NPM : 1716021018
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
I. PENDAHULUAN
Perempuan dan politik merupakan rangkaian dua kata yang tidak bisa dipisahkan. Perempuan
sering kali digunakan alat strategi oleh partai politik. Perempuan sering dijadikan slogan
untuk mencari suara akan tetapi setelah pemilu berlangsung partai politik akan lupa pada
janjinya. Slogan tersebut dimaksudkan sebagai kampanye agar perempuan tertarik
menyumbangkan suaranya pada partai politik. Perempuan sering dijanjikan setelah pemilu
berakhir dan mencapai kemenangan akan dijadikan sebagai agenda politik. Akan tetapi janji
kampanye itu tidak direalisasikan, bahkan proses penjaringan calon anggota legislatif
dilakukan perempuan tidak diajak. Kalaupun diajak perempuan ditempatkan di nomer bawah
atau yang lebih dikenal dengan nomer sepatu. Dengan begitu jumlah keterwakilan
perempuan dilembaga legislatif menurun. Di Indonesia kaum perempuan dapat menikmati
hak-hak politiknya sejak sebelum kemerdekaan. Hal itu terbukti dengan adanya pengakuan
terhadap kepemimpinan perempuan baik di dalam organisasi maupun dimedan pertempuran
pada masa penjajahan. Setelah kemerdekaan aktualisasi perempuan dalam kehidupan politik
mulai lebih baik.
Keterwakilan perempuan antara lain diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7
Tahun 2013. Peraturan-peraturan tersebut dibuat untuk mewujudkan keadilan antara laki-laki
dan perempuan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik telah diatur
mengenai jumlah keterwakilan perempuan dalam pendirian dan pembentukan partai politik.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRDberisi kebijakan tentang kuota minimal 30% perempuan dalam pencalonan legislatif.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut khususnya pada pasal 55 dan 56 ayat (2) dijelaskan
bahwa pemilu legislatif mengamanatkan sedikitnya 30 persen perempuan di daftar calon
legislatif dan minimal terdapat satu perempuan di antara tiga calon legislatif. Peraturan
tersebut termuat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor7 Tahun 2013
tentang Aturan Pencalonan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Berdasarkan
PKPU Nomor 7 Tahun 2013 pada pasal 27 ayat 1 huruf b, jika ketentuan 30 persen
keterwakilan perempuan tidak terpenuhi, parpol dinyatakan tidak memenuhi syarat
pengajuan daftar bakal calon pada daerah pemilihan bersangkutan. Rendahnya keterwakilan
perempuan di ranah publik khususnya dalam ranah politik tentu dipengaruhi oleh berbagai
hal. Rendahnya keterwakilan perempuan di ranah politik dapat dijelaskan ke dalam
setidaknya dua pembicaraan. Pembicaraan pertama adalah masih mengakar kuatnya
paradigma patriarki disebagian besar masyarakat Indonesia sedangkan, pembicaraan kedua
yakniinstitusi politik pada umumnya tidak benar-benar memiliki komitmen penuh pada
pemberdayaan perempuan. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang belum
memenuhi 30% keterwakilan perempuan di dalam legislatif. Anggota DPRD Provinsi
Lampung periode 2014-2019 sendiri berjumlah 85 orang dengan jumlah perempuannya
hanya 12 orang, hal ini berarti persentase keterwakilan perempuan pada anggota DPRD
provinsi Lampung hasil pemilu 2014 baru berada pada angka 14%.Berikut perolehan kursi
anggota DPRD Provinsi Lampung hasil pemilu 2014 serta perbandingan jumlah kursi
perempuan dan laki-laki masing-masing partai.
