertentu family (WIF) dan family interference with work
dengan beberapa pertimbangan ciri-ciri atau (FIW) dengan koefisien reliabilitas diketahui
karakteristik yang telah ditetapkan oleh peneliti sebesar 0.71. Variabel kinerja guru pada
sehingga dapat mewakili populasi (Sangadji & penelitian ini diukur dengan menggunakan alat
Sopiah, 2010). ukur tentang Kinerja Guru yang telah diadaptasi
Populasi yang diteliti pada penelitian ini sebelumnya oleh Viqraizin (2015), kemudian
adalah guru Sekolah Dasar Negeri di Wilayah dimodifikasi dan diadaptasi oleh peneliti untuk
Jakarta Timur. Kriteria sampel dari penelitian digunakan pada penelitian ini. Instrumen yang
ini adalah (a) Guru PNS tetap di SD Negeri, (b) digunakan untuk mengukur kinerja guru pada
Sudah tersertifikasi menjadi guru profesional. penelitian ini terdiri dari 19 item yang mengukur
Peneliti mengambil data di beberapa SD Negeri di dimensi perencanaan, pelaksanaan dan proses
Jakarta Timur. evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan koefisien reliabilitas diketahui sebesar
adalah teknik survey dengan menggunakan 0.85.
kuesioner (angket) yang disebar kepada guru SD. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner fisik secara langsung di beberapa
kuesioner yang bersifat tertutup. Peneliti sekolah yang tersebar di Jakarta Timur dan dipilih
menyediakan jawaban untuk pertanyaan atau secara acak, yaitu SDN Sumur Batu 04 Pagi, SDN
pernyataan yang disajikan dalam kuesioner Sumur Batu 10 Pagi, SDN Johar Baru 13 Pagi,
dengan menggunakan skala likert dengan variasi SDN Johar Baru 09 Pagi, SDN Cempaka Putih
jawaban 1 (Sangat Tidak Sesuai) sampai 5 Timur 03 Pagi, SDN Cempaka Putih Barat 01
(Sangat Sesuai). Responden diminta memilih Pagi, SDN Kramat 06 Pagi dan SDN kramat 03

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol.7, 2, Oktober 2018

103
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.

