Anda di halaman 1dari 10

PENDIDIKAN KARAKTER

PENDEKATAN ANALISIS SWOT DALAM PNF/PLS

Kelompok 4 :
 Rizky Maulana (181210053)
 M. Farhan Fauzan (181210085)
 Efa Martina R. (181210086)
 Josef Loanda (181210092)

II Akuntansi B S1/Pagi
STIE Kesatuan Bogor
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang


tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Disebut sistematis karena
perencanaan itu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip tertentu di dalam proses
pengambilan keputusan, penggunaan pengetahuan dan teknik/ pendekatan secara ilmiah, serta
tindakan atau kegiatan yang terorganisasi.

Perencanaan dilakukan untuk menyusun rangkaian kegiatan guna mencapai tujuan


yang ditentukan sebelumnya. Tujuan tersebut dapat mencakup tujuan umum (goals) dan
tujuan khusus (objectives) suatu kegiatan/ program. Dalam menyusun rencana sebaiknya
mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia atau dapat disediakan. Sumber-sumber itu
meliputi sumber manusia dan sumber non-manusia. Sumber manusia mencakup antara lain
pamong belajar, fasilitator, tutor, warga belajar, pimpinan lembaga dan masyarakat. Sumber
non-manusia meliputi fasilitas, alat-alat, waktu, biaya, lingkungan sosial budaya, lingkungan
fisik, dsb.

Dengan perencanaan diharapkan dapat dihindari penyimpangan sekecil mungkin


dalam penggunaan sumber-sumber tersebut. Perencanaan hanya akan dapat dilakukan apabila
perencana megenal, mamahami dengan benar kekuatan dan kelemahan sebagai aspek internal
aspek eksternal dari organisasi/ lembaga atau perencana, sehingga dapat diungkap tantangan
yang akan timbul di masa depan dan peluang yang mungkin terbuka untuk diraih untuk
kebaikan/ peningkatan kinerja. Tanpa mengetahui aspek-aspek tersebut rencana yang disusun
hanya merupakan angan-angan yang tidak berdasar, karena itulah diperlukan data yang
cermat dan akurat dan terbaru dari semua lini/ komponen terkait.

Perencanaan yang tidak didukung data, sering menimbulkan adanya rencana yang
tidak akan pernah tercapai, walaupun didukung oleh sumberdaya yang cukup memadai.
Perencanaan memerlukan adanya data dasar yang diterima dan diakui oleh semua pihak
termasuk disemua jenjang organisasi/lembaga terkait. Setiap ada perubahan harus dilakukan
secara serentak, disemua tingkatan organisasi/ lembaga terkait. Data dasar harus diperbaiki
setiap tahun perencanaan. Sering suatu rencana sudah disusun tanpa si perencana memahami
apa yang ada dan sudah terjadi dan apa penghambat yang dihadapi. Dalam keadaan seperti
ini, tujuan yang disusun dalam rencana tersebut hampir dapat dipastikan tidak akan dapat
dicapai.

Perencanaan sering dianggap sebagai tugas rutin semata, pada hal perencanaan adalah
sesuatu yang dinamis, kreatif, dan inovatif. Perencanaan tidak pasif dan statis, karena itulah
diperlukan kereasi dan rasa memiliki (sense of ownership) dari para perencana serta rasa
malu apabila rencana yang disusun ternyata tidak realistis dan tidak dapat diwujudkan.
Pada setiap setiap perencanaan, hindarilah ungkapan ”perencanaan untuk perencanaan” yang
mengandung makna ketidakpeduliaan akan tujuan yang dirancang tetapi hanya asal ada
kegiatan.

