Anda di halaman 1dari 43

AKUNTANSI

PERPAJAKAN BAB 6
BEBAN DIBAYAR DIMUKA

NAMA ANGGOTA:

1. Vicky Tamilia 125150383


2. Feren Venessa 125150396
3. Yeni Ho 125160397
4. Dharani Prajnalia Putri 125150402
5. Yuliati 125150403
6. Felicia 125150404
7. Calvina Amanda wijaya 125150411
KELAS : DY

UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2017
JAKARTA
DEFINISI BEBAN DIBAYAR DI MUKA
Menurut Wild dan Kwok (2011: 118), beban dibayar di muka adalah pos-pos (items)
yang pada awalnya dicatat sebagai harta tetapi diharapkan menjadi beban di kemudian hari
setelah melampaui kegiatan normal perusahaan. Beban dibayar di muka biasanya
dikelompokkan ke dalam aset lancar. Beban dibayar di muka ini dapat berupa beban
dibayar di muka atas asuransi, sewa, dan pajak.
Untuk akuntansi komersial, pencatatan beban dibayar di muka dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu pendekatan harta dan pendekatan beban.
Contoh :
Dibayar beban dibayar di muka sebesar Rp 24.000.000 untuk 2 tahun pada tanggal 1
Desember 2011
1. Jurnal akuntansi komersial apabila dicatat sebagai harta.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


1-Des-2011 Beban dibayar di muka 24.000.000 -
Kas/Bank - 24.000.000

Pada tanggal 31 Desember 2011 dilakukan penyesuaian atas beban dibayar di muka
yang telah berjalan 1 bulan. Jurnal penyesuaian untuk tanggal 31 Desember 2011
adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31-Des-2011 Beban 1.000.000 -
Beban dibayar di muka - 1.000.000

Ayat jurnal penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar laba rugi.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31-Des-2011 Ikhtisar laba rugi 1.000.000 -
Beban - 1.000.000

Ayat jurnal pembalik pada 1 Januari 2012


Tanggal Keterangan Debit Kredit
1-Jan-2012 Tidak ada jurnal - -

2. Jurnal akuntansi komersial apabila dicatat sebagai beban.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


1-Des-2011 Beban 24.000.000 -
Kas/Bank - 24.000.000

Pada tanggal 31 Des 2011 dilakukan penyesuaian atas beban yang telah berjalan 1
bulan. Jurnal penyesuaian untuk tanggal 31 Desember 2011 adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31-Des-2011 Beban dibayar di muka 23.000.000 -
Beban - 23.000.000

Ayat jurnal penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar laba rugi.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31-Des-2011 Ikhtisar laba rugi 1.000.000 -
Beban - 1.000.000

Ayat Jurnal pembalik pada tanggal 1 Januari 2012


Tanggal Keterangan Debit Kredit
1-Jan-2012 Beban 23.000.000
Beban dibayar di - -
muka 23.000.000

ASURANSI DIBAYAR DI MUKA


Asuransi dibayar di muka tidak dikenakan PPN maupun Pajak Penghasilan.
Contoh :
Pada tanggal 1 Januari 2012 dibayar premi asuransi untuk kendaraan sebesar Rp 12.000.000
untuk 1 tahun. Jurnalnya adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1-Jan-2012 Asuransi dibayar di 12.000.000
muka - -
Kas/Bank 12.000.000

SEWA DIBAYAR DI MUKA


Sewa atas Tanah dan/atau Bangunan
Penghasilan yang diterima/diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, rumah kantor, toko, gudang, dan industri dikenakan PPh final yaitu PPh Pasal 4
ayat (2) dengan tarif 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan (PP 5
Tahun 2002 jo. KMK-120/KMK.03/2002 jo. KEP-227/PJ/2002).
Persewaan tanah dan/atau bangunan akan dipotong oleh penyewa pada saat
pembayaran atau pembebanan biaya, dan pihak penyewa tersebut yang akan membayar atau
menyetor PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut ke Kas Negara dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan melaporkannya ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh final
Pasal 4 ayat (2) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Apabila tidak dipotong oleh penyewa maka pihak yang menyewakan tanah dan/atau
bangunan tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut ke Kas Negara
dengan menggunakan SPP tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkannya ke KPP dengan
menggunakan SPT masa PPh final Pasal 4 ayat (2) tanggal 20 bulan berikutnya sesuai dengan
PMK-184/PMK.03/2007 jo.PMK-80/PMK.03/2010.
Contoh :
Pada tanggal 2 Maret 2012 PT Andhika menyewakan ruang perkantoran pada PT Budi
dengan harga sewa sebesar Rp 10.000.000 (belum termasuk PPN) untuk masa 1 tahun.
PT Andhika membuat faktur pajak untuk transaksi sewa ini , dan menerima Bukti
Pemotongan PPh final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan. Sedangkan PT Budi paling lambat tanggal 10 April 2012 wajib menyetorkan pajak
tersebut dengan menggunakan SSP dan paling lambat tanggal 20 April 2012 berkewajiban
membuat SPT masa PPh final Pasal 4 ayat (2) untuk melaporkan ke KPP. Jurnal untuk
transaksi tersebut adalah :
1. Pembukuan PT Andhika (Pemilik)

PT Budi (PKP) PT Budi (non PKP)


PT Kas/Bank 10.000.000 Kas/Bank 10.000.000
Andhika PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000 PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000
(PKP) Pajak Keluaran Pajak Keluaran 1.000.000
Pendapatan sewa 1.000.000 Pendapatan 10.000.000
sewa
10.000.000
PT Anak Kas/Bank 9.000.000 Kas/Bank 9.000.000
(non PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000 PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000
PKP) Pendapatan sewa Pendapatan 10.000.000
10.000.000 sewa

2. Pembukuan PT Budi (Penyewa)

PT Budi (PKP) PT Budi (non PKP)


PT Sewa ddm 10.000.000 Sewa ddm 10.000.000
Andhika Pajak Masukan 1.000.000 Pajak Masukan 1.000.000
(PKP) PPh Psl 4 ayat (2) PPh Psl 4 ayat (2)
1.000.000 1.000.000
Kas/Bank Kas/Bank
10.000.000 10.000.000

(Pajak Masukan dapat dikreditkan oleh (Pajak masukan tidak dapat dikreditkan
PT Budi) oleh PT Budi)
PT Sewa ddm 10.000.000 Sewa ddm 10.000.000
Andhika PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000 PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000
(non Kas/Bank 9.000.000 Kas/Bank 9.000.000
PKP)

Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta


Mulai tahun 2009 sesuai dengan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1)
huruf c angka 1, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh
Pasal 4 ayat (2) dikenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan dibedakan antara WP yang
ber- NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih
tinggi
100% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Sebelum tahun 2009 (PER-70/PJ./2007) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto. Sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta tersebut dibagi atas :
1. Sewa atas Kendaraan Angkutan Darat
Dalam PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan
penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1 UU
PPh mengatur mengenai penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta khusus Kendaraan angkutan darat dapat dipotong PPh 23 sebesar
perkiraan penghasilan netonya adalah 10% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Jadi, tarif efektifnya adalah sebesar 1,5% (15% x 10%) x jumlah bruto tidak termasuk
PPN.

Contoh :
Pada tanggal 1 April 2008 PT Cici menyewa bus kepada PT Dion untuk jangka waktu
6 bulan. Biaya sewa per bulannya adalah Rp 10.000.000. PT Cici dan PT Dion adalah
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Jurnal untuk PT Cici :
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1-Apr-08 Sewa dibayar di muka 60.000.000 -
PPN Masukan 6.000.000 -
Utang PPh 23 - 900.000
Kas/Bank - 65.100.000

Jurnal untuk PT Dion :


Tanggal Keterangan Debit Kredit
1-Apr-08 Kas/Bank 65.100.000 -
PPh 23 dibayar di muka 900.000 -
PPN Keluaran - 6.000.000
Pendapatan Sewa - 60.000.000

Apabila PT Cici bukan PKP maka PPN Masukan tidak dapat dikreditkan dan dicatat
termasuk sebagai harta perolehan dari sewa angkutan darat dibayar di muka.
Sedangkan, apabila PT Dion bukan PKP, maka PT Dion tidak diperkenankan
memungut PPN.

2. Sewa atas Aset Tetap Lainnya


Sesuai PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan
perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c
UU PPh, atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta,
selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak
atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan PPh
yang bersifat final, maka akan dipotong PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan
penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar. Dan besarnya perkiraan
penghasilan netonya adalah 30%. Jadi, tarif efektifnya adalah sebesar 4,5% (15% x
30%) x jumlah bruto tidak termasuk PPN.

Contoh :
Pada tanggal 18 Oktober 2008 PT Jaya menyewa kapal tanpa awaknya dari PT
Samudera untuk mengganti kapalnya yang sedang diperbaiki dengan nilai Rp
100.000.000. PPh yang dipotong oleh PT Samudera adalah sebesar 15% x 30% x Rp
100.000.000 = Rp 4.500.000
Jurnal untuk PT Jaya.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-Okt-08 Sewa dibayar di muka 100.000.000 -
PPN Masukan 10.000000 -
Utang PPh 23 - 4.500.000
Kas/Bank - 105.500.000

Jurnal untuk PT Samudera.


Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-Okt-08 Kas/Bank 105.500.000 -
PPh 23 dibayar di muka 4.500.000 -
PPN Keluaran - 10.000.000
Pendapatan sewa - 100.000.000

PAJAK DIBAYAR DI MUKA


Pajak dibayar dimuka merupakan pembayaran pajak yang dilakukan pemotongan dan
atau pemungutan oleh pihak lain serta pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh WP,
yang harus diperhitungkan dengan pajak terutang PPh Badan atau Pajak Keluaran WP.
Pembayaran pajak dimuka diakui sebagai aset bagi WP.
Pajak dibayar dimuka berupa : PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25 dan pajak masukan.

Pajak penghasilan 22
Badan pemungut pajak penghasilan 22
Sesuai dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 tentang pemungutan PPh
22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang
impor/kegiatan usaha di bidang lain, adalah sebagai berikut.
a. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang.
b. Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada pemerintah pusat,pemerintah daerah,instansi/lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
c. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP).
d. KPA/ pejabat penerbit surat perintah membayar yang dibeli delegasi oleh KPA,
untuk pembayran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS).
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, kertasmbaja, dan
otomotif yang ditunjuk oleh kepada KPP, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.
f. Produsen atau impoortir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak,gas dan semen.
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian
dan perikanan yang ditunjuk oleh kepada KPP, atas pembelian bahan bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedaganag pengumpul.
Tarif pajak penghasilan 22
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 tahun 2008 Pasal 22 ayat (3) jo. PMK-
154/PMK.03/2010 besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP
yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memilik NPWP lebih tinggi 100% daripad atarif
yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Tarif ini berlaku hanya untuk pemungutan PPh 22 yang bersifat tidak
final.
1. Untuk transaksi impor barang yang dipungut oleh Bank Devisa dan DJBC, kecuali yang
mendapatkan fasilitas pembebasan, mak PPh 22 dikenakan atas:
a. Impor barang dimana importir dengan API
Dikenakan tarif sebesar 2,5% dari nilai impor untuk impor barang selain
kedelai,gandum, dan tepung terigu.
Dikenakan tarif sebesar 0,5% dari nilai impor untuk impor kedelai, gandum dan
tepung terigu.

b. Impor barang dimana importir Non-API dikenakan tarif 7,5% dari nilai impor

Nilai impor = nilai CIF (cost+insurance+freight)+ bea masuk (pungutan


berdasarkan UU kePabean)
Nilai impor dikurskan menggunakan kurs KMK, apabila nilai impor dalam mata
uang asing.
c. Hasil lelang atas barang yang tidak dikuasai dan dilakukan pelelangan oleh Dirjen
Kekayaan dan Lelang Negara dan/atau DJBC. Pemenang lelang yang beli barang
dari hasil lelang DJBC, maka dikenakan 7,5% dari harga jual lelang.
d. Pungutan PPh 22 merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat diperhitungkan
dengan pajak terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan (tidak final).
e. PPh 22,PPN dan PPnBM harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
masuk dan dalam hal apabila Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka pajak-
pajak di atas harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan impor
barang (PIB).
f. PPh 22, PPN, PPnBM ini disetor kekas negara melalui kantor pos, bank devisa atau
bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan oleh DJBC selambat-lambatnya 1 hari
kerja setelah dilakukan pemungutan pajak tersebut, atau oleh importir yang
bersangkutan dengan menggunakan formulir surat setoran Pabean, Cukai dan
Pajakdalam rangka impor (SSPCP) yang berlaku sebagai Bukti pemungutan pajak.
g. PPh 22, PPN dan PPnBM wajib dilaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan SPT masa ke KPP dengan batas pelaporan paling lama pada hari
kerja terakhir minggu berikutnya.

2. Berdasarkan PMK-154/PMK.03/2010 jo PER-15/PJ/2011 untuk transaksi pembelian


yang berhubungan dengan bendahara pemerintah dan KPA berkenaan dengan
pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000 dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah dikenakan PPh 22 sebesar 1.5% dari harga pembelian
(belum termasuk PPN). Pembayan yang dapat dipehitungkan dengan pajak terutang
untuk tahun pajak yang bersangkutan (tidak final).
PPh 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak terutang dan dipungut pada saat
pembayaran. Wajib disetor oleh pemungut kekas negara melalui kantor pos, bank
devisa atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan dengan menggunakan SSP diisi
atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak, pada hari yang sama saat
memungut pajak tersebut.
Contoh :
Pada tanggal 21 april 2012 Pemda DKI jakarta membeli komputer secara tunai di PT
XYZ dengan harga Rp 220.000.000 (sudah termasuk PPN). Atas pembelian tersebut,
bendahara Pemda DKI Jakarta memungut PPN dan PPh 22 seperti berikut:
PPN sebesar Rp 220.000.000x (10/110) =Rp 20.000.000
PPh 22 sebesar Rp 220.000.000x(10/110)x1,5%= Rp 3.000.000
Jurnal untuk PT XYZ :\

Tanggal Keterangan Debet Kredit


21 april 2012 Kas/bank 217.000.00
PPh 22 dibayar dimuka 0
Penjualan 3.000.000 200.000.000
PPN pemungut 20.000.000
7 mei 2012 PPN pemungut 20.000.000
Kas/bank 20.000.000

3. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri tertentu (PMK-154/PMK.03/2010)


yang terdiri atas berikut ini :
Industri semen dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,25% dari harga jual
Industri kertas dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,10% dari harga jual
Indutri baja dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,30% dari harga jual
Industri otomotif dikenkan tarif PPh 22 sebesar 0,45% dari harga jual
Contoh :
Pada tanggal 27 juni 2012 PT Atik, salah satu pabrikasi semen, menjual hasil
produksinya kepada PT Ria dengan nilai sebesar Rp 500.000.000 belum termasuk PPN.
PT Atik wajib memungut PPh 22 pada saat penjualan. Atas pembelian tersebut
diperhitungkan :
PPN 10% sebesar Rp 50.000.000
PPh 22 sebesar 0,25%x Rp 500.000.000= Rp 1.250.000
Transaksi ini dicatat oleh PT Ria adalah sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debet Kredit


27 juni 2012 Persediaan semen 500.000.000
Pajak masukan 50.000.000
PPh 22 dibayar dimuka 1.250.000
Kas/bank 551.250.000

Sedangkan PT Atik menncatat transaksi tersebut sebagai berikut

Tanggal Keterangan Debet Kredit


27 juni 2012 Kas/bank 551.250.00
Pajak keluaran 0 50.000.000
Utang PPh 22 1.250.000
Penjualan 500.000.000

4. Untuk transaksi yang berhubungan dengan PT Pertamina serta badan usaha yang
bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas dikenakan
PPh 22 dengan tarif sebagai berikut:
Pemungutan PPh 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada
penyalur atau agen bersifat final. Tetapi, apabila penjualannya bukan kepada penyalur
atau agen maka pemungutan PPh 22 bersifat tidak final.
PPh 22 dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang( delivery
order). Penyetoran PPh tersebut wajib disetorkan ke kas negara melalui kantor pos,
Bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan dengan menggunakan
SSP.

Contoh :
PT Didoy bergerak di bidang industri plastik. Pada tanggal 14 januari 2012 membeli
solar dari PT Pertamina yang akan digunakan untuk pengoperasian mesin pengelohan
plastiknya, dengan rincian sebagai berikut.
Nilai pembelian sebesar Rp 100.000.000 belum termasuk PPN
PPh 22 sebesar 0.3%x Rp 100.000.000= Rp 300.000
PPN sebesar 10%xRp 100.000.000= Rp 10.000.000
Sehingga total penyetorannya adalah Rp 110.300.000
Jurnal yang dibuat oleh PT Didoy adalah sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
14 jan 2012 Persediaan solar 100.000.00
PPh 22 dibayar dimuka 0
Pajak masukan 300.000
Kas/bank 10.000.000 110.300.000

PT Didoy harus menyetor PPh 22 ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat
tanggal 10 februari 2012.

5. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri dan eksportir yang bergerak dalam
sektor kehutanan, perkebunan,pertanian dan perikanan dikenakan tarif PPh 22 sebesar
0,25% x harga pembelian (tidak termasuk PPN) bahan untuk keperluan industri atau
ekspor dari pedagang pengumpul, PMK-154/PMK.03/2010 (industri plywood, tepung
terigu,eksportir kayu gelondongan, industri ikan kaleng, penghasilan cold storage)
Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
a. Mengumpulkan hasil kehutanan,perkebunan,pertanian, dan perikanan, dan
b. Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan. PPh 22 atas
pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat
pembelian.