Pagi. Seluruh guru yang hadir di sekolah tersebut memberikan pengaruh terhadap kinerja guru
pada saat pengambilan data dan bersedia untuk sebesar 12.3% (R Square: 0.123; sig 0.012). Hasil
terlibat pada penelitian ini diikutsertakan sebagai ini menunjukkan bahwa semakin rendah work-
partisipan. Proses pengambilan data berlangsung family conflict maka kinerja guru sekolah dasar
sejak bulan Mei 2017 hingga April 2018. akan semakin meningkat, terutama pada guru
Peneliti menggunakan analisis regresi untuk perempuan.
mengetahui pengaruh workplace wellbeing, work Hasil analisis regresi linear pada variabel
family conflict dan konsep diri terhadap kinerja konsep diri terhadap kinerja guru juga
guru. Menurut Rangkuti (2013), analisis regresi menunjukkan adanya pengaruh positif yang
dilakukan untuk menindaklanjuti hubungan signifikan. Variabel konsep diri diketahui
antarvariabel guna melihat hubungan sebab-akibat memberikan pengaruh terhadap kinerha guru
antarvariabel. Seluruh uji analisis regresi sebesar 40.8% (R Square: 0.408; sig 0.000).
dilakukan dengan menggukanan program SPSS Peningkatan pada variabel konsep diri diketahui
20 for Windows. Hipotesis yang diuji pada akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
penelitian ini adalah: guru sebesar 0.743 kali (F 67.41; sig 0.000). Hasil
a. Ha: Terdapat perngaruh antara workplace ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsep
well being, work family conflict dan diri guru maka kinerja guru sekolah dasar akan
konsep diri terhadap kinerja guru semakin meningkat.
b. Ho: Tidak terdapat pengaruh antara
workplace well being, work family conflict 4. Pembahasan
dan konsep diri terhadap kinerja guru. Hasil yang diperoleh dari pengujian hubungan
sebab-akibat antara variabel workplace wellbeing,
3. Hasil Penelitian dan Diskusi work-family conflict, konsep diri terhadap kinerja
guru dengan menggunakan analisis regresi pada
Sejumlah 80 partisipan diikutsertakan pada 80 guru sekolah dasar yang tersebar di beberapa
penelitian ini. Hasil analisis deskriptif dari sekolah di Jakarta Timur menunjukkan adanya
workplace well-being pada partisipan pengaruh antar ketiga variabel tersebut terhadap
menunjukkan bahwa 62% guru SD diketahui kinerja guru. Hasil analisis ini menunjukkan
memiliki tingkat wellbeing yang rendah terhadap bahwa peningkatan pada kinerja guru berkaitan
lingkungan kerjanya dan hanya 38% diantaranya dengan faktor internal individu dan lingkungan
yang memiliki tingkat workplace well-being yang kerjanya.
tinggi. Selain itu, 54.4% guru diketahui memiliki Hasil analisis regresi pada penelitian ini juga
kinerja yang masih rendah dan hanya sekitar 46% menunjukkan kontribusi yang cukup signifikan
guru yang menunjukkan kinerja yang tinggi. antara workplace well-being terhadap kinerja
Hasil analisis regresi linear pada variabel guru, yaitu sebesar 33%. Temuan pada penelitian
workplace wellbeing terhadap kinerja guru ini juga didukung oleh Warr (2009) yang
menunjukkan adanya pengaruh positif yang menemukan bahwa memperbaiki workplace well-
signifikan. Variabel workplace wellbeing being akan memberikan dampak yang positif bagi
diketahui memberikan pengaruh terhadap kinerja performa guru. Sayangnya, penelitian ini
guru sebesar 33.1% (R Square: 0.331). Hasil ini menemukan fakta bahwa lebih dari 50% guru
menunjukkan bahwa semakin tinggi workplace yang menjadi partisipan pada penelitian ini
well-being semakin tinggi kinerja guru sekolah memiliki workplace wellbeing dan kinerja yang
dasar. rendah.
Hasil analisis regresi linear pada variabel work Menurut Bahri (2011), kinerja setiap guru
family conflict terhadap kinerja guru berbeda-beda dikarenakan adanya karakteristik
menunjukkan adanya pengaruh negatif yang pada masing-masing guru tersebut. Guru yang
signifikan. Variabel work family conflict diketahui memiliki keinginan berprestasi cenderung akan

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol.7, 2, Oktober 2018

104
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.

