Anda di halaman 1dari 14

Tugas Individu (Gender dan Politik)

Strategi Politik Calon Legislatif Perempuan dalam Memenangkan Pemilihan Legislatif


2019 (Studi pada Partai Nasdem dan PDI Perjuangan Provinsi Lampung)

Nama Mahasiswa : Zakia Salsabila

NPM : 1716021018

Mata Kuliah : Gender dan Politik

Dosen Pengampu : Dr. Tabah Maryanah S.IP., M.Si.

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perempuan dan politik merupakan rangkaian dua kata yang tidak bisa dipisahkan. Perempuan
sering kali digunakan alat strategi oleh partai politik. Perempuan sering dijadikan slogan
untuk mencari suara akan tetapi setelah pemilu berlangsung partai politik akan lupa pada
janjinya. Slogan tersebut dimaksudkan sebagai kampanye agar perempuan tertarik
menyumbangkan suaranya pada partai politik. Perempuan sering dijanjikan setelah pemilu
berakhir dan mencapai kemenangan akan dijadikan sebagai agenda politik. Akan tetapi janji
kampanye itu tidak direalisasikan, bahkan proses penjaringan calon anggota legislatif
dilakukan perempuan tidak diajak. Kalaupun diajak perempuan ditempatkan di nomer bawah
atau yang lebih dikenal dengan nomer sepatu. Dengan begitu jumlah keterwakilan
perempuan dilembaga legislatif menurun. Di Indonesia kaum perempuan dapat menikmati
hak-hak politiknya sejak sebelum kemerdekaan. Hal itu terbukti dengan adanya pengakuan
terhadap kepemimpinan perempuan baik di dalam organisasi maupun dimedan pertempuran
pada masa penjajahan. Setelah kemerdekaan aktualisasi perempuan dalam kehidupan politik
mulai lebih baik.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kerjasama Badan Pusat


Statistik (2017) menjelaskan, capaian Indeks Pembangunan Gender Indonesia tahun 2016
sebesar 90,82 atau mengalami penurunan sebesar 0,21 poin atau 0,23% dari tahun
sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan gender yang dapat dilihat
dari rendahnya keterwakilan perempuan di dalam politik.Keterwakilan perempuan didalam
parlemen masih tergolong rendah. Angka keterwakilan perempuan Legislatif Provinsi
Lampung 2014 baru 14%, dari angka tersebut Partai Nasdem dan Partai PDI Perjuangan
merupakan dua partai dengan persentase terbanyak yang menyumbangkan calon legislatif
perempuan. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui strategi pemenangan calon legislatif
perempuan pada pemilihan legislatif Provinsi Lampung 2019 yang di lakukan oleh Partai
Nasdem dan PDI Perjuangan. Seperti dalam Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia
masih jauh dari yang diharapkan. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia pada tahun
2016 bahkan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bekerjasama dengan Badan Pusat
Statistik (BPS) pada tahun 2017 menjelaskan,capaian IPG Indonesia tahun 2016 sebesar
90,82 atau mengalami penurunan sebesar 0,21 poin atau 0,23% dari tahun sebelumnya
sebesar 91,03, padahal selama tahun 2010-2015 IPG selalu mengalami peningkatan
(www.kemenpppa.go.di diakses pada 22 Maret 2020 pukul 20.00 WIB). Keberhasilan politik
di suatu negara bukan hanya diukur dengan adanya pemilu, lembaga-lembaga pemerintahan
seperti Presiden, MPR, DPR, dan lain-lain. Keterwakilan perempuan yang tinggi dalam
politik menjadi hal yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Keterwakilan politikjuga tidak
hanya dapat dilakukan oleh laki-laki namun, pada kenyataannya di Indonesia perempuan
berperan sangat buruk bila melihat realitas politik yang ada, perempuan hanya menjadi objek
politik tetapi apatis juga terhadap perkembangan kaum nya. Sistem politik kita yang berlaku
saat ini, kebijakan yang berlaku menempatkan perempuan hanya Sebagai second person
(orang kedua) setelah laki-laki sehingga nasib perempuan tidak pernah mengalami perubahan
yang signifikan dan banyak mengalami diskriminasi. Diskriminasi perempuan membuat
sebagian perempuan trauma untuk memberikan peluang bagi dirinya untuk menentukan arah
kebijakan selalu terbungkam dan kalah oleh dominasi kekuasaan dan kepentingan laki-
laki.Artinya sosial masyarakat perempuan dinilai tidak mampu memimpin. Perempuan
dianggap sebagai sosok yang lebih mengutamakan perasaan dibandingkan dengan
rasionalitas. Dominasi laki-laki masih terjadi di setiap bidang, seperti keluarga masih
dikuasai oleh laki-laki begitupun di tempat kerja masih dipimpin oleh laki-laki. Perempuan
dianggap mahluk lemah yang tidak mampu memimpin dan ikut campur dalam kebijakan,
termasuk dalam berpolitik. Hal itu terjadi karena adanya penyalahartian konsep gender.
Ketimpangan gender ini akhirnya menimbulkan berbagai bentuk ketidakadilan dan
ketidaksetaraan gender.Menurut Akademisi Universitas Lampung Dr. Robi Cahyadi
Kuriawan (13/7/2018) mengatakan bahwa pemilihan presiden tiga periode terakhir hanya
menempatkan megawati soekarnoputri sebagai satu-satunya calon presiden dari kaum hawa.
Dalam pilpres 2014, tidak ada satu pun calon perempuan yang muncul.Salah satu upaya
pemerintah untuk meningkatkan keterwakilan atau peran perempuan sudah dilakukan dengan
menerbitkan beberapa peraturan yang berusaha menjamin peningkatan keterwakilan
perempuan di kursi parlemen.

