Anda di halaman 1dari 36

KELOMPOK 3:

1. Rizka Anindita
2. Noni Marliyana ( 2002030120 )
3. Monalisa dinda ( 2002030132 )
4. Sri Rahmadita (2219010079)

BEBAN DIBAYAR DI MUKA

DEFINISI BEBAN DIBAYAR DI MUKA


Menurut Wild dan Kwok (2011: 118), beban dibayar di muka adalah pos-pos (items)
yang pada awalnya dicatat sebagai harta tetapi diharapkan menjadi beban di
kemudian hari setelah melampaui kegiatan normal perusahaan. Beban dibayar di
muka biasanya dikelompokkan ke dalam aset lancar. Beban dibayar di muka ini
dapat berupa beban dibayar di muka atas asuransi, sewa, dan pajak.Untuk
akuntansi komersial, pencatatan beban dibayar di muka dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu pendekatan harta dan pendekatan beban.
Contoh :
Dibayar beban dibayar dimuka sebesar Rp. 24.000.000 untuk 2 tahun pada tanggal
1 desember 2011
1. Jurnal akuntansi komersial apabila dicatat sebagai harta:
Tanggal Keterangan Debit kredit
1-Des-2011 Beban dibayar di muka 24.000.000 -
Kas / bank - 24.000.000

Pada tanggal 31 desember 2011 dilakukan penyesuaian atas beban dibayar dimuka
yang telah berjalan 1 bulan . jurnal penyesuaian untuk tanggal 31 desmber
31desember 2011 adalah sebagai berikut :
Tanggal Keterangan Debit kredit
31-Des-2011 Beban 1.000.000 -
Beban dibayar dimuka - 1.000.000

Ayat jurnal penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar laba rugi
Tanggal Keterangan Debit kredit
31-Des-2011 Ikhtisar laba rugi 1.000.000 -
Beban - 1.000.000

Ayat jurnal pembalik pada tanggal 1 Januari 2012.


Tanggal Keterangan Debit kredit
1-jan-2012 Tidak ada jurnal - -

2. Jurnal akuntansi komersial apabila dicatat sebagai beban.

Tanggal Keterangan Debit kredit


1-Des-2011 Beban 24.000.000 -
Kas / bank - 24.000.000

Pada tanggal 31 desember 2011 dilakukan penyesuaian atas beban yang telah
berjalan 1 bulan . jurnal penyesuaian untuk tanggal 31 desember 2011 adalah
sebagai berikut :
Tanggal Keterangan Debit kredit
31-Des-2011 Beban dibayar dimuka 23.000.000 -
Beban - 23.000.000

Ayat jurnal penutup untuk menutup perkiraan beban ke ikhtisar laba rugi.
Tanggal Keterangan Debit kredit
31-Des-2011 Ikhtisar laba rugi 1.000.000 -
Beban - 1.000.000

Ayat jurnal pembalik pada tanggal 1 januari 2012


Tanggal Keterangan Debit kredit
1-Jan-2011 Beban 23.000.000 -
Beban dibayar dimuka - 23.000.000

Asuransi dibayar di muka


Asuransi dibayar di muka tidak dikenakan PPN maupun Pajak Penghasilan.
Asuransi dibayar di mukaContoh:
Pada tanggal 1 Januari 2012 dibayar premi asuransi untuk kendaraan sebesar
Rp12.000.000 untuk 1 tahun. Jurnalnya adalah sebagai berikut.

Tanggal Keterangan Debit kredit


1-Jan-2011 Asuransi dibayar dimuka 12.000.000 -
Kas/Bank - 12.000.000

Sewa dibayar dimuka


Sewa atas tanah dan atau bangunan
Penghasilan yang diterima/diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan berupa tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, rumah kantor, toko, gudang, dan industri dikenakan PPh final yaitu PPh
Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau
bangunan (PP 5 Tahun 2002 jo. KMK-120/KMK.03/2002 jo. KEP-227/PJ/2002).
Persewaan tanah dan/atau bangunan akan dipotong oleh penyewa pada saat
pembayaran atau pembebanan biaya, dan pihak penyewa tersebut yang akan
membayar atau menyetor PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut ke Kas Negara dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa PPh final Pasal 4 ayat (2) paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya.
Apabila tidak dipotong oleh penyewa maka pihak yang menyewakan tanah
dan/atau bangunan tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut ke
Kas Negara dengan menggunakan SSP tanggal 15 bulan berikutnya dan
melaporkannya ke KPP dengan menggunakan SPT masa PPh final Pasal 4 ayat (2)
tanggal 20 bulan berikutnya sesuai dengan PMK-184/PMK.03/2007 jo.
PMK-80/PMK.03/2010.
Contoh:
Pada tanggal 2 Maret 2012 PT Andhika menyewakan ruang perkantoran pada PT
Budi dengan harga sewa sebesar Rp10.000.000 (belum termasuk PPN) untuk masa
1 tahun. PT Andhika membuat faktur pajak untuk transaksi sewa ini, dan menerima
Bukti Pemotongan PPh final Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah
dan/atau pajak tersebut dengan menggunakan SSP dan paling lambat tanggal 20
April 2012
bangunan. Sedangkan PT Budi paling lambat tanggal 10 April 2012 wajib
menyetorkan berkewajiban membuat SPT masa PPh final Pasal 4 ayat (2) untuk
melaporkan ke KPP, Jurnal untuk transaksi tersebut adalah:
1. Pembukuan PT Andhika (Pemilik)
PT. Budi ( PKP ) PT. Budi ( non PKP )
PT. Dr. Kas/ Bank 10.000.000 Dr. Kas/Bank 10.000.000
Andika ( Dr. PPh psl 4 ayat (2) 1.000.000 Dr. PPh psl 4 ayat (2) 1.000.000
PKP ) Cr. Pajak keluaran 1.000.000 Cr. Pajak keluaran 1.000.000
Cr. Pendapatan sewa 10.000.000 Cr. Pendapatan sewa 10.000.000
PT. Dr. Kas/Bank 9.000.000 Dr. Kas/Bank 9.000.000
Anak Cr. PPh psl 4 ayat (2) 1.000.000 Cr. PPh psl 4 ayat (2) 1.000.000
( non Cr. Pendapatan sewa 10.000.000 Cr.Pendapatansewa 10.000.000
PKP )

2. Pembukuan PT Budi (Penyewa)

PT. Budi ( PKP) PT. Budi (non PKP)

PT Dr. Sewa ddm 10.000.000 Dr. Sewa ddm 10.000.000


Andika Dr. Pajak masukan 1.000.000 Dr pajak masukan 1.000.000
(PKP) Cr. PPh psl 4 ayat (2) 1.000.000 Cr. PPh psl 4 ayat(2) 1.000.000
Cr. Kas/bank 10.000.000 Cr. Kas /bank 10.000.000
( pajak masukan dapat dikreditkan oleh ( pajak masukan tidak dapat dikreditkan
PT. Budi ) oleh PT Budi )

PT. Dr. Sewa ddm 10.000.000 Dr sewa ddm 10.000.000


Andhika Cr. PPh psl 4 ayat (2) 1.000.000 Cr. PPh psl 4 ayat(2) 1.000.000
( non- Cr. Kas /bank 9.000.000 Cr. Kas/bank 9.000.000
PKP )

Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta


Mulai tahun 2009 sesuai dengan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1)
huruf c angka 1, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang
telah dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) dikenakan PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto.
Berdasarkan UU PPh yang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya
pungutan dibedakan antara WP ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif
WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan
terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Sebelum tahun 2009 (PER-70/PJ./2007) sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan
penghasilan neto. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta tersebut dibagi atas:
1. Sewa atas Kendaraan Angkutan Darat
Dalam PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan
penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1
UU PPh mengatur mengenai penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat dipotong PPh 23
sebesar perkiraan penghasilan netonya adalah 10% dari jumlah bruto tidak termasuk
PPN. Jadi, tarif efektifnya adalah sebesar 1,5% (15% x 10 % ) x jumlah bruto tidak
termasuk PPN.
Contoh:
Pada tanggal 1 April 2008 PT Cici menyewa bus kepada PT Dion untuk jangka
waktu 6 bulan. Biaya sewa per bulannya adalah Rp10.000.000. PT Cici dan PT Dion
adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Jurnal untuk PT Cici:
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1-Apr-08 Sewa dibayar dimuka 60.000.000 -
PPN Masukan 6.000.000 -
Utang PPh 23 - 900.000
Kas / Bank - 65.100.000

Jurnal untuk PT Dion :


Tanggal Keterangan Debit Kredit
1-Apr-08 Kas /bank 65.100.000 -
PPh 23 dibayar dimuka 900.000 -
PPN Keluaran - 6.000.000
Pendapatan sewa - 60.000.000

Apabila PT Cici bukan PKP maka PPN Masukan tidak dapat dikreditkan dan
dicatat termasuk sebagai harga perolehan dari sewa angkutan darat dibayar di
muka. Sedangkan, apabila PT Dion bukan PKP, maka PT Dion tidak diperkenankan
memungut PPN.
2. Sewa atas Aset Tetap Lainnya
Sesuai PER-70/PJ./2007 Tanggal 9 April 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan
penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh,
atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta,
selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak
atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan yang telah dikenakan
PPh yang bersifat final, maka akan dipotong PPh 23 sebesar 15% dari perkiraan
penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar. Dan besarnya perkiraan
penghasilan netonya adalah 30%. Jadi, tarif efektifnya adalah sebesar 4.5% (15% x
30%) x jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Contoh:
Pada tanggal 18 Oktober 2008 PT laya menyewa kapal tanpa awaknya da
Rp100 000 000. PPh yang dipotong oleh PT Samudera adalah sebesar 15% x 30%
PT Samudera untuk mengganti kapalnya yang sedang diperbaiki dengan
Rp100.000.000 - Rp1.500.000 = Rp. 4.500.000
Jurnal untuk PT Jaya.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-okt-08 Sewa dibayar dimuka 100.000.000 -
PPN Masukan 10.000.000 -
Utang PPh 23 - 4.500.000
Kas / Bank - 105.500.000
Jurnal untuk PT Samudera
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-okt-08 Kas / bank 105.500.000 -
PPh 23 dibayar dimuka 4.500.000 -
PPN Keluaran - 10.000.000
Pendapatan sewa - 100.000.000

PAJAK DIBAYAR DI MUKA


Pajak dibayar di muka merupakan pembayaran pajak yang dilakukan pemotongan
dan atau pemungutan oleh pihak lain serta pembayaran pajak yang dilakukan sendiri
oleh WP, yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang PPh Badan atau Pajak
Keluaran WP. Pembayaran pajak di muka diakui sebagai aset bagi WP.
Pajak dibayar di muka berupa: PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25, dan pajak
Masuka.