memiliki kinerja yang optimal (Bahri, 2011). Banyak faktor-faktor yang luput dan tidak
Temuan pada penelitian ini perlu diteliti dalam penelitian ini. Kinerja guru diyakini
dipertimbangkan lebih lanjut dikarenakan kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya, baik
guru sangat dipengaruhi oleh workplace dari faktor internal individu guru tersebut maupun
wellbeing, yang artinya jika workplace wellbeing dari faktor eksternal, seperti fasilitas dan
guru masih rendah maka kinerja guru pun akan dukungan dari lingkungan kerja. Oleh karena itu,
menjadi kurang optimal. Idealnya, guru dapat beberapa faktor lainnya yang mungkin
mengoptimalkan kinerjanya agar keinginan berkontribusi terhadap kinerja guru perlu diteliti
pendidikan berstandar nasional dalam lebih lanjut guna mendapatkan pemahaman yang
meningkatkan potensi dan kualitas peserta didik lebih komprehensif.
dimasa depan. Oleh karena itu, workplace well- Berdasarkan hasil penelitian ini, guru
being guru terlebih dahulu diperhatikan karena diharapkan dapat mengevaluasi kinerjanya guna
faktor tersebut berperan dalam bentuk presepsi mengidentifikasi hasil kerjanya sudah cukup
guru terhadap pekerjaannya yang sedang dijalani optimal atau masih membutuhkan perbaikan atas
dan persepsi guru terhadap tempat kerjanya. kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan. Guru
Keterbatasan dalam segi waktu, tenaga dan juga idealnya meningkatkan workplace well-being
biaya pada penelitian ini mengakibatkan masih karena hal tersebut berdampak positif pada
terbatasnya temuan yang bisa dikembangkan. performa mengajar. Guru juga diharapkan dapat
Penggunaan kuesioner tertutup dalam terlibat aktif dalam mengikuti kegiatan dan
pengambilan data diprediksi cukup membatasi pelatihan yang dapat menambah wawasan dan
guru dalam memberikan jawaban. Beberapa guru meningkatkan kemampuan dalam
juga tidak bersedia meluangkan waktu untuk mengembangkan materi pengajaran yang kreatif
terlibat dalam penelitian ini dikarenakan jadwal dan menarik. Harapannya, peserta didik
yang bertabrakan dengan waktu pengisian rapor mendapatkna pengalaman pembelajaran yang
sekolah. Hal ini berdampak pada sedikitnya lebih nyaman dan tidak monoton. Workplace
jumlah sampel yang berhasil direkrut pada well-being pada guru dihadapkan dapat
penelitian ini. meningkatkan prestasi guru melalui tingkat
Sulitnya mencari sekolah sebagai institusi inovatif dan komitmen afektif guru sehingga
yang menjadi tempat perekrutan sampel penelitian berdampak pada prestasi organisasi, dalam hal ini
(guru) juga menjadi tantangan bagi peneliti sekolah.
selama proses pengambilan data. Jadwal yang Hasil penelitian ini juga memberikan
bentrok dengan pembagian rapor siswa dan libur gambaran awal bagi pemerintah terkait kondisi
hari raya menjadi penyebab utama penolakan workplace well-being guru beserta aspek
kerjasama pelaksanaan penelitian di sekolah psikologis lainnya yang mempengaruhi kinerja
tersebut. Bentroknya jadwal pengambilan data guru sekolah dasar di Indonesia. Pemerintah dapat
pada penelitian ini juga disebabkan oleh proses menjadikan temuan pada penelitian ini sebagai
adaptasi dan menerjemahkan alat ukur, termasuk referensi dalam meningkatkan kesejahteraan guru
uji coba alat ukur sebelum akhirnya layak di tempat kerjanya guna meningkatkan kinerja
digunakan pada penelitian ini. dan memperbaiki kekurangan dalam proses
Jumlah item penelitian yang cukup banyak pengajaran.
juga menjadi salah satu bahan evaluasi pada Penelitian selanjutnya disarankan untuk
penelitian ini. Partisipan mengeluhkan merasa mengeksplorasi lebih banyak variabel psikologis
lelah dan jenuh setelah mengerjakan kuesioner lainnya dengan melibatkan factor significant other
yang diberikan oleh tim peneliti. Hal ini juga guna memberikan penilaian kinerja atas guru
mungkin berdampak pada beberapa partisipan tersebut, seperti kepala sekolah, rekan guru atau
yang enggan terlibat dalam penelitian ini. murid yang diajar. Pengembangan penelitian
terkait kinerja guru dan work family conflict juga

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol.7, 2, Oktober 2018

105
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.

masih perlu dilakukan di masa yang akan datang Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi
guna memberikan gambaran kondisi guru di Selatan. Jurnal Medtek, 3.
lapangan. Penelitian serupa terkait topik ini juga
dapat menambah wawasan dan memberikan Chew, S.P (2014) Pengaruh Kesejahteraan di
kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan Tempat Kerja Sebagai Pengantar terhadap
di Indonesia. Hubungan antara Kepimpinan
Trabsformasi Pengetua dan Budaya
dengan Penambahbaikan Organisasi
5. Daftar Pustaka Sekolah Utara Semenanjung Malaysia.
Tesis. Universitas Sains Malaysia.
Aditya, Geri. (2014 Maret 14). Republika
Online. Wapres: Tingkatkan Kualitas Christine, W. S., Oktorina, M., & Mula, I. (2011).
SDM Indoensia Hal Yang Serius. Pengaruh konflik pekerjaan dan konflik
www.republika.co.id. keluarga terhadap kinerja dengan konflik
pekerjaan keluarga sebagai intervening
variabel (studi pada dual career couple di
Agustin, E. (2015). Pengaruh Motivasi Kerja Jabodetabek). Jurnal Manajemen dan
Terhadap Kinerja Guru Sekolah Dasar Kewirausahaan (Journal of Management and
Dabin IV Kecamatan Kajen Kabupaten Entrepreneurship), 12(2), pp-121.
Pekalongan. (Skripsi). Universitas Negeri
Semarang. p.49. Danna, K., & Griffin, R. W. (1999). Health and
Well-being in the workplace: A review
Anwarsyah, Wanda Irwanan & Alice, Salendu. and synthesis of the literature. Journal of
(2012). Hubungan Antara Job Demands management, 25(3), 357-384. Depdiknas,
Dengan Workplace Well-Being Pada (2010), Panduan Pengembangan
Pekerja Shift di Perusahaan. Jurnal Pembelajaran. Jakarta: Pusat Kurikulum
Psikologi Pitutur, 1(1), 1-13. Balitbang Diknas. p. 34-36

