com
RAHASIA DIRI
Penulis: Dennise
Cantik, muda, dan cerdas. Kesan ini terlihat pada Vivi Natali. Berbekal segala
kesempurnaan fisik dan kepandaian, jalannya di dunia entertainment makin
mulus. Ia bukan artis sinetron yang hanya muncul sesekali saja sebagai bintang
figuran. Nama Vivi memiliki nilai jual yang tinggi.
Kemampuan aktingnya tidak diragukan. Ia mampu menyihir penonton untuk
tidak beranjak dari layar televisi.
Di usianya yang tergolong masih belia, hidup Vivi sudah bergelimang harta.
Sebut saja 2 rumah mewah di kawasan elite Jakarta yang jika ditaksir harganya
di atas 3 miliar, beberapa mobil mewah, deposito, dan investasi berupa tanah.
Kerja kerasnya selama 10 tahun di dunia hiburan membuahkan hasil yang
menakjubkan.
Padahal, ketika masih duduk di bangku SMP, Vi hanyalah seorang gadis dari
keluarga sederhana. Selama ini ia tinggal bersama Henny, ibunya, yang bekerja
http://ac-zzz.blogspot.com
“Ma, hmm… apakah saya punya papa?” tanyanya suatu hari dengan takut-takut.
Henny, yang saat itu sedang membuat pola pakaian, berhenti sebentar, lalu
menengok sekilas ke arah putrinya. “Punya,” jawabnya singkat. Kemudian
melanjutkan kembali pekerjaannya
Benarkah ayahnya seorang pelaut? Berarti, ia anak orang kaya. Karena, pelaut
kan uangnya banyak. Tapi, mengapa sampai saat ini ibunya masih banting
tulang menjahit hingga larut malam demi mendapatkan uang? Lalu,
dikemanakan uang yang dari ayahnya?
“Ma, kalau Papa seorang pelaut, mengapa Mama masih bersusah payah mencari
uang? Bukankah Papa mengirim uang setiap bulan?” tanya Vivi, menyelidik.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Sudahlah, Vi, Mama lelah. Besok saja kita ngobrol lagi. Mama ngantuk!
Sekarang, kamu tutup gorden, periksa pintu, apakah sudah terkunci semua.
Akhir-akhir ini di daerah kita banyak maling!” ujar
Henny, sambil menguap.
Begitulah. Henny selalu menghindar setiap kali putri semata wayangnya
bertanya tentang keberadaan ayahnya, Bram. Cerita kelamnya itu sudah lama
dikubur dalam-dalam. Untuk mengingatnya saja, ia merasa sakit hati, sedih,
dan kecewa, apalagi untuk menceritakan kepada putrinya. Ah… bukanlah hal
yang mudah. Perlu persiapan mental. Membuka aib masa lalu sama saja dengan
menelanjangi dirinya. Belum tentu Vivi bisa terima penjelasan tentang
mengapa mereka hanya hidup berdua saja.
Henny takut, jiwa putrinya akan terguncang, jika ia tahu siapa dirinya,
ayahnya, dan wanita lain dalam kehidupan ayahnya, yang telah merusak
kebahagiaan Henny. Sekitar 10 tahun lalu, Henny meninggalkan Medan, kota
tempat ia tinggal bersama Bram, suaminya. Namun, sejak kehidupannya
hancur, ia meninggalkan kota itu
dan merantau ke Jakarta. Sedangkan Vivi, Henny baru berani mengambilnya
dari rumah kakaknya, ketika ia sudah mendapat pekerjaan tetap sebagai
penjahit di perusahaan konfeksi.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Benar kamu sudah mempunyai pekerjaan tetap di Jakarta?” tanya Kak Uli,
ketika Henny mengutarakan maksudnya untuk mengambil putrinya yang sejak
bayi ia titipkan.
“Tapi, apa gajimu bisa untuk menghidupi kalian berdua? Ingat, Hen, hidup di
Jakarta itu susah. Apalagi, kalau penghasilan kamu pas-pasan.
“Kak, aku berterima kasih selama ini Kakak bersedia merawat Vivi dengan
penuh kasih sayang. Namun, untuk menebus dosaku selama ini, yang telah
menelantarkannya, izinkan aku untuk membesarkannya. Bisa atau tidak bisa,
aku harus bertahan hidup di Jakarta. Aku yakin, kalau ada kemauan, pasti
Tuhan membukakan jalan. Yakinlah, Kak, aku tidak akan menelantarkan
darah dagingku sendiri!”
Walaupun berat, Uli akhirnya melepaskan Vivi, yang sudah dianggap seperti
anaknya sendiri, untuk diasuh oleh ibu kandungnya.
“Hen, jaga Vivi! Jangan biarkan ia bergaul dengan sembarang orang. Ingat!
Jakarta itu rawan! Jika salah pergaulan, ia bisa terjerumus. Aku ingin Vivi
punya masa depan. Menjadi orang yang bisa dibanggakan. Setelah kau
melangkahkan kaki dari kota ini, lupakan semua kehidupan kelam yang pernah
http://ac-zzz.blogspot.com
kau lalui. Biarlah itu menjadi buku hitammu. Harapan Kakak, kau dan Vivi bisa
hidup bahagia,” kata Kak Uli, panjang lebar.
Suara Vivi membuyarkan lamunan Henny. “Ma, sudah rapi. Semua pintu sudah
dikunci. Kok, Mama bengong?”
“Tidak, Sayang…. Ya, sudah, kalau semua sudah beres, kita sekarang tidur,
yuk!” ajak Henny, sambil menggandeng Vivi menuju kamar.
Ponsel Vivi berdering keras saat ia sedang bersantai membaca skenario, yang
baru diterimanya dari produser.
“Vivi, ya? Ini aku, Tumpak. Aku ingin wawancara dengan Anda besok. Ada
waktu?”
“Hmm… Tumpak? Dari majalah Wanita, ya?” Vivi coba mengingat-ingat. Selama
ini ia cukup
selektif dalam hal wawancara. Ia tidak mau sembarangan menerima wawancara
dari media. Bukan karena sombong. Tapi, ia tidak mau karier yang sudah
dirintisnya dari bawah hancur karena pemberitaan media yang simpang siur.
Hubungan Vivi dengan Tumpak sudah terjalin cukup baik. Untuk Tumpak, Vivi
tidak pernah pelit berbagi cerita. Sebab, dalam wawancara-wawancara
sebelumnya, Tumpak selalu bisa mengakrabkan suasana.
“Hmm, tunggu, aku lihat agenda kerjaku dulu. Pagi ada pemotretan untuk
sampul majalah, siang ada syuting sinetron, malam saja, ya.”
“Ya, ampun, padat sekali. Tapi, kalau malam, aku tidak bisa. Deadline sudah
menunggu.”
“Jangan begitu, dong, Non. Bagaimana kalau aku datang ke lokasi syuting?”
pinta Tumpak.
“Oke, aku janji tidak akan mengganggu. Terima kasih banyak, ya. Sampai
jumpa besok!”
Vivi menutup ponselnya. Malam kian larut. Jam di dinding sudah menunjukkan
pukul 24.00. Namun, matanya sulit sekali untuk dipejamkan. Jarum jam terus
bergulir. Vivi menatap kembali, ke arah jam dinding. Sudah pukul 3 pagi!
Mengapa aku segelisah ini? Kenapa aku tidak bisa tidur?
Padahal, tadi mata ini sudah mulai redup.
Vivi kembali membaca naskah skenario dengan serius, supaya matanya lelah
dan kemudian tertidur. Namun, tidak bisa juga. Apakah aku harus
membangunkan Mama? Tapi, kasihan, Mama pasti sudah tertidur lelap.
Di rumahnya yang besar, Vivi hanya tinggal bersama ibu dan 2 pembantu.
Semuanya perempuan. Tiba-tiba perasaannya tidak nyaman. Bulu kuduknya
berdiri. Ada rasa takut menghantuinya. Vivi langsung berlari menuju kamar
ibunya. “Ma, buka, Ma!” Vivi mengetuk pintu
http://ac-zzz.blogspot.com
“Ada apa, Vi?” tanya Henny, sambil membukakan pintu dengan mata tampak
mengantuk. Tidak biasanya putrinya seperti ini datang ketakutan.
