PERPAJAKAN BAB 6
BEBAN DIBAYAR DIMUKA
NAMA ANGGOTA:
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2017
JAKARTA
DEFINISI BEBAN DIBAYAR DI MUKA
Menurut Wild dan Kwok (2011: 118), beban dibayar di muka adalah pos-pos (items)
yang pada awalnya dicatat sebagai harta tetapi diharapkan menjadi beban di kemudian hari
setelah melampaui kegiatan normal perusahaan. Beban dibayar di muka biasanya
dikelompokkan ke dalam aset lancar. Beban dibayar di muka ini dapat berupa beban
dibayar di muka atas asuransi, sewa, dan pajak.
Untuk akuntansi komersial, pencatatan beban dibayar di muka dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu pendekatan harta dan pendekatan beban.
Contoh :
Dibayar beban dibayar di muka sebesar Rp 24.000.000 untuk 2 tahun pada tanggal 1
Desember 2011
1. Jurnal akuntansi komersial apabila dicatat sebagai harta.
Pada tanggal 31 Desember 2011 dilakukan penyesuaian atas beban dibayar di muka
yang telah berjalan 1 bulan. Jurnal penyesuaian untuk tanggal 31 Desember 2011
adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31-Des-2011 Beban 1.000.000 -
Beban dibayar di muka - 1.000.000
Ayat jurnal penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar laba rugi.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31-Des-2011 Ikhtisar laba rugi 1.000.000 -
Beban - 1.000.000
Pada tanggal 31 Des 2011 dilakukan penyesuaian atas beban yang telah berjalan 1
bulan. Jurnal penyesuaian untuk tanggal 31 Desember 2011 adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31-Des-2011 Beban dibayar di muka 23.000.000 -
Beban - 23.000.000
Ayat jurnal penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar laba rugi.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31-Des-2011 Ikhtisar laba rugi 1.000.000 -
Beban - 1.000.000
(Pajak Masukan dapat dikreditkan oleh (Pajak masukan tidak dapat dikreditkan
PT Budi) oleh PT Budi)
PT Sewa ddm 10.000.000 Sewa ddm 10.000.000
Andhika PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000 PPh Psl 4 ayat (2) 1.000.000
(non Kas/Bank 9.000.000 Kas/Bank 9.000.000
PKP)
Contoh :
Pada tanggal 1 April 2008 PT Cici menyewa bus kepada PT Dion untuk jangka waktu
6 bulan. Biaya sewa per bulannya adalah Rp 10.000.000. PT Cici dan PT Dion adalah
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Jurnal untuk PT Cici :
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1-Apr-08 Sewa dibayar di muka 60.000.000 -
PPN Masukan 6.000.000 -
Utang PPh 23 - 900.000
Kas/Bank - 65.100.000
Apabila PT Cici bukan PKP maka PPN Masukan tidak dapat dikreditkan dan dicatat
termasuk sebagai harta perolehan dari sewa angkutan darat dibayar di muka.
Sedangkan, apabila PT Dion bukan PKP, maka PT Dion tidak diperkenankan
memungut PPN.
Contoh :
Pada tanggal 18 Oktober 2008 PT Jaya menyewa kapal tanpa awaknya dari PT
Samudera untuk mengganti kapalnya yang sedang diperbaiki dengan nilai Rp
100.000.000. PPh yang dipotong oleh PT Samudera adalah sebesar 15% x 30% x Rp
100.000.000 = Rp 4.500.000
Jurnal untuk PT Jaya.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-Okt-08 Sewa dibayar di muka 100.000.000 -
PPN Masukan 10.000000 -
Utang PPh 23 - 4.500.000
Kas/Bank - 105.500.000
Pajak penghasilan 22
Badan pemungut pajak penghasilan 22
Sesuai dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 tentang pemungutan PPh
22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang
impor/kegiatan usaha di bidang lain, adalah sebagai berikut.
a. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang.
b. Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada pemerintah pusat,pemerintah daerah,instansi/lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang.
c. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP).
d. KPA/ pejabat penerbit surat perintah membayar yang dibeli delegasi oleh KPA,
untuk pembayran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS).