Ariyana, Mira., Muzdalifah, Fellianti., Rangkuti, Depdiknas, (2008), Penilaian Kinerja Guru.
Anna Armeini., Wahyuni, Lussy Jakarta: Ditjen PMPTK Depdiknas RI. p.
Dwiutami., apsari iriani Indri (2016). 8-21
Panduan Penulisan Skripsi. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta. Frone, M. R., Russell, M., & Cooper, M. L. (1994).
Relationship between job and family
Aryee, S., Fields, D., & Luk, V. (1999). A cross- satisfaction: Causal or noncausal
cultural test of a model of the work-family covariation? Journal of Management, 20(3),
interface. Journal of management, 25(4), 491- 565-579.
511.
Hasanah, D., & Sofia. (2010). Pengaruh
Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Pustaka Pendidikan Latihan (diklat)
Belajar. Cetakan X. Kepemimpinan Guru dan Iklim Kerja
terhadap Kinerja Guru Sekolah Dasar SE
Bahri, S (2011). Faktor yang Mempengaruhi Kecamatan Babakancikao Kabupaten
Kinerja Guru SD di Dataran Purwakarta. Jurnal Penelitian Pendidikan,
Tinggimoncong Kabupaten Gowa Provinsi 2(11), 1-4.
Selawesi Selatan. Jurnal Medtek. 3(2).
Bahri, S. (2011). Faktor yang Mempengaruhi Hasan, Zidni. (2013, Juni 8). Infobanknews
Kinerja Guru SD di Dataran Tinggimoncong Online. Indonesia dalam Bahaya SDM
Berkualitas. www.infobanknews.com
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol.7, 2, Oktober 2018

106
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.

Hidayah, Hanif., (2012) Pengaruh Kompetensi Kerja Dan Kinerja Guru. Jurnal
Profesional Guru, Motivasi Kerja Dan Manajemen Dan Akuntansi, 2(1), p.19.
Disiplin Keras Terhadap Kinerja Guru Maharani, Dian., (2013, Oktober 24).
Otomotif SMK Negeri Se Kabupaten Kompas Online. Komisi Kejaksaan:
Selatan. (Skripsi). Universitas negeri Kualitas SDM Jaksa Buruk.
Yogyakarta. www.kompas.com.

Indriyani, A. (2009). Pengaruh konflik peran Maharani, Dian., (2013, Oktober 24). Kompas
ganda dan stress kerja terhadap kinerja Online. Komisi Kejaksaan: Kualitas SDM
perawat wanita rumah sakit (studi pada Jaksa Buruk. www.kompas.com.
rumah sakit roemani muhammadiyah
semarang (Doctoral dissertation, Program Mangkungara, Anwar Prabu. (2007). Manajemen
Pascasarjana Universitas Diponegoro). Sumber Daya Manusia Perusahaan. (Ed.),
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jaedun, Amat., (2009), Evaluasi Kinerja
Profesional Guru. In: Puslit Dikdasmen, Mangkunegara, A. A. P., & Puspitasari, M. (2015).
Lemit UNY, Refleksi Profesi Guru Kecerdasan Emosi Guru, Stres Kerja, dan
Bersertifikassi Profesional, DIKPORA Kinerja Guru SMA. Jurnal
Kabupaten Cilacap, 1-2 Kependidikan, 45(2).

Nurhayati, B. (2006). Faktor-Faktor yang


Kaihatu, Thomas & Rini, Wahju. (2007).
mempengaruhi profesionalisme dan kinerja
Kepemimpinan Transformasionmal dan guru Biologi di SMAN Kota Makassar
pengeruhnya terhadap kepuasan atas Sulawesi Selatan. Mimbar Pendidikan, 4(25),
kualitas kehidupan kerja, komitmen 64-70.
organisasi, dan perilaku ekstra peran:
studi pada guru-guru SMU di kota Page, Kathryn. (2005). Subjective well-being in
Surabaya.Jurnal managemen dan the workplace, Thesis.School of
kewirausahaan, 98(1),49-61. Psychology Faculty of Health and
Behavioural Sciences Deakin University.
Kerlinger, Fred.N., (2004). Asas Asas Penelitian
Behavioral. Gadjah Mada University Page, K. M., & Vella-Brodrick, D.A. (2009). The
Press. Edisi Ketiga, Cetakan Kesepuluh. ‘What’, ’Why’, and ‘How’ of Employee
well-being; A New Model. Soc Indic Res,
Kinerja Guru bersertifikasi Belum Memuaskan. 90, p.441-458.
(2009, Oktober 6). Kompas. Retrieved
from Ping, Chen Siew. (2014). Pegaruh Kesejahteraan
http://edukasi.kompas.com/read/2009/10/0 Di Tempat Kerja Sebagai Pengantar
6/18242090/kinerja guru Terhadap Hubungan Antara Kepimpinan
bersertifikat.belum.memuaskan. Trasformasi Pengetua Dan Budaya
Dengan Penambahbaikan Organisasi
Kinerja Guru Rendah. (2009, Oktober 7). Sekolah Utama Semenanjung Malaysia.
Kompas. Retrieved from (Tesis). Univertisi Sains Malaysia.
http://nasional.kompas.com/read/2009/10/
07/02424962/twitter.com Puspitasari, Wuryanto. (2013, November 1).
Antaranews Online. BKKBN: Kualitas
Liana, Yuyuk. (2012). Iklim Organisasi Dan SDM Indonesia Masih Rendah.
Motivasi Berprestasi Terhadap Kepuasan www.antaranews.com.
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol.7, 2, Oktober 2018

107
Herwanto Aspek-aspek Psikologis yang Berpengaruh terhadap Kinerja
Fitrah Tul Ummi Profesional Guru Sekolah Dasar (SD)
Dewi Rustiana
Pratitasari Retna H.

Sadana, S., & Vany, E. A. (2014). Pengaruh


Rangkuti, A. A. (2012). Konsep dan teknik Employee Engagement dan Workplace
analisis data penelitian kuantitatif bidang Well-being terhadap Turnover Intention
psikologi dan pendidikan. Jakarta: FPPsi. (Studi pada kantor Akuntan Publik ABC &
Rekan).
Rice, Phillip L. (1999). Stress and Health.
Brooks/Cole Publishing Company. Third Sugiyanto, E., Irawati, Z., & Padmantyo, S. (2016).
Edition. Konflik Pekerja-Keluarga dan Pengaruhnya
terhadap Kinerja Pegawai (Studi Kasus
Rikantika, R. (2016) Pengaruh Work Family Conflict Rumah Sakit Berbasis Islam Di
dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Surakarta). IQTISHADIA Jurnal Kajian
Karyawan (Studi pada Pegawai Wanita Ekonomi Dan Bisnis Islam, 9(1).
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta) (Doctoral dissertation, Susanto, H. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi
Fakultas Ekonomi Universitas kinerja guru Sekolah Menengah
Muhammadiyah Yogyakarta). Kejuruan. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2(2).

Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran Syahril, N., & Widyarini, N. (2007). Kepribadian,
Mengembangkan Profesional Guru. Edisi Kepemimpinan transformational, dan
Kedua. Jakarta: Rajawali. perilaku kepuasan organisasi. Jurnal
Psikologi Universitas Gunadarma,
Sangadji, Etta Mamang., & Sopiah. (2010). Vol.1,No.1.
Metodologi penelitian: Pendekaan Praktis
Dalam Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Toro, K. (2013, November 2). Kompasiana
ANDI Online. Menilik Indeks Sumber Daya
Manusia Indonesia,
Simanjuntak, Payaman J. (2005). Manajemen dan www.kompasiana.com.
Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI
Trisna, Vitalis, Yogi. (2013, Oktober 3). Kompas
Siregar, Syofian. (2013). Statistik Parametrik Online, Taraf Kesehatan Rendah,
untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT. Peringkat Sumber Daya Manusia RI di
Bumi Aksara. Urutan Ke 53. www.kompas.com.

Sopiah, & Sangadji, M. (2010). Metodologi UU. RI. No. 20 Tahun (2003). Sistem Pendidikan
Penelitian (pendekatan praktis dalam Nasional. Jakarta: Asokadikta dan Durat
penelitian). CV. Andi Offset. Bahagia.

UU. RI. No. 14 Tahun (2004). Guru dan Dosen.


Srinalia, S. (2015). Faktor-Faktor Penyebab
Rendahnya Kinerja Guru dan Korelasinya Bandung: Citra Umbara. Undang-Undang
terhadap Pembinaan Siswa: Studi Kasus di Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru Dan
SMAN 1 Darul Imarah Aceh Besar. Jurnal Dosen. Mendiknas RI, Jakarta. Retrieved
Ilmiah Didaktika, 15(2), 193-207. from
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/20
Suci, Upik Ambarwati. (2015). Pengaruh 05/14TAHUN2005UU.htm
Motivasi Kerja dan Implementasi

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol.7, 2, Oktober 2018

108
Volume XX, Nomor XX, Bulan Tahun http://doi.org/10.21009/JPPP

JUDUL, BAHASA INDONESIA, TIMES NEW ROMAN


16pts, MAKSIMAL 12 KATA

Penulis 1 (tanpa gelar)* Penulis 2 (tanpa gelar)**

*Instansi Penulis 1
**Instansi Penulis II

DOI: https://doi.org/10.21009/JPPP.XXX.XX (Diisi oleh pengelola)

Alamat Korespondensi:
Alamat e-mail

ABSTRACT
Abstract disajikan dalam bahasa Inggris dengan jumlah kata maksimal 200 kata. Abstract disajikan dengan
menggunakan Font Times New Roman 11pts, spasi 1,0. Abstract harus memuat tujuan penelitian, metode
penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, dan temuan hasil penelitian.

Keywords
Keywords disajikan dengan menggunakan bahasa Inggris, dengan jumlah keywords sebanyak 3 – 5 keywords.
Seluruh keywords disajikan dalam huruf kecil.

1. Pendahuluan 3. Hasil Penelitian dan Diskusi


Pendahuluan disajikan dalam dua kolom. Di Hasil penelitian dan diskusi memuat hasil-hasil
dalam pendahuluan tidak perlu menyebutkan temuan di dalam penelitian yang dianggap penting
judul penelitian. Pendahuluan disajikan dan utama dan interpretasi hasil penelitian.
menggunakan APA Style dengan font Times New Diskusi menyajikan argumen yang
Roman 12pts, spasi 1,0 dan jenis kertas A4. dikemukakan oleh penulis dengan
Pendahuluan memuat latar belakang penelitian menghubungkan hasil penelitian dan teori yang
yang didukung dengan konsep, teori, dan hasil digunakan atau hasil penelitian yang relevan.
penelitian yang relevan. Pada akhir pendahuluan Selain itu, diskusi juga memuat keterbatasan
harus disajikan tujuan penelitian secara jelas. penelitian yang bisa dijadikan rekomendasi untuk
penelitian lanjutan serta dampak hasil penelitian
2. Metode Penelitian terhadap pengembangan konsep keilmuan.
Hasil penelitian dan diskusi disajikan
Metode penelitian berisi jenis penelitian,
menggunakan APA Style dengan font Times New
metode penelitian yang digunakan, pedekatan
Roman 21pts dan spasi 1,0.
penelitian yang digunakan (kuantitatif/kualitatif),
variabel penelitian, jenis data penelitian,
4. Kesimpulan
responden penelitian (populasi dan sampel),
teknik pengumpulan data, instrumen penelitian Kesimpulan memuat jawaban pertanyaan
yang digunakan, dan teknik analisis data. penelitian dan dampaknya terhadap
Metode penelitian disajikan menggunakan font pengembangan keilmuan.
Times New Roman 12pts, spasi 1,0.