“Aku nggak bisa tidur, Ma. Tadi bulu kuduk Vi berdiri. Kata orang, kalau bulu
kuduk berdiri, itu tandanya ada makhluk halus yang lewat,” ujar Vivi, masih
dengan nada takut.
“Ah, itu hanya perasaanmu saja. Kamu mungkin lupa berdoa sebelum tidur,”
kata ibunya.
Benar saja, ketika Vivi selesai memanjatkan doa, ada rasa tenang di hatinya.
Dalam dekapan sang bunda, Vivi tertidur lelap, tanpa harus dihantui perasaan
takut lagi.
“Hai, Betty, apa kabar? Vivi ada di mana?” tanya Tumpak pada Betty, asisten
pribadi, di lokasi syuting.
tanya Betty.
“Lalu, Mbak Vi bersedia?” tanya Betty, curiga. “Kalau dia tidak bersedia, tidak
mungkin aku
susah payah datang ke sini,” kata Tumpak, kesal.
“Ya… cukup lama juga. Soalnya, aku malah diwawancara oleh Betty!”
”Bet, ini Bang Tumpak yang sering aku ceritakan itu. Wartawan yang punya
sifat humoris yang tinggi. ” kata Vivi.
Tumpak tertawa.
“Ya, sudah, kita wawancara di rumah saja, ya, Bang. Syutingnya sudah selesai,
kok.”
Bagi Tumpak, wawancara di mana saja tidak jadi masalah. Yang penting, ia
bisa menggali banyak hal tentang Vivi. Jujur saja, untuk mewawancarai
artis seperti Vivi bukanlah hal yang mudah. Banyak rekan sesama wartawan
yang mengalami kesulitan setiap kali ingin melakukan wawancara. Banyak
http://ac-zzz.blogspot.com
alasan yang dikemukakan Vivi untuk menolaknya. Makin didesak, Vivi makin
mengeluarkan jurus ampuhnya, yaitu pergi dan meninggalkan senyum.
Tapi, tanpa kesulitan Tumpak begitu mudah merebut hati wanita itu sehingga
ia tak pernah keberatan jika diwawancara. Tapi, baru kali ini Vivi mengajaknya
wawancara di rumah.
“Boleh saja, Tante. Tidak ada masalah. Apalagi, yang ingin saya diskusikan
adalah perjalanan
karier Vivi. Biasanya, setiap kali saya mewawancara
Vivi, yang saya tanyakan hanyalah konfirmasi
seputar gosip yang beredar tentangnya. Tapi, kali ini, saya ingin membuat
profilnya secara lengkap,” kata Tumpak.
“Jadi, sejak kapan Vivi merintis karier di dunia entertainment?” tanya Tumpak,
memulai wawancaranya.
“Lalu?”
http://ac-zzz.blogspot.com
‘Ketika itu, aku tidak memegang posisi sebagai peran utama. Hanya numpang
lewat. Tapi, sejak itu aku mendapat beberapa tawaran untuk iklan. Setelah itu,
mulai ada tawaran main sinetron.”
“Contohnya?”
“Banyak juga yang iri dan berusaha menjatuhkan karierku. Tapi, kalau ingin
maju, aku harus menghadapi tantangan itu.”
“Saat ini, aku ingin berkonsentrasi di karier. Untuk menjalin hubungan serius,
aku menunggu saat yang tepat,” kata Vivi.
“Atau, jangan-jangan, calon kekasih Vivi diseleksi ketat oleh Tante?” tanya
Tumpak pada Henny.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Sejauh ini Tante memberikan kebebasan penuh pada Vivi untuk menentukan
pilihan hidupnya. Tante hanya berpesan agar ia mencari pria yang baik, penuh
tanggung jawab, dan tidak materialistis!”
membuat Henny begitu selektif pada setiap teman pria Vivi. Karena, dulu,
gara-gara suaminya terjerat cinta Mira, seorang wanita kaya yang baru
bercerai, Bram rela meninggalkan dirinya, yang saat itu tengah hamil muda.
“Cantik sekali fotonya, Vi. Tapi, kenapa foto yang dipajang hanya foto Vivi dan
Tante saja?” tanya Tumpak, ketika melihat koleksi foto Vivi dan ibunya yang
tergantung cantik di dinding rumahnya yang mewah.
Vivi tersenyum. “Aku kan anak tunggal, Bang. Hmm... pasti Bang Tumpak nanti
akan bertanya tentang foto papaku, ’kan? Sebelum ditanya, aku akan
http://ac-zzz.blogspot.com
menjawab, papaku tidak senang difoto. Saat ini ia sedang berlayar ke luar
negeri!” ujar Vivi.
Karena sudah menebak bahwa Tumpak akan menanyakan ayahnya, Vivi sudah
menyiapkan jawaban. Meskipun, ia sendiri sedih karena tidak pernah
mengetahui wajah ayahnya.
Henny bingung harus bercerita apa. Karena, ia baru membesarkan Vivi setelah
Vivi berusia 10 tahun.
“Sama seperti anak kecil kebanyakan. Ada nakalnya, ada lucunya. Dulu, ketika
Tante masih bekerja sebagai penjahit, Vivi ikut-ikutan menjahit. Sayangnya, ia
menjahit pada kebaya yang sudah siap diambil, bukan pada kain perca.
Akibatnya, kebaya itu rusak, sehingga Tante harus membayar
http://ac-zzz.blogspot.com
”Oke, senang sekali saya bisa ngobrol banyak dengan Vivi dan Tante. Sekarang
saya potret, ya,” kata Tumpak.
Ketika difoto, tangan Henny merangkul Vivi. Rangkulan untuk melindungi
putrinya tercinta. Ya, bagi Henny, Vivi adalah segala-galanya. Permata hatinya,
yang setiap saat harus selalu dijaga, jangan pernah rusak atau ternoda. Ia tidak
mau putrinya hancur di tangan pria. Cukup dirinya
yang mengalami kehancuran.
Troy, putra semata wayangnya dari pernikahannya dengan Toni, kini bekerja
dan tinggal di Belanda. Sedangkan Bram.... Ah, pria ini sudah lama hilang dari
kehidupannya. Semula, ia pikir, Bram akan menjadi suami yang setia dan bersih
dari perselingkuhan. Namun, nyatanya, sama saja
dengan Toni, mantan suaminya. Di rumah, Bram memang bersikap mesra. Tapi,
di luar rumah, ia sama berengsek-nya. Ia juga berselingkuh.
http://ac-zzz.blogspot.com
Tentu saja, hal ini membuat Mira geram. Ia lalu memaksa Bram untuk
meninggalkan rumahnya, tanpa boleh membawa harta apa pun, kecuali baju
yang melekat di tubuhnya. Untunglah, semua harta kekayaan yang dimilikinya
atas nama Mira. Apakah ini hukum karma? Entahlah…. Dulu, ia begitu gigih
merebut Bram dari pelukan Henny, tanpa mau peduli pada keadaan Henny yang
saat itu tengah hamil muda.
Helai demi helai halaman majalah dibukanya. Semula Mira tidak begitu serius
membacanya. Hanya judul-judulnya saja, lalu dilewatkan ke halaman lain.
Namun, ketika matanya tertuju pada halaman profil, matanya terbelalak. Lebih
dari tiga kali ia memeriksa foto yang terpasang di majalah itu. Seolah tidak
percaya, ia membaca artikelnya lagi berulang kali: ”Masa kecil Vivi Natali tidak
dilewati dengan kebahagiaan yang sempurna. Karena, ia hidup berdua saja
dengan ibunya,
Henny Tiurma, yang seorang penjahit. Sementara, sang ayah, pergi berlayar
dan entah kapan akan
kembali.”
“Aku tidak mau ada wanita lain dalam kehidupan Bram. Kau ingat, bagaimana
Toni yang dulu aku percaya sebagai seorang suami setia, ternyata ia juga
sanggup melakukannya. Kau tentunya juga masih ingat, bagaimana kita
bermain kucing- kucingan untuk menjebak perbuatan Toni, yang semula tidak
mau mengaku?”
“Ya, waktu itu aku kalut. Aku bingung. Rasanya, hidup ini sudah tidak ada
artinya. Toni yang aku percaya justru berkhianat. Bahkan, ia tega
meninggalkan aku, tanpa memedulikan keadaanku dan Troy, yang waktu itu
masih berumur 1 tahun. Sekarang, aku tidak mau peristiwa itu terjadi lagi
dalam kehidupanku. Aku tidak mau ada wanita lain, selain aku, dalam
kehidupan Bram.”
