1. Rizka Anindita
2. Noni Marliyana ( 2002030120 )
3. Monalisa dinda ( 2002030132 )
4. Sri Rahmadita (2219010079)
Pada tanggal 31 desember 2011 dilakukan penyesuaian atas beban dibayar dimuka
yang telah berjalan 1 bulan . jurnal penyesuaian untuk tanggal 31 desmber
31desember 2011 adalah sebagai berikut :
Tanggal Keterangan Debit kredit
31-Des-2011 Beban 1.000.000 -
Beban dibayar dimuka - 1.000.000
Ayat jurnal penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar laba rugi
Tanggal Keterangan Debit kredit
31-Des-2011 Ikhtisar laba rugi 1.000.000 -
Beban - 1.000.000
Pada tanggal 31 desember 2011 dilakukan penyesuaian atas beban yang telah
berjalan 1 bulan . jurnal penyesuaian untuk tanggal 31 desember 2011 adalah
sebagai berikut :
Tanggal Keterangan Debit kredit
31-Des-2011 Beban dibayar dimuka 23.000.000 -
Beban - 23.000.000
Ayat jurnal penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar laba rugi.
Tanggal Keterangan Debit kredit
31-Des-2011 Ikhtisar laba rugi 1.000.000 -
Beban - 1.000.000
Apabila PT Cici bukan PKP maka PPN Masukan tidak dapat dikreditkan dan
dicatat termasuk sebagai harga perolehan dari sewa angkutan darat dibayar di
muka. Sedangkan, apabila PT Dion bukan PKP, maka PT Dion tidak diperkenankan
memungut PPN.
2. Sewa atas Aset Tetap Lainnya
Sesuai PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan
penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh,
atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta,
selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak
atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan
PPh yang bersifat final, maka akan dipotong PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan
penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar. Dan besarnya perkiraan
penghasilan netonya adalah 30%. Jadi, tarif efektifnya adalah sebesar 4.5% (15% x
30%) x jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Contoh:
Pada tanggal 18 Oktober 2008 PT laya menyewa kapal tanpa awaknya da
Rp100 000 000. PPh yang dipotong oleh PT Samudera adalah sebesar 15% x 30%
PT Samudera untuk mengganti kapalnya yang sedang diperbaiki dengan
Rp100.000.000 - Rp1.500.000 = Rp. 4.500.000
Jurnal untuk PT Jaya.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-okt-08 Sewa dibayar dimuka 100.000.000 -
PPN Masukan 10.000.000 -
Utang PPh 23 - 4.500.000
Kas / Bank - 105.500.000
Jurnal untuk PT Samudera
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-okt-08 Kas / bank 105.500.000 -
PPh 23 dibayar dimuka 4.500.000 -
PPN Keluaran - 10.000.000
Pendapatan sewa - 100.000.000
Pajak Penghasilan 22
Badan Pemungut Pajak Penghasilan 22
Sesuai PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 tentang Pemungutan PPh 22
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang
impor/kegiatan usaha di bidang lain, adalah sebagai berikut.
a. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang.
b. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
Pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi/Lembaga
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang.
c. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme
Uang Persediaan (UP).
d. KPA/pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang dibeli delegasi oleh KPA,
untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
Pembayaran Langsung (LS).
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, kertas, baja,
dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP, atas penjualan hasil produksi di dalam
negeri.
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, atas penjualan
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala KPP, atas pembelian bahan-
bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Nilai impor dikurskan menggunakan kurs KMK, apabila nilai impor dalam
mata uang asing.
c) Hasil lelang atas barang yang tidak dikuasai dan dilakukan pelelangan oleh
Dirjen Kekayaan dan Lelang Negara dan/atau DJBC. Pemenang lelang yang beli
barang dari hasil lelang DJBC, maka dikenakan 7,5% dari harga jual lelang.
d) Pungutan PPh 22 merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat
diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan
(tidak final).
e) PPh 22, PPN dan PPnBM harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran
Bea Masuk dan dalam hal apabila Bea Masuk ditunda atau dibebaskan,
maka pajak-pajak di atas harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
f) PPh 22, PPN dan PPBM ini disetor ke kas negara melalui Kantor Pos, brank
lambatnya 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak tersebut, atau le
devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan oleh DJBC selamba
importir yang bersangkutan dengan menggunakan formulir Surat Setoras,
Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) yang berlaku sebag
Bukti Pemungutan Pajak.
g) PPh 22, PPN dan PPnBM wajib dilaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan SPT masa ke KPP dengan batas pelaporan paling lama pada
hari kerja terakhir minggu berikutnya.