Contoh:
PT Doci merupakan pedagang pengumpul hasil perkebunan yang dibudidayakan oleh
masyarakat yang berada di sekitar pabriknya. Pada tanggal 18 oktober 2011 perusahaan
tersebut menjual hasil perkebunan kepada PT Giagia yang merupakan produsen sambal
tomat dengan orientasi ekspor dan telah ditunjuk sebagai pemungut PPh 22 sesuai
dengan SK dari KPP. Nilai penjualan adalah Rp. 500.000.000 belum termasuk PPN.
Atas transaksi tersebut maka diperhitungkan PPN sebesar Rp 50.000.000 dan PPh 22
sebesar 0,25%x Rp 500.000.000= Rp 1.250.000
Jurnal untuk PT Doci adalah:

Tanggal Keterangan Debet Kredit


18 okt 2011 Kas/bank 548.750.000
PPh 22 dibayar dimuka 1.250.000
Pajak keluaran 50.000.000
Penjualan hsl kebun 500.000.000

Jurnal untuk PT Giagia adalah:

Tanggal Keterangan Debet Kredit


18 okt 2011 Pembelian hsl kebun 500.000.000
Pajak masukan 50.000.000
Utang PPh 22 1.250.000
Kas/Bank 548.750.000

6. Berdasarkan PMK-253/PMK.03/2008 jo. SE-13/PJ/2009 untuk transaksi penjualan


barang yang tergolong sangat mewah dikenakan PPh 22 sebesar 5% dari harga jual
tidak termasuk PPN dan PPnBM. PPh 22 dipungut pemungut pajak pada saat
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Sebagai pembayaran PPh
dalam tahun berjalan bagi WP yang melakukan pembelian barang tersebut. PPh 22
disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan dilaporkan paling lambat 20
hari setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan SPT masa.

Barang yang termasuk sangat mewah meliputi :


a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20 Miliar.
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10 miliar
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp
10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500m2.
d. Apartemen, kondominium dan sejenisnyya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp 10 miliar dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2.
e. Kendaraan bemotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan,jeep,sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle, minibus dan sejenisnya
dengan harga jual lebih dari Rp 5 miliar da dengan kapasitas silinder lebih dari
3.000 cc.
Bukan objek pemungutan pajak penghasilan 22
Dikecualikan dari pemungutan PPh 22 sesuai dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo.
PER-15/PJ/2011 adalah:
a. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuaan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh: dengan syarat ada Surat Keterangan Bebas
(SKB) PPh 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak.
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan bea masuk dan/atau PPN, yaitu sebagai
berikut:
1. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik
2. Barang untuk keperluan badan international yang diakui dan terdaftar pada
pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak
memegang paspor Indonesia.
3. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadan umum,amal,sosial atau
kebudayaan.
4. Barang untuk keperluan museum,kebun binatang dan tempat lain semacam itu yan
terbuka untuk umum.
5. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu penegtahuan
6. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya
7. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazag atau abu jenazah
8. Barang pindahan.
9. Barang pribadi penumpang,awak sarana pengangkut,pelintas batas, dan barang
kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan Pabean.
10. Barang yang diimpor oleh pemerintah Pusat/Daerah yang ditujukan untuk
kepentingan umum.
11. Persenjataan,amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
12. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara.
13. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program pekan imunisasi nasional (PIN).
14. Buku-buku pelajaran umum,kitab suci dan buku-buku pelajaran agama
15. Kapal laut,kapal angkutan sungai,kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyebrangan,kapal pandu,kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamtan manusia yang
diimpor dan digunkaan oleh perusahaan niaga nasional atau perusahaan
penagkapan ikan nasional.
16. Pesawat udara dna suku cadang serta alat ekselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia,peralatan untuk perbaikan /pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh perusahaan angkatan udara nasional.
17. Kereta api dan suku cadang sert peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan PT kereta api indonesia.
18. Peralatan yang dipergunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah
negara republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
19. Barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan
oleh kontraktor Kontrak kerjja sama (KKS).
c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali.
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk
keperluan perbaikan,pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan oleh DJBC.
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak Bendahara Pemerintah dan KPA
berkenaan dengan: (1) pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000 dan
tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; dan (2) pembayaran untuk pembalian
bahan bakar minyak,listrik,gas,pelumas,air minum/PDAM, dan benda-benda pos.
f. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perum Bulog.
g. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan darri emas
untuk tujuan ekspor.
h. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana bantuan
operasional sekolah (BOS).
Menurut PMK-154/PMK.03 jo. SE-92/PJ/2010, penambahan objek yang dikecualikan
dari pemungutan PPh 22 yaitu atas impor barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas
bumi yang dilakukan oleh Kontraktor KKS dan atas pembayaran untuk pembelian
barang sehubungan dengan penggunaan dana BOS.
Pajak Penghasilan 23
PPh 23 adalah pajak penghasilan yang pemenuhan kewajibannya dilakukan dengan
cara pemotongan atas pembayaran penghasilan yang diterima WP dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari penghasilan dari harta/modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21.

Pemotong PPh 23 adalah (a) badan pemerintah; (b) subjek pajak dalam negeri; (c)
penyelenggara kegiatan; (d) BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri; dan (e) orang
pribadi sebagai WP dalam negeri yang ditunjuk Dirjen Pajak, yaitu akuntan, dokter,
notaris/PPAT kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas serta
OP yang menjalankan usaha dengan menyelenggarakan pembukuan atau pembayaran berupa
sewa.

Pemotongan PPh 23 dilakukan pada saat dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau
telah jatuh tempo. Setelah dilakukan pemotongan PPh 23 maka pemotong pajak harus
menerbitkan bukti pemotongan PPh 23, di mana pemotong memiliki kewajiban untuk
menyetorkan dan melaporkan ke KPP. Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah bulan dilakukannya pemotongan. Sedangkan pelaporan menggunakan SPT Masa PPh
23/26 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan
pemotongan pajak tersebut.

Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan
dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang
tidak ber-NPWP lebih tinggi 100% daripada WP yang ber-NPWP.

Dividen

Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2c) jo. PP 19 Tahun
2009 jo. SE-01/PIJ.O3/2009, dividen yang dikenakan pajak adalah dividen yang diterima
oleh WP orang pribadi dalam negeri. Atas penghasilan berupa dividen tersebut dikenakan
pajak yang bersifat final dengan tarif 10% dari penghasilan bruto. PPh final atas dividen ini
dikenakan kepada pihak penerima dividen pada saat menerima dividen dan atas pajak tersebut
pihak penerima dividen tidak dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayar pada saat
menghitung PPh Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak.

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3), dividen yang dikecualikan
dari objek PPh 23 adalah dividen yang diterima oleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
BUMN/D dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia, dengan syarat: dividen yang dibagikan berasal dari cadangan saldo laba dan
untuk PT, BUMN/D kepemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

Contoh:

Pada 22 Desember 2011 PT Edson membayar dividen kepada


PT Diestri salah satu pemegang sahamnya senilai Rp100.000.000 (10%).
Atas pembayaran dividen tersebut PT Edson memotong PPh 23 sebesar 15%, dengan
memberikan Bukti Pemotongan PPh 23 pada PT Diestri. Penghasilan yang diterima oleh PT
Diestri adalah sebesar Rp85.000.000 sedangkan PPh 23 yang dipotong sebesar Rp15.000.000
oleh PT Edson.

Transaksi tersebut dicatat oleh PT Diestri:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Kas/Bank 85.000.000 -
22 Desember
PPh 23 dibayar di muka 15.000.000 -
2011
Pendapatan lain-lain - 100.000.000

PT Diestri menerima Bukti Pemotongan PPh 23 dari PT Edson. Pemotongan PPh 23 tersebut,
oleh PT Diestri akan diperhitungkan sebagai kredit pajak.

Sedangkan PT Edson mencatat transaksi tersebut dengan jurnal:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Dividen 100.000.000 -
22 Desember
Utang PPh 23 - 15.000.000
2011
Kas/Bank - 85.000.000
PT Edson paling lambat tanggal 10 Januari 2012 melakukan penyetoran PPh 23 yang telah
dipotongnya dari PT Diestri dengan menggunakan SSP. Kemudian paling lambat pada
tanggal 20 Januari 2012 PT Diestri wajib melaporkan ke KPP menggunakan SPT Masa PPh
Pasal 23/26.

Bunga

Bunga yang dikenakan PPh 23 adalah bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang yang merupakan bunga antar pinjaman dari WP
badan ke WP badan, WP badan ke WP orang pribadi atau sebaliknya, serta bunga
obligasi yang tidak dijual pada bursa efek. Tarif PPh 23 atas bunga tersebut adalah 15% dari
penghasilan bruto. Pihak yang menerima penghasilan berupa bunga tersebut dapat
mengkreditkan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas bunga pada saat menghitung PPh
Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak.

Royalti atau Imbalan atas Penggunaan Hak

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 royalti dapat berupa berikut ini:

1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesustraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang,
atau bentuk hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak serupa lainnya.
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial, komersial
atau ilmiah.
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial
atau komersial.
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan atau perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada angka 3, yaitu:
a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya yang
disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat OPtik, atau teknologi yang
serupa;
b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan atau dipancarkan melalui satelit, kabel,
serat OPtik, atau teknologi yang serupa;
c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi.
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau
pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.

Atas penghasilan yang berupa royalti tersebut, pihak yang menerima royalti dikenakan
PPh 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas
royalti tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima royalti. Khusus untuk royalti
dari hasil karya sinematografi, perlakuan PPh 23 diatur dalam PER-33/PJ/2009 jo. SE-
58/PJ/2009.

Contoh:
PT Akido menerima penghasilan berupa royalti dari PT Bambi sebesar Rp100.000.000 dan
atas royalti itu PT Akido memungut PPN 10% sebesar Rp10.000.000 dari PT Bambi dengan
membuat faktur pajak. Kemudian, PT Bambi memotong PPh 23 sebesar Rp15.000.000 dari
PT Akido dengan membuat Bukti Pemotongan PPh 23.

Atas transaksi tersebut dicatat oleh PT Akido adalah sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Kas/Bank 95.000.000
18 Oktober PPh 23 dibayar di muka 15.000.000 -
2011 Pajak keluaran - 10.000.000
Pendapatan royalty - 100.000.000

Sedangkan untuk PT Bambi mencatat:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Beban royalty 100.000.000
18 Oktober Pajak masukan 10.000.000 -
2011 Utang PPh 23 - 15.000.000
Kas/Bank - 95.000.000

Paling lambat tanggal 10 November 2011 perusahaan menyetorkan PPh 23 dengan


mengunakan SSP, dan paling lambat tanggal 20 November 2011 melaporkan ke KPP
dengan menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26.

Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya

Hadiah yang objek pajak yaitu hadiah perlombaan, penghargaan dan prestasi tertentu,
dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan atau pemberian jasa. Tarif PPh 23 atas hadiah
adalah sebesar 15% dari jumlah bruto. PPh 23 ini dikenakan kepada pihak yang menerima
hadiah dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas hadiah ini dapat menjadi kredit pajak
bagi pihak penerima hadiah.

Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima atau
diperoleh orang pribadi dalam negeri dan luar negeri, badan dalam negeri dan luar negeri
dikenakan PPh final sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian (UU PPh Nomor 36 Tahun
2008 Pasal 4 ayat (2) huruf b jo. PP 132 Tahun 2000 jo. Kep-395/PJ./2001 jo. SE-
19/PJ.43/2001). Hadiah yang bukan objek pajak yaitu:

1. Diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi.


2. Hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang/jasa.

Contoh: Adanya hadiah yang diterima ketika membeli sebuah mobil. Hadiah Pembelian
tersebut tidak termasuk sebagai objek PPh yang harus dipotong PPh, dan atas Pemberian
hadiah tersebut juga bukan merupakan penghasilan bagi yang menerimanya.

Contoh:

Pada tanggal 6 Januari 2012 PT Margaret (memiliki NPWP) memberikan hadiah sebesar
Rp100.000.000 kepada PT Matthew (memiliki NPWP) yang telah mempunyai prestasi dapat
menjualkan produk-produknya. Atas pemberian hadiah tersebut PT Margaret dipungut PPN
sebesar Rp10.000.000 sesuai dengan faktur pajak yang diterima dari pT Matthew dan PT
Matthew dipotong PPh 23 sebesar 15% adalah Rp15.000.000 dengan menerima Bukti
Pemotongan PPh 23.

Jurnal untuk PT Margaret:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Beban hadiah 100.000.000
Pajak masukan 10.000.000 -
6 januari 2012
Utang PPh 23 - 15.000.000
Kas/Bank - 95.000.000
10 Februari Utang PPh 23 15.000.000 -
2012 Kas/Bank - 15.000.000

Jurnal untuk PT Matthew:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Kas/Bank 95.000.000
PPh 23 dibayar di muka 15.000.000 -
6 Januari 2012 Pajak keluaran - 10.000.000
Pendapatan lain-lain - 100.000.000
(hadiah)

Pemotongan PPh terutang dilakukan pada bulan dilakukannya pembayaran atau


diserahkannya hadiah tersebut. Penyelenggara wajib menyetorkan PPh yang telah dipotong
dengan menggunakan SSP ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat tanggal 10
Februari 2012. Dan penyelenggara wajib melaporkan SPT masa PPh 23 ke KPP tempat
pemotong terdaftar paling lambat tanggal 20 Februari 2012.

Sewa

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c mulai 1 Januari 2009
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar
2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a),
besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP.
Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan
terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.

Imbalan jasa

Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1 ) huruf c, imbalan jasa yang
menjadi objek PPh 23 adalah imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak, selain yang telah
dipotong PPh 21.

Berdasarkan PMK-244/PMK.03/2008 jo. SE-53/PJ./2009 tentang jenis jasa lain


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 tahun 2008
dikenakan PPh sebesar 2% x penghasilan bruto tidak termasuk PPN.

Jenis-jenis jasa tesebut adalah:

a. Jasa penilai (appraisal).


b. Jasa aktuaris.
c. Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan.
d. Jasa perancang (design).
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali
yang dilakukan oleh BUT.
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas adalah jasa penunjang di bidang
penambangan migas dan panas bumi berupa:
a. Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen
secara tepat diantara pipa selubung dan lubang sumur.
b. Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing) yaitu penempatan bubur
semen untuk maksud-maksud sebagai berikut:
Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong.
Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air.
Perbaikan dari penyemenan yang gagal.
Penutupan sumur.
c. Jasa pengontrolan pasir (sand control) yaitu jasa yang menjamin bahwa
bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke
dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan
tersumbatnya pipa.
d. Jasa pengasaman (matrix acidizing) yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam
daya tembus formasi dan menaikkan produktivitas dengan jalan
menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan.
e. Jasa peretakan hidrolika (hidraulic) yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal
cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang
mempunyai daya tembus sangat kecil.
f. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing) yaitu jasa yang
dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dakan sumur baru
yang telah selesai sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli
formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang
telah dipompa ke dalam cairan buatan dalam sumur.
g. Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu
sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi.
h. Jasa reparasi pompa reda (reda repair).
i. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan.
j. Jasa penggantian peralatan atau material.
k. Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur.
l. Jasa mud engineering.
m. Jasa well logging & perforating.
n. Jasa stimulasi dan secondary decovery.
o. Jasa well testing & wire line service.
p. Jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling.
q. Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling.
r. Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling.
s. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pengeboran migas.
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang Pertambangan
umum, berupa:
a. Jasa pengeboran.
b. Jasa penebasan.
c. Jasa pengupasan dan pengeboran.
d. Jasa penambangan.
e. Jasa pengangkutan atau sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum.
f. Jasa pengolahan bahan galian.
g. Jasa reklamasi tambang.
h. Jasa Pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur pabrikasi dan penggalian
atau pemindahan tanah.
i. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara adalah berupa:
a. Bidang aeronautika, termasuk:
1. Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain
sehubungan dengan pendaratan pesawat terbang.
2. Jasa penggunaan jembatan pintu (aero bridge).
3. Jasa pelayanan penerbangan.
4. Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses
pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo yang diangkut dengan
pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat
udara didarat.
5. Jasa penunjang lain di bidang aeronautika.
b. Bidang non-aeronautika, termasuk:
1. Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat.
2. Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika.
i. Jasa penebangan hutan.
j. Jasa pengolahan limbah.
k. Jasa penyedia tenaga kerja (out sourcing services).
l. Jasa perantara dan atau keagenan.
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
Bursa Efek, KSEI dan KPEI.
n. Jasa kustodian atau penyimpanan atau penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
KSEI.
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara.
p. Jasa mixing film.
q. Jasa sehubungan dengan software komputer termasuk perawatan, pemeliharaan
dan perbaikan.
r. Jasa instalasi atau pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi.
s. Jasa perawatan atau perbaikan atau pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi atau kendaraan dan/atau bangunan, selain
yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
t. Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu
barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa
(subkontrakan), spesifiknya bahan baku dan/atau barang setengah jadi dan/atau
bahan penolong atau pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya
disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada
pengguna jasa.
u. Jasa penyelidikan dan keamanan.
v. Jasa penyelenggaraan kegiatan (event organizer) adalah kegiatan usaha yang
dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara pameran, konversi, pagelaran
musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers dan kegiatan lain yang
memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan.
w. Jasa pengepakan.
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau
media lain untuk penyampaian informasi.
y. Jasa pembasmian hama.
z. Jasa kebersihan (cleaning service).
aa. Jasa tata boga (catering).

Pemotong memotong PPh 23 pada saat pembayaran (saat yang terutang). Pemotong
memberikan Bukti Pemotongan PPh 23 kepada pihak yang dipotong. Untuk pihak yang
dipotong PPh 23 merupakan bukti pengkreditan pajak, kecuali PPh 23 tersebut bersifat final.
Kemudian pemotong menyetorkan PPh 23 secara kolektif per bulan pemotongan dan
disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP atas nama
pemotong PPh 23. Setelah itu pemotong melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh 23
Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan menggunakan SPT masa PPh 23.

Contoh:

Pada tanggal 4 Januari 2012, PT Hiphop yang adalah perusahaan yang memberikan
jasa penyelesaian bahan baku menjadi barang jadi yang sesuai dengan spesifikasi pengguna
jasa (jasa maklon) menandatangani kontrak kerja sama maklon dengan PT Gigil di Bogor.
Barang jadi yang sesuai dengan spesifikasi tersebut harus diselesaikan pada tanggal 28
Februari 2012.

