Abstract
The premise of this research is the idea that there was trend in political participation and voting behavior in
general election 2014. In this research, it is believed that there are three factors influence those phenomenon such
as sosiological factors, psychological factor, and rational choice factor. The research highlights the most influental
factors on political participation and voting behavior during general election 2014.
Keywords: political participation, voting behavior, general election 2014, sociological factor, psychological factor,
rational choice factor
Abstrak
Gagasan utama kajian ini adalah untuk memahami kecenderungan partisipasi politik dan perilaku memilih
pada pemilu 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut ada tiga yaitu faktor sosiologis, psikologis,
dan pilihan rasional terhadap perilaku memilih pemilih Indonesia. Kajian ini juga memetakan faktor yang paling
mempengaruhi partisipasi politik dan perilaku memilih dalam pemilu 2014 lalu.
Kata Kunci: partisipasi politik, perilaku memilih, pemilu 2014, faktor sosiologis, faktor psikologis, faktor pilihan
rasional
1
Tim peneliti terdiri dari Wawan Ichwanuddin (koordinator), RR Emilia Yustiningrum, Muhammad Fakhry Ghofur, Atika Nur
Kusumaningtyas, Wasisto Raharjo Jati.
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 117
sebanyak 1.215 kursi DPRD kabupaten/kota di di atas 43%. Bahkan, jauh sebelum Pilpres 2014
Indonesia.2 diselenggarakan, beberapa survei menyimpulkan
Dari hasil tersebut, ada beberapa hal bahwa jika Jokowi menjadi calon presiden, akan
yang diperdebatkan publik dan penting untuk sulit bagi calon lain untuk mengalahkannya.
dianalisis dalam konteks studi perilaku memilih. Kedua, untuk kali keempat penyelenggaraan
Pertama, secara umum distribusi perolehan pemilu di Era Reformasi kembali menghasilkan
suara cenderung menyebar dimana tidak pemenang pemilu yang berbeda. Fluktuasi
ada satu partai pun yang memperoleh suara perolehan suara partai politik, terutama partai
mayoritas. Bahkan, persentase perolehan suara dengan perolehan suara terbanyak, secara
pemenang pemilu (18,95%, PDIP) lebih rendah sederhana mengindikasikan cairnya pilihan
jika dibandingkan dengan pemenang pemilu pemilih kita. Secara sederhana kelompok
sebelumnya (20,81%, Demokrat). Perolehan pemilih ini digambarkan sebagai pemilih yang
suara PDIP yang gagal mencapai angka 27%, dapat menghukum partai politik yang gagal
sebagaimana ditargetkan oleh pengurus partai menunjukkan kinerja yang baik dan memuaskan
ini, memunculkan pertanyaan mengenai seberapa publik, misalnya karena banyak kadernya
besar kontribusi Joko Widodo (Jokowi) sebagai yang tersangkut kasus korupsi, dengan tidak
calon presiden terhadap perolehan suara PDIP memilihnya kembali pada pemilu berikutnya.
di pemilu legislatif. Sebelumnya, berdasarkan Namun, apakah benar demikian?. Volatilitas
hasil survei yang dilakukan P2P LIPI tahun 2013 suara yang cukup tinggi juga memunculkan
lalu meyakini bahwa akan ada Jokowi effect pertanyaan mengenai seberapa jauh party
yang akan membantu PDIP untuk mendongkrak identification atau partisanship pemilih kita dan
perolehan suaranya dalam Pileg 2014. Beberapa apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi.
diantaranya, memprediksi PDIP akan menang Ketiga, berbeda dengan prediksi beberapa
dengan perolehan suara seperti pada Pemilu lembaga survei, perolehan suara partai-partai
1999, atau paling tidak menembus angka 30%. Islam atau partai-partai yang memiliki basis
Analisis terhadap pengaruh Jokowi atau figur lain massa Muslim justru mengalami kenaikan.