Keterwakilan perempuan antara lain diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011
tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7
Tahun 2013. Peraturan-peraturan tersebut dibuat untuk mewujudkan keadilan antara laki-laki
dan perempuan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik telah diatur
mengenai jumlah keterwakilan perempuan dalam pendirian dan pembentukan partai politik.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRDberisi kebijakan tentang kuota minimal 30% perempuan dalam pencalonan legislatif.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut khususnya pada pasal 55 dan 56 ayat (2) dijelaskan
bahwa pemilu legislatif mengamanatkan sedikitnya 30 persen perempuan di daftar calon
legislatif dan minimal terdapat satu perempuan di antara tiga calon legislatif. Peraturan
tersebut termuat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor7 Tahun 2013
tentang Aturan Pencalonan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Berdasarkan
PKPU Nomor 7 Tahun 2013 pada pasal 27 ayat 1 huruf b, jika ketentuan 30 persen
keterwakilan perempuan tidak terpenuhi, parpol dinyatakan tidak memenuhi syarat
pengajuan daftar bakal calon pada daerah pemilihan bersangkutan. Rendahnya keterwakilan
perempuan di ranah publik khususnya dalam ranah politik tentu dipengaruhi oleh berbagai
hal. Rendahnya keterwakilan perempuan di ranah politik dapat dijelaskan ke dalam
setidaknya dua pembicaraan. Pembicaraan pertama adalah masih mengakar kuatnya
paradigma patriarki disebagian besar masyarakat Indonesia sedangkan, pembicaraan kedua
yakniinstitusi politik pada umumnya tidak benar-benar memiliki komitmen penuh pada
pemberdayaan perempuan. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang belum
memenuhi 30% keterwakilan perempuan di dalam legislatif. Anggota DPRD Provinsi
Lampung periode 2014-2019 sendiri berjumlah 85 orang dengan jumlah perempuannya
hanya 12 orang, hal ini berarti persentase keterwakilan perempuan pada anggota DPRD
provinsi Lampung hasil pemilu 2014 baru berada pada angka 14%.Berikut perolehan kursi
anggota DPRD Provinsi Lampung hasil pemilu 2014 serta perbandingan jumlah kursi
perempuan dan laki-laki masing-masing partai.

Tabel 1. Jumlah Perolehan Kursi DPRD Provinsi Lampung


Hasil Pemilihan Umum 2014
NO Partai Jumlah Kursi Presentase
1. Partai Nasdem 8 9,41%

2. Partai Kebangkitan Bangsa 7 8,24%


3. Partai Keadilan Sejahtera 8 9,41%
4. PDI Perjuangan 17 20,00%
5. Partai Golongan Karya 10 11,76%
6. Partai Gerindra 10 11,76%
7. Partai Demokrat 11 12,94%
8. Partai Amanat Nasional 8 9,41%
9. Partai Persatuan Pembangunan 4 4,71%
10. Partai Hati Nurani Rakyat 2 2,35%
11. Partai Bulan Bintang - 0,00%
12. Partai Keadilan dan Persatuan - 0,00%
Indonesia
Total 85 100%
Sumber: Diolah dari data KPU Provinsi Lampung 2014

Tabel 3. Perolehan Kursi Anggota DPRD Provinsi Lampung Hasil Pemilihan Umum
Tahun 2014 Masing-Masing Partai

NO. Partai Jumlah Kursi

Laki-Laki Perempuan
1. Partai Nasdem 5 3
2. Partai Kebangkitan Bangsa 6 1
3. Partai Keadilan Sejahtera 8 -
4. Partai Perjuangan 14 3
5. Partai Golongan Karya 9 1
6. Partai Gerindra 9 1
7. Partai Demokrat 10 1
8. Partai Amanat Nasional 7 1
9. Partai Persatuan Pembangunan 3 1
10. Partai Hati Nurani Rakyat 2 -
73 12
Sumber: Diolah dari data KPU Provinsi Lampung 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada pemilu legislatif Provinsi Lampung
tahun 2014 terdapat 12 partai politik yang menjadi peserta pemilu, dari 12 partai politik
tersebut terdapat 8 partai politikyang mempunyai keterwakilan kursi perempuan. Partai yang
mempunyai keterwakilan kursi perempuan terdiri dari Partai PDI Perjuangan, Nasdem,
Golkar, PPP, Gerindra, PKB, Demokrat dan PAN. PDI Perjuangan dan Nasdem merupakan
partai yang memperoleh kursi perempuan terbanyak yakni masing-masing tiga kursi,
sedangkan Golkar, PPP, Gerindra, PKB, Demokrat dan PAN masing-masing memiliki satu
kursi. Berikut data anggota DPRD perempuan Provinsi Lampung hasil pemilu tahun 2014
dari masing-masing partai politik. Berdasarkan pencalonan DPRD Provinsi Lampung 2014
lalu, 12 partai politik peserta pemilu masing-masing mempunyai calon baik laki-laki maupun
perempuan. Masing-masing partai mempunyai jumlah Daftar Calon Tetap (DCT) yang
berbeda. Berikut adalah jumlah Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPRD Provinsi Lampung
dalam pemilu 2014. Tabel-tabel di atas juga memperlihatkan bahwa keterlibatan perempuan
di ranah publik masih sangat minim. Di setiap lembaga negara masih di dominasi oleh kaum
laki-laki. Berdasarkan tabel di atas terdapat dua asumsi yang menje laskan rendahnya
partisipasi perempuan. Pertama, rendahnya jumlah keterwakilan perempuan itu disebabkan
oleh perempuan itu sendiri. Untuk itu, perempuan harus memiliki kekuatan dalam segi
pendidikan dan pendapatan, agar mampu bersaing dengan laki-laki. Kedua, disebabkan oleh
budaya patriarki, penguasaan kekayaaan pribadi (private property), kelas sosial, kapitalisme,
dan aturan-aturan yang dibuat oleh negara(feminisme liberal, marxis, sosialis).