Pajak Penghasilan 22
Badan Pemungut Pajak Penghasilan 22
Sesuai PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 tentang Pemungutan PPh 22
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang
impor/kegiatan usaha di bidang lain, adalah sebagai berikut.
a. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang.
b. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
Pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi/Lembaga
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang.
c. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme
Uang Persediaan (UP).
d. KPA/pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang dibeli delegasi oleh KPA,
untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
Pembayaran Langsung (LS).
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, kertas, baja,
dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP, atas penjualan hasil produksi di dalam
negeri.
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, atas penjualan
bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala KPP, atas pembelian bahan-
bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

Tarif Pajak Penghasilan 22


Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 22 ayat (3) jo.
PMK-154/PMK.03/2010 besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP
dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi
100% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
Tarif ini berlaku hanya untuk pemungutan PPh 22 yang bersifat tidak final.
1. Untuk transaksi impor barang yang dipungut oleh Bank Devisa dan DJBC, kecuali
yang mendapatkan fasilitas pembebasan, maka PPh 22 dikenakan atas:
a) Impor barang di mana importir dengan API:
-Dikenakan tarif sebesar 2,5% dari nilai impor untuk impor barang selain kedelai,
gandum, dan tepung terigu.
-Dikenakan tarif sebesar 0,5% dari nilai impor untuk impor kedelai, gandum dan
tepung terigu.
b) Impor barang di mana importir non-API dikenakan tarif 7,5% dari nilai
impor.
Nilai impor= nilai CIF (Cost + Insurance + Freight) + bea masuk (pungutan
berdasarkan UU Kepabean

Nilai impor dikurskan menggunakan kurs KMK, apabila nilai impor dalam
mata uang asing.
c) Hasil lelang atas barang yang tidak dikuasai dan dilakukan pelelangan oleh
Dirjen Kekayaan dan Lelang Negara dan/atau DJBC. Pemenang lelang yang beli
barang dari hasil lelang DJBC, maka dikenakan 7,5% dari harga jual lelang.
d) Pungutan PPh 22 merupakan pembayaran pendahuluan yang dapat
diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan
(tidak final).
e) PPh 22, PPN dan PPnBM harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran
Bea Masuk dan dalam hal apabila Bea Masuk ditunda atau dibebaskan,
maka pajak-pajak di atas harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
f) PPh 22, PPN dan PPBM ini disetor ke kas negara melalui Kantor Pos, brank
lambatnya 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak tersebut, atau le
devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan oleh DJBC selamba
importir yang bersangkutan dengan menggunakan formulir Surat Setoras,
Pabean, Cukai dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) yang berlaku sebag
Bukti Pemungutan Pajak.
g) PPh 22, PPN dan PPnBM wajib dilaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan SPT masa ke KPP dengan batas pelaporan paling lama pada
hari kerja terakhir minggu berikutnya.
2. Berdasarkan PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-15/PJ/2011 untuk transaks
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah dikenakan PPh 22 sebesar 1,5% dan
dengan pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000 dan tidak
pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak terutang untuk tahun pajak
harga pembelian (belum termasuk PPN). Pungutan PPh 22 merupakan pembayaran
yang bersangkutan (tidak final).
PPh 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak teutang dan dipungut
pada saat pembayaran. PPh 22 tersebut wajib disetor oleh pemungut ke kas negara
melalu Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan menggunakan SSP yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani
oleh pemungut pajak, pada hari yang sama saat memungut pajak tersebut.
Penyetoran PPh 22 dengan menggunakan formulir SSP yang berlaku sebagai Bukti
Pemungutan Pajak. PPh 22 wajib dilaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan SPT masa ke KPP dalam batas waktu paling lambat 14 hari setelah
masa pajak berakhir.

Contoh:
Pada tanggal 21 April 2012 Pemda DKI Jakarta membeli komputer secara tunai
di PT XYZ dengan harga Rp220.000.000 (sudah termasuk PPN). Atas pembelian
tersebut, Bendahara Pemda DKI Jakarta memungut PPN dan PPh 22 seperti
berikut: PPN sebesar Rp220.000.000 x (10/110) = Rp20.000.000 dan PPh 22
sebesar Rp220.000.000x (100/110) x 1,5% = Rp3.000.000. Jurnal untuk PT XYZ
adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
21-Apr-12 Kas / Bank 217.000.000 -
PPh 22 dibayar dimuka 3.000.000 -
Penjualan - 200.000.000
PPN pemungut - 20.000.000
7-Mei-12 PPN pemungut 20.000.000 -
Kas / Bank - 20.000.000

Bendahara Pemda DKI Jakarta wajib menyetorkan PPh 22 yang dipungut ke Bank
Persepsi paling lambat pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
dengan menggunakan SSP yang ditandatangani oleh Bendahara Pemda, tetapi
nama dan NPWP yang ditulis adalah atas nama PT XYZ. SSP lembar ke-1 sebagai
bukti pungut bagi PT XYZ, sedangkan lembar ke-5 sebagai arsip pemungut.
Pemungutan PPh 22 tersebut dalam satu masa pajak dilaporkan dalam SPT masa
bendahara paling lambat tanggal 14 Mei 2012.
Akun PPN Pemungut dapat dimunculkan ataupun tidak, tergantung pada
100 kebijakan WP. Apabila akun tersebut dimunculkan maka pada saat penyetoran
tanggal 7 Mei 2012, maka akun tersebut di-offset pada akun kas/bank. Namun, akun
PPN Pemungut bisa saja tidak dimunculkan dengan cara jumlah akun kas/bank
dicatat sebesar nilai netonya. Sedangkan batas pelaporannya adalah 14 hari setelah
masa pajak berakhir, yaitu paling lambat tanggal 14 Mei 2012.
3. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri tertentu (PMK-154/
PMK.03/2010) yang terdiri atas berikut ini.
-Industri semen dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,25% dari harga jual.
-Industri kertas dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,10% dari harga jual.
-Industri baja dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,30% dari harga jual.
Badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri baja adalah industri
baja yang merupakan industri hulu, di mana mengolah atau memproses lebih
lanjut sebagian atau seluruh hasil produksinya menjadi produk antara dan/
atau produk hilir sehingga badan usaha tersebut melakukan kegiatan produksi
secara terintegrasi maka PPh 22 dipungut atas penjualan produk hulu, produk
antara, dan produk hilir (PER-15/PJ/2011).
-Industri otomotif dikenakan tarif PPh 22 sebesar 0,45% dari harga jual;
(termasuk juga WP importir kendaraan dalam keadaan CBU yang dijual
di dalam negeri, dengan tujuan memberikan perlakuan yang sama dengan
industri otomotif dalam negeri). Badan usaha yang bergerak di bidang usaha
industri otomotif adalah badan usaha industri otomotif, termasuk Agen
Tunggal Pemegang Merek (APTM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor (PER-15/PJ/2011).
PPh 22 terutang dan dipungut pada saat penjualan. Penyetoran PPh tersebut
wajib disetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya dan pelaporan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari. Pemungut pajak wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan PPh 22 dalam rangkap 3 yaitu: (a) lembar ke-1
untuk WP; (b) lembar ke-2 sebagai lampiran laporan bulanan kepada KPP yang
dilampirkan pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3 sebagai arsip pemungut
pajak yang bersangkutan. PPh 22 wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan SPT masa ke KPP.
Menurut PER-15/PJ/2011 apabila terjadi pengembalian barang hasil
produksi yang dibeli dari badan usaha sebagai pemungut PPh 22 setelah masa
pajak terjadinya penjualan, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan
nota retur kepada pemungut PPh 22. Nota retur harus dibuat dalam masa
pajak terjadinya pengembalian barang hasil produksi. Nota retur paling sedikit
dibuat rangkap 3 yaitu: (a) lembar ke-1 untuk pemungut pajak; (b) lembar ke-2
sebagai lampiran pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3 sebagai untuk WP
pembeli.
Contoh:
- Pada tanggal 27 Juni 2012 PT Atik, salah satu pabrikasi semen, menjual
PPN. Atas pembelian tersebut diperhitungkan: PPN 10% sebesar Rp50.000.000 dan
produksinya kepada PT Ria dengan nilai sebesar Rp500.000.000 belum termasuk
PPh 22 sebesar 0,25% x Rp500.000.000 = Rp1.250.000.
Transaksi ini dicatat oleh PT Ria adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
27 Juni 2012 Persediaan semen 500.000.000 -
Pajak masukan 50.000.000 -
PPh 22 dibayar dimuka 1.250.000 -
Kas / Bank - 551.250.000

Sedangkan PT Atik mencatat transaksi tersebut sebagai berikut.


Tanggal Keterangan Debit Kredit
27 Juni 2012 Kas / bank 551.250.000 -
Pajak keluaran - 50.000.000
Utang PPh 22 - 1.250.000
Penjualan - 500.000.000

PT Atik wajib memungut PPh 22 pada saat penjualan.


• PT Dede sebagai distributor kertas membeli produk kertas sebesar Rp330.000.000
(termasuk PPN) dari perusahaan kertas PT Eded pada tanggal 17 Juni 2012. Sistem
pencatatan yang digunakan oleh PT Dede adalah sistem periodik. Besarnya PPN
dan PPh 22 yang dipotong oleh PT Eded adalah sebagai berikut: PPN sebesar
Rp330.000.000 × (10/110) = Rp30.000.000 dan PPh 22 sebesar Rp330.000.000
(100/110) × 0,10% = Rp300.000.
Jurnal bagi PT Dede adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
17 Juni 2012 Pembelian kertas 300.000.000 -
Pajak masukan 30.000.000 -
PPh 22 dibayar dimuka 300.000 -
Kas / bank - 330.300.000

jurnal bagi PT Eded adalah sebagai berikut :


Tanggal Keterangan Debit Kredit
17 Juni 2012 Kas / bank 330.300.000 -
Pajak keluaran - 300.000.000
Utang PPh 22 - 30.000.000
Penjualan - 300.000
PT Eded wajib memungut PPh 22 pada saat penjualan.
4. Untuk transaksi yang berhubungan dengan PT Pertamina serta badan usaha
yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas
dikenakan PPh 22 dengan tarif sebagai berikut.
Uraian SPBU Bukan Petamina SPBU Pertamina
(% dari penjualan ) ( %dari penjualan )
Premium / solar / premix/super TT 0,3% 0,25%
Minyak tanah , gas LPG 0,3% 0,25%
Ol/ Pelumas pertamina 0,3% 025%

