Anda di halaman 1dari 8

Jawaban no 1 point A

Dunia saat ini ditandai menguatnya peristiwa Berita (Britania Exit) dimana Inggris keluar
dari Uni Eropa dan juga terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika. Sedangkan
di Asia Pasifik, Tiongkok menerapkan apa yang disebut One Belt One Road, yaitu suatu
strategi global yang mengandung muatan perilaku ekspansionis.

Peristiwa itu semua telah mengundang aksi dan reaksi dari berbagai negara yang berpusat
pada 3 isu sentral yang menonjol di dunia dewasa ini, yakni :
1. Nasionalisme. 2. Pengumuman hegemoni antara dua kapitalisme (corporate capiltalism
dan strate capiltalism). 3. Rasa tidak puas serta kekecewaan publik (populer discontent)
terhadap sistem yang mapan (anti establishment).

Ketiga isu sentral ini yang akan melatarbelakangi geopolitik dan geostrategi saat ini
maupun masa depan dunia. Apakah ketiga isu sentral ini mempunyai implikasi serta
dampak kepada Indonesia? Lantas bagaimana kita harus menyikapinya? Apakah kita juga
mempunyai geopolitik dan geostrategi untuk tampil juga dalam pengumulan (tug of war) di
arena global dan regional?

Tiga Isu Sentral Dunia

Di Eropa terdapat indikasi munculnya apa yang disebut deglobalisasi, yaitu garis
kecenderungan (trend) yang mementingkan diri sendiri atau kepentingan nasional
ketimbang kepentingan bersama (Eropa). Trend ini dapat dilihat dari sikap Inggris melalui
apa yang disebut Brexit, Marine Le Pen di Perancis, Geert Wilders di Belanda dan Norbert
Hofer di Austria.

Tatapi semangat Nasionalisme itupun muncul dilatarbelakangi bentuk penjajahan ekonomi


dan ketidakadilan sosial yang disebabkan oleh hadirnya Corporate Capitalism dan State
Capitalism di negara Amerika Latin, Asia dan Afrika. Selain itu munculnya semangat
Nasionalisme itu disebabkan intervensi asing (secara militer dan politik) di negara itu
seperti Suriah, Iraq dan Afganistan.

Begitu juga bentuk penjajahan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan militer yang
dilakukan oleh Israel terhadap bangsa Palestina adalah merupakan reaksi sekaligus inspirasi
bagi masyarakat dunia tentang bangkitnya Nasionalisme diseluruh penjuru dunia. Apalagi
ethnic cleansing yang terjadi di Yerusalem Timur yang dilakukan Israel terhadap bangsa
Palestina bukan sebatas penjajahan saja tetapi merupakan pemusnahan suatu bangsa dari
peradaban manusia di Abad 21.

Selanjutnya dengan terjadinya arus pengungsi yang jumlahnya mencapai jutaan manusia
dari negara-negara yang sedang mengalami konflik bersenjata dan perang, ketika mereka
meminta perlindungan dan mencari lapangan kerja ke negara-negara Eropa, ditolak dan
ditentang yang kemudian mendapat reaksi yang bermuatan Nasionalisme seperti di Perancis
oleh Marine Le Pen, di Belanda oleh Geert Wilders dan di Jerman oleh munculnya New
Nazi.

Di Asia Afrika isu Nasionalisme dan anti kemapanan itu adalah merupakan reaksi atas
hadirnya global corporatism, baik dalam bentuk State Capitalism (Cina) maupun Corporate
Capitalism (Amerika dan Israel), seperti reaksi yang terjadi di Angola, Zimbabwe,
Indonesia, Malaysia dan Srilanka.

Mengapa sampai terjadi aksi protes dan reaksi? Karena State Capitalism dan Corporate
Capitalism melakukan pendekatan kepada pusat pengambil keputusan yang berkaitan
dengan kebijakan publik, dikesankan mementingkan pihak pemodal asing dan merugikan
kepentingan nasional. Bahkan kebijakan publik itu merupakan bentuk baru penjajah
(ekonomi) di negeri itu. Maka berkembanglah rasa tidak puas serta kekecewaan publik
(populer discontent) terhadap suatu sistem yang telah mapan, sehingga muncul gerakan
protes anti kemapanan yang menuntut terjadinya perubahan.

Oleh karena itu ketiga isu sentral yaitu Nasionalisme, popular disconten dan corporatism
bergerak seiring tergantung isu mana yang menonjol ialah populisme-nasiolaisme, begitu
juga Donald Trump dalam kampanyenya ketika menjadi calon presiden menonjolkan
nasionalisme-proteksionisme, sedangkan di negara-negara Asia Afrika dan Amerika Latin
lebih menonjolkan kemapanan popular discontent disebabkan keberpihakan elite politik di
negara-negara itu lebih berpihak kepada korporasi global (State Capitalism dan atau
Corporate Capitalism).

Ketiga isu sentral dunia ini mempunyai implikasi serta komplikasi atas perubahan peta
global dan regional, dalam arti konflik dan stabilitas keamanan di tingkat regional yang
akan membawa dampak terhadap negara-negara yang berada di kawasan itu. Konflik dan
stabilitas keamanan di kawasan tersebut sangat dipengaruhi oleh negara-negara yang
memainkan peran dalam dimensi geopolitik dan geostrategi yaitu negara-negara yang
membawa perilaku ekspansionis.

Suatu negara baru disebut membawa perilaku ekspansionis yaitu apabila negara itu siap
bersaing dan berkompetisi dan bertarung di gelanggang regional maupun global dalam
menghadapi negara-negara lainnya yang juga berperilaku ekspansionis. Adapun kriteria
atau tolok ukurnya suatu negara disebut ekspansionis adalah negara-negara yang memiliki
keunggulan di sektor politik, ekonomi, kultural dan militer.

Memang di era digital ini akan lebih lengkap lagi keunggulannya jika negara itu maju di
sektor informasi dan teknologi, tetapi komunitas bukan negara (non State actors) juga tidak
kalah keunggulannya dengan negara
Jawaban no 1 point C

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pelemahan mata uang rupiah harus
dilihat secara utuh. Menurutnya, pelemahan nilai tukar rupiah ini merupakan dampak
dari ketidakpastian global dan hal tersebut hanya menimpa Indonesia saja, melainkan juga
negara berkembang lainnya.

Mengutip laman resmi facebook Sri Mulyani, Sabtu (15/9/2018), ia memaparkan


bagaimana normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) berdampak signifikan
kepada perekonomian Indonesia termasuk juga kepada nilai tukar rupiