Anda di halaman 1dari 8

Pencegahan Distosia :

 Status gizi ibu saat hamil

Pada saat hamil status gizi ibu harus baik,sehingga tenaga ibu saat melahirkan akan
bagus

 Melakukan senam hamil secara teratur

Senam hamil perlu untuk melemaskan otot-otot,selain itu pada senam hamil juga di
ajarkan cara-cara bernapas saat persalinan dan posisi-posisi persalinan yang baik,
tentunya posisi persalinan adalah posisi yang dirasakan nyaman oleh ibu

 Mengontrol kehamilan

Dengan sering mengontrol kehamilan ,minimal 4 kali dalam masa kehamilan,dapat


mendeteksi sedini mungkin bila ada kelainan,seperti ukuran bayi yang tidak sesuai
dengan usia kehamilan. Biasanya Dokter juga akan memberikan konseling dan
pengetahuan tentang kehamilan dan persalinan pada ibu

 Persiapan mental menjelang kehamilan

Ketakutan & Kecemasan akan berpengaruh pada psikologi ibu,sehingga ibu perlu
kesiapan mental menjelang kelahiran

 Asuhan persalinan yang baik


- Sikap ramah dan jaminan keamanan penolong (Bidan/Dokter) kepada ibu,akan
membangun rasa percaya diri ibu dan rasa percayanya pada tenaga penolong.
- Tidak mengejan sebelum diperintah oleh bidan/dokter
- Mengejan yang tidak teratur akan mengurangi tenaga ibu melahirkan
- Memantau persalinan dengan patograf
- Waktu rujukan yang tepat

Penanganan Distosia

 Kelainan Power
1. Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his
lemah dan frekuensinya jarang. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase
latin atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
a. Inersia uteri primer : terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah
terjadi his yang tidak adekuat, sehingga sering sulit untuk memastikan
apakah penderita telah memasuki keadaan in partu atau belum.
b. Inersia uteri sekunder : terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan
his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :
a. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan,
evaluasi kemajuan persalinan 12 jam kemudian dengan periksa dalam. Jika
pembukaan kurang dari 3 cm, porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita
diistirahatkan, diberikan sedativa sehingga dapat tidur. Mungkin masih dalam
"false labor". Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada kemajuan
persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin. Perlu
diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah
ketuban pecah, agar prognosis janin tetap baik.
b. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
1) penilaian cermat apakah ada disproporsi sefalopelvik dengan pelvimetri
klinik atau radiologi. Bila ada CPD maka persalinan segera diakhiri
dengan sectio cesarea.
2) bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus.
3) nilai kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada
kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea.
4) pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam
dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat
tersebut.
Perlu diingat bahwa hampir 50% kelainan his pada fase aktif disebabkan
atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya baru disebabkan faktor
lain seperti akibat kelainan posisi janin, pemberian obat sedativa atau
relaksan terhadap otot uterus, dan sebagainya.
2. Inersia uteri hipertonik

Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi
normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah
uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi
keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine action.

Penanganan :

a. Pemberian sedativa dan obat yang bersifat tokolitik (menekan kontraksi


uterus) agar kontraksi uterus tersebut hilang dan diharapkan kemudian timbul
his normal. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi.
b. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan
sectio cesarea.

 Kelainan Letak & Bentuk Janin


1. Presentasi oksiput posterior
Adalah presentasi belakang kepala dengan oksiput berada di belakang.
Penanganan :
a. Persalinan akan terganggu (lama) bila rotasi spontan tidak terjadi (90 % akan
terjadi rotasi spontan menjadi oksiput anterior).
b. Pecahkan ketuban
c. Bila kepala tdk turun (teraba > 3/5 diatas PAP) lakukan seksio sesarea
d. Bila pembukaan serviks belum lengkap, tdk ada tanda2 obstruksi drips
oksitosin
e. Pembukaan lengkap & Kala II lama & tdk ada tanda2 obstruksi drips
oksitosin
f. Syarag terpenuhi, ekstraksi vakum atau forseps.

