Anda di halaman 1dari 4

NAMA : VIRA ANGGUN PUSPITA

KELAS : IX A

PERLOMBAAN KANCIL DAN KERA

Disuatu desa yang sejuk dan nyaman. hiduplah dua sahabat kecil,namanya kera dan
kancil. mereka berdua sedang menikati hangatnya cahaya matahari yang terasa hangat
menyentuh mereka di balik pepohonan. tiba – tiba muncul ide iseng di kepala si kera untuk
mengajak si kancil berlomba membuktikan diri,siapa yang lebih hebat diantara mereka berdua.

Karna merasa tertantang akhirnya si kancilpun menerima tantangan temannya. kera yang merasa
lebih hebat dalam memanjat langsung mengajak sahabatnya menemui si tucil (tupai kecil) yang
tinggal di batang pohon “inspirasi” dan berniat menjadikannya sebagai juri. begitu tiba di tempat
tupi,mereka menyampaikan maksud kedatangan mereka untuk menjadikannya sebagai juri dalam
perlombaan yang mereka rencanakan.

Karna tidak tahu maksud kedua temannya si tupai asal saja berkata “baiklah,siapa yang lebih
dulu mencapai puncak pohon inspirasi ini akan diakui sebagai orang hebat.” si kera langsung
melompat dan tidak lama dia melambai – lambai kebawah dengan tatapan mengejek. kancil yang
tidak bisa memanjat pohon inspirasi langsung protes dan mengajak temannya untuk mangadakan
pertandingan ulang! dengan menjadikan paku (pak kuda) sebagai jurinya.

Pak kuda yang tinggal di lereng gunung motivasi terkaget – kaget mendengar ide jahil mereka
berdua. lalu dengan asal saja paku mengatakan “baiklah,siapa yang lebih dulu mencapai puncak
gunung “motivasi” ini,akan diaku sebagai yang terhebat” tanpa pikir panjang si kancil berlari
secepat -cepatnya. setiba di atas dia berteriak kebawah dan melambaikan kakinya dengan tatapan
yang tak kalah mengejek.

Pak beruang yang sedari tadi memperhatikan tingkah dua warga hutan itu mendekat dan bicara
pada mereka berdua “kalian sedang apa si?” keri yang merasa di kalahkan menjawab “si kancil
tu pak,masa ngajak saya lari ke puncak gunung motivasi. yah mana kuat saya mengejarnya? ” si
kancil yang merasa tidak begitu ceritanya langsung protes “gak koq pak,si kera tu yang ngajak
lomba,tadi dia ngajak saya lomba manjat pohon inspirasi. yah jelas saya kalah lah.”

Pak beruang langsung mengerti duduk masalahnya,dan berkata “kalian lihat pulau di kaki
gunung motivasi itu?” mereka berdua serentak menjawab “iya pak.”
“baiklah,bagaimana kalo kalian berdua berlomba mencapai pulau itu dan siapa yang bisa
mengambil buah inspirasi di pohonnya yang ada di pulai itu,dia yang menang! setuju?” setelah
keduanya meng-iya-kan pak beruang langsung menghitung “1… 2… 3…”
mereka berdua pun langsung berlari secepat – cepatnya untuk mencapai pulau di kaki gunung
motivasi dan memetik buah diatas pohon inspirasi seperti mana di nyatakan oleh pak beruang.

Kancil dengan gesit menyebrangi sungai kecil yang terbentang antara pulau kecil dan gunung
motivasi dengan melompat2 kecil. sementara si kera tertinggal karna tidak ada dahan yang bisa
di jadikan ayunan untuk menyebrang ke pulau itu.
sesampainya di sebrang pulau si kancil malah bingung sendiri. bagaimana caranya memetik buah
inspirasi yang tergantung tinggi itu? pada saat yang bersamaan si kera berteriak pada sahabatnya
“kancil,jemput aku disini! dan aku akan mengambilkan buah inspirasi itu untuk kamu!” kancil
berpikir sejenak. setelah yakin untuk menjemput keri diapun melompat dan menjemput
temannya disebrang. kera menaiki punggung kancil dan mereka berdua pun sampai di pulau
sebrang. sesuai janjinya kera memanjat pohon itu untuk sahabatnya!.

Di kejauhan pak beruang bertepuk riang menyaksikan kerja sama mereka berdua! “kalian sudah
liat sendiri? kalian berdua berbeda dan masing – masing memiliki peran yang unik dalam tim!
kita tidak bicara siapa yang terhebat diantara kita. tapi bagaimana mengorganisir semua
kelebihan kita untuk dijadikan sebuah kekuatan yang tidak terkalahkan!”

Si kancil dan kera kemudian sadar bahwa kerja sama tim harus lebih diutamakan. mereka berdua
bersalaman,kembali ke bawah pohon dan menikmati hangatnya cahaya matahari.
NAMA : YOSI REZA OLIPIANA

KELAS : IX A

TUKANG KAYU

Alkisah, seorang Tukang Kayu yang merasa sudah tua dan berniat untuk pensiun dari
profesinya sebagai Tukang Kayu yang sudah ia jalani selama puluhan tahun. Ia ingin menikmati
masa tuanya bersama istri serta anak cucunya. Sebelum memutuskan untuk berhenti bekerja, ia
sebelumnya menyadari bahwa ia akan kehilangan penghasilan rutin yang setiap bulan ia terima.
Bagaimana pun itu, ia lebih merasakan dan mementingkan tubuhnya yang sudah termakan usia
karena ia merasa tidak dapat lagi melakukan aktivitas seperti tahun-tahun sebelumnya.

Suatu hari, kemudian ia mengatakan rencana ingin pensiun kepada mandornya. “Saya mohon
maaf Pak, tubuh saya rasanya sudah tidak seperti dulu, saya sudah tidak kuat lagi untuk
menopang beban-beban berat di pundak saya saat bekerja..”.

Setelah sang mandor mendengar niat Tukang Kayu tersebut, ia merasa sedih. Karena sang
mandor akan kehilangan salah satu Tukang Kayu terbaiknya, ahli bangunan handal yang dimiliki
dalam timnya. Namun apalah daya, mandor tidak dapat memaksa untuk mengurungkan niat si
Tukang Kayu untuk berhenti bekerja.

Terlintas dalam fikiran sang mandor, untuk meminta permintaan terakhir sebelum dirinya
pensiun. Sang mandor memintanya untuk sekali lagi membangun sebuah rumah untuk yang
terakhir kalinya. Untuk sebuah proyek dimana sebelum Tukang Kayu tersebut berhenti bekerja.

Akhirnya, dengan berat hati Tukang Kayu menyanggupi permintaan mandornya meskipun ia
merasa kesal karena jelas-jelas dirinya sudah bicarakan akan segera pensiun.

Di balik pengerjaan proyek terakhirnya, ia berkata dalam hati bahwa dirinya tidak akan
mengerjakannya dengan segenap hati. Sang mandor hanya tersenyum dan mengatakan pada
Tukang Kayu pada hari pertama ketika proyeknya dikerjakan, “Seperti biasa, aku sangat percaya
denganmu. Jadi, kerjakanlah dengan yang terbaik. Seperti saat-saat kemarin kau bekerja
denganku. Bahkan, dalam proyek terakhir ini kamu bebas membangun dengan semua bahan-
bahan yang terbaik yang ada”.

Tukang Kayu itupun akhirnya memulai pekerjaan terakhirnya dengan malas-malasan. Bahkan
dengan asal-asalan ia membuat rangka bangunan. Ia malas mencari, maka ia menggunakan
bahan-bahan bangunan berkualitas rendah. Sangat disayangkan, karena ia memilih cara yang
buruk untuk mengakhiri karirnya.
Hari demi hari berlalu, dan akhirnya, rumah itupun selesai. Ditemani Tukang Kayu tersebut,
sang mandor datang memeriksa. Ketika sang mandor memegang gagang daun pintu depan
hendak membuka pintu, ia lalu berbalik dan berkata, “Ini adalah rumahmu, hadiah dariku
untukmu”.

Betapa kagetnya si Tukang Kayu. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu bahwa ia
sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Akibatnya,
sekarang ia harus tinggal di sebuah rumah yang ia bangun dengan asal-asalan.

Hidup adalah proyek yang kau kerjakan sendiri.

Anda mungkin juga menyukai