Tanggal 6 Januari 2012, PT Gigil membeli dan memberikan bahan baku seharga
Rp50.000.000 untuk diselesaikan menjadi barang jadi sesuai dengan spesifikasinya kepada
PT Hiphop. Selama pengerjaannya, PT Hiphop telah mengeluarkan biaya penggunaan tenaga
kerja sebesar Rp5.000.000 dan overhead pabrik sebesar Rp10.000.000.
Pada akhirnya tanggal 28 Februari 2012, PT Hiphop menerima pembayaran fee dari
PT Gigil sebesar Rp30.000.000 dan PT Gigil menerima barang jadi yang sesuai dengan
spesifikasinya senilai Rp100.000.000.

Tanggal 3 Maret 2012, PT Gigil menjual barang jadi tersebut Rp170.000.000 secara tunai.

Pemotong memotong PPh 23 pada saat pembayaran. Pemotong memberikan Bukti


Pemotongan PPh 23 kepada pihak yang dipotong. Untuk pihak yang dipotong PPh 23
merupakan bukti pengkreditan pajak. Kemudian pemotong menyetorkan PPh 23 secara
kolektif per bulan pemotongan dan disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
dengan menggunakan SSP atas nama pemotong PPh 23. Setelah itu, pemotong melaporkan
pemotongan dan penyetoran PPh 23 paling lambar tanggal 20 bulan berikutnya dengan
menggunakan SPT masa PPh 23.

Contoh soal :

1. Pada tanggal 4 Januari 2012, PT Hiphop, perusahaan yang memberikan jasa


penyelesaian bahan baku menjadi barang jadi, menandatangani kontrak kerja sama
maklon dengan PT Gigil di Bogor. Barang jadi tersebut harus diselesaikan pada
tanggal 28 Februari 2012.
Tanggal 6 Januari 2012, PT Gigil membeli dan memberikan bahan baku
seharga
Rp50.000.000 untuk diselesaikan menjadi barang kepada PT Hiphop. Selama
pengerjaannya, PT Hiphop telah mengeluarkan biaya penggunaan tenaga kerja
sebesar Rp5.000.000 dan overhead pabrik sebesar Rp10.000.000.
Pada akhirnya tanggal 28 Februari 2012, PT Hiphop menerima pembayaran fee dari
PT Gigil sebesar Rp30.000.000 dan PT Gigil menerima barang jadi senilai
Rp100.000.000.
Tanggal 3 Maret 2012, PT Gigil menjual barang jadi tersebut Rp170.000.00 secara
tunai.
Catatan : PT Hiphop dan PT Gigil telah dikukuhkan sebagai PKP dan memiliki
NPWP.

Jurnal atas transaksi jasa maklon yang dibuat oleh PT Hiphop adalah sebagai berikut

Tanggal Keterangan Debit Kredit


4 Jan 2012 Tidak ada jurnal
6 Jan 2012 Tidak ada jurnal
Tidak ada jurnal, hanya bagian gudang
melakukan pencatatan dengan menggunakan
Bukti Barang Masuk
Jan-Feb 28 Feb B a
2012 2012 e n
b
U
p OH 5.000.000 -
a Kas/Ban 10.000.00 -
h k 0 15.000.00
- 0
L Kas/Ban 32.400.00 -
a k 0 -
n PPh 23 Dibayar di Muka 600.000 3.000.000
g (2%*30.000.000) Pajak Keluaran - 30.000.00
s (10%*30.000.000) Pendapatan - 0
u Maklon
n
g Tidak ada jurnal, hanya bagian gudang melakukan
Beban pencatatan dengan menggunakan Bukti Barang
F Masuk

3 Mar 2012 Tidak ada jurnal

Jurnal atas transaksi jasa maklon yang dibuat oleh PT Gigil adalah sebagai berikut

Tanggal Keterangan Debit Kredit


4 Jan 2012 Tidak ada jurnal
6 Jan 2012 Persediaan Bahan Baku 50.000.000 -
Pajak Masukan 5.000.000 -
Kas/Bank - 55.000.000

Tidak ada jurnal, hanya bagian gudang melakukan


pencatatan dengan menggunakan bukti keluar
barang
Jan-Feb Tidak ada jurnal
2012
28 Feb Beban Maklon 30.000.000 -
2012 Pajak Masukan (10%*30.000.000) 3.000.000 -
Utang PPh 23 - 600.000
( 2%*30.000.000) Kas/Bank - 32.400.000
Persediaan Barang Jadi 100.000.00 -
Ikthisar 0 100.000.00
L/R Ikthisar - 0
L/R 50.000.000 -
Persediaan Bahan Baku
3 Mar 2012 Kas/Bank -187.000.00 50.000.000
-
Penjualan 0 170.000.00
Pajak Keluaran (10%*170.000.000) - 0
Harga Pokok Penjualan - 17.000.000
Persediaan Barang Jadi 100.000.00 -
0 100.000.00
- 0
2. PT Dimjati memiliki NPWP, mendapatkan pekerjaan dari PT Trisnawati
(memiliki NPWP) untuk pekerjaan jasa kebersihan (cleaning service) selama 1 tahun,
dengan nilai kontrak sebesar Rp10.000.000.

Jurnal untuk PT Dimjati:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


27 Juni Kas/Bank 10.800.000 -
2012 PPh 23 yang Dibayar di Muka (2%*10.000.000) 200.000 -
Pajak Keluaran (10%*10.000.000) - 1.000.000
Pendapatan Jasa - 10.000.000

Jurnal untuk PT Trisnawati:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


27 Juni Biaya Kebersihan 10.000.000 -
2012 Pajak Masukan (10%*10.000.000) 1.000.000 -
Utang PPh 23 (2%*10.000.000) - 200.000
Kas/Bank - 10.800.000

3. PT Ramli memutuskan untuk menggunakan jasa akuntan dari KAP Rina, Rini dan
Rekan. Atas penggunaan jasa tersebut, PT Ramli membayar fee sebesar Rp20.000.000
(belum termasuk PPN) pada tanggal 8 Juli 2011.

Jurnal untuk PT Ramli:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


8 Juli 2011 Beban Jasa Akuntan 20.000.000 -
Pajak Masukan (10%*20.000.000) 2.000.000 -
Utang PPh 23 (2%*20.000.000) - 400.000
Kas/Bank - 21.600.000

Jurnal untuk KAP Rina, Rini dan Rekan

Tanggal Keterangan Debit Kredit


8 Juli 2011 Kas/Bank 26.000.000 -
PPh 23 yang Dibayar di Muka (2%*20.000.000) 400.000 -
Pajak Keluaran (10%*20.000.000) - 2.000.000
Pendapatan Jasa - 20.000.000

Bukan Objek Pajak Penghasilan 23


Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4), pemotongan PPh 23
tidak dilakukan atas:

a. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;


b. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan SGU dengan hak opsi
(Capital Lease);
c. Dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat
(3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2c);
d. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
e. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotranya (PP 15 Tahun
2009); dan
f. Bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluan pinjaman dan/atau pemberian
pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis syariah (PMK-
251/PMK.03/2008).

Pajak penghasilan pasal 24

PPh 24 merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat WP
memperoleh penghasilan yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia.
Karena menganut asa World Wide Income, maka UU PPh menentukan bahwa WP dalam
negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang diterimanya, baik di Indonesia maupun
di luar Indonesia. Atas penghasilan tersebut maka WP harus melaporkan dengan cara:

Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan
perhitungan KPLN dari WP dalam tahun yang bersangkutan.
Untuk dividen penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak pada saat
perolehan dividen tersebut.
Mengajukan permohonan KPLN, sesuai dengan KMK-164/KMK.04/2002 dengan
melampirkan:
o Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha di luar
negeri.
o Fotokopi SPT pajak yang disampaikan di luar negeri.
o Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka
WP harus melakukan pembetulan SPT Tahunan dngan melampirkan dokumen-dokumen
yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila akibat pembetulan tersebut terjadi PPh
kurang bayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga sebagaiman
yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007. Namun, apabila
akibat pembetulan tersebut terjadi PPh lebih bayar, maka atas kelebihan pembayaran tersebut
dapat dikembalikan kepada WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 24, pajak yang dibayar atau yang terutang di luar
negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Metode kredit pajak yang demikian
disebut metode pengkreditan terbatas (ordinary credit method).

Saat Penggabungan Penghasilan

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:

a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut,
b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut.
c. Untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 18 Ayat (2), dilakuakn dalam tahun pajak pada saat
perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan PMK-265/PMK.03/2008,
Kerugian luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung PhKP (Penghasilan
Kena Pajak).

Ketentuan Umum

1. Apabila dalam PhKP terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka PPh
yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan
terhadap PPh yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar
negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu.
Jumlah tertentu dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri
terhadap PhKP dikalikan dengan pajak yang terutang atas PhKP. Paling tinggi
besarnya sama dengan pajak yang terutang atas PhKP, apabila dalam hal ini
PhKP
lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
4. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan
kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
5. PhKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak
tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh Nomor 36
Tahun 2008.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah
kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka
kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dngan PPh yang terutang tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan
tidak dapat dimintakan restitusi.

Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)


A. Perhitungan KPLN dilakukan sebagai berikut.
1. PPh dikenakan atas PhKP yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang
diterima WP, dari dalam negeri dan luar negeri. Dalam menghitung PPh, seluruh
penghasilan digabungkan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan, atau dalam
tahun pajak sesuai PMK-256/PMK.03/2008 untuk penghasilan berupa dividen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh.