dalam Pemilu 2014 ini dapat diperbandingkan Bahkan, ada partai Islam yang perolehan
dengan analisis pengaruh Susilo Bambang suaranya diprediksi tidak akan melewati ambang
Yudhoyono terhadap perolehan suara Demokrat batas parlemen 3,5% persen. Kenyataannya,
dalam Pemilu 2004 dan 2009. ada empat dari lima partai Islam atau berbasis
Sebagaimana dilaporkan oleh berbagai hasil massa Muslim yang melenggang ke Senayan,
survei sepanjang tahun 2013, tingkat keterpilihan yaitu PKB, PAN, PPP, dan PKS. Hanya PBB
atau elektabilitas Jokowi sebagai calon presiden yang gagal melampaui ambang batas tersebut.
memang terus menanjak. Elektabilitas Jokowi Secara keseluruhan, perolehan suara partai-
dalam survei P2P LIPI pada bulan Mei 2013, partai ini justru mengalami kenaikan sekitar 3%
contohnya, mencapai 21% dan menjadi yang menjadi 31,41%. Hasil ini membuat pertanyaan
tertinggi diantara tokoh-tokoh lain. Jika mengenai pengaruh politik aliran atau, secara
Jokowi dihadapkan dengan beberapa tokoh lebih sempit lagi, pengaruh agama terhadap
lain dalam simulasi 3-4 capres, yang saat itu pilihan pemilih menjadi tetap relevan untuk
diprediksi sebagai jumlah yang paling mungkin didiskusikan. Apakah faktor agama dan faktor-
terjadi dalam pilpres, elektabilitas Jokowi faktor lain yang terkait, seperti tingkat relijiusitas
bahkan mencapai 38%. Dalam beberapa bulan (kesalehan) atau afiliasi organisasi keagamaan
berikutnya, elektabilitas Jokowi menunjukkan masih berpengaruh terhadap keputusan yang
tren positif. Survei Kompas, contohnya, pada diambil pemilih kita saat memberikan suaranya
Desember 2013 menyebutkan angkanya sudah dalam Pileg 2014. Dalam konteks yang lebih
luas, pertanyaan serupa juga penting diajukan
2
Arfi Bambani Amri dan Arief Hidayat, “Jumlah Kursi DPRD terhadap faktor-faktor sosiologis lain, seperti
di Pemilu 2014 Bertambah”, 18 Januari 2013, http://politik.
news.viva.co.id/news/read/383568-jumlah-kursi-dprd-di- domisili (perdesaan-perkotaan), gender, suku,
pemilu-2014-bertambah, diakses pada tanggal 28 September tingkat pendidikan, dan sebagainya. Apakah
2015.
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 119
membandingkan hasil Pemilu 1955 dan Pemilu Orientasi terhadap isu atau tema merupakan
1999 menyimpulkan bahwa ada pembelahan konseptualisasi pengaruh jangka pendek yang
yang kurang-lebih sama pada kedua pemilu diperkenalkan oleh pendekatan psikologis. Isu-
tersebut antara partai-partai dengan aliran politik isu khusus hanya dapat mempengaruhi perilaku
santri dan abangan dan pembelahan antara pemilih apabila memenuhi tiga persyaratan
santri modernis dan tradisionalis. Sementara berikut ini: (1) isu tersebut dapat ditangkap
itu, berdasarkan perbandingan basis pemilih oleh pemilih; (2) isu tersebut dianggap penting
menurut kabupaten/kota pada Pemilu 1999 dan oleh pemilih; (3) pemilih dapat menggolongkan
2004, Anies Baswedan menyimpulkan adanya posisinya terhadap isu tersebut, baik positif
korelasi yang signifikan antara basis pemilih baik maupun negatif.10
partai-partai Islam, nasionalis, maupun Kristen.8 Sejak tahun 1970-an, isu dalam studi pemilu
Kajian mengenai perilaku memilih di dibedakan menjadi dua, yaitu position issues dan
Indonesia yang menggunakan pendekatan valence isssues. Position issues merupakan isu
sosiologis dikenalkan pertama kali oleh Afan dimana masing-masing kelompok atau partai
Gaffar. Dalam buku Javanese Voters, ia mewakili posisi dan memiliki tujuan yang
menunjukkan adanya kencenderung perilaku bukan hanya berbeda, tetapi juga bertentangan.