Aron.
“Menurut Bram begitu. Tapi, sampai sekarang surat perceraian itu belum
pernah aku lihat. Namun, aku tidak peduli apakah mereka sudah bercerai atau
belum. Yang pasti, aku tidak mau Bram berhubungan lagi dengan mantan
istrinya. Apalagi, yang aku dengar sekarang, Henny tengah hamil. Bisa-bisa, ia
kembali berpaling dan meninggalkanku!”
“Kenapa? Kau takut? Kalau kau tidak mau, tidak masalah. Aku akan membayar
orang lain untuk melenyapkannya. Tapi, kembalikan dulu uang yang pernah kau
pinjam!” ancam Mira.
Aron bimbang. Demi bayaran berapa pun, ia tidak sanggup membunuh seorang
wanita. Apalagi, wanita yang tengah mengandung. Tidak tega.
Namun, saat ini ia membutuhkan banyak biaya untuk pengobatan ibunya yang
mengalami gagal ginjal. Seminggu 2 kali ibunya harus cuci darah. Itu
memerlukan banyak sekali biaya. Satu-satunya orang yang bisa membantunya
hanyalah Mira, karena ia memang kaya.
“Bagaimana?”
http://ac-zzz.blogspot.com
Aron mengangguk lemas. Tidak ada pilihan lain. Kondisi ibunya yang makin
lemah harus segera diselamatkan. Berapa pun biayanya.
“Nah, begitu, dong! Ini uangnya. Baru sebagian. Sisanya akan aku berikan
setelah kau berhasil menjalankan perintahku,” ujar Mira, sambil menyerahkan
tumpukan lembaran uang ratusan ribu di atas meja.
Siang itu udara panas yang menyengat seakan membakar kota Medan. Di sebuah
perumahan sederhana, Henny yang sedang mengandung 2 bulan terus menguap.
Ia mengantuk. Seharian ini ia lelah. Pekerjaan merapikan rumah yang
seharusnya dilakukan oleh Iroh, pembantunya, digantikannya.
untuk menjenguk orang tuanya yang sedang sakit. Rasa lelah yang
menyelimutinya sejak siang membuatnya terlelap, sehingga tidak menyadari
ada tamu tak diundang menyelinap masuk kamarnya.
Tuhan, ampuni hamba-Mu jika harus melakukan perbuatan keji ini. Namun,
tidak ada jalan lain yang harus aku lakukan untuk menolong ibuku. Aron
membatin. Dadanya sesak. Ia merasa tak sanggup, tapi ia harus melakukannya!
Demi nyawa ibunya.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Si… siapa kamu?” tanya Henny, ketika melihat sesosok tubuh tinggi besar
datang menyergapnya. Tiba-tiba saja tubuhnya diempaskan berulang kali.
Bagian belakang kepalanya membentur dinding. Darah segar mengalir dari
kepalanya. Matanya berkunang-kunang. Pandangannya buram. Ia baru
menyadari bahwa maut akan segera mengintai nyawanya, jika ia tidak segera
bertindak cepat.
Saat itu yang ada dalam benaknya adalah menyelamatkan diri. Sebelum ia
membunuhku, aku dulu yang harus membunuhnya. Henny membatin. Setengah
sadar, tangannya meraih laci meja di sebelah tempat tidur. Sebuah gunting
teraba olehnya. Tanpa pikir panjang, ia menusukkan gunting itu ke tubuh pria
tak dikenalnya. Berkali-
Dalam kebingungan, Irma membawa Henny dan Aron ke rumah sakit. Keduanya
mendapat penanganan yang sama di Unit Gawat Darurat. Peristiwa sangat
menggeparkan itu mengundang polisi untuk menggali lebih lanjut motif di balik
peristiwa pembunuhan itu.
Sadar bahwa hidupnya tak lama lagi akan berakhir, sadar bahwa tak ada
gunanya berbohong, Aron menceritakan keadaan sebenarnya.
“Saya hanya disuruh untuk membunuh Ibu Henny. Sebenarnya, saya tidak tega,
karena saya tahu saat ini ia sedang hamil!” suara Aron terdengar lemah, di
antara tarikan napasnya yang tersengal.
“Ibu Mira, istri muda Pak Bram, suami Bu Henny!” “Alamatnya di mana?”
Aron pun memberikan kartu nama Mira. Untunglah, nyawa Henny dan bayi yang
dikandungnya selamat. Setelah kondisi tubuhnya berangsur baik, Henny
diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Namun, proses hukum tetap
berjalan. Apa pun alasannya, ia telah melenyapkan satu nyawa, walaupun saat
itu nyawanya juga tengah terancam. Karena menjadi otak rencana
pembunuhan, Mira juga ikut mendekam di penjara.
Henny divonis 8 tahun penjara. Jauh lebih ringan dari keputusan hakim yang
semula memutuskan 15 tahun penjara. Itu pun dirasakannya berat sekali.
http://ac-zzz.blogspot.com
Sel penjara itu sangat menyiksanya. Tiga kali Henny berusaha bunuh diri,
namun selalu gagal karena ketahuan oleh penghuni lain. Bayi mungil yang
dilahirkan Henny terpaksa dititipkan pada Uli,
kakak tertua Henny.
Keluar dari penjara, Henny minta izin pada kakaknya untuk mencoba mencari
pekerjaan di Jakarta. Setelah berhasil mendapatkan pekerjaan yang layak,
barulah Henny berani mengambil Vivi dan merawatnya sendiri. Selama dalam
pengasuhan
Uli, Vivi sering bertanya tentang keberadaan mamanya. Uli hanya mengatakan
bahwa mamanya akan segera pulang, meski Uli sendiri tak tahu kapan pastinya.
“Informasi penting?”
“Ya, saya baru saja membaca tulisan Anda tentang kisah sukses Vivi Natali.
Anda tahu siapa Vivi dan Henny sebenarnya?”
“Yang saya tahu, Vivi anak tunggal. Ibunya dulunya seorang penjahit dan
ayahnya pelaut,” jawab Tumpak.
“Anda percaya?”
“Mengapa tidak? Masa, sih, seorang artis seperti Vivi bisa membohongi publik.
Kalau ia berani melakukannya, ini akan merusak reputasinya.”
“Bohong besar jika dikatakan bahwa ayahnya seorang pelaut. Karena, Bram,
ayahnya Vivi,
dulunya adalah suami saya. Semenjak berpisah dari saya, ia jadi pengangguran,
luntang-lantung entah
di mana.”
“Henny adalah istri pertama Bram. Setelah bercerai dari Henny, Bram menikah
dengan saya.”
“Oh, tidak. Justru saya tidak pernah tinggal serumah dengan Vivi. Karena, Vivi
itu lahir di penjara.”
“Untuk apa saya mencari sensasi? Saya justru ingin mengungkapkan fakta
sebenarnya. Karena, Henny Tiurma adalah pembunuh. Ia membunuh Aron!”
“Siapa Aron?”
“Anda bisa berkunjung ke tempat tinggal saya di Medan. Saya akan memberikan
informasi yang lebih jelas tentang Henny dan hubungannya dengan saya. Kapan
Anda bisa datang?”
“Secepatnya!” kata Tumpak, sambil berpikir keras. “Baik, saya tunggu,” suara
Mira terdengar ramah.
Kemenangan besar sebentar lagi akan
http://ac-zzz.blogspot.com
bimbang. Jika semua yang dikatakan wanita itu memang benar, apakah aku
harus menuliskannya juga? Lalu, bagaimana dengan karier Vivi yang saat ini
sedang berada di puncak? Pasti popularitasnya akan hancur. Vivi yang dulu
disanjung-sanjung akan dicibir oleh publik. Tak ada seorang pun yang mau
memintanya sebagai bintang iklan atau tampil sebagai presenter televisi. Vivi
akan terempas dari kehidup-an glamor karena kehidupan kelam orang tuanya
terungkap oleh media massa.
Namun, jika tidak berani mengungkapkan kebenaran itu, itu artinya ia juga
membohongi publik. Tapi, ah, itu kan baru katanya saja. Siapa tahu, apa yang
dikatakan wanita itu hanya isapan jempol belaka. Meski masih meragukan
keterangan wanita itu, Tumpak akhirnya berangkat ke Medan, dengan
persetujuan atasannya. Ia disambut dengan ramah oleh Mira.
Tanpa ada rasa malu, Mira menceritakan runtutan peristiwa, dimulai dari awal
mula ketertarikannya pada Bram, keberhasilannya merebut Bram dari tangan
Henny, dan rencana gilanya membayar Aron untuk membunuh Henny.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Jadi, Anda juga ikut dihukum?” tanya Tumpak. “Ya, begitulah. Padahal, saya
sudah membayar
pengacara terkenal di kota ini. Tapi, tetap saja saya tidak bisa bebas dari
jeratan hukum. Jika yang meninggal adalah Henny, pasti lain ceritanya. Saya
tidak mungkin mendekam di balik jeruji penjara,” ujar Mira, tanpa merasa
bersalah.
“Terima kasih atas keterangan Anda, Bu Mira!” “Wawancara ini pasti akan
dimuat di majalah,
’kan?” tanya Mira. Ia berharap semua masyarakat
mengetahui sisi kelam kehidupan Vivi Natali. Mira sangat ingin melihat
kehancuran Henny dan anaknya.
“Saya belum tahu, Bu. Semua akan saya diskusikan dulu dengan tim redaksi,
apakah tulisan ini layak muat atau tidak.”
“Saya yakin, jika tulisan ini dimuat, oplah majalah Anda akan meningkat.
Tentunya, perusahaan tempat Anda bekerja akan untung.”
Tumpak berusaha tersenyum. Walaupun, ia tak habis pikir, mengapa wanita itu
tidak memiliki rasa malu saat mengungkapkan sisi kelam kehidupannya.
Apalagi, ia merupakan otak pembunuhan tersebut. Rupanya, dendam
mengalahkan segalanya. Meski nantinya pembaca
akan mencibir dan memandangnya rendah, Mira tak
http://ac-zzz.blogspot.com
peduli.
Benar yang dikatakan Mira. Ketika Wanita mengungkapkan sisi kelam Vivi
Natali, oplahnya meningkat tajam. Pembaca dibuat terenyak dengan
pemberitaan tersebut. Vivi, yang selama ini jauh dari pemberitaan miring dan
kerap mendapat pujian, tiba-tiba muncul dengan berita menghebohkan.
Bisa dibayangkan, betapa geramnya Vivi ketika membaca artikel itu. Ia tidak
bisa menerima berita yang menyudutkan dirinya dan orang yang dicintainya. Ia
tidak percaya bahwa ibunya berani melakukan hal itu. Seperti Tumpak, ia
sempat memikirkan suatu hal. Jangan-jangan, wanita itu mencari sensasi agar
bisa ikut terkenal.
Berbeda dari reaksi Vivi, Henny justru hanya bisa terdiam. Ia tidak menyangka,
rahasia yang selama ini ditutupnya rapat-rapat, akhirnya dibongkar juga oleh
musuh yang tidak pernah ia maafkan. Henny menyesali diri. Mengapa Vivi harus
mendengarkannya dari orang lain, bukan dari dirinya langsung. Mungkin,
seandainya ia berterus terang sejak awal, kejadiannya tidak seperti ini. Tapi,
apa mau dikata, semua itu sudah terjadi di luar dugaannya.
Seandainya Vivi bukan selebritis, tanggapan orang mungkin tak sedahsyat itu.
Tapi, putrinya adalah seorang artis papan atas, yang sangat terkenal. Media
telah membawa cerita kelam itu ke permukaan, dan Henny tidak bisa membela
diri.
http://ac-zzz.blogspot.com
Sejak berita itu menjadi pembicaraan masyarakat, Vivi seperti ditelan bumi.
Sulit sekali menghubunginya. Ponselnya selalu tidak aktif. Ia benar-benar
mengunci dirinya untuk tidak memberikan komentar apa pun.
“Untuk apa?”
“Kasihan? Siapa suruh mereka menunggu? Dengar, ya, Bet, aku tidak mau
memberikan komentar apa pun sebelum masalah ini jelas. Lagi pula, kamu lihat
kan, semua media menyudutkan aku dan Mama. Mereka tidak mau memahami
perasaanku,” kata
Vivi, sengit.
“Aku tidak tahu sampai kapan. Yang jelas, saat ini aku belum siap berhadapan
dengan wartawan. Aku tidak tahu harus berbicara apa. Aku shocked Bet,
shocked!”
http://ac-zzz.blogspot.com
Kalau sudah begitu, Betty tidak bisa memaksa. Hanya, ia tidak tega melihat
kerumunan wartawan yang sejak pagi hingga malam ’patroli’ di depan rumah.
Sebenarnya, Vivi tidak nyaman dengan situasi ini. Berhari-hari ia mengurung
diri, menghindari kejaran wartawan. Sampai setelah seminggu, Vivi tak betah
berdiam diri terus di rumah. Ketika ia akhirnya memberanikan diri keluar
rumah, para wartawan masih setia menunggunya.
Vivi hanya menyunggingkan senyum dan berkata, “No comment. Maaf, saya
tidak mau diganggu. Terima kasih!” Itu saja yang keluar dari bibir mungilnya.
Selebihnya, ia menancap gas mobilnya, menghilang entah ke mana.
Para wartawan tidak kehabisan akal. Mereka mencari keberadaan Vivi, sampai
ke hotel yang sering dikunjungi Vivi di daerah Puncak. Semua karyawan hotel
menggelengkan kepala.
“Ibu Vivi sudah lama tidak ke sini!” ungkap salah seorang pegawai hotel. Entah
benar atau tidak, yang pasti, keberadaan Vivi sulit dilacak. Demikian juga
dengan Henny, ibunya. Sejak berita miring yang melibatkan dirinya diungkap di
media massa, ia
ikut menghilang. Lalu, ke mana Henny?
http://ac-zzz.blogspot.com
dengan Vivi kembali direnggut. Ya, ia dulu memang pernah membunuh. Tapi,
hal itu dilakukannya untuk membela diri.
Seandainya Henny yang terbunuh, pasti Aron juga akan mendekam di penjara.
Saat itu, posisi Henny terpojok. Hanya ada dua pilihan. Ia dan bayinya terbunuh
atau Aron yang harus mati. Ia sendiri tidak pernah tahu bahwa ia memiliki
keberanian untuk menusukkan gunting ke tubuh Aron, bahkan sampai berulang
kali.
“Jadi, berita itu benar, Ma?” Vivi menerka sikap diam ibunya.
Baru kali ini ia bersuara keras pada ibunya. Sebagai anak, ia selalu sopan.
Karena, ibunya adalah satu- satunya orang yang ia kasihi, tempat ia berlindung
dan berbagi rasa. Tapi, sekarang sosok ibu yang selama ini dipandangnya
dengan penuh rasa hormat, berubah total. Ia begitu membencinya,
“Maafkan Mama, Nak! Semua itu Mama perbuat untuk membela diri,” tutur
Henny, penuh sesal.
“Bukan pembunuhan itu yang saya sesali. Karena, saya pun tidak akan terlahir
ke dunia ini kalau
Mama tidak menyelamatkan diri dengan membunuh bajingan itu. Tapi,
mengapa selama ini Mama selalu menutup-nutupi tentang Papa? Mama selalu
berkelit setiap kali saya tanya. Dan, yang sangat saya sesali, saya justru
mendapat informasi ini dari media, bukan dari Mama. Mau ditaruh di mana
muka ini, Ma? Di kemanakan?!”
Sudah dua minggu ini hubungan antara Vivi dan ibunya terjalin tidak harmonis.
Rumah yang senantiasa dipenuhi gelak-canda ibu dan anak ini terasa sepi.
Henny, yang senantiasa diliputi perasaan bersalah, berusaha untuk mengajak
bicara atau mengalihkan pembicaraan ke hal lain, agar suasana rumah tidak
terasa tegang. Namun,
Keputusan Henny untuk pergi jauh sudah bulat. Entah ke mana. Ia belum punya
tujuan. Angin malam yang menusuk hingga ke tulang tak dihiraukannya.
Berbekalkan sedikit uang yang dimilikinya, Henny meninggalkan rumah mewah
yang pernah ditempatinya bersama putri tercintanya. Semua tinggal kenangan.
