BUPATI BANGKALAN,
Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur, maka strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a,
b, c dan d, perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bangkalan dengan Peraturan Daerah.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009 -2029.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pasal 1
22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan;
23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumberdaya manusia dan sumber daya buatan;
24. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap;
25. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta
memelihara kesuburan tanah;
26. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan;
27. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain;
28. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
29. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau
dimasukan kedalamnya;
30. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup;
31. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air;
32. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah
tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan
9
57. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kota
sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang
melayani beberapa kabupaten;
58. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota
atau beberapa kecamatan;
59. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah
kawasan kutub pertumbuhan yang berada diluar Pusat Kegiatan Lokal;
60. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
kawasan yang merupakan hinterland dari Pusat Pelayanan Kawasan;
61. Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan
penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera
dalam kurun waktu perencanaan;
62. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di
prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan / atau lingkungan;
63. Kawasan potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat
mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang;
64. Kawasan pengendalian ketat adalah kawasan yang memerlukan
pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk
mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin
proses pembangunan yang berkelanjutan;
65. Sub Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SSWP
adalah suatu wilayah dengan satu dan atau semua kecamatan/kota-
perkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh
sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan atau
yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana
perhubungan air;
66. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumber daya
energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika
dikelola dengan baik;
67. Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi
baru.
13
68. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya;.
69. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan
generasi mendatang;
70. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan ekosistem untuk
mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus
mempertahankan produktifitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan
memperbaruhi diri;
71. Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan
yang dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda
atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya
bagi makhluk hidup;
72. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang jalur atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam;
73. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
74. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana
rinci tata ruang;
75. Orang adalah orang persorangan dan/atau korporasi;
76. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat atau badan hukum;
77. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang
timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan
bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.
14
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
BAB II
ASAS , VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Pertama
Asas
Pasal 3
Bagian Kedua
Visi dan Misi Penataan Ruang
Pasal 4
15
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 5
d. Bangkalan secara merata dan berbasis pada potensi sumber daya alam
dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, ekologis dan
konservasi sumber daya ala
Bagian Keempat
Sasaran
Pasal 6
Bagian Kelima
Kebijakan dan Strategi
Paragraf 1
Umum
Pasal 7
Paragraf 2
Kebijakan dan Strategi Penetapan
Struktur Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Paragraf 3
Kebijakan dan Strategi Penetapan Pola Ruang
Wilayah Kabupaten
Pasal 11
20
Pasal 12
kawasan Karst 1
kebijakan : sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi di Kabupaten
Bangkalan, dengan strategi;
1. penetapan kawasan yang memiliki perbukitan karst mutlak tidak bisa
dilakukan eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi;
2. percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya
masih tetap berfungsi;
3. peningkatan pengawasan kegiatan masyarakat yang berada di
kawasan tersebut.
Pasal 13
Paragraf 4
Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Strategis
Wilayah Kabupaten
Pasal 14
26
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Paragraf 5
Kebijakan dan Strategi Penetapan
Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Pasal 19
(1) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil, adalah meliputi ; Pengembangan kota-kota pesisir di Kabupaten
Bangkalan.
(2) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. Meningkatkan akses menuju kota-kota pesisir yang menjadi orientasi
utama di wilayah Kabupaten Bangkalan;
b. Mengembangkan pelayanan penunjang kegiatan perdagangan
internasional, berskala kecil hingga besar;
c. Meningkatkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan social –
ekonomi masyarakat;
d. Meningkatkan kegiatan ekonomi dengan sebesar-besarnya
memanfaatkan sumber daya lokal (sumber daya manusia, sumber
daya alam dan sumber daya buatan);
e. Mempertahankan dan menjaga kelestariannya dengan membatasi
pembukaan areal tambak baru yang mengakibatkan terganggunya
ekosistem di kawasan pesisir dan pulau – pulau kecil.
BAB III
STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
29
Pasal 20
Bagian Kedua
Sistem Permukiman
Pasal 21
Pasal 22
Bagian Ketiga
Sistem Prasarana Wilayah
Pasal 23
1. hirarki jalan;
a. sistem jaringan jalan arteri primer;
b. sistem jaringan kolektor primer;
c. sistem jaringan lokal primer.
2. prasarana transportasi darat
a. terminal penumpang tipe A;
b. jaringan kereta api;
c. angkutan penyeberangan.