pemilih atau preferensi politik sosio relijius Salah satu contoh isu seperti ini adalah soal
maupun sosio personal. Sosio relijius sendiri aborsi, yaitu antara kelompok pro-life dan
melihat bahwa partisipasi politik dan perilaku pro-choice. Sementara itu, valence issues tidak
memilih lebih didasarkan pada konteks menyangkut perbedaan tujuan, melainkan
politik aliran sedangkan yang sosio personal hanya cara untuk mencapai tujuan tersebut.
menitikberatkan pada konteks bapakisme Sebagai contoh, semua partai pasti sepakat
berdasarkan pada hubungan paternalistik. untuk meningkatkan kesejahteraan semua
warga, termasuk buruh, tetapi masing-masing
2. Model Psikologis partai akan memiliki pandangan yang berbeda
mengenai bagaimana peningkatan kesejahteraan
Ada tiga pusat perhatian dari pendekatan
tersebut dicapai. Dalam konteks pemilu, position
psikologis, yang pertama kali dikenalkan oleh
issues lebih mempengaruhi keputusan para
sarjana Ilmu Politik dari Universitas Michigan,
pemilih. Meskipun demikian, biasanya position
yaitu: (1) persepsi dan penilaian pribadi terhadap
issues lebih jarang muncul, karena dihindari oleh
kandidat; (2) persepsi dan penilaian pribadi
partai politik, terutama karena isu semacam ini
terhadap tema-tema yang diangkat; dan (3)
memiliki resiko menimbulkan polarisasi, bahkan
identifikasi partai atau partisanship. Menurut
di kalangan pengikutnya sendiri.11
pendekatan ini, yang berpengaruh langsung
terhadap pilihan pemilih bukan struktur sosial, Partisanship atau party identification (Party
sebagaimana dianalisis oleh pendekatan ID) dapat digambarkan sebagai ‘keanggotaan’
sosiologis (Mazhab Columbia), melainkan psikologis, dimana identifikasi terhadap sebuah
faktor-faktor jangka pendek dan jangka panjang partai tidak selalu bersamaan dengan keanggotaan
terhadap pemilih.9 resmi pemilih dengan partai tersebut. Party ID
lebih sebagai orientasi afektif terhadap partai.
ajaran agama Islam. Mereka umumnya bekerja sedang PI merupakan orientasi individu terhadap partai
pedagang dan petani skala kecil. Kelompok ini kemudian
dibagi lagi ke dalam dua varian, tradisionalis dan modernis.
tertentu yang bersifat permanen, yang bertahan
Terakhir, kelompok priyayi yang memperoleh pengaruh Hindu dari pemilu ke pemilu. Party ID masih dapat
umumnya adalah pegawai pemerintahan. Klasifikasi Geertz mengalami perubahan, jika terjadi perubahan
yang sebenarnya menjelaskan masyarakat Jawa kemudian
digunakan secara lebih luas untuk menjelaskan masyarakat pribadi yang besar atau situasi politik yang luar
Indonesia secara nasional. Empat besar partai politik pada biasa.12
Pemilu 1955, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI dianggap
merepresentasikan empat kelompok tersebut. R. William Liddle 10
Ibid., hlm. 40.
dan Saiful Mujani, op.cit., hlm. 836.
11
Ibid., hlm. 41.
8
Ibid.
12
Ibid., hlm. 38.
9
Dieter Roth, op.cit., hlm. 37.