Untuk menyusun rencana yang dapat direalisasikan dalam kegiatan nyata dan
berhasil, diperlukan bebagai pendekatan untuk mengetahui atau memahami sejumlah
informasi yang diperlukan, baik aspek internal maupun aspek ekternal. Salah satu pendekatan
yang dapat digunakan adalah analisis ”SWOT” (Strengths, Weaknesses, Opportunities,
Threats).
BAB II

ISI

SWOT merupakan singkatan dari kata Strengths (kekuatan), Weaknesses


(kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman). Menurut Sihombing (2000),
kata Threats mengandung unsur yang negatif, sehingga lebih cenderung menggunakan kata
yang mengandung unsur positif yaitu tantangan (Challenges). Pengubahan ancaman menjadi
tantangan karena dia melihat bahwa ancaman kalau dikelola dengan tepat dapat berubah
menjadi peluang, sedangkan tantangan selalu berisi peluang. Sehingga pendekatannya
menjadi SWOC.

 Kekuatan

Maksud kekuatan dalam analisis ini adalah faktor-fakor yang mendukung


penyelenggaraan program, serta diakui eksistensinya oleh semua pihak (masyarakat). Contoh
kekuatan-kekuatan yang ada pada program pendidikan luar sekolah antara lain dapat
menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada di masyarakat tanpa harus memenuhi persyaratan
tertentu/ ketat, yang tidak mungkin dipenuhi oleh masyarakat. Fasilitas-fasilitas tersebut,
antara lain, balai desa, gedung SD dan Puskesmas yang kosong, gedung milik Yayasan
ataupun rumah-rumah penduduk. Penilik PLS dapat melakukan bimbingan kepada
penyelenggara program PLS kapan saja tanpa terikat oleh jam kantor.

Kekuatan program-program PNF/PLS yang lainnya adalah : 1) PNF/PLS menjawab


kebutuhan masyarakat akan “haus” pendidikan karena kelemahan yang terjadi pada
pendidikan formal. 2) PNF/PLS berpijak atas dasar kebutuhan masyarakat yang benar-benar
nyata berada ditengah-tengah masyarakat. 3) Programnya disesuaikan dengan situasi, kondisi
dan budaya lokal masyarakat. 4) Karakteristik sebagai wahana pendidikan non-formal yang
memiliki sifat fleksibel, serta adanya 3 dimensi pembelajaran, usaha, dan pengembangan
masyarakat memungkinkan beradaptasi dengan beragam kebutuhan, keunikan dan
kepentingan. 5) Diakuinya Lembaga-lembaga PNF/PLS dalam Undang-Undang Sisdiknas
sebagai satuan pendidikan non formal. 6) Adanya anggaran pemerintah baik dari pusat
maupun daerah untuk mendukung. 7) Adanya Forum PNF/PLS baik bersifat Regional,
Nasional maupun internasional. 8) Adanya Jurusan/Program Studi Pendidikan Luar Sekolah
di Perguruan Tinggi yang berdampak langsung untuk memajukan PNF/PLS itu sendiri pada
daerah yang memiliki jurusan PNF/PLS.
 Kelemahan

Maksud kelemahan dalam analisis ini adalah permasalahan yang timbul dari
penyelenggaraan program dan hasilnya. Permasalahan merupakan kelemahan yang dapat
berubah menjadi tantangan kelancaran pelaksanaan tugas/ program. Sebagai contoh
disebutkan bahwa maasih banyak gedung-gedung yang ada , baik milik pemerintah maupun
milik yayasan/ swasta belum semua termanfaatkan sebagai tempat belajar. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain: (a) rendahnya kesungguhan petugas (penilik/tenaga TLD/
penyelenggara program) dalam mendekati pihak-pihak yang memiliki gedung kosong, untuk
dapat dimanfaatkan, (b) masyarakat belum memahami secara baik dan benar tentang penting
dan keuntungan, jika program PNF/PLS diberikan tempat belajar, (3) rendahnya perhatian
pemerintah pada penyediaan tempat belajar program PNF/PLS.