Walau berat langkahnya, ini merupakan keputusan terbaik. Sikap Vivi yang tak
acuh dan selalu menghindar
sudah cukup menjadi petunjuk bahwa ia harus cepat pergi dari rumah itu.
Suara gaduh terdengar di rumah Vivi. Bi Iyah dan Mbak Sum berteriak-teriak,
membangunkan Vivi yang baru pulang pukul 3 dini hari, seusai syuting.
“Ada apa, sih, Bi Iyah?” tanya Vivi, sambil membuka pintu kamarnya.
“Ibu? Ibu kenapa?” suara Vivi tak acuh. “Ibu tidak ada di kamarnya!”
“Sudah dicari belum? Mungkin di dapur atau kamar mandi.”
“Non Vivi, ini ada surat untuk Non. Sepertinya, dari Ibu!” seru Mbak Sum,
dengan napas tersengal, sambil memberikan secarik surat yang ditulis Henny
dengan gemetar.
kebencian masih tertancap tajam di hatinya dan sulit untuk dicabut. Berulang
kali ia menyesali diri, mengapa ia harus terlahir ke dunia ini, kalau harus
menanggung malu.
Vivi tidak bisa protes. Ia teringat perbincangannya dengan Tiyo Bram, seorang
produser.
“Vi, aku bisa mencetakmu menjadi artis papan atas, kalau kamu mau menuruti
permintaanku!” kata Tiyo.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Tenang, Vi. Kamu tidak perlu emosi begitu. Aku kan hanya memberikan jalan.
Itu pun kalau kamu mau kariermu melesat. Tapi, kalau hanya mau jadi figuran
saja, itu terserah kamu. Bagaimana? Semua itu ada timbal baliknya. Kalau
kamu bersedia jadi istriku, aku akan memberikan peran utama untukmu. Ini
alamat apartemenku. Dengan senang hati aku menunggu kunjunganmu,” ujar
Tiyo, sambil memberikan kartu namanya dan berlalu meninggalkan Vivi.
Apakah untuk menjadi seorang bintang papan atas ia harus menjual harga
dirinya? Sudah 4 tahun, Vivi menjadi figuran, yang nyaris tidak pernah dilirik
penonton. Padahal, ia mempunyai kemampuan akting yang bagus. Wajah cantik
dan bentuk tubuh proporsional ternyata bukan faktor utama untuk bisa
memuluskan langkahnya. Pesaingnya begitu banyak. Semua cantik-cantik,
langsing dengan penampilan memukau. Yang lebih mengherankan, karier
mereka begitu cepat meroket. Padahal, belum setahun mereka menapakkan
kaki di dunia hiburan.
Namun, harapan Vivi untuk bisa berjalan mulus, tanpa harus mengorbankan
harga diri, tidak membuahkan hasil. Sulit sekali baginya untuk mendapatkan
peran. Jangankan peran utama, menjadi peran pembantu saja rasanya jauh
dari kenyataan.
Vivi memberanikan diri berkunjung ke apartemen Tiyo. Dengan perasaan malu,
benci, muak, ia menyerahkan kegadisan yang selama ini dijaganya utuh kepada
produser tua itu. Tanpa merasakan kenikmatan apa pun, Vivi mengikuti semua
petunjuk yang diarahkan Tiyo, yang tidak memedulikan rintihan kesakitan dan
isak tangis Vivi. Tangannya bergerilya dengan liar. Vivi hanya bisa pasrah.
“Pak Tiyo, saya perlu kejelasan. Saya tidak mau pengorbanan ini tidak ada
timbal baliknya!”
“Maksudnya?”
“Anda jangan pura-pura bodoh. Saya mau melakukan ini secara kontrak selama
6 bulan. Selebihnya, saya tidak mau!” ancam Vivi. Rencana ini memang sudah
dipikirnya matang-matang, meski harus ditebus dengan harga mahal.
yang pantas untuk Tiyo. Kalau ia hanya akan mendapat peran utama, dengan
menjadi istri simpanan Tiyo, tentunya kerugian ada pada dirinya. Untuk itu, ia
sudah menyiapkan selembar kertas kontrak bermeterai.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Selama saya jadi istri simpanan Anda, saya tidak mau tinggal serumah. Hanya
sesekali saja boleh bertemu!” lanjut Vivi.
“Seminggu 3 kali?”
“Saya tidak bisa memastikan. Yang pasti, saya tidak mau hubungan ini sampai
tercium wartawan dan orang lain. Dan, yang terakhir, saya minta bagian
setengah dari harta Anda untuk jadi milik saya. Bagaimana?” tantang Vivi,
sambil menatap Tiyo tajam.
Tiyo yang sedang dimabuk cinta hanya mengangguk. Semua yang dikatakan Vivi
tidak ada yang dibantahnya.
“Baik, itu berarti Anda menyetujui kesepakatkan di antara kita. Sekarang, Anda
harus menandatangani surat ini!” Vivi pun mengajukan surat yang telah
diketiknya rapi.
“Saya tidak mau Anda mengelak dari kenyataan. Jangan lupa, surat ini sah!”
http://ac-zzz.blogspot.com
Vivi senang, karena Tiyo mau menandatangani surat itu, tanpa protes.
Produser tua yang sedang kasmaran itu benar- benar memenuhi janjinya. Tanpa
pikir panjang, ia memberikan setengah harta miliknya untuk Vivi. Ia juga
memberikan peran utama pada Vivi. Pengorbanan Vivi tidak sia-sia. Ia berhasil
menjadi artis papan atas dan mendapat kontrak eksklusif dari sebuah rumah
produksi terkenal.
Selama setengah tahun, tidak ada satu orang pun yang mencium hubungan
gelapnya dengan Tiyo. Vivi benar-benar menutup rapat rahasia dirinya. Setiap
hari ia menghitung, kapan perjanjiannya
Satu lagi rahasia diri, yang tidak diketahui siapa pun, termasuk Tiyo: ia pernah
melahirkan anak. Saat perjanjian menjadi istri simpanan Tiyo berakhir, Vivi
sedang hamil 3 bulan. Ia sengaja merahasiakan kehamilannya itu. Karena, jika
Tiyo
tahu, perjanjian bisa batal. Untuk menyembunyikan kehamilannya, Vivi
terpaksa berbohong pada ibunya. Ia mengatakan ada syuting di luar kota
selama berbulan-bulan.
Untunglah, semua rencana yang telah dirancangnya rapi, berjalan dengan baik.
Vivi melahirkan bayi perempuannya di negara tetangga, Singapura. Tidak ada
seorang pun yang tahu, termasuk pers. Vivi lalu membawa bidadari kecilnya,
Thalia, kembali ke Indonesia. Tanpa proses yang menyulitkan, Vivi menitipkan
Thalia kecil di sebuah panti asuhan.
aborsi. Namun, niat itu dibatalkan. Ia takut, dosanya akan makin berat, jika ia
melakukan pembunuhan terhadap janin yang dikandungnya.
Sekarang, Vivi merasa kehidupannya begitu hampa. Ia tersisih dari ingar bingar
dunia hiburan yang telah membesarkan namanya. Begitu cepat! Rasanya, baru
kemarin namanya terukir indah di media cetak sebagai artis paling favorit.
“Hai, Sayang, apa kabar? Kapan pulang ke Indonesia?” suara Vivi terdengar
bahagia sekali, ketika menerima telepon dari kekasihnya, Troy.
“Sabar, dong! Mungkin bulan depan aku pulang. Bagaimana, Mama sehat?”
tanya Troy, menanyakan
keadaan Henny.
“Kok, jawabnya ragu, sih? Ada yang disembunyikan, ya?” tanya Troy.
“Ah, tidak. Semua baik-baik saja. Honey, jangan lupa bawakan cokelat, ya,”
ujar Vivi, mengalihkan pembicaraan. Ia tidak mau hubungannya yang sedang
tidak harmonis dengan ibunya terbaca oleh Troy.
http://ac-zzz.blogspot.com
Walaupun selama ini Troy belum mengenal Henny secara langsung, hanya
melalui telepon, hubungan mereka sudah cukup akrab. Setiap kali menelepon,
Troy menyempatkan diri untuk bicara dengan Henny.
“Apakah tidak ada pria lain selain dia, Vi?” “Kenapa Ma?”