Contoh:
Dalam tahun pajak 2009, PT Apollo di Jakarta menerima dan memperoleh
penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut.

a. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp800.000.000.


b. Dividen atas pemilikan saham pada “Xace Ltd” di Australia sebesar
Rp200.000.000, yaitu berasal dari keuntungan tahun 2006 yang ditetapkan
dalam rapat pemegang saham tahun 2008 dan baru dibayar dalam tahun
2009.
c. Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pada “Yin Corporation” di
Hongkong, yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar
Rp75.000.000, yaitu berasal dari keuntungan saham 2007 yang berdasarkan
PMK ditetapkan diperoleh tahun 2009 sebesar Rp75.000.000 yaitu berasal
dari keuntungan saham 2007 yang berdasarkan PMK ditetapkan diperoleh
pada tahun 2009.
d. Bunga kwartal IV tahun 2009 sebesar Rp10.000.000 dari “Zin Bad Bhd” di
Kuala Lumpur yang baru akan diterima bulan Juli 2010.
Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan dalam
negeri dalam tahun pajak 2009 adalah penghasilan pada huruf a,b, dan c,
sedangkan penghasilan pada huruf d digabungkan dengan penghasilan dalam
negeri dalam tahun pajak 2010.
2. Dalam menghitung PhKP, kerugian yang diderita oleh WP di luar negeri tidak
dapat dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia.
Contoh:
PT Bellagio di Jakarta memperoleh neto dalam tahun 2009 sebagai berikut.
a. Di Negara X, memperoleh laba Rp1.000.000.000 dikenakan pajak dengan
tariff sebesar 40% = Rp400.000.000
b. Di negara Y, memperoleh laba Rp3.000.000.000 dikenakan pajak dengan
tariff sebesar 25% = Rp750.000.000
c. Di negara Z, menderita kerugian Rp2.500.000.000
d. Penghasilan usaha di dalam negeri sebesar Rp4.000.000.000
Penghitungan KPLN adalah sebagai berikut.
1. Penghasilan luar negeri:
a. Laba di negara X = Rp1.000.000.000
b. Laba di negara Y = Rp3.000.000.000
c. Laba di negara Z = Rp 0 (+)
d. Jumlah penghasilan luar negeri = Rp4.000.000.000
2. Penghasilan dalam negeri = Rp4.000.000.000 (+)
3. Jumlah penghasilan neto adalah: = Rp8.000.000.000
4. PPh terutang
(menurut tariff Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh) = Rp 1.568.000.000

5. Batas maksimum KPLN untuk masing-masing negara adalah:


a. Untuk negara X =
Rp 1.000 .000 .000
x Rp 1.568 .000 .000 Rp 196.000 .000
Rp 8.000 .000 .000
Pajak yang terutang di negara X sebesar Rp 400.000.000, namun
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 196.000.000

b. Untuk negara Y =
Rp 3.000 .000 .000
x Rp 1.568 .000 .000 Rp 588.000 .000
Rp 8.000 .000 .000

Pajak terutang di negara Y sebesar Rp 750.000.000, maka maksimum


kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 588.000.000
Jumlah KPLN yang diperkenankan adalah:
Rp196.000.000 + Rp588.000.000 = Rp784.000.000
3. Penghitungan batas maksimum KPLN yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:
Contoh:
a. PT Dakota di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut.
Penghasilan dalam negeri Rp1.000.000.000
Penghasilan luar negeri (dengan tarif pajak 20%)
Rp1.000.000.000

Penghitungan jumlah maksimum KPLN adalah sebagai berikut.


1. Penghasilan luar negeri Rp1.000.000.000
Penghasilan dalam negeri Rp1.000.000.000 (+)
Jumlah penghasilan netto Rp2.000.000.000
2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan PhKP, maka sesuai
tariff Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh, jumlah PPh yang terutang sebesar
Rp280.000.000
3. Batas maksimum KPLN adalah sebagai berikut.
Rp 1.000 .000 .000
x Rp 280.000 .000 Rp 140.000 .000
Rp 2.000 .000 .000

Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp280.000.000
lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar
negeri yaitu sebesar Rp200.000.000, maka jumlah KPLN yang diperkenankan
adalah sebesar RP140.000.000.
b. PT Joko di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut.
Penghasilan usaha di luar negeri Rp1.000.000.000
Rugi usaha di dalam negeri (Rp200.000.000)

Pajak atas penghasilan di luar negeri, misalnya 40% = Rp400.000.000.


Penghitungan maksimum KPLN serta pajak terutang adalah sebagai berikut.

1. Penghasilan usaha luar negeri Rp1.000.000.000


Rugi usaha dalam negeri Rp200.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto Rp800.000.000
2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan PhKP, maka sesuai tarif
Pasal 17 dan pasal 31E UU PPh, jumlah PPh yang terutang sebesar
Rp112.000.000.
3. Batas maksimum KPLN adalah sebagai berikut.
Rp 1.000 .000 .000
x Rp 112.000 .000 Rp 140.000 .000
Rp 800.000 .000

Oleh karena pajak yang dibayar di luar negeri dan batas maksimum KPLN
yang dapat dikreditkan masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang,
maka KPLN yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam penghitungan
PPh adalah sebesar PPh yang terutang, yaitu Rp112.000.000.

4. Dalam hal penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing negara dengan menerapkan cara
penghitungan sebagai berikut.
Contoh:
PT Mosha di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan neto sebagai
berikut.
Penghasilan dalam negeri = Rp2.000.000.000
Penghasilan dari negara X
(dengan tarif pajak 40%) = Rp1.000.000.000
Penghasilan dari negara Y
(dengan tariff pajak 30%) = Rp2.000.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto = Rp5.000.000.000
Apabila penghasilan neto sama dengan PhKP, maka PPh terutang menurut tarif Pasal
17 dan Pasal 31E UU PPh, jumlah PPh terutang sebesar Rp728.000.000.
Batas maksimum KPLN setiap negara adalah sebagai berikut.
a. Untuk negara X =
Rp 1.000 .000 .000
x Rp 728.000 .000 Rp 145.600 .000
Rp 5.000 .000 .000

Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp400.000.000 lebih besar dari batas
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang
diperkenankan hanya sebesar Rp145.600.000.

b. Untuk negara Y =
Rp 2.000 .000 .000
x Rp 728.000 .000 Rp 291.200 .000
Rp 5.000 .000 .000

Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp600.000.000 lebih besar dari batas
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang
diperkenankan adalah Rp291.200.000.
5. Dalam hal WP memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang
dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4)
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, maka atas penghasilan tersebut bukan merupakan
faktor penambahan penghasilan pada saat menghitung PhKP.
Contoh:
PT Onyx di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan sebagai berikut.
Penghasilan dari negara Z
(dengan tarif pajak 30%) Rp 2.000.000.000
Penghasilan dalam negeri Rp 3.500.000.000
Penghasilan dalam negeri ini
termasuk penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh Rp 500.000.000 (+)
PhKP PT Onyx Rp 5.000.000.000
Sesuai tarif Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh, maka PPh yang terutang sebesar Rp728.000.000
Batas maksimum KPLN adalah:
Rp 2.000 .000 .000
x Rp 728.000 .000 Rp 291.200 .000
Rp 5.000 .000 .000

Pajak yang terutang di negara Z sebesar Rp600.000.000, namun maksimum kredit


pajak yang dapat dikreditkan sebesar Rp291.200.000.
B. Pembetulan SPT Tahunan karena perubahan penghasilan dari luar negeri, dilakukan
sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi koreksi fiscal di luar negeri yang menyebabkan adanya
tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang di luar
negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan dan pajak di luar
negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan PPh di Indonesia juga kurang
dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan sendiri oleh
WP melalui pembetulan SPT, maka bunga yang terutang atas pajak yang kurang
dibayar tersebut tidak ditagih.
Contoh:
a.) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp1.000.000.000
b.) Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000
c.) Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi di luar negeri, sebesar
Rp2.000.000.000
d.) Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri, misalnya 40%
e.) PPh 25 yang dibayar Rp300.000.000
f.) PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah sebagai
berikut.