Selanjutnya jika dilihat juga pada tabel 2 diatas Perbandingan Jumlah Daftar Calon Tetap
(DCT) Calon Legislatif Perempuan Terhadap Jumlah Kursi Perempuan DPRD Provinsi
Lampung Hasil Pemilu 2014 di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat keterpilihan calon
legislatif perempuan hasil pemilu 2014 Provinsi Lampung Partai Nasdem dan PDI
Perjuangan paling tinggi dibandingkan partai lainnya. Tingkat keterpilihan calon legislatif
perempuan Partai Nasdem 30 berbanding 3 sedangkan PDI Perjuangan adalah 32 berbanding
tiga. Hasil pemilu tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa besarnya jumlah calon
yang diusung tidak menentukan kemenangan yang akan diperoleh. tentu ada strategi sendiri
yang diterapkan oleh partai PDI Perjuangan dan partai Nasdem dalam usaha memenangkan
calon legislatif perempuan yang diusungnya. Beberapa penelitian terkait mengenai strategi
pemenangan calon anggota legislatif memberikan gambaran bahwa ada strategi yang bisa
ditempuh untuk memenangkan pemilu. Menjelang pemilu tentu ada strategi tersendiri yang
disiapkan partai politik untuk memenangkan calon anggota legislatifnya. Berikut beberapa
penelitian terdahulu yang membahas mengenai strategi pemenangan calon anggota legislatif.
Seperti Penelitian yang dilakukan oleh Mahmud (2018) dengan judul Strategi Pemenangan
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam
Pemilu Legislatif Kota Salatiga Tahun 2019. Penelitian tersebut menggunakan metode
kualitatif serta menggunkan konsep perbandingan strategi khusus pemenangan pemilu. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa strategi pemenangan masing-masing caleg di PKPI
dan PKS Kota Salatiga Pada dasarnya hampir sama yaitu dengan membentuk tim sukses dan
menyiapkan logistik yang memadai guna membiayai kerja tim. Ada juga penelitian yang
dilakukan Ningsih (2016) berjudul Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Sebagai
Anggota Legislatif oleh Partai Politik di Kabupaten Berau. Penelitian tersebut menggunakan
metode deskrisptif kualitatif dengan konsep penelitian terdiri dari komitmen, faktor
penghambat dan faktor pendukung dalam pencalegan perempuan di Kabupaten
Berau.Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi perhatian
khusus yaitu strategi calon anggota legislatif partai untuk memicu setiap calon anggota
legislatif perempuan dalam pencalegan sehingga lebih dikenal dan memasyarakat serta
pendidikan akhir yang tinggi lebih banyak diminati oleh masyarakat sebagai caleg
perempuan.
Menurut David Mc. Celland dalam Fakih (2008: 57) bahwa pada dasarnya setiap individu
memiliki dorongan atau hasrat berprestasi disetiap level yang digelutinya, Need for
Achievement, (N’ach).Prestasi tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan yang baik.
Menurutnya hasrat berprestasi tersebut, bukan hanya untuk mendapatkan imbalan. Akan
tetapi, untuk mendapatkan kepuasan secara batin. Setiap individu memiliki hak dan dorongan
memanfaatkan peluang, dalam meraih kesempatan untuk membentuk dan merubah nasibnya
sendiri. Prestasi tersebut bergantung dari tingkat motivasi dan kerja kerasnya setiap individu
masyarakat. Peningkatan keterwakilan perempuan merupakan hal penting. Tindakan tersebut
dilakukan sebagai upaya meningkatkan status sosial mereka melalui pemberdayaan
perempuan. Mengatasi berbagai permasalahan yang selama ini belum mendapat perhatian
lebih di masyarakat. Melalui sistem ini pula proses kesejahteraan perempuan dapat
ditingkatkan secara maksimal, memberikan kesempatan dan hak yang sama bagi setiap
angota masyarakat tanpa memandang sara (Fakih. 2008). Peningkatan keterampilan dan
kompetensi perempuan dapat dilakukan melalui program “women in development” yaitu
memberikan program bagi “peningkatan taraf hidup keluarga seperti, pendidikan dan
keterampilan” serta “kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan perempuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan”. Program ini menjadi pemicu meningkatnya keahlian
perempuan yang dapat merangsang meningkatnya partisipasi politik Keberadaan kaum
perempuan di Indonesia, secara kuantitas setara dengan laki-laki, kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan pun sama. Menggunakan N’Ach yang dimiliki, kaum perempuan
mampu bersaing dengan laki-laki secara lebih sehat. Perempuan yang menjadi caleg tentu
memiliki pemahaman dalam menangkap issu, rumor, maupun opini publik yang berkembang
di masyarakat. Isu itu dijadikan sebagai wacana politiknya sebagai media yang mampu
mempengaruhi persepsi pemilih. Hal ini memberikan persepsi bahwa perempuan juga
mampu membentuk sistem ketatanegaraan yang lebih mapan di Indonesia.
Salah satu strategi yang dapat digunakan caleg perempuan dalam meningkatkan perolehan
suaranya yaitu, melalui retorika tentang kesamaan dan kesetaraan. Strategi ini dilakukan
dengan argumentasi persuasif yang mampu mempengaruhi persepsi masyarakat tentang
kesamaan dan kesetaraan. Wacana -wacana politik perempuan, pidato maupun tulisan-tulisan
yang digerakkan oleh para pemimpin partai politiknya menjadi tindakan konkrit atas strategi
tersebut.Menurut Lovenduski (2008: 106) bahwa secara historis peningkatan partisipasi
politik perempuan dilakukan melalui strategi-strategi institusional, bekerja di dalam partai-
partai dan menerima peraturan-peraturan permainan yang ada. Proses ini dilakukan agar
perempuan mampu memahami aturan konstitusional yang diterapkan partai politik. Selain
itu, kaum feminis juga sangat gencar mewacana dasar-dasar persamaan gender ke seluruh
elemen masyarakat. Hal ini terutama dilakukan pada negara yang menganut demokrasi
modern. Strategi yang dilakukan caleg perempuan tentu dengan mamasifkan wacana
persamaan tersebut di tengah masyarakat. Caleg perempuan dapat menggunakan
komunitasnya sebagai bagian dari komoditas politik. Kaum perempuan akan lebih cepat
mengembangkan isu dan mempertahankannya secara permanen. Proses tersebut dapat
dilakukan melalui, kelompok arisan, berbelanja di pasar, forum pengajian dan sebagainya.
Selain itu, caleg perempuan harus memiliki pertautan idealisme dengan komponen
masyarakat di luarnya, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media massa, dan
lembaga-lembaga profesional lainnya. Pendekatan yang dilakukan adalah bekerja sama
dengan para caleg lain dalam partai politiknya dan membuat sekutu dengan mitra-mitra sosial
serta paguyuban-paguyuban warga yang bersifat sukarela. Membangun kerja sama dengan
beberapa caleg merupakan suatu upaya untuk menghimpun dan membentuk agenda politik
bersama. Kerja sama politik yang dilakukan dengan berbagai pihak menjadi sangat efektif
untuk menciptakan atau meningkatkan isu strategis di masyarakat. Caleg perempuan tentu
membutuhkan informasi lebih atas permasalahan di masyarakat. Lembaga-lembaga ini akan
sangat membantu caleg guna mendapatkan informasi secara akurat. Dengan demikian, caleg
akan mudah melakukan pemetaan isu yang tepat untuk digulirkan saat berkampanye.
Pencitraan perempuan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan strategi-strategi politik
klasik seperti, pewacanaan dan perdebatan mengenai keterwakilan perempuan dalam politik.
Selain itu, pemahaman caleg perempuan terhadap peraturan tentang pencalonan anggota
legislatif, mobilitas dukungan, pembangunan jaringan, penataan ulang wacana politik dan
akumulasi serta sosialisasi visi-misi mampu menjadi pengeksposan tersendiri atas berbagai
keahlian yang dimiliki, sesuai tugas dan fungsinya dalam mengusung serta memperjuangkan
aspirasi masyarakat. Secara umum, pemilih menjatuhkan pilihannya didasari oleh orientasi
policy problem solving dan orientasi ideology (Firmanzah, 2008: 109). Orientasi policy
problem solving adalah pemilih menaruh perhatiannya pada caleg perempuan yang mampu
menawarkan solusi terbaik terhadap permasalahan masyarakatnya. Solusi yang ditawarkan
caleg perempuan harus didukung oleh data-data yang valid dan disampaikan melalui
argumentasi persuasif secara matang.