“Mama khawatir, kamu hanya dipermainkan. Apalagi, jarak kalian berjauhan
sehingga jarang bertemu!”
“Mama tidak usah khawatir. Saya yakin, Troy memiliki pribadi yang baik.
Sepertinya, ia tidak seburuk yang Mama bayangkan,” bela Vivi.
“Dari e-mail yang ia kirim. Selain cara berbicaranya santun, tidak ada rayuan
gombal.”
Kisah asmara Vivi dan Troy sudah berjalan hampir setahun. Yang
mengetahuinya hanya Henny. Pada Troy, Vivi tidak memperkenalkan diri
sebagai artis. Ia mengaku, dirinya adalah seorang mahasiswi S-2. Lagi pula, ia
http://ac-zzz.blogspot.com
yakin, dirinya hanya dikenal di Indonesia. Di negeri Kincir Angin sana, siapalah
yang mengenal Vivi Natali. Mereka berkenalan melalui sebuah klub sahabat
pena di internet.
”Kenapa bingung? Sebenarnya, ada apa? Sejak tadi, setiap kali aku bertanya
tentang Mama, pasti kamu
“Enggak, kok! Hubungan kami baik-baik saja. Hanya, Mama sedang kurang enak
badan. Sekarang sedang tidur. Atau, mau aku bangunkan?” Vivi mengarang
cerita bohong. Harapannya, Troy tidak meminta untuk berbicara dengan
ibunya.
“Tidak usah. Sampaikan saja salamku pada beliau. Semoga cepat sembuh.
Sudah 3 kali aku berkunjung, tapi tidak pernah bertemu. Mudah- mudahan
bulan depan aku bisa bertemu Mama,” kata Troy.
Setelah saling mengucapkan salam perpisahan, tiba- tiba Vivi merasa dadanya
sesak. Tangisan penyesalan atas sikap kasar yang dilakukannya selama ini pada
http://ac-zzz.blogspot.com
“Ma, saya minta maaf atas sikap kasar saya kemarin. Ma, saya kangen. Tapi, di
mana Mama sekarang? Di mana?” ucapnya, pelan.
Oh, Tuhan, bantu aku menemukan Mama. Lindungi Mama. Jangan biarkan
sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya. Tuhan, ampuni aku yang telah berdosa
padanya. Izinkan aku bertemu dengannya!
Detak jantungnya hampir saja berhenti, ketika ia melihat langsung mayat yang
terbujur kaku di kamar mayat sebuah rumah sakit di Jakarta. Wajahnya hampir
sama dengan ibunya. Tapi, bukan, itu bukan ibunya. Ibunya memiliki tahi lalat
di hidung dan dagu. Wanita itu tidak.
Vivi kebingungan, mau mencari ibunya ke mana lagi. Semua tempat sudah
ditelusuri. Ia juga sudah melaporkan kasus kehilangan ini ke kepolisian. Tapi,
hasilnya nihil.
http://ac-zzz.blogspot.com
Apakah Mama menyimpan dendam padaku dan sudah tidak lagi menganggap
aku sebagai anaknya? Mengapa ia tidak mau pulang?
“Selamat malam, Tante Uli. Ini Vivi. Apa kabar, Tante?” tanya Vivi.
”Oh, kamu. Ada apa kamu telepon ke sini?” kata Uli, dingin.
“Kalau ada, kenapa?” ujar Uli, tetap dingin. “Saya mau menjemput Mama!”
“Menjemput? Tidak bisa! Tante tidak mengizinkan kamu menjemput mamamu
sebelum kamu minta maaf padanya. Bagaimana kamu tega membiarkan
mamamu pergi dari rumah? Kamu tidak tahu kan apa yang terjadi selanjutnya?”
Desah napas Uli terdengar berat, seperti ada beban yang mengimpit dan sulit
dikatakan.
“Mamamu…,” Uli tak melanjutkan kata-katanya. “Tante, ada apa dengan
Mama? Tante, saya
memang salah. Saya memvonis Mama bersalah,
tanpa mau mendengarkan alasan apa pun. Saat itu, Vi kalut dan bingung.
Semua media massa memojokkan saya. Mereka tidak memedulikan kondisi saya
sama sekali. Tante, izinkan saya bertemu dan memohon ampun pada Mama,”
pinta Vivi.
“Saat ini kesehatan mamamu sudah pulih, meski kadang-kadang Tante sering
mendapati ia menangis dan memanggil-manggil namamu. Tapi, akibat
kecelakaan itu, kaki kanannya diamputasi. Inilah yang sempat membuatnya
depresi. Dan, ia
http://ac-zzz.blogspot.com
Rumah di Jl. Kakatua 19, Deli Serdang, Medan, terlihat lengang. Sebuah taksi
berhenti tepat di depan gerbang berwarna cokelat perak.
“Terima kasih, Pak! Kembaliannya ambil saja!” “Sebanyak ini?” tanya sopir
taksi, kaget. Selama
menjadi sopir taksi, ia belum pernah mendapat tip
sebesar itu. Penumpangnya mengangguk.
Seorang pria gagah turun dari taksi dan masuk ke rumah itu.
Tak ada tanda-tanda pintu gerbang akan dibuka, ia berteriak lagi. Namun,
beberapa menit menunggu, tak juga ada yang muncul. Ia lalu mencoba
menghubungi ponsel ibunya. Setelah beberapa kali dering, barulah diangkat.
“Hei, Troy. Maaf, Mama agak tidak enak badan. Setelah minum obat baru bisa
tidur.”
http://ac-zzz.blogspot.com
”Ma, Troy ada di luar. Dari tadi sudah teriak-teriak panggil Mama, tapi tidak
ada yang membukakan pintu.”
Mira mengintip jendela ruang tamu. Setelah melihat siapa yang berdiri di balik
pagar, ia bergegas menuju pintu gerbang.
“Kok, tidak bilang kalau mau pulang?” kata Mira, sambil menggandeng Troy
masuk ke rumah. Ia ambilkan minuman dingin, lalu duduk di sebelah Troy, yang
sedang beristirahat di ruang keluarga.
”Kamu sehat, Nak? Waduh… anak Mama makin tampan saja. Hmm… jangan-
jangan di sana sudah punya kekasih,” kata Mira.
“Memang sudah!” jawab Troy, mantap. ”Tapi, dia orang Jakarta, kok. Dia
cantik dan pintar.
Pokoknya, Mama pasti akan bangga punya menantu seperti dia,” kata Troy,
bangga.
“Mama jadi penasaran. Ada fotonya nggak?” “Mama lebih baik langsung
berkenalan dengan
orangnya. Ia baik sekali. Rencananya, minggu ini
saya akan ke Jakarta untuk melamarnya.”
“Bukan itu. Ini tentang sakit hati Mama yang sudah sembuh! Perasaan benci,
dendam, dan sakit hati Mama pada Henny sudah terbalas.”
“Henny? Henny siapa, Ma?” tanya Troy, bingung. “Mantan istri Bram, ayah
tirimu. Masih ingat?” “Ya, ingat. Tapi, ada apa dengannya?”
“Kamu ingat nggak, gara-gara dia, mamamu masuk penjara!”
“Tapi, semua itu kan karena ulah Mama juga. Mengapa Mama berencana
membunuhnya? Padahal, Om Bram sudah meninggalkannya,” ujar Troy, seakan
membela Henny.
“Kamu, kok, malah membela dia! Dengar, ya, Troy, Mama tidak mau
ditinggalkan untuk kedua kalinya oleh pria yang Mama cintai. Kamu tentu masih
ingat tingkah laku ayahmu. Katanya, ia sudah meninggalkan perempuan
selingkuhannya itu. Sampai ia bersumpah untuk tidak mengulangi lagi.
Ya, Troy ingat. Masa lalu kembali membayang di pelupuk matanya. Ibunya
seperti orang hilang ingatan ketika harus berpisah dari orang yang dicintainya.
Ibunya secara tiba-tiba sering menangis, berteriak, tertawa, bahkan memukul-
mukul tanpa sebab. Untunglah, adik ibunya dengan cepat membawa ibunya
untuk menjalani
perawatan.
“Mama tidak ingin Bram kembali lagi padanya!”
lanjut Mira berapi-api.