2. Presentasi puncak kepala


Adalah presentasi kepala dengan defleksi/ekstensi minimal dengan sinsiput
merupakan bagian terendah.
Penanganan :
a. dapat ditunggu kelahiran spontan
b. episiotomy
c. bila 1 jam dipimpin mengejan tak lahir, dan kepala bayi sudah didasar
panggul, maka dilakukan ekstraksi forcep
3. Presentasi dahi
Adalah presentasi kepala dengan defleksi/ekstensi maksimal sedang dahi
merupakan bagian terendah.. Biasanya akan berubah menjadi presentasi muka
atau belakangkepala.
Penanganan :
a. bayi kecil maka bisa lahir spontan
b. jika pada kala 1 kepala belum masuk ke dalam rongga panggul, dapat
diusahakan dengan melakukan perasatjika tidak berhasil lakukan SC
c. jalan persalinan tak lancar/pembukaan belum lengkap/janin besar dan sukar
melewati PAP kemudian terjadi molage hebat maka lakukan Sectio caesaria
d. jika janin mati lakukan pembukaan lengkap dan lakukan kraniotomi dan jika
pembukaan tidak lengkap lakukan SC
4. Presentasi muka
Adalah presentasi kepala dengan defleksi/ekstensi maksimal sedang muka
merupakan bagian terendah. Terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran.
Penanganan :
a. periksa apakah ada CPD jika positif ada maka lakukan SC dan jika negatif
dan kondisi baik lakukan persalinan pervaginam
b. dalam kehamilan, bila terjadi posisi mentoposterior (dagu berada di
belakang) perasat Schatz
c. dalam persalinan
1) konservatif dan aktif : tidur miring kesebelah dagu, bila mentoanterior
lahir spontan, bila mentoposterior ubah menjadi mentoanterior dengan
perasat Thorn atau forsep jika tidak berhasil lakukan SC.
2) janin mati embriotomi
5. Letak sungsang
Adalah keadaan janin dimana letaknya memanjang dgn bagian terbawah
bokong dengan atau tanpa kaki. Angka kejadian mencapai 3 % dari kelahiran.
Penanganan :
a. Dalam kehamilan, Bila ditemui pada primigravida hendaknya diusahakan
versi luar yang dilakukan antara 34 dan 38 minggu. Sebelum melakukan
versi luar, diagnosis letak janin harus pasti dan denyut jantung janin harus
dalam keadaan baik. Perlu diingat kotraindikasi versi luar ialah panggul
sempit, perdarahan antepartum, hipertensi, hamil kembar, dan plasenta
previa.
b. Pertama-tama tentukan apakah ada kelainan yang mengindikasikan untuk
seksio sesarea. Apabila tidak ada, dan diperkirakan dapat dilahirkan
pervaginam maka hendaknya pengawasan dilakukan secara seksama. Setelah
bokong lahir, jangan menarik atau mengadakan dorongan secara Kristeller
karena dapat menyulitkan kelahiran lengan dan bahu. Untuk melahirkan bahu
dan kepala dapat dipilih perasat Bracht. Sedangkan untuk melahirkan lengan
dan bahu dapat dipakai cara klasik yaitu Mueller / Loevset. Kepala janin
dapat dilahirkan secara Mauriceau
6. Letak lintang
Keadaan di mana sumbu panjang janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu
panjang tubuh ibu - Knee-chest position, Pada primigravida umur kehamilan
kurang dari 28 minggu dianjurkan posisi lutut dada, jika lebih dari 28 minggu
dilakukan versi luar, kalau gagal dianjurkan posisi lutut dada sampai persalinan.
Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu posisi lutut dada, jika
lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal posisi lutut dada sampai
persalinan.
7. Presentasi ganda
Menumbungnya satu ekstremitas disisi bagian terbawah janin dan kedua
bagian ini sekaligus berada didalam panggul.
Penanganan :
Jika lengan menumbung disamping kepala, keadaan tersebut harus diawasi
ketat apakah lengan keluar bersama dengan penurunan bagian terbawah janin.
Jika gagal mengikuti penurunan tersebut/bila tampaknya menghalangi penurunan
kepala, lengan yang menumbung tersebut secara perlahan-lahan harus didorong
ke atas dan bersamaan dengan itu, kepala akan turun karena tekanan fundus uteri.
8. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin
atau lebih.
Penanganan:
a. Bila anak satu letaknya membujur, kala satu diawasi seperti biasa ditolong
seperti biasa dengan episiotomi mediolateralis.
b. Biasanya dalam 10-15 menit his akan kuat lagi. Bila janin II letaknya
membujur, ketuban dipecahkan pelan-pelan supaya air ketuban tidak deras
mengalir keluar.Tunggu dan pimpinan persalinan anak II seperti biasa.
c. Awas akan kemungkinan terjadinya perdarahan post partum, maka sebaiknya
dipasang infuse profilaksis.
d. Bila ada kelainan letak anak II, melintang atau terjadi prolaps tali pusat dan
solusio plasentae, maka janin dilahirkan dengan cara operatif obstetric.
Indikasi section caecarea hanya pada :
1) Janin I letak lintang.
2) Terjadi prolaps tali pusat.c
3) Plasenta praevia.
4) Terjadi interlocking pada letak kedua janin 69; anak satu letak sungsang
dan anak II letak kepala.
5) Kala IV diawasi terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan
postpartum; berikan suntikan sinto-metrin yaitu l0 satuan sintosinon
tambah 0,2 mg methergin intravena.
9. Hidrocephalus
Adalah pengumpulan cairan cerebrospinai di dalam ventrikel otak..
Penanganan :
a. awasi secara seksama resiko ruptur uteri terutama saat pembukaan belum
legkap
b. presentasi kepala
pengecilan kepala : dilakukan pada pembukaan 3 cm ke atas, dengan jarum
punksi besar dan panjang dilakukan pada kepala janin,cairan keluar,kepala
mengecil,bahaya regangan segmen bawah rahim berkurang kepala masuk ke
panggul persalinan spontan
c. presentasi bokong
pengecilan kepala : dilakukan setelah badan janin lahir buat sayatan pada
kulit, otot, ligamentum pada batas antara kepala dan tulang leher dengan
perforatorium,kepala ditembus melalui foramen magnum,cairan
keluar,kepala mengecil
d. setelah janin lahir lakukan eksplorasi kavum uteri
e. bisa dilakukan dengan seksio sesar, atas indikasi : indikasi maternal, bayi
dalam keadaan letak lintang yang tidak mudah diputar, ketidakberhasilan
dekompresasi/penurunan kepala, keraguan diagnosis sementara bayinya
masih hidup.
10. Prolapsus fonikuli
Adalah suatu keadaan dimana bagian kecil janin berada di samping/di bawah
besar janin dan bersama-sama memasuki jalan lahir.
Penanganan :
a. ketuban utuh, berbaring dengan posisi trendelenburg, dengkul-dada, dengkul-
siku
b. ketuban sudah pecah,
c. pada kepala tangan, persalinan spontan bisa terjadi, jika terjadi gangguan
putaran pada paksi dalam maka bisa dilakukan ekstraksi forsep
d. pada kepala lengan, dilakukan reposisi, kalau kepala sudah masuk jauh
panggul reposisi tidak bisa dilakukan dan diganti dengan ekstraksi forsep,
kalau gagal lakukan SC
e. kepala kaki, reposisi,SC

 Kelainan Bentuk Panggul


1. Kesempitan Pintu Atas Panggul
Dianggap sempit bila konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter
transversa kurang dari 12 cm.
Penanganan :
a. panggul sempit ringan : konjugata vera kurang 10 cm lakukan partus
percobaan
b. panggul sempit sedang : konjugata vera kurang dari 9 cm lakukan SC
c. panggul sempit berat : konjugata vera kurang dari 8 cm lakukan SC
d. panggul sempit absolut : konjugata vera kurang dari 6 cm lakukan SC, janin
mati pun lakukan SC.
2. Kesempitan Pintu Tengah Panggul
Dikatakan sempit jika jumlah diameter transversa dan sagitalis 13,5 cm atau
kurang, dan diameter antar spina kurang dari 9 cm.
Penanganan :
a. lahir pervaginam lakukan dengan cara ekstraksi vakum,jika dgn forsep maka
akan memeperkecil ruang jalan lahir
b. kalau diameter antarspina kurang dari 9 cm lakukan SC
3. Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul dianggap sempit jika jarak antar tuberiskii 8 cm atau
kurang. Kalau jarak ini berkurang maka arcus pubis akan meruncing.
Penanganan :
Persalinan dilakukan secara pervaginam yang dipermudah dengan ekstraksi
forcep dengan sebelumnya dilakukan episiotomi secara luas untuk mencegah
terjadinya ruptur perinei.

Referensi :

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat cetakan kedua. Jakarta:
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2. Norwits, Errol & John Schorge. 2002. Obstetri & Ginekologi. edisi kedua. Jakarta :
Erlangga
3. Abdul Bari, Saifuddin. 2007. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal Dan Maternal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai