Anda di halaman 1dari 23

DEFINISI

• Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang


berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat.
• Jamu adalah Obat Tradisional yang dibuat di Indonesia.
• Obat Herbal Terstandar adalah produk yang mengandung
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan
bakunya telah distandardisasi.
• Fitofarmaka adalah produk yang mengandung bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan uji klinik serta bahan baku dan produk
jadinya telah distandardisasi.
• Bahan Baku adalah semua bahan awal baik yang
berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang berubah maupun
tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan Obat
Tradisional.
• Produk Jadi adalah produk yang telah melalui seluruh
tahap proses pembuatan.
• Sediaan Galenik yang selanjutnya disebut Ekstrak
adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
menyari Simplisia nabati atau hewani menurut cara
yang sesuai, di luar pengaruh cahaya matahari
langsung.
• Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan
yang digunakan untuk pengobatan dan belum
mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan tidak lebih dari 60°C (enam puluh
derajat celsius).
ANALISIS SEDIAAN GALENIK
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu
tumbuhan obatnya, ditinjau 2 faktor :
1. Faktor Biologi, meliputi :
 Identitas jenis (species)
 Lokasi tumbuh asal
 Periode pemanenan hasil tumbuhan
 Penyimpanan bahan tumbuhan
 Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan
2. Faktor Kimia, meliputi :
 Faktor Internal
 Faktor Eksternal
Faktor kimia Internal, meliputi :
- jenis senyawa aktif dalam bahan
- komposisi kualitatif senyawa aktif
- komposisi kuantitatif senyawa aktif
- kadar total rata-rata senyawa aktif
Faktor Kimia Eksternal, meliputi :
- Metode ekstraksi
- Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter
dan tinggi alat)
- Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan
- Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
- Kandungan logam berat
- Kandungan pestisida
Analisis Cemaran Pestisida
• Pengertian dan Prinsip :
Menentukan kandungan sisa pestisida yang mungkin
saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada
bahan simplisia pembuatan serbuk

• Tujuan
Memberikan jaminan bahwa simplisia/ekstrak tidak
mengandung pestisida melebihi nilai yang ditetapkan
karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan.

• Nilai
Maksimal atau rentang yang diperbolehkan
Terkait dengan kemurnian dan kontaminasi
Terkait dengan kontaminasi sisa pertanian
PESTISIDA
Pestisida adalah sesuatu yang mencegah,
menghancurkan, atau mengendalikan organisme
berbahaya ('hama') atau penyakit, atau
melindungi tanaman atau produk tanaman
selama produksi, penyimpanan, dan transportasi.
Istilah ini meliputi, antara lain: herbicides,
fungicides, insecticides, acaricides, nematicides,
molluscicides, rodenticides, growth regulators,
repellents, rodenticides, and biocides.
SEJARAH PESTISIDA
(Proceedings of the International Academy of Ecology and
Environmental Sciences, 2011, 1(2):125-144)
• Pada fase pertama (periode sebelum 1870-an) pestisida
alami, misalnya belerang di Yunani kuno, digunakan
untuk mengendalikan hama.
• Fase kedua adalah era pestisida sintetis anorganik
(periode 1870-an1945). Bahan alami dan pestisida sintetis
anorganik (periode 1870s1945). Bahan alami dan
senyawa anorganik terutama digunakan selama periode
ini.
• Fase ketiga (sejak 1945) adalah era pestisida sintetis
organik. Sejak 1945, pestisida organik buatan manusia,
mis., DDT, 2,4-D, dan kemudian HCH, dieldrin, telah
mengakhiri era pestisida anorganik dan alami.
Pada periode awal pestisida sintesis organik, ada
tiga jenis insektisida,
1. Insektisida karbamat
2. Insektisida organofosforus
3. Insektisida organoklorin.

Segera setelah itu herbisida dan fungisida


mencapai perkembangan yang cukup besar juga
JENIS PESTISIDA
• Organoklor, misal DDT, lindane, aldrin, dieldrin,
endrin, dan heptaklor
– pada umumnya mudah menguap
– praktis tidak larut air, kecuali lindane
– lipofilik, mudah larut pelarut organik

dalam ekosistem bersifat persisten
– tidak bersifat sistemik (dalam tanaman), tapi dapat
diserap dalam jumlah sedikit
– dalam jaringan tanaman mengalami biotransformasi

DDT Lindane
JENIS PESTISIDA
• organofosfat, misal diazinon, malathion, paration, dan ethion
– lebih mudah larut air daripada organoklor
– lebih mudah terhidrolisis menjadi senyawa tidak beracun
dan larut air
– metabolisme dalam tanaman sama dengan hewan, namun
pada tanaman metabolit cenderung disimpan, sedangkan
pada hewan dapat dikeluarkan
– tidak persisten, sehingga frekuensi penyemprotan lebih
tinggi untuk mencapai kadar efektif
– ada beberapa bersifat sistemik pada tanaman
– ada yang aktif dan beracun bagi serangga

