Best Practice atau praktik terbaik sangat diperlukan untuk medukung program guru
pembelajar (GP) yang telah menggerakan para guru berupaya memenuhi stadar kompetensi
pedagogik dan professionalnya. Pergerakan telah bergulir pada program belajar tatap muka,
moda jejaring, dan daring kombinasi. Progam disambut antusias, selain karena kepentingan
menambah ilmu, para guru bersiap belajar dan mengikuti penilaian karena kekhawatiran
hasilnya berpengaruh terhadap tunjangan sertifikasi. Di sisi lain MGMP menggeliat
menjadi organisasi guru pembelajar.
Semangat guru belajar yang meningkat tentu perlu ditindaklanjuti dengan penguatan Best
Practice. Hal tersebut sejalan dengan hasil studi Hausman dan Goldring (2001) yang
menyatakan bahwa kolaborsinya guru harus memusatkan perhatian terhadap perubahan
sekolah. Kegiatan MGMP dapat meningkatkan daya kolaborasinya yang semakin diperlukan
dalam peningkatan penguasaan pengetahuan guru. Diharapkan, program MGMP dapat
peningkatan keprofesian guru serta berpengaruh baik terhadap perbaikan hasil belajar siswa
dalam kelas.
Mengangkat data dari aktivitas guru dalam selama ini terkendala dengan kurangnya
pengembangan mengembangkan model terbaik dalam bentuk best practice. Dengan demikian
untuk menyambungkan antara program guru pembelajar dengan peningkatkan mutu hasil
belajar siswa, pengembangan model-model perlu didorong agar guru melakukan penelitian
terhadap perbaikan proses mengajarnya dalam kelas.
Best Practice adalah metode atau teknik yang sudah konsisten menunjukkan hasil baik dapat
digunakan sebagai acuan. Sementara itu, Pada wikipedia dinyatakan bahwa best practice
sudah diakui keunggulannya karena sebagai teori telah terbukti menjadi solusi alternatif
untuk mencapai hasil kerja terbaik berdasarkan riset.
Para meneliti untuk mendapat best practice telah mencermati proses dan hasil kerja secara
teliti dan berulang-ulang. Jauh sebelum metode ini digunakan dalam bidang pengajaran,
studi sudah diterapkan dalma proses atau hasil pada bidang ekonomi. Dari usaha ini lahirk
model ISO yang dikenal luas dalam mengukur pemenuhan standar. Belakangan di Indosia
penerapannya diperluas dalam bidang pengajaran.
Kini penelitian ilmiah terhadap penggunaan metode dalam melaksanakan tugas para guru
telah dipergunakan secara luas untuk mendeskripsikan tenaga pendidik dan kependidikan.
Kegiatan best practice guru bertolak dari rencana pembelajaran, menerapkan strategi atau
menerapkan metode untuk menghasilkan outpout yang memenuhi standar. Para guru dapat
memetakan kekuatan penerapan metode dan dampak terhadap hasil belajar siswa, laporannya
menjadi acuan yang lain dalam mengerjakan hal yang sama atau menjadi sumber inspirasi
tumbuhnya ide baru.
Menghimpun teori yang akan digunakan sebagai acuan merupakan bagian penting dalam
mengembangkan best practice. Untuk itu guru dapat menghimpun berbagai prinsip
pembelajaran yang efektif dengan menerapkan pendekatan saintif. Yang perlu mendapat
perhatian guru yaitu; perencanaan pembelajaran, menerapkan pendekatan dan penerapan
metode pada proses pembelajaran, dan menilai pencapain kompetensi siswa.
Untuk mempersiapkan pembelajaran guru dapat memperhatikan contoh acuan teori yang
akan digunakan. Contoh penggunaan prinsip pembelajaran yang diadaptasi dari model best
practice dari Australia.
1. Merumuskan tujuan spesifik dan terukur sebagai alat ukur keberhasilan pelaksanaan
pembelajaran
2. Memeragakan dan membicarakan fakta secara ringkas untuk mebangkitkan
partisipasi siswa.
3. Mengembangkan pertanyaan untuk mengetahui hal yang sudah siswa kuasai dan
belum siswa kuasai.
4. Mengembangkan rencana belajar dengan menggunakan diagram.
5. Mengarahkan siswa belajar dari yang praktis agar keterampilan mereka relevan
dengan kebutuhan hidupnya.
6. Mendorong siswa untuk berbagi informasi dan pendapat
7. Memberikan waktu belajar yang fleksibel
8. Memfasilitasi siswa beraktivitas dan berkolaborasi dalam kelompok
9. Mengembangkan kompetensi menguasai materi dan menerapkan strategi belajar
10. Mengembangkaan kemampuan berpikir metakognisi.
Teori menggambarkan tentang yang seharusnya. Kebenarannya sudah diuji. Oleh karena itu,
masalah dapat dilihat pada kesenjangan antara teori dengan realita. Memilih masalah yang
tepat merupakan salah satu kunci sukses memilih best practice Cara mendingkan antara
kondisi ideal dengan yang seharusnya dapat dilihat pada contoh berikut:
Kondisi yang seharusnya: Guru menggunakan metode project based learning untuk
memfasilitasi siswa menunjukan penguasaan tiap indikator kompetensi.
Gejala: Hanya dua siswa seluruh siswa yang mengikuti pelajaran belum memperlihatkan
kecakapan bertanya dan berpikir metakognisi.
Masalah:
Salah satu bentuk solusi menyelesaikan masalah yaitu melaksanakan kegiatan dengan judul
berikut:
Program:
Peningkatan keterampilan guru menggunakan metode project based learning berbasis fakta
dalam mengajar untuk mengembangkan keterampilan siswa menyusun pertanyaan dan
berpikir metakognisi
Dengan memperhatikan contoh program seperti itu, maka guru menggunakan kemampuan
berpikir metakognisi dan bentindak efektif melaksanakan belajar mandiri mengembangkan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan agar dapat melaksanakan pembelajaran sesuai
standar. Ia meningkatkan belajar membaca agar memperbanyak membaca sehingga belajar.
Guru meningkatkan daya literasinya.
Proses Pengamatan
Pelaksanaan penelitian best practice dalam sistem pembelajaran pada hakekatnya merupakan
kegiatan mengamati efektivitas untuk menghimpun data dalam melaksanakan tugas
sehingga diperoleh data keunggulan proses dan hasil. Jika itu diterapkan dalam proses
mengajar, maka yang diamati adalah kesesusaian pelaksanaan dengan skenario yang
dirancang dalam RPP serta meneliti pencapaian belajar siswa. Dengan demikian guru
mengamati dirinya sendiri dengan mencatat fakta sesuai dengan proposal.
Kesulitan guru dalam proses kerja ini ialah kurang cermat mencatat fakta. Pada catatan hasil
pengamatan guru sering tergiur mengcatat opininya. Oleh karena itu, ada baiknya sebelum
proses observasi dimulai, guru melihat terlebih dahulu perbedaan fakta dengan opini.
Sebelum observasi dimulai maka siapkan format untuk mengimpun data atau bukti fisik yang
relevan untuk menjawab masalah.
Setiap pertanyaan perlu dijawab dengan hasil analisis data. Pada akhirnya, jika guru terbukti
telah menerapkan metode pembelajaran seperti yang seharusnya dan telah membuat siswa
mecapai keunggulan hasil belajarnya melebihi pada proses penggunaan metode yang
sebelumnya, maka proses pelaksanaan tugas guru dinyatakan menerapkan best practice.
Hasil penelitian selajutnya dirumuskan dalam bentuk laporan penelitaan ilmiah mengenai
best practice. Sebaimana karya ilmiah lainnya, sebelum menyusun laporan guru
mengembangkan daftar isi seperti yang termuat dalam lampiran
APORAN WORKSHOP SEKOLAH MODEL KOTA BALIKPAPAN
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem pendidikan nasional yang didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan
dan martabat manusia Indonesia. Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib
melakukan penjaminan mutu pendidikan sebagaimana diamanatkan di dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 19 tahun 2005. Penjaminan mutu pendidikan ini bertujuan untuk memenuhi
atau melampaui Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Setiap satuan pendidikan beserta seluruh komponen didalamnya memiliki tanggungjawab dalam
peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan. Peningkatan mutu di satuan pendidikan tidak dapat
berjalan dengan baik tanpa adanya budaya mutu pada seluruh komponen satuan pendidikan. Untuk
peningkatan mutu sekolah secara utuh dibutuhkan pendekatan yang melibatkan seluruh komponen
satuan pendidikan (whole school approach) untuk bersama-sama memiliki budaya mutu. Agar
penjaminan mutu dapat berjalan dengan baik di segala lapisan pengelolaan pendidikan telah
dikembangkan sistem penjaminan mutu pendidikan yang terdiri dari Sistem Penjaminan Mutu
Internal (SMPI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SMPE).
Sistem penjaminan mutu yang berjalan di dalam satuan pendidikan dan dijalankan oleh seluruh
komponen dalam satuan pendidikan disebut sebagai SPMI. SPMI mencakup seluruh aspek
penyelenggaraan pendidikan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP.
Sistem penjaminan mutu ini dievaluasi dan dikembangkan secara berkelanjutan oleh satuan
pendidikan dan juga ditetapkan oleh satuan pendidikan untuk dituangkan dalam pedoman
pengelolaan satuan pendidikan serta disosialisasikan kepada pemangku kepentingan satuan
pendidikan. Agar pelaksanaan SPMI dapat dilakukan oleh seluruh satuan pendidikan dengan optimal,
perlu dikembangkan satuan pendidikan yang akan menjadi model penerapan penjaminan mutu
pendidikan secara mandiri, yang selanjutnya disebut sekolah model, sebagai gambaran langsung
kepada satuan pendidikan lain yang akan menerapkan penjaminan mutu pendidikan sehingga terjadi
pola pengimbasan pelaksanaan penjaminan mutu hingga ke seluruh satuan pendidikan di Indonesia.
Sekolah model akan dibina bersama sama oleh LPMP dibantu oleh fasilitator daerah. Pembinaan
yang diterima oleh sekolah dalam bentuk pelatihan, pendampingan, supervisi serta monitoring dan
evaluasi. Pembinaan tersebut dilakukan hingga sekolah tersebut mampu melaksanakan penjaminan
mutu pendidikan secara mandiri. Kemandirian sekolah diukur oleh LPMP pada kegiatan monitoring
dan evaluasi sesuai instrumen yang disediakan. Pembinaan pengembangan sekolah model di awali
dengan pelaksanaan Workshop Sekolah Model yang akan di laksanakan di 15 Kab/Kota di Propinsi
Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan;
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 49 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan;
e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan;
f. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
g. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 37 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan;
1. Memberikan pemahaman kepada Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah dan guru dan Komite Sekolah
tentang Program Sekolah model.
2. Memberikan keterampilan tentang mekanisme pelaksanaan sistem Penjaminan Mutu Internal di
sekolah model.
3. Memberikan pemahaman tentang Mekanisme Pemetaan mutu di sekolah dan penyusunan rencana
pemenuhan mutu serta pelaksanaan pemenuhan mutu.
4. Memahami mekanisme pendampingan , pengimbasan sekolah model serta monitoring dan evaluasi.
3. Pendalaman tentang bagaimana menerapkan siklus penjaminan mutu internal mulai dari
memetakan mutu, perencanaan peningkatan mutu, implementasi peningkatan mutu, monitoring
dan evaluasi hingga penetapan standar baru serta strategi baru.
4. Penguatan tentang bagaimana menjalankan pengelolaan sekolah yang ideal serta bagaimana cara
meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah
5. Penguatan tentang bagaimana mengimplementasikan pembelajaran sekolah yang ideal serta
bagaimana cara meningkatkan kualitas pembelajaran
6. Pembentukan tim penjaminan mutu sekolah sebagai penanggungjawab aktivitas penjaminan mutu
di sekolah
7. Pendalaman bagaimana melakukan pengimbasan praktek penjaminan mutu internal kepada sekolah
lain.
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
B. Sasaran
1 Samarinda 16 16 16 48 96
2 Balikpapan 16 16 16 48 96
3 Penajam Paser Utara 16 16 16 48 96
4 Paser 16 16 16 48 96
5 Bontang 16 16 16 48 96
6 Kutai Timur 16 16 16 48 96
7 Kutai Kartanegara 16 16 16 48 96
8 Kutai Barat 16 16 16 48 96
9 Mahakam Ulu 5 5 5 15 30
10 Berau 16 16 16 48 96
11 Tarakan 16 16 16 48 96
12 Bulungan 16 16 16 48 96
13 Malinau 16 16 16 48 96
14 Tana Tidung 5 5 5 15 30
15 Nunukan 14 14 14 42 84
Jumlah 216 216 216 648 1296
C. FASILITATOR
Sebagai fasilitator adalah Widyaiswara yang telah mengikuti pelatihan tingkat nasional/fasnas dan
pelatihan tingkat daerah/fasda berjumlah 2 narasumber setiap TPK di 15 Kab/Kota.
STRUKTUR PROGRAM
Jumlah 44
TAHUN 2016
No. Waktu
Hari Hari Hari Hari Ke Hari Ke
Pertama Kedua Ketiga empat Lima
5 11.15 – 12.00 A1 B3 - B8 C1
7 14.15 – 15.00 A2 B4 B7 B8 C1
BAB III
HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
Sekolah model adalah sekolah yang menerapkan seluruh siklus penjaminan mutu pendidikan secara
sistemik, holistik, dan berkelanjutan, sehingga budaya mutu tumbuh dan berkembang secara
mandiri pada sekolah tersebut.
Sekolah model dipilih dari sekolah yang belum memenuhi SNP untuk dibina oleh LPMP agar dapat
menerapkan penjaminan mutu pendidikan di sekolah mereka sebagai upaya untuk memenuhi SNP.
Pembinaan oleh LPMP dilakukan hingga sekolah telah mampu melaksanakan penjaminan mutu
pendidikan secara mandiri. Sekolah model dijadikan sebagai sekolah percontohan bagi sekolah lain
yang akan menerapkan penjaminan mutu pendidikan secara mandiri. Sekolah model memiliki
tanggungjawab untuk mengimbaskan praktik baik penerapan penjaminan mutu pendidikan kepada
lima sekolah di sekitarnya, sekolah yang diimbaskan ini selanjutnya disebut dengan sekolah imbas.
Pemilihan sekolah yang akan dibina untuk dijadikan sekolah model memperhatikan beberapa
kriteria, antara lain:
Pemetaan mutu yang dilakukan oleh LPMP terhadap sekolah tersebut dapat digunakan sebagai data
dasar penetapan pencapaian sekolah terhadap SNP. Data hasil pemetaan tersebut diberikan kepada
sekolah untuk digunakan sebagai data dasar dalam pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan ke
depan.
2. Seluruh komponen sekolah bersedia dan berkomitmen untuk mengikuti seluruh rangkaian
pelaksanaan pengembangan sekolah model.
Sekolah model akan dibina oleh LPMP dibantu oleh fasilitator daerah. Pembinaan yang diterima oleh
sekolah dalam bentuk pelatihan, pendampingan, supervisi serta monitoring dan evaluasi. Pembinaan
tersebut dilakukan oleh LPMP hingga sekolah tersebut mampu melaksanakan penjaminan mutu
pendidikan secara mandiri. Kemandirian sekolah diukur oleh LPMP pada kegiatan monitoring dan
evaluasi sesuai instrumen yang disediakan.
Pada tahun 2016 di laksanakan rangkaian kegiatan penjaminan mutu pendidikan. Kegiatan
Workshop sekolah model adalah kegiatan yang pertama di laksanakan pasca rakor penjaminan mutu
pendidikan yang di laksanakan di LPMP Kalimantan Timur.
Program Pengembangan Sekolah Model pada tahun anggaran 2016 yang dilakukan di LPMP terdiri
atas beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut:
Ada pun tahapan kegiatan dalam pengembangan sekolah model meliputi kegiatan kegiatan:
No Kegiatan
1 Persiapan
Sosialisasi dan koordinasi
Pengusulan calon sekolah
Penetapan sekolah
Penyiapan dan seleksi fasilitator daerah
2 Pelatihan/WorkshopSekolah Model
3 Implementasi Sekolah Model
Pendampingan SPMI di Sekolah Model
Pengimbasan
4 Monitoring dan Evaluasi
5 Potret Sekolah Model
6 Diseminasi
Workshop Sekolah model menjadi kegiatan lanjutan pasca Rakor Penjaminan Mutu Pendidikan dan
Penetapan sekolah model. Kegiatan berlangsung di 10 Kabupaten Kota di Propinsi Kalimantan Timur
dan 5 Kabupaten Kota di Propinsi Kalimantan Utara.
Workshop Sekolah Model Kalimantan Timur:
NO KABUPATEN/KOTA TANGGAL
1 Balikpapan 27 September s.d 3 Oktober 2016
2 Penajam Paser Utara 27 September s.d 3 Oktober 2016
3 Paser 27 September s.d 3 Oktober 2016
4 Bontang 27 September s.d 3 Oktober 2016
5 Kutai Timur 27 September s.d 3 Oktober 2016
6 Mahakam Ulu 26 September s.d 4 Oktober 2016
7 Berau 27 September s.d 3 Oktober 2016
8 Malinau 27 September s.d 3 Oktober 2016
9 Tarakan 27 September s.d 3 Oktober 2016
10 Samarinda 9 s.d 15 Oktober 2016
11 Kutai Kartanegara 9 s.d 15 Oktober 2016
12 Kutai Barat 9 s.d 15 Oktober 2016
13 Bulungan 9 s.d 15 Oktober 2016
14 Nunukan 9 s.d 15 Oktober 2016
15 Tana Tidung 9 s.d 15 Oktober 2016
Dari hasil dua tahap pelaksanaan Workshop Sekolah Model, peserta yang hadir :
NO PESERTA JUMLAH
1 Pengawas 16
2 Komite/Orang Tua 15
Guru
3 SD 28
4 SMP 24
5 SMA 8
6 SMK 4
JUMLAH 95
Setiap satuan pendidikan beserta seluruh komponen didalamnya memiliki tanggungjawab dalam
peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan. Peningkatan mutu di satuan pendidikan tidak dapat
berjalan dengan baik tanpa adanya budaya mutu pada seluruh komponen satuan pendidikan. Untuk
peningkatan mutu sekolah secara utuh dibutuhkan pendekatan yang melibatkan seluruh komponen
satuan pendidikan (whole school approach) untuk bersama-sama memiliki budaya mutu. Agar
penjaminan mutu dapat berjalan dengan baik di segala lapisan pengelolaan pendidikan telah
dikembangkan sistem penjaminan mutu pendidikan yang terdiri dari Sistem Penjaminan Mutu
Internal (SPMI)
Sistem penjaminan mutu internal pada umumnya adalah satu system yang secara garis besarnya
yaitu melaksanakan 5 siklus di dalam pengelolaan sekolah atau satuan pendidikan lain semacam
disdik. 5 siklus itu adalah pemetaan mutu, perencanaan pemenuhan mutu, implementasi
pemenuhan mutu, audit mutu internal/evaluasi dan penetapan standar baru denga harapan telah
terjadi peningkatan. Kelima siklus ini terus di laksanakan dengan menciptakan perangkat untuk
pelaksanaannya seperti adanya struktur pelaksana SPMI, dokumen dokumen 8 standar, instumen
evaluasi diri/audit mutu internal. SPMI mencakup seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan
dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya untuk mencapai SNP. Sistem penjaminan mutu ini
dievaluasi dan dikembangkan secara berkelanjutan oleh satuan pendidikan dan juga ditetapkan oleh
satuan pendidikan untuk dituangkan dalam pedoman pengelolaan satuan pendidikan serta
disosialisasikan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan.
Pemetaan mutu menjadi hal yang sangat penting di lakukan sekolah karena menjadi siklus pertama
bagi 5 siklus SPMI. Dalam kegiatan pemetaan mutu di lakukan identifikasi terhadap setiap kelebihan
atau kekurangan sekolah dengan instrumen yang di pergunakan dapat dari instrumen EDS, atau
insturmen akreditasi sekolah dan insturmen lainya.Menetapkan permasalahan dan akar
permasalahan yang dihadapi oleh sekolah terkait pemenuhan SNP berdasarkan indikator kondisi
sekolah yang capaiannya kurang dari standar . Dilakukan analisis terhadap hasil pemetaan, proses
pengolahan dan analisis data sesuai dengan hasil untuk mengidentifikasi hal yang perlu
diperbaiki untuk pemenuhan mutu pendidikan.
Pemenuhan dan peningkatan mutu berdasarkan SNP dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu (1)
mutu pengelolaan sekolah dan (2) mutu kurikulum dan pembelajaran. Merupakan kelanjutan
dari perencanaan yang sudah di laksanakan. Untuk Pelaksanaan implementasi harus disediakan
juga tools atau perangkat pendukung seperti adanya dokumen kebijakan mutu, manual mutu,
instruksi kerja dan ketersediaan boring/formulir formulir pendukung.
8. Penyusunan Rencana dan Pelaksanaan Evaluasi
Evaluasi diri menjadi siklus berikutnya dari SPMI setelah implementasi. Yaitu untuk melihat sejauh
mana capaian pelaksanaan program pemenuhan mutu yang sudah di laksanakan oleh sekolah dalam
pengelolaan manajemen atau dalam pengelolaan pembelajaran.