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 121
merasakan paling dekat (utama); dan (e) Jika pengeluaran untuk memperoleh informasi kepada
dihadapkan pada berbagai pilihan di waktu yang pihak lain. 22
berbeda dalam lingkungan yang sama, individu Berdasarkan informasi yang dimiliki pemilih,
akan membuat keputusan yang sama. Downs membagi mereka menjadi beberapa
Kriteria teori pilihan rasional mengasumsikan kelompok, yaitu: (1) pemilih agitator, yang
bahwa individu mempunyai pemahaman yang mempunyai informasi dan menggunakannnya
jelas tentang apa yang ia inginkan sebagai untuk mempengaruhi pemilih lain untuk memilih
sebuah outcome, bagaimana pilihan-pilihan dengan cara yang sama dengan dirinya; (2)
tersebut terkait dengan outcome, dan mempunyai pemilih pasif, yang menggunakan informasinya
seperangkat kriteria yang tetap untuk mengukur untuk dirinya sendiri; (3) pemilih yang belum
alternatif yang berbeda guna menjamin dipilihnya jelas pilihannya, karena tidak mempunyai
sebuah alternatif setiap waktu. Artinya, individu informasi yang memadai; (4) pemilih loyalis,
diasumsikan mempunyai informasi yang yang menggunakan informasi pada pemilu
memungkinkannya membuat pilihan tersebut.20 sebelumnya untuk memilih. Pemilih loyalis tetap
Kebutuhan terhadap informasi yang lengkap dengan pilihan lamanya selama utilitas yang ia
inilah merupakan salah satu permasalahan dari peroleh tidak berubah menjadi lebih buruk.23
teori ini. Jika informasi yang tersedia cukup Tentang pemberian suara (voting), Downs
lengkap, maka alternatif-alternatif pilihan memberikan batasan bahwa rational voting
lebih mudah dirumuskan dan ditimbang untuk hanya menunjuk pada pilihan yang didasarkan
dipilih. Dalam pemilu, informasi tersebut akan pada motivasi ekonomi dan politik. Beberapa
mengantarkan pemilih pada perbandingan isu ekonomi yang paling penting, antara lain
keuntungan yang bisa diberikan oleh masing- pertumbuhan, pengangguran, dan inflasi.
masing partai atau kandidat jika mereka berkuasa. Keputusan yang didorong oleh ketakutan,
Namun, kenyataannya informasi yang lengkap misalnya yang disebabkan oleh tekanan keluarga,
jarang dimiliki oleh pemilih. Karena itu, pemilih dorongan untuk ikut-ikutan orang di sekitarnya,
umumnya harus mengambil keputusan di tengah atau klientelisme tidak dapat dikategorikan
“ketidaktahuan”.21 Jadi, saat melakukan evaluasi sebagai rational voting. Hal paling penting yang
terhadap kinerja pemerintah sebelumnya, harus dicatat dari teori rational voting adalah
misalnya, pemilih bisa saja tidak mempunyai bahwa pemberian suara dalam pemilu (voting)
pengetahuan mengenai tindakan yang dilakukan memberikan kontribusi bagi outcome kolektif,
pemerintah dan alternatif lain bagi tindakan daripada mempengaruhi pemilih semata-mata
tersebut. sebagai individu.24
Ada beberapa cara yang mungkin dilakukan Kajian ini akan menggunakan ketiga
pemilih untuk membatasi ketidaktahuan ini. pendekatan untuk mengukur faktor-faktor apa
Pertama, ia hanya mengumpulkan informasi saja yang mempengaruhi partisipasi dan pilihan
mengenai bidang-bidang yang menurutnya pemilih terhadap partai politik dam bakal calon
paling penting sehingga pengeluaran yang harus presiden. Menurut Warrant E. Miller dan J.
ia tanggung dapat dibatasi dan tidak melampaui Merril Shanks, seperti dikutip Saiful Mujani
kegunaan dari informasi tersebut. Kedua, ia dan kawan-kawan, ketiga model tersebut harus
menggunakan kerja dari pihak lain, seperti partai, dipahami dalam suatu hierarki faktor-faktor yang
media, kelompok kepentingan, dan sebagainya mempengaruhi perilaku memilih. Faktor-faktor
yang mengumpulkan, memilih, menganalisis, dalam model sosiologis dapat ditempatkan
dan menyampaikan informasi. Dalam konteks sebagai komponen yang paling dasar. Di atasnya,
ini, pemilih melimpahkan sebagian beban faktor-faktor dari model psikologis dan pilihan
rasional menjadi penjelasan lanjutan. Dimulai
22
Ibid.
20
Ibid., hlm. 72. 23
Jocelyn A.J. Evans, op.cit., hlm. 76.
21
Dieter Roth, op.cit., hlm. 50. 24
Ibid., hlm. 4.