Orientasi Ideology menggambarkan bahwa masyarakat akan memilih caleg perempuan


didasari oleh adanya ikatan ideologi. Pemilih ideologi lebih menekankan aspek-aspek
subjektifitas seperti kedekatan nilai, budaya, agama, moralitas, norma, emosi, dan
psikografis. Semakin dekat kesamaan partai politik atau kedekatan subjektifitas caleg
perempuan dengan masyarakat, kemungkinan dipilih semakin besar. Untuk itu, caleg
perempuan harus mampu mengelola sistem komunikasi dengan baik. Komunikasi tersebut
berfungsi untuk menyampaikan ide perubahan kepada masyarakat dengan cara yang santun
dan bijak. Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah menyerap ide perubahan yang
ditawarkan. Komunikasi dapat disampaikan secara langsung (tatap muka) ataupun melalui
media (Massa dan Elektronik). Media komunikasi tersebut seperti, telephon, koran, majalah,
televisi, radio, internet, baleho, spanduk, stiker dan sebagainya. Strategi caleg perempuan
dengan menggunakan komunikasi efektif perlu memperhatikan berbagai objek sasaran yang
dituju seperti, latar belakang pendidikan, budaya, mata pencaharian, dominasi gender, suku,
agama, sehingga pola penyampaian informasi dapat berjalan maksimal. Selain itu, caleg
perempuan perlu memanfaatkan sisi feminisme (keperempuanan) dan pengetahuan (N’ach)
yang dimilikinya. Dengan demikian, masyarakat akan mudah tersentuh oleh pendekaan yang
dilakukan secara persuasif tersebut. Komunikasi tidak terlepas dari interaksi dan aktivitas
keseharian masyarakat. Indikasi terjadinya konflik dimasyarakat sangat mungkin terjadi.
Konflik tersebut terjadi atas kesalahpahaman dari komunikasi yang terbangun. Caleg
perempuan harus mampu mengelola konflik yang berkembang guna dijadikan sebagai
komoditas politiknya yang memungkinkan strategi dapat berfungsi dengan baik.
Menghindari dampak negatif yang muncul atas interaksi yang terbangun dimasyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang sudah penulis jelaskan diatas, penulis ingin mengetahui
Bagaimana Strategi Politik Calon Legislatif Perempuan dalam Memenangkan Pemilihan
Legislatif 2019 (Studi pada Partai Nasdem dan juga Partai PDI Perjuangan Provinsi
Lampung)?
C. Analisa Masalah
Berdasarkan beberapa penulisan terdahulu diatas ditemukan berbagai persamaan dan
perbedaan didalam penulisan kali ini. Salah satu persamaan penelitian terdahulu dengan
penulisan yang penulis lakukan adalah sama-sama menggunakan tipe penelitian kualitatif.
Perbedaannya adalah penelitian-penelitian terdahulu yang telah dijabarkan diatas umumnya
hanya menggunakan teori strategi tanpa menggunakan konsep gender, sedangkan pada
penulisan kali ini selain menggunakan teori strategi peneliti juga menggunakan teori gender
dan partai politik dalam melihat peran partai terhadap perempuan. Setiap partai politik
mempunyai strategi tersendiri untuk mendongkrak suara atau merebut kursi pada berbagai
pemilihan umum. Menjelang pemilihan legislatif 2019 kemarin maka sudah seharusnya
partai politik peserta pemilu mempersiapkan diri untuk menempatkan caleg perempuannya,
tujuannya agar terpenuhinya kuota 30% yang dicanangkan. Angka 30% Didapat berdasarkan
penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa (m.detik.com)yang menyatakan bahwa jumlah
minimum 30% Memungkinkan terjadinya suatu perubahan dan membawa dampak pada
kualitas keputusan yang diambil dalam lembaga-lembaga publik.(m.detik.com diakses pada
22 Meret 2020 pukul 14.15 WIB) duduknya perempuan dalam lembaga perwakilan
diharapkan mampu mengakomodir kepentingan perempuan. Menarik untuk diteliti mengenai
strategi yang diterapkan Partai PDI Perjuangan dan Partai Nasdem Provinsi Lampung dalam
memenangkan calon legislatif perempuannya pada pemilu legislatif 2019 kemarin,
mengingat ke dua partai ini pada pemilu tahun 2014 lalu memperoleh kursi legislatif
perempuan terbanyak dibandingkan partai lainnya. Selain untuk meningkatkan kesetaraan
gender diharapkan juga keterwakilan perempuan dapat mewakili kepentingan perempuan,
dengan demikian kebijakan-kebijakan yang dihasilkan menjadi responsif gender.
Keterwakilan perempuan di legislatif dengan adanya partisipasi politik. Dapat dikatakan
partisipasi politik karena kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik antara lain dengan jalan memilih pemimpin. Partai PKB sudah
menerapkan kebijakan kuota 30%. Perempuan Bangsa memperjuangkan kuota 30% dalam
setiap proponsinya. Akan tetapi perempuan itu kecukupan finansial masih minim tidak
sebanyak laki-laki. Sistem kuota dianggap menjadi pilihan yang tepat untuk mempercepat
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik khususnya dalam keterwakilan
perempuan di DPR. Keterwakilan perempuan dalam politik secara nyata tidak saja
didasarkan pada keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan tetapi juga kontribusinya
untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Keterlibatan perempuan dalam politik
merupakan bukan hal yang baru karena mereka telah turut serta secara aktif dalam
pergerakan kebangsaan. Perempuan Bangsa aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat di
acara kumpulan ibu-ibu seperti yasinan, PKK, muslimat dan fatayat untuk mensosialisasikan
pentingnya berpartisipasi politik.
Konsep gender sendiri berkaitan erat dengan peran atau posisi perempuan yang cenderung
dibedakan dengan laki-laki. Umumnya perempuan hanya diidentikan pada ranah domestik,
sedangkan laki-laki berada pada ranah domestik. Konsep ini semakin melekat pada
masyarakat sehingga budaya patriarki seolah semakin kokoh dirasakan. Fakih (Ningsih,
2016: 1605) menyebutkan bahwa gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-
laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Jika berbicara
tentang kesetaraan gender maka keberadaan perempuan akan sangat berkaitan erat dengan
dunia publik salah satunya dalam urusan politik. Partai politik adalah pilar penting dalam