2. Berdasarkan PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 untuk transaks
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah dikenakan PPh 22 sebesar 1,5% dan
dengan pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000 dan tidak
pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajak
harga pembelian (belum termasuk PPN). Pungutan PPh 22 merupakan pembayaran
yang bersangkutan (tidak final).
PPh 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak teutang dan dipungut
pada saat pembayaran. PPh 22 tersebut wajib disetor oleh pemungut ke kas negara
melalu Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan menggunakan SSP yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani
oleh pemungut pajak, pada hari yang sama saat memungut pajak tersebut.
Penyetoran PPh 22 dengan menggunakan formulir SSP yang berlaku sebagai Bukti
Pemungutan Pajak. PPh 22 wajib dilaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan SPT masa ke KPP dalam batas waktu paling lambat 14 hari setelah
masa pajak berakhir.
Contoh:
Pada tanggal 21 April 2012 Pemda DKI Jakarta membeli komputer secara tunai
di PT XYZ dengan harga Rp220.000.000 (sudah termasuk PPN). Atas pembelian
tersebut, Bendahara Pemda DKI Jakarta memungut PPN dan PPh 22 seperti
berikut: PPN sebesar Rp220.000.000 x (10/110) = Rp20.000.000 dan PPh 22
sebesar Rp220.000.000x (100/110) x 1,5% = Rp3.000.000. Jurnal untuk PT XYZ
adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
21-Apr-12 Kas / Bank 217.000.000 -
PPh 22 dibayar dimuka 3.000.000 -
Penjualan - 200.000.000
PPN pemungut - 20.000.000
7-Mei-12 PPN pemungut 20.000.000 -
Kas / Bank - 20.000.000
Bendahara Pemda DKI Jakarta wajib menyetorkan PPh 22 yang dipungut ke Bank
Persepsi paling lambat pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
dengan menggunakan SSP yang ditandatangani oleh Bendahara Pemda, tetapi
nama dan NPWP yang ditulis adalah atas nama PT XYZ. SSP lembar ke-1 sebagai
bukti pungut bagi PT XYZ, sedangkan lembar ke-5 sebagai arsip pemungut.
Pemungutan PPh 22 tersebut dalam satu masa pajak dilaporkan dalam SPT masa
bendahara paling lambat tanggal 14 Mei 2012.
Akun PPN Pemungut dapat dimunculkan ataupun tidak, tergantung pada
100 kebijakan WP. Apabila akun tersebut dimunculkan maka pada saat penyetoran
tanggal 7 Mei 2012, maka akun tersebut di-offset pada akun kas/bank. Namun, akun
PPN Pemungut bisa saja tidak dimunculkan dengan cara jumlah akun kas/bank
dicatat sebesar nilai netonya. Sedangkan batas pelaporannya adalah 14 hari setelah
masa pajak berakhir, yaitu paling lambat tanggal 14 Mei 2012.
3. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri tertentu (PMK-154/
PMK.03/2010) yang terdiri atas berikut ini.
-Industri semen dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,25% dari harga jual.
-Industri kertas dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,10% dari harga jual.
-Industri baja dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,30% dari harga jual.
Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja adalah industri
baja yang merupakan industri hulu, di mana mengolah atau memproses lebih
lanjut sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk antara dan/
atau produk hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan produksi
secara terintegrasi maka PPh 22 dipungut atas penjualan produk hulu, produk
antara, dan produk hilir (PER-15/PJ/2011).
-Industri otomotif dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,45% dari harga jual;
(termasuk juga WP importir kendaraan dalam keadaan CBU yang dijual
di dalam negeri, dengan tujuan memberikan perlakuan yang sama dengan
industri otomotif dalam negeri). Badan usaha yang bergerak di bidang usaha
industri otomotif adalah badan usaha industri otomotif, termasuk Agen
Tunggal Pemegang Merek (APTM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor (PER-15/PJ/2011).