Kelemahan PNF/PLS yang lainnya adalah : 1) Masih ada masyarakat, birokrasi


pemerintah, stakeholder terkait yang belum mengenal dengan baik kiprah PNFPLS di
lingkungan masyarakat dan pemerintahan. 2) Bermunculan stigma-stigma negatif tentang
PNF/PLS pada lembaga-lembaga penyelenggaranya, misalnya PKBM. Bahwa keberadaannya
hanya untuk mendapatkan dana dari pemerintah untuk PNF/PLS namun dijalankan “asal-
asalan” bahkan ada yang fiktif. 3) masih banyaknya stakeholde yang terlalu
mengkredilisasikan pendidikan nonformal dan lebih mementingkan pendidikan formal yang
berorientasi ijazah.

 Peluang

Maksud peluang dari analisis ini adalah hal-hal atau faktor-faktor dari luar program
yang kalau dicermati dan dimanfaatkan dengan baik dapat menjadi tumpuan harapan dimasa
depan. Contoh hingga saat ini masih cukup banyak tenaga terdidik yang belum mendapatkan
pekerjaan sesuai dengan keinginannya; sehingga mereka masih menganggur dan dapat
dimanfaatkan sebagai tenaga pendidik (tutor/ fasilitator) dalam program-pogram PLS.

Peluang yang ada pada PNF/PLS adalah : 1) semakin carut marut pendidikan formal,
maka pendidikan nonformal akan menjadi alternatif. 2) keberadaan PNF/PLS mampu
menjangkau warga yang tidak terlayani pendidikan formal hingga pelosok nusantara. 3)
Adanya tiga dimensi dalam progam PNF/PLS yaitu pembelajaran, usaha dan pengembangan
masyarakat memungkinkan untuk menarik partisipasi masyarakat dan dukungan lembaga-
lembaga donor yang lebih luas. 4) Adanya komitmen global dalam MDGs (Millenium
Development Goals) yang implementasinya di tingkat akar rumput sebagian besar merupakan
ruang cakupan PNF/PLS. 5) Adanya komitmen global tentang Education For All dan Life
long Learning yang sebagian besar merupakan ruang cakupan PNF. 6) berlakunya kebijakan
tentang CSR (Corporate Social Responsibility) untuk kemajuan pendidikan dan
pengembangan kesejahteraan masyarakat yang jumlah alokasi dananya cukup besar dan
bersifat konsisten. 7) mulai banyak bantuan-bantuan dari internasional untuk persoalan-
persoalan pendidikan, pengentasan kemiskinan dan pengembangan masyarakat. 8)
Pendidikan Non Formal diatur langsung dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 yang
menjadi payung hukum kuat untuk menjalankannya.

 Tantangan

Maksud tantangan dalam analisis ini adalah hal-hal yang harus diatasi, direbut,
diperbaiki dan ditingkatkan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dalam usaha
mencapai tujuan. Tantangan bukan penghambat, tetapi perangsang untuk mendorong
perencana pendidikan luar sekolah untuk lebih kreatif dan dinamis. Tantangan dapat berubah
menjadi peluang bagi perencana yang tidak berperilaku apatis, statis dan mudah puas. Contoh
tantangan, penyebaran pemukiman baik warga belajar maupun tenaga kependidikan, serta
mobilitas warga belajar merupakan tantangan besar dalam pembentukan dan dalam
mempertahankan kelangsungan kegiatan/ program PNF/PLS. Untuk itu, tantangan-tantangan
yang dihadapi adalah (a) menempatkan kelompok belajar yang dapat terjangkau baik oleh
warga belajar maupun tenaga kependidikan /tutor, dan (b) menemukan strategi-strategi untuk
mempertahankan keutuhan kelompok minimal sampai mereka menyelesaikan satu program
pembelajaran.

