Anda di halaman 1dari 15

No.

Absen : 11
Nama Mahasiswa/NIM : Youan Cikal Adila / 05041281924016
Jurusan/Prodi : Teknik dan Industri Peternakan / Peternakan
Mata Kuliah : UTS Sosiologi Pedesaan
Hari/Tanggal : Selasa, 03 Maret 2020

Ciomas, Bogor

Sejarah dan
Masyarakat Ciomas

Ciomas adalah
sebuah kecamatan di Ka
bupa ten Bogor, provinsi Jawa
Barat , Indonesia. Letak
kecamatan ini hanya
berjarak 3 km dari
pusat kota Bogor (titik
nol Bogor). Karena letaknya
yang strategis membuat
kecamatan ini semakin
tahun, semakin padat
Negara  Indonesia mulai dari banyaknya
perumahan, penduduk,
Provinsi Jawa Barat permasalahan yang
terjadi dan pertokoan
yang membentang dari
Kabupaten Bogor
pertigaan Pasirkuda (Jl.
Raya Ciomas-Kreteg) hingga
Pemerintahan depan SMP Negeri 1
Ciomas (Jl. Cibinong-
 • Camat Rudy Gunawan, S.H Sukamakmur), membuat
nama kecamatan Ciomas
sebagai kecamatan
Luas 16,3

Jumlah penduduk 180.823 (2017) 

Kepadatan - jiwa/km²

Desa/kelurahan 11
terpadat di kabupaten Bogor sekaligus luas wilayah terkecil di kabupaten Bogor dengan luas
wilayah hanya 16,3 km2.

Batas Wilayah

 Utara: Kecamatan Bogor Barat (Kota Bogor)


 Barat: Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Selatan (Kota Bogor)
 Selatan: Kecamatan Bogor Selatan (Kota Bogor) dan Kecamatan Tamansari (Kabupaten
Bogor)
 Timur: Kecamatan Bogor Barat (Kota Bogor) dan Kecamatan Dramaga (Kabupaten
Bogor)

Sejarah
Kecamatan Ciomas dahulu memiliki 3 wilayah bantu yang kini dikenal dengan
kecamatan Ciomas, Dramaga dan Tamansari. Kini masing-masing wilayah tersebut telah
memiliki kecamatan sendiri setelah pemekaran wilayah pada tahun 1997. Sejak tahun 1995 luas
wilayah kecamatan Ciomas semakin menyusut, semula luas wilayah kecamatan ini lebih dari 70
km2, kini hanya 16,3 km2. Penyusutan itu dikerenakan pemekaran luas wilayah Kota Bogor di
bulan September tahun 1995, lalu pemekaran wilayah baru kecamatan Dramaga (tahun 1997)
dan Tamansari (tahun 2002). Jumlah desa yang semula berjumlah 40, kini hanya menyisakan 11
desa di kecamatan Ciomas itu sendiri.

Bogor Barat: 11 desa (kini menjadi kelurahan)

Ciomas (wilayah sekarang): 10 desa dan 1 kelurahan

Dramaga: 10 desa

Tamansari: 8 desa

Total = 40 desa (sebelum tahun 1995)

Kelurahan/desa
1. Ciomas Rahayu
2. Ciomas
3. Kota Batu
4. Laladon
5. Mekarjaya
6. Padasuka
7. Pagelaran
8. Parakan
9. Sukaharja
10. Sukamakmur

Pendidikan

MA ne
SMP atau  SMA ne SMK ne Pergur
Pendidikan SD atau MI nege geri
MTs negeri geri dan geri dan uan
formal ri dan swasta dan
dan swasta swasta swasta tinggi
swasta

jumlah 51 20 3 4 9 1

SMP Negeri:

 SMP Negeri 1 Ciomas (berdiri tahun 1985)


 SMP Negeri 2 Ciomas (berdiri tahun 2006)
 SMP Negeri 3 Ciomas (berdiri tahun 2014)

SMA Negeri:

