Anda di halaman 1dari 7

Rangkaian power-supply TV.

Banyak TV menggunakan rangkaian power-supply yang disusun atas transistor-transistor diskrit,


tetapi banyak pula yang menerapkan IC regulator khusus untuk power-supply TV. Berikut ini
adalah contoh-contoh power-supply TV yang menggunakan rangkaian transistor.

Gambar (A) di atas memperlihatkan satu contoh skema rangkaian power-supply TV


bertransistor. Penomoran komponen di sini hanya untuk memudahkan saja, bukan penomoran
aslinya.
Pola rangkaian semacam ini sempat marak digunakan oleh banyak merek TV di Indonesia.
Ciri khas dari pola rangkaiannya adalah adanya kondensator kopel C3 berkapasitas 47µF di
sirkit basis transistor power-regulator. Hanya sebagian kecil merek TV yang memasang C3
dengan kapasitas di atas itu.
T4 adalah transistor daya/transistor power-regulator yang di rangkaian ini bersama dengan T2
dan T3 menghasilkan guncangan denyut-denyut listrik dengan daya yang tinggi. T4 bertingkah
seakan sebuah switch yang “on” dan “off” dalam waktu (timing) yang sangat cepat. Hasilnya
adalah denyut-denyut induksi pada trafo switching yang ditransfer ke gulungan-gulungan
sekundernya.
Adapun transistor T1 bersama dengan komponen pasif di sekitarnya membentuk rangkaian
koreksi tegangan agar level tegangan keluaran power-supply stabil pada besaran yang telah
ditentukan. Penyetelan level tegangan keluaran dilakukan oleh trimpot VR1.

Perhatikanlah bahwa ada dua ground. Yang pertama adalah ground primer (gnd p) dan yang
kedua adalah ground sekunder (gnd s). Ini karena power-supply mempunyai dua sirkit, yaitu
sirkit primer dan sirkit sekunder. Kedua sirkit itu saling tersekat.
Ground primer atau bagian apapun (termasuk pendingin alumunium transistor) yang terdapat di
dalam sirkit primer tidak boleh tersentuh dengan tangan karena dapat mengakibatkan sengatan
listrik. Sirkit bagian primer adalah “live-area”.

Pada contoh rangkaian di atas power-supply mempunyai tegangan keluaran +115V dan +12V.
Untuk merek dan model TV lainnya tegangan keluaran bisa jadi lebih banyak meskipun sirkit
primernya serupa, tergantung type trafo switching yang digunakan.
Rangkaian menggunakan trafo switching dengan label HL-4020 yang mempunyai dua bagian
gulungan sekunder. Gulungan untuk tegangan keluaran 115V pada transformator itu adalah
antara pin 5 dan 6, sedangkan gulungan tegangan 12V adalah antara pin 4 dan 6.
Tegangan keluaran dimurnikan sebagai denyut-denyut DC oleh dioda-dioda penyearah D3 dan
D4, lalu diratakan oleh kondensator-kondensator perata (elco) yang tidak diperlihatkan pada
gambar itu. Kondensator-kondensator kecil yang berjajar dengan dioda membantu
“memperhalus” pekerjaan dioda.

Gambar (B) di atas adalah contoh power-supply TV bertransistor lainnya. Pola rangkaian
semacam ini juga sempat marak digunakan, terutama oleh merek-merek TV lokal seperti
Polytron dan Digitec.
Hingga saat ini pola rangkaian serupa masih banyak digunakan pada kit power-supply TV yang
banyak dijual di toko-toko elektronik.
Ciri khas pola rangkaian yang kedua ini adalah mempunyai tiga gulungan di sirkit primernya
serta tidak menggunakan kondensator kopel (elco) di basis transistor powernya.
Gambar (C) memperlihatkan contoh power-supply TV bertransistor lainnya. Pola rangkaian ini
banyak terdapat di TV-TV China. Ciri khasnya adalah mempunyai dua gulungan di sirkit
primernya, tidak menerapkan kondensator kopel (elco) serta dalam pengaturan tegangan
menggunakan opto-coupler (biasanya tipe PC817).
Variasi lain dari rangkaian seperti ini adalah terhubungnya pengemudian opto-coupler ke bagian
kontrol digital untuk posisi stand-by TV.

Sejauh pengalaman penulis, hingga saat ini tiga model rangkaian power-supply TV bertransistor
itulah yang paling banyak beredar di Indonesia. Polanya sama, hanya nilai-nilai komponen serta
trafo switching yang digunakan yang berbeda-beda antara satu TV dengan TV lainnya. Karena
itu permasalahan yang terjadi pada masing-masing model itu pun sebenarnya mempunyai ke-
khasan tersendiri. Permasalahan-permasalahan itu akan dibahas dalam tulisan lainnya yang
masih menjadi rangkaian dalam seri perbaikan TV.
Seri perbaikan TV (2) : Pengenalan sistem power-supply TV
Power-supply/catu-daya dalam penerima TV adalah salah-satu bagian yang cukup vital. Dari
sejak dulu hingga sekarang power-supply TV selalu dipersyaratkan mempunyai tegangan
keluaran yang stabil, faktor “ripple” yang rendah, serta mampu mensuplai banyak bagian
rangkaian di dalam TV dengan daya yang memadai.
Karena itu power-supply untuk TV tidak sama dengan power-supply untuk perangkat elektronik
lainnya seperti radio-tape recorder atau audio-amplifier.  Power-supply TV adalah khas,
tersendiri.
Tegangan keluarannya digunakan untuk mensuplai berbagai bagian rangkaian di dalam TV
seperti rangkaian output horizontal, rangkaian output video, rangkaian vertikal, rangkaian audio
bahkan rangkaian digital untuk pemrograman channel.
Pada masa-masa terdahulu power-supply TV menerapkan sistem regulasi (pengaturan dan
penstabilan) tegangan DC yang disearahkan langsung dari sumber AC 110V atau 220V
(regulator linier). Sebagian menerapkan regulasi tegangan DC yang disearahkan dari sumber
transformator konvensional 50/60Hz.
Kini, rata-rata rancangan power-supply TV menerapkan sistem SMPS (Switching Mode Power
Supply).

SMPS dalam power-supply TV.


SMPS adalah sistem power-supply yang lebih efisien dengan tegangan keluaran yang stabil dan
faktor ripple yang sangat rendah. SMPS juga mampu menghasilkan tegangan keluaran yang
tetap stabil meskipun tegangan masukan berubah-ubah/naik-turun antara 90-260V.  Karakter ini
tidak dimiliki oleh power-supply yang menerapkan regulator linier.
Kelebihan lain dari SMPS adalah lebih simpel (ringkas) tidak banyak memakan tempat meskipun
daya yang dikeluarkannya cukup besar.

Pada dasarnya SMPS adalah sirkit yang menghasilkan guncangan listrik kuat berbentuk denyut-
denyut tegangan dengan timing yang sangat sempit (sekitar 11 - 7µs atau leih kecil lagi dari itu).
Denyut-denyut listrik yang kuat ini terinduksikan ke satu gulungan pada sebuah transformator
berinti ferit (disebut trafo switching) untuk ditransfer ke beberapa bagian gulungan sekundernya.
Penggunaan transformator ferit yang berbentuk kecil namun berdaya besar hanya dimungkinkan
untuk mentransfer denyut-denyut dengan timing yang sangat sempit, atau jika untuk mentransfer
gelombang AC maka gerombang AC itu haruslah berfrekwensi cukup tinggi, tidak bisa dilakukan
untuk frekwensi rendah listrik 50-60Hz.
Dibuat banyak bagian gulungan sekunder pada trafo switching agar tegangan keluaran power-
supply menjadi banyak pula.
Ada gulungan untuk tegangan keluaran 115V, ada gulungan 24V, ada gulungan 16V, 14V, 12V
dan seterusnya, tergantung kebutuhan tegangan untuk suplai rangkaian TV yang bersangkutan.

Peruntukan tegangan-tegangan keluaran power-supply ini sebenarnya tidak berstandar, tetapi


yang paling umum adalah sebagai berikut :

 Tegangan keluaran +115V (sebagian TV menerapkan 125-130V) adalah untuk suplai


rangkaian output horizontal
 Tegangan keluaran +24V biasanya untuk suplai rangkaian output vertikal. Beberapa TV
yang mempunyai fasilitas audio daya tinggi (stereo home-theatre) menggunakan
tegangan ini untuk suplai rangkaian audio-amplifiernya.
 Tegangan keluaran +14V atau +16V lebih sering digunakan untuk suplai rangkaian
audio-amplifier (penguat suara tingkat akhir).
Dalam beberapa rancangan tegangan keluaran +12V tidak ada. Keperluan tegangan
+12V diambil dari tegangan keluaran +14V setelah diturunkan levelnya oleh IC regulator
7812.
 Tegangan keluaran +12V biasa digunakan untuk suplai pin MB pada tuner dan juga
untuk keperluan-keperluan suplai tegangan di bawah level itu. Sebagai contoh rangkaian
IF, demodulator, chroma atau yang lainnya (misalnya) membutuhkan tegangan +8V,
maka diambil dari tegangan keluaran +12V ini setelah diturunkan levelnya oleh IC
regulator 7808. Rangkaian digital untuk pemrograman channel TV memerlukan suplai
tegangan +5V maka diambil dari tegangan keluaran IC 7808 setelah diturunkan lagi
levelnya oleh IC regulator lainnya, yaitu 7805.
Di sini disebutkan beberapa nomor IC regulator, bagi yang belum mengerti tentangnya
dapat mengikuti ulasan khususnya dalam : Keluarga IC regulator 78xx dan 79xx .

Tegangan +12V adakalanya juga dipakai untuk suplai rangkaian audio-amplifier untuk
TV kecil dengan daya audio yang tidak besar.
 Tegangan keluaran +180V (jika ada) biasanya adalah untuk suplai rangkaian output
video. Bagian rangkaian ini adalah yang membutuhkan tegangan suplai paling tinggi.

Rangkaian main-power TV.


Setiap modul rangkaian SMPS membutuhkan sumber tenaga utama (main-power) agar ia dapat
bekerja memberikan suplai tegangan kepada TV, ini diambil dari tegangan AC listrik 220V.
Perhatikan gambar berikut :

Tegangan AC 220V masuk ke dalam rangkaian main-power setelah melalui main-switch (saklar
on-off TV), sekering/fuse F1 dan kumparan “choke” La (kumparan peredam). La bersama
dengan Ca, Ra dan Cb membentuk suatu filter agar tegangan bebas dari interferensi denyut-
denyut derau atau frekwensi-frekwensi liar yang mungkin terdapat pada jaringan listrik yang
nantinya dapat mempengaruhi kinerja rangkaian SMPS. Gangguan-gangguan yang difilterisasi
itu sering diistilahkan dengan EMI (Electro Magnetic Interference).

Sebagian tegangan AC diberikan kepada gulungan kawat tanpa inti Lc (degaussing-coil) yang
dipasang melingkar di seputar sisi tabung CRT setelah melalui sebuah posistor (NTC) Rb.
Fungsi degaussing coil adalah mengkondisikan layar CRT agar tidak dipengaruhi medan magnet
searah bumi. Ini karena layar CRT sangat peka terhadap pengaruh medan magnet searah.

Tegangan AC kemudian disearahkan dengan penyearahan gelombang penuh oleh dioda bridge,
lalu diratakan oleh kondensator perata Cc yang berkapasitas antara 100 - 330µF/400V.
Kondensator ini adalah kondensator paling besar di sirkit main-power TV.
Adapun Lb adalah kumparan peredam tambahan saja. Tidak semua TV menerapkan ini.
Hasilnya adalah tegangan DC setinggi (kurang lebih) 300V.
Komponen Vital

Dalam sistem smps, semua komponen adalah vital. Tetapi persyaratan utama smps
adalah stabilnya tegangan output juga cukupnya arus. Jika mengamati skema, sistem
kerja di atas dan persyaratan tersebut, dapat ditemui beberapa komponen yang
kritis/vital yaitu :

1. C10 (47/50V), elko ini berfungsi sebagai perata/penampung tegangan bias Q2


(2SA1512) yang menurut skema transistor tersebut digunakan untuk membatasi
tegangan outputnya (bersama-sama dengan ZD1 MA4062-6V2), jika ada gangguan pada
elko ini, pembatasan tegangan output akan ‘bergeser’. Tegangan pada elko ini
sebelumnya melalui R12 (22) sehingga R tersebut juga sangat penting. Jika elko kering,
tegangan output akan naik.
2. Q1 (2SC4804), transistor final ini harus dipilih dari transistor yang mempunyai
karakteristik yang cocok untuk penggunaan penguatan arus. Tidak semua transistor
smps cocok untuk tugas ini (pemilihan tipe alternatif harus teliti).
3. Optocoupler (OP1 PS2501-1), sebelumnya mungkin sudah bertanya-tanya,
optocouplernya kok tidak umum seperti pada TV-TV lainnya, PS2501-1, jika dilihat dari
skemanya optocoupler ini memberi tegangan bias kepada Q3 (2SC3940A) dengan besar
tegangan sesuai dengan inputnya (output dari SE090N). Ketika standby, tegangan bias
ini harus tidak ada. Jadi, optocoupler yang ‘bocor’ sedikit saja, dapat mengganggu kerja
dari SMPS ini.

Anda mungkin juga menyukai