3. prasarana transportasi laut
a. pelabuhan petikemas internasional;
b. pelabuhan regional;
c. pelabuhan khusus;
d. pelabuhan lokal.
b. sistem prasarana telematika;
c. sistem prasarana sumber daya air;
d. sistem prasarana energi;
e. sistem pengelolaan prasarana lingkungan.
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Prasarana
Transportasi Jalan
Pasal 24
Pasal 25
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Prasarana
Terminal Penumpang & Penyeberangan
Pasal 26
35
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Prasarana
Transportasi Laut
Pasal 28
Paragraf 4
Rencana Pengembangan Prasarana
Telematika
Pasal 29
Paragraf 5
Rencana Pengembangan Prasarana
Sumber Daya Air
Pasal 30
Paragraf 6
Rencana Pengembangan Prasarana
Sumber Energi
Pasal 31
2) Kecamatan Geger;
3) Kecamatan Arosbaya;
4) Kecamatan Klampis;
5) Kecamatan Sepulu;
6) Kecamatan Tanjung Bumi;
7) Kecamatan Kokop;
8) Kecamatan Konang;
9) Kecamatan Kwanyar;
(4) Pengembangan pelayanan energi listrik, meliputi :
a. peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat
pertumbuhan dan daerah pengembangan berupa pembangunan dan
penambahan gardu-gardu listrik;
b. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-
daerah yang belum terlayani, utamanya bagi sekitar 35 % KK yang
belum memperoleh pelayanan energi listrik yang bersumber dari PLN;
serta
c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi
pemerataan pelayanan diseluruh wilayah Kabupaten Bangkalan,
sehingga dapat diasumsikan bahwa setiap KK akan memperoleh
layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang belum
terlayani.
(5) Rencana pengelolaan sumber daya energi adalah untuk memenuhi
kebutuhan listrik dan energi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Antara lain meliputi :
a. Membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT dan
SUTET;
b. Menetapkan areal konservasi di sekitar lokasi SUTT dan SUTET yaitu
sekitar 20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat; serta
Paragraf 7
Rencana Pengembangan
Sistem Prasarana Lingkungan
Pasal 32
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
Bagian Kedua
Pelestarian Kawasan Lindung
Paragraf 1
Pola Ruang Untuk Kawasan Lindung
Pasal 34
(1) Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
meliputi :
a. kawasan perlindungan setempat;
b. kawasan pelestarian alam & cagar budaya;
c. kawasan rawan bencana alam;
d. Kawasan perlindungan bawahan.
(2) Sebaran kawasan lindung sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagaimana
tercantum pada lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Paragraf 2
Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
(1) Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 meliputi:
a. Kawasan Hutan;
b. Kawasan Pertanian;
c. Kawasan Pertambangan;
d. Kawasan Peruntukan Industri;
e. Kawasan Pariwisata;
f. Kawasan Permukiman;
g. Kawasan Perdagangan dan Jasa;
h. Kawasan Ruang Terbuka Hijau;
i. Kawasan Pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Sebaran kawasan budidaya sebagaimana dimaksud ayat (1)
sebagaimana tercantum pada lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 45
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Paragraf 2
Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya
Pasal 54
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 68
Bagian Kedua
Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis
Pasal 69
61
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 70
Bagian Kedua
Pemanfaatan Ruang Wilayah
Paragraf 1
Perumusan Kebijakan Strategis Operasionalisasi
Pasal 71
Pasal 72
(1) Penataan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bangkalan dilaksanakan secara sinergis dengan Peraturan Daerah lain
yang ada di Kabupaten Bangkalan;
(2) Penataan ruang dilaksanakan secara menerus dan sinergis antara
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Paragraf 2
Prioritas dan Tahapan Pembangunan
Pasal 73
Paragraf 3
Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan
Struktur Ruang Wilayah
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76
Pasal 77
Paragraf 4
Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan
Pola Ruang Wilayah
Pasal 78
Pasal 79
Pasal 80
Pasal 81
Paragraf 5
Pemanfaatan Ruang Untuk Penetapan Kawasan Strategis
68
Pasal 82
BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 83
Bagian Kedua
Arahan Peraturan Zonasi Sistem Kabupaten
Pasal 84
Paragraf 1
Arahan Peraturan Zonasi Struktur Ruang
Pasal 85
Arahan peraturan zonasi struktur ruang untuk sistem permukiman dan sistem
prasarana wilayah di Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 84 ayat (2) huruf a, disusun dengan memperhatikan :
a. Pemanfaatan ruang di sekitar jaringan infrastruktur wilayah nasional dan
Daerah, serta untuk mendukung berfungsinya sistem permukiman;
b. Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan
terhadap fungsi sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah;
c. Pembatasan intensitas pemanfaaan ruang agar tidak mengganggu fungsi
sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah.