SMA Negeri 1 Ciomas (berdiri tahun 2006)

SMK Negeri:

SMK Negeri 1 Ciomas (berdiri tahun 2008)

Karakteristik wilayah
 Pemukiman: 60% dari total wilayah
 Lahan pertanian: 25% dari total wilayah
 Lahan kosong/gambut: 10 %
 Lain-lain: 5 %

Kearifan Lokal Masyarakat Ciomas dalam Melestarikan Hutan

Kehidupan dan gaya hidup modern adakalanya membuat manusia menjadi tidak lagi peka
terhadap lingkungannya. Segalanya melulu tentang bergegas dan mengejar. Kendaraan bermotor
dengan berbagai jenis dan merk kini semakin menyesaki jalanan sebagai upaya untuk berlomba
dengan waktu. Dan tentu saja konsekwensi logis dari keadaan ini adalah bahwa oksigen disekitar
menjadi tak lagi nyaman untuk dihirup, suhu menjadi lebih panas dari sebelumnya, dan keadaan
kian terasa bising.

Tentu saja, manusia tak harus kembali ke zaman Flinstone jika ingin menikmati bumi yang
nyaman untuk ditinggali. Ini keniscayaan yang harus dihadapi dan akan terlalu naïf jika kita
membayangkan sebuah dunia tanpa kendaraan bermotor sama sekali. Kita hanya perlu sedikit
peduli terhadap lingkungan sebagai keseimbangan atas apa yang kita lakukan selama ini. Dan
salah satu yang mendasar dari semuanya adalah dengan pelestarian hutan. Hutan adalah sebuah
tempat di mana terdapat sekumpulan flora dan fauna bermukim. Dari salanah berton-ton oksigen
diproduksi guna dikonsumsi oleh manusia tiap harinya. Tidak hanya itu, menurut beberapa ahli
konon untuk satu hektar hutan dapat menyimpan sekitar 900 meter kubik air tanah tiap tahunnya,
dapat mentransfer air sekitar 4000 liter per harinya, mampu menurunkan suhu sekitar 5 sampai 8
derajat celcius dan meredam kebisingan antara 30 hingga 80 persen. Dan yang paling relevan
dengan keadaan kita saat ini adalah bahwa pepohonan tersebut mampu menetralkan polutan yang
dihasilkan kendaraan bermotor (C02 dan H2O) melalui O2 yang mereka hasilkan.

Kita punya banyak referensi yang bisa di gunakan untuk upaya mencintai hutan. Tak perlulah
kita melongok ke negara lain bagaimana mereka menjaga hutan-hutannya. Kita hanya perlu
sedikit kembali menengok kepada budaya dan kearifan lokal warisan nenek moyang kita untuk
benar-benar peduli dengan hutan. Hampir di semua daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal
dalam hal menjaga kelestarian hutan ini. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 220 juta
jiwa, menurut data statistik kependudukan tahun 2010 sekira 78 persennya tinggal di wilayah
pedesaan dan rata-rata berada di sekitar wilayah hutan. Masyarakat yang dekat dengan kawasan
hutan ini tak perlu diragukan lagi, bahwa mereka pada umumnya memiliki kemampuan,
pengalaman hidup dan kearifan lokal dalam hal pengelolaan sumber daya alam sekaligus
pemanfaatannya, yang dalam hal ini dikembangkan secara turun temurun.

Dan karena pengetahuan akan pelestarian hutan dari pola-pola yang berkembang pada kearifan
lokal merupakan akumulasi dari pengetahuan mereka selama berinteraksi secara simultan dengan
lingkungan sekitarnya (pengamatan dan pengalaman), maka tentu saja pola-pola yang terdapat
dalam kearifan lokal ini pun bisa jadi akan berbeda-beda di tiap daerah meski dengan tujuan
yang sama.
Salah satu kearifan lokal dalam hal menjaga kelestarian hutan yang membuat penulis terkesan
adalah adat yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Ciomas, Ciamis, Jawa Barat. Desa Ciomas
yang secara geografis berada di Kaki gunung Sawal (1764 mdpl) ini memiliki satu adat budaya
yang begitu sistematis dan terprogram yang berkaitan dengan pelestarian hutan.

Masyarakat di Desa ini memiliki satu kearifan lokal warisan nenek moyang mereka mengenai
pelestarian lingkungan yang sampai saat ini masih dengan teguh mereka jaga. Salah satunya
adalah dengan masih menetapkannya Leuweung Larangan (hutan larangan) di kawasan Gunung
Sawal sebagai tempat yang harus betul-betul dijaga kelestariannya.

Di samping itu, ada pula beberapa tahapan dalam adat masyarakat Ciomas yang mengedepankan
pola-pola sistematis dan bertahap dalam hal pelestarian hutan di lingkungan mereka. Tahapan
adat itu terbagi dalam tiga tahap yang begitu sistematis dan penuh perhitungan. Inilah tahap-
tahap dalam adat Masyarakat Ciomas dalam hal menjaga lingkungan hutan agar tetap lestari:

1. Kabarataan
Kabarataan adalah sebuah adat yang mengedepankan pada analisis yang mendalam terhadap
kerusakan-kerusakan hutan yang terdapat dalam tata wilayah mereka. Dalam adat Kabarataan ini
meliputi menghitung berbagai kerusakan hutan, menetapkan waktu pemulihan kerusakan
tersebut (Tata Wayah) dan juga rancangan kerja tentang apa-apa saja yang harus dilakukan untuk
memulihkan kerusakan (Tata Lampah). Tidak hanya itu, dalam adat Kabarataan ini juga
diadakan upacara penanaman pohon panayogian atau penanda yang disebut dengan nama Ki
Pasang, mengingat pohon yang di tanam adalah dua jenis pohon yang sama dan berdampingan.
Dalam prosesi adat menanam pohon panayogian biasanya dilakukan pada akhir menjelang
rangkaian adat Kabarataan berakhir. Yang membuat saya terkesan adalah, untuk pohon yang di
tanam dalam Panayogian ini masyarakat adat mewajibkan untuk hanya menanam jenis pohon
yang tumbuh di wilayah itu dan sama sekali tidak dibolehkan untuk menanam pohon yang
berasal dari luar daerah tersebut. Hal itu tentu saja dilakukan bukan dengan tanpa alasan sama
sekali. Tujuan utama dari penanaman pohon yang harus dari wilayah tersebut dengan
perhitungan bahwa adaftasi sebuah tanaman dengan tanah dan lingkungan baru adakalanya
memakan proses yang tidak selamanya berjalan mulus. Jika pohon yang ditanam merupakan
tanaman asli dari wilayah tersebut maka diharapkan proses adaptasi dan pertumbuhan dari sang
pohon yang baru di tanam bisa lebih mudah dilalui.

2. Kadewaan
Untuk tahapan berikutnya setelah prosesi adat Kabarataan berakhir maka dilanjutkan dengan
tahapan selanjutnya yakni melaksanakan adat Kadewaan. Kadewaan sendiri pada prinsipnya
adalah awal dimulainya proses pemulihan hutan dan lingkungan termasuk mata air, sungai, dan
aneka tumbuhan di sekitar wilayah tersebut yang pada saat adat Kabarataan dianggap sudah
waktunya dipulihkan dari kerusakan-kerusakan. Maka, jika dalam adat Kabarataan adalah berupa
analisis yang mendalam untuk mendeteksi kerusakan-kerusakan lingkungan berikut dengan pola-
pola apa saja yang akan diambil dalam upaya penyembuhan lingkungan yang rusak tersebut,
maka dalam adat Kadewaan ini adalah upaya pelaksanaan dari pemulihan itu sendiri. Dalam
Kadewaan ini, masyarakat diwajibkan untuk menanam pohon di tempat-tempat yang dianggap
telah rusak. Dan seperti pada adat Kabarataan, pohon-pohon yang ditanam di sini pun harus
berasal dari jenis pohon yang ada di wilayah tersebut.

3. Karatuan
Untuk tahapan terakhir dari rangkaian adat ini adalah pelaksanaan adat karatuan. Adat Karatuan
adalah sebuah proses berkesinambungan antara terus memulihkan lingkungan dan juga menjaga
keberlangsungan pemulihan itu sendiri hingga tercapai sebuah tata lingkungan yang benar-benar
subur, bersahabat dan tentu saja bisa diambil manfaatnya oleh penduduk setempat. Maka dari itu,
dalam adat karatuan ini sifatnya jangka panjang dan oleh karenanya waktu yang ditetapkan pun
adakalanya hingga ratusan tahun. Dari tahapan-tahapan adat tersebut kita bisa menyimpulkan
bahwa untuk melestarikan hutan tidak selamanya diperlukan biaya yang besar dan peralatan-
peralatan mutahir. Semua biaya dan alat-alat mutahir itu tentu juga berguna tapi yang terpenting
dari semuanya adalah kesadaran masyarakatnya itu sendiri. Adakalanya biaya besar dengan alat-
alat mutahir tak berguna sama sekali jika kesadaran masyarakatnya untuk mencintai lingkungan
tidak ada. Peralatan-peralatan mutahir itu bisa jadi hanya akan jadi rongsokan tiada guna, pun
biaya yang besar tak akan menghasilkan apapun selama manusianya sendiri selaku oknum tak
memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungannya, karena menjaga lingkungan adalah sebuah
proses yang simultan dan bukan abra kadabra, dan semuanya menjadi kembali seperti apa yang
kita harapkan.

Itu baru satu model pelestarian hutan melalui metode kearifan lokal yang ada di bumi Nusantara
ini, sementara kearifan lokal yang mengedepankan pola-pola kecintaan terhadap lingkungan di
Indonesia tak bisa kita pungkiri, teramat banyak. Jika saja kearifan lokal-kearifan lokal semacam
ini tetap senantiasa lestari di Indonesia tentu mencintai lingkungan sekitar di Indonesia tak perlu
lagi harus dikampanyekan. Lagipula, ketika kearifan lokal-kearifan lokal itu lestari, maka bukan
saja lingkungan Indonesia menjadi lebih hijau, tapi juga bisa dijual kepada turis-turis asing
maupun lokal sebagai wisata budaya. Ini sektor potensial yang adakalanya luput dari perhatian
pemerintah kita.

Tempat Wisata dan Potensi Alam desa Ciomas

Ciomas Surganya tempat wisata, ya itulah sebutan untuk Indonesia. Negara kepulauan yang
menyimpan banyak sekali kekayaan alam yang indah. Seperti sawah, sungai , danau, laut,
gunung dan masih banyak lagi. Surga-surga wisata alam itu masih banyak yang tersembunyi dan
belum terekspos. Hal tersebut dikarenakan tempatnya yang cukup jauh ditambah dengan akses
menuju ke tempat tersebut tidaklah mudah. Namun, pasti masih ada saja wisatawan yang datang.
Sehingga lambat laun tempat-tempat wisata alam tersebut mulai banyak diketahui dan dikelola
lebih baik lagi.

Salah satu dari sekian banyak tempat wisata alam yang tersebar di Indonesia dan telah
mengalami kemajuan, yaitu wisata alam yang terdapat di Kecamatan Ciomas, Bogor Jawa Barat.
Ternyata bukan hanya terkenal dengan profesi warganya sebagai pengerajin, tetapi Kecamatan
Ciomas juga memiliki surga wisata alam tersembunyi di dalamnya.

Siapa yang tahu? Surga wisata alam ini sangatlah indah dan asri. Namun sangat disayangkan,
keindahan alamnya belum banyak diketahui oleh khalayak, bahkan masyarakat Bogor sendiri
pun belum banyak yang mengetahui adanya tempat wisata tersebut. Padahal keindahan yang
terdapat di dalamnya pasti dapat memuaskan para wisatawan yang datang. Walaupun belum
begitu banyak surga wisata alam yang terdapat di Kecamatan Ciomas ini, tetapi Kecamatan
Ciomas juga memiliki dua tempat wisata alam yang sangat indah. Surga wisata alam yang
dimaksud adalah Kampung Horta dan Bukit Air. 

Kedua tempat ini jelas berbeda walaupun sama-sama merupakan tempat wisata alam.
Perbedaannya, Kampung Horta itu merupakan tempat wisata sekaligus tempat belajar yang
tersedia bagi semua kalangan. Mulai dari Paud, TK, SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi
dan masyarakat umum. Kegiatan yang disediakan di Kampung Horta bermacam-macam,
kegiatan-kegiatan tersebut disediakan dalam paket pelatihan yang pastinya berhubungan
langsung dengan alam. Selain keindahan dan fasilitas yang disediakan di Kampung Horta,
ternyata Kampung Horta juga memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar. “Karena dengan
adanya Kampung Horta, masyarakat terbantu dalam hal perekonomiannya.” Ujar Kang Didin
Karyawan Kampung Horta. Selain itu, Kampung Horta juga ternyata lebih banyak dikenal di
Jakarta dan di luar daerah Bogor lainnya.

Adapun Bukit Air merupakan sebuah resto bernuansa sunda. Bukit Air ini selain sebagai tempat
makan ternyata juga sebagai tempat wisata alam keluarga. Suasananya yang indah dan sejuk
membuat para pengunjung yang datang merasa nyaman dan betah berada di sana. Oleh karena
itu, pengelola dari Bukit Air menambahkan inovasi-inovasi baru. Inovasi-inovasi baru tersebut
berupa penambahan fasilitas yang dapat dinikmati oleh para pengunjung Bukit Air. 

Maka dari itu, dengan adanya penambahan fasilitas baru ini, Bukit Air bukan hanyalah sekedar
sebuah resto tetapi juga sebagai sebuah tempat wisata alam keluarga bernuansa sunda. Sehingga
para pengunjung yang datang ke Bukit Air dapat merasa seperti sedang berlibur di sebuah tempat
dengan nuansa pedesaaan yang alami. Bukit Air ini sangatlah cocok bagi mereka yang
menginginkan suasana tenang untuk menyegarkan pikiran dan pergi sejenak dari hiruk-pikuk
keramaian. Itulah surga-surga wisata alam yang ada di Kecamatan Ciomas, walau belum terlalu
dikenal tetapi tidak ada salahnya mencoba datang ke sana untuk menikmati indahnya nuansa
alam yang asri.

Gambar Tempat wisata di desa Ciomas


Makanan Kuliner Khas Bogor di desa Ciomas

Nasi Liwet
Nasi liwet ini memiliki dua versi. Versi pertama dari Solo, sedangkan versi dari
Sunda. Ada perbedaan dari kedua versi nasi liwet. Di Solo, nasi liwet dibuat dengan
santan dan dihidangkan bersama labu siam yang dimasak dengan santan.  Sementara di
Sunda tidak menggunakan santan dalam proses memasaknya.

Nasi liwet sebagai makanan khas Sunda memiliki cita rasa yang gurih tidak menggunakan
santan. Rasa gurih yang berasal dari nasi liwet diperoleh dari hasil penggunaan bumbu-
bumbu khas Indonesia seperti batang serai, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, roti
jambal, daun kemangi, dan daun salam. Nasi liwet umumnya disantap bersama ikan asin
sebagai menu pelengkap. Sebagian orang juga menyantap nasi liwe dengan sayur asem,
ikan bagar, atau gorengan tahu tempe.

Nasi Tutug Oncom

Dari namanya saja, makanan khas Sunda satu ini sudah pasti beraromakan
tradisional. Nasi tutug oncom atau orang Sunda diundang sangu tutug oncom, disingkat
TO, adalah sajian nasi yang diaduk dengan oncom goreng atau oncom bakar.  Nasi tutug
oncom paling enak disajikan dalam kondisi hangat. Di Jakarta dan kota-kota lain, ada
cukup banyak warung makan khusus menyajikan nasi tutug oncom dengan berbagai
variasi lauk pauk. Nasi tutug oncom ini sebetulnya adalah makanan khas
Tasikmalaya. Makanan ini dinamakan bahasa karena bahasa Sunda memiliki arti
menumbuk. Jadi proses mengaduk dan menumbuk nasi dengan oncom di Sunda dikenal
dengan nama tutug oncom. Nasi tutug oncom bisa disajikan bersama lauk pendamping
seperti tahu goreng, tempe goreng, ayam goreng, lalapan sayur, dan sambal terasi.

Karedok

Di Jakarta, banyak sekali penjual karedok. Karena hal ini banyak orang mengira kalau
karedok adalah makanan khas Betawi  , padahal bukan. Karedok adalah makanan khas
Sunda yang memiliki kemiripan dengan gado-gado. Karedok menyajikan sayuran dengan
kacang tanah dengan kepedasan yang bisa menggugah selera.

Sayur-sayuran yang digunakan untuk membuat karedok cukup beragam, seperti timun,
tauge, kacang-kacangan, terong hijau kecil, kubis, basil, dan berbagai jenis sayuran lagi
yang bisa ditambahkan sesuai dengan keinginan pembuatnya.  Ada perbedaan antara gado-
gado dengan karedok. Jika gado-gado menggunakan sayuran yang sudah direbus, karedok
beli sayuran yang masih mentah. Di Sunda, orang juga menyebut karedok dengan nama
lotek atah yang berarti lotek mentah. Karedok paling enak disantap bersama nasi panas,
tempe, tahu, dan kerupuk.

Lotek

Lotek dan karedok adalah makanan khas Sunda yang juga mirip dengan gado-gado milik
Jakarta. Tapi jika berdasarkan tampilan dan pembuatan bahan, lotek lebih mirip dengan
pecel khas Jawa. Di Sunda, lotek menjadi makanan yang digemari banyak
masyarakat. Jika kamu lagi berada di Jawa Barat, jangan pernah kembali ke makanan
yang juga menggunakan berbagai macam sayur-mayur ini.

Lotek sendiri menggunakan sayur mayur yang jauh berbeda dengan gado-gado, seperti
kangkung, kembang kol, dan tauge. Sayur mayur yang telah dicacah akan disiram dengan
bumbu kacang yang ditambahkan dengan kentang rebus yang sudah ditumbuk dan kencur

Nasi Timbel

Nasi timbel termasuk makanan yang terkenal di tanah air. Tapi tahukah kamu darimana
asal nasi timbel? Nasi timbel adalah makanan khas Sunda yang memiliki cita rasa yang
kuat dan unik, sangat identik dengan masakan orang Sunda.  Di Sunda, nasi timbel
memiliki banyak versi sehingga banyak orang yang terkadang ingin mencoba nasi timbel
versi yang mana.

Pada awalnya, nasi timbel adalah hidangan yang disiapkan untuk para petani untuk
dimakan saat menerima. Tapi sekarang, nasi timbel disajikan untuk semua orang. Ikon
Penyajian dari makanan khas Sunda ini biasanya di dalam daun pisang.  Di warung-
warung makan, nasi timbel juga disediakan menggunakan wadah umum seperti
piring. Ada berbagai lauk untuk menemani nasi timbel yang pulen antara lain seperti ikan
asin, pepes ikan, empal, ayam goreng, tawes, dan japuh.  Tidak menambahkan juga
lalapan dan sambal untuk menambah nilai tradisionalnya.

Potensi Daerah desa dan Kreativitas Ciomas

Riung Mungpuluhg Kab.Bogor tahun 2017 Pelatihan Keterampilan pengelolaan sampah

PKM Kecamatan Ciomas melaksnakan pelatihan keterampilan dalam mendaur ulang limbah
rumah tangga (sampah) dengan berbagai macam hasil olahan yang dapat bermanfaat bagi
lingkungan
Kegiatan Pekan Bank Sampah Nasional

Musida Kecamatan Ciomas, menghadiri kegiatan Pekan Bank Sampah Nasional, yang digelar di
Bukit Asri RW.013 Desa Pagelaran Kecamatan Ciomas,...

Pengelolaan Desa Ciomas


Desa Ciomas melakukan pengelolaan desa dengan cara berkolaborasi dengan warga bukan
persaingan. Maka dari iu dapat terjalin desa yang harmonis dan bagus untuk lingkungan
masyarakat

Adat dan Tradisi desa Ciomas

Menengok Tradisi Nyepuh Warga Ciomas

Tradisi Nyepuh merupakan puncak dari rangkaian kegiatan ngamumule (melestarikan) adat
karuhun (leluhur). Dan upacara Nyepuh sendiri merupakan manifestasi kearifan lokal yang tidak
saja harus dilestarikan, tetapi juga digabungkan dengan berbangsa dan bernegara. Karena ada
banyak nilai dan layak untuk keteladanan.Ciomas adalah nama desa di kaki Gunung Syawal,
Panjalu, Ciamis, Jawa Barat. Di desa ini tergambar kehidupan khas masyarakat Tatar Sunda yang
nyata. Dan seperti desa agraris lainnya, penduduk Desa Ciomas juga diundang untuk pergi ke
alam. Ketaatan dan kearifan terhadap alam inilah yang kemudian membuat Ciomas menjadi
daerah harmonis dan damai.

Kearifan warga Ciomas terhadap alam tak lepas dari hutan yang tersisa di tengah-tengah
desa. Hutan seluas 35 hektare disebut Hutan Sukarame dan dianggap keramat oleh
warga. Aturan-aturan tidak tertulis dalam adat masyarakat, membuat hutan ini tetap
lestari. Kepatuhan terhadap aturan inilah yang membuat hutan keramat ini masih lestari. Bahkan
pemerintah sendiri pernah menganugerahi penghargaan Kalpataru bagi masyarakat Ciomas
karena kepeduliannya dalam melestarikan hutan.

Kiai Haji Eyang Penghulu Gusti, yang terletak di tengah hutan Sukarame. Di sekitar makam ini
upacara pulalah Nyepuh setiap tahun digelar. Menurut sesepuh Karahayuan Pangawitan Ciomas,
Ki H Dede Sadeli Suryabinangun, Eyang Penghulu Gusti merupakan penyebar agama Islam di
Ciomas. Penghulu Gusti pulalah yang meminta warga lokal untuk selalu memperhatikan hutan
dan melestarikannya.
Masyarakat di sana melarang menebang pohon, dilarang menghancurkannya. Siapa yang
membantah pantangan itu, diharapkan akan mendapatkan musibah dalam jangkauan. Karena
pantangan menerima tak ada seorang pun warga di sana yang berusaha melakukan macam-
macam di hutan ini.

Mulung Pangpung

Tradisi Nyepuh sendiri merupakan upacara puncak dari tradisi lain yang berlangsung sehari
sebelumnya. Antara lain tradisi mulung pangpung atau mengambil kayu bakar
dan nalekan (menanyai). Dua acara ini merupakan kegiatan di dalam rangka memasak tiga nasi
tumpeng untuk melengkapi upacara Nyepuh keesokan harinya. Ritual memasak nasi tumpeng ini
dilakukan menggunakan kebersamaan atau gotong royong.