Pemungutan PPh 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada
penyalur atau agen bersifat final. Tetapi, apabila penjualannya bukan kepada
penyalur atau agen maka pemungutan PPh 22 bersifat tidak final (PMK-154/
PMK.03/2010 jo. SE-92/PJ/2010).
PPh 22 dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang
(Delivery Order-DO). Penyetoran PPh tersebut wajib disetorkan ke kas negara
melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan menggunakan SSP. Penyetoran PPh 22 tersebut 10 hari berikutnya setelah
masa pajak berakhir. Dan PPh 22 harus dilaporkan paling lambat 20 hari setelah
masa pajak berakhir dengan menggunakan SPT masa ke KPP.
Pemungut pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh 22 dalam rangkap
3 yaitu: (a) lembar ke-1 untuk WP; (b) lembar ke-2 sebagai lampiran laporan bulanan
kepada KPP yang dilampirkan pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3 sebagai
arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

Contoh:
PT Didoy bergerak di bidang industri plastik. Pada tanggal 14 Januari 2012
membeli solar dari PT Pertamina yang akan digunakan untuk pengoperasian mesin
pengolahan plastiknya, dengan rincian sebagai berikut.
Nilai pembelian sebesar Rp100.000.000 belum termasuk PPN. PPh 22 sebesar
0,3% x Rp100.000.000 = Rp300.000 dan PPN sebesar 10% x Rp100.000.000
Rp10.000.000 sehingga total penyetorannya adalah Rp110.300.000.
Jurnal yang dibuat oleh PT Didoy adalah sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
14-Jan-12 Persediaan solar 100.000.000 -
PPh 22 dibayar dimuka 300.000 -
Pajak masukan 10.000.000 -
Kas / Bank - 110.300.000

PT Didoy harus menyetor PPh 22 ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat
tanggal 10 Februari 2012.
5. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dikenakan tarif PPh
22 sebesar 0,25% × harga pembelian (tidak termasuk PPN) bahan untuk keperluan
industri atau ekspor dari pedagang pengumpul, PMK-154/PMK.03/2010
plywood, tepung tapioka, eksportir kayu gelondongan, industri ikan penghasilan cold
storage).
Pedagang pengumpulan adalah badan atau orang pribadi yang kegiatan usahanya
(a) mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan; dan
(b) menjual hasil tersebut kepada badan usaha industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan. PPh 22 atas
pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada
saat pembelian.
Penyetoran PPh tersebut wajib disetorkan ke kas negara melalui Kantor Pos,
SSP, di mana penyetoran PPh 22 yang dipungut pada saat pembelian, adalah paling
Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Sedangkan pelaporan PPh 22 paling lambat 20 hari setelah masa pajak
berakhir rangkap 3 Pemungut pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh 22
dalam kepada KPP yang dilampirkan pada SPT masa PPh 22; dan (c) lembar ke-3
sebagai yaitu: (a) lembar ke-1 untuk WP; (b) lembar ke-2 sebagai lampiran laporan
bulanan arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

Contoh:
PT Doci merupakan pedagang pengumpul hasil perkebunan yang dibudidayakan
oleh masyarakat yang berada di sekitar pabriknya. Pada tanggal 18 Oktober 2011
perusahaan tersebut menjual hasil perkebunan kepada PT Giagia yang merupakan
produsen sambal tomat dengan orientasi ekspor dan telah ditunjuk sebagai
pemungut PPh 22 sesuai dengan SK dari KPP. Nilai penjualan adalah
Rp500.000.000 belum termasuk PPN.
Atas transaksi tersebut maka diperhitungkan PPN sebesar Rp50.000.000 dan
PPh 22 sebesar 0,25% x Rp500.000.000 = Rp1.250.000
Jurnal untuk PT Doci adalah:
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-Okt-12 Kas / bank 548.750.000 -
PPh 22 dibayar dimuka 1.250.000 -
Pajak Keluaran - 50.000.000
Penjualan hasil perkebunan - 500.000.000

Sedangkan untuk PT Giagia mencatat transaksi tersebut:


Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-Okt-12 Pembelian hasil perkebunan 500.000.000 -
Pajak masukan 50.000.000 -
Utang PPh 22 - 1.250.000
Kas / Bank - 548.750.000

Atas pembelian tersebut PT Giagia harus memungut PPh 22 pada saat penjualan.
6. Berdasarkan PMK-253/PMK.03/2008
jo. SE-13/PJ/2009 untuk transaksi penjualan
barang yang tergolong sangat mewah dikenakan PPh 22 sebesar 5% dari harga jual
tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Barang yang tergolong sangat mewah meliputi: gps
a.Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20 miliar.
b.Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10 miliar.
c.Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500m².
d.Apartemen, kondominium dan sejenisnya dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan/atau luas bangunan lebih dari
400m².
e.Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5 miliar dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
PPh 22 dipungut pemungut pajak pada saat melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah. Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai pembayaran
PPh dalam tahun berjalan bagi WP yang melakukan pembelian barang tersebut.
PPh 22 disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan
SSP dan dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan
menggunakan SPT masa.

Bukan Objek Pemungutan Pajak Penghasilan 22


Dikecualikan dari pemungutan PPh 22 sesuai dengan PMK-154/PMK.03/2010 jo.
PER-15/PJ/2011 adalah:
a. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh; dengan syarat ada Surat Keterangan
Bebas (SKB) PPh 22 yang diterbitkan oleh
Dirjen Pajak.
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN, yaitu
sebagai berikut.
1. Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada
Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak
memegang paspor Indonesia.
2. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial atau
kebudayaan.
3. .Barang untuk keperluan museum, kebun binatang dan tempat lain semacam
itu yang terbuka untuk umum.
4. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
5. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang caca
lainnya.
6. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
7. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
8. Barang pindahan.
9. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
10. . Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat/Daerah yang ditujukan untuk
perundang-undangan Pabean.
11. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
kepentingan umum.
12. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bag
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
keperluan pertahanan dan keamanan negara.
13. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN).
14. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
15. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Niaga
Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
16. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan/pemeliharaan yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Nasional.
17. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
serta prasarana yang diimpor dan digunakan PT Kereta Api Indonesia.
18. Peralatan yang dipergunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional
Indonesia.
19. Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya
dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS).
c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali.
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor
kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang
telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak Bendahara Pemerintah dan
KPA, berkenaan dengan: (1) pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp2.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; dan (2)
pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air
minum/PDAM, dan benda-benda pos.
f. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perum Bulog.
g. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor.
h. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Menurut PMK-154/PMK.03/2010 jo. SE-92/PJ/2010, penambahan objek yang
dikecualikan dari pemungutan PPh 22 yaitu atas impor barang untuk kegiatan hulu
minyak dan gas bumi pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
BOS.
Pajak Penghasilan 23
PPh 23 adalah pajak penghasilan yang pemenuhan kewajibannya dilakukan dengan
cara pemotongan atas pembayaran penghasilan yang diterima oleh WP dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berasal dari penghasilan dari
harta/modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong PPh 21.
Pemotong PPh 23 adalah (a) badan pemerintah; (b) subjek pajak dalam
negeri; (c) penyelenggara kegiatan; (d) BUT atau perwakilan perusahaan luar
negeri; dan (e) orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang ditunjuk Dirjen Pajak,
yaitu akuntan, arsitek, dokter, notaris/PPAT kecuali camat, penilai, aktuaris,
pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas serta orang pribadi
yang menjalankan usaha dengan menyelenggarakan pembukuan atau pembayaran
berupa sewa. Pemotongan PPh 23 dilakukan pada saat dibayarkan, disediakan
untuk dibayar, atau telah jatuh tempo. Setelah dilakukan pemotongan PPh 23 maka
pemotong pajak harus menerbitkan Bukti Pemotongan PPh 23, di mana pemotong
Memiliki kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkannya ke KPP. Penyetoran
paling lambat dilakukan pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
dilakukannya pemotongan. Sedangkan, pelaporan pajaknya menggunakan SPT
masa PPh Pasal 23/26 dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah
bulan dilakukan pemotongan pajak tersebut.
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1a), besarnya
pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP dengan WP yang tidak ber-NPWP.
Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan
terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
a. Dividen
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2c) jo. PP 19 Tahun
2009 jo. SE-01/PJ.03/2009, dividen yang dikenakan pajak adalah dividen yang
diterima oleh WP orang pribadi dalam negeri. Atas penghasilan berupa dividen
tersebut Dikenakn pajak yang bersifat final dengan tarif 10% dari penghasilan bruto.
PPh final atas dividen ini dikenakan kepada pihak penerima dividen pada saat
menerima dividen dan atas pajak tersebut pihak penerima dividen tidak dapat
mengkreditkan pajak yang telah dibayar pada saat menghitung PPh Kurang/Lebih
Bayar pada akhir tahun pajak.
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3), dividen yang dikecualikan
dari objek PPh 23 adalah dividen yang diterima oleh PT sebagai WP dalam negeri,
koperasi, BUMN/D dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat: dividen yang dibagikan berasal
dari cadangan saldo laba dan untuk PT, BUMN/D kepemilikan saham paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor.
Contoh:
Pada 22 Desember 2011 PT Edson membayar dividen kepada PT Diestri salah
pemegang sahamnya senilai Rp100.000.000 (10%). Atas pembayaran dividen
tersebut PT Edson memotong PPh 23 sebesar 15%, dengan memberikan Bukti
Pemotongan PPh 23 pada PT Diestri. Penghasilan yang diterima oleh PT Diestri
adalah sebesar Rp85.000.000 sedangkan PPh 23 yang dipotong sebesar
Rp15.000.000 oleh PT Edson.
Transaksi tersebut dicatat oleh PT Diestri:
Tanggal
Tanggal Keterangan Debit Kredit
22-Des-11 Kas / Bank 85.000.000 -
PPh 23 dibayar dimuka 15.000.000 -
Pendapatan lain-lain - 100.000.000

PT Diestri menerima Bukti Pemotongan PPh 23 dari PT Edson. Pemotongan PPh


23 tersebut, oleh PT Diestri akan diperhitungkan sebagai kredit pajak.
Sedangkan PT Edson mencatat transaksi tersebut dengan jurnal:
Tanggal Keterangan Debit Kredit
22-Des-11 Dividen 100.000.000 -
Utang PPh 23 - 15.000.000
Kas / Bank - 85.000.000

PT Edson paling lambat tanggal 10 Januari 2012 melakukan penyetoran PPh 23


yang telah dipotongnya dari PT Diestri dengan menggunakan SSP. Kemudian
Paling lambat pada tanggal 20 Januari 2012 PT Diestri wajib melaporkan ke KPP
menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26.

b. Bunga
Bunga yang dikenakan PPh 23 adalah bunga termasuk premium, diskonto, dan
imbalan karena jaminan pengembalian utang yang merupakan bunga antar
pinjaman dari WP badan ke WP badan, WP badan ke WP orang pribadi atau
sebaliknya, serta bunga obligasi yang tidak dijual pada bursa efek. Tarif PPh 23 atas
bunga tersebut adalah 15% dari penghasilan bruto. Pihak yang menerima
penghasilan berupa bunga tersebut dapat mengkreditkan pajak yang dibayar di
muka PPh 23 atas bunga pada saat menghitung PPh Kurang/Lebih Bayar pada
akhir tahun pajak.

c. Royalti atau Imbalan Atas Penggunaan Hak


Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 royalti dapat berupa berikut ini.
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesustraan, kesenian
atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia,
merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak serupa
lainnya.
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial,
komersial atau ilmiah.
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau
komersial.
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak
menggunakan peralatan atau perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, yaitu:
a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik,
atau teknologi yang serupa;
b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan atau dipancarkan
melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi.
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film
atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan
atau pemberian hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak-hak lainnya
sebagaimana tersebut di atas.
Atas penghasilan yang berupa royalti tersebut, pihak yang menerima royalti
ada dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto dan pajak yang dibayar
di muka PPh 23 atas royalti tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima
royalti. Khusus untuk royalti dari hasil karya sinematografi, perlakuan PPh 23 diatur
dalam PER-33/PJ/2009 jo. SE-58/PJ/2009.