Paration
JENIS PESTISIDA
• karbamat, misal carbanolate, carbaryl, carbofuran,
dan propoxur
– pada umumnya sistemik pada tanaman
– dalam tanaman tidak stabil karena termetabolisme
yaitu dengan teroksidasi dan terkonjugasi menjadi
senyawa tidak beracun

carbaryl
Sirkulasi Pestisida di Alam
(Termasuk Tanaman)
(Trend in Analytical Chemistry, Vol. 30, No. 6, 2011)
Analisis Residu Pestisida

→ metode baku AOAC, Official Method of Analysis of


Association of Official Analytical Chemistry
→ modifikasi :
• jika kandungan kimia pengganggu analisis nonpolar kecil
(pada ekstrak air atau etanol dengan kadar < 20%)
 analisis semikuantitatif menggunakan KLT langsung tanpa
pembersihan atau GC jika tidak ada kandungan unsur N
(klorofil, alkaloid, amina nonpolar lain)
• ekstrak etanol kadar tinggi dan tidak mengandung senyawa N
nonpolar
 coba KLT atau GC tanpa pembersihan
 jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya kandungan
kimia pengganggu maka harus dilakukan pengujian sesuai
metode baku
Prinsip (Metode Baku AOAC) :

1). Ekstraksi
- dengan asetonitril pada sampel berkadar air tinggi
(>75%)
- dengan campuran asetonitril dan air pada sampel
berkadar air rendah atau kandungan gula tinggi
- partisi PE dan asetonitril pada sampel berlemak
Kemudian sejumlah tertentu fase asetonitril (sampai tak
berlemak) atau seluruh fase asetonitril (sampel
berlemak) diencerkan dengan air dan diekstraksi ke
dalam PE
Prinsip (Metode Baku AOAC) :
2). pemurnian/pembersihan/clean-up
Ekstrak PE dibersihkan secara kromatografi kolom dengan :
Fase diam : florisil (Mg silikat artifisial)
Eluen : 6 %, 15 %, 50 % dietil eter dalam PE

Eluat I (6%) → organoklor (aldrin, DDT, heptaklor, lindane,


metosiklor, mirex, etilin)
bahan kimia industri (poliklorobifenil)
organofosfat (etion dan endrin)
Eluat II (15%) → organoklor (dieldrin dan endrin)
organofosfat (diazinon, metilparation, paration)
Eluat III (50%) → organofosfat (malation)
Prinsip (Metode Baku AOAC) :
3). Analisis kualitatif dan kuantitatif
a). GC → kualitatif dan kuantitatif
Keuntungan : - bisa untuk simultan beberapa residu
- detektor spesifik dan selektif dapat untuk kualitatif
dan kuantitiatif pada kadar rendah
Detektor :
- organoklor dari ekstrak tidak berlemak → ECD (detektor
penengkap elektron)
- organofosfat, organoklor, poliklorobifenil → deteksi ganda
termionik kalium klorida dan penangkap elektron
Analisis :
- kualitatif → waktu retensi
- kuantitatif → tinggi atau luas puncak (agar valid perbedaan ukuran
puncak < 25 %)
Prinsip (Metode Baku AOAC) :
b).KLT → kualitatif dan semikuantitatif
Eluat I → FD : alumina
FG : n-heptana
Eluat II → FD : alumina
FG : aseton-n-heptana (2:98)
Eluat III→ FD: 15 atau 20 % N,N-dimetilformamid dalam dietil
eter yang dilapiskan pada alumina
FG : metilsikloheksan
Visualisasi bercak → pereaksi warna /kromogenik
- organoklor
0,1 g AgNO3 dalam 1 ml air + 20 ml 2-fenioksietanl, encerkan
aseton sampai 200 ml, + 1 tetes 30 % H2O2
 bercak spesifik pada UV
Prinsip (Metode Baku AOAC) :
- organofosfat
(1) semprot larutan tetrabromo-fenolftalein etil ester dalam aseton
(2) semprot larutan perak nitrat dalam air dan aseton
(3) semprotlarutan asam sitrat dalam air dan aseton
Cara : semprot (1)  lempeng biru muda
semprot (2)  lempeng ungu kebiruan dan bercak jelas
semprot (3)  bercak biru muda atau ungu di atas dasar kuning
setelah 10 menit lempeng menjadi biru kehijauan
semprot (3)  lempeng kuning, berak lebih jelas
setelah 30-40 menit  bercak biru
UV  bercak lebih jelas
Analisis :
- kualitatif → Rf/hRf dan warna
- kuantitatif → ukuran/intensitas warna
Contoh Metode Lain (Jurnal) :

• High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


• Gas Chromatography (GC)
• Spektrophotometer

Anda mungkin juga menyukai