1
Penulis 1 Judul Artikel
Penulis 2

5. Daftar Pustaka Engelmore, R., Morgan, A. eds. (1986).


Blackboard Systems. Reading, Mass.:
Daftar pustaka disajikan dengan menggunakan
Addison-Wesley. ← BUKU
APA Style dan diurut sesuai abjad. Berikut contoh
penyajian Daftar Pustaka:
Hasling, D.W., Clancey, W.J., Rennels, G.R.
(1983). Strategic Explanations in
Bhavsar, D.S., Saraf, K.B. (2002). Morphology of
Consultation. The International Journal of
PbI2 Crystals Grown by Gel Method. Man-Machine Studies, 20(1): 3-19. ←
Crystal Research and Technology, 37: 51– JURNAL ILMIAH
55 ← JURNAL ILMIAH
Ivey, K.C. (2 September 1996). Citing Internet
Clancey, W.J. (1983). Communication,
sources URL http://www.eei-
Simulation, and In-telligent Agents:
alex.com/eye/utw/96aug.html.
Implications of Personal Intelligent
←WEBSITE
Machines for Medical Education. In
Proceedings of the Eighth International
Rice, J. (1986). Poligon: A System for Parallel
Joint Conference on Artificial Intelligence,
Problem Solving, Technical Report, KSL-
556-560. Menlo Park, Calif.: International
86-19, Dept. of Computer Science,
Joint Conferences on Artificial
Stanford Univ. ← REPORT
Intelligence, Inc. ← KONFERENSI/
PROSIDING
Robinson, A.L. (1980). New Ways to Make
Microcircuits Smaller. Science, 208: 1019-
Clancey, W.J. (1979). Transfer of Rule-Based
1026. ← JURNAL ILMIAH
Expertise through a Tutorial Dialogue. PhD
Dissertation, Department of Computer
Science, Stanford University.
← SKRIPSI/TESIS/DISERTASI

Penyajian Tabel dan Gambar urutan tabel. Judul tabel dan nomor tabel diketik
Berikut ini disajikan format penyajian Tabel menggunakan font Times New Roman 11pts dan
dan Gambar di dalam artikel untuk Jurnal cetak tebal. Judul kolom pada tabel menggunakan
Penelitian dan Pengukuran Psikologi. font Times New Roman 11pts dan cetak tebal.
Selebihnye menggunakan font Times New Roman
Tabel 11pts. Tabel disajikan tanpa menggunakan garis
Tabel disajikan dalam format 1 kolom. Judul vertikal (horizontal saja) seperti contoh berikut:
tabel diletakkan di atas tabel disertai nomor sesuai

Tabel 1. Contoh Penyajian Tabel


Metode Concordance Panjang tes Ukuran Sampel Max Min
100 1,111 0,301
20
150 1,097 0,227
Linier
100 1,506 0,748
30
150 1,250 0,649
100 1,142 0,415
20
150 1,139 0,367
Ekipersentil
100 1,325 0,718
30
150 1,345 0,800

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. , No. , Bulan Tahun (Diisi oleh pengelola) 2
Penulis 1 Judul Artikel
Penulis 2

Gambar urutan gambar. Judul gambar dan nomor gambar


Gambar disajikan dalam format 1 kolom. Judul diketik menggunakan font Times New Roman
gambar diletakkan di bawah gambar dengan 11pts dan cetak tebal. Gambar disajikan seperti
format center (tengah) disertasi nomor sesuai contoh berikut:

Gambar 1. Contoh Penyajian Gambar

Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi, Vol. , No. , Bulan Tahun (Diisi oleh pengelola) 3
JPPP
Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi

P
Program Studi Psikologi
Universitas Negeri Jakarta

Anda mungkin juga menyukai