demokrasi yang tidak dapat dihilangkan keberadaannya. Pasca Orde Baru partai-partai
bermunculan menjelang pemilu. Partai politik dimaknai sebagai sebuah perhimpuanan yang
terdiri dari banyak orang dengan tujuan bersama yang berorientasi pada kepentingan. Seperti
yang diungkapkan Bruke (Jurdi, 2014:140) ia mendefinisikan partai politik sebagai lembaga
yang terdiri atas orang-orang yang bersatu, untuk mempromosikan kepentingan nasional
secara bersama- sama, berdasarkan pada prinsip-prinsip dan hal-hal yang mereka setujui
Partai politik juga dianggap sebagai sebuah organisasi yang berusaha memperjuangkan nilai-
nilai yang ada di dalamnya. Bukan hanya memperjuangkan nilai tetapi juga memperjuangkan
kekuasaan. Seperti konsep partai politik menurut Pamungkas (2011:5) ia menyebutkan
bahwa partai politik merupakan sebuah organisasi untuk memperjuangkan nilai atau ideologi
tertentu melalui penguasaan struktur kekuasaan dan kekuasaan itu diperoleh melalui
keikutsertaannya di dalam pemilihan umum. Indonesia sebagai sebuah negara yang
menerapkan sistem demokrasi tentu tidak bisa dipisahkan dari partai politik. Kehadiran partai
politik seolah-olah menjadi satu kesatuan dengan sistem demokrasi. Sebagai sebuah entitas
yang memiliki hubungan erat dengan sistem demokrasi, tentunya partai politik memiliki
berbagai fungsi tersendiri. David McKay (Jurdi, 2014:141-142)
Keberadaan partai politik sendiri sangat berkaitan erat dengan proses rekruitmen politik.
Rekruitmen politik dapat diartikan sebagai sebuah proses penjaringan orang-orang tertentu
yang memenuhi syarat yang telah ditentukan untuk selanjutnya bisa duduk pada sebuah kursi
kekuasaan. Rekruitmen politik dianggap sebagai sebuah proses dalam mengisi sebuah
jabatan tertentu. Rekrutmen politik memiliki berbagai tahapan. Menurut Norris (Pamungkas,
2011:92) terdapat tiga tahap dalam rekruitmen politik, yaitu sertifikasi, penominasian, dan
tahap pemilu. Tahap sertifikasi adalah tahap pendefinisian kriteria yang dapat masuk dalam
kandidasi. Tahap penominasian meliputi ketersediaan (supply) calon yang memenuhi syarat
dan permintaan (demand) dari penyeleksian ketika memutuskan siapa yang di nominasikan,
sedangkan tahap pemilu adalah tahap terakhir yang menentukan siapa yang memenangkan
pemilu. Berkaitan dengan respon partai terhadap keberadaan perempuan ada hal-hal yang
bisa diamati. Berkenaan dengan signifikasi sikap dan tindakan partai terhadap posisi
perempuan dalam hubungan kekuasaan di internal partai Lovenduski dan Norris (1993:12)
membahas program dan struktur organisasi partai yang berhubungan dengan hal tersebut.
Program adalah menyangkut hal- hal apa yang akan dan tidak akan dilakukan oleh partai baik
sebagai pencerminan ideologi maupun kepentingan yang lebih bersifat pragtmatis, sedangkan
struktur partai adalah mengenai bagaimana dan siapa yang akan melakukan pengelolaan
partai.
Peran dan keberadaan perempuan di dalam kehidupan seolah-olah dikesampingkan, hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor. Ketika kondisi ini terus dibiarkan maka ketidakadilan
gender akan terus dirasakan. Perempuan pada dasarnya mempunyai posisi yang sama dengan
laki-laki, baik pada ranah domestik maupun pada ranah publik. Minimnya jumlah perempuan
di dalam ranah politik sendiri salah satunya dipengaruhi oleh faktor budaya patriarki. Putra
(Siti Nimrah & Sakaria 2015:178) menyatakan bahwa anggapan perempuan sebagai makhluk
lemah memberikan asupan pemikiran bahwa perempuan tidak sepatutnya bergelut dengan
dunia politik yang penuh dengan kekerasan dan dialektika kekuasaan. Perempuan dinilai
tidak mampu memimpin dan membuat kebijakan tegas karena patron yang telah membentuk
perempuan sebagai makhluk perasaan, artinya perempuan tidak dapat memberikan keputusan
ketika menggunakan sisi perasaan dalam menilai sebuah keputusan. Berbagai upaya
hendaknya dilakukan oleh partai politik untuk dapat memaksimalkan kuota 30%
keterwakilan perempuan yang dicanangkan tersebut. Agar perempuan dapat memenuhi kuota
yang telah ditetapkan secara yuridis tersebut, maka menurut Nadroh (Remiswal,2013)
menyebutkan bahwa dibutuhkan performance politik perempuan yang menitikberatkan pada
aspek rasa hormat dan tanggung jawab bersikap kritis, terbuka, rasional, jujur dan adil. Disisi
lain perempuan harus memiliki kompetensi politik yang mencakup aspek mental dan moral
(budi pekerti, disiplin, demokratis) dan intelektual (ketrampilan berpikir logis, luwes, orisinil,
dan elaborasi wawasan, profesionalisme serta kreativitas.
Pesta demokrasi tahun 2019 kemarin menjadi sebuah momentum yang ditunggu
kehadirannya oleh para calon atau kandidat yang menjadi peserta. Provinsi Lampung
merupakan salah satu provinsi yang telah menyelenggarakan pemilihan legislatif. Perempuan
telah diberi kesempatan dalam mengisi kursi legislative yakni dengan diberikannya kuota
minimal 30% keterwakilan perempuan. Provinsi Lampung masih sangat jauh dalam hal
pemenuhan kuota tersebut. Secara umum ada sejumlah strategi yang bisa digunakan oleh
partai politik dalam usahanya memenangkan calon legislatif perempuan. Teori yang
digunakan dalam penulisan ini adalah teroi strategi Robbins. Menurut Robbins (Sugiono,
2013:161) ada dua pandangan mengenai strategi, yaitu model perencanaan dan moder
evolusioner. Penulis juga menggunakan teori model strategi kampanye Klingeman dan
Romele (Marpaung, 2016:174- 175) informatif dan komunikatif. Kampanye informatif
merupakan kampanye yang bersifat satu arah, kampanye informatif menempatkan pesan
dalam penyampaian yang linear dari komunikator kepada khalayak. Kampanye komunikatif
merupakan kampanye yang bersifat dua arah dan menitik beratkan pada khalayak, serta
menjadikan pola komunikasi dua arah dalam menyampaiakan pesan kampanye. Penulis juga
menggunakan konsep gender dan partai politik. Konsep yang diungkapkan oleh Lovenduski
dan Norris (1993:12) terkait gender dan partai politik menyebutkan politik partai berkenaan