Contoh:
PT Akido menerima penghasilan berupa royalti dari PT Bambi sebesar
Rp100.000.000 dan atas royalti itu PT Akido memungut PPN 10% sebesar
Rp10.000.000 dari PT Bambi dengan membuat faktur pajak. Kemudian, PT Bambi
memotong PPh 23 sebesar Rp15.000.000 dari PT Akido dengan membuat Bukti
Pemotongan PPh 23. Atas transaksi tersebut dicatat oleh PT Akido adalah sebagai
berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-Okt-11 Kas / Bank 95.000.00 -
PPh 23 dibayar dimuka 15.000.000 -
Pajak keluaran - 10.000.000
Pendapatan royalti - 100.000.000

Sedangkan untuk PT Bambi mencatat:


Tanggal Keterangan Debit Kredit
18-Okt-11 Beban royalti 100.000.00 -
Pajak masukan 10.000.000 -
Utang PPh 23 - 15.000.000
Kas /Bank - 95.000.000

Paling lambat tanggal 10 November 2011 perusahaan menyetorkan PPh 23 dengan


mengunakan SSP, dan paling lambat tanggal 20 November 2011 melaporkan ke
KPP dengan menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26.
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya
Hadiah yang objek pajak yaitu hadiah perlombaan, penghargaan dan prestasi
tertentu,dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan atau pemberian jasa. Tarif PPh
23 atas hadiah adalah sebesar 15% dari jumlah bruto. PPh 23 ini dikenakan kepada
pihak yang menerima hadiah dan pajak yang dibayar di muka PPh 23 atas hadiah ini
dapat menjadi kredit pajak bagi pihak penerima hadiah.
Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun melalui cara undian yang diterima
atau diperoleh orang pribadi dalam negeri dan luar negeri, badan dalam negeri dan
luar negeri dikenakan PPh final sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah undian (UU
PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) huruf b jo. PP 132 Tahun 2000 jo. Kep-
395/PJ./2001 jo. SE-19/PJ.43/2001) Hadiah yang bukan objek pajak yaitu:
1. Diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi.
2. Hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang/jasa.
diterima ketika membeli sebuah mobil. Hadiah pembelian
Contoh: adanya hadiah yang tersebut tidak termasuk sebagai objek PPh yang
harus dipotong PPh, dan atas pemberian hadiah tersebut juga bukan merupakan
penghasilan bagi yang menerimanya.
Contoh:
Pada tanggal 6 Januari 2012 PT Margaret (memiliki NPWP) memberikan hadiah
sebesar Rp100.000.000 kepada PT Matthew (memiliki NPWP) yang telah
mempunyai prestasi dapat menjualkan produk-produknya. Atas pemberian hadiah
tersebut PT Margaret dipungut PPN sebesar Rp10.000.000 sesuai dengan faktur
pajak yang diterima dari PT Matthew dan PT Matthew dipotong PPh 23 sebesar 15%
adalah Rp 15.000.000 dengan menerima Bukti Pemotongan PPh 23.
Jurnal untuk PT Margaret
Tanggal Keterangan Debit Kredit
6-Jan-12 Beban hadiah 100.000.00 -
Pajak masukan 10.000.000 -
Utang PPh 23 - 15.000.000
Kas /Bank - 95.000.000
10-Feb-12 Utang PPh 23 15.000.000 -
Kas / Bank - 15.000.000
:
Jurnal untuk PT Matthew:
Tanggal Keterangan Debit Kredit
6-Jan-12 Kas / Bank 95.000.00 -
PPh 23 dibayar dimuka 15.000.000 -
Pajak keluaran - 10.000.000
Pendapatan lain - lain ( hadiah ) - 100.000.000
Pemotongan PPh terutang dilakukan pada bulan dilakukannya pembayaran atau
diserahkannya hadiah tersebut. Penyelenggara wajib menyetorkan PPh yang telah
dipotong dengan menggunakan SSP ke bank persepsi atau kantor pos paling lambat
tanggal 10 Februari 2012. Dan penyelenggara wajib melaporkan SPT masa PPh 23
ke KPP tempat pemotong terdaftar paling lambat tanggal 20 Februari 2012.
f. Sewa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c mulai 1 Januari
2009 sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan
PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto. Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008
Pasal 23 ayat (1a), besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber-NPWP
dengan WP yang tidak ber-NPWP. Tarif WP yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi
100% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
g. Imbalan jasa
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c, imbalan jasa
yang menjadi objek PPh 23 adalah imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang ditetapkan oleh
Dirjen Pajak, selain yang telah dipotong PPh 21. Berdasarkan PMK
244/PMK.03/2008 jo. SE-53/PJ./2009 tentang jenis jasa lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun
2008 dikenakan PPh sebesar 2% x penghasilan bruto tidak termasuk PPN. Jenis-
jenis jasa tersebut adalah:
a. Jasa penilai (appraisal).
b. Jasa aktuaris.
c. Jasa akuntansi, pembukuan dan atestasi laporan keuangan.
d. Jasa perancang (design).
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi, kecuali
yang dilakukan oleh BUT.
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas adalah jasa penunjang di bidang
penambangan migas dan panas bumi berupa:
a) Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen
signs secara tepat diantara pipa selubung
dan lubang sumur.
b) Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing) yaitu penempatan bubu
semen untuk maksud-maksud sebagai berikut:
-Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong
-Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air
-Perbaikan dari penyemenan yang gagal.
-Penutupan sumur,
c.Jasa pengontrolan pasir (sand control) yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian
bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam
rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya
d) jasa pengasaman (matrix acidizing) yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam days
tembus formasi dan menaikkan produktivitas dengan jalan menghilangkan
material penyumbat yang tidak diinginkan.
e) Jasa peretakan hidrolika (hidraulic) yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam
hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang
mempunyai daya tembus sangat kecil.
f) Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing) yaitu jasa yang
berada dakan sumur yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan
baru yang telah selesai sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asi
formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang
telah dipompa ke dalam cairan buatan dalam sumur.
g) Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu
sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi.
h.)Jasa reparasi pompa reda (reda repair).
i.)Jasa pemasangan instalasi dan perawatan.
j.)Jasa penggantian peralatan atau material.
k.)Jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur.
l.) Jasa mud engineering,
m) Jasa well logging & perforating,
n) Jasa stimulasi dan secondary decovery.
o)Jasa well testing & wire line service.
p) Jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling.
9) Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drillin.
r)Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling.
s) Jasa lainnya yang sejenis di bidang pengeboran migas.
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan
umum, berupa:
a) Jasa pengeboran.
b) Jasa penebasan.
c) Jasa pengupasan dan pengeboran.
d) Jasa penambangan.
e) Jasa pengangkutan atau sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum.
f) Jasa pengolahan bahan galian.
g) Jasa reklamasi tambang.
h) Jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur pabrikasi dan penggalian
atau pemindahan tanah.
i) Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara adalah berupa:
a)Bidang aeronautika, termasuk:
1) Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan jasa lain
sehubungan dengan pendaratan pesawat terbang.
2.)Jasa penggunaan jembatan pintu (aero bridge).
3.) Jasa pelayanan penerbangan.
4.) Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses
pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo yang diangkut dengan
pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat
udara didarat.
5.) Jasa penunjang lain di bidang aeronautika.
b) Bidang non-aeronautika, termasuk:
1) Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat.
2) Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika.
i. Jasa penebangan hutan.
j. Jasa pengolahan limbah.
k. Jasa penyedia tenaga kerja (out sourcing services).
1. Jasa perantara dan atau keagenan.
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh
Bursa Efek, KSEI dan KPEI.
n. Jasa kustodian atau penyimpanan atau penitipan, kecuali yang dilakukan oleh
KSEI.
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara.
p. Jasa mixing film.
q. Jasa sehubungan dengan software komputer termasuk perawatan, pemeliharaan
dan perbaikan.
r. Jasa instalasi atau pemasangan mesin, peralatan listrik, telepon, air, gas, AC
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi.
s. Jasa perawatan atau perbaikan atau pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon,air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi atau kendaraan dan/atau bangunan,
selain yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi.
t. Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu
barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa
(subkontrakan), spesifiknya bahan baku dan/atau barang setengah jadi dan/ata
bahan penolong atau pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya
disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada
Pengguna jasa .
u. Jasa penyelidikan dan keamanan.
v. Jasa penyelenggaraan kegiatan (event organizer) adalah kegiatan usaha
musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers dan kegiatan lain yang
dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara pameran, konversi, pagelaran
memanfaatkan jas penyelenggara kegiatan.
w. Jasa pengepakan.
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang
atau media lain untuk penyampaian informasi.
y. Jasa pembasmian hama.
z. Jasa kebersihan (cleaning service.)
aa. Jasa tata boga (catering).
Pemotong memotong PPh 23 pada saat pembayaran (saat yang terutang).
Pemotong memberikan Bukti Pemotongan PPh 23 kepada pihak yang dipotong.
Untuk pihak yang dipotong PPh 23 merupakan bukti pengkreditan pajak, kecuali
PPh 23 tersebut bersifat dan disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
dengan menggunakan SSP atas final. Kemudian pemotong menyetorkan PPh 23
secara kolektif per bulan pemotongan dan penyetoran nama pemotong PPh 23.
Setelah itu pemotong melaporkan pemotongan PPh 23 paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya dengan menggunakan SPT masa PPh 23.
Contoh:
▪ Pada tanggal 4 Januari 2012, PT Hiphop yang adalah perusahaan yang
memberikan jasa penyelesaian bahan baku menjadi barang jadi yang sesuai dengan
spesifikasi pengguna jasa (jasa maklon) menandatangani kontrak kerja sama
maklon dengan PT Gigil di Bogor. Barang jadi yang sesuai dengan spesifikasi
tersebut harus diselesaikan pada tanggal 28 Februari 2012. Tanggal 6 Januari 2012,
PT Gigil membeli dan memberikan bahan baku seharga Rp50.000.000 untuk
diselesaikan menjadi barang jadi sesuai dengan spesifikasinya kepada PT Hiphop.
Selama pengerjaannya, PT Hiphop telah mengeluarkan biaya penggunaan tenaga
kerja sebesar Rp5.000.000 dan overhead pabrik sebesar Rp10.000.000.
Pada akhirnya tanggal 28 Februari 2012, PT Hiphop menerima pembayaran fee
dari PT Gigil sebesar Rp30.000.000 dan PT Gigil menerima barang jadi yang sesuai
dengan spesifikasinya senilai Rp 100.000.000.
Tanggal 3 Maret 2012, PT Gigil menjual barang jadi tersebut Rp170.000.000
secara tunai.
Jurnal atas transaksi jasa maklon yang dibuat oleh PT. Hiphop adalah sebagai
berikut :
Tanggal Keterangan Debit Kredit
4 Jan 2012 Tidak ada jurnal
6 Jan 2012 Tidak ada jurnal
Tidak ada jurnal, hanya bagian gudang melakukan pencatat
dengan menggunakan bukti barang masuk .
Jan -Feb-2012 Beban Upah Langsung 5.000.000 -
Beban FOH 10.000.000 -
Kas/Bank - 15.000.000
28 Feb 2012 Kas / Bank 32.400.000 -
PPh 23 dibayar dimuka 600.000 -
Pajak keluaran - 3.000.000
Pendapatan Maklon - 30.000.000
Tidak ada jurnal
hanya bagian gudang
melakukan pencatat dengan
menggunakan bukti barang
keluar.
3 Mar 2012 Tidak ada jurnal