PPh 22 terutang dan dipungut pada saat penjualan. Penyetoran PPh tersebut
wajib disetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya dan pelaporan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari. Pemungut pajak wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan PPh 22 dalam rangkap 3 yaitu: (a) lembar ke-1
untuk WP; (b) lembar ke-2 sebagai lampiran laporan bulanan kepada KPP yang
dilampirkan pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3 sebagai arsip pemungut
pajak yang bersangkutan. PPh 22 wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan SPT masa ke KPP.
Menurut PER-15/PJ/2011 apabila terjadi pengembalian barang hasil
produksi yang dibeli dari badan usaha sebagai pemungut PPh 22 setelah masa
pajak terjadinya penjualan, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan
nota retur kepada pemungut PPh 22. Nota retur harus dibuat dalam masa
pajak terjadinya pengembalian barang hasil produksi. Nota retur paling sedikit
dibuat rangkap 3 yaitu: (a) lembar ke-1 untuk pemungut pajak; (b) lembar ke-2
sebagai lampiran pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3 sebagai untuk WP
pembeli.
Contoh:
- Pada tanggal 27 Juni 2012 PT Atik, salah satu pabrikasi semen, menjual
PPN. Atas pembelian tersebut diperhitungkan: PPN 10% sebesar Rp50.000.000 dan
produksinya kepada PT Ria dengan nilai sebesar Rp500.000.000 belum termasuk
PPh 22 sebesar 0,25% x Rp500.000.000 = Rp1.250.000.
Transaksi ini dicatat oleh PT Ria adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
27 Juni 2012 Persediaan semen 500.000.000 -
Pajak masukan 50.000.000 -
PPh 22 dibayar dimuka 1.250.000 -
Kas / Bank - 551.250.000
Pemungutan PPh 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada
penyalur atau agen bersifat final. Tetapi, apabila penjualannya bukan kepada
penyalur atau agen maka pemungutan PPh 22 bersifat tidak final (PMK-154/
PMK.03/2010 jo. SE-92/PJ/2010).
PPh 22 dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang
(Delivery Order-DO). Penyetoran PPh tersebut wajib disetorkan ke kas negara
melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan menggunakan SSP. Penyetoran PPh 22 tersebut 10 hari berikutnya setelah
masa pajak berakhir. Dan PPh 22 harus dilaporkan paling lambat 20 hari setelah
masa pajak berakhir dengan menggunakan SPT masa ke KPP.
Pemungut pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh 22 dalam rangkap
3 yaitu: (a) lembar ke-1 untuk WP; (b) lembar ke-2 sebagai lampiran laporan bulanan
kepada KPP yang dilampirkan pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3 sebagai
arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Contoh:
PT Didoy bergerak di bidang industri plastik. Pada tanggal 14 Januari 2012
membeli solar dari PT Pertamina yang akan digunakan untuk pengoperasian mesin
pengolahan plastiknya, dengan rincian sebagai berikut.
Nilai pembelian sebesar Rp100.000.000 belum termasuk PPN. PPh 22 sebesar
0,3% x Rp100.000.000 = Rp300.000 dan PPN sebesar 10% x Rp100.000.000
Rp10.000.000 sehingga total penyetorannya adalah Rp110.300.000.
Jurnal yang dibuat oleh PT Didoy adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
14-Jan-12 Persediaan solar 100.000.000 -
PPh 22 dibayar dimuka 300.000 -
Pajak masukan 10.000.000 -
Kas / Bank - 110.300.000
PT Didoy harus menyetor PPh 22 ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat
tanggal 10 Februari 2012.
5. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dikenakan tarif PPh
22 sebesar 0,25% × harga pembelian (tidak termasuk PPN) bahan untuk keperluan
industri atau ekspor dari pedagang pengumpul, PMK-154/PMK.03/2010
plywood, tepung tapioka, eksportir kayu gelondongan, industri ikan penghasilan cold
storage).
Pedagang pengumpulan adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya
(a) mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan; dan
(b) menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan. PPh 22 atas
pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada
saat pembelian.