Pasal 86
(3) Arahan zonasi untuk PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan memperhatikan:
a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi antar Kabupaten; dan
b. Pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat
permukiman dengan intensitas pemanfaatan ruang tingkat menengah,
melalui pengendalian pengembangan ruang ke arah horisontal.
(4) Arahan zonasi untuk PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi
berskala Kabupaten yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur
perkotaan.
Pasal 87
Paragraf 2
Arahan Zonasi Kawasan Lindung
Pasal 88
Pasal 89
Arahan zonasi untuk kawasan resapan air ditetapkan dengan
memperhatikan:
72
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93
Pasal 94
Pasal 95
Pasal 96
75
(1) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor ditetapkan dengan
memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan tipologi dan tingkat
kerawanan atau risiko bencana;
b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan
c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk pemantauan ancaman
bencana.
(2) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat
kerawanan tinggi (kemiringan >40%) ditetapkan dengan ketentuan :
a. dilarang adanya kegiatan permukiman terutama pada kemiringan
>40%, tikungan sungai, serta alur sungai kering di daerah
pegunungan; dan
b. menghindari penggalian dan pemotongan lereng.
(3) Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat
kerawanan sedang (kemiringan 20-40%) ditetapkan dengan ketentuan :
a. tidak layak dibangun industri/pabrik;
b. diizinkan pengembangan hunian terbatas, transportasi lokal dan
wisata alam dengan ketentuan tidak mengganggu kestabilan lereng
dan lingkungan, diterapkan sistem drainase yang tepat,
meminimalkan pembebanan pada lereng, memperkecil kemiringan
lereng, pembangunan jalan mengikuti kontur lereng, mengosongkan
lereng dari kegiatan manusia;
c. memperbolehkan kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, hutan
kota dan hutan produksi dengan penanaman vegetasi yang tepat,
sistem terasering dan drainase yang tepat, transportasi untuk
kendaraan roda empat ringan hingga sedang, kegiatan peternakan
dengan sistem kandang, menghindari pemotongan dan penggalian
lereng, serta mengosongkan lereng dari kegiatan manusia; dan
d. kegiatan pertambangan diperbolehkan untuk bahan galian golongan
c, dengan memperhatikan kestabilan lereng dan didukung upaya
reklamasi lereng;
e. Arahan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor dengan tingkat
kerawanan rendah (kemiringan <20%) ditetapkan dengan ketentuan;
76
Pasal 97
Paragraf 3
Arahan Zonasi Kawasan Budidaya
Pasal 98
Pasal 99
Arahan zonasi kawasan hutan produksi dan hutan rakyat ditetapkan dengan
memperhatikan :
a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca
sumberdaya kehutanan;
b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan hasil hutan;
c. ketentuan jarak penebangan pohon yang diperbolehkan adalah: >500
meter dari tepi waduk, >200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai
di daerah rawa, >100 meter dari tepi kiri kanan sungai, 50 meter dari kiri
kanan tepi anak sungai, >2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang, >130
kail selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai;
d. ketentuan konversi hutan produksi dengan skor <124, di luar hutan suaka
alam dan hutan konversi, dan secara ruang dicadangkan untuk
77
Pasal 100
Pasal 101
Pasal 102
dan tidak terletak di daerah tadah untuk menjaga kelestarian sumber air;
dan
i. penetapan lokasi penggalian tidak dilakukan pada lereng curam >40%
yang kemantapan lerengnya kurang stabil untuk menghindari bahaya
erosi dan longsor.
Pasal 103
Pasal 104
Pasal 105
Pasal 106
Pasal 107
Pasal 108
Pasal 109
d. kawasan budidaya ikan di kolam air tenang, kolam air deras, kolam jaring
apung, sawah dan tambak sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 110
Bagian Ketiga
Arahan Perizinan
Pasal 111
Bagian Keempat
84
Pasal 113
Pasal 114
c. penalti; dan/atau
d. sanksi administratif.
Pasal 115
Bagian Kelima
Ketentuan Sanksi
Pasal 116
Pasal 117
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
Pasal 118
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, PERAN SERTA MASYARAKAT
DAN KELEMBAGAAN
Pasal 119
Pasal 120
(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang, selain dari Lembaran Daerah
masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan
melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kabupaten;
(2) Kewajiban untuk menyediakan media pengumuman atau penyebarluasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan
pada tempat-tempat umum dan juga pada media massa, serta melalui
pembangunan sistem informasi tata ruang.