9. Pembentukan Tim SPMI Sekolah
Pembentukan tim system penjaminan mutu internal di sekolah dimaksudkan untuk melaksanakan
SPMI di sekolah, secara garis besar di pimpin oleh Kepala Sekolah dan tenaga PTK yang di tunjuk. tim
SPMI ini bertugas menjalankan segala aspek berkait pelaksanaan SPMI dari proses pemetaan ,
Perencanaan pemenuhan mutu, implementasi pemenuhan mutu, evaluasi dan penetapan standar
baru oleh sekolah. Tugas mereka antara lain menyiapkan dokumen dokumen pelaksanaan dan
dokumen evaluasi serta format format pendukung implementasi dan evaluasi.
10. Pendampingan Sekolah Model/Pengimbasan ke sekolah Imbas
Sekolah model di harapkan dapat menjadi sekolah contoh bagi pelaksanaan SPMI terhadap sekolah
lain. Namun sekolah mempunyai kewajiban untuk mengimbaskan pelaksanaan SPMI kepada sekolah
lain di sekitarnya. Dalam pelaksanaan Wrokshop Sekolah Model Kota Balikpapan, di usulkan daftar
sekolah imbas sebagai berikut:
1 SMPN 12 Balikpapan
3 SMP PD 1 Balikpapan
1 SMPN 11 Balikpapan
1 SMPN 8 Balikpapan
3 SMPN 19 Balikpapan
1 SMP N 15 Balikpapan
1 SMP N 10 Balikpapan
3 SMP N 21 Balikpapan
1 SMP N 9 Balikpapan
3 SMPN 20 Balikpapan
1 SMAN 3 Balikpapan
14 SMAN 4 Balikpapan
2 SMAN 5 Balikpapan
3 SMAN 9 Balikpapan
1 SMAN 2 Balikpapan
3 SMAN 8 Balikpapan
1 SMKN 3 Balikpapan
3 SMKN 6 Balikpapan
BAB IV
A. Kesimpulan
1. Sekolah pada umumnya telah memahami bagaimana mekanisme pengembangan SPMI, bagaimana
melaksanakan program sekolah model.
2. Dengan workshop yang di berikan di harapkan sekolah memahami akan mekanisme pengembangan
Sekolah Model secara lebih baik.
3. Pengembangan dokumen Sekolah Model seperti SK, adanya instruksi kerja , dokumen program
sekolah yang telah di masukkan program Sekoah Model dan dokumen lain harus terus di
kembangkan.
4. Proses pembelajaran berbasis SNP yang di lakukan dengan terus melakukan praktik yang baik harus
terus di tingkatkan
5. Sekolah siap melaksanakan tindaklanjut Workshop yakni melakukan pengimbasan ke sekolah di
sekitar sebanyak 3 sekolah/
B. Saran-saran
Bagi Sekolah,
1. Melakukan kegiatan diklat, workshop, seminar, diantaranya melalui kegiatan KKG/MGMP untuk
peningkatan mutu pendidikan di sekolah secara terus menerus, sehingga dalam proses pemetaan
mutu kedepannya tidak mengalami kendala, demikian juga dalam pengembangan sekolah model
secara keseluruhan.
2. Melalui hasil pemetaan mutu tingkat sekolah dapat di tingkatkan hal-hal yang masih kurang untuk
kepentingan pengembangan kedepannya.
3. Melakukan perencanaan program secara lebih baik dengan pedoman, panduan Sekolah Model,
panduan Audit internal, Naskah Akademik dan analisis hasil EDS yang ada.
4. Meningkatkan pencapaian SNP dengan terus melengkapi berbagai dokumen yang masih kurang, dan
mengusahakan agar semua bukti telah ada di dalam arsip sekolah.
2. Berdasarkan hasil pemetaan sekolah yang di laksanakan dapat melakukan tindak lanjut berupa
program peningkatan kualitas pendidikan melalui peningkatan 8 standar SNP.
3. Memperluas pengembangan sekolah model ke seloah lain dengan dana dari pemerintah daerah
2. Melakukan fasilitasi proses penjaminan mutu secara terus menerus dengan program-program
tindaklanjut sebagai respon dari permasalahan-permasalahan pendidikan yang di alami oleh
daerah/sekolah, misalnya dengan melaksanakan diklat khusus pengembangan program Sekolah
Model, dll.