Penyetoran PPh tersebut wajib disetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos,
SSP, di mana penyetoran PPh 22 yang dipungut pada saat pembelian, adalah paling
Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Sedangkan pelaporan PPh 22 paling lambat 20 hari setelah masa pajak
berakhir rangkap 3 Pemungut pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh 22
dalam kepada KPP yang dilampirkan pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3
sebagai yaitu: (a) lembar ke-1 untuk WP; (b) lembar ke-2 sebagai lampiran laporan
bulanan arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Contoh:
PT Doci merupakan pedagang pengumpul hasil perkebunan yang dibudidayakan
oleh masyarakat yang berada di sekitar pabriknya. Pada tanggal 18 Oktober 2011
perusahaan tersebut menjual hasil perkebunan kepada PT Giagia yang merupakan
produsen sambal tomat dengan orientasi ekspor dan telah ditunjuk sebagai
pemungut PPh 22 sesuai dengan SK dari KPP. Nilai penjualan adalah
Rp500.000.000 belum termasuk PPN.
Atas transaksi tersebut maka diperhitungkan PPN sebesar Rp50.000.000 dan
PPh 22 sebesar 0,25% x Rp500.000.000 = Rp1.250.000
Jurnal untuk PT Doci adalah:
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-Okt-12 Kas / bank 548.750.000 -
PPh 22 dibayar dimuka 1.250.000 -
Pajak Keluaran - 50.000.000
Penjualan hasil perkebunan - 500.000.000
Atas pembelian tersebut PT Giagia harus memungut PPh 22 pada saat penjualan.
6. Berdasarkan PMK-253/PMK.03/2008
jo. SE-13/PJ/2009 untuk transaksi penjualan
barang yang tergolong sangat mewah dikenakan PPh 22 sebesar 5% dari harga jual
tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Barang yang tergolong sangat mewah meliputi: gps
a.Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20 miliar.
b.Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10 miliar.
c.Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500m².
d.Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan/atau luas bangunan lebih dari
400m².
e.Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5 miliar dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
PPh 22 dipungut pemungut pajak pada saat melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah. Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran
PPh dalam tahun berjalan bagi WP yang melakukan pembelian barang tersebut.
PPh 22 disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan
SSP dan dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan
menggunakan SPT masa.
b. Bunga
Bunga yang dikenakan PPh 23 adalah bunga termasuk premium, diskonto, dan
imbalan karena jaminan pengembalian utang yang merupakan bunga antar
pinjaman dari WP badan ke WP badan, WP badan ke WP orang pribadi atau
sebaliknya, serta bunga obligasi yang tidak dijual pada bursa efek. Tarif PPh 23 atas
bunga tersebut adalah 15% dari penghasilan bruto. Pihak yang menerima
penghasilan berupa bunga tersebut dapat mengkreditkan pajak yang dibayar di
muka PPh 23 atas bunga pada saat menghitung PPh Kurang/Lebih Bayar pada
akhir tahun pajak.
Contoh:
PT Akido menerima penghasilan berupa royalti dari PT Bambi sebesar
Rp100.000.000 dan atas royalti itu PT Akido memungut PPN 10% sebesar
Rp10.000.000 dari PT Bambi dengan membuat faktur pajak. Kemudian, PT Bambi
memotong PPh 23 sebesar Rp15.000.000 dari PT Akido dengan membuat Bukti
Pemotongan PPh 23. Atas transaksi tersebut dicatat oleh PT Akido adalah sebagai
berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-Okt-11 Kas / Bank 95.000.00 -
PPh 23 dibayar dimuka 15.000.000 -
Pajak keluaran - 10.000.000
Pendapatan royalti - 100.000.000
Jurnal atas transaksi jasa Maklon yang dibuat oleh PT . Gigil adalah sebagai
berikut .
Tanggal Keterangan Debit Kredit
4 Jan 2012 Tidak ada jurnal
6 Jan 2012 Persediaan bahan baku 50.000.000 -
Pajak masukan 5.000.000 -
Kas / bank - 55.000.000
Tidak ada jurnal hanya
gudang melakukan pencatatan
dengan menggunakan bukti
barang keluar.
Jan -Feb-2012 Tidak ada jurnal
28 Feb 2012 Beban Maklon 32.400.000 -
Pajak masukan 600.000 -
Utang PPh 23 - 600.000
Kas / bank - 32.400.000
Persediaan barang jadi 100.000.000 -
Ikhtisar L/R - 100.000.000
Ikhtisar L/R 50.000.000 -
Persediaan bahan baku - 50.000.000
3 Mar 2012 Kas /Bank 187.000.000 -
Penjualan - 170.000.000
Pajak keluaran - 17.000.000
Harga pokok penjualan 100.000.000 -
Persediaan barang jadi - 100.000.000
PPh 23 yang dibayar di muka dapat dijadikan kredit pajak oleh KAP Rina, Rini
dan Rekan dengan melampirkan Bukti Pemotongan PPh 23 yang dibuat oleh PT
Ramli.
Bukan Objek Pajak Penghasilan 23
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4), pemotongan PPh 23
tidak dilakukan atas:
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang
sehubungan dengan SGU dengan hak opsi
(capital lease);
c. dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4
ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2c);
d. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
e. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya (PP 15 Tahun
2009); dan
f. bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman dan/atau
pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis
Syariah (PMK-251/PMK.03/2008).
Pajak Penghasilan 24
PPh 24 merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat WP
memperoleh penghasilan yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di
Indonesia (Kredit Pajak Luar Negeri-KPLN).
Karena menganut asas World Wide Income, maka UU PPh menentukan
bahwa WP dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang diterimanya,
baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Atas penghasilan tersebut maka WP
harus melaporkan dengan cara:
▸ Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan
penghitungan KPLN dari WP dalam tahun yang bersangkutan. Untuk dividen
penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak pada saat
perolehan dividen tersebut.
▸ Mengajukan permohonan KPLN, sesuai dengan KMK-164/KMK.04/2002 dengan
melampirkan:
-Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha di lua-
negeri.
-Fotokopi SPT pajak yang disampaikan di luar negeri.
-Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar
maka WP harus melakukan pembetulan SPT Tahunan dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila akibat
pembetulan tersebut terjadi PPh kurang bayar, maka atas kekurangan bayar
tersebut tidak dikenakan sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(2) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007. Namun, apabila akibat pembetulan tersebut
terjadi PPh lebih bayar, maka kelebihan pembayaran tersebut dapat dikembalikan
kepada WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 24, pajak yang dibayar atau yang terutang di
luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak
melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Metode kredit
pajak demikian disebut metode pengkreditan terbatas (ordinary credit method).
Saat Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut.
a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut.
b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut.
c. Untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor
36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (2), dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan
dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan PMK-256/PMK.03/2008.
Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung
PhKP.
Ketentuan Umum
1. Apabila dalam PhKP terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat
dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar
negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Jumlah tertentu
dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap PhKP
dikalikan dengan pajak yang terutang atas PhKP. Paling tinggi besarnya sama
dengan pajak yang terutang atas PhKP, apabila dalam hal ini PhKP lebih kecil dari
penghasilan luar negeri.
4. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
5. PhKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang dikenakan
pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah
kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang
tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang
penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.
Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)
A. Penghitungan KPLN dilakukan sebagai berikut.
1. PPh dikenakan atas PhKP yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang
diterima dan diperoleh oleh WP, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam
negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghitung PPh, seluruh penghasilan
tersebut digabungkan dalam tahun pajak diperoleh atau diterimanya penghasilan,
atau dalam tahun pajak sesuai dengan PMK-256/PMK.03/2008 untuk penghasilan
berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh.
Contoh:
Dalam tahun pajak 2009, PT Apollo di Jakarta menerima dan memperoleh
penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut.
a. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp800.000.000.
b.Dividen atas pemilikan saham pada "Xace Ltd.?" di Australia sebesar
Rp200.000.000, yaitu berasal dari keuntungan tahun 2006 yang ditetapkan
dalam rapat pemegang saham tahun 2008 dan baru dibayar dalam tahun
2009.
c.Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pada "Yin Corporation" di
Hongkong, yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar
Rp 75.000.000, yaitu berasal dari keuntungan saham 2007 yang berdasarkan
PMK ditetapkan diperoleh tahun 2009 sebesar Rp75.000.000 yaitu berasal
dari keuntungan saham 2007 yang berdasarkan PMK ditetapkan diperoleh
pada tahun 2009.
d.Bunga kwartal IV tahun 2009 sebesar Rp100.000.000 dari "Zin Bad Bhd"
di Kuala Lumpur yang baru akan diterima bulan Juli 2010.