Tabel 3. Perolehan Kursi Anggota DPRD Provinsi Lampung Hasil Pemilihan Umum
Tahun 2014 Masing-Masing Partai
Laki-Laki Perempuan
1. Partai Nasdem 5 3
2. Partai Kebangkitan Bangsa 6 1
3. Partai Keadilan Sejahtera 8 -
4. Partai Perjuangan 14 3
5. Partai Golongan Karya 9 1
6. Partai Gerindra 9 1
7. Partai Demokrat 10 1
8. Partai Amanat Nasional 7 1
9. Partai Persatuan Pembangunan 3 1
10. Partai Hati Nurani Rakyat 2 -
73 12
Sumber: Diolah dari data KPU Provinsi Lampung 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada pemilu legislatif Provinsi Lampung
tahun 2014 terdapat 12 partai politik yang menjadi peserta pemilu, dari 12 partai politik
tersebut terdapat 8 partai politikyang mempunyai keterwakilan kursi perempuan. Partai yang
mempunyai keterwakilan kursi perempuan terdiri dari Partai PDI Perjuangan, Nasdem,
Golkar, PPP, Gerindra, PKB, Demokrat dan PAN. PDI Perjuangan dan Nasdem merupakan
partai yang memperoleh kursi perempuan terbanyak yakni masing-masing tiga kursi,
sedangkan Golkar, PPP, Gerindra, PKB, Demokrat dan PAN masing-masing memiliki satu
kursi. Berikut data anggota DPRD perempuan Provinsi Lampung hasil pemilu tahun 2014
dari masing-masing partai politik. Berdasarkan pencalonan DPRD Provinsi Lampung 2014
lalu, 12 partai politik peserta pemilu masing-masing mempunyai calon baik laki-laki maupun
perempuan. Masing-masing partai mempunyai jumlah Daftar Calon Tetap (DCT) yang
berbeda. Berikut adalah jumlah Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPRD Provinsi Lampung
dalam pemilu 2014. Tabel-tabel di atas juga memperlihatkan bahwa keterlibatan perempuan
di ranah publik masih sangat minim. Di setiap lembaga negara masih di dominasi oleh kaum
laki-laki. Berdasarkan tabel di atas terdapat dua asumsi yang menje laskan rendahnya
partisipasi perempuan. Pertama, rendahnya jumlah keterwakilan perempuan itu disebabkan
oleh perempuan itu sendiri. Untuk itu, perempuan harus memiliki kekuatan dalam segi
pendidikan dan pendapatan, agar mampu bersaing dengan laki-laki. Kedua, disebabkan oleh
budaya patriarki, penguasaan kekayaaan pribadi (private property), kelas sosial, kapitalisme,
dan aturan-aturan yang dibuat oleh negara(feminisme liberal, marxis, sosialis).
Selanjutnya jika dilihat juga pada tabel 2 diatas Perbandingan Jumlah Daftar Calon Tetap
(DCT) Calon Legislatif Perempuan Terhadap Jumlah Kursi Perempuan DPRD Provinsi
Lampung Hasil Pemilu 2014 di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat keterpilihan calon
legislatif perempuan hasil pemilu 2014 Provinsi Lampung Partai Nasdem dan PDI
Perjuangan paling tinggi dibandingkan partai lainnya. Tingkat keterpilihan calon legislatif
perempuan Partai Nasdem 30 berbanding 3 sedangkan PDI Perjuangan adalah 32 berbanding
tiga. Hasil pemilu tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa besarnya jumlah calon
yang diusung tidak menentukan kemenangan yang akan diperoleh. tentu ada strategi sendiri
yang diterapkan oleh partai PDI Perjuangan dan partai Nasdem dalam usaha memenangkan
calon legislatif perempuan yang diusungnya. Beberapa penelitian terkait mengenai strategi
pemenangan calon anggota legislatif memberikan gambaran bahwa ada strategi yang bisa
ditempuh untuk memenangkan pemilu. Menjelang pemilu tentu ada strategi tersendiri yang
disiapkan partai politik untuk memenangkan calon anggota legislatifnya. Berikut beberapa
penelitian terdahulu yang membahas mengenai strategi pemenangan calon anggota legislatif.
Seperti Penelitian yang dilakukan oleh Mahmud (2018) dengan judul Strategi Pemenangan
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam
Pemilu Legislatif Kota Salatiga Tahun 2019. Penelitian tersebut menggunakan metode
kualitatif serta menggunkan konsep perbandingan strategi khusus pemenangan pemilu. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa strategi pemenangan masing-masing caleg di PKPI
dan PKS Kota Salatiga Pada dasarnya hampir sama yaitu dengan membentuk tim sukses dan
menyiapkan logistik yang memadai guna membiayai kerja tim. Ada juga penelitian yang
dilakukan Ningsih (2016) berjudul Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Sebagai
Anggota Legislatif oleh Partai Politik di Kabupaten Berau. Penelitian tersebut menggunakan
metode deskrisptif kualitatif dengan konsep penelitian terdiri dari komitmen, faktor
penghambat dan faktor pendukung dalam pencalegan perempuan di Kabupaten
Berau.Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi perhatian
khusus yaitu strategi calon anggota legislatif partai untuk memicu setiap calon anggota
legislatif perempuan dalam pencalegan sehingga lebih dikenal dan memasyarakat serta
pendidikan akhir yang tinggi lebih banyak diminati oleh masyarakat sebagai caleg
perempuan.
Menurut David Mc. Celland dalam Fakih (2008: 57) bahwa pada dasarnya setiap individu
memiliki dorongan atau hasrat berprestasi disetiap level yang digelutinya, Need for
Achievement, (N’ach).Prestasi tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan yang baik.
Menurutnya hasrat berprestasi tersebut, bukan hanya untuk mendapatkan imbalan. Akan
tetapi, untuk mendapatkan kepuasan secara batin. Setiap individu memiliki hak dan dorongan
memanfaatkan peluang, dalam meraih kesempatan untuk membentuk dan merubah nasibnya
sendiri. Prestasi tersebut bergantung dari tingkat motivasi dan kerja kerasnya setiap individu
masyarakat. Peningkatan keterwakilan perempuan merupakan hal penting. Tindakan tersebut
dilakukan sebagai upaya meningkatkan status sosial mereka melalui pemberdayaan
perempuan. Mengatasi berbagai permasalahan yang selama ini belum mendapat perhatian
lebih di masyarakat. Melalui sistem ini pula proses kesejahteraan perempuan dapat
ditingkatkan secara maksimal, memberikan kesempatan dan hak yang sama bagi setiap
angota masyarakat tanpa memandang sara (Fakih. 2008). Peningkatan keterampilan dan
kompetensi perempuan dapat dilakukan melalui program “women in development” yaitu
memberikan program bagi “peningkatan taraf hidup keluarga seperti, pendidikan dan
keterampilan” serta “kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan perempuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan”. Program ini menjadi pemicu meningkatnya keahlian
perempuan yang dapat merangsang meningkatnya partisipasi politik Keberadaan kaum
perempuan di Indonesia, secara kuantitas setara dengan laki-laki, kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan pun sama. Menggunakan N’Ach yang dimiliki, kaum perempuan
mampu bersaing dengan laki-laki secara lebih sehat. Perempuan yang menjadi caleg tentu
memiliki pemahaman dalam menangkap issu, rumor, maupun opini publik yang berkembang
di masyarakat. Isu itu dijadikan sebagai wacana politiknya sebagai media yang mampu
mempengaruhi persepsi pemilih. Hal ini memberikan persepsi bahwa perempuan juga
mampu membentuk sistem ketatanegaraan yang lebih mapan di Indonesia.
Salah satu strategi yang dapat digunakan caleg perempuan dalam meningkatkan perolehan
suaranya yaitu, melalui retorika tentang kesamaan dan kesetaraan. Strategi ini dilakukan
dengan argumentasi persuasif yang mampu mempengaruhi persepsi masyarakat tentang
kesamaan dan kesetaraan. Wacana -wacana politik perempuan, pidato maupun tulisan-tulisan
yang digerakkan oleh para pemimpin partai politiknya menjadi tindakan konkrit atas strategi
tersebut.Menurut Lovenduski (2008: 106) bahwa secara historis peningkatan partisipasi
politik perempuan dilakukan melalui strategi-strategi institusional, bekerja di dalam partai-
partai dan menerima peraturan-peraturan permainan yang ada. Proses ini dilakukan agar
perempuan mampu memahami aturan konstitusional yang diterapkan partai politik. Selain
itu, kaum feminis juga sangat gencar mewacana dasar-dasar persamaan gender ke seluruh
elemen masyarakat. Hal ini terutama dilakukan pada negara yang menganut demokrasi
modern. Strategi yang dilakukan caleg perempuan tentu dengan mamasifkan wacana
persamaan tersebut di tengah masyarakat. Caleg perempuan dapat menggunakan
komunitasnya sebagai bagian dari komoditas politik. Kaum perempuan akan lebih cepat
mengembangkan isu dan mempertahankannya secara permanen. Proses tersebut dapat
dilakukan melalui, kelompok arisan, berbelanja di pasar, forum pengajian dan sebagainya.
