Anda di halaman 1dari 59

DIKTAT KULIAH FORMULASI SEDIAAN SEMISOLID

(FORMULASI SALEP, KRIM, GEL, PASTA, DAN SUPPOSITORIA)


SEMESTER VI

DISUSUN OLEH:
LINA WINARTI, S.Farm., Apt
(197910192006042002)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2013

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan diktat kuliah formulasi sediaan semisolid untuk mahasiswa Farmasi
Semester VI. Diktat ini merupakan sebagian materi kuliah Formulasi Sediaan Semisolid
yang membahas tentang formulasi salep, gel, krim, pasta, dan suppositoria) dan ditujukan
untuk membantu mahasiswa memahami materi formulasi sediaan semisolid.
Penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat dalam diktat kuliah ini, untuk
itu saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan demi kebaikan diktat ini ke
depannya. Semoga diktat yang penulis buat ini bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Banyak kekurangan dan kesalahan mohon dimaafkan.

Jember, Januari 2013


Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………………….i
Kata Pengantar……………………………………………………………………………ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………….iii
Materi I……………………………………………………………………………………1
Materi II…………………………………………………………………………………18
Materi III………………………………………………………………………………...30
Materi IV……………………………………………………………………………….. 41
Materi V…………………………………………………………………………………49

iii
MATERI I
FORMULASI SEDIAAN SUPPOSITORIA

DEFINISI
Menurut FI IV sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui
rongga tubuh kecuali oral, yaitu rektal, vaginal atau uretra. Umumnya meleleh, melunak
atau melarut pada suhu tubuh. Macam-macam sediaan suppositoria adalah :
Suppo Rektal
Suppo Vaginal / ovula / pessarie
Suppo Uretral / bougie

Suppositoria Rektal
Berat suppo Dewasa : 2 gram
Berat suppo Anak-anak : 1 gram

Beberapa Produk Komersial Suppositoria


DULCOLAX :CIBA (Bisakodil)
ANUSOL HC :WARNER LAMBERT (Hidrokortison)
PANADOL :Parasetamol

1
SUPPOSITORY INSERTER

Suppositoria Vaginal
3 – 5 gram

SUPPOSITORIA URETRAL
LAKI-LAKI : 4 gram 100-150 mm
WANITA : 60-75 mm
DIAMETER : 5 mm

TUJUAN PENGGUNAAN

2
-Efek lokal : wasir, konstipasi, infeksi dubur.
• Anastetik lokal (benzokain, tetrakain)
• Adstringent (ZnO, Bi-subgalat, Bi-subnitrat)
• Vasokonstriktor (efedrin HCl)
• Analgesik (turunan salisilat)
• Emolien (balsam peru untuk wasir)
• Konstipasi (glisin bisakodil)
• Antibiotik (infeksi)
- Efek sistemik
o Asma (efedrin, teofilin, aminofilin)
o Analgetik dan antiinflamasi (turunan salisilat, parasetamol)
o Antiartritis (fenilbutazon, indometasin)
o Hipnotik & sedatif (turunan barbiturat)
o Trankuilizer dan anti emetik (fenotiazin, klorpromasin)
o Kemoterapi (antibiotik, sulfonamid)
KELEBIHAN SEDIAAN SUPPOSITORIA
• Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan secara oral pada pasien tidak
sadar, mual, gangguan pencernaan, saat pembedahan, gangguan jiwa.
• Menghindari First Pass Effect (penurunan efektivitas obat karena metabolisme di
hati)
• Untuk obat yang tidak dapat diberikan melalui oral karena efek samping pada
saluran cerna, rusak oleh cairan GIT dan enzym GIT, rasa yang tidak enak
• Onset aksi bahan aktiv yang cepat dibanding oral karena absorbsi obat melalui
rektal mukosa secara langsung sampai ke sirkulasi darah
• Suppo vaginal dan uretral karena perfusi darah di vagina dan uretral rendah efek
yang ditimbulkan lokal mengurangi sistemik sirculation (reduksi toksisitas)

KEKURANGAN SUPPO
• Daerah absorbsinya lebih kecil
• Absorbsi hanya melalui difusi pasif
• Jika penggunaan terlalu dalam mengalami first pass effect
• Pemakaian kurang parktis
• Tdk dapat digunakan untuk zat-zat yang rusak oleh pH rektum
• Meleleh pada suhu kamar

Anatomi & Fisiologi


Fisiologi Uretra untuk pria berbentuk Tube 20 cm, sedangkan untuk wanita berupa Tube 4
cm (wanita) serta memiliki perfusi darah yang rendah. Fisiologi Vagina berupa
fibromuscular tub panjang 7.5cm dengan pH 3-4 dan sirkulasi darah menghindari hepatic
portal system. Cairan vagina berasal dari cervix, dan dilapisi mukus yang terdiri dari
komplek protein & karbohidrat

ANATOMI FISIOLOGI REKTUM


REKTUM
Merupakan bagian terminal usus besar dengan panjang 15-20 cm, cairan rektal tidak
memiliki buffer capacity (absorbsi obat akan meningkat bila pH mukosa rektum diatur
sehingga proporsi bentuk obat tdk terion meningkat) dengan volume cairan 1.2 – 3 ml dan
pH 6.8. Rektum merupakan organ dengan permukaan datar tanpa villi, bagian terminal 2/3
cm dari rektum disebut anal canal, bagian pembukaan anal canal disebut anus. Anus

3
dikontrol oleh internal spinkter yang terdiri dari otot halus, dan bagian eksternal spinkter
yang terdiri dari otot skeletal. Terdapat 3 pembuluh vena dalam rectum
- Superior hemorrhoidal vein
- Middle hemorhoidal vein
- Inferior hemorrhoidal vein

-
-

4
Superior hemorrhoidal vein akan menuju Hepatic Portal kemudian ke Liver sehingga
engalami first pass hepatic. Penggunaan suppo jangan terlalu dalam sehingga obat tidak
diabsorbsi melalui vena superior. Inferior dan Middle vein obat langsung ke sirkulasi
sistemik dan obat menghindari GIT dan enzimatik degradation serta terhindar dari first
pass metabolism, pemakaian jangan terlalu masuk

ABSORBSI OBAT MELALUI REKTUM


Obat diabsorbsi dari bagian bawah rektum dan dihantarkan langsung ke dalam sirkulasi
sistemik, sehingga menghindari first pass effect. Pemasukan suppo yang terlalu dalam
memungkinkan absorbsi melalui vena superior sehingga disarankan penggunaannya di
bagian bawah. Tergantung dari karakter basis, suppositoria akan larut dalam cairan rektal
atau meleleh dalam lapisan mucus, mekanisme absorbsi obat difusi pasif.

Faktor Fiaktor Yang Mempengaruhi Absorbsi Obat Melalui Rektum


1.Faktor Fisiologis
 Volume cairan rektal
 Volume sangat kecil pada kondisi normal (3 ml)
 Pada kondisi diare volume cairan meningkat
 Absorbsi obat dengan kelarutan kecil (fenitoin) sangat terbatas
 Sifat cairan rektal
 Komposisi, viskositas, pH, dan tegangan muka cairan rektal memiliki efek
besar pada availabilitas obat
 Isi rektum
 Faecal content
 Kondisi rektum sebaiknya bersih jika perlu digunakan enema untuk
mengevakuasi isi rektum
 Motilitas rektum
 Dinding rektal menekan suppositoria melalui 2 mekanisme:
 Organ abdominal menekan bagian rektum ketika tubuh dalam posisi
tegak. Hal ini akan menstimuli penyebaran dan mempromosi
absorbsi
 Motilitas otot rektal berkaitan dengan adanya makanan dalam kolon
2. Sifat Fisikakimia Obat
 Koefisien partisi

5
penting untuk pemilihan basis, dimana obat lipofil akan lebih sulit dilepas dari basis lemak
daripada garam-garam larut air. Untuk basis larut air seperti PEG yang larut dalam cairan
rektal dapat melepas obat larut air maupun minyak
 Derajat ionisasi
barier yang memisahkan bagian lumen dengan darah adalah permeabilitas terhadap obat-
obat dalam bentuk tidak terion. Peningkatan proporsi bentuk tidak terion akan
meningkatkan absorbsi obat

 Konsentrasi obat dalam basis


 Semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi jumlah obat yang available
untuk diabsorbsi
 Beberapa peneliti menyebutkan bahwa kecepatan obat berdifusi ke
permukaan suppo dipengaruhi oleh ukuran partikel dan adanya surface
active agent (surfaktan)
3. Karakteristik Fisikakimia Basis & Ajuvan
 Sifat basis
Basis suppo dapat meleleh, melunak, dan melarut untuk melepaskan obat. Jika basis
mengiritasi kolon akan mempromosi respon kolon sehingga meningkatkan gerakan usus
dan menurunkan absorbsi.
 Adanya ajuvan dalam basis
Ajuvan dalam formula dapat mempengaruhi absorbsi obat, sifat reologi basis saat meleleh
dalam suhu tubuh, dan disolusi obat dari basis. Ajuvan dalam formula dapat
mempengaruhi absorbsi obat, sifat reologi basis saat meleleh dalam suhu tubuh, dan
disolusi obat dari basis

KARAKTERISASI DOSIS
• Umumnya dosis pada pemberian rektal 11/2 – 2 x atau lebih dosis oral kecuali obat
keras, namun juga harus disesuaikan dengan sifat fisikakimia basis(mempengaruhi
pelepasan &absorbsi) dan bahan obatnya.
• Dosis yang tepat tergantung pada kecepatan pelepasan obat dari suppositoria

6
Formulasi Suppositoria
Obat
Basis
Bahan tambahan:
o Antioksidan
o Emulsifying agent
o Hardening agent
o Preservatif
o Thickening agent
o plasticizer
Obat / Bahan Aktif
 Terabsorbsi lewat mukosa rektal
 Poorly absorb via oral
 Iritasi GIT
 Antibiotik yg memusnahkan intestinal flora
 Polipeptida (insulin, growth hormon, dll)
 Penguraian oleh pH
 Lokal terapi
Sifat Bahan Aktif
 Sifat Fisika
 Karakteristik kelarutan
 Aktivitas fisikokimia pada eksipien potensial

BASIS SUPPO
 Basis suppo mempunyai peranan penting dalam pelepasan. Syarat utama basis
suppo adalah padat dalam suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau
melarut pada suhu tubuh sehingga obat segera tersedia setelah pemakaian.
 Menurut FI IV basis suppo umumnya oleum cacao, gelatin tergliserinasi, minyak
nabati terhidrogenasi, campuran PEG, dan ester asam lemak PEG

SYARAT BASIS IDEAL


 Melebur pada temperatur rektal
 Tdk toksik, tdk iritasi dan tdk sensitisasi
 Kompatibel dengan bebagai obat
 Tdk berbentuk metastabil
 Mudah dilepas dari cetakan
 Memiliki sifat pembasahan
 Bilangan airnya tinggi
 Stabil secara fisika kimia selama penyimpanan
 Dapat dibentuk dengan tangan, kompresi, atau mesin

7
TIPE BASIS SUPPO
• Basis berlemak
• (oleum cacao)
• Basis larut air
• (PEG dengan berbagai BM, glisero gelatin)
• Basis campur air (surfaktan)
• Non Basis (tablet, soft kapsul gelatin)
BASIS BERLEMAK
 TERDIRI DARI
 Bahan alam :lemak coklat dan penggantinya
 Sintetik :campuran trigliserida sintetik (witepsol, massupol)

Lemak Coklat
 Melting point 30-36C
 Mudah mencair dengan pemanasan dan memadat jika didinginkan.
 Memenuhi syarat sebagai basis
 Tidak mengiritasi
 Mempunyai bilangan iodin 34-38
 Memiliki nilai asam < 4

Keterbatasan Lemak Coklat


 Sifat polimorfisme
 Menempel kuat pada cetakan dan kontraktilitasnya rendah pada pendinginan
sehingga diperlukan lubrikan
 Titik pelunakan terlalu rendah pada iklim panas (perlu ditambah beeswax 4 %
sebagai hardening)
 Variasi komposisi dari batch ke batch (karena berasal dari bahan alam)
 Menjadi tengik dalam penyimpanan (oksidasi trigliserida tidak jenuh)
 Tdk campur dengan cairan tubuh dan absorbsi air rendah
 Ketidakcampuran dengan air menyebabkan tdk cocok untuk vaginal dan uretral

POLIMORFISME BASIS LEMAK CACAO


 Bentuk α (melebur suhu 24C) = tdk stabil
 Bentuk β’ (metastabil) (melebur 28-31C) = tdk stabil
 Bentuk β stabil (melebur 34-35C) = stabil
 Bentuk γ (melebur 18C) = tdk stabil

CARA PENGATASAN
 Tdk dilebur sempurna

8
 Pembenihan kristal (seeding)
 Leburan dijaga pada suhu 28-32C selama 1 jam atau 1 hari
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
 Peleburan menggunakan panas minimal
 Jangan memperlama proses pemanasan
 Jika melekat pada cetakan gunakan lubrikan
 Penambahan emulgator seperti tween 61 5-10% meningkatkan absorbsi air
 Untuk obat-obat melunakkan suppo digunakan campuran malam dan spermaseti

Basis Berminyak Sintetik


 Tdk mudah tengik
 Tdk memiliki sifat polimorfisme
 Kemampuan absorbsi air dan emulsifikasi lebih baik
 Tdk perlu lubrikan
 Dapat rapuh (brittle) jika didinginkan terlalu cepat

BASIS PEG (Macrogol/Carbowax)


 Sifat higroskopis menurun dengan kenaikan BM
 Titik leleh tinggi tdk masalah
 Kombinasi BM untuk memodifikasi higroskopisitas, kekentalan, pelepasan, titik
leleh
 Tdk perlu disimpan di kulkas
 Tdk rusak oleh udara panas
 Suppo PEG dicelupkan dalam air sebelum digunakan sehingga potensi iritasi dapat
dihindari
KEUNTUNGAN BASIS PEG
 Stabil dan inert
 Polimer PEG tdk mudah terurai
 Mempunyai rentang titik leleh dan kelarutan yang luas
 Tdk membantu pertumbuhan jamur
 Tdk perlu lubrikan pada cetakan
KERUGIAN BASIS PEG
 Secara kimia lebih reaktif daripada basis lemak
 Perhatian pada kontraksi volume yang menyebabkan bentuk suppo rusak
 Kecepatan pelepasan obat larut air menurun dengan meningkatnya BM
 Cenderung lebih mengiritasi mukosa daripada basis lemak
KEUNTUNGAN KOMBINASI BASIS PEG
 Titik lebur dapat meningkat dengan suhu ruangan yang hangat
 Pelepasan obat tidak tergantung titik lelehnya
 Stabilitas fisik dalam penyimpanan lebih baik
 Sediaan suppo akan segera campur dengan cairan rectal

9
Basis Glisero Gelatin
 Dapat menyebabkan iritasi karena menyebabkan dehidrasi mukosa
 Higroskopis
 Inkompatibel dengan beberapa obat
 Memicu pertumbuhan mikroba
 Persiapan basis memerlukan waktu yang banyak
 Lengket sehingga bisa dibuat dengan menggulung menggunakan tangan
Glisero Gelatin Suppositoria

Basis
Gliserol Air Gelatin Glisero
Gelatin

Basis glisero gelatin USP terdiri atas 70% gliserol; 20 % gelatin dan air hingga 100%

BASIS SURFAKTAN
 Dapat digunakan untuk memformulasi obat larut lemak dan air
 Keuntungan:
 Dapat disimpan pada suhu tinggi

10
 Mudah penanganannya
 Dapat campur dengan obat
 Tdk mendukung pertumbuhan mikroba
 Non toksik dan tdk mesensitisasi
 Basis surfaktan seperti surfaktan non ionik (Tween; Span) yang digunakan tunggal
atau dikombinasi dengan basis lain
 Basis golongan ini juga dapat berupa turunan selulosa, seperti metilselulosa, Na
CMC)
METODE PEMBUATAN
• Pencetakan dengan tangan (Manual)
• Pencetakan dengan kompresi
• Pencetakan dengan penuangan
• Pencetakan dengan Mesin Otomatis
Pencetakan Dengan Tangan
 Bermanfaat pada preparasi suppositoria dalam jumlah kecil

COMPRESSION MOLDING

Kompresi campuran dalam cetakan

Metode Cetak Tuang


 Merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan suppo skala
kecil maupun skala besar.
 Pertama basis dilelehkan dalam waterbath kemudian obat disuspensikan atau
diemulsikan ke dalamnya dan dituangkan dalam cetakan logam terbuat dari krom
atau nikel.

Pencetakan Otomatik Dengan Mesin


Penuangan, pendinginan dan pengeluaran dari cetakan dilakukan oleh mesin
Output rotary machine berkisar 3500-6000 suppo perjam

11
Pencetakan Dengan Cetakan Disposable
 Dituang langsung pada material pengemas
 Tdk perlu khawatir meleleh selama transportasi, kemasan menjaga bentuk

PEMILIHAN BASIS BERDASAR EFEK


 SUPPO UNTUK TUJUAN SISTEMIK
 Zat aktif dapat terdispersi dengan baik dan dapat lepas dari sediaan
 Jika zat aktif larut air gunakan basis lemak dengan kadar air rendah
 Jika zat aktif larut lemak gunakan basis larut air dengan penambahan
surfaktan
 Untuk meningkatkan homogenitas zat aktif bisa dilarutkan dalam
pelarutnya atau dihaluskan dulu
 Zat aktif yang sedikit larut air atau pelarut lain dalam basis dilarutkan dulu
dengan pelarutnya
 Zat aktif yang langsung dicampur basis diayak dulu dengan pengayak mesh
100
SUPPO UNTUK TUJUAN EFEK LOKAL
 Untuk hemoroid, anastetik lokal dan antiseptik tidak untuk diabsorbsi
 Basis tidak diabsorbsi, melebur dan melepaskan obat secara perlahan-lahan
 Basis melepas obat pada dosis memadai dalam waktu ½ jam dan melepas semua
obatnya 4-6 jam
 Pilih basis untuk efek lokal
 Obat harus bisa didistribusi secara homogen dalam basis suppo

PEMILIHAN ZAT AKTIF


 Dapat diabsorbsi mencapai kadar terapi melalui mukosa rektum
 Absorbsi zat aktif per oral buruk atau adanya efek samping pada saluran cerna
 Zat aktif untuk efek setempat
 Zat aktif tdk tahan pH saluran cerna atas
 Polipeptida kecil

12
PEMILIHAN BASIS
 Inert
 Kontraksi
 Stabilitas
 Pelepasan
 Viskositas
 Pemadatan
 Pelunakan
 Impurities
 Toleransi
 Jarak lebur
 Bilangan iodin
 Indeks hidroksil
AJUVAN YANG DIGUNAKAN
 Meningkatkan inkorporasi zat aktif
 Meningkatkan hidrofilisitas
 Meningkatkan viskositas
 Mengubah suhu leleh
 Meningkatkan kekuatan mekanis
 Mengubah penampilan
 Melindungi dari degradasi
 Mengubah absorbs
Masalah Spesifik Dalam Formulasi Suppositoria
1. Air dalam Suppositoria
 Penggunaan air sebagai pelarut obat dihindari karena:
 Air mempercepat oksidasi lemak
 Jika air menguap bahan terlarut akan mengkristal
 Meskipun air digunakan untuk melarutkan obat tapi tdk membantu absorbsi
kecuali dalam bentuk emulsi dimana jumlah air > 50% dalam fase eksternal
 Reaksi antar bahan dalam suppo akan lebih mungkin terjadi dengan adanya
air
 Penggunaan air yang mungkin terkontaminasi bakteri dan fungi diperlukan
preservatif
2. Higroskopisitas
 Gliserinated gliserin kehilangan kelembaban pada suhu kering dan mengasorbsi
lembab pada kondisi kelembaban tinggi
 PEG juga bersifat higroskopis
3. Inkompatibilitas
 PEG inkom dengan garam perak, asam tanat, aspirin, bensokain, sulfonamid
 Beberapa bahan memliki potensi menyebabkan cryztallize out pada basis PEG,
yaitu sod. Barbital, asam salisilat, champor
 Konsentrasi asam salisilat yang tinggi melunakkan basis PEG hingga konsistensi
seperti salep
 Penisillin G meskipun stabil dalam lemak coklat dan lemak lainnya ternyata
terdekomposisi dalam basis PEG
 Basis lemak dengan nilai hidroksil tinggi bereaksi dengan komponen asam
4. Viskositas
 Viskositas basis sangat penting dalam proses produksi dan karakteristik dalam
rektum setelah meleleh

13
 Lemak coklat viskositasnya < basis PEG atau glisero gelatin, perhatian perlu
dilakukan untuk menghindari sedimentasi
 Pengatasan:
 Penggunaan aluminium monostearat 2% meningkatkan viskositas dan
homogenitas material tidak larut
 Setil, stearil dan miristil alkohol serta asam stearat dapat memperbaiki
konsistensi suppo
5. Kerapuhan
 Suppo dari lemak coklat bersifat elastik dan tidak mudah hancur
 Basis lemak sintetik yang mengandung bahan padat yang banyak juga bersifat rapu
 Pengatasan : penambahan castor oil, tween 80, gliserin sebagai imparting plasticity
6. Volume kontraksi
 Terjadi setelah pendinginan basis yang memudahkan pelepasan dari cetakan
 Sering terjadi lubang pada bagian terbuka cetakan, diatasi dengan penuangan
berlebih
7. Ketengikan & Antioksidan
 Ketengikan terjadi karena autooksidasi atau dekomposisi sebagian lemak jenuh
menjadi berat molekul rendah dan medium dari aldehid, keton atau asam jenuh/tdk
jenuh yang menghasilkan bau tidak enak. Diatasi dengan antioksidan dari golongan
fenol seperti hidrokinon atau β-naptolkuinon

PERHITUNGAN DOSIS SUPPO


 Ada 3 istilah untuk menyatakan jumlah basis yang dapat digunakan oleh sejumlah
obat ;
 Density factor
 Replacement factor
 Displacement value
DENSITY FACTOR
 Merupakan jumlah gram zat aktif yang setara dengan 1 g basis.
 Contoh :akan dibuat 12 suppo @ 2 g mengandung aspirin 300 mg (faktor densitas
1.1). perhitungan basisnya :
 Suppo dilebihkan 1 (13)
 Bahan aktif: 13x0.3 g = 3.9 g
 Faktor densitas aspirin : 3.9/1.1 = 3.55 (3.9 aspirin setara 3.55 oleum cacao)
 Basis: 13x2 = 26 g
 Jumlah oleum caco yang sebenarnya dibutuhkan: 26-3.55 = 22.45
REPLACEMENT FACTOR
 Replacement factor (f/faktor pengganti dosis) adalah jumlah basis yang dapat
digantikan oleh bahan obat. Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui berat
lemak (oleum cacao) yang mempunyai besar volume yang sama dengan 1 gram
bahan aktif obat.
 Jika f = 0.81 berarti 0.81 g basis dapat digantikan oleh 1 g bahan obat.
Replacement Factor
 f = 100 x (E-G) + 1
(GxX)
E= berat suppo yg terdiri basis saja
G=berat suppo dengan zat aktif X%
X=% bahan aktif
G.X=jumlah bahan obat dalam suppo

14
DISPLACEMENT VALUE
 Adalah jumlah zat aktif yang dapat menggantikan ol. Cacao.
 Contoh:
 buat dan timbang 6 suppo tanpa bahan obat = 6 g
 buat suppo dengan 40% bahan aktif diperoleh bobot 8.8 g
 Jumlah ol. cacao=60%x8.8=5.28 g
 Jumlah zat aktif =40%x8.8=3.52 g
 Jumlah ol.cacao yang digantikan 3.52 zat aktif:6-5.28=0.72
 Displacement value=3.52/0.72=5
YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA PEMBUATAN
 Hindari pemanasan berlebih
 Cetakan dilubrikasi dengan bahan yang immiscible dengan basis
 Selain itu pendinginan cetakan di freezer setelah suppo membeku di suhu kamar

YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA PENUANGAN


 Panaskan dengan suhu serendah mungkin
 Bahan obat dicampur dengan sedikit lelehan basis baru kemudian dengan sisa basis
yang mulai mengental
 Bila bj obat > basis penuangan sambil diaduk untuk menghindari pengendapan
pada ujung suppo
 Penuangan tdk dalam kondisi terlalu cair untuk menghindari pengendapan pada
ujung suppo
 Penuangan secara kontinyu untuk menghindari suppo pecah dan berlapis-lapis
 Penuangan dilakukan berlebih
PENGEMASAN
 Dalam wadah tertutup rapat, gelas, slide box atau kotak plastik, aluminium foil
LABELLING
 Nama dan jumlah bahan aktif yang dikandung
 Sediaan tdk boleh ditelan
 Tanggal ED
 Kondisi penyimpanan
 Basis ol. Cacao dan gelatin gliserin pada kulkas
 Basis PEG bisa dalam suhu ruang
Perkembangan Terbaru Suppositoria
1. Capsule suppositories(kapsul gelatin lunak dengan berbagai bentuk diisi cairan /
campuran padat obat untuk rektal/vaginal)
2. Coated suppositories (penyalut: PEG, setil alkohol, alkohol, alkohol polivinil,
tween)
3. Layer suppositories(berlapis, bagian dalam titik leleh 34-35C; bagian luar 37-38C;
masing-masing berisi obat yang berbeda. Tujuan dibuat berlapis:
1. Memisahkan obat-obat yang tidak campur
2. Memberi karakter leleh yang berbeda untuk mengontrol laju absorbsi
3. Perlindungan dari disintegrasi cepat
4. Sebagai pelumas
5. Mencegah lengketnya suppo yang berdekatan selama penyimpanan
4. Tablet suppositories
1. Compressed tablet
2. Effervescent base tablet

15
Quality Control Suppository
1. Appearance (penampilan permukaan & bentuk)
untuk mengevaluasi adanya keretakan, migrasi bahan aktif, bau, warna
2. Keseragaman bobot
- timbang 20 suppo sendiri2 (w1-w20)
- timbang 20 suppo bersamaan (W)
- hitung rata-rata W/20
Evaluasi: tdk lebih 2 suppo berbeda dengan berat rata-rata > 5%, dan tidak ada satu suppo
yang berbeda dengan rata-rata > 10%
3. Test Jarak Leleh (Melting Range Test)
 Menunjukkan waktu yang diperlukan suppo untuk leleh bila dicelup dalam air
yang dipertahankan suhunya 37C
 Menggunakan USP Tablet Disintegrating Apparatus

4. Liquefaction time / softening time


Mengukur waktu suppo menjadi lunak dalam kondisi in vitro 37C
Alat yang digunakan adalah U tube dan celophan tube

5. Breaking test (Hardness)

 To measure the fragility or brittleness of suppository


 Double wall chamber in which the test suppository is placed.
 Water at 37ºC is pumped through the double wall.
 The suppository supports a disc to which rod is attached.
 The other end of the rod consist of another disc to which weights are applied.

16
6. Uji Disolusi suppo
Dapat menggunakan perangkat uji disolusi basket atau menggunakan tube dialisis

7. UJI STABILITAS SUPPO


 Lemak coklat dalam penyimpanan dapat terbentuk seperti serbuk putih di
permukaannya, diatasi dengan disimpan di suhu dingin yang seragam dan
mengemas dalam aluminium foil
 Suppo dari lemak coklat semakin keras dalam penyimpanan karena terjadi
transisi menjadi bentuk kristal yang stabil
 Softening time dapat digunakan untuk uji stabilitas
 Apabila suppo disimpan pada suhu tinggi dibawah titik lelehnya setelah
produksi proses kadaluarsa akan lebih cepat.
Kesimpulan:
Suppositoria adalah sediaan solid yang akan meleleh/melunak pada suhu tubuh. Rute
pemberian dapat melalui rectal, vaginal, dan uretral. Basis suppo juga bervariasi mulai
bahan berlemak seperti oleum cacao hingga basis sintetik hidrofil seperti PEG.
Penggunaan suppositoria untuk tujuan local dan sistemik. Dalam formulasinya perlu
diperhatikan terutama jika digunakan oleum caco sebagai basis, karena memiliki
polimorfisme yang akan mempengaruhi stabilitasnya dalam penyimpanan.
Referensi:
Aulton, M., E., 2nd edition, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Churcil
Livingstone
Lieberman, H., A., Coben, L., J., Suppositoria, dalam Lachman, L., Lieberman, H., A.,
Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, UI-Press
Lieberman, H., A., Rieger, M., M., Banker, G., S., Pharmaceutical Dosage Forms:Disperse
Systems, vol.2
Anonim, 1996, Farmakope Indonesia IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

17
MATERI II
FORMULASI SEDIAAN SALEP

PERSYARATAN SEDIAAN TOPIKAL


 Secara estetik menyenangkan
 Stabil secara kimia dan fisika, sehingga dibutuhkan berbagai eksipien
 Memungkinkan penetrasi obat secara optimal kedalam kulit (suatu jaringan yang
komplek)

PROFIL PRODUK YANG PERLU DIPERHATIKAN


 Tujuan indikasi terapi
 Bentuk sediaan yang diinginkan (krim, gel, salep, spray)
 Kekuatan produk (% Active Pharmaceutical Ingredient/API)
 Profil pelepasan yang diinginkan dan tujuan penetrasi ke kulit
 Kosmetik/sifat estetik (feel, warna, daya sebar, absorbability)
 Target shelf life

MEMILIH JENIS SEDIAAN TOPIKAL


 Fleksibilitas sediaan meningkatkan kesempatan suatu sediaan untuk
dikembangkan menjadi sediaan yang stabil dan elegan.
 Urutan tahapan pengembangan produk:
◦ Mengetahui data kelarutan, stabilitas, dan kompatibilitas (menentukan
jenis sediaan)
◦ Jika bahan aktif memungkinkan untuk dikembangkan menjadi berbagai
jenis sediaan topikal pemilihan selanjutnya berdasarkan data pelepasan
dan penetrasi bahan aktif ke kulit (stratum korneum, epidermis, dermis)
sesuai tujuan indikasi
◦ Jika semua sediaan memungkinkan untuk profil stabilitas dan
penetrasinya, pemilihan selanjutnya didasarkan pada perkembangan
penyakit, sifat kosmetik, tes pada konsumen, dan kehendak pasar)

JENIS FORMULASI YANG BAIK


 Formulasi sediaan topikal yang berhasil adalah yang memenuhi target profil
sediaan:
◦ Secara fisika dan kimia stabil (shelf life)
◦ Melepaskan bahan aktif dan dapat menghantarkan pada kulit sesuai
dengan target indikasi
◦ Secara kosmetik elegan dan dapat diterima oleh pasien
◦ Hanya mengandung eksipien yang dibutuhkan dan memenuhi persyaratan
badan regulatori dan sesuai dengan perkembangan penyakit
◦ Mudah dipakai/ diaplikasikan dan kompatibel dengan wadah

18
◦ Dapat diproduksi untuk skala komersial

PEMILIHAN EKSIPIEN
 Solvent, preservatif, antioksidan, surfakatan dan bahan tambahan lain dipilih
sesuai sifat fisikakimia bahan aktif
 Secara kosmetik elegan dan meningkatkan kepatuhan pasien
 Menghindari kemungkinan terjadinya interaksi dengan eksipien lain yang
digunakan serta interaksi dengan bahan aktif yang memungkinkan timbulnya bau,
perubahan warna, perubahan viskositas dan potensi bahan aktif

PROSES PENGEMBANGAN FORMULA

DESAIN & PENGEMBANGAN


PREFORMULASI
PRODUK

SKRINING & OPTIMASI FORMULA AKHIR

TANTANGAN METODE ANALISIS


 Formulasi sediaan topikal mengandung banyak eksipien dan preservatif serta
komponen bahan aktif yang relatif sedikit sehingga menimbulkan permasalahan
pengujian stabilitas dan pelacakan impurities
 Ekstraksi bahan aktif juga cukup sulit sehingga perlu dicari metode analisis yang
sesuai untuk sediaan bahan aktif tersebut

SKRINING MENGGUNAKAN IN VITRO SKIN PENETRATION STUDIES


 In vitro skin penetration studies digunakan untuk menskrining prototipe untuk
memastikan bahan aktif dilepaskan dan dapat berpenetrasi ke dalam target
jaringan
 Formulasi yang dioptimasi dengan uji penetrasi obat lebih efisien dan
memerlukan dosis yang lebih rendah sehingga mengurangi harga produk,
meminimalisir kemungkinan iritasi, dan efikasi maksimum secara klinik

19
FORMULASI SALEP/OINTMENT

DEFINISI SALEP
 FI III : sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar.
 FI IV: sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput

FORMULA UMUM/STANDAR
 Formula umum salep:
R/ Zat aktif
Basis
Bahan Tambahan

Penggunaan
 PROTEKSI
◦ Berfungsi sebagai barier fisik terhadap lingkungan
 EMOLIENT
◦ Melunakkan kulit
 PEMBAWA OBAT
◦ Sebagai pembawa

PEMILIHAN BASIS SALEP


 laju penglepasan bahan obat dari basis salep;
 peningkatan absorpsi perkutan oleh basis salep dari bahan obat;
 kelayakan melindungi kelembaban kulit oleh basis salep;
 jangka waktu obat stabil dalam basis salep; dan
 pengaruh obat terhadap kekentalan atau hal lainnya dari basis salep.

20
BASIS SALEP
Basis salep yang digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok :
 basis hidrokarbon,
 basis absorpsi (basis serap),
 basis yang dapat dicuci dengan air, dan
 basis larut dalam air.

A. BASIS HIDROKARBON
1) sifat inert
2) umumnya merupakan senyawa turunan minyak bumi (Petrolatum) yang
memiliki bentuk fisik semisolid dan dapat juga dimodifikasi dengan wax atau
senyawa turunan minyak bumi yang cair (Liquid Petrolatum)
3) Basis ini digolongkan sebagai basis berminyak bersama dengan basis salep
yang terbuat dari minyak nabati atau hewani
4) Sifat minyak yang dominan pada basis hidrokarbon menyebabkan basis ini
sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit.
5) Sifat minyak yang hampir anhidrat juga menguntungkan karena memberikan
kestabilan optimum pada beberapa zat aktif seperti antibiotik.
6) Basis ini juga hanya menyerap atau mengabsorbsi sedikit air dari formulasi
serta menghambat hilangnya kandungan air dari sel-sel kulit dengan
membentuk lapisan film yang waterproff.Basis ini juga mampu meningkatkan
hidrasi pada kulit. Sifat-sifat tersebut sangat menguntungkan karena mampu
mempertahankan kelembaban kulit sehingga basis ini juga memiliki sifat
moisturizer dan emollient.
7) h. Selain mempertahankan kadar air, basis ini juga mampu meningkatkan
hidrasi pada kulit (horny layer) dan hal ini dapat meningkatkan absorbsi dari
zat aktif secara perkutan. Hal ini terbukti dengan mengukur peningkatan efek
vasokonstriksi pada pemberian steroid secara topikal dengan basis
hidrokarbon.

KERUGIAN BASIS HIDROKARBON


 sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit
tercuci oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.
 Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis hidrokarbon
jika dibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.

CONTOH HIDROKARBON
1. Soft Paraffin
 Basis diperoleh melalui pemurnian hidrokarbon semisolid dari minyak bumi
 Jenis sof paraffin yaitu :
 berwarna kuning digunakan untuk zat aktif yang berwarna

21
 berwarna putih (melalui proses pemutihan) digunakan untuk zat aktif yang tidak
berwarna, berwarna putih, atau berwarna pucat.
 Proses pemutihan menyebabkan sebagian pasien sensitif terhadap soft paraffin
yang berwarna putih
2. Hard Paraffin
 Merupakan campuran bahan-bahan hidrokar-bon solid yang diperoleh dari
minyak bumi.
 Sifat fisik :
◦ tidak berwarna s/d berwarna putih,
◦ tidak berbau,
◦ memiliki tekstur berminyak seperti wax, dan
◦ memiliki struktur kristalin.
 Hard paraffin biasanya digunakan untuk memadatkan basis salep.
3. Liquid Paraffin
a) merupakan campuran hidrokarbon cair dari minyak bumi. Umumnya transparan
dan tidak berbau.
b) mudah mengalami oksidasi sehingga dalam penyimpanannya ditambahkan
antioksidan seperti Butil hidroksi toluene (BHT).
c) digunakan untuk menghaluskan basis salep dan mengurangi viskositas sediaan
krim.

d) jika dicampur dengan 5% low density polietilen, lalu dipanaskan dan dilakukan
pendinginan secara cepat, akan menghasilkan massa gel yang mampu
mempertahankan konsistensinya dalam rentang suhu yang cukup luas (-15oC
hingga 60oC).
e) stabil pada perubahan suhu, kompatibel terhadap banyak zat aktif, mudah
digunakan, mudah disebar, melekat pada kulit, tidak terasa berminyak dan mudah
dibersihkan.

22
4. Vaselin Putih
 Vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat,
diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir keseluruhan
dihilangkan warnanya. Dapat mengandung stabilisator yang sesuai.

5. Vaselin Kuning
 Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah
padat yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang
sesuai.
6. Campuran Vaselin Dengan Malam Putih & Malam Kuning
 Salep kuning: terdiri dari 50 g lilin kuning dan 950 g vaselin putih untuk tiap 1000
g.
 Salep putih: Tiap 1000 g mengandung 50 g lilin putih dan 950 g vaselin putih

PERTIMBANGAN PEMILIHAN BASIS HIDROKARBON


Pemilihan basis salep disesuaikan dengan sifat
zat aktif dan tujuan penggunaan.
Sifat :
a) basis hidrokarbon bersifat kompatibel dengan banyak zat aktif karena inert,
b) sedikit atau tidak mengandung air,
c) serta tidak mengabsorbsi air dari lingkungannya.
d) kandungan airnya yang sangat sedikit dapat mencegah hidrolisis zat aktif seperti
beberapa antibiotik
e) kemampuan menyerap air yang rendah menyebabkan basis ini dapat digunakan
pada eksudat (luka terbuka).meskipun demikian, basis ini tetap meningkatkan
hidrasi kulit sehingga meningkatkan absorbsi zat aktif secara perkutan.
f) Oleh karena itu, basis hidrokarbon merupakan basis dari salep dasar dan jika tidak
disebutkan apa-apa maka basis hidrokarbon yang digunakan sebagai salep dasar
adalah vaselin putih.

CONTOH SALEP BASIS HIDROKARBON


1. Acid Salicylici Unguentum (Salep Asam Salisilat)tiap 10 gram mengandung:
- Acidum Salicylicum 200 mg
- Vaselinum album ad 10 g

23
2. Acid Salicylici Sulfuris Unguentum (Salep Asam Salisilat Belerang)tiap 10 gram
mengandung:
- Acidumsalicylicum 200 mg
-Sulfur 400 mg
- Vaselinumalbum ad 10 g
3. Hyoscini Oculentum (Salep mata Hiosina / Skopolamin)tiap gram mengandung:
- Hyoscini hydrobromidum 2,5 mg
- Paraffinum liquidum 65 mg
- Vaselinum album ad 1g
Untuk memudahkan pemilihan bahan dasar salep perlu diadakan peninjauan dari
bermacam-macam sudut, yaitu
(1) Sifat dari penyakit/luka/lesi
(2) Daya kerja dipermukaan kulit (proses penetrasi)
(3) Sifat bahan dasar salep terhadap pengaruh air.

RUTE ABSORBSI

B. BASIS SALEP SERAP


 Basis salep ini mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air, basis ini juga
dapat berupa bahan anhidrat atau basis hidrat yang memiliki kemampuan
menyerap kelebihan air.

24
 membentuk emulsi w/o
Sumber Basis
 Pada umumnya bahan-bahan tersebut merupakan campuran dari sterol-sterol
binatang atau zat yang bercampur dengan senyawa hidrokarbon dan zat yang
memiliki gugus polar seperti sulfat, sulfonat, karboksil, hidroksil atau suatu ikatan
ester.
 Contoh : Lanolin, ester lanolin, campuran steroid dan triterpene alkohol dll
Tipe basis serap
 tipe 1 dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam
minyak. Contohnya adalah Parafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat.
 tipe 2 emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air
tambahan. Contoh tipe ini adalah Lanolin.

1. ANHYDROUS LANOLIN
 Sinonim : Wool Fat USP XVI; Adeps Lanae
 Pemerian : Lanolin anhidrat berwarna kuning pucat, lengket, berupa bahan
seperti lemak, dengan bau yang khas dan mencair pada suhu 38-440C.
Lanolin anhidrat cair berwarna jernih atau hampir jernih berupa cairan
berwarna kuning. Anhydrous lanolin atau lanolin anhidrat merupakan
lanolin yang mengandung air tidak lebih dari 0.25%.
 Kelarutan:Lanolin anhidrat tidak larut dalam air tapi dapat larut dalam air
dengan jumlah dua kali berat lanolin, sedikit larut dalam etanol (95%)
dingin, lebih larut dalam etanol (95%) panas dan sangat larut dalam eter,
benzene, dan kloroform.
 Kestabilan dan Syarat Penyimpanan:
 Lanolin dapat mengalami autooksidasi selama dalam penyimpanan.
 Aplikasi dalam Formulasi dan Teknologi Farmasi:
 Lanolin anhidrat selain digunakan dalam formulasi topikal dan kosmetik,
dapat sebagai basis salep, juga sebagai emulsifying agent. Lanolin anhidrat
digunakan sebagai basis salep terutama jika ingin dilakukan pencampuran
larutan yang berair. Lanolin anhidrat ini dapat meningkatkan absorpsi
terhadap zat aktif dan mempertahankan keseragaman konsistensi salep.
Namun, Lanolin anhidrat juga dapat mempengaruhi stabilitas zat aktif
karena mengandung pro-oksidan.
2. LANOLIN
 Sinonim : Hydrous Wool Fat, Adeps lanae cum aqua
 Pemerian: Lanolin berbentuk setengah padat, seperti lemak diperolah dari
bulu domba (Ovis aries) merupakan emulsi air dalam minyak yang
mengandung air antara 25% sampai 30%. Berwarna kuning dengan bau
yang khas. Jika dipanaskan, lanolin akan terpisah menjadi dua bagian,
dimana bagian atas merupakan minyak dan bagian bawah berupa air.
 Kelarutan : Lanolin tidak larut dalam air, larut dalam kloroform atau eter
dengan pemisahan bagian airnya akibat hidrasi.

25
3. Hidrophilic Petrolatum
 Formula (USP 27,1455)
◦ Kolesterol 30 g
◦ Alkohol stearat 30 g
◦ Lilin putih 80 g
◦ Vaselin putih 860 g
Untuk membuat 1000 g dasar salep

KELEBIHAN & KEKURANGAN BASIS SERAP


 Keuntungan dasar salep absorpsi ini, walaupun masih mempunyai sifat-sifat
lengket yang kurang menyenangkan, tetapi mempunyai sifat yang lebih mudah
tercuci dengan air dibandingkan dasar salep berminyak.
 Kekurangan dasar salep ini ialah kurang tepat bila dipakai sebagai pendukung
bahan-bahan antibiotik dan bahan-bahan lain yang kurang stabil dengan adanya
air.
B. DASAR SALEP DAPAT DICUCI AIR (KRIM)
 Dasar Salep Emulsi M/A (vanishing cream)
 Emulsifying Ointment B.P
 Hidrophilic ointment
 Fase minyak (fase internal) terdiri dari petrolatum bersamaan dengan satu
atau lebih alkohol BM tinggi, seperti cetyl atau stearyl alcohol.
 Asam stearat mungkin termasuk dalam fase minyak jika emulsi tersebut dalam
bentuk sabun, contohnya trietanolamin stearat. Pemberian asam stearat
dalam jumlah yang berlebihan dalam formulasi akan menghasilkan salep yang
mengkilap seperti mutiara.
 Petrolatum dalam fase minyak juga dapat mempertahankan kestabilan air
dalam keseluruhan formulasi
 Fase air (fase eksternal) dari basis tipe ini terdiri dari:
 bahan pengawet : metilparaben, propilparaben, benzil alkohol, dan asam
sorbat
 humektan : gliserin, propilen glikol, atau polietilen glikol.
 emulsifier (biasanya menjadi bagian yg paling banyak), bisa non-ionik,
kationik, anionik, atau amfoter. juga terdiri dari komponen yg larut dalam air,
stabilizer, pengontrol pH, atau bahan lain yang berhubungan dengan sistem
air
1. Vanishing Cream
2. R/ Lanolin 2
cetyl alkohol 1
paraffin likuidum 5
asam stearat 9
kalii hidroksi 0,5
propilen glikol 5
akuades 77,5

26
Note:
Vanishing Cream merupakan krim minyak dalam air, bila dioleskan pada kulit akan hilang
dengan sedikit atau tanpa bekas

Emulsifying Ointment B.P


 R/ Emulsifying wax 300
Vaselin albi 500
paraffin likuid 200

Hidrophilic Ointment
 R/ Metil paraben 0,25 g (FA)
Propil paraben 0,15 g (FA)
Natrium Lauril Sulfat 10,00 g (FA)
Propilen glikol 120,00 g (FA)
Stearil Alkohol 250,00 g (FM)
Vaselin Putih 250,00 g (FM)
Air Murni 370,00 g (FA)
C. DASAR SALEP LARUT AIR
 Sifat basis larut air:
- Larut dalam air
- Dapat dicuci
- Tidak berminyak
- Bebas lipid
- Tidak mengiritasi
Komponen utama : polietilen glikol=carbowax
HOCH2(CH2OCH2)nCH2OH (ada gugus polar dan ikatan eter yang banyak)
SALEP POLIETILENGLIKOL(TOPIKAL OINTMENT)
R/ PEG 3350 400 g
PEG 400 600 g
BAHAN TAMBAHAN SALEP
 Preservativ
 Softener
 Thickening agent
 Levigating agent
 Antioksidan
 Enhancer
 Humectant
PRESERVATIF
 Preservatif/ pengawet ditambahkan pada sediaan semipadat untuk mencegah
kontaminasi, perusakan dan pembusukan oleh bakteri atau fungi karena banyak
basis salep yang merupakan substrat mikroorganisme. Pemilihan bahan pengawet

27
harus memperhatikan stabilitasnya terhadap komponen bahan yang ada dan
terhadap wadah serta pengaruhnya terhadap kulit dan aplikasi
 Sifat preservatif yang ideal:
 Efektif pada konsentrasi rendah
 Larut pada konsentrasi yang diperlukan
 Tidak toksik
 Tidak mengiritasi pada konsentrasi yang digunakan
 Kompatibel dengan komponen bahan dalam formulasi (tdk membentuk
komplek) dan dengan wadah (absorbsi)
 tidak berbau dan berwarna
 stabil pada spektrum yang luas
 Koefisien partisi baik dalam fase air maupun minyakkarena preservasi dibutuhkan
pada kedua fase
 contoh pengawet yang digunakan: senyawa-senyawa amonium kuarterner (
cetiltrimetil amonium bromida) , senyawa-senyawa merkuri organik (thimerosal) ,
formaldehid, asam sorbit/kalium sorbat, asam benzoat/ natrium benzoat,
paraben (metil/propil), dan alkohol-alkohol.
2. Softener
Contoh parafin cair
3. Stiffener/ thickening agent (bahan pengental)
Bahan pengental digunakan agar diperoleh struktur yang lebih kental ( meningkatkan
viskositas ) sehingga diharapkan akan lebih baik daya lekatnya. Bahan-bahan yang umum
ditambahkan sebagai pengental yaitu polimer hidrifilik, baik yang berasal dari alam (
natural polimer ) seperti agar, selulosa, tragakan, pektin, natrium alginat; polimer
semisintetik seperti metil selulosa, hidroksi etil selulosa, dan CMC Na; serta polimer
sintetik seperti karbopol ( karbomer, karboksipolimetilen)
4. Levigating agent
Levigating agent digunakan untuk membasahi serbuk dan menggabungkan serbuk yang
telah terbasahi dengan basis salep. Contoh minyak mineral
5.Antioksidan
Antioksidan ditambahkan ke dalam salep bila diPerkirakan terjadi kerusakan basis karena
terjadinya oksidasi, pemilihannya tergantung pada beberapa faktor seperti toksisitas,
potensi, kompatibel, bau, kelarutan, stabilitas dan iritasi.Sering kali digunakan dua
antioksidan untuk mendapatkan efek sinergis.
Contoh antioksidan yang sering ditambahkan: Butylated Hydroxyanisole ( BHA ),
Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl gallate, dan Nordihydroguaiaretic acid ( NCGA)
6. Surfaktan
Surfaktan dibutuhkan sebagai emulsifying untuk membentuk sistem o/w atau w/o,
sebagai bahan pengsuspensi, thickening, cleansing, penambah kelarutan, pembasah dan
bahan pemflokulasi. Surfaktan yang biasa digunakan yaitu surfaktan nonionik ( contoh

28
ester polioksietilen), kationik ( benzalkonium klorida) atau anionik (contoh natrium
dodesil sulfat).
7. Humectant
Material-material seperti gliserin, propilen glikol, polietileni glikol BM rendah, dan
sorbitol mempunyai tendensi berikatan dengan air, sehingga dapat mencegah hilangnya
air dari, penyusutan wadah ( shrinkage ) air dari produk / sediaan. Senyawa-senyawa ini
dapat juga berfungsi untuk memudahkan aplikasi sediaan pada kulit,
melunakkan/melembutkan kulit, dan mencegah roll effect.
 Parfum
◦ Salep yang tersedia di pasaran sekarang memiliki bau yang
menyenangkan.
◦ Parfum dipilih yang kompatibel dengan komponen lain
◦ Minyak essensial dari tanaman bunga banyak digunakan seperti bau
jasmin, mawar, lili, dan gardenia
◦ Dari kayu-kayuan seperti bau cendana (sandal wood) dan cedar wood

METODE PEMBUATAN SALEP


Metode Pelelehan/PELEBURAN
 zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai
membentuk fasa yang homogen
Metode Triturasi
 zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan
salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis

Tube Kemasan salep

29
Formula dasar salep

White ointment
R/ white wax 50 g
white petrolatum 950 g
Hydrophilic petrolatum
R/ cholesterol 30 g
stearyl alcohol 30 g
white wax 80 g
white petrolatum 860 g
Cold cream
R/ cetyl esters wax 125 g
white wax 120 g
mineral oil 560 g
sodium borate 5g
purified water 190 ml

Hydrophilic ointment
R/ methylparaben 0,25 g
propylparaben 0,15 g
sodium lauryl sulfate 10 g
propylene glycol 120 g
stearyl alcohol 250 g
white petrolatum 250 g
purified water qs ad 1000 g

Polyethylene glycol ointment


R/ polyethylene glycol 3350 400 g
polyethylene glycol 400 600 g
Vanishing cream
R/ Acd.stearin. 142
Glycerin 100
Natr.biborat. 2,5
Triaethanolamin. 10
Aq. dest. 750
Nipagin q.s.

30
Kesimpulan:
Salep merupakan sediaan semisolid yang memiliki banyak fungsi. Formulasi dan
pemilihan basis disesuaikan dengan sifat fisika-kimia bahan aktif. Terdapat basis
hidrokarbon, basis mudah tercuci air, basis serap, dan basis larut air yang kesemuanya
memiliki karakteristik spesifik yang pemilihannya sesuai tujuan pengobatan yang
diharapkan.
Referensi:
Aulton, M., E., 2nd edition, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Churcil
Livingstone
Lieberman, H., A., Coben, L., J., Sediaan Semisolid, dalam Lachman, L., Lieberman, H.,
A., Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, UI-Press
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Anonim, 1996, Farmakope Indonesia IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Bharat, P., Paresh, M., Sharma, R., K., Tekade, B., W., Thakre, V., M., Patil, V., R., 2011,
A Review:Novel Advances in Semisolid Dosage Forms & Patented Technology in
Semisolid Dosage Forms, International Journal of PharmTech research, vol3, no.1,
pp 420-430
Premjeet, S., Ajay, B., Sunl, K., Bhawana, K., Sahli, K., Divashish, R., Sudeep, B., 2012,
Additives in Topical Dosage Forms, International Journal of Pharmaceutical,
Chemical, and Biological Sciences, 2(1), 78-96

31
MATERI III

FORMULASI KRIM

KOMPONEN KRIM
 Zat aktif
 Basis Krim
 Bahan Tambahan

PENGGOLONGAN
1. Tipe M/A atau O/W
Krim M/A (Vanishing cream) yang digunakan dalam kulit dan akan hilang tanpa
bekas
2. Tipe A/M atau W/O
Krim berminyak mengandung pengemulsi A/M spesifik seperti adeps lanae, wool
alkohol, ester asam lemak atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2
misal Ca

Penggolongan Berdasar Pemakaian


 Untuk kosmetik, misal :cold cream
 Untuk pengobatan, misal krim neomisin

Keuntungan Sediaan Krim


 Mudah dicuci dan dihilangkan dari pakaian
 Tidak lengket (emulsi m/a)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam formulasi krim


1. Bahan pembantu sesedikit mungkin (incompatibilitas)
2. Zat aktif dalam bentuk aktifnya
3. Pemilihan basis disesuaikan dengan zat aktif
4. Pembuatan krim membutuhkan pengawet karena mengandung air
5. Karena krim mengandung lemak perlu ditambahkan antioksidan

32
6. Penggunaan emulgator disesuaikan dengan jenis krim dan tersatukan dengan bahan
aktif
7. Pembuatan krim steril secara aseptis
8. Sediaan untuk luka terbuka dan parah krim harus steril
9. Jika krim dikemas dg tube aluminium pengawet jangan golongan raksa organik
karena bereaksi dg tube membentuk kompleks raksa aluminium
10. Tube yang mudah berkarat harus dilapisi
11. Etiket :
tertera obat luar
tertera tgl kadaluarsa
kondisi penyimpanan
konsentrasi bahan aktif
12. Wadah :tertutup rapat sehingga mencegah penguapan dan kontaminasi isinya,
tahan terhadap absorbsi dan difusi isinya

BASIS KRIM
 Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorbsi (jenis kulit/luka).
 Persyaratan basis:
◦ Non iritasi
◦ Mudah dibersihkan
◦ Tidak tertinggal di kulit
◦ Stabil
◦ Tidak tergantung pH
◦ Tersatukan dengan berbagai obat

Faktor Yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Basis


 Kualitas dan kuantitas bahan
 Cara pencampuran, kecepatan dan tipe pencampuran
 Suhu pembuatan
 Jenis emulgator
 Dengan konsentrasi kecil sudah dapat membentuk emulsi stabil dengan tipe yang
dikehendaki (a/m atau m/a)

BASIS KRIM
1. BASIS TIPE A/M (lanolin, cold cream)
 Emolien
 Oklusif
 Mengandung air
 Beberapa mengasorbsi air yang ditambahkan
 Berminyak
2. BASIS TIPE M/A (hidrofilik ointment)
 Mudah dicuci dengan air
 Tidak berminyak
 Dapat diencerkan dengan air
 Tidak oklusif

33
Hidrofilik Ointment
R/ methylparaben 0,25 g
propylparaben 0,15 g
sodium lauryl sulfate 10 g
propylene glycol 120 g
stearyl alcohol 250 g
white petrolatum 250 g
purified water qs ad 1000 g
R/ Asam stearat 25%
Adeps lanae 5%
TEA 1,5%
Gliserin 7%
Aquades ad 100%
BAHAN TAMBAHAN
1. PENGAWET
2. PENDAPAR
3. HUMEKTAN/PEMBASAH
4. ANTIOKSIDAN
5. PENGOMPLEKS
6. ZAT PENGEMULSI/EMULGATOR
PENGAWET
 KRITERIA PENGAWET IDEAL:
◦ Tdk toksik dan mensensitisasi pada konsentrasi yang digunakan
◦ Lebih mempunyai daya bakterisida daripada bakteriostatik
◦ Efektif pada konsentrasi rendah
◦ Stabil pada penyimpanan
◦ Tdk berbau dan tdk berasa
◦ Tdk mempengaruhi bahan lain dalam formula dan wadah
◦ Larut dalam konsentrasi yang digunakan
◦ Tdk mahal
 Ester parahidroksibenzoic acid
◦ Metil, etil, propil, dan butil ester dari parahidroksi benzoic acid dan garam
sodiumnya popular sebagai preservatif
◦ Sifatnya stabil, inert, non toksik, tdk berbau, tdk berasa, meskipun
menimbulkan mati rasa pada mulut.
◦ Aktif terhadap jamur, bakteri dalam jumlah sedikit dan efektif pada pH 7-9
◦ Aktivitas meningkat tapi solubilitas menurun meningkatnya panjang rantai
gugus alkil
◦ Aktivitas ester berkurang dengan adanya emulgen nonionik
 PROPIL Paraben =
◦ KONSENTRASI YANG DIBUTUHKAN 0.01-0.6% UNTUK TOPIKAL
◦ Aktiv terhadap berbagai jenis bakteri terutama jamur dan yeast (ragi)
◦ Aktiv dalam rentang pH yang luas
◦ Digunakan untuk pengawet industri makanan, obat-obatan, dan kosmetik
◦ Penggunaan kombinasi 0.02% dengan metilparaben 0.18%
 Metil paraben=Nipagin
◦ Digunakan dalam industri makanan, kosmetik, dan obat-obatan, paling
umum digunakan dalam industri kosmetik

34
◦ Penggunaan kombinasi dengan paraben lain atau propilenglikol 2-5%
meningkatkan efikasi
◦ Efektif terhadap bakteri terutama pada jamur dan yeast
◦ Kurang larut sehingga tersedia juga bentuk garamnya
◦ Efektif pada rentang pH luas
◦ Penggunaan untuk sediaan topikal 0.02-0.3%
 Fenoksietanol
◦ Efektif untuk Pseudomonas aeruginosa tapi kurang efektif untuk bakteri
gram negatif yang lain dan gram positif, untuk itu dikombinasi dengan
preservatif lain. Kombinasi dengan ester parahidroksibenzoic acid
digunakan untuk mengawetkan krim dan losion
 Klorokresol
◦ Merupakan bakterisid kuat, digunakan dengan kadar 0,1% untuk
mengawetkan krim dan sediaan topikal lain. Aktivitasnya turun dengan
kondisi alkali dan ketika produk mengandung minyak dan lemak yang
berasal dari tanaman.
 Kloroform
◦ Digunakan bersama asam benzoat dalam parafin likuid B.P.C
 Amonium kuartener
◦ Konsentrasi yang digunakan 0.002-0.01 % untuk mempertahankan produk
emulsi untuk pemakaian luar.
◦ Bersifat bakterisid terhadap bentuk vegetatif organisme gram positif kurang
efektif untuk gram negatif, terutama Pseudomonas aeruginosa, inaktif
terhadap spora bakteri.
◦ Aktivitasnya dikurangi oleh sabun dan komponen anionik, diatas porsi
yang yang umum dipakai inkompatibel dengan nonionik emulgent
 Senyawa Merkuri Organik
◦ Fenilmerkuri nitrat dan asetat digunakan dengan konsentrasi 0.004-0.01%
untuk mempertahankan emulsi yang mengandung emulgen nonionik.
◦ Untuk mengkompensasi defisiensi preservatif karena kompleksasi
penggunaan dikombinasi dengan pengawet lain seperti pada cetomacrogol
cream

CONTOH PENGAWET & KETERBATASANNYA


1. Amm. Kuartener (diinaktivasi senyawa ionik, nonionik, dan protein)
2. Senyw. Organik merkuri (toksik dan mensensitisasi kulit dibatasi untuk pemakaian
dekat mata)
3. Formaldehid (mudah menguap, berbau, mengiritasi dan sensitivitas tinggi)
4. Fenol Terhalogenasi (berbau, diinaktivasi oleh nonionik, anionik dan protein)
5. Asam sorbat (kalium sorbat) untuk formula dengan pH 6,5-7 dalam konsentrasi
tinggi dapat dioksidasi oleh cahaya menyebabkan penghilangan warna sediaan
6. Asam benzoat (Na benzoat) untuk pH 5,5 atau kurang. Tdk banyak digunakan lagi
hanya terbatas untuk antibakteri
7. Metilparaben dan Propilparaben (senyawa ini umum digunakan)
1. Metil paraben 0,12-0,18%
2. Propilparaben 0,02%-0,05%
Tween 80 dan Tween 20 mengikat paraben sehingga konsentrasi harus
ditingkatkan

35
8. Na benzoat (potensi akan turun dengan adanya makromolekul) penggunaan dalam
konsentrasi tinggi 0,5%
PENDAPAR
 Penggunaan dapar untuk menstabilkan zat aktif, meningkatkan bioavailabilitas.

HUMEKTAN
 Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan, mencegah
kekeringan, meningkatkan penerimaan pada produk dengan meningkatkan kualitas
usapan dan konsistensi secara umum.
 Pemilihan didasarkan pada sifatnya yang menahan airdan efeknya terhadap
viskositas dan konsistensi sediaan.
 Bahan-bahan yang sering digunakan:sorbitol, propilenglikol, gliserol, makrogol
dengan BM rendah

ANTIOKSIDAN
 Faktor yang perlu diperhatikan:
◦ Warna
◦ Bau
◦ Potensi
◦ Sifat iritan
◦ Toksisitas
◦ Stabilitas
◦ kompatibilitas
 Macamnya :
◦ Antioksidan sejati: tokoferol, alkil galat, BHA,BHT
◦ Antioksidan sebagai agent pereduksi:garam Na dan K dari asam sulfit
◦ Antioksidan sinergis: EDTA dengan sitrat, maleat, tartrat atau fosfat untuk
pengkelat

PENGOMPLEK
 Untuk mengomplek logam yang ada dalam sediaan yang dapat mengoksidasi
EMULGATOR
 ASAM LEMAK DAN ALKOHOL
◦ Setil alkohol
◦ Asam stearat
 ZAT PENGEMULSI
◦ Setil alkohol dan asam stearat menstabilkan emulsi M/A. ion polivalen
seperti Ca, Mg, Al menstabilkan emulsi A/M
 EMULGATOR
◦ Surfaktan anionik (ion lauril sulfat, TEA stearat)
◦ Kationik (garam amm. Kuartener)
◦ dan nonionik (polioksietilenlauril alkohol)

EMULGATOR YANG IDEAL


 Stabil
 Inert
 Bebas dari bahan yang toksik dan iritan
 Sebaiknya tdk berbau, tdk berasa dan tdk berwarna
 Menghasilkan emulsi yang stabil pada tipe yang diinginkan

36
FAKTOR PEMILIHAN EMULGATOR
 Berdasar harga HLB
 Sifat ionik emulgator
 Tipe kimia emulgator. Perbedaan kejenuhan komponen lipofilik emulgator
mempengaruhi stabilitas emulsi
 Tujuan pemakaian topikal

W/O Emulsifying Agent


 Wool Fat = Anhidrous Lanolin
◦ Lemak yang dimurnikan dari lemak bulu domba
◦ Dapat mengasorbsi air 50% dari beratnya
◦ Mengandung kolesterol dan oksikolesterol
◦ Tdk larut air tapi larut dalam alkohol panas
◦ Warna kuning, melelh pada suhu 36-42C
 Waxes
◦ Merupakan ester asam lemak
◦ Mengandung jumlah signifikan alkohol, sterol, and asam lemak
◦ Memiliki nilai penyabunan yang tinggi
 Bavalent soap
◦ Diperoleh melalui reaksi yang terjadi secara alami trigliserid dengan alkali
atau reaksi antara asam lemak dan alkali
 Sorbitan Ester = Span
◦ Dibentuk melalui esterifikasi asam lemak dengan turunan sorbitol
◦ Sorbitan monolaurat (span-20)
◦ Sorbitan monooleat (span-80)
◦ Sorbitan trioleat (span-85)
◦ Sorbitan tristearat (span-85)
◦ Sorbitan monopalmitat (span-40)
 Wool Alkohol
◦ Diperoleh dari wool fat yang diperlakukan dengan alkali dan memisahkan
fraksi yang mengandung kolesterol dan alkohol lain
◦ Mengandung kolesterol tidak kurang 30%
 Hydrous Wool Fat=Hidrous lanolin
◦ Tdk larut dalam air tapi larut dalam eter dan kloroform
◦ Merupakan campuran 70% w/w lemak dan 30% purified water

O/W Emulsifying Agent


 Polisorbat = Tween
◦ Merupakan surfaktan nonionik
◦ Merupakan turunan polioksietilen
◦ Tween-80=polioksietilen sorbitan monooleat
◦ Tween-21=Polioksietilen sorbitan monolaurat
◦ Tween-40=Polioksietilen sorbitan monopalmitat
 Metil selulose
◦ Digunakan dalam emulsi minyak mineral, digunakan dalam konsentrasi 2%
 Monovalent soap

37
◦ Ion sodium, potasium, dan ion garam amonium bertindak sebagai O/W
emulsifying agent
◦ Terkenal sebagai sabun alkali
 Acacia
◦ Garam Ca, Mg, K dari polisakarida arabic acid
◦ Tdk larut dalam alkohol
◦ Larut dalam air 2x beratnya
◦ Stabil dalam kisaran yang lebar pH 2-10
 Tragacanth
◦ Terdiri dari 70% bassorin dan 30% soluble gum. Tdk larut dalam alkohol
◦ Digunakan sebagai emulsifying agent untuk meningkatkan konsistensi
 Trietanolamin oleat
◦ Kombinasi TEA dan asam oleat. Terbuat dari mono dan dietanolamin

CARA PEMBUATAN 1
 Bahan-bahan larut lemak dan minyak dilelehkan dalam wadah hingga suhu 75o C
 Air dipanaskan bersama komponen-komponen larut air (biasanya termasuk
emulgator) dalam wadah lain bersuhu 75o C
 Keduanya dicampur pada suhu sama (75o C) dan dicampur sampai suhu mendekati
35o C
 Pengadukan dilakukan hingga krim halus terbentuk

CARA PEMBUATAN 2
 semua bahan, baik fase minyak maupun fase air dicampurkan untuk dilebur di atas
penangas air sampai lebur, baru kemudian langsung digerus sampai terbentuk
massa krim. Baik metode pertama maupun metode kedua, sama-sama
menghasilkan sediaan krim yang stabil, bila proses penggerusan dilakukan dengan
cepat dan kuat dalam mortar yang panas sampai terbentuk massa krim. Tetapi
dengan metode kedua, kita dapat menggunakan peralatan yang lebih sedikit
daripada metode pertama.

CLEANSING CREAM
 Kegunaan Cleansing Cream adalah membersihkan make-up (rias wajah) dan lemak
dari wajah dan leher. Krim pembersih adalah modifikasi dari cold cream (krim
sejuk). Cold cream diformulasi oleh Galen (150 AD), terdiri atas campuran malam
lebah, minyak zaitun dan air.

Sediaan perawatan dan pembersih kulit


 Krim Penghapus dan Krim Dasar
◦ Vanishing and Faundation Cream
 Krim Pembersih dan Krim Pendingin
◦ Cleansing and Cold Cream
 Krim Urut dan Krim Pelembut
◦ Massage and Emollient Creams
 Krim Tangan dan Badan.
◦ Massage and Emollient Creams

38
Vanishing and Faundation Cream
 Krim penghapus adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
menghilangkan tatarias wajah, sehingga wajah menjadi bersih dan siap dilekati
dengan krim dasar.
 Krim dasar adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud sebagai dasar
tatarias wajah.
 Bahan : bahan yang digunakan mencakup zat manfaat dan zat tambahan, termasuk
parfum dan zat warna.

Cleansing and Cold Cream


 Krim pembersih adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
menghilangkan kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam minyak
secara efisien.
 Krim pendingin adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit.
 Ciri khas krim pendingin ialah kandungan airnya relatif banyak yang diikat dalam
bentuk emulsi m-a.
 Bahan : bahan yang digunakan mencakup zat manfaat dan zat tambahan, termasuk
parfum dan zat pengawet.

Massage and Emollient Creams


 Krim urut dan krim pelembut adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
maksud memperbaiki kulit rusak karena suatu unsur atau bahan misalnya,
detergen.
 krim ini tetinggal pada kulit untuk beberapa jam, umumnya semalam. Krim ini
tidak boleh digosokkan karena terlalu cepat diabsorpsi melalui kulit. Krim yang
tetinggal merupakan lapisan yang tidak boleh telalu ditekan atau cepat hilang
karena gesekan dengan kain alas tidur.
 Krim urut dan krim pelembut adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
maksud memperbaiki kulit rusak karena suatu unsur atau bahan misalnya,
detergen.
 Biasanya, krim ini tetinggal pada kulit untuk beberapa jam, umumnya semalam.
Krim ini tidak boleh digosokkan karena terlalu cepat diabsorpsi melalui kulit. Krim
yang tetinggal merupakan lapisan yang tidak boleh telalu ditekan atau cepat hilang
karena gesekan dengan kain alas tidur.

Hand and Body Cream


 melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut dan kering, bersisik dan mudah
pecah.
 Kulit mengeluarkan lubrikan alami yaitu sebum, untuk mempertahankan agar
permukaan kulit tetap lembut, lunak dan terlindung. Lapisan sebum dapat menjadi
rusak atau hilang jika kulit dicuci atau dicelupkan dalam larutan sabun atau
detergen. Permukaan kulit dapat pecah, mempermudah masuknya bakteri, dapat
terjadi infeksi, akhirnya kulit akan mengeluarkan cairan, jika dibiarkan dapat
menyebabkan dermatitis.
 Bahan : bahan yang digunakan mencakup zat emolien, zat sawar (barier), zat
penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat humektan, zat pengental dan
pembentuk lapisan tipis, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum, dn zat warna.
 (Formularium Kosmetika Indonesia, 1985, 330-357)

39
MASALAH SEDIAAN KRIM
 Kerusakan yang terjadi pada sediaan krim:
◦ Cracking: pemisahan fase terdispersi
◦ Creaming : terbentuk emulsi yang terkonsentrasi sehingga membentuk krim
pada permukaan emulsi
◦ Flokulasi/Agregasi: agregasi yang bersifat reversible (partikel partikel
saling berkumpul)
◦ Coalesence : bersatunya aglomerat menjadi globul yang lebih besar

KESIMPULAN:
Krim merupakan sediaan dengan system 2 fase yang terdiri fase minyak dan fase air yang
distabilkan dengan emulgator. Sediaan krim lebih disukai karena mudah dibersihkan bila
dibandingkan sediaan salep berlemak yang sulit dibersihkan dan meinggalkan noda pada
pakaian. Untuk formulasi krim terdiri dari bahan aktif, basis, emulgator dan bahan
tambahan lainnya yang berfungsi meningkatkan stabilitas dan aksepatbilitas sediaan

REFERENSI
Aulton, M., E., 2nd edition, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Churcil
Livingstone
Lieberman, H., A., Coben, L., J., Sediaan Semisolid, dalam Lachman, L., Lieberman, H.,
A., Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, UI-Press
Kumar, K., K., Sasikanth, K., Sabareesh, M., Dorababu, N., 2011, Formulation and
Evaluation of Diacerin Cream, Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical
Research, vol 4, issue 2
Premjeet, S., Ajay, B., Sunl, K., Bhawana, K., Sahli, K., Divashish, R., Sudeep, B., 2012,
Additives in Topical Dosage Forms, International Journal of Pharmaceutical,
Chemical, and Biological Sciences, 2(1), 78-96
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Anonim, 1996, Farmakope Indonesia IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

40
MATERI IV

FORMULASI SEDIAAN PASTA

Kelebihan Pasta
• Pasta mengikat cairan secret, pasta lebih baik dari unguentum untuk luka akut
dengan tendensi mengeluarkan cairan
• Bahan obat dalam pasta lebih melekat pada kulit sehingga meningkatkan daya
kerja local
• Konsentrasi lebih kental dari salep
• Daya adsorpsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan dengan
sediaan salep.
Kekurangan Pasta
1. Karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta pada umumnya tidak
sesuai untuk pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu.
2. Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis. Dapat
menyebabkan iritasi kulit
FORMULA STANDAR PASTA
R/ Zat aktif
Basis
zat tambahan
(pengawet, antoksidan, emolien, emulsifier, surfaktan, zat penstabil,peningkat penetrasi)

ZAT AKTIF
• Zat aktif yang sering digunakan misalnya zinc oksid, sulfur, dan zat aktif lainnya
yang dapat dibuat sediaan semisolid. Penggunaan untuk antiseptik, perlindungan,
penyejuk kulit, dan absorben, sehingga zat aktif yang sering digunakan adalah zat
aktif yang memiliki aktivitas farmakologi seperti tsb. Sifat zat aktif yang perlu
diperhatikan yaitu zat aktif harus mampu didispersikan secara homogen pada basis
namun dapat lepas dari basis dan dapat menembus kulit untuk mencapai tujuan
farmakologisnya.
BASIS
• Basis yang digunakan untuk pasta adalah basis berlemak atau basis air. Macam
basis yang dapat digunakan:
– Basis hidrokarbon
– Basis absorbsi
– Basis air-miscible
– Basis larut air
BASIS HIDROKARBON
• Tidak diabsorbsi oleh kulit
• Tertinggal diatas kulit berupa lapisan dan bersifat oklusif
• Tdk campur air
• Sukar dibersihkan
• Lengket
• Waktu kontak kulit lama
• Inert
• Daya absorbsi rendah
BASIS ABSORBSI
• Bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu air. Terbagi 2 kelas:

41
– Basis non emulsi
• Dapat menyerap air membentuk emulsi A/M.
• Kelebihan dibanding hidrokarbon:
– Kurang oklusif namun emolien bagus
– Membantu obat larut minyak untuk penetrasi kulit
– Lebih mudah menyebar/mudah dioles
– Basis emulsi A/M
• Menyerap air lebih banyak dari basis non emulsi.
• Terdiri dari:lanolin, oily cream BP
BASIS AIR-MISCIBLE
• Keuntungan:
– Bercampur dengan eksudat luka
– Mengurangi gangguan fungsi kulit
– Kontak baik dengan kulit karena surfaktannya
– Penerimaan secara kosmetik yang baik
– Mudah dibersihkan untuk area berambut
BASIS LARUT AIR
• Keuntungan :
– Larut air
– Absorbsi baik oleh kulit
– Mudah melarutkan bahan lain
– Bebas dari rasa lengket
– Nyaman digunakan
– Kompatibel dengan berbagai obat dermatologi
• Kerugian :
– Uptake air terbatas
– Kurang lunak dibanding paraffin
– Mengurangi aktivitas beberapa antimikroba

BAHAN TAMBAHAN

PENGAWET ANTIOKSIDAN

ZAT
EMULSIFIER
PENSTABIL

42
PENGAWET
Perlu diperhatikan interaksi dengan bahan aktif dan wadah

Efektif terhadap kontaminan bakteri

Tidak mengiritasi

Contoh bahan:metil/propil paraben, amm kuartener

ANTIOKSIDAN
• Antioksidan ditambahkan untuk mengatasi kemungkinan oksidasi namun harus
memperhatikan:
– Toksisitas,
– Potensi
– Iritasi
– Kompatibilitas
– Bau
– Warna
– Kelarutan
– Kestabilan sediaan

EMULSIFIER
• Emulsifier anionik
• (Na lauril sulfat, TEA)
• Emulsifier kationik
• (amm. Kuartener, cetrimide)
• Emulsifier nonionik
• (ester glikol, ester gliserol)
HUMEKTAN
Mengurangi kehilangan air pada sediaan semisolid contohnya gliserol dan PEG
METODE PEMBUATAN
• Metode pembuatan pasta sama dengan pembuatan salep. Untuk basis semisolid
metode fusion (pelelehan dan triturasi dapat digunakan). Triturasi sendiri cocok
digunakan untuk pembawa likuid.
Metode fusion
• Zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai
membentuk fase yang homogen.
Metode triturasi
• Zat yang tdk larut dicampur dengan sedikit basis atau bahan pembantu, kemudian
dilanjutkan dengan penambahan sisa basis. Bisa juga digunakan pelarut organik
untuk melarutkan bahan aktifnya baru ditambahkan basisnya.
PASTA GIGI
• A pharmaceutical compound used in conjunction with the toothbrush to clean and
polish the teeth. Contains a mild abrasive, a detergent, a flavoring agent, a binder,
and occasionally deodorants and various medicaments designed as caries
preventives (e.g., antiseptics).