Jurnal atas transaksi jasa Maklon yang dibuat oleh PT . Gigil adalah sebagai
berikut .
Tanggal Keterangan Debit Kredit
4 Jan 2012 Tidak ada jurnal
6 Jan 2012 Persediaan bahan baku 50.000.000 -
Pajak masukan 5.000.000 -
Kas / bank - 55.000.000
Tidak ada jurnal hanya
gudang melakukan pencatatan
dengan menggunakan bukti
barang keluar.
Jan -Feb-2012 Tidak ada jurnal
28 Feb 2012 Beban Maklon 32.400.000 -
Pajak masukan 600.000 -
Utang PPh 23 - 600.000
Kas / bank - 32.400.000
Persediaan barang jadi 100.000.000 -
Ikhtisar L/R - 100.000.000
Ikhtisar L/R 50.000.000 -
Persediaan bahan baku - 50.000.000
3 Mar 2012 Kas /Bank 187.000.000 -
Penjualan - 170.000.000
Pajak keluaran - 17.000.000
Harga pokok penjualan 100.000.000 -
Persediaan barang jadi - 100.000.000

PT Dimjati memiliki NPWP mendapatkan pekerjaan dari PT Triswati ( memiliki


NPWP ) untuk pekerjaan jasa kebersihan ( cleaning service ) selama 1 tahun
dengan nilai kontrak sebesar Rp. 10.000.000 PPh 23 yang di potong oleh
PT.Triswati adalah sebesar 2% x Rp. 100.000.0000 dengan bukti pemotongan PPh
23 . atas transaksi tersebut dicatat
Jurnal untuk PT. Dimjati
Tanggal Keterangan Debit Kredit
22 Juni Kas / Bank 10.800.000 -
2012 PPh 23 yang dibayar di muka 200.000 -
Pajak keluaran - 1.000.000
Pendapatan jasa - 10.000.000
PT Dimjati membuat faktur pajak untuk transaksi di atas .
Jurnal untuk PT Triswati :
Tanggal Keterangan Debit Kredit
22 Juni Kas / Bank 10.800.00 -
2012 PPh 23 yang dibayar di muka 200.000 -
Pajak keluaran - 200.000
Pendapatan jasa - 10.800.000
PT .Triswati meyetorkan PPh 23 paling lambat tanggal 10 juni 2012 dengan SSP
dan melaporkannya dengan membuat SPT mas PPh 23 paling lambat tanggal 22 juli
2012 .
- PT ramli memutuskan untuk menggunakan jasa akuntans dari KAP rina , rini dan
rekan . atas penggunaan jasa tersebut PT Ramli membayar fee sebesar Rp.
200.000.000 ( belum termasuk PPN ) pada tanggal 18 juli 2011.
PPN untuk transaksi di atas adalah 10% x Rp. 20.000.000=Rp. 2.000.000 dan PPh
23 yang dipotong dari KAP rina iani dan rekan atas penghasilan jasa akuntan adalah
2%xRp.20.000.000=Rp.400.000
Jurnal untuk PT Ramli adalah sebagai berikut :

Tanggal Keterangan Debit Kredit


8 Juli 2011 Beban jasa akuntan 20.000.000 -
Pajak masukan 2.000.000 -
Utang PPh 23 - 400.000
Kas /Bank - 21.600.000
Jurnal untuk KAP Rina Rini dan Rekan adalah sebagai berikut .
Tanggal Keterangan Debit Kredit
8 Juli 2011 Kas / Bank 21.600.000 -
PPh 23 yang dibayar dimuka 400.000 -
Pajak keluaran - 2.000.000
Pendapatan jasa - 20.000.000

PPh 23 yang dibayar di muka dapat dijadikan kredit pajak oleh KAP Rina, Rini
dan Rekan dengan melampirkan Bukti Pemotongan PPh 23 yang dibuat oleh PT
Ramli.
Bukan Objek Pajak Penghasilan 23
Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4), pemotongan PPh 23
tidak dilakukan atas:
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang
sehubungan dengan SGU dengan hak opsi
(capital lease);
c. dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4
ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2c);
d. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
e. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya (PP 15 Tahun
2009); dan
f. bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman dan/atau
pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis
Syariah (PMK-251/PMK.03/2008).
Pajak Penghasilan 24
PPh 24 merupakan pajak yang telah dipotong oleh negara lain tempat WP
memperoleh penghasilan yang boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di
Indonesia (Kredit Pajak Luar Negeri-KPLN).
Karena menganut asas World Wide Income, maka UU PPh menentukan
bahwa WP dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang diterimanya,
baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Atas penghasilan tersebut maka WP
harus melaporkan dengan cara:
▸ Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri dan
penghitungan KPLN dari WP dalam tahun yang bersangkutan. Untuk dividen
penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak pada saat
perolehan dividen tersebut.
▸ Mengajukan permohonan KPLN, sesuai dengan KMK-164/KMK.04/2002 dengan
melampirkan:
-Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari hasil usaha di lua-
negeri.
-Fotokopi SPT pajak yang disampaikan di luar negeri.
-Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar
maka WP harus melakukan pembetulan SPT Tahunan dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila akibat
pembetulan tersebut terjadi PPh kurang bayar, maka atas kekurangan bayar
tersebut tidak dikenakan sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(2) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007. Namun, apabila akibat pembetulan tersebut
terjadi PPh lebih bayar, maka kelebihan pembayaran tersebut dapat dikembalikan
kepada WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 24, pajak yang dibayar atau yang terutang di
luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak
melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. Metode kredit
pajak demikian disebut metode pengkreditan terbatas (ordinary credit method).
Saat Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut.
a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut.
b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut.
c. Untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Nomor
36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (2), dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan
dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan PMK-256/PMK.03/2008.
Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung
PhKP.
Ketentuan Umum
1. Apabila dalam PhKP terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka
PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat
dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar
negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Jumlah tertentu
dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap PhKP
dikalikan dengan pajak yang terutang atas PhKP. Paling tinggi besarnya sama
dengan pajak yang terutang atas PhKP, apabila dalam hal ini PhKP lebih kecil dari
penghasilan luar negeri.
4. Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka
penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
5. PhKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang dikenakan
pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008.
6. Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah
kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang
tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang
penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.
Tata Cara Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)
A. Penghitungan KPLN dilakukan sebagai berikut.
1. PPh dikenakan atas PhKP yang dihitung berdasarkan seluruh penghasilan yang
diterima dan diperoleh oleh WP, baik penghasilan tersebut berasal dari dalam
negeri maupun dari luar negeri. Dalam menghitung PPh, seluruh penghasilan
tersebut digabungkan dalam tahun pajak diperoleh atau diterimanya penghasilan,
atau dalam tahun pajak sesuai dengan PMK-256/PMK.03/2008 untuk penghasilan
berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UU PPh.
Contoh:
Dalam tahun pajak 2009, PT Apollo di Jakarta menerima dan memperoleh
penghasilan neto dari sumber luar negeri sebagai berikut.
a. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp800.000.000.
b.Dividen atas pemilikan saham pada "Xace Ltd.?" di Australia sebesar
Rp200.000.000, yaitu berasal dari keuntungan tahun 2006 yang ditetapkan
dalam rapat pemegang saham tahun 2008 dan baru dibayar dalam tahun
2009.
c.Dividen atas penyertaan saham sebanyak 70% pada "Yin Corporation" di
Hongkong, yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebesar
Rp 75.000.000, yaitu berasal dari keuntungan saham 2007 yang berdasarkan
PMK ditetapkan diperoleh tahun 2009 sebesar Rp75.000.000 yaitu berasal
dari keuntungan saham 2007 yang berdasarkan PMK ditetapkan diperoleh
pada tahun 2009.
d.Bunga kwartal IV tahun 2009 sebesar Rp100.000.000 dari "Zin Bad Bhd"
di Kuala Lumpur yang baru akan diterima bulan Juli 2010.

Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan


dalam negeri dalam tahun pajak 2009 adalah penghasilan pada huruf a, b,
dan c, sedangkan penghasilan pada huruf d digabungkan dengan penghasilan
dalam negeri dalam tahun pajak 2010.
2.Dalam menghitung PhKP, kerugian yang diderita oleh WP di luar negeri tidak
dapat dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia.
Contoh:
PT Bellagio di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai
berikut.Penghitungan KPLN adalah sebagai berikut.
Penghasilan luar negeri:
laba di negara X
a.di negara X, memperoleh laba Rp1.000.000.000 dikenakan pajak dengan
b.di negara Y, memperoleh laba Rp3.000.000.000 dikenakan pajak dengan
tarif sebesar 40% = Rp400.000.000; tarif sebesar 25% = Rp750.000.000;
c.di negara Z, menderita kerugian Rp2.500.000.000;
d.Penghasilan usaha di dalam negeri sebesar Rp4.000.000.000
d. Jumlah penghasilan luar negeri
Penghitungan KPLN adalah sebagai berikut.
1. Penghasilan luar negeri:
A. Laba di negara X = Rp. 1.000.000.000
B. Laba di negara Y = Rp. 3.000.000.000
C. Laba di negara Z =Rp. 0(+)
D. Penghasilan dalam negeri =Rp. 4.000.000.000
2. Penghasilan dalam negeri =Rp.4.000.000.000(+)
3. Jumlah penghasilan neto adalah: =Rp.8.000.0000
4. PPh terutang
(menurut tarif Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh) = Rp 1.568.000.000
5. Batas maksimum KPLN untuk masing-masing negara adalah:
a. Untuk negara Y =
Rp. 1.000.000.000 X Rp. 1.568.000.000=Rp. 196.000.000
Rp.8.000.000.000
Pajak yang terutang di negara X sebesar Rp 400.000.000, namun
maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp196.000.000

B. Untuk negara Y=
Rp.3.000.000.000 X rP. 1.568.000.000=Rp. 588.000.000
Rp.8.000.000.000

Pajak yang terutang di negara Y sebesar Rp750.000.000, maka maksimum kredit


pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp588.000.000.

Jumlah KPLN yang diperkenankan adalah:


Rp196.000.000+ Rp588.000.000 = Rp784.000.000
Dari contoh di atas jelas bahwa dalam menghitung PhKP, kerugian yang
diderita di luar negeri (di negara Z sebesar Rp2.500.000.000) tidak boleh
dikompensasikan.

3.Penghitungan batas maksimum KPLN yang diperbolehkan adalah sebagai


Contoh:
PT Dakota di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009
sebagai berikut.
Penghasilan dalam negeri Rp. 1.000.000.000
Penghasilan luar negeri (dengan tarif pajak 20%) Rp. 1.000.000.000

Penghitungan jumlah maksimum KPLN adalah sebagai berikut.


1. Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000
Penghasilan dalam negeri Rp. 1.000.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto Rp. 2.000.000.000
2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan PhKP, maka sesuai
tarif Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh, jumlah PPh yang terutang
sebesar Rp280.000.000
3.Batas maksimum KPLN adalah sebagai berikut.
Rp 1.000.000.000 x Rp280.000.000 = Rp140.000.000
Rp2.000.000.000

Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar


Rp280.000.000 lebih besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang
atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar Rp200.000.000, maka jumlah
KPLN yang diperkenankan adalah sebesar Rp140.000.000.
b. PT Joko di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009
sebagai berikut.
Penghasilan dari usaha di luar negeri Rp. 1.000.000.000
Rugi usaha di dalam negeri (Rp. 200.000.000 )

Pajak atas penghasilan di luar negeri, misalnya 40% = Rp400.000.000.


Penghitungan maksimum KPLN serta pajak terutang adalah sebagai
berikut.
1. Penghasilan usaha luar negeri Rp1.000.000.000
Rugi usaha dalam negeri Rp 200.000.000
Jumlah penghasilan neto Rp 800.000.000
2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan PhKP, maka sesuai
tarif Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh, jumlah PPh yang terutang sebesar
Rp112.000.000 .
3. Batas maksimum KPLN adalah sebagai berikut.
Rp.1.000.000.000 x Rp112.000.000 = Rp140.000.000
Rp.800.000.000
Oleh karena pajak yang dibayar di luar negeri dan batas maksimum KPLN
maka KPLN yang diperkenankan untuk dikreditkan dalam penghitungan
yang dapat dikreditkan masih lebih besar dari jumlah pajak yang terutang,
PPh adalah sebesar PPh yang terutang, yaitu Rp112.000.000.

4.Dalam hal penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa negara, maka
jumlah maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing negara dengan
menerapkan cara penghitungan sebagai berikut.
Contoh:
PT Mosha di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan neto sebagai
-Penghasilan dalam negeri =Rp. 2.000.000.000
-Penghasilan dari negara X
(dengan tarif pajak 40%) =Rp. 1.000.000.000
-Penghasilan dari negara Y
(dengan tarif pajak 30%) =Rp. 2.000.000.000 (+)
Jumlah penghasilan neto =Rp.5.00.000.000

Apabila penghasilan neto sama dengan PhKP, maka PPh terutang menurut tarif
Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh, jumlah PPh terutang sebesar Rp728.000.000.
Batas maksimum KPLN setiap negara adalah sebagai berikut
a. Untuk negara X =
Rp. 1.000.000.000 X Rp. 728.000.000 = Rp. 145.600.000
Rp.5.000.000.000
Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp400.000.000 lebih besar dari
batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit
yang diperkenankan hanya sebesar Rp145.600.000.

b. Untuk negara Y =
Rp2.000.000.000 x Rp. 728.000.000 = Rp.291.200.000
Rp5.000.000.000
Pajak yang terutang di luar negeri sebesar Rp600.000.000 lebih besar dari
batas maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan, maka jumlah kredit
pajak yang diperkenankan adalah Rp291.200.000.
5.Dalam hal WP memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat
final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan/atau penghasilan yang
dikenakan pajak tersendiri sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) dan ayat
(4) UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, maka atas penghasilan tersebut bukan
merupakan faktor penambahan penghasilan pada saat menghitung PhKP.
Contoh:
PT Onyx di Jakarta dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan sebagai
berikut.
Penghasilan dari negara Z
(dengan tarif pajak 30%) Rp. 2.000.000.000
Penghasilan dalam negeri Rp. 3.500.000.000
Penghasilan dalam negeri ini
termasuk penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh Rp. 500.000.000
PhKP PT Onyx Rp. 5.000.000.000
Sesuai tarif Pasal 17 dan Pasal 31E UU PPh, maka PPh yang terutang sebesar
Rp728.000.000
Batas maksimum KPLN adalah:
Rp2.000.000.000 x Rp728.000.000 = Rp291.200.000
Rp5.000.000.000
x Rp728.000.000 = Rp291.200.000
Pajak yang terutang di negara Z sebesar Rp600.000.000, namun maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan sebesar Rp291.200.000.
B. Pembetulan SPT Tahunan karena perubahan penghasilan dari luar negeri,
dilakukan sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang menyebabkan adanya
tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan terutang
di luar negeri lebih besar dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan dan pajak
di luar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan PPh di Indonesia
juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fiskal di luar negeri tersebut dilaporkan
sendiri oleh WP melalui pembetulan SPT, maka bunga yang terutang atas pajak
yang kurang dibayar tersebut tidak ditagih.
Contoh:
a.) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp1.000.000.000.
b.) Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000.
c.)Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi di luar negeri, sebesar
Rp2.000.000.000.
d.) Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri, misalnya, 40%.
e.) PPh 25 yang dibayar Rp300.000.000.
f.) PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah
sebagai berikut.
SPT SPT PEMBETULAN
1. Penghasilan LN Rp. 1.000.000.000 1.Penghasilan LN Rp. 2.000.000.000
2. Penghasilan DN Rp. 2.000.000.000 2. Penghasilan DN Rp. 2.000.000.000
3. PhKP Rp.3.000.000.000 3. PhKP Rp.4.000.000.000
4. PPh Terutang Rp.750.000.000 4. PPh Terutang Rp.1.000.000.000
5. KPLN: 5. KPLN:
1 M x Rp.750 jt Rp. 250.000.000 2 M x Rp.1 M Rp. 500.000.000
3M 4M
6. PPh harus dibayar Rp.500.000.000 6. PPh harus dibayar Rp.500.000.000
7. PPh 24 Rp.300.000.000 7. PPh 24 Rp.300.000.000
8. PPh 29 Rp. 200.000.000 8. PPh 29 Rp. 200.000.000
9. Masih harus dibayar NIHIL

2.Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri berupa koreksi yang
menyebabkan penghasilan dan pajak atas penghasilan terutang, di lu
negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam SPT Tahunan, sehing
akan mengakibatkan PPh terutang di Indonesia juga menjadi lebih kecil,
pajak di luar negeri lebih dibayar. Koreksi fiskal di luar negeri tersebut
sehingga PPh menjadi lebih dibayar. Kelebihan bayar pajak tersebut dapa
dikembalikan ke WP setelah diperhitungkan dengan utang pajak.
Contoh:
a.) Penghasilan luar negeri sesuai dengan SPT Rp1.000.000.000.
b.) Penghasilan dalam negeri Rp2.000.000.000.
c.) Penghasilan luar negeri, setelah dikoreksi di luar negeri, sebesar
lain. Rp500.000.000.
d.) Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri, misalnya, 40%,
e.) PPh 25 yang dibayar Rp300.000.000.
f.) PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah
SPT SPT PEMBETULAN
1.Penghasilan LN Rp. 1.000.000.000 1.Penghasilan LN Rp. 500.000.000
2.Penghasilan DN Rp. 2.000.000.000 2. Penghasilan DN Rp. 2.000.000.000
3. PhKP Rp.3.000.000.000 3. PhKP Rp.2.500.000.00
4. PPh Terutang Rp.750.000.000 4. PPh Terutang Rp.625.000.000
5. KPLN: 5. KPLN:
1 M x Rp.750 jt Rp. 250.000.000 500 Jt x Rp.625 Jt Rp. 200.000.000
3M 2,5 M
6.PPh harus dibayar Rp.500.000.000 6. harus dibayar di Rp.425.000.000
7.PPh 24 Rp.300.000.000 indonesia
8. PPh 29 Rp. 200.000.000 7.PPh 25 Rp.300.000.000
8.Kurang Bayar Rp. 125.000.000
9.PPh 29 telah bayar Rp. 200.000.000
10. lebih bayar Rp.75.000.000

Pajak Penghasilan 25
PPh 25 adalah pembayaran angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus
dibayar sendiri oleh WP yang bersangkutan untuk setiap bulan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. PPh 25 harus dibayarkan
atau disetorkan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir. Sedangkan untuk penyampaian SPT masa PPh 25 selambat-lambatnya 20
hari setelah masa pajak berakhir.
Konsep Umum
A. PPh 25 Setiap Bulan
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
- PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta
PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
-PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
1. SPT Tahunan PPh Badan Kurang Bayar-masa 12 bulan
Contoh:
PPh yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2011 sebesar
Rp50.000.000.
Penghitungan angsuran PPh 25:
PPh terutang Rp. 50.000.000
Dikurangi kredit pajak:
PPh 21 yang dipotong pemberi kerja Rp. 15.000.000
PPh 22 yang dipungut oleh pihak lain Rp. 10.000.000
PPh 23 yang dipotong oleh pihak lain Rp. 2.500.000
Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) Rp. 7.500.000 (+)
Jumlah kredit pajak Rp. 35.000.000(-)
PPh dibayar sendiri Rp. 15.000.000

Besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun
2012 adalah Rp15.000.000 x 1/12 = Rp1.250.000.
Jurnal perusahaan pada saat pembayaran PPh 25 setiap bulannya adalah
sebagai berikut.
Keterangan Debit Kredit
PPh 25 dibayar dimuka 1.250.000 -
Kas /Bank - 1.250.000
2. SPT Tahunan Badan Kurang Bayar-masa 6 bulan
Apabila PPh pada contoh butir 1 di atas berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 6 bulan
dalam tahun 2011, maka besarnya angsuran PPh 25 bulanan yang harus
dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2012 adalah sebesar Rp15.000.000 x
1/6 = Rp2.500.000.
3.SPT Tahunan Badan Lebih Bayar
Contoh:
Penghitungan PPh tahun 2010 PT Cahaya adalah sebagai berikut.
Penghasilan neto Rp. 250.000.000
PPh terutang Rp. 57.500.000
Kredit pajak: PPh 22 Rp. 9.500.000
PPh 23 Rp 22.500.000
PPh 25 Rp. 30.000.000
PPh dibayar sendiri (Rp. 4.500.000 )
Maka perhitungan angsuran PPh 25 untuk tahun 2011 adalah
PPh teutang =Rp. 57.500.000
Kredit Pajak: PPh 22 Rp. 9.500.000
PPh 23 Rp. 22.500.000 Rp. 32.000.000
PPh dibayar sendiri = Rp. 25.500.000
Angsuran PPh 25 tahun 2011 adalah Rp25.500.000 x 1/12 = Rp2.125.000.
B. PPh 25 sebelum penyampaian SPT Tahunan
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk bulan-bulan
sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, samadengan besarnya
angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

Contoh:
1.Apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh WP pada bulan Februari 2012,
maka besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar WP untuk bulan Januari
2012 adalah sebesar angsuran PPh 25 bulan Desember 2011, misalnya sebesar
Rp1.000.000.
2. Apabila dalam contoh 1 di atas dalam bulan September 2011 diterbitkan
keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran PPh
25 sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2011 menjadi nihil, maka
besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar WP setiap bulan untuk bulan
Januari 2012 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2011, yaitu nihil.
C. Tahun Pajak Berjalan Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu.
maka besarnya angsuran PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan
berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.
Contoh:
Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 yang disampaikan WP dalam
bulan Februari 2012, perhitungan besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar
adalah sebesar Rp1.250.000. Dalam bulan Juni 2012 telah diterbitkan SKP tahun
pajak 2011 yang menghasilkan besarnya angsuran PPh 25 setiap bulan sebesar
Rp2.000.000. Berdasarkan Pasal 25 ayat (4), maka besarnya angsuran PPh 25
mulai bulan Juli 2012 adalah Rp2.000.000. Penetapan besarnya angsuran PPh 25
berdasarkan SKP tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran PPh
25 sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.
Hal-hal Tertentu
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (6) dan Kep-537/PJ/2000
diatur mengenai penetapan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun
pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu:
1. WP berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT
Tahunan,
SKP, SK Keberatan, atau putusan banding, sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) atau
Pasal 31A UU PPh.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar perhitungan
sebagai berikut.

PPh 25=Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalu kompensasi rugi)- kreditpajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Apabila SPT PPh tahun pajak yang lalu menyatakan rugi ( lebih bayar atau nihil )
maka besarnya PPh 25 adalah nihil.
Pajak yang lalu menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil)
Contoh:
Penghasilan neto PT Xixi tahun 2009 Rp. 120.000.000
Kompensasi kerugian tahun 2008 Rp. 150.000.000
SIsa kerugian yang masih dapat dikompensasikar
di tahun 2010 Rp 30.000.000
Penghitungan PPh 25 tahun 2010 adalah:
Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan PPh 25 adalah Rp120.000.000
Rp30.000.000 = Rp90.000.000.
PPh terutang tahun 2009, berdasarkan asumsi: pendapatan PT Xixi dalam tahun
Pyk 009 kurang dari Rp4.800.000.000 adalah 28% x 50% x Rp90.000.000
Rp12.600.000.
apabila pada tahun 2009 PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain sebesa
p.000.000, maka besarrnya angsuran PPh 25 PT Xixi tahun 2010 adalah 1/12
(Rp12.600.000 Rp5.000.000) = Rp630.000.
2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur
penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperolen
Secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang
bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan/atau modal,
kecual penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final. Tidak termasuk
dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang atau piutang
dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain)
sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta
penghasian lainnya yang bersifat insidentil.
Besarnya PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan dasar sebagai berikut:
Jumlah penghasilan neto SPT PPh tahun lalu - Penghasilan
PPh 25 = Tidak Teratur) - kredit pajak
12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Contoh:
Penghasilan teratur WP Asih dari usaha dagang dalam tahun 2009 sebesar
Rp48.000.000 dan penghasilan tidak teratur dari mengontrakkan rumah selama 3
tahun yang dibayar sekaligus pada tahun 2009 sebesar Rp72.000.000. Mengingat
penghasilan yang tidak teratur tersebut sekaligus diterima pada tahun 2009, maka
penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan PPh 25 dari WP Asih pada
tahun 2010 adalah hanya dari penghasilan teratur tersebut.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan.
a) WP tidak diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian Tahunan PPh.
SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan
Besarnya angsuran PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian
lalu dan bersifat sementara. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh
tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 bulan terakhir tahun pajak y
maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut
dengan memperhatikan SPT Tahunan tersebut mengklaim adanya kompensasi
kerugian dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil perhitungan
kembali tersebut berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT
Tahunan. Hal ini dapat mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.
b) WP diberikan izin perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
PPh.
Besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT
Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan
tersebut adalah sama dengan besarnya PPh 25 yang dihitung berdasarkan
SPT Tahunan sementara yang disampaikan WP pada saat mengajukan
permohonan izin perpanjangan. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan
PPh, maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan
tersebut dengan memperhatikan WP mengklaim adanya kompensasi kerugian
dan penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali
akan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Hal
ini dapat juga mengakibatkan adanya kurang/lebih bayar.