Pasal 121
Pasal 122
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penyelesaiannya dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 123
Pasal 124
Pasal 125
Pasal 126
(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 123
dikoordinasikan oleh Pemerintah Kabupaten.
Pasal 127
Pasal 128
90
Pasal 129
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 130
Pasal 131
Pasal 132
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 133
(1) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan
yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan
peraturan daerah ini;
(2) Pada saat peraturan daerah ini berlaku, maka semua rencana terkait
pemanfaatan ruang dan sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang
di Kabupaten Bangkalan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan RTRW Kabupaten Bangkalan.
93
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 134
Pada Saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Bangkalan Nomor 15 Tahun 1999 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bangkalan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 135
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 136
Ditetapkan di Bangkalan
pada tanggal 7 Agustus 2009
BUPATI BANGKALAN
R. FUAD AMIN
Diundangkan di Bangkalan
94
SUDARMAWAN
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN
NOMOR 10 TAHUN 2009
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN
TAHUN 2009 - 2029
I. UMUM
Sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten mengacu pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP), pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang, Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Bangkalan dan Rencana jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bangkalan.
RTRW Kabupaten disusun dengan memperhatikan dinamika pembangunan
yang berkembang antara lain, tantang globalisasi, otonomi dan aspirasi masyarakat.
Upaya pembangunan daerah juga harus ditingkatkan melalui perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan sumber
daya yang ada dapat diarahkan secara berhasil guna serta mampu mendukung
pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan tidak terjadi pemborosan
pemanfaatan ruang serta tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
95
Pasal 1
Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah
ini. Dengan adanya pengertian istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah
timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan
Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup jelas.
96
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 11
a. Kawasan lindung adalah suatu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya
97
buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang
berkelanjutan. Penetapan kawasan lindung di Bangkalan pada dasarnya merupakan
penetapan fungsi kawasan agar wilayah yang seharusnya dilindungi dan memiliki
fungsi perlindungan dapat dipertahankan, untuk mempertahankan ekosistem sebagai
kawasan perlindungan sekitarnya. Berdasarkan UU No.5 Th.1990 tentang konservasi
Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya, KEPPRES No. 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung, dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No. 11
Tahun 1991 Tentang Penetapan Kawasan Lindung klasifikasi kawasan lindung di
Kabupaten Bangkalan
Dalam pengembangan kawasan budidaya diperlukan pendekakatan multi dimensional
sehingga hasil yang diharapkan dapat maksimal.
b. Kawasan budidaya ini dikembangkan dalam rangka kaitannya dengan pemanfaatan
lahan dengan menggali pada tata ruang yang optimal. Dii Kabupaten Bangkalan
sebagian besar terdiri dari kawasan pedesaan, maka sistem yang digunakan untuk
pengembangan kawasan budidaya lebih berorientasi pada wilayah pedesaan,
kawasan pedesaan sebagian besar merupakan kawasan budidaya tanaman pangan
yaitu kawasan pertanian, kegiatan penunjang dan permukiman.
Rencana pengembangan kawasan budidaya secara rinci meliputi kawasan
permukiman, pertanian (persawahan, tanaman pangan lahan basah, tanaman pangan
lahan kering), kawasan perikanan (pertambakan, perikanan sungai, kolam dan
perikanan tangkap), kawasan pertambangan, kawasan industri (industri besar dan
industri kecil), kawasan pariwisata, kawasan permukiman perdesaan, kawasan
permukiman perkotaan serta kawasan lainnya. Pengembangan kawasan budidaya
tersebut harus dihindarkan terhadap terjadinya konflik yaitu dengan cara penentuan
zona-zona kawasan peruntukan penggunaan tanah bagi pertanian, peternakan,
perikanan, pertambangan, industri dan pariwisata.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
98
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
99
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
100
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
101
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
102
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
103
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
104
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
105
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
106
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
107
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 109
Cukup jelas
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 112
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
108
Cukup jelas
Pasal 115
Cukup jelas
Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Cukup jelas
Pasal 121
Cukup jelas
Pasal 122
Cukup jelas
Pasal 123
Cukup jelas
Pasal 124
Cukup jelas
Pasal 125
Cukup jelas
109
Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Cukup jelas
Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Cukup jelas
Pasal 131
Cukup jelas
Pasal 132
Cukup jelas
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas
Pasal 135
Cukup jelas
Pasal 136
Cukup jelas
110