B. Untuk negara Y=
Rp.3.000.000.000 X rP. 1.568.000.000=Rp. 588.000.000
Rp.8.000.000.000
4.Dalam hal penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, maka
jumlah maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing negara dengan
menerapkan cara penghitungan sebagai berikut.
Contoh:
PT Mosha di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan neto sebagai
-Penghasilan dalam negeri =Rp. 2.000.000.000
-Penghasilan dari negara X
(dengan tarif pajak 40%) =Rp. 1.000.000.000
-Penghasilan dari negara Y
(dengan tarif pajak 30%) =Rp. 2.000.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto =Rp.5.00.000.000
Apabila penghasilan neto sama dengan PhKP, maka PPh terutang menurut tarif
Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh, jumlah PPh terutang sebesar Rp728.000.000.
Batas maksimum KPLN setiap negara adalah sebagai berikut
a. Untuk negara X =
Rp. 1.000.000.000 X Rp. 728.000.000 = Rp. 145.600.000
Rp.5.000.000.000
Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp400.000.000 lebih besar dari
batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit
yang diperkenankan hanya sebesar Rp145.600.000.
b. Untuk negara Y =
Rp2.000.000.000 x Rp. 728.000.000 = Rp.291.200.000
Rp5.000.000.000
Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp600.000.000 lebih besar dari
batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit
pajak yang diperkenankan adalah Rp291.200.000.
5.Dalam hal WP memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat
final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang
dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat
(4) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, maka atas penghasilan tersebut bukan
merupakan faktor penambahan penghasilan pada saat menghitung PhKP.
Contoh:
PT Onyx di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan sebagai
berikut.
Penghasilan dari negara Z
(dengan tarif pajak 30%) Rp. 2.000.000.000
Penghasilan dalam negeri Rp. 3.500.000.000
Penghasilan dalam negeri ini
termasuk penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh Rp. 500.000.000
PhKP PT Onyx Rp. 5.000.000.000
Sesuai tarif Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh, maka PPh yang terutang sebesar
Rp728.000.000
Batas maksimum KPLN adalah:
Rp2.000.000.000 x Rp728.000.000 = Rp291.200.000
Rp5.000.000.000
x Rp728.000.000 = Rp291.200.000
Pajak yang terutang di negara Z sebesar Rp600.000.000, namun maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan sebesar Rp291.200.000.
B. Pembetulan SPT Tahunan karena perubahan penghasilan dari luar negeri,
dilakukan sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang menyebabkan adanya
tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang
di luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan dan pajak
di luar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan PPh di Indonesia
juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan
sendiri oleh WP melalui pembetulan SPT, maka bunga yang terutang atas pajak
yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih.
Contoh:
a.) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp1.000.000.000.
b.) Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000.
c.)Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi di luar negeri, sebesar
Rp2.000.000.000.
d.) Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri, misalnya, 40%.
e.) PPh 25 yang dibayar Rp300.000.000.
f.) PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah
sebagai berikut.
SPT SPT PEMBETULAN
1. Penghasilan LN Rp. 1.000.000.000 1.Penghasilan LN Rp. 2.000.000.000
2. Penghasilan DN Rp. 2.000.000.000 2. Penghasilan DN Rp. 2.000.000.000
3. PhKP Rp.3.000.000.000 3. PhKP Rp.4.000.000.000
4. PPh Terutang Rp.750.000.000 4. PPh Terutang Rp.1.000.000.000
5. KPLN: 5. KPLN:
1 M x Rp.750 jt Rp. 250.000.000 2 M x Rp.1 M Rp. 500.000.000
3M 4M
6. PPh harus dibayar Rp.500.000.000 6. PPh harus dibayar Rp.500.000.000
7. PPh 24 Rp.300.000.000 7. PPh 24 Rp.300.000.000
8. PPh 29 Rp. 200.000.000 8. PPh 29 Rp. 200.000.000
9. Masih harus dibayar NIHIL
2.Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang
menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang, di lu
negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehing
akan mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil,
pajak di luar negeri lebih dibayar. Koreksi fiskal di luar negeri tersebut
sehingga PPh menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapa
dikembalikan ke WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak.