Menurut KEP-537/PJ./2000, apabila terdapat kurang bayar maka atas kekurangan


pembayaran PPh 25 akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan untuk
jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh 25 dari masing-
masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Namun, apabila terjadi lebih
bayar maka atas kelebihan setoran PPh 25 dapat dipindahbukukan ke bulan
berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan.
4. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran
bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
Dalam hal WP dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh
tahun pajak yang lalu, maka besarnya PPh 25 dihitung kembali berdasarkan SPT
Tahunan Pembetulan tersebut dengan memperhatikan kompensasi kerugian atau
penghasilan tidak teratur. Besarnya PPh 25 hasil penghitungan kembali tersebut,
berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
-Apabila besarnya PPh 25 lebih besar, maka atas kekurangan setoran PPh 25
terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU KUP Nomor 28 Tahun
2007, akan dikenai sanksi bunga sebesar 2% untuk jangka waktu yang dihitung
sejak jatuh tempo penyetoran PPh 25 dari masing-masing bulan sampai dengan
tanggal penyetoran.
-Apabila besarnya PPh 25 lebih kecil, maka atas kelebihan setoran PPh 25 dapat
dipindahbukukan ke PPh 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian SPT
Tahunan.
5. WP mengalami perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP
(KEP-537/PJ./2000),
berakibat dari dampak krisis keuangan global yang dapat mengakibatkan
perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP maka ditetapkan PER-10/PJ/2009 dan
SE-33/PJ/2009. Dalam aturan tersebut, WP yang mengalami perubahan keadaan
usaha atau kegiatan usaha dalam tahun 2009 dapat diberikan pengurangan PPh
25. WP dapat diberikan pengurangan PPh 25 sampai dengan 25% untuk masa
pajak Januari s.d. Juni 2009. Pengurangan PPh 25 tersebut dihitung dari besarnya
PPh 25 bulan Desember 2008. Apabila WP menyampaikan SPT PPh tahun 2008
maka pengurangan PPh 25 dihitung dari besarnya PPh 25 berdasarkan SPT PPh
netu tahun pajak 2008. Namun, pengurangan PPh 25 tersebut tidak berlaku untuk
WPbank, BUMN/D, WP masuk bursa, dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala.
WP juga dapat mengajukan permohonan tertulis untuk pengurangan besarnya PPh
25 masa pajak Juli s.d. Desember 2009 kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar
paling lama 30 Juni 2009, dengan menunjukkan bahwa besarnya PPh yang
terutang tahun 2009 kurang dari 75% dari PPh yang teruang yang menjadi dasar
penghitungan PPh 25 masa Januari s.d. Juni 2009. Atas permohonan ini maka KPP
akan melakukan evaluasi. Kepala KPP akan menerbitkan surat keputusan tentang
besarnya PPh 25 masa pajak Juli s.d. Desember 2009 berdasarkan hasil evaluasi,
paling lama 15 hari kerja sejak permohonan pengurangan PPh 25 diterima lengkap.
Apabila dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan
WP, Kepala KPP tidak memberikan keputusan maka permohonan WP dianggap
dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan tersebut paling
lama 3 hari kerja.
Contoh:
PT Bubu melakukan angsuran PPh 25 bulan Desember 2008 sebesar Rp3.000.000
maka perusahaan dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh
25 maksimum 25% menjadi Rp2.250.000 sampai dengan SPT tahun pajak 2008
disampaikan. PT Bubu menyampaikan SPT tahun pajak 2008 pada 30 April 2009
sebesar Rp3.300.000.
Berdasarkan PER-10/PJ/2009, perusahaan dapat mengajukan permohonan
pengurangan angsuran PPh 25 maksimum sebesar 25% atau Rp2.250.000 sampai
dengan SPT tahun pajak 2008 disampaikan. Karena telah terlanjur membayar
angsuran pada bulan Januari 2009 sebesar Rp3.000.000 maka perusahaan baru
mengajukan pengurangan angsuran PPh 25 untuk bulan Februari sampai dengan
Maret 2009.
PT Bubu menyampaikan SPT tahun pajak 2008 pada 30 April 2009 dengan
menyampaikan perhitungan angsuran PPh tahun 2009 sebesar Rp3.300.000.
Berdasarkan hal tersebut, perusahaan masih dapat mengajukan permohonan
angsuran PPh 25 untuk masa pajak April, Mei dan Juni 2009 dengan pengurangan
masing-masing maksimum 25% sebesar Rp3.300.000 (25% X
Rp3.300.000)= Rp2.500.00. Sedangkan untuk angsuran PPh 25 masa pajak bulan
Juli dan seterusnya kembali sebesar Rp3.300.000 sesuai dengan SPT yang
disampaikan.
- Penurunan usaha/kegiatan WP
Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak WP dapat
menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut
kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan
Besarnya besarnya PPh 25, WP dapat mengajukan permohonan pengurangan
PPh 25 secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh 25 harus disertai dengan
penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan
penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh 25 untuk
bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
- Peningkatan usaha/kegiatan WP
Apabila dalam tahun pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari
150% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh
25, maka besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak
yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan
PPh yang terutang tersebut oleh WP sendiri atau Kepala KPP tempat Wp
terdaftar.
Contoh:
PT Bobby yang bergerak di bidang produksi benang pada tahun 2007 membayar
angsuran bulanan sebesar Rp15.000.000. Dalam bulan Juni 2007 pabrik milik PT
Bobby terbakar, oleh karena itu berdasarkan keputusan Dirjen Pajak mulai bulan
Juli 2007 angsuran bulanan PT Bobby dapat disesuaikan menjadi lebih kecil dari
Rp 15.000.000.
Sebaliknya, apabila PT Bobby mengalami peningkatan usaha, misalnya
adanya peningkatan penjualan dan diperkirakan PhKP-nya akan lebih besar
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka kewajiban angsuran bulanan PT
Bobby dapat disesuaikan oleh Dirjen Pajak.
Wajib Pajak Tertentu
Pada prinsipnya penghitungan besarnya angsuran PPh 25 bulanan dalam tahun
berjalan didasarkan pada SPT Tahunan PPh tahun yang lalu. Namun Menteri
Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan dasar penghitungan besarnya
angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut, dengan tujuan untuk lebih
mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran PPh 25 karena didasarkan
kepada data terkini dari kegiatan usaha perusahaan sesuai UU PPh Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 25 ayat (7).
Menurut PMK-255/PMK.03/2008 jo. PMK-208/PMK.03/2009, WP tertentu
tersebut adalah sebagai berikut.
1. WP baru ⇒ WP orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh
penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
Besarnya angsuran PPh 25 dihitung berdasarkan Penghasilan Neto bulan yang
bersangkutan yang disetahunkan, dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17, lalu dibagi
12 (dua belas).
Penghasilan Neto adalah:
A. untuk WP badan yang wajib melakukan pembukuan dan dari pembukuannya
dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, maka penghasilan neto
fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya; dan
b.untuk WP orang pribadi yang melakukan pencatatan dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto/menyelenggarakan pembukuan tetapi
dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap
bulan, maka penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto atas peredaran/penerimaan bruto. Untuk WP orang pribadi
baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan dikurangi terlebih
dahulu dengan PTKP.
Apabila WP badan baru yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala,
maka besarnya angsuran PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan
penerapan tarif umum atas proyeksi laba rugi fiskal pada laporan berkala pertama
yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
2. WP bank dan Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi.
Untuk WP bank dan SGU dengan hak opsi lama, maka besarnya angsuran PPh 25
dihitung berdasarkan jumlah PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif PPh
Pasal 17 atas laba rugi fiskal laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan
dikurangi PPh 24 tahun pajak yang lalu, kemudian dibagi 12 (dua belas). Sedangkan
untuk WP yang baru, maka besarnya PPh 25 dihitung berdasarkan perkiraan
perhitungan laba rugi triwulan I yang disetahunkan, kemudian dibagi 12 (dua
belas).
3. WP Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
Besarnya angsuran PPh 25 untuk WP BUMN/D dengan nama dan dalam bentuk
apapun, kecuali WP bank dan SGU dengan hak opsi, dihitung berdasarkan
penerapan tarif PPh Pasal 17 atas laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan
Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi kredit PPh 22, 23 dan PPh 24
yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, kemudian dibagi 12
(dua belas).
Dalam hal RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh 25 untuk
bulan-bulan sebelum bulan pengesahan RKAP adalah sama dengan angsuran PPh
25 bulan terakhir tahun pajak yang sebelumnya. Tetapi, apabila terdapat perubahan
RKAP yang sudah disahkan RUPS maka besarnya angsuran PPh 25 dapat
disesuaikan dengan perubahan RKAP tersebut.
4. WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan
membuat laporan keuangan berkala.
Untuk WP lama, besarnya angsuran PPh 25 adalah sebesar PPh yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 atas laba rugi fiskal menurut laporankeuangan
berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi kredit pajak PPh 22, 23 dan PPh 24
tahun pajak yang lalu, kemudian dibagi 12 (dua belas). Sedangkan, untuk WP baru
maka besarnya PPh 25 dihitung berdasarkan jumlah PPh terutang berdasarkan
perkiraan perhitungan laba rugi triwulan I tahun pajak yang bersangkutan.
5. WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)
WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai peritel di bidang
perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai
tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili. Mulai 12 Juli 2010 sesuai
sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat
dengan Per-32/PJ/2010 besarnya angsuran PPh 25 untuk WP OPPT, ditetapkan
usaha tersebut.
Pajak Masukan (PPN Masukan)
Pengusaha yang melakukan (a) penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam
Daerah Pabean, dan/atau (b) penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah
Pabean, dan/ atau (c) melakukan ekspor BKP berwujud; (d) ekspor JKP, dan/atau
(e) ekspor BKP tidak berwujud wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor, serta
melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang.
Pajak yang dipungut ini dinamakan Pajak Keluaran (output tax). Hal ini sesuai
dengan basis akrual yang digunakan UU PPN Nomor 42 Tahun 2009. Pada saat
PKP tersebut di atas membeli BKP atau menerima JKP dari PKP lain, juga
membayar pajak yang terutang, yang dinamakan pajak masukan (input tax). Pada
akhir masa pajak, pajak masukan tersebut dikreditkan dengan pajak keluaran sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah pajak keluaran
lebih besar daripada jumlah pajak masukan, maka kekurangannya dibayarkan paling
lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT masa
PPN disampaikan. Sebaliknya, apabila pajak masukan
yang jumlahnya lebih besar daripada pajak keluaran, maka kelebihan pembayaran
pajak masukan dapat dikompensasikan dengan utang pajak dalam masa pajak
berikutnya atau diminta kembali. Pada akhir masa pajak, setiap PKP diwajibkan
melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak yang terutang kepada Kepala KPP
setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
1. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
a. Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang
bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari
pembukuannya, maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah
pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
b. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang penghasilannya
tidak melebihi jumlah Rp 1.800.000.000 menggunakan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan (Deem PM) yang ditetapkan oleh
PMK-74/PMK.03/2010.
2. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan pajak yang sama (credit
method), akan tetapi untuk pengeluaran yang dimaksud di Pajak masukan pada
dasarnya dapat dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa bawah ini, pajak
masukannya tidak dapat dikreditkan, yaitu:
a) Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha di kukuhkan sebagai PKP;
b) perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha;
c) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan dan station wagon,
kecuali ,merupakan barang dagangan atau disewakan;
d) pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP; dan
e)perolehan BKP atau JKP yang dalam Faktur Pajak (FP)-nya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN jo.
PER-65/PJ/2010 di mana dokumen tidak mencantumkan:
- nama, alamat, dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
- nama pembeli BKP atau penerima JKP;
- NPWP, dalam hal penerima dokumen adalah WP dalam negeri;
- jumlah satuan barang apabila ada;
- dasar pengenaan pajak; dan
f)pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
jumlah pajak yang terutang, kecuali dalam ekspor.Pabean yang SSP-nya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN jo.
PER-65/PJ/2010;
g) perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak;
h) perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan;masa PPN, yang diketemukan
pada waktu dilakukan pemeriksaan ;
i) perolehan BKP atau JKP yang penyerahannnya dibebaskan dari pengenaan
PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B ayat (3) UU PPN;
j)Pajak masukan yang berkaitan dengan BKP atau JKP yang penyerahannya
dilakukan melalui mekanisme pemakaian sendiri yang bersifat konsumtif;
k)Pajak masukan yang berkaitan dengan penyerahan:
- kendaraan bermotor bekas;
- jasa yang dilakukan oleh pengusaha biro perjalanan dan pariwisata;
- jasa pengiriman paket; dan
- jasa anjak piutang.
Hal ini disebabkan karena pajak masukan yang dibayar telah diperhitungkan
dengan pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP tersebut.
Contoh:
Pada waktu dilakukan pemeriksaan ditemukan pajak masukan yang tidak dilaporkan
dalam SPT masa PPN (dalam rupiah)
Laporan SPT masa Hasil Pemeriksaan
Pajak keluaran 10.000.000 15.000.000
Pajak masukan 8.000.000 11.000.000
Pajang ynag kurang bayar 2.000.000 4.000.000
Dalam hal ini pajak masukan yang dapat dikreditkan bukan sebesar Rp. 11.000.000
tetapi tetap sebesar Rp. 8.000.000 sesuai dengan yang dilaporkan dalam SPT
masa.
Dengan demikian perhitungan hasil pemeriksaan:
Pajak keluaran =Rp. 15.000.000
Pajak masukan =Rp. 8.000.000(-)
Kurang bayar menurut hasil pemeriksaan = Rp. 7.000.000
Kurang bayar menurut SPT =Rp. 2.000.000(-)
Masih kurang dibayar =Rp.5.000.000
3. pengkreditan pajak masukan pada masa tidak sama
A) Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak
keluaran pada masa pajak yang sama maka dapat dikreditkan pada masa pajak
berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak bersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan .
B) Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui maka pengkreditan pajak
masukan tersebut dapat dilakukan melalui pembetulan SPT masa PPN yang
bersangkutan .
Pengecualian :
Apabila pada saat pemeriksaan dketahui adanya perolehan BKP dan atau JKP yang
telah dibukukan atau dicatat dalam pembukukan PKP ,namun FP-nya belum atau
terlambat diterima ( pajak masukan belumdapat dikreditkan ) sehingga belum dapat
dilaporkan dalam SPT masa PPN maka pajak masukan tersebut tetap dapat
dikreditkan pada masa diterimanya FP tersebut .
Contoh perhitungan kompensasi:
Masa pajak mei 2012
- pajak keluaran =Rp. 2.000.000
- pajak masukan yang dapat dikreditkan =Rp.4.500.000(-)
Pajak yang lebih dibayar =Rp.2.500.000

Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan pada masa pajak juni 2012.
Masa pajak juni 2012:
- pajak keluaran =Rp.3.000.000
- pajak masukan yang dapat dikreditkan =Rp.2.000.000(-)
Pajak yang kurang dibayar =Rp.1.000.000
Pajak yang anglebih dibayar dari masa pajak mei 2012 yang dikompensasikan ke
bulan juni 2012 =Rp.2.500.000(-)
Pajak yang lebih dibayar juni 2012 =Rp.1.500.000
Pajak yang leboh bayar tersebut dikompensasikan ke masa pajak juli 2012

Anda mungkin juga menyukai