SPT SPT Pembetulan


1. Penghasilan LN Rp 1.000.000.000 1. Penghasilan LN Rp 2.000.000.000
2. Penghasilan DN Rp2.000.000.000 2. Penghasilan DN Rp 2.000.000.000
3. PhKP Rp 3.000.000.000 3. PhKP Rp 4.000.000.000
4. PPh terutang Rp 750.000.000 4. PPh terutang Rp 1.000.000.000
2.
5. KPLN: 5. KPLN:

1M 2M
x Rp 750 x Rp 1
Rp 250.000.000 Rp 500.000.000
ju M
3M 4M
6. PPh harus Rp 500.000.000 6. PPh hrs dibayar Rp 500.000.000
dibayar 7. PPh 25 Rp 300.000.000
7. PPh 25 Rp 300.000.000 8. PPh 29 Rp 200.000.000
8. PPh 29 Rp 200.000.000 9. Masih harus
dibayar NIHIL
2. Dalam hal terjadi koreksi
fiskal di luar negeri berupa koreksi yang menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan terutang di luar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam SPT
Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar. Koreksi fiscal di luar negeri
tersebut akan mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil,
sehingga PPh menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapat
dikembalikan ke WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.
Contoh:
a.) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp1.000.000.000
b.) Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000
c.) Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi di luar negeri, sebesar
Rp500.000.000
d.) Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri, misalnya, 40%
e.) PPh 25 yang dibayar Rp300.000.000
f.) PPh yang terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah:

SPT SPT Pembetulan


1. Penghasilan Rp1.000.000.00 Penghasilan LN Rp 500.000.000
LN 0
2. Penghasilan Rp Penghasilan DN Rp
DN 2.000.000.000 2.000.000.000
3. PhKP Rp PhKP Rp
3.000.000.000 2.500.000.000
4. PPh terutang Rp 750.000.000 PPh terutang Rp 625.000.000
5. KPLN KPLN:
1M Rp 250.000.000 500 jt
x Rp 750j x Rp 625
3M 2,5 M Rp 200.000.000
6. PPh harus Rp 500.000.000 Harus dibayar di Rp 425.000.000
dibayar Indonesia
7. PPh 25 Rp 300.000.000 PPh 25 Rp 300.000.000
8. PPh 29 Rp 200.000.000 Kurang bayar Rp 125.000.000
PPh 29 telah Rp 200.000.000
bayar
Lebih bayar Rp 75.000.000

Pajak Penghasilan 25
PPh 25 harus dibayarkan atau disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Sedangkan penyampaian SPT masa PPh 25 selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Konsep Umum
A. PPh 25 Setiap Bulan
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan:
PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta
PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
1. SPT Tahunan PPh Badan Kurang Bayar - masa 12 bulan
Contoh:
PPh yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2011 sebesar
Rp50.000.000.
Penghitungan angsuran PPh 25:
PPh terutang Rp50.000.000
Dikurangi kredit pajak:
PPh 21 yang dipotong pemberi kerja Rp15.000.000
PPh 22 yang dipungut oleh pihak lain Rp10.000.000
PPh 23 yang dipotong oleh pihak lain Rp2.500.000
Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) Rp7.500.000 (+)
Jumlah kredit pajak Rp35.000.000 (-)
PPh dibayar sendiri Rp15.000.000

Besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun
2012 adalah Rp15.000.000 x 1/12 = Rp1.250.000.
Jurnal perusahaan pada saat pembayaran PPh 25 setiap bulannya adalah
sebagai berikut.
Keterangan Debit Kredit
PPh 25 dibayar di muka 1.250.000.000 -
Kas/Bank - 1.250.000.000

2. SPT Tahunan Badan Kurang Bayar - masa 6 bulan


Apabila PPh pada contoh butir 1 di atas berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 6 bulan
dalam tahun 2011, maka besarnya angsuran PPh 25 bulanan yang harus
dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2012 adalah sebesar Rp15.000.000 x
1/6 = Rp2.500.000

3. SPT Tahunan Badan Lebih Bayar


Contoh:
Penghitungan PPh tahun 2010 PT Cahaya adalah sebagai berikut.
Penghasilan neto Rp 250.000.000
PPh terutang Rp 57.500.000
Kredit pajak: PPh 22 Rp 9.500.000
PPh 23 Rp 22.500.000
PPh 25 Rp 30.000.000
PPh lebih bayar (Rp 4.500.000)
Maka penghitungan angsuran PPh 25 untuk tahun 2011 adalah
PPh terutang = Rp 57.500.000
Kredit pajak: PPh 22 Rp 9.500.000
PPh 23 Rp 22.500.000 Rp 32.000.000
PPh dibayar sendiri = Rp 25.500.000
Angsuran PPh 25 tahun 2011 adalah Rp 25.500.000 x 1/12 = Rp 2.125.000

B. PPh 25 sebelum penyampaian SPT Tahunan


Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan
sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, sama dengan besarnya
angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
C. Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu,
maka besarnya angsuran PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan
berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.

Hal-hal Tertentu
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (6) dan Kep-537/PJ/2000 diatur
mengenai penetapan penghitungan besarnya angsuran pajak dalamtahun pajak berjalan dalam
hal-hal tertentu, yaitu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan,
SKP, SK Keberatan, atau putusan banding, sesuai dengan pasal 6 ayat (2) atau
pasal
31A UU PPh.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar perhitungan sebagai
berikut.
PPh 25 =
Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalukompensasi rugi kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun
pajak
Apabila SPT PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil)
maka besarnya PPh 25 adalah nihil.

Contoh :
Penghasilan neto PT Xixi tahun 2009 Rp 120.000.000
Kompensasi kerugian tahun 2008 Rp 150.000.000
Sisa kerugian yang masih dapat di kompensasikan
di tahun 2010 Rp 30.000.000

Penghitungan PPh 25 tahun 2010 adalah :


Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan PPh 25 adalah =
Rp 120.000.000 – Rp 30.000.000 = Rp 90.000.000
PPh terutang tahun 2009, berdasarkan asumsi : pendapatan PT Xixi dalam tahun pajak 2009
kurang dari Rp 4.800.000.000 adalah : 28% x 50% x Rp 90.000.000 = Rp 12.600.000

Apabila pada tahun 2009 PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain sebesar Rp 5.000.000,
maka besarnya angsuran PPh 25 PT Xixi tahun 2010 adalah :

1/12 x (Rp 12.600.000 – Rp 5.000.000) = Rp 630.000

2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur


Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari
kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan/atau modal, kecuali penghasilan
yang telah dikenakan PPh yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan
teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang atau piutang dalam mata uang asing
dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan
penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat
insidentil.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar sebagai berikut:
PPh 25 =
Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalu Penghasilan tidak teratur
kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun
pajak

3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan.
a) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan
PPh
Besarnya angsuran PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian
SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan
tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu
dan bersifat sementara. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan tersebut dengan
memperhatikan SPT Tahunan tersebut mengklaim adanya kompensasi kerugian
dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali
tersebut berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Hal
ini
dapat mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
b) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan
PPh.
Besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu peyampaian SPT Tahunan
sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah
sama
dengan besarnya PPh 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan sementara
yang disampaikan WP pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.
Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, maka besarnya PPh 25 dihitung
kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dengan memperhatikan WP
mengklaim adanya kompensasi kerugian dan penghasilan tidak teratur. Besarnya
PPh 25 hasil penghitungan kembali, akan berlaku surut mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan. Hal ini dapat juga mengakibatkan adanya
kurang/lebih bayar.

Menurut KEP-537/PJ./2000, apabila terdapat kurang bayar maka atas kekurangan


pembayaran PPh 25 akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan untuk jangka
waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh 25 dari masing-masing bulan
sampai dengan tanggal penyetoran. Namun, apabila terjadi lebih bayar maka atas
kelebihan setoran PPh 25 dapat dipindahbukukan ke bulan berikutnya setelah
penyampaian SPT Tahunan.

4. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran


bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
Dalam hal WP dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh
tahun pajak yang lalu, maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT
Tahunan Pembetulan tersebut dengan memperhatikan kompensasi kerugian atau
penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali tersebut,
berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT
Tahunan.
Apabila besarnya PPh 25 lebih besar, maka atas kekurangan setoran PPh 25
terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP No. 28 Th 2007,
akan dikenai sanksi bunga sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung sejak
jatuh tempo penyetoran PPh 25 dari masing-masing bulan sampai dengan
tanggal penyetoran.
Apabila besarnya PPh 25 lebih kecil, maka atas kelebihan setoran PPh 25
dapat dipindahbukukan ke PPh 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian
SPT Tahunan.
5. WP mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP (KEP-537/PJ./2000),
berakibat dari dampak krisis keuangan global yang dapat mengakibatkan perubahan
keadaan usaha atau kegiatan WP maka ditetapkan PER-10/PJ./2009 dan SE-
33/PJ./2009. Dalam aturan tersebut, WP yang mengalami perubahan keadaan usaha
atau kegiatan usaha dalam tahun 2009 dapat diberikan pegurangan PPh 25. WP dapat
diberikan pengurangan PPh 25 sampai dengan 25% untuk masa pajak Januari s.d. Juni
2009. Pengurangan PPh 25 tersebut dihitung dari besarnya PPh 25 bulan Desember
2008. Apabila WP menyampaikan SPT PPh tahun 2008 maka pengurangan PPh 25
dihitung dari besarnya PPh 25 berdasarkan SPT PPh tahun pajak 2008. Namun,
pengurangan PPh 25 tersebut tidak berlaku untuk WP bank, BUMN/D, WP masuk
bursa, dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
harus membuat laporan keuangan berkala.
WP juga dapat mengajukan permohonan tertulis untuk pengurangan besarnya PPh 25
masa pajak Juli s.d. Desember 2009 kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar paling
lama 30 Juni 2009, dengan menunjukkan bahwa besarnya PPh yang terutang tahun
2009 kurang dari 75% dari PPh yang teruang yang menjadi dasar penghitungan PPh
25 masa Januari s.d. Juni 2009 berdasarkan hasil evaluasi, paling lama 15 hari kerja
sejak permohonan pengurangan PPh 25 diterima lengkap. Apabila dalam jangka
waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan WP, Kepala KPP tidak
memberikan keputusan maka permohonan WP dianggap dikabulkan dan Kepala KPP
harus menerbitkan surat keputusan tersebut paling lama 3 hari kerja.
Penurunan usaha/kegiatan WP
Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak WP dapat
menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut
kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan
besarnya PPh 25, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya
PPh 25 secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP
terdaftar.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh 25 harus disertai dengan
penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan
penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh 25 untuk
bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Peningkatan usaha/kegiatan WP
Apabila dalam tahun pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari
150% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh
25, maka besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak
yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan
PPh yang terutang tersebut oleh WP sendiri atau Kepala KPP tempat WP
terdaftar.

Wajib Pajak Tertentu


Menurut PMK-225/PMK.03/2009, Wajib Pajak tertentu adalah sebagai berikut:
1. WP baru yaitu orang pribadi atau badan baru pertama kali memperoleh penghasilan dari
usaha/pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
Pengahasilan Neto adalah:
a) Wajib pajak badan yang wajib melakukan pembukuan dan dari pembukuanya dapat
dhitung besanya penghasilan neto setiap bulan maka penghasilan neto fiscal
dihitung berdasarkan pembukuan.
b) Untuk wajib pajak orang pribadi yang melakukan pencatatan dengan menggunakan
Norma Perhitungan Penghasilan Neto/menyelenggarakan pembukuan tetapi dari
pembukuanya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan Neto setiap bulan, maka
penghasilan neto fiscal dihitung berdasarkan Norma Perhitungan Penghasilan Neto
atas peredaran atau penerimaan bruto.
2. WP bank dan Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi
Untuk WP bank dan SGU dengan hak opsi lama, maka besarnya angsuran PPh 25
dihitung berdasarkan jumlah PPh yang dihitung berdasarkan tariff PPh Pasal 17.
3. WP Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik daerah
Besarnya angsuran PPh 25 untuk WP BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, kecuali WP bank dan SGU dengan hak opsi dihitung berdasarkan penerapan
tariff PPh pasal 17 atas laba rugi fiscal menurut Rencana Kerja dan Anggaran
Pendapatan (RKAP)
4. WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat
laporan keuangan berkala. Untuk WP lama, besarnya anggsuran PPh 25 adalah sebesar
PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tariff pasal17 atas laba rugi fiscal menurut
laporan keuangan.
5. WP Orang Probadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
WP orang pribadi yang melakukan usaha sebagai pritel dibidang perdaganagan yang
mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda
alamat dengan domisili.

Pajak Masukan (PPN Masukan)


Pengusaha yang melakukan:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak didalam daerah pabean
b. Penyerahan Jasa Kena Pajak didalam daerah Pabean
c. Melakukan ekspor BKP berwujud
d. Ekspor JKP
e. Ekspor BKP tidak berwujud wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP
dan wajib memungut,menyetor,serta melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang
Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran (output tax). Pada saat PKP terebut
membeli BKP atau menerima JKP dari PKP lain juga membayar yang terutang yang
dinamakan pajak masukan (input tax). Dalam hal jumlah pajak keluaran lebih besar daripada
jumlah paja masukan, maka kekurangannya dibayar paling lama alkhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPN disampaikan. Sebaliknya,
apabila pajak masukan yang jumlahnya lebih besar daripada pajak keluaran maka kelebihan
pembayaran pajak masukan dapat dikompensasikan dengan utang pajak masa
pajakberikutnya atau diminta kembali.
1. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
a) Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang
pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian
penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuanya,
maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang
berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
b) Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang penghasilanya tidak
melebihi jumlah 1.800.000.000 menggunakan Pedoman Perhitungan Pengkreditan
Pajak Masukan (Deem PM) yang ditetapkan oleh PMK-74/PMK.03/2010.
2. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan
Pajak masukan pada dasarnya dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa
pajak yang sama (credit method) akan tetapi utnuk pengeluaran yang dimaksud dibawah
ini, pajak masukanya tidak dapat dikreditkan,yaitu:
a) Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
b) Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha.
c) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan station wagon, kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan.
d) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean
sebelum Pengusaha Dikukuhkan sebagai PKP
e) Perolehan BKP atau JKP yang dalam faktur pajak tidak memenuhi ketentuan
sebagiamana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 UU PPN jo.PER-65/PJ/2010 dimana
dokumen tidak mencantumkan:
Nama,alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan
Nama pembeli BKP atau penerima JKP
NPWP, dalam hal penerima dokumen adalah WP dalam Negeri.
Jumlah satuan barang apabila ada
Dasar pengenaan pajak
Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam ekspor.
f) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
yang SSP-nya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksuddalam pasal 13 ayat
5 UU PPN jo.PER-65/PJ/2010.
g) Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukanya ditagih dengan penerbitan ketetapan
pajak
h) Perolehan JKP atau BKP yang pajak masukanya tidak dilaporkan dalam SPT masa
PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
i) Perolehan BKP atau JKP yang penyerahanya dibebaskan dari pengenaan PPN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B ayat 3 UU PPN
j) Pajak masukan yang berkaitan dengan BKP atau JKP yang penyerahanya dilakukan
melalui mekanisme pemakaian sendiri yang bersifat konsumtif.
k) Pajak masukan yang berkaitan dengan penyerahan:
Kendaraan bermotor bekas
Jasa yang dilakukan oleh pengusaha biro perjalanan dan pariwisata
Jasa pengiriman paket
Jasa anjak piutang

Contoh :
Pada waktu dilakukan pemeriksaan ditemukan pajak masukan yang tidak dilaporkan dalam
SPT masa PPN
Laporan SPT masa Hasil Pmeriksaan
Pajak Keluaran 10.000.000 15.000.000
Pajak Masukan 8.000.0000 11.000.000
Pajak Yang Kurang Bayar 2.000.000 4.000.000

Dalam hal ini,pajak masukan yang dapat dikreditkan bukan sebesar 11.000.000 tetapi tetap
sebesar 8.000.000 sesuai dengan yang dilaporkan dalam SPT masa.
Dengan demikian,perhitungan hasil pemeriksaan:
Pajak keluaran = 15.000.000
Pajak masukan = 8.000.000
Kurang bayar menurut hasil pemeriksaan = 7.000.000
Kurang bayar menurut SPT = 2.000.000
Masih Kurang Dibayar = 5.000.000

3. pengkreditan pajak masukan pada masa Tidak Sama


a) Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran
pada masa pajak yang sama, maka dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling
lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang ersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
b) Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, maka pengkreditan pajak masukan
tersebut dapat dilakukan melalui pembetulan SPT masa PPN yang bersangkutan.

Pengecualian :
Apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan BKP atau JKP yang telah
dibukukan atau dicatat dalam pembukuan PKP namun FPnya belum atau terlambat diterima
(pajak masukan belum dapat dikreditkan) sehingga belum dapat dilaporkan dalam SPT
masa PPN maka pajak masukan tersebut tetap dapat dikreditkan pada masa diterimanya FP
tersebut.

Contoh perhitungan kompensasi:


Masa pajak Mei 2012:
Pajak Keluaran = 2.000.000
Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan = 4.500.000
Pajak yang Lebih Bayar = 2.500.000

Pajak yang lebih Dibayar tersebut dikompensasikan pada masa pajak Juni 2012
Masa pajak Juni 2012:
Pajak Keluaran = 3.000.000
Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan = 2.000.000
Pajak yang Kurang Bayar = 1.000.000
Pajak yang lebih bayar dari masa pajak Mei 2012 yang
dikompensasikan ke bulan Juni 2012 = 2.500.000
pajak yang Lebih Dibayar Juni 2012 = 1.500.000
pajak yang Lebih bayar tersebut dikompensasikan ke masa pajak Juli 2012

Kesimpulan
1. Beban dibayar dimuka memiliki 2 pencatatan yaitu pendekatan harta dan pendekatan
beban.
2. Penghasilan yang diterima / diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah
atau bangunan berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
,perkantoran, rumah kantor, gudang dan industry dikenakan PPH Final yaitu pph pasal 4
ayat 2 dengan tariff 10% dari junmlah nilai bruto.
3. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh pasal 4
ayat 2 di kenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto.
4. Pemungutan PPh 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan
kegiatan dibidang impor/ kegiatan usahan dibidang lain dikenakan berdasarkan UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008 dimana yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% dari pada
tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak ber-NPWP.
5. Pajak penghasilan 23 adalah pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan WP dalam
negri BUT yang berasal dari penghasilan harta/modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21.
6. Pajak penghasilan 24 merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat WP
memperoleh penghasilan yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di
Indonesia.
7. PPN masukan terjadi apabila membeli BKP atau menerima JKP dari PKP juga
membayar pajak yang terutang, sedangkan PPN Keluaran terjadi pada saat menjual
barang atau jasa. Jika pajak masukan yang jumlahnya lebih besar dari pada pajak
keluaran maka kelebihan pembayaran pajak masukan dikompensasikan dengan utang
pajak dalam masa pajak berikutnya atau diminta kembali namun jika pajak keluaran
lebih besar dari pajak masukanya maka kekuranganya dibayarkan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPN
disampaikan.

Anda mungkin juga menyukai