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 123
gambaran umum dari partisipasi masyarakat serta Dalam Gambar 3 memperlihatkan bahwa
tingkatan partisipasi tersebut. pemilih yang memiliki pendidikan tinggi, tinggal
Aspek pertama yang dibahas adalah tingkat di perkotaan, mayoritas masih memilih partai
pendidikan dan pilihan partai. Dalam pembahasan Golkar, PKS, dan PDI Perjuangan. Sementara
tentang partisipasi politik, tingkat pendidikan pemilih yang juga tinggal di perkotaan dan tidak
mempengaruhi partai politik yang dipilih dalam memiliki pendidikan setingkat perguruan tinggi
pemilu legislatif, yang dapat dilihat dalam mayoritas memilih PDI Perjuangan, Gerindra,
Gambar 1 dibawah ini. dan Golkar. Sementara itu, untuk pemilih yang
memiliki pendidikan setingkat perguruan tinggi
namun tinggal di perdesaan mayoritas memilih
partai Golkar, PDI Perjuangan, dan PKB. Untuk
pemilih yang tidak memiliki pendidikan tinggi
dan tinggal di perdesaan, mayoritas memberikan
suara pada partai yang sama yaitu Golkar, PDI
Perjuangan, dan PKB. Yang menarik adalah
pemilih di perdesaan dimana baik pemilih yang
memiliki pendidikan setingkat perguruan tinggi
maupun tidak, ternyata memilih pilihan partai
politik yang sama.
Para pemilih dalam pemilu legislatif ini
ternyata memiliki rentang usia yag berbeda.
Gambar 2. Tingkat Pendidikan dan Pilihan Partai
Adapun kaitan antara rentang usia dengan pilihan
partai politik dapat dilihat dalam Gambar 4 di
Gambar 2 memperlihatkan bahwa pemilih
bawah ini.
yang memiliki pendidikan setingkat perguruan
tinggi mayoritas memilih partai Golongan
Karya, PDI Perjuangan, dan PKS. Sementara
itu pemilih yang tidak memiliki pendidikan
setingkat perguruan tinggi mayoritas memilih
PDI Perjuangan, Golkar, dan Gerindra.
Sementara itu, lokasi tempat tinggal baik itu
di perkotaan dan perdesaan memiliki pengaruh
dalam pemilihan partai politik dalam pemilu
legislatif 2014 lalu. Kaitan antara tingkat
pendidikan, lokasi tempat tinggal, dan pilihan
partai politik dapat dilihat dalam Gambar 3
dibawah ini.
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 125
Gambar 7 ini memperlihatkan pengharapan
para pemilih, yang diwakili oleh para responden
survei, terhadap kinerja DPR dalam periode
lima tahun yang akan datang. Sebanyak 38% Mempeng
responden cukup yakin dengan kinerja DPR akan Tidak aruhi
pilihan
menjadi lebih baik, yang disusul oleh 22% yang mempeng
21%
kurang yakin, 11% yang sangat yakin, dan 5% aruhi
pilihan
yang sangat tidak yakin. Lupa/raha
62%
sia
Sementara itu, partisipasi para pemilih yang
17%
diwakili oleh responden menunjukkan fenomena
yang menarik, khususnya untuk menggali alasan
memilih salah satu partai politik dengan tawaran
materi. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 8
berikut ini.
Gambar 9. Kaitan Imbalan Materi dengan Pengaruh
dalam Pemilu Legislatif
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 127
sampai jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) caleg dan partai politik yang mencalonkan caleg,
atau di bawahnya. Pada dasarnya, dalam turut mempengaruhi perilaku memilih bagi
menentukan caleg yang dipilihnya, hal-hal responden dalam pemilu legislatif lalu.
yang paling menjadi pertimbangan responden
baik yang tidak menempuh pendidikan hingga
Memutuskan Saat di TPS
ke perguruan tinggi maupun responden yang Banyak Atribut yang Dipasang
menempuh pendidikan hingga ke perguruan Satu-satunya
satunya Caleg yang Diketahui
Didukung Orang-Orang
Orang Sekitar
tinggi relatif sama, yaitu latar belakang yang baik Memberi Bantuan Materi kepada…
misalnya dalam hal pendidikan atau pengalaman, Memberi Imbalan Materi pada Responden
Dicalonkan Partai yang Diperkirakan…
kesamaan agama yang dianut, caleg tersebut Dicalonkan Partai yang Didukung
merupakan pilihan orang-orang di sekitar Berasal dari Organisasi yang Sama
Berasal dari Daerah yang Sama
responden seperti keluarga, teman kerja atau Berasal dari Suku yang Sama
tetangga, serta partai yang mencalonkan caleg Agama yang Sama
menjadikan mereka tidak memilih sama sekali. Banyak Atribut yang Dipasang 16,28
23,26
Satu-satunya
satunya Caleg yang Diketahui
Keempat, masing-masing organisasi sosial politik Didukung Orang--Orang Sekitar 27,91
mengklaim sebagai organisasi yang sangat cocok Memberi Bantuan Materi kepada…
Memberi Imbalan Materi pada Responden
13,95
11,63
menjadi penyalur aspirasi bagi pemilih pemula Dicalonkan Partai yang Diperkirakan Menang 11,63
Dicalonkan Partai yang Didukung 16,28
yang akhirnya muncul strategi dari setiap partai Berasal dari Organisasi yang Sama 9,30
politik untuk mempengaruhi pemilih pemula.33 Berasal dari Daerah yang Sama 13,95
Berasal dari Suku yang Sama 13,95
Gabriel Almond dan Sidney Verba Agama yang Sama 32,56
Punya Hubungan Kekerabatan 6,98
menyatakan bahwa orientasi pemilih pemula Incumbent Berkinerja Baik 16,28
dalam menggunakan hak pilih politiknya Latar Belakang Baik 37,21
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 129
halnya dengan pertimbangan dalam memilih mengenai perkembangan politik terkini sehingga
caleg, sebagian pemilih pemula (25,58%) ada turut serta mempengaruhi pilihan dalam pemilu
yang memilih parpol karena pertimbangan bahwa legislatif lalu.
parpol tersebut didukung oleh orang-orang di Namun demikian, rendahnya loyalitas
sekitarnya. terhadap partai politik serta tidak adanya
Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa identitas kepartaian pada seseorang, menjadikan
pemilih pemula masih tidak terlalu rasional mudahnya pemilih untuk pindah ke partai
dalam menentukan pilihan sikap politiknya. lainnya. Hal tersebut menyebabkan timbulnya
Selain faktor latar belakang caleg dan parpol, hal- jarak ideologis antara pemilih dengan partai
hal lain yang kemudian menjadi pertimbangan politik. Hal ini terlihat ketika sebanyak 33,5%
pemilih pemula dalam menentukan pilihan responden menyatakan kurang tertarik terhadap
sikap politiknya cenderung hal-hal tidak rasional masalah politik dan pemerintahan, yang dapat
yang semata karena terpengaruh lingkungan di dilihat dalam Gambar 14 dibawah ini.
sekitarnya, seperti pada Gambar 13 dibawah ini.
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 131
temuan menarik. Temuan hasil survei P2P LIPI
100,00
menunjukkan bahwa sekitar 90% responden 90,00
menggunakan media cetak seperti koran sebagai 80,00
sumber informasi utama untuk mencari dan 70,00
60,00
memahami dinamika politik yang terjadi
50,00 Jarang
di Indonesia khususnya berkaitan dengan 40,00 Sering
penyelenggaraan Pemilu. Sedangkan selebihnya 30,00
sebanyak 30% menggunakan sarana televisi 20,00
sebagai sumber informasi politik. Sementara 10,00
0,00
itu, sebanyak 90% responden sangat jarang
TV Media Cetak Internet
mengakses internet untuk membaca berita seputar
politik seperti pada Gambar 17 di bawah ini.
Gambar 18. Persentase Perkembangan Informasi
Politik Melalui Media Massa
100,00
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 133
faktor yang berpengaruh dalam menentukan Selanjutnya, kajian mengenai perilaku
pilihan khususnya dalam pemilu. Sementara itu, pemilih menghadapi pemilu legislatif,
faktor rasional menunjukkan bahwa evaluasi yang berkaitan dengan faktor psikologis
terhadap kondisi ekonomi dirinya, keluarga, dan memperlihatkan beberapa catatan penting.
juga kondisi ekonomi nasional, yang kemudian Pertama, diskusi mengenai politik dalam
mempengaruhi pilihannya terhadap partai politik lingkungan terkecil khususnya keluarga turut
dan caleg yang diusungnya dalam pemilu. mempengaruhi pilihan dalam pemilu. Media
massa khususnya televisi memberikan informasi
Penutup terbanyak mengenai perkembangan politik
terkini sehingga turut serta mempengaruhi pilihan
Kajian mengenai perilaku pemilih menghadapi
dalam pemilu legislatif lalu.
pemilu legislatif, yang berkaitan dengan faktor
sosiologis, memuat beberapa hal yang harus Kedua, rendahnya loyalitas terhadap partai
digarisbawahi. Pertama, dalam diri pemilih, politik serta tidak adanya identitas kepartaian
ketaatan seseorang dalam menjalankan ibadah pada seseorang, menjadikan mudahnya pemilih
sesuai agamanya tidak selalu memberikan untuk pindah ke partai lainnya. Hal tersebut
pengaruh pada pilihan partai poltiknya. Namun menyebabkan timbulnya jarak ideologis antara
demikian, ketika pemilih dihadapkan pada pilihan pemilih dengan partai politik.
calon legislatif dalam pemilu, latar belakang Sementara itu, kajian mengenai perilaku
agama caleg memberi pengaruh terhadap pilihan pemilih menghadapi pemilu legislatif, yang
calegnya, dimana pemilih cenderung memilih berkaitan dengan faktor rasional/ekonomi
caleg yang menganut agama yang sama dengan memperlihatkan bahwa pemenuhan kebutuhan
dirinya. ekonomi merupakan isu yang strategis bagi
Kedua, dalam survei ini, adanya janji-janji mayoritas pemilih. Pemenuhan kebutuhan
pemberian bantuan materi memang tidak banyak ekonomi ini yang kemudian berkembang menjadi
mempengaruhi para pemilih dalam menentukan kompetisi antar kandidat anggota legislatif,
pilihannya. Namun demikian, bagi pemilih maupun antar partai politik sendiri, untuk
yang telah berusia lanjut, tinggal di pedesaan, membangun kedekatan dengan pemilihnya.
dan berpendidikan rendah, maka janji-janji Tujuan utamanya adalah bagaimana bisa
pemberian bantuan materi tersebut merupakan hal mendapatkan dukungan dari pemilih yang
yang menjadi pertimbangan dalam memberikan kemudian mampu memberikan kesejahteraan
suaranya dalam pemilu legislatif tersebut. kepada para pemilihnya.
Ketiga, dalam menentukan pilihan politiknya,
para pemilih pemula sering terpengaruh oleh Daftar Pustaka
pilihan orang-orang di sekitarnya seperti
keluarga dan teman sekelompoknya. Para pemilih Buku
pemula ini khususnya yang tinggal di pedesaan, Almond, Gabriel, dan Sydney Verba. 1990. Budaya
mayoritas mengikuti sikap orang tuanya atau Politik, Tingkah Laku Politik, dan Demokrasi
tokoh yang dihormati di lingkungannya. Dalam di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
kaitannya dengan pilihan terhadap partai politik, Babbie, Earl. 2000. The Practice of Social Research.
kaum pemilih pemula ini cenderung meneruskan USA: Wadsworth/Thomson Learning.
tradisi keluarga dengan memilih partai politik Evans, Jocelyn A.J. 2004. Voters and Voting. London:
Sage Publications.
yang selama ini telah dipilih secara turun
menurun oleh keluarganya dari generasi ke Franzoi, Stephen. 2003. Psikologi Sosial. Penerjemah
Rahmad. Jakarta: Pustaka Jaya.
generasi. Sementara itu, dalam memilih calon
Listhaug, Ola. 2005. “Retrospective Voting”, dalam
legislatif, kaum pemilih pemula ini cenderung
Jacques Thomassen (Ed.). The European Voter:
memilih figur yang terkenal meskipun mereka A Comparative Study of Modern Democracies.
tahu lebih lanjut tentang latar belakang dan visi New York: Oxford University Press.
misi caleg tersebut. Mujani, Saiful. 2007. Muslim Demokrat: Islam,
Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di
Partisipasi Politik dan Perilaku ... | RR Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin | 135