43
FUNGSI :
• Membantu membersihkan partikel sisa makanan, mereduksi plak dan noda,
mengkilapkan permukaan gigi, menyegarkan nafas
• Bahan aktif yang digunakan fluoride mereduksi karies dengan memperkuat
permukaan luar gigi.
• Fungsi terapetik lain dan kosmetik:pemutih, desensitiser, menghambat
plak, memproteksi terhadap berbagai gangguan periodontal

TIPE PASTA GIGI


1. Simple cleansing dentifrices
2. Therapeutics dentifrices: Therapeutic dentifrices may contain the bactericidal,
bacteriostatic, enzyme inhibiting or acid neutralizing qualities of the drugs or
chemicals

BENTUK DAN KARAKTERISTIK FISIK


• Pasta gigi merupakan sistem dispersi
• Terdiri atas air dan cairan larut air, minyak, dan padatan larut serta tdk larut.
• Pasta bisa opak, clear gel, dengan garis-garis warna, kombinasi gel dan pasta,
serbuk, atau likuid
• Yang paling banyak di pasaran pasta dan gel
KARAKTERISTIK PENTING PASTA GIGI
• Konsistensi
• Abrasif
• Appearance
• Foaming
• Rasa
• Stabilitas
• Keamanan
KONSISTENSI
• Konsistensi menunjukan reologi pasta, kemudahan dikeluarkan dari tube, mampu
mempertahankan bentuk dan tidak terserap masuk ke bulu sikat.
• Konsistensi dievaluasi berdasar:
– Densitas (piknometer)
– Viskositas (Brookfield viskometer):150.000-300.000)
– Kohesivness
– Ektrudability
– Sag

Abrasiveness
• Sebagai standar Ca pirofosfat dengan nilai 100, skor bahan lain berkisar 0-500
relatif terhadap standar
• Dipengaruhi oleh:
• Kekerasan
• Bentuk kristal
• Ukuran partikel

44
Bahan abrasif Konsentrasi Kisaran skor

Alumina 20-40% 150-500


Dikalsium fosfat, 30-50% 250-400
anhidrous

Insoluble sodium 40-50% 175-150


metafosfat
Kalsium pirofosfat 40-50% 100
Kalsium karbonat 40-50% 50-400
Hidrated silika 15-30% 30-120
Dikalsium fosfat, 40-50% 30-60
dihidrat

Cleaning & Polishing


• Efek cleaning dan polishing berasal dari bahan abrasif
• Tingkat abrasi yang ideal tdk lebih dari 125, di atas nilai tersebut merusak dentin
Appearance
• Pasta gigi yang baik memenuhi syarat:
– Lembut, seragam, dan glossy
– Bebas dari gelembung udara
– Memiliki warna yang menarik
Foaming
• Digunakan untuk mensuspensi dan membusakan untuk menghilangkan partikel
sisa makanan melalui penyikatan
• Konsentrasi foaming harus cukup untuk membersihkan, namun jika terlalu banyak
mengganggu kerja bahan abrasiv
• Foaming harus mudah dibersihkan dan dibilas
Taste
• Rasa dan aroma menentukan minat konsumen untuk membeli kembali
• Rasa dibentuk dengan konsentrasi perasa yang cukup , tingkat kemanisan dan rasa
yang ditimbulkan di mulut
Stabilitas
• Stabilitas bisa lebih dari 3 tahun
• tdk ada pemisahan fase, viskositas terjaga, pH terjaga, kadar bahan aktif terjaga
• Uji stabilitas meliputi stabilitas dipercepat dan real time condition
MASALAH KESEHATAN MULUT
• PELLICLE
– Terbentuk pada permukaan gigi karena deposit protein saliva
• PLAK
– Sticky film yang mengandung bakteri, protein saliva dan polisakarida
• KARANG GIGI
– Plak yang termineralisasi di permukaan gigi sehingga sangat keras dan dihilangkan
dengan scalling ke dokter gigi

45
SYARAT-SYARAT PASTA GIGI
1. Mempunyai daya abrasive yang minimal tetapi mempunyai daya pembersih yang
maksimal
2. Dapat menyingkirkan kotoran-kotoran dimulut
3. Harus stabil dalam jangka waktu yang lama
4. Dapat bereaksi dalam suasana asam atau basa
5. Dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri dalam mulut
6. Dapat menetralisir asam yang terbentuk dalam mulut
7. Dapat bereaksi dengan enamel gigi dan membentuk senyawa yang dapat
meningkatkan daya tahan enamel terhadap asam.
8. Dapat mengurangi atau menghilangkan bau mulut
9. Tidak beracun

Syarat mutu pasta gigi (SNI 12-3524-1995)


NO. Jenis uji Satuan Syarat
1. Sukrosa atau Negative
karbohidrat lain
yangdapat
terfermentasi
2. pH 4,5 – 10,5
3. Cemaran Logam Ppm Maks 5,0
a. Pb Ppm Maks 0.02
b. Hg Ppm Maks 2.0
c. As
4. Cemaran mikroba < 105
a. Angka negatif
lempeng total
b. E Coli
5. Zat Pengawet Sesuai yang diijinkan Depkes
6.. Formaldehid bebas % 0.1
7. Fluor bebas Ppm 800-1500
8 Zat Warna Sesuai yang diijinkan Depkes
9 Organoleptik Harus lembut,
a. Keadaan serba sama
b. Benda asing (homogen) tidak
terlihat adanya
gelembung udara,
gumpalan,dan
partikel yang
terpisah
tidak tampak.

BAHAN PENYUSUN PASTA GIGI


• Abrasive
• Binder
• Surface active agents
• Humectant

46
• Sweeteners
• Flavours
• Colors
• Preservatif
• Bahan aktif
ABRASIVE
• Tujuan Pemakaian : provide cleaning and polishing
• Umumnya digunakan 20-50% dari total formulasi
• Kapur / kalsium karbonat precipitat
– Tdk mahal, tersedia dalam kisaran derajat densitas yang luas, impurities
silika, tingkat abrasifitas bervariasi, popularitas rendah
– Inkom. Dengan sod.fluoride kompatibel dengan sod.monofluorofosfat
– Konsentrasi sebagai abrasiv (30-50%)
• Kalsium fosfat
– Dikalsium fosfat dihidrat (low abrasion, good polishing, inkom dgn
fluoride, perlu stabiliser untuk mncgh caking, hardening, grittiness)
– Dikalsium fosfat anhidrous (very abrasive, low concentration, inkom dg
fluoride)
– Tetrakalsium pirofosfat (kurang populer krn inkom dg fluoride)
– Insoluble sodium metafosfat
– Lebih mahal, kompatibel dg fluoride, moderately abrasive, banyak
produsen menarik produk dg kndgn ini krn banyak konsumen beralih ke
silika
• Silika
– Abrasive silika (nonabsorbent, odorless, tasteless, good abrasive at low
conc., efek minimal pd konsistensi final product)
– Thickening silika (extremely small sized particles, large surface area,
capability of swelling and thickening, capable absorbing, holding liquid,
low cost, nonreactive, kompatibel dg fluoride karena digunakan dalam
konsentrasi kecil
– Dapat membentuk ‘clear gel’ dg menyesuaikan indek refraksi pelarut
(konsentrasi 10-30%)
• Hidradet alumina
– Low cost, kompatibel dg fluoride, tdk seefektif silika sebagai thickening
agent
• Sodium bikarbonat
– Popular sebagai pasta gigi baking soda
– Efek abrasive at conc. > its water solubility (5-30%), mild abrasive, mudah
dibilas, granular texture, asin (sulit disamarkan), semakin besar partikel less
salty
– Efek abrasive yang ringan perlu kombinasi dengan abrasiv lain seperti
silika, kalsium karbonat
BINDER
• Merupakan bahan alami atau sintetik berupa hidrokoloid
• Untuk menjaga formulasi yg terdiri dari likuid dan solid mjd pasta halus
• Peningkatan viskositas mencegah keluarnya air dari pasta
• Konsentrasi 0.9%-2.0%
• Yang paling populer CMC. Selain itu karagenan, tragakan, sodium alginat.

47
• Desain binder yang optimum menghasilkan pasta mudah dikeluarkan dari tube,
bisa menjaga bentuk tdk melesak masuk bulu sikat, soft, mudah dibilas
• Kekurangan dg CMC kdg terdapat kontaminan debu selulose enzim yang merusak
viskositas pasta
BAHAN AKTIF PERMUKAAN
• Merupakan foaming agent (0.5-2.0%)
• Yang paling populer sodium lauril sulfat
• Syarat: foaming properties, safety, low taste, used below the irritation level
Humektan
• To prevent moisture loss and drying
• Pleasant mouthfeel
• Sorbitol (70%):feeling of coolness, moderate sweetness, less expensive than
gliserin
• Gliserin:populer tp menimbulkan sensasi hangat di mulut, lebih mahal dari sorbitol
atau propilenglikol (5-10%)
• Propilenglikol:excellent solvent properties, low viskus, pahit membatasi
penggunaan. Penggunaan dikombinasi dengan gliserin

SWEETENER
• Sodium sakarin 0.05%-0.25%
• Siklamat
FLAVORS
• Konsentrasi 0.2-2.0%
• Avoid high concentration (irritation)
• Oils: peppermint, spearmint, wintergreen, anise
WATER
• Sebagai solvent untuk garam larut dan pengencer
• Konsentrasi lebih dari 5-10%
• Berpengaruh pada kejernihan gel, optimasi porsi gliserin:sorbitol:water
• Karena produksi pada suhu ruang, air yg digunakan air murni (bacterial free-
deionized water) bebas kontaminasi bakteri
• Level > 20% diperlukan preservatif
PRESERVATIVES
• Keberadaan air, humektan, dan gom alam dapat memicu pertumbuhan mikroba
untuk itu perlu pengawet seperti metil dan propil paraben atau sodium benzoat
yang diperlukan pada level 0.05% - 0.2%
pH Regulators
• Buffering system untuk menyesuaikan pH produk akhir
BAHAN LAIN
• Bahan aktif
– Anticarries : sodium fluoride, stannous fluoride, sodium monofluorofosfat
– Desensitizing agent : formaldehid, sodium sitrat, strontium klorid
hexahidrate, potasium nitrate
– Reduksi plak : klorhexidin glukonat, sodium borat, sanguinaria, sodium
pirofosfat, zinc sitrat, triklosan, dan berbagai minyak atsiri
• Buffer untuk mempertahankan pH
• Pewarna tersertifikasi
• Pemutih gigi (hidroksi peroksida 3%)

48
KRITERIA FORMULA
• Clear gel –silika memiliki indek refraksi hampir sama dengan air/humektan
• High cleaning formula: kombinasi dikalsium fosfat dihidrat dan dikalsium fosfat
anhidrous
• Fluoride diformulasi dengan abrasive yang kompatibel tdk mengandung garam
kalsium yang terlarut.
METODE PREPARASI
• Method: - 1
The binder, prewetted with the humectant, it is disperse in liquid portion
containing the saccharin and preservative and allow swelling to form a homogeneous gel.
The swelling may be accelerated by heat and agitation. The solid abrasive is added slowly
to homogeneous gel and mixed in mixer until a paste formed. The flavour and detergent
are added last and distributed uniformly. Excessive, aeration, particularly in the presence
of detergent, should be avoided. The paste can then be milled, deairated and tubed.
• Method: - 2
The binder is premixed with solid abrasive, which is then mixed with the liquid
phase, containing humectant, preservative and sweetener into a mixer. After formation of
homogeneous paste, the flavour and detergent are added, mixed, milled deairated and
tubed.
EVALUASI
• Abrasiveness
• Particle size
• Cleansing property
• Konsistensi
• pH
• Foaming character
• In vitro animal testing (oral toxicity and mucosal irritation
• Product satisfaction and possible adverse effect (human)
• Evaluasi klinik: alergi, iritasi, problem oral yang lain
STABILITAS
• Appearance,color
• Uniformity
• Flavor,
• Net weight
• pH
• Viskositas
PENGEMASAN
• Metal tube (aluminium)
• Plastic
Safety
• While dentifrice products have a long history of safety, there is an ongoing concern
associated with dental fluorosis due to fluoride ingestion in children under age six.
Studies have shown that for children 1–3 years, 30–75% of the dentifrice is
ingested, and for children 4–7 years 14–48% is ingested.
• n As with any OTC drug product, precautions need to be taken to prevent
overdose. The FDA requires labeling of all fluoride dentifrice products to include a
statement "to minimize swallowing use a pea-size amount in children under six."
NEWER FORMULATIONS OF TOOTHPASTE
1. Functional toothpaste containing nano sized silver.