Contoh:
a.) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp1.000.000.000.
b.) Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000.
c.) Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi di luar negeri, sebesar
lain. Rp500.000.000.
d.) Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri, misalnya, 40%,
e.) PPh 25 yang dibayar Rp300.000.000.
f.) PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah
SPT SPT PEMBETULAN
1.Penghasilan LN Rp. 1.000.000.000 1.Penghasilan LN Rp. 500.000.000
2.Penghasilan DN Rp. 2.000.000.000 2. Penghasilan DN Rp. 2.000.000.000
3. PhKP Rp.3.000.000.000 3. PhKP Rp.2.500.000.00
4. PPh Terutang Rp.750.000.000 4. PPh Terutang Rp.625.000.000
5. KPLN: 5. KPLN:
1 M x Rp.750 jt Rp. 250.000.000 500 Jt x Rp.625 Jt Rp. 200.000.000
3M 2,5 M
6.PPh harus dibayar Rp.500.000.000 6. harus dibayar di Rp.425.000.000
7.PPh 24 Rp.300.000.000 indonesia
8. PPh 29 Rp. 200.000.000 7.PPh 25 Rp.300.000.000
8.Kurang Bayar Rp. 125.000.000
9.PPh 29 telah bayar Rp. 200.000.000
10. lebih bayar Rp.75.000.000
Pajak Penghasilan 25
PPh 25 adalah pembayaran angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh WP yang bersangkutan untuk setiap bulan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. PPh 25 harus dibayarkan
atau disetorkan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir. Sedangkan untuk penyampaian SPT masa PPh 25 selambat-lambatnya 20
hari setelah masa pajak berakhir.
Konsep Umum
A. PPh 25 Setiap Bulan
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
- PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta
PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
-PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
1. SPT Tahunan PPh Badan Kurang Bayar-masa 12 bulan
Contoh:
PPh yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2011 sebesar
Rp50.000.000.
Penghitungan angsuran PPh 25:
PPh terutang Rp. 50.000.000
Dikurangi kredit pajak:
PPh 21 yang dipotong pemberi kerja Rp. 15.000.000
PPh 22 yang dipungut oleh pihak lain Rp. 10.000.000
PPh 23 yang dipotong oleh pihak lain Rp. 2.500.000
Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) Rp. 7.500.000 (+)
Jumlah kredit pajak Rp. 35.000.000(-)
PPh dibayar sendiri Rp. 15.000.000
Besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun
2012 adalah Rp15.000.000 x 1/12 = Rp1.250.000.
Jurnal perusahaan pada saat pembayaran PPh 25 setiap bulannya adalah
sebagai berikut.
Keterangan Debit Kredit
PPh 25 dibayar dimuka 1.250.000 -
Kas /Bank - 1.250.000
2. SPT Tahunan Badan Kurang Bayar-masa 6 bulan
Apabila PPh pada contoh butir 1 di atas berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 6 bulan
dalam tahun 2011, maka besarnya angsuran PPh 25 bulanan yang harus
dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2012 adalah sebesar Rp15.000.000 x
1/6 = Rp2.500.000.
3.SPT Tahunan Badan Lebih Bayar
Contoh:
Penghitungan PPh tahun 2010 PT Cahaya adalah sebagai berikut.
Penghasilan neto Rp. 250.000.000
PPh terutang Rp. 57.500.000
Kredit pajak: PPh 22 Rp. 9.500.000
PPh 23 Rp 22.500.000
PPh 25 Rp. 30.000.000
PPh dibayar sendiri (Rp. 4.500.000 )
Maka perhitungan angsuran PPh 25 untuk tahun 2011 adalah
PPh teutang =Rp. 57.500.000
Kredit Pajak: PPh 22 Rp. 9.500.000
PPh 23 Rp. 22.500.000 Rp. 32.000.000
PPh dibayar sendiri = Rp. 25.500.000
Angsuran PPh 25 tahun 2011 adalah Rp25.500.000 x 1/12 = Rp2.125.000.
B. PPh 25 sebelum penyampaian SPT Tahunan
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan
sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, samadengan besarnya
angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Contoh:
1.Apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh WP pada bulan Februari 2012,
maka besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar WP untuk bulan Januari
2012 adalah sebesar angsuran PPh 25 bulan Desember 2011, misalnya sebesar
Rp1.000.000.
2. Apabila dalam contoh 1 di atas dalam bulan September 2011 diterbitkan
keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran PPh
25 sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2011 menjadi nihil, maka
besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar WP setiap bulan untuk bulan
Januari 2012 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2011, yaitu nihil.
C. Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu.
maka besarnya angsuran PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan
berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.
Contoh:
Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 yang disampaikan WP dalam
bulan Februari 2012, perhitungan besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar
adalah sebesar Rp1.250.000. Dalam bulan Juni 2012 telah diterbitkan SKP tahun
pajak 2011 yang menghasilkan besarnya angsuran PPh 25 setiap bulan sebesar
Rp2.000.000. Berdasarkan Pasal 25 ayat (4), maka besarnya angsuran PPh 25
mulai bulan Juli 2012 adalah Rp2.000.000. Penetapan besarnya angsuran PPh 25
berdasarkan SKP tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran PPh
25 sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.
Hal-hal Tertentu
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (6) dan Kep-537/PJ/2000
diatur mengenai penetapan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun
pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT
Tahunan,
SKP, SK Keberatan, atau putusan banding, sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) atau
Pasal 31A UU PPh.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar perhitungan
sebagai berikut.
PPh 25=Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalu kompensasi rugi)- kreditpajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Apabila SPT PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi ( lebih bayar atau nihil )
maka besarnya PPh 25 adalah nihil.
Pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil)
Contoh:
Penghasilan neto PT Xixi tahun 2009 Rp. 120.000.000
Kompensasi kerugian tahun 2008 Rp. 150.000.000
SIsa kerugian yang masih dapat dikompensasikar
di tahun 2010 Rp 30.000.000
Penghitungan PPh 25 tahun 2010 adalah:
Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan PPh 25 adalah Rp120.000.000
Rp30.000.000 = Rp90.000.000.
PPh terutang tahun 2009, berdasarkan asumsi: pendapatan PT Xixi dalam tahun
Pyk 009 kurang dari Rp4.800.000.000 adalah 28% x 50% x Rp90.000.000
Rp12.600.000.
apabila pada tahun 2009 PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain sebesa
p.000.000, maka besarrnya angsuran PPh 25 PT Xixi tahun 2010 adalah 1/12
(Rp12.600.000 Rp5.000.000) = Rp630.000.
2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur
penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperolen
Secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang
bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan/atau modal,
kecual penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final. Tidak termasuk
dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang atau piutang
dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain)
sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta
penghasian lainnya yang bersifat insidentil.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar sebagai berikut:
Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalu - Penghasilan
PPh 25 = Tidak Teratur) - kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Contoh:
Penghasilan teratur WP Asih dari usaha dagang dalam tahun 2009 sebesar
Rp48.000.000 dan penghasilan tidak teratur dari mengontrakkan rumah selama 3
tahun yang dibayar sekaligus pada tahun 2009 sebesar Rp72.000.000. Mengingat
penghasilan yang tidak teratur tersebut sekaligus diterima pada tahun 2009, maka
penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan PPh 25 dari WP Asih pada
tahun 2010 adalah hanya dari penghasilan teratur tersebut.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan.
a) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian Tahunan PPh.
SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan
Besarnya angsuran PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian
lalu dan bersifat sementara. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh
tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 bulan terakhir tahun pajak y
maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut
dengan memperhatikan SPT Tahunan tersebut mengklaim adanya kompensasi
kerugian dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil perhitungan
kembali tersebut berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT
Tahunan. Hal ini dapat mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
b) WP diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh.
Besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT
Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan
tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 yang dihitung berdasarkan
SPT Tahunan sementara yang disampaikan WP pada saat mengajukan
permohonan izin perpanjangan. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan
PPh, maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan
tersebut dengan memperhatikan WP mengklaim adanya kompensasi kerugian
dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali
akan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Hal
ini dapat juga mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan pada masa pajak juni 2012.
Masa pajak juni 2012:
- pajak keluaran =Rp.3.000.000
- pajak masukan yang dapat dikreditkan =Rp.2.000.000(-)
Pajak yang kurang dibayar =Rp.1.000.000
Pajak yang anglebih dibayar dari masa pajak mei 2012 yang dikompensasikan ke
bulan juni 2012 =Rp.2.500.000(-)
Pajak yang lebih dibayar juni 2012 =Rp.1.500.000
Pajak yang leboh bayar tersebut dikompensasikan ke masa pajak juli 2012