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, kertasmbaja, dan
otomotif yang ditunjuk oleh kepada KPP, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.
f. Produsen atau impoortir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak,gas dan semen.
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian
dan perikanan yang ditunjuk oleh kepada KPP, atas pembelian bahan bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedaganag pengumpul.
Tarif pajak penghasilan 22
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 tahun 2008 Pasal 22 ayat (3) jo. PMK-
154/PMK.03/2010 besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP
yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memilik NPWP lebih tinggi 100% daripad atarif
yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Tarif ini berlaku hanya untuk pemungutan PPh 22 yang bersifat tidak
final.
1. Untuk transaksi impor barang yang dipungut oleh Bank Devisa dan DJBC, kecuali yang
mendapatkan fasilitas pembebasan, mak PPh 22 dikenakan atas:
a. Impor barang dimana importir dengan API
Dikenakan tarif sebesar 2,5% dari nilai impor untuk impor barang selain
kedelai,gandum, dan tepung terigu.
Dikenakan tarif sebesar 0,5% dari nilai impor untuk impor kedelai, gandum dan
tepung terigu.
b. Impor barang dimana importir Non-API dikenakan tarif 7,5% dari nilai impor
4. Untuk transaksi yang berhubungan dengan PT Pertamina serta badan usaha yang
bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas dikenakan
PPh 22 dengan tarif sebagai berikut:
Pemungutan PPh 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada
penyalur atau agen bersifat final. Tetapi, apabila penjualannya bukan kepada penyalur
atau agen maka pemungutan PPh 22 bersifat tidak final.
PPh 22 dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang( delivery
order). Penyetoran PPh tersebut wajib disetorkan ke kas negara melalui kantor pos,
Bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan dengan menggunakan
SSP.
Contoh :
PT Didoy bergerak di bidang industri plastik. Pada tanggal 14 januari 2012 membeli
solar dari PT Pertamina yang akan digunakan untuk pengoperasian mesin pengelohan
plastiknya, dengan rincian sebagai berikut.
Nilai pembelian sebesar Rp 100.000.000 belum termasuk PPN
PPh 22 sebesar 0.3%x Rp 100.000.000= Rp 300.000
PPN sebesar 10%xRp 100.000.000= Rp 10.000.000
Sehingga total penyetorannya adalah Rp 110.300.000
Jurnal yang dibuat oleh PT Didoy adalah sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Debet Kredit
14 jan 2012 Persediaan solar 100.000.00
PPh 22 dibayar dimuka 0
Pajak masukan 300.000
Kas/bank 10.000.000 110.300.000
PT Didoy harus menyetor PPh 22 ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat
tanggal 10 februari 2012.
5. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri dan eksportir yang bergerak dalam
sektor kehutanan, perkebunan,pertanian dan perikanan dikenakan tarif PPh 22 sebesar
0,25% x harga pembelian (tidak termasuk PPN) bahan untuk keperluan industri atau
ekspor dari pedagang pengumpul, PMK-154/PMK.03/2010 (industri plywood, tepung
terigu,eksportir kayu gelondongan, industri ikan kaleng, penghasilan cold storage)
Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya:
a. Mengumpulkan hasil kehutanan,perkebunan,pertanian, dan perikanan, dan
b. Menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan. PPh 22 atas
pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat
pembelian.
Contoh:
PT Doci merupakan pedagang pengumpul hasil perkebunan yang dibudidayakan oleh
masyarakat yang berada di sekitar pabriknya. Pada tanggal 18 oktober 2011 perusahaan
tersebut menjual hasil perkebunan kepada PT Giagia yang merupakan produsen sambal
tomat dengan orientasi ekspor dan telah ditunjuk sebagai pemungut PPh 22 sesuai
dengan SK dari KPP. Nilai penjualan adalah Rp. 500.000.000 belum termasuk PPN.
Atas transaksi tersebut maka diperhitungkan PPN sebesar Rp 50.000.000 dan PPh 22
sebesar 0,25%x Rp 500.000.000= Rp 1.250.000
Jurnal untuk PT Doci adalah:
Pemotong PPh 23 adalah (a) badan pemerintah; (b) subjek pajak dalam negeri; (c)
penyelenggara kegiatan; (d) BUT atau perwakilan perusahaan luar negeri; dan (e) orang
pribadi sebagai WP dalam negeri yang ditunjuk Dirjen Pajak, yaitu akuntan, dokter,
notaris/PPAT kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas serta
OP yang menjalankan usaha dengan menyelenggarakan pembukuan atau pembayaran berupa
sewa.
Pemotongan PPh 23 dilakukan pada saat dibayarkan, disediakan untuk dibayar, atau
telah jatuh tempo. Setelah dilakukan pemotongan PPh 23 maka pemotong pajak harus
menerbitkan bukti pemotongan PPh 23, di mana pemotong memiliki kewajiban untuk
menyetorkan dan melaporkan ke KPP. Penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah bulan dilakukannya pemotongan. Sedangkan pelaporan menggunakan SPT Masa PPh
23/26 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan
pemotongan pajak tersebut.
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan
dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang
tidak ber-NPWP lebih tinggi 100% daripada WP yang ber-NPWP.
Dividen
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2c) jo. PP 19 Tahun
2009 jo. SE-01/PIJ.O3/2009, dividen yang dikenakan pajak adalah dividen yang diterima
oleh WP orang pribadi dalam negeri. Atas penghasilan berupa dividen tersebut dikenakan
pajak yang bersifat final dengan tarif 10% dari penghasilan bruto. PPh final atas dividen ini
dikenakan kepada pihak penerima dividen pada saat menerima dividen dan atas pajak tersebut
pihak penerima dividen tidak dapat mengkreditkan pajak yang telah dibayar pada saat
menghitung PPh Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak.
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3), dividen yang dikecualikan
dari objek PPh 23 adalah dividen yang diterima oleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
BUMN/D dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia, dengan syarat: dividen yang dibagikan berasal dari cadangan saldo laba dan
untuk PT, BUMN/D kepemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
Contoh:
PT Diestri menerima Bukti Pemotongan PPh 23 dari PT Edson. Pemotongan PPh 23 tersebut,
oleh PT Diestri akan diperhitungkan sebagai kredit pajak.
Bunga
Bunga yang dikenakan PPh 23 adalah bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian utang yang merupakan bunga antar pinjaman dari WP
badan ke WP badan, WP badan ke WP orang pribadi atau sebaliknya, serta bunga
obligasi yang tidak dijual pada bursa efek. Tarif PPh 23 atas bunga tersebut adalah 15% dari
penghasilan bruto. Pihak yang menerima penghasilan berupa bunga tersebut dapat
mengkreditkan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas bunga pada saat menghitung PPh
Kurang/Lebih Bayar pada akhir tahun pajak.
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 royalti dapat berupa berikut ini:
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesustraan, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang,
atau bentuk hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak serupa lainnya.
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial, komersial
atau ilmiah.
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial
atau komersial.
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan atau perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada angka 3, yaitu:
a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya yang
disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat OPtik, atau teknologi yang
serupa;
b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan atau dipancarkan melalui satelit, kabel,
serat OPtik, atau teknologi yang serupa;
c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi.
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau
pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.
Atas penghasilan yang berupa royalti tersebut, pihak yang menerima royalti dikenakan
PPh 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas
royalti tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima royalti. Khusus untuk royalti
dari hasil karya sinematografi, perlakuan PPh 23 diatur dalam PER-33/PJ/2009 jo. SE-
58/PJ/2009.
Contoh:
PT Akido menerima penghasilan berupa royalti dari PT Bambi sebesar Rp100.000.000 dan
atas royalti itu PT Akido memungut PPN 10% sebesar Rp10.000.000 dari PT Bambi dengan
membuat faktur pajak. Kemudian, PT Bambi memotong PPh 23 sebesar Rp15.000.000 dari
PT Akido dengan membuat Bukti Pemotongan PPh 23.
Hadiah yang objek pajak yaitu hadiah perlombaan, penghargaan dan prestasi tertentu,
dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan atau pemberian jasa. Tarif PPh 23 atas hadiah
adalah sebesar 15% dari jumlah bruto. PPh 23 ini dikenakan kepada pihak yang menerima
hadiah dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas hadiah ini dapat menjadi kredit pajak
bagi pihak penerima hadiah.
Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima atau
diperoleh orang pribadi dalam negeri dan luar negeri, badan dalam negeri dan luar negeri
dikenakan PPh final sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian (UU PPh Nomor 36 Tahun
2008 Pasal 4 ayat (2) huruf b jo. PP 132 Tahun 2000 jo. Kep-395/PJ./2001 jo. SE-
19/PJ.43/2001). Hadiah yang bukan objek pajak yaitu:
Contoh: Adanya hadiah yang diterima ketika membeli sebuah mobil. Hadiah Pembelian
tersebut tidak termasuk sebagai objek PPh yang harus dipotong PPh, dan atas Pemberian
hadiah tersebut juga bukan merupakan penghasilan bagi yang menerimanya.
Contoh:
Pada tanggal 6 Januari 2012 PT Margaret (memiliki NPWP) memberikan hadiah sebesar
Rp100.000.000 kepada PT Matthew (memiliki NPWP) yang telah mempunyai prestasi dapat
menjualkan produk-produknya. Atas pemberian hadiah tersebut PT Margaret dipungut PPN
sebesar Rp10.000.000 sesuai dengan faktur pajak yang diterima dari pT Matthew dan PT
Matthew dipotong PPh 23 sebesar 15% adalah Rp15.000.000 dengan menerima Bukti
Pemotongan PPh 23.
Sewa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c mulai 1 Januari 2009
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar
2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a),
besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP.
Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan
terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Imbalan jasa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1 ) huruf c, imbalan jasa yang
menjadi objek PPh 23 adalah imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak, selain yang telah
dipotong PPh 21.
Pemotong memotong PPh 23 pada saat pembayaran (saat yang terutang). Pemotong
memberikan Bukti Pemotongan PPh 23 kepada pihak yang dipotong. Untuk pihak yang
dipotong PPh 23 merupakan bukti pengkreditan pajak, kecuali PPh 23 tersebut bersifat final.
Kemudian pemotong menyetorkan PPh 23 secara kolektif per bulan pemotongan dan
disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP atas nama
pemotong PPh 23. Setelah itu pemotong melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh 23
Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dengan menggunakan SPT masa PPh 23.
Contoh:
Pada tanggal 4 Januari 2012, PT Hiphop yang adalah perusahaan yang memberikan
jasa penyelesaian bahan baku menjadi barang jadi yang sesuai dengan spesifikasi pengguna
jasa (jasa maklon) menandatangani kontrak kerja sama maklon dengan PT Gigil di Bogor.
Barang jadi yang sesuai dengan spesifikasi tersebut harus diselesaikan pada tanggal 28
Februari 2012.
Tanggal 6 Januari 2012, PT Gigil membeli dan memberikan bahan baku seharga
Rp50.000.000 untuk diselesaikan menjadi barang jadi sesuai dengan spesifikasinya kepada
PT Hiphop. Selama pengerjaannya, PT Hiphop telah mengeluarkan biaya penggunaan tenaga
kerja sebesar Rp5.000.000 dan overhead pabrik sebesar Rp10.000.000.
Pada akhirnya tanggal 28 Februari 2012, PT Hiphop menerima pembayaran fee dari
PT Gigil sebesar Rp30.000.000 dan PT Gigil menerima barang jadi yang sesuai dengan
spesifikasinya senilai Rp100.000.000.
Tanggal 3 Maret 2012, PT Gigil menjual barang jadi tersebut Rp170.000.000 secara tunai.
Contoh soal :
Jurnal atas transaksi jasa maklon yang dibuat oleh PT Hiphop adalah sebagai berikut
Jurnal atas transaksi jasa maklon yang dibuat oleh PT Gigil adalah sebagai berikut
3. PT Ramli memutuskan untuk menggunakan jasa akuntan dari KAP Rina, Rini dan
Rekan. Atas penggunaan jasa tersebut, PT Ramli membayar fee sebesar Rp20.000.000
(belum termasuk PPN) pada tanggal 8 Juli 2011.
PPh 24 merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat WP
memperoleh penghasilan yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia.
Karena menganut asa World Wide Income, maka UU PPh menentukan bahwa WP dalam
negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang diterimanya, baik di Indonesia maupun
di luar Indonesia. Atas penghasilan tersebut maka WP harus melaporkan dengan cara:
Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan
perhitungan KPLN dari WP dalam tahun yang bersangkutan.
Untuk dividen penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak pada saat
perolehan dividen tersebut.
Mengajukan permohonan KPLN, sesuai dengan KMK-164/KMK.04/2002 dengan
melampirkan:
o Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha di luar
negeri.
o Fotokopi SPT pajak yang disampaikan di luar negeri.
o Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka
WP harus melakukan pembetulan SPT Tahunan dngan melampirkan dokumen-dokumen
yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila akibat pembetulan tersebut terjadi PPh
kurang bayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak dikenakan sanksi bunga sebagaiman
yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007. Namun, apabila
akibat pembetulan tersebut terjadi PPh lebih bayar, maka atas kelebihan pembayaran tersebut
dapat dikembalikan kepada WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 24, pajak yang dibayar atau yang terutang di luar
negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Metode kredit pajak yang demikian
disebut metode pengkreditan terbatas (ordinary credit method).
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut,
b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut.
c. Untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 18 Ayat (2), dilakuakn dalam tahun pajak pada saat
perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan PMK-265/PMK.03/2008,
Kerugian luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung PhKP (Penghasilan
Kena Pajak).
Ketentuan Umum
1. Apabila dalam PhKP terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka PPh
yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan
terhadap PPh yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar
negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu.
Jumlah tertentu dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri
terhadap PhKP dikalikan dengan pajak yang terutang atas PhKP. Paling tinggi
besarnya sama dengan pajak yang terutang atas PhKP, apabila dalam hal ini
PhKP
lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
4. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan
kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
5. PhKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak
tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh Nomor 36
Tahun 2008.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah
kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka
kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dngan PPh yang terutang tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan
tidak dapat dimintakan restitusi.
Contoh:
Dalam tahun pajak 2009, PT Apollo di Jakarta menerima dan memperoleh
penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut.
b. Untuk negara Y =
Rp 3.000 .000 .000
x Rp 1.568 .000 .000 Rp 588.000 .000
Rp 8.000 .000 .000
Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp280.000.000
lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar
negeri yaitu sebesar Rp200.000.000, maka jumlah KPLN yang diperkenankan
adalah sebesar RP140.000.000.
b. PT Joko di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut.
Penghasilan usaha di luar negeri Rp1.000.000.000
Rugi usaha di dalam negeri (Rp200.000.000)
Oleh karena pajak yang dibayar di luar negeri dan batas maksimum KPLN
yang dapat dikreditkan masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang,
maka KPLN yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam penghitungan
PPh adalah sebesar PPh yang terutang, yaitu Rp112.000.000.
4. Dalam hal penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing negara dengan menerapkan cara
penghitungan sebagai berikut.
Contoh:
PT Mosha di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan neto sebagai
berikut.
Penghasilan dalam negeri = Rp2.000.000.000
Penghasilan dari negara X
(dengan tarif pajak 40%) = Rp1.000.000.000
Penghasilan dari negara Y
(dengan tariff pajak 30%) = Rp2.000.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto = Rp5.000.000.000
Apabila penghasilan neto sama dengan PhKP, maka PPh terutang menurut tarif Pasal
17 dan Pasal 31E UU PPh, jumlah PPh terutang sebesar Rp728.000.000.
Batas maksimum KPLN setiap negara adalah sebagai berikut.
a. Untuk negara X =
Rp 1.000 .000 .000
x Rp 728.000 .000 Rp 145.600 .000
Rp 5.000 .000 .000
Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp400.000.000 lebih besar dari batas
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit yang
diperkenankan hanya sebesar Rp145.600.000.
b. Untuk negara Y =
Rp 2.000 .000 .000
x Rp 728.000 .000 Rp 291.200 .000
Rp 5.000 .000 .000
Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp600.000.000 lebih besar dari batas
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit pajak yang
diperkenankan adalah Rp291.200.000.
5. Dalam hal WP memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan atau penghasilan yang
dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4)
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, maka atas penghasilan tersebut bukan merupakan
faktor penambahan penghasilan pada saat menghitung PhKP.
Contoh:
PT Onyx di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan sebagai berikut.
Penghasilan dari negara Z
(dengan tarif pajak 30%) Rp 2.000.000.000
Penghasilan dalam negeri Rp 3.500.000.000
Penghasilan dalam negeri ini
termasuk penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh Rp 500.000.000 (+)
PhKP PT Onyx Rp 5.000.000.000
Sesuai tarif Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh, maka PPh yang terutang sebesar Rp728.000.000
Batas maksimum KPLN adalah:
Rp 2.000 .000 .000
x Rp 728.000 .000 Rp 291.200 .000
Rp 5.000 .000 .000
1M 2M
x Rp 750 x Rp 1
Rp 250.000.000 Rp 500.000.000
ju M
3M 4M
6. PPh harus Rp 500.000.000 6. PPh hrs dibayar Rp 500.000.000
dibayar 7. PPh 25 Rp 300.000.000
7. PPh 25 Rp 300.000.000 8. PPh 29 Rp 200.000.000
8. PPh 29 Rp 200.000.000 9. Masih harus
dibayar NIHIL
2. Dalam hal terjadi koreksi
fiskal di luar negeri berupa koreksi yang menyebabkan penghasilan dan pajak atas
penghasilan terutang di luar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam SPT
Tahunan, sehingga pajak di luar negeri lebih dibayar. Koreksi fiscal di luar negeri
tersebut akan mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil,
sehingga PPh menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapat
dikembalikan ke WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak yang lain.
Contoh:
a.) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp1.000.000.000
b.) Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000
c.) Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi di luar negeri, sebesar
Rp500.000.000
d.) Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri, misalnya, 40%
e.) PPh 25 yang dibayar Rp300.000.000
f.) PPh yang terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah:
Pajak Penghasilan 25
PPh 25 harus dibayarkan atau disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Sedangkan penyampaian SPT masa PPh 25 selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
Konsep Umum
A. PPh 25 Setiap Bulan
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan:
PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta
PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
1. SPT Tahunan PPh Badan Kurang Bayar - masa 12 bulan
Contoh:
PPh yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2011 sebesar
Rp50.000.000.
Penghitungan angsuran PPh 25:
PPh terutang Rp50.000.000
Dikurangi kredit pajak:
PPh 21 yang dipotong pemberi kerja Rp15.000.000
PPh 22 yang dipungut oleh pihak lain Rp10.000.000
PPh 23 yang dipotong oleh pihak lain Rp2.500.000
Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) Rp7.500.000 (+)
Jumlah kredit pajak Rp35.000.000 (-)
PPh dibayar sendiri Rp15.000.000
Besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun
2012 adalah Rp15.000.000 x 1/12 = Rp1.250.000.
Jurnal perusahaan pada saat pembayaran PPh 25 setiap bulannya adalah
sebagai berikut.
Keterangan Debit Kredit
PPh 25 dibayar di muka 1.250.000.000 -
Kas/Bank - 1.250.000.000
Hal-hal Tertentu
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (6) dan Kep-537/PJ/2000 diatur
mengenai penetapan penghitungan besarnya angsuran pajak dalamtahun pajak berjalan dalam
hal-hal tertentu, yaitu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan,
SKP, SK Keberatan, atau putusan banding, sesuai dengan pasal 6 ayat (2) atau
pasal
31A UU PPh.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar perhitungan sebagai
berikut.
PPh 25 =
Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalukompensasi rugi kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun
pajak
Apabila SPT PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil)
maka besarnya PPh 25 adalah nihil.
Contoh :
Penghasilan neto PT Xixi tahun 2009 Rp 120.000.000
Kompensasi kerugian tahun 2008 Rp 150.000.000
Sisa kerugian yang masih dapat di kompensasikan
di tahun 2010 Rp 30.000.000
Apabila pada tahun 2009 PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain sebesar Rp 5.000.000,
maka besarnya angsuran PPh 25 PT Xixi tahun 2010 adalah :
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
yang ditentukan.
a) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan
PPh
Besarnya angsuran PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian
SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan
tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu
dan bersifat sementara. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan tersebut dengan
memperhatikan SPT Tahunan tersebut mengklaim adanya kompensasi kerugian
dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali
tersebut berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Hal
ini
dapat mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
b) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan
PPh.
Besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu peyampaian SPT Tahunan
sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah
sama
dengan besarnya PPh 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan sementara
yang disampaikan WP pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.
Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, maka besarnya PPh 25 dihitung
kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dengan memperhatikan WP
mengklaim adanya kompensasi kerugian dan penghasilan tidak teratur. Besarnya
PPh 25 hasil penghitungan kembali, akan berlaku surut mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan. Hal ini dapat juga mengakibatkan adanya
kurang/lebih bayar.
Contoh :
Pada waktu dilakukan pemeriksaan ditemukan pajak masukan yang tidak dilaporkan dalam
SPT masa PPN
Laporan SPT masa Hasil Pmeriksaan
Pajak Keluaran 10.000.000 15.000.000
Pajak Masukan 8.000.0000 11.000.000
Pajak Yang Kurang Bayar 2.000.000 4.000.000
Dalam hal ini,pajak masukan yang dapat dikreditkan bukan sebesar 11.000.000 tetapi tetap
sebesar 8.000.000 sesuai dengan yang dilaporkan dalam SPT masa.
Dengan demikian,perhitungan hasil pemeriksaan:
Pajak keluaran = 15.000.000
Pajak masukan = 8.000.000
Kurang bayar menurut hasil pemeriksaan = 7.000.000
Kurang bayar menurut SPT = 2.000.000
Masih Kurang Dibayar = 5.000.000
Pengecualian :
Apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan BKP atau JKP yang telah
dibukukan atau dicatat dalam pembukuan PKP namun FPnya belum atau terlambat diterima
(pajak masukan belum dapat dikreditkan) sehingga belum dapat dilaporkan dalam SPT
masa PPN maka pajak masukan tersebut tetap dapat dikreditkan pada masa diterimanya FP
tersebut.
Pajak yang lebih Dibayar tersebut dikompensasikan pada masa pajak Juni 2012
Masa pajak Juni 2012:
Pajak Keluaran = 3.000.000
Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan = 2.000.000
Pajak yang Kurang Bayar = 1.000.000
Pajak yang lebih bayar dari masa pajak Mei 2012 yang
dikompensasikan ke bulan Juni 2012 = 2.500.000
pajak yang Lebih Dibayar Juni 2012 = 1.500.000
pajak yang Lebih bayar tersebut dikompensasikan ke masa pajak Juli 2012
Kesimpulan
1. Beban dibayar dimuka memiliki 2 pencatatan yaitu pendekatan harta dan pendekatan
beban.
2. Penghasilan yang diterima / diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah
atau bangunan berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
,perkantoran, rumah kantor, gudang dan industry dikenakan PPH Final yaitu pph pasal 4
ayat 2 dengan tariff 10% dari junmlah nilai bruto.
3. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh pasal 4
ayat 2 di kenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto.
4. Pemungutan PPh 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan
kegiatan dibidang impor/ kegiatan usahan dibidang lain dikenakan berdasarkan UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008 dimana yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% dari pada
tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak ber-NPWP.
5. Pajak penghasilan 23 adalah pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan WP dalam
negri BUT yang berasal dari penghasilan harta/modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21.
6. Pajak penghasilan 24 merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat WP
memperoleh penghasilan yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di
Indonesia.
7. PPN masukan terjadi apabila membeli BKP atau menerima JKP dari PKP juga
membayar pajak yang terutang, sedangkan PPN Keluaran terjadi pada saat menjual
barang atau jasa. Jika pajak masukan yang jumlahnya lebih besar dari pada pajak
keluaran maka kelebihan pembayaran pajak masukan dikompensasikan dengan utang
pajak dalam masa pajak berikutnya atau diminta kembali namun jika pajak keluaran
lebih besar dari pajak masukanya maka kekuranganya dibayarkan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa PPN
disampaikan.