dengan hak politik perempuan dapat dilihat dari dua aspek besar yakni program dan struktur
organisasi partai. Program adalah menyangkut hal-hal apa yang akan dan tidak akan
dilakukan oleh partai baik sebagai pencerminan ideologi maupun kepentingan yang lebih
bersifat pragtmatis. Sementara struktur partai adalah mengenai bagaimana dan siapa yang
akan melakukan pengelolaan partai.
Partai politik harus memberikan pendidikan politik secara maksimal. Pendidikan politik
berfungsi untuk memberikan pemahaman tentang strategi politik yang baik, sehingga mampu
memenangkan pemilihan legislatif. Melalui pendidikan politik proses penyerapan dan
komunikasi yang disampaikan kepada masyarakat dapat dilakukan dengan efektif. Melalui
komunikasi (secara langsung maupun tidak langsung), hubungan interaksi terhadap berbagai
element masyarakat yang menjadi objek sasarannya dapat tersalurkan secara baik. Hal ini
membuktikan bahwa partai politik mampu menjadi lembaga politik formal yang memberikan
konstribusi nyata bagi pengembangan masyarakat. Pengetahuan caleg perempuan dalam
membaca budaya yang berkembang dapat memudahkannya untuk berinteraksi secara
langsung dengan masyarakat. Proses penyampaian informasi, maksud dan tujuan pencalonan
dapat tersalurkan dengan baik. Pengetahuan itu pula akan memudahkan caleg perempuan
dalam merumuskan dan membentuk strategi yang cocok digunakan pada karakterisktik
masyarakat yang berbeda-beda tersebut. Pengetahuan akan budaya masyarakat dapat menjadi
modal utama dalam pembentukan strategi politik. Akan tetapi, caleg perempuan tetap akan
sulit menerapkan strategi pada masyarakat yang menganut budaya patriarkhi. Caleg
parempuan harus mampu memberikan nilai lebih atas keberadannya sebagai wakil rakyat.
Caleg perempuan harus mampu menawarkan sisi lain dari dirinya yang mampu mengalihkan
perhatian masyarakat dari budaya patriarki. Menurut Niffenegger dalam Firmanzah (2008:
199) setidaknya terdapat empat strategi dalam marketing politik yang dapat digunakan oleh
caleg perempuan yaitu, Produk, Promosi, Harga dan Place (tempat). Pertama, Produk. Dalam
hal ini parpol atau caleg digambarkan sebagai ”barang”. Produk merupakan sesuatu yang
ditawarkan kepada konsumen (pemilih). Produk dapat dirasakan keindahan, kenyamanan dan
kenikmatannya ketika telah digunakan (dipilih). Kebermanfaatan keberadaan caleg
perempuan dapat dirasakan ketika telah terpilih sebagai wakil mereka (rakyat) di parlemen.
Untuk itu, mutu dari sebuah produk merupakan hal utama yang dapat menarik perhatian
masyarakat. Produk politik dibagi dalam tiga (3) kategori yaitu, Party Platform (Platform
Partai), Past Record (catatan masa lalu), Personal Characteristic (Ciri Pribadi).
Kedua, Promosi. Caleg perempuan harus mampu melakukan promosi secara maksimal.
Promosi dapat dilakukan melalui media lisan maupun tulisan. Promosi akan terasa lebih
maksimal ketika caleg perempuan mampu memperhatikan tingkat elektabilitas media
promosi tersebut. Hal itu disebabkan karena tidak semua media tepat dijadikan sebagai alat
promosi. Promosi dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu, advertising, publikasi dan event
debat. Ketiga, Harga. Dalam politik, harga digolongkan ke dalam tiga hal yaitu, harga
ekonomi, harga psikologis, dan harga image (citra) nasional. Harga ekonomi meliputi semua
biaya yang dikeluarkan institusi politik selama periode kampanye. Harga psikologis yaitu
mengacu kepada kenyamanan masyarakat atas latar belakang dari caleg perempuan seperti,
etnis, agama dan pendidikan. Harga image nasional berkaitan dengan citra seorang caleg.
Caleg perempuan harus dapat membentuk persepsi masyarakat bahwa dirinya mampu
memberikan citra positif bagi daerah dan menjadi kebanggaan nasional. Keempat, tempat
(Place). Caleg perempuan harus memperhitungkan wilayah atau daerah yang menjadi basis
suaranya. Dalam berkampanye caleg harus mampu mengidentifikasi, memetakan struktur
dan karakteristik masyarakat di setiap daerahnya. Identifikasi dilakukan dengan melihat
konsentrasi penduduk di setiap daerah, penyebarannya dan kondisi fisik geografisnya.
Pengetahuan caleg terhadap berbagai hal tersebut memudahkan dalam menentukan dan
merumuskan strategi yang pantas bagi masyarakat dengan keadaan geografis dan
karakteristiknya masing-masing.
Kemampuan dan pemahaman caleg dalam mengkolaburasikan keempat rangkaian strategi
marketing politik tersebut akan memudahkan masyarakat dalam menentukan pilihannya. Hal
itu tentu akan berdampak signifikan bagi perolehan suara politik yang diraih oleh caleg
perempuan. Keberhasilan strategi politik akan terbukti dalam pemilihan legislatif. Strategi
yang baik dapat meningkatkan suara hingga hal yang tidak terbayangkan, menjadikan caleg
perempuan sebagai orang nomor satu di daerahnya dan terpilih sebagai anggota legislatif.
Kesalahan dalam penerapan strategi akan berdampak negatif bagi perolehan suara politik
hingga hal yang tidak terbanyangkan, bahkan dapat menghabiskan harta benda yang dimiliki.
Program disini dikaitkan dengan peran partai dalam melakukan suatu kegiatan dalam upaya
pemenuhan hak atau tuntutan kaum perempuan. Program yang dijalankan bukan hanya
sekedar platform partai untuk mewakili kepentingan perempuan semata, namun lebih kepada
pemenuhan tuntutan dari kaum perempuan. Struktur partai berkaitan dengan posisi
perempuan dalam pengelolaan partai, dalam hal ini melihat sejauh mana perempuan
diikutsertakan di dalam pengelolaan partai. Yang dimana dilihat secara mendalam Partai
politik tidak memiliki peran yang substansial bagi pemenangan caleg perempuan.
Keberadaan perempuan sebagai caleg hanya sebatas untuk memenuhi syarat partai politik
menjadi peserta pemilu. Partai politik tidak memiliki strategi khusus guna mengangkat
keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Strategi politik seluruhnya diserahkan kepada
caleg masing-masing.
SIMPULAN

Dalam penjelasan yang sudah penulis paparkan, bahwa Partai politik akan memainkan fungsi
dan perannya sedemikian rupa sehingga proses demokrasi dan stabilitas masyarakat dapat
berjalan maksimal. Melalui kadernya yang terpilih di lembaga legislatif, dimana partai politik
harus mampu membentuk kebijakan pengrekrutan politik secara baik. Ketika terjadi
penyimpangan dalam rekruitmen, maka kehancuran atau kekalahan dalam moment pemilihan
umum sangat rentan terjadi. Dimana Partai Nasdem melakukan strategi model perencanaan
dalam upaya memenangkan calon legislatif perempuan dalam bentuk pengkaderan. Pengkaderan
dilakukan dalam bentuk pembekalan terhadap calon legislatif perempuan wilayah Lampung 1
dan Lampung 2 yang salah satu materinya adalah strategi pemenangan pemilu sedangkan PDI
Perjuangan melakukan strategi model perencanaan dalam upaya memenangkan calon legislatif
perempuan dalam bentuk pengkaderan. Pengkaderan dilakukan dalam skala nasional yakni
dalam kegiatan Pendidikan Kader Khusus Perempuan Nasional (PKKPN). Salah satu tujuan
kegiatan tersebut adalah untuk mempersiapkan calon legislatif perempuan.
Dan keberhasilan strategi politik disini akan terbukti dalam pemilihan legislatif. Yang dimana
strategi yang baik dapat meningkatkan suara hingga hal yang tidak terbayangkan, menjadikan
caleg perempuan sebagai orang nomor satu di daerahnya dan terpilih sebagai anggota legislatif.
Sedangkan kesalahan dalam penerapan strategi akan berdampak negatif bagi perolehan suara
dalam politik
Refrensi