“Katanya, begitu. Tapi, kenyataannya, setiap kali Mama ingin melihat bukti
surat cerainya, ia tidak pernah bisa memberikan. Perasaan takut kehilangan
orang yang Mama cintai makin menghantui. Apalagi, Mama dengar, saat itu
Henny sedang berbadan dua. Mama tidak mau Bram berpaling dan
meninggalkan Mama. Jadi, lebih baik dilenyapkan saja!” suara Mira terdengar
ringan, tanpa beban.
Apakah Mama tidak merasa berdosa ikut membunuh janin yang dikandungnya?”
tanya Troy, yang tidak pernah mengikuti perkembangan kasus ibunya. Karena,
pada saat ibunya memutuskan untuk berumah tangga dengan Bram, ia sudah
berada di negeri Belanda untuk menuntut ilmu. Keluarga dari pihak ayahnya
banyak yang bermukim di sana dan ingin menyekolahkannya.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Sayangnya, Henny dan anak itu masih diizinkan menghirup udara dunia. Tapi,
Aron malah mati terbunuh. Itulah yang membuat Mama makin membenci
perempuan itu. Karena, sebelum mati, Aron buka mulut bahwa dalang
pembunuhan itu adalah Mama. Troy, kamu boleh marah atau protes. Tapi,
dendam ini sudah bertahun-tahun Mama pendam. Akhirnya, Mama
mendapatkan saat yang tepat untuk membalasnya. Putri Henny sekarang sudah
tumbuh menjadi gadis cantik dan menarik. Kariernya makin berkibar di dunia
hiburan. Mama sengaja membeberkan masa lalu ibunya pada media. Hasilnya,
karier putrinya itu hancur,” kata Mira, sambil tertawa.
“Ma, Mama sadar atau tidak bahwa perbuatan Mama itu menghancurkan
kehidupan mereka. Apa, sih, salah mereka, Ma?” tanya Troy, terheran-heran. Ia
tidak menyangka ibunya sanggup melakukan semua itu
“Sangat, sangat sadar, Troy. Mama puas! Mereka semua hancur. Bicara tentang
kesalahan, Mama tidak tahu siapa yang salah dalam hal ini. Tapi, gara-gara
Henny, harga diri Mama hancur. Coba kamu bayangkan, semua koran memuat
berita tentang seorang pengusaha cantik yang masuk penjara. Betapa malunya
Mama saat itu. Sekarang, kondisi yang sama pun dirasakan oleh Henny dan
anaknya. Media massa menyorot sisi kelam kehidupan Henny. Satu sama, ’kan?”
ucap Mira, tersenyum puas.
Troy tidak bisa berkata-kata lagi. Suasana siang itu jadi terasa hampa.
Sore itu langit terlihat sangat gelap.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Semoga hanya mendung saja!” kata Troy dalam hati. Sudah 2 hari ini hujan
terus menguyur Medan. Dari pagi hingga esok pagi lagi. Troy mengemasi
sejumlah perlengkapan untuk dibawa ke rumah sakit. Pakaian bersih, makanan,
dan alat-alat mandi untuk ibunya yang kini tergolek lemah di kamar VIP sebuah
rumah sakit.
Sudah dua bulan ini Mira menahan rasa sakit. Sesekali terdengar rintihan
panjangnya saat sakit datang mendera. Apalagi, saat ia menggerakkan
tubuhnya, meski hanya gerakan kecil.
Tiba-tiba saja kondisi tubuhnya melemah. Suatu siang, saat akan beristirahat,
perut bagian bawahnya mendadak terasa sakit. Semula, Troy berpikir, sakit
maag ibunya kambuh. Karena itu, ia memberikan obat maag. Namun, obat itu
ternyata tidak membantu. Malah, sakit ibunya makin menjadi. Jangankan
makan, minum pun sulit. Ia hampir tidak bisa menelan makanan apa pun.
Kondisinya saat ini sangat memprihatinkan. Tubuhnya yang semula segar, kini
jadi terlihat sangat kurus. Troy baru diberi tahu bahwa di usus besar ibunya
terdapat benjolan besar.
“Siang, Ma!” sapa Troy, sesampainya di kamar tempat Mira berbaring. Dengan
penuh rasa sayang diciumnya kening sang ibu. Mira hanya menyunggingkan
senyum. Mulutnya malas untuk berbicara.
“Kenapa, Ma? Ini kan untuk kebaikan Mama. Kata dokter, beberapa kali
melakukan kemoterapi, bisa
“Mama mau jalan? Kata dokter, Mama belum boleh banyak bergerak. Usus
Mama kan masih luka.”
“Mama ingin minta maaf. Rasanya, inilah murka Tuhan pada Mama, sehingga
Mama mengalami penderitaan ini,” kata Mira, menyesal. Entah mengapa,
secara tiba-tiba hatinya tergerak untuk meminta maaf.
“Saya usahakan, ya, Ma! Mudah-mudahan bisa bertemu keduanya,” ucap Troy
sungguh-sungguh.
Siang itu cuaca Medan begitu cerah. Seorang pria tua datang tertatih-tatih
menggunakan tongkat penyangga. Bibirnya agak miring ke kiri, akibat stroke
yang dialami beberapa waktu yang lalu.
“Ma, Om Bram datang!” bisik Troy, di telinga ibunya. Saat itu Mira sedang
tidur. Perlahan ia membuka
mata. Samar-samar dipandangnya pria yang pernah
hidup bersamanya. Sisa-sisa ketampanan Bram masih terlihat, walaupun rambut
putih dan guratan keriput jelas tampak.
“Bram,” panggil Mira, lemah.
“Mira, apa yang terjadi padamu?” tanya Bram, gundah, terlihat sangat prihatin
melihat kondisi Mira.
Mira berusaha untuk menyunggingkan senyum. Tapi, rasa sakit itu tiba-tiba
kembali datang sehingga Mira merintih lagi.
“Mira,” Bram mengusap tangan Mira untuk memberikan kekuatan. “Sabar, ya!”
http://ac-zzz.blogspot.com
dokter menyatakan bahwa kondisi Mira sudah sangat parah karena mengalami
berbagai komplikasi penyakit. Dokter hanya bisa mengupayakan yang terbaik.
“Tidak ada yang perlu dimaafkan. Semua sudah berlalu,” ujar Bram.
“Henny di mana?”
Troy dan Bram saling memandang. Keduanya tidak tahu ke mana harus mencari
wanita itu. Karena, sejak pergi meninggalkan Henny, Bram tidak pernah lagi
menghubunginya dan tidak pernah mengikuti perkembangannya. Ia tidak tahu
apakah Henny dalam keadaan sehat atau sakit. Kesalahan yang pernah
dilakukannya terhadap Henny rasanya sulit dimaafkan. Ketika itu, ia merasa
begitu membenci Henny. Saat Henny memintanya untuk kembali, ia malah
meninggalkannya. Bram tidak tahu, apakah saat itu Mira menggunakan
kekuatan magis untuk menguasai dirinya, sehingga ia menurut saja apa yang
diminta oleh Mira.
Memasuki halaman rumah Uli, hati Vivi tidak tenang. Jantungnya berdebar
kencang. Ia merasa takut, sekaligus rindu ingin bertemu ibunya. Maukah Mama
menjumpai dan memaafkanku? Andaikan Mama mengusirku dan tidak mau
bertemu, bagaimana? Menurut Uli, ibunya sering
berteriak-teriak memanggil dirinya dan mengatakan semua penderitaannya
disebabkan Vivi.
“Saya. Vivi.”
http://ac-zzz.blogspot.com
“Vivi?” dengan tergopoh-gopoh, Uli yang saat itu sedang menyiapkan makan
untuk Henny, berjalan menuju pintu. “Vivi, akhirnya kau datang juga, Nak!”
ujar Uli, sambil merangkul keponakannya, yang sudah seperti anaknya sendiri.
Tidak terdengar lagi nada suara yang tinggi, seperti yang beberapa waktu lalu
didengar oleh Vivi.
“Sudah lama Mama memaafkanmu, Nak!” ujar Henny, dengan lembut. Matanya
berkaca-kaca. Anaknya yang beberapa saat hilang kini telah kembali. Semangat
hidupnya kembali datang. Dulu
http://ac-zzz.blogspot.com
ia sempat nekat ingin mengakhiri hidup, karena merasa hidupnya sudah tidak
berarti. Tetapi, sekarang, Vivi sudah kembali. Mereka sudah saling
menemukan.