Selain itu, caleg perempuan harus memiliki pertautan idealisme dengan komponen
masyarakat di luarnya, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media massa, dan
lembaga-lembaga profesional lainnya. Pendekatan yang dilakukan adalah bekerja sama
dengan para caleg lain dalam partai politiknya dan membuat sekutu dengan mitra-mitra sosial
serta paguyuban-paguyuban warga yang bersifat sukarela. Membangun kerja sama dengan
beberapa caleg merupakan suatu upaya untuk menghimpun dan membentuk agenda politik
bersama. Kerja sama politik yang dilakukan dengan berbagai pihak menjadi sangat efektif
untuk menciptakan atau meningkatkan isu strategis di masyarakat. Caleg perempuan tentu
membutuhkan informasi lebih atas permasalahan di masyarakat. Lembaga-lembaga ini akan
sangat membantu caleg guna mendapatkan informasi secara akurat. Dengan demikian, caleg
akan mudah melakukan pemetaan isu yang tepat untuk digulirkan saat berkampanye.
Pencitraan perempuan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan strategi-strategi politik
klasik seperti, pewacanaan dan perdebatan mengenai keterwakilan perempuan dalam politik.
Selain itu, pemahaman caleg perempuan terhadap peraturan tentang pencalonan anggota
legislatif, mobilitas dukungan, pembangunan jaringan, penataan ulang wacana politik dan
akumulasi serta sosialisasi visi-misi mampu menjadi pengeksposan tersendiri atas berbagai
keahlian yang dimiliki, sesuai tugas dan fungsinya dalam mengusung serta memperjuangkan
aspirasi masyarakat. Secara umum, pemilih menjatuhkan pilihannya didasari oleh orientasi
policy problem solving dan orientasi ideology (Firmanzah, 2008: 109). Orientasi policy
problem solving adalah pemilih menaruh perhatiannya pada caleg perempuan yang mampu
menawarkan solusi terbaik terhadap permasalahan masyarakatnya. Solusi yang ditawarkan
caleg perempuan harus didukung oleh data-data yang valid dan disampaikan melalui
argumentasi persuasif secara matang.
Dalam penjelasan yang sudah penulis paparkan, bahwa Partai politik akan memainkan fungsi
dan perannya sedemikian rupa sehingga proses demokrasi dan stabilitas masyarakat dapat
berjalan maksimal. Melalui kadernya yang terpilih di lembaga legislatif, dimana partai politik
harus mampu membentuk kebijakan pengrekrutan politik secara baik. Ketika terjadi
penyimpangan dalam rekruitmen, maka kehancuran atau kekalahan dalam moment pemilihan
umum sangat rentan terjadi. Dimana Partai Nasdem melakukan strategi model perencanaan
dalam upaya memenangkan calon legislatif perempuan dalam bentuk pengkaderan. Pengkaderan
dilakukan dalam bentuk pembekalan terhadap calon legislatif perempuan wilayah Lampung 1
dan Lampung 2 yang salah satu materinya adalah strategi pemenangan pemilu sedangkan PDI
Perjuangan melakukan strategi model perencanaan dalam upaya memenangkan calon legislatif
perempuan dalam bentuk pengkaderan. Pengkaderan dilakukan dalam skala nasional yakni
dalam kegiatan Pendidikan Kader Khusus Perempuan Nasional (PKKPN). Salah satu tujuan
kegiatan tersebut adalah untuk mempersiapkan calon legislatif perempuan.
Dan keberhasilan strategi politik disini akan terbukti dalam pemilihan legislatif. Yang dimana
strategi yang baik dapat meningkatkan suara hingga hal yang tidak terbayangkan, menjadikan
caleg perempuan sebagai orang nomor satu di daerahnya dan terpilih sebagai anggota legislatif.
Sedangkan kesalahan dalam penerapan strategi akan berdampak negatif bagi perolehan suara
dalam politik
Refrensi
Anugrah, Astrid. 2008. UU Parpol 2008 (UU No 2 Tahun 2008) Dan Keterwakilan
Perampuan Dalam Parpol. Pancuran Alam. Jakarta
Mahmud (2018) Strategi Pemenangan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Salatiga
Jurnal
Siti Nimrah dan Sakaria. 2015.“Perempuan dan Budaya Patriarki dalam Politik
(Studi Kasus Kegagalan)”. Jurnal Magister Ilmu Politik Vol 1 No 2 Juli 2015.Universitas
Hasanudin.
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRD.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat.
Artikel
Konsep Gender. www.kemenpppa.go.di diakses pada 22 Maret 2020 pukul 20.00 WIB
M.detik.com diakses pada 22 Meret 2020 pukul 14.15 WIB.