Anugrah, Astrid. 2008. UU Parpol 2008 (UU No 2 Tahun 2008) Dan Keterwakilan
Perampuan Dalam Parpol. Pancuran Alam. Jakarta

Fauzi, Hendra. 2010. Strategi Politik Calon Legislatif Perempuan dalam


Memenangkan Pemilihan Legislatif 2009. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar
Lampung

Lovenduski, Joni. 2005. Politik Berparas Perempuan. Kanisius. Yogyakarta

Mahmud (2018) Strategi Pemenangan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam Pemilu Legislatif 2019 Kota Salatiga

Jurnal

Ningsih, Reza Tri Ayu. 2016. Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan


Sebagai Anggota Legislatif oleh Partai Politik d Kabupaten Berau. eJurnal Ilmu
Pemerintahan. Volume 4 Nomor 4: 1603-1614

Siti Nimrah dan Sakaria. 2015.“Perempuan dan Budaya Patriarki dalam Politik
(Studi Kasus Kegagalan)”. Jurnal Magister Ilmu Politik Vol 1 No 2 Juli 2015.Universitas
Hasanudin.

Undang-Undang

Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan
DPRD.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat.

Artikel

Konsep Gender. www.kemenpppa.go.di diakses pada 22 Maret 2020 pukul 20.00 WIB
M.detik.com diakses pada 22 Meret 2020 pukul 14.15 WIB.

Anda mungkin juga menyukai