Vivi lalu mendorong kursi roda ibunya menuju ruang tengah. “Ma, dapat salam
dari Troy, calon menantu Mama!” ujar Vivi.
“Troy ada di Medan, Ma. Ibunya kan tinggal di sini. Katanya, ia akan
mengunjungi ibunya dulu, baru datang ke Jakarta. Coba saya hubungi dulu, ya.
Siapa tahu dia masih di sini,” ujar Vivi, sambil mengambil ponselnya.
“Hei, Vi. Aku masih di Medan. Mamaku sedang dirawat di rumah sakit!” suara
Troy terdengar sedih.
“Aku juga sedang di Medan. Sakit apa?” tanya Vivi. “Nanti aku ceritakan. Atau,
kamu mau datang
menjenguk Mama?” tanya Troy, penuh harap.
Mereka bertiga pun menuju rumah sakit. Tidak sulit mencari ruangan tempat
Mira dirawat. Troy yang sudah mengetahui kedatangan Vivi dan keluarganya,
segera menyambut mereka.
Troy terkesiap. Ia tidak pernah tahu bahwa calon ibu mertuanya berada di kursi
roda.
Seakan membaca apa yang ada dalam benak Troy, Vivi menjelaskan, “Mama
mengalami kecelakaan
beberapa waktu lalu. Besok saja aku bercerita tentang hal itu,” kata Vivi,
berbisik.
http://ac-zzz.blogspot.com
Vivi tak tahu harus berbuat apa. Ia ingin berlari, namun tidak mungkin. Apa
kata orang nanti. Suasana yang semula tenang pasti akan kacau. Henny juga
bingung hendak mengatakan apa. Ibu dan anak itu berpandangan.
Pria itu… tidak! Apakah aku tidak salah lihat? Bukankah itu Tiyo, pria berengsek
yang pernah hidup bersamanya, tanpa sebuah ikatan perkawinan? Apa
hubungannya dengan Mira? Apakah pria itu masih keluarganya?
“Henny.”
http://ac-zzz.blogspot.com
Mengapa ibunya mengenal pria itu? Apakah ibunya juga tahu bahwa dirinya dulu
dinodai oleh laki-laki itu? Vivi makin tidak tenang. Jantungnya berdebar keras.
Henny diam saja. Dipandangnya Uli, yang berada di sampingnya. Wajah Henny
dan Uli
terlihat tegang. Namun, tak satu pun kata yang terlontar dari bibir mereka.
Ada yang tidak beres. Seperti ada rahasia yang disimpan rapat. Vivi
berucap dalam hati.
Pikiran Henny juga dipenuhi berbagai pertanyaan. Apakah Troy anak dari Mira
dan Bram? Lalu, ia nanti akan menjadi besanku? Tidak, semua ini tidak boleh
terjadi. Perkawinan sedarah, walaupun lain ibu, tetap saja tidak boleh.
Mira. Selama ini ia memang menanti kehadiran Henny. Namun, ia tak pernah
tahu bahwa calon menantunya adalah Vivi, orang yang kariernya pernah ia
hancurkan karena sebuah dendam masa lalu.
“Ma, kenalkan, ini calon istri Troy. Vili namanya,” ujar Troy, bersemangat. Ia
tidak tahu tentang gejolak perasaan yang terjadi dalam hati ibunya, Bram, Vivi,
Henny, dan juga Uli.
http://ac-zzz.blogspot.com
“Vivi?”
Orang-orang yang sedang menjenguk tahu diri. Mereka tahu, tak sopan jika
mereka mendengarkan perbincangan selanjutnya. Perlahan-lahan mereka
menyingkir keluar dari kamar itu.
“Jadi, Mama mengenalnya?” tanya Troy. “Troy, ini Vivi Natali, anak Tante
Henny yang
pernah Mama ceritakan. Mama malu sekali,” ujar
Mira, tersedak. Tangisnya tertahan. Ia tak sanggup memandang wajah Henny
dan Vivi.
Henny menarik napas panjang. Dadanya sesak. Dalam benaknya, Mira selalu ia
kenang sebagai seorang wanita yang tak punya hati. Ia benar-benar jahat.
Kehidupannya hancur, tubuhnya jadi cacat, dan karier putrinya berantakan.
Bagaimana mungkin ia bisa memaafkan wanita itu dalam sekejap?
http://ac-zzz.blogspot.com
“Mira, kami memaafkan semua kesalahanmu. Biarlah ini menjadi sisi kelam
kehidupan kita yang harus dilupakan!” ujar Henny, akhirnya, yang disambut
Mira dengan senyum.
Sementara itu, Bram yang berdiri di samping Mira, terus diliputi tanda tanya.
Jadi, Vivi, yang pernah menjadi istri simpananku itu adalah anak Henny,
istrinya terdahulu? Apakah setelah berpisah darinya, Henny menikah lagi dan
memiliki anak? Atau, jangan-jangan ia darah dagingku? Tidak, tidak mungkin!
Bram menatap wajah Vivi dalam-
dalam. Ada kemiripan dengannya. Terutama bentuk hidung dan matanya.
Dari sorot matanya, terlihat jelas Vivi menyimpan amarah yang membara. Ia
tidak rela laki-laki itu hadir dalam kehidupannya.
“Siapa laki-laki itu, Ma?” Vivi berbisik pelan. Ia masih penasaran. Mungkin, ia
ayah Troy. Tapi, mengapa Troy tidak memperkenalkan padanya sejak awal?
http://ac-zzz.blogspot.com
“Mama tidak sedang bercanda, ’kan?” Wajah Vivi terlihat tegang. Bagaimana
mungkin sosok laki-laki berengsek itu muncul sebagai ayah kandungnya?
Vivi ingin berontak dan berlari. Ia tidak bisa menerima laki-laki yang selama ini
amat dibencinya sebagai ayahnya. Namun, tak mungkin kebencian
itu diperlihatkan pada ibunya ataupun pada Troy.
Ia takut, mereka akan tahu betapa kotornya dirinya.
“Jadi, dia anakku, anak kita Henny?” Suara Bram tercekat. Ia telah
menghancurkan anaknya sendiri.
Hati Bram benar-benar hancur. Lebih hancur lagi ketika Vivi dengan terpaksa
mau menjabat tangannya. Ia tahu, hati Vivi pun hancur. Andaikan di situ hanya
ada dirinya dan Vivi, ingin sekali ia mengatakan, “Papa rela jika saat ini juga
kau
Tapi, hal itu tak mungkin diucapkannya. Ia tidak ingin menyakiti perasaan
Henny lagi.
“Henny, sebelum aku pergi, aku ingin anak kita dipersatukan dalam ikatan
perkawinan!” pinta Mira.
“Bukankah perkawinan sedarah itu tidak boleh? Troy anakmu dari Bram, ’kan?”
Mira menggeleng. Diraihnya tangan Troy dan Vivi. “Troy adalah anakku dari
Tony. Aku titipkan mereka padamu, Hen! Dan, aku ingin kau dan Bram kembali
bersatu.”
Henny dan Bram saling berpandangan. Mungkinkah benang cinta yang dulu
putus bisa kembali menyatu? Seberkas sinar cinta yang dulu redup kini mulai
http://ac-zzz.blogspot.com
bersinar kembali. Pancaran itu terlihat dari sorot mata Henny ketika
memandang Bram.
Henny tertegun. Mungkin, inilah jalan hidup yang harus ia lalui. Kembali
mendapatkan cinta saat usianya sudah senja. Kebahagiaan yang luar biasa pun
dirasakan oleh Uli.
Ia hanya kuat menahan semua beban hidup ini karena satu alasan: ibunya. Ia
tak mungkin merampas kebahagiaan sang bunda, dengan membeberkan cerita
masa lalunya yang kelam. Tapi, ia tak ingin dihantui perasaan bersalah terus-
menerus. Ia memantapkan hati untuk mengambil Thalia, bidadari kecilnya, dari
panti asuhan.
Entah cerita apa yang akan dikarangnya tentang gadis kecil itu, agar Troy dan
ibunya tak mengetahui cerita sebenarnya. Itu akan jadi rahasia hidupnya yang
baru, yang tak pernah akan ia ungkapkan kepada siapa pun.
http://ac-zzz.blogspot.com
Tamat