Tantangan yang ada pada PNF/PLS adalah : 1) Adanya potensi konflik diantara
berbagai lembaga yang bertanggungjawab membina dan mengembangkan program PNF,
misalnya antara Sub-Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, SKB, BPKB, Sub Dinas Pendidikan
Propinsi, BPPLSP, FK-PKBM Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat yang apabila tidak
disikapi secara dewasa dapat menimbulkan usaha-usaha kontra produktif bagi gerakan untuk
memajukan Program PNF dan adanya beberapa oknum yang merasa terancam akan adanya
gerakan-gerakan PNF yang murni dan kuat sehingga membuat langkah-langkah perlawanan
yang dapat menghambat gerak maju agar oknum-oknum tersebut tidak kehilangan
‘keuntungan’ dari ‘manipulasi’ dan KKN proyek PNF.
 Strategi Penyusunan Rencana

Apabila petugas PLS ingin kegiatan/ programnya terlaksana, dicintai dan dirindukan
oleh semua orang termasuk atasan, maka dalam penggalian faktor kekuatan, kelemahan yang
dimiliki dan peluang dan tantangan yang dihadapi, dapat disusun pola dasar penyusunan
rencana kegiatan/ program.

Apabila faktor kekuatan dikaitkan dengan peluang, maka akan dapat dilihat 3
kemungkinan: (1) faktor kekuatan lebih besar dari peluang yang ada. Pada situasi ini
program/ kegiatan dapat mengkonsentrasikan diri pada pemantapan program dan
menghindari penurunan kualitas. (2) Faktor kekuatan lebih kecil dari peluang. Disini
program/ kegiatan dapat memanfaatkan peluang dengan mengadakan penyeragaman garis
program dan penganekaragaman mutu program. Sehingga peluang-peluang yang terbuka
dapat dimanfaatkan. (3) Faktor kekuatan sama dengan faktor peluang. Dalam situasi ini
program/ kegiatan memfokuskan diri pada peningkatan kualitas dan mencari peluang yang
baru.

Apabila kekuatan dikaitkan dengan tantangan, situasi yang dihasilkan akan


menggambarkan: (1) Fakor kekuatan lebih besar dari faktor tantangan. Disini program/
kegiatan dapat memperkenalkan program-program baru karena tidak akan ada hambatan yang
berarti. (2) Faktor kelemahan lebih sedikit dari faktor tantangan. Pada situasi ini
program/ kegiatan akan memperhemat programnya agar mampu mengubah tantangan
menjadi peluang; (3) Faktor kekuatan sama dengan faktor tantangan. Disini dapat
diperkenalkan program baru, karena tantangan harus dikendalikan dengan program-program
yang berkualitas.

Apabila faktor kelemahan dikaitkan dengan peluang ditemukan juga beberapa


kemungkinan yang akan terjadi: (1) faktor kelemahan lebih menonjol dan peluang. Disini
program/kegiatan harus berusaha mengurangi kalau tidak dapat menghapuskan kelemahan-
kelemahan yang ada, dengan cara meneliti dimana sebenarnya kelemahan tersebut, kemudian
diperbaiki. Perbaikan dapat dengan cara tambal sulam atau mengganti dengan yang baru yang
lebih mampu memanfaatkan peluang; (2) Faktor kelemahan lebih kecil dari peluang.
Disini peluang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin sambil memperkuat program; (3)
Faktor kelemahan sama dengan kuatnya peluang. Disini seluruh kekuatan harus
dikerahkan untuk memperkuat program agar peluang dapat dimanfaatkan.
Apabila faktor kelemahan dikaitkan dengan tantangan, juga akan ditemukan keadaan
sebagai berikut: (1) faktor kelemahan lebih kuat dari faktor tantangan. Disini harus ada
penggantian program; (2) Faktor kelemahan lebih kecil dari tantangan. Dalam keadaan ini
faktor tantangan harus dihilangkan, kecuali dapat diubah atau dimanfaatkan menjadi peluang;
(3) Faktor kelemahan sama kuatnya dengan tantangan. Dalam situasi ini kelemahan
harus segera diperangi.
BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

 Saran

Anda mungkin juga menyukai