Ritual mulung pangpung dan nalekan ini pun sangat sarat makna. Misalnya pada prosesi mulung


pangpung, ambil kayunya harus dari hutan. Tidak bisa sembarangan. Pangpung (kayu lempung)
yang diambil harus kayu yang sudah jatuh dari pohonnya. “Jadi tidak boleh kayu yang masih
nempel, boleh yang masih tumbuh. Di situlah nilai pelestarian Lingkungan yang dipindahkan
leluhur tetap dijalankan, ”tutur Ki H Dede Sadeli kepada posmo.

Selain itu, proses mulung pangpung harus didampingi kuncen hutan Sukarame, yaitu Ibu Siti
Mariyam. Nah, juru kuncilah yang kemudian membuka hutan agar terbuka bagi para pencari
kayu yang dilakoni untuk pemuda desa. Pengambilan kayu ini pun harus setelah mendapatkan
izin dari hutan. Maka Diiringi lantunan ayat suci Alquran dan nabi sholawat, mereka berdoa di
sekitar makam. Tujuannya agar kayu-kayu yang digunakan untuk memasak dapat dibawa
keberkahan.

Jika menengok kenyataan saat ini, kita bisa menyaksikan hutan-hutan di seantero nusantara rusak
berat karena tebang dan dijarah. Hal itu, menurut Ki H Dede, karena simbolisasi mulung
pangpung ini tidak diamalkan dalam kehidupan. Di Ciomas, 35 ha hutan Sukarena hingga kini
masih lestari karena kearifan masyarakatnya. Meminta jangan heran pemerintah tidak pernah
memberi penghargaan Kalpataru kepada masyarakat Ciomas.

Nah, jika diperlukan kayu bakar dirasa telah mencukupi, para pemuda desa yang harus
mengambil kayu-kayu tersebut pada tetua desa. Sebelum dibawa ke kampung, tetua diwajibkan
dibaca kayu-kayu itu. Bila ada rayap atau rapuh, kayu itu tidak boleh dibawa pulang dan harus
dikembalikan lagi ke dalam hutan.

Ritual Nalekan

Setelah bahan-bahan untuk memasak tersedia. Tibalah saatnya ritual nalekan dilakukan. Nalekan


adalah ritual menanyai tentang segala hal berkait pembuatan nasi tumpeng, mulai dari bahan-
bahan untuk memasak, hingga prosesnya. Sesuai aturan adat, bahan-bahan untuk membuat
tumpeng harus dari kehormatan dan harus halal. Bila ada yang diperoleh dari jalan tidak halal,
maka harus disingkirkan. Selain itu, memasak tiga tumpeng ini pun harus dilakukan oleh 17
wanita yang sudah menopause.
Dapur yang akan digunakan untuk memasak makanan pun lepas dari pengawasan para
tetua. Maklum, sejumlah persyaratan harus dipatuhi. Khusus penggunaan kayu bakar dan
air. Dan perlu diingat, air untuk memasak haruslah diambil dari mata air di gunung.

Makna memeriksa bahan-bahan makanan sesuai dengan pesan bulan suci Ramadhan yang akan
segera datang. Di Bulan Suci inilah, umat yang menjalankan ibadah puasa diharapkan dapat
melakukan segalanya tingkah dari perbuatan kotor. Itu pulalah yang diharapkan dari Upacara
Nyepuh. Melalui ritual ini, warga Ciomas disadarkan tentang arti menyucikan diri untuk menjadi
manusia sempurna yang fitri.

Di dapur luar, perayaan berlangsung upacara Nyepuh begitu kentara. Mulai siang hari hingga
malam hari, suasana desa begitu meriah. Para orang tua dan pemuda desa berbaur menjadi satu
menyiapkan atribut berbentuk bendera dan janur kuning dan mengolahnya dibuat jadi hiasan
yang cantik dan semarak. Saat membuat hiasan upacara, warga pun diundang untuk
menggunakan lampu tempel. Pelita berbahan minyak tanah ini sebagai penerang kehidupan
warga Ciomas. Maka dibawa tengah malam, barisan obor menerangi sepanjang jalan desa. ER

Anda mungkin juga menyukai