49
2. Application of water soluble chitosan in toothpaste &
3. mouthwash.
4. Dentifrice containing silica microparticles as the sole abrasives.
5. Dentifrice compositions comprising alkyl galactoside derivatives +nonionic
disinfectants or +protein naturants or +vit- E gives strong coaggregation-inhibitory
effect & antibacterial effect against Fusobacterial & other dental caries &
periodontal disease- causing bacteria.

KESIMPULAN:
Pasta merupakan sediaan semisolid yang mengandung bahan tidak larut dalam jumlah
besar sehingga sifatnya kaku dibanding salep. Penggunaan pasta selain untuk penanganan
luka juga banyak digunakan dalam pasta gigi. Kandungan bahan abrasive yang sifatnya
tidak larut dalam pasta gigi menyebabkan pasta gigi termasuk dalam kategori sediaan
pasta.

REFERENSI:
Aulton, M., E., 2nd edition, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Churcil
Livingstone
Lieberman, H., A., Coben, L., J., Sediaan Semisolid, dalam Lachman, L., Lieberman, H.,
A., Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, UI-Press
Lieberman, H., A., Rieger, M., M., Banker, G., S., Pharmaceutical Dosage Forms:Disperse
Systems, vol.2, Marcel Dekker
Premjeet, S., Ajay, B., Sunl, K., Bhawana, K., Sahli, K., Divashish, R., Sudeep, B., 2012,
Additives in Topical Dosage Forms, International Journal of Pharmaceutical,
Chemical, and Biological Sciences, 2(1), 78-96
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Anonim, 1996, Farmakope Indonesia IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

50
MATERI V

FORMULASI SEDIAAN GEL

Definisi
 Gel merupakan system semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan. Gel kadang – kadang disebut jeli. (FI IV, hal 7)
 Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil
senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315). Gel
adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil
senyawa anorganik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)
Penggolongan
 Menurutsifatfasekoloid
 Gel anorganik, contoh : bentonit magma
 Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
 Berdasarsifatpelarut
 Hidrogel
 Organogel
 xerogel
 Berdasarfaseterdispersi
 Gel fase tunggal
 Gel dua fase
Kegunaan
 Untuk kosmetik, gel digunakan pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit –
dansediaanperawatanrambut.
 Gel dapatdigunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau
dimasukkan kedalam lubang tubuh atau mata (gel steril) (FI IV, hal 8)
Kerugian Gel
 Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga
diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih
pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau
hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan
iritasi dan harga lebih mahal.
 Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk
mencapai kejernihan yang tinggi.
 Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat
menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila
terkena pemaparan cahaya matahari, alcohol akan menguap dengan cepat dan
meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua area
tertutupi atau kontak dengan zat aktif.

KOMPONEN GEL
 ZAT AKTIF
 GELLING AGENT
 BAHAN TAMBAHAN

51
GELLING AGENT
 Adalah substansi hidrokoloid yang member konsistensi tiksotropi pada gel
 Dikenal juga sebagai ‘solidifiers’ atau ‘stabilizer’ dan ‘thickening agent’
 >larut dalam air dingin daripada air panas
 Metilselulose dan polaxamer kelarutan> air dingin, bentonit, gelatin, Na CMC
>larutdalam air panas
 Gelling agent perlu neutralizer setelah dibasahi dalam medium pendispersi
 Digunakan dengan konsentrasi 0,5-10%
 Kebanyakan perlu waktu 24-48 jam untuk terhidrasi sempurna serta mencapai
viskositas dan kejernihan maksimum
 Obatdapatditambahkansebelum gel terbentuk jika adanya obat tdk mempengaruhi
pembentukan gel.
 Viskositas berkisar 1000-100.000 cps
TRAGACANTH
 Polisakarida komplek alami dengan variasi sifat reologi dan kualitas
mikrobiologinya
 Diperoleh dari getah tanaman genus Astragalus
 Viskos, tidak berbau, tidak berwarna
 Konsentrasi yang diperlukan 5%
 Perlu dibasahi dengan etanol atau gliserin sebelum didispersi dalam air
 Digunakan untuk treatmen luka bakar topikal
 Bersifat asam dan memiliki BM 840.000
 Berfungsi sebagai ‘demulscent’ dan ‘suspending agent’
Fenugreek mucilage
 Diekstrakdengan multiple maserasi biji jinten hitam
 Mengandung polisakarida galaktomanan
 Larut lambat dalam air, cepat dalam air panas membentuk larutan koloidal viskous
 Gelling concentration 2,5-3,5%
TurunanSelulosa
 Metilselulosa
 Larut dalam air dingin tapi tdk larut dalam air panas
 Nonionik dan stabil dalam spektrum pH luas
 Non toksik
 Kompatibel dengan air, alkohol (70%), dan propilenglikol (50%)
 Kejernihan, hidrasi, dan viskositas maksimum tercapai jika gel didinginkan
0-10C selama ± 1 jam
 Merk pasarannya Methocel HG dan Methocel MC
 Hidroksietilselulosa
 Membentuk lapisan oklusif ketika diaplikasikan kekulit dan dibiarkan
kering
 pH 5,5-8,5
 Larut dalam air dingin dan panas
 Pendispersian lebih mudah dengan bantuan pengadukan pada suhu 20-25C
kemudian dipanaskan hingga 60-70C
 Hidroksipropilselulosa
 Terhidrasi dan swelling dalam air
 Gel yang terbentuk lebih encer
 pH 5,5-8,5
 Larut dalam air dingin< 38C membentuk koloidal halus dan jernih, suhu
40-45 C presipitasi

52
 Larut dalam pelarut organic dingin maupun panas (ex:etanol)
 Gel stabil pada pH 6-8, pada pH rendah dan asam akan terhidrolisis dan
viskositas menurun, demikian juga kenaikan suhu hingga 45 C juga
menurunkan viskositas
 Hidroksipropilmetilselulosa=Hipromelose
 Membentuk gel kental tapi toleransi terhadap ion muatan positif rendah
 Terdispersi dalam air dingin praktis tidak larut dalam air panas
 Penggunaan sebagai ‘thickening agent 0,25-5%
 Bersifat nonionic sehingga tidak bereaksi dengan garam metal membentuk
presipitat
 Inkompatibel dengan senyawa pengoksidasi
 CMC
 Umum digunakan dalam bentuk garam sodium, dikenal sebagai carmellose
sodium
 Membentuk gel kental
 Stabilitas maksimum pH 7-9
 Konsentrasi untuk gel 3-6%
 Larut dalam air di segala temperatur
 Presipitasi terjadi pada pH < 2 dan bila dicampur dengan ethanol 95%
 Inkompatibel dengan senyawa sangat asam, garam besi, logam aluminium,
merkuri, seng dan presipitasi dengan protein bermuatan positif
 Carbopol=carbomer
 Membentuk larutan asam pH 3,0
 Penetralisir ditambahkan untuk menaikan pH dan menyebabkan disperse
mengental membentuk gel (KOH, NaOH, TEA)

 Pektin
 Diperoleh dari kulit berbagai buah-buahan seperti apel, jeruk, pisang

53
 Larut dalam air tidak larut dalam etanol 95% dan pelarut organik lain
 Poloxamers (Pluronics)
 BM < 3000 likuid> 3000 solid
 Sebagai gelling agent 15-50%
 Inkom dengan paraben
 Larut dalam air dan pelarut organic membentuk larutan jernih
 Alginat
 Terdiri rantai linier asam uronik
 Larut dalam air
 Dipasarkan dalam bentuk sodium, potasium, ammonium alginat
 Digunakan dengan konsentrasi 5-10%
 Garam kalsium meningkatkan viskositas alginat (terjadi crosslinking)
 Selain kalsium ion logam polivalen lain juga berpengaruh pada struktur gel
 Gelatin
 Diproduksi dari hidrolisis kolagen yang berasal dari kulit, tulang binatang,
dan jaringan konektif
 Larut dalam air panas sekitar 40C membentuk gel
 Tdk larut dalam etanol 95%
 Mengasorbsi air 5-10X beratnya
 Dalam 2 bentuk pharmagel A dan pharmagel B
 Memiliki sifat adesif tapi mudah hilang dari kulit
 Yang banyak digunakan untuk gel adalah gelatin hidrolisat
 Crosslinked gelatin mengandung air 50-99%
 Crosslinked gelatin menyebabkan pelepasan diperpanjang
 Pati
 Pati membentuk gel tranluscen (tembus cahaya) dalam air
 Kombinasi dengan gelatin, gliserin digunakan untuk formulasi gel
 PVA
 Kurang larut dalam air dingin. Pendispersian dibantu dengan wetting agent
kemudian dipanaskan 90C selama 5 menit dan terus diaduk hingga dingin
 Sedikit larut dalam etanol 95%, tdk larut dalam pelarut organik
 Tersedia dalam 3 macam viskositas :low, medium, high viskous
 Diperlukan konsentrasi 2,5% untuk membuat gel
 Perlu penambahan borax untuk membentuk gel
 Povidone=Kollidon=PVP
 BM tinggi
 Membentuk gel pada konsentrasi> 10%
 Higroskopis dan mudah ditumbuhi jamur dalam bentuk larutan

54
Humektan
 Substansi yang mengasorbsi atau membantu substansi lain agar dapat
mempertahankan kelembaban.
 Sifatnya higroskopis
 Molekuldengan gugus hidrofil yang mampu membentuk hidrogen bonds untuk
mendukung fungsinya
 Ex:gliserin, propilenglikol, litiumklorida, xylitol, sorbitol, dll.
Stabilizer
 Basis dan obat sensitive logam berat perlu diproteksi dengan kelating agent seperti
EDTA
PEMBUATAN GEL
 Bahan aktif, gelling agent, dan bahan tambahan lainnya ditimbang
 Gelling agent dikembangkan dalam air
 Ditambahkan pada campuran zat aktif dan bahan tambahan diaduk dengan pelan,
jangan sampai ada gelembung udara terjebak didalamnya
CLEAR GEL
R/ minyak mineral 10%
polioksietilen 10 oleileter 20,7%
polioksietilen fatty gliserida 10,3%
propilenglikol 8,6%
sorbitol 6,9%
air 43,5%
BASIS CLEAR JELLY
R/ Na alginate 3g
Metilparaben 0,2 g
Natrium heksametafosfat 5g
Gliserin 10 g
Air murni 100 g

55
Gel sun Screening
R/ Etanol 53 %
Karbomer 940 1%
Gliseril-p-amino benzoat 3%
Monoisopropanolamin 0,09 %
Air 52,91 %
Cara pembuatan :
 Karbomer 940 didispersikan kedalam alcohol dan gliseril-p-amino benzoate
dilarutkan kedalm larutan. Secara perlahan Monoisopropanolamin ditambahkan.
Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan air dan dikocok dengan seksama
untuk menghindari penyerapan udara, larutan akan jernih dan terbentuk gel.

Hal-hal yang perludiperhatikanpadapembuatansediaan gel


1. Gelling agent yang dipilih harus bersifat inert, aman, tidak bereaksi dengan
komponen lain dalam formulasi
2. Penggunaan polisakarida memerlukan pengawet (rentan thd mikroba)
3. Viskositas sediaan harus tepat, mudah digunakan
4. Konsentrasi polimer sebagai gelling agent harus tepat (antisipasi sineresis)
5. Inkomatibilitas terjadi antara obat kationik pada kombinasi zat aktif, pengawet, dan
surfaktan bersifat anionik (inaktivasi/pengendapan bahan kationik)

Kesimpulan:

Sediaan gel mengandung jumlah air yang tinggi serta memberi rasa sejuk pada kulit.
Penggunaan gel sangat luas selain untuk penghantaran obat juga digunakan untuk
kosmetik. Tersedia banyak gelling agent yang dapat digunakan sebagai basis gel, masing-
masing memiliki sifat fisika kimia tersendiri yang disesuaikan dengan bahan aktifnya agar
sediaan yang dihasilkan efektif, stabil dan akseptabel.

Referensi :

Aulton, M., E., 2nd edition, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Churcil
Livingstone
Lieberman, H., A., Coben, L., J., Sediaan Semisolid, dalam Lachman, L., Lieberman, H.,
A., Kanig, J., L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, UI-Press
Premjeet, S., Ajay, B., Sunl, K., Bhawana, K., Sahli, K., Divashish, R., Sudeep, B., 2012,
Additives in Topical Dosage Forms, International Journal of Pharmaceutical,
Chemical, and Biological Sciences, 2(1), 78-96
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Anonim, 1996, Farmakope Indonesia IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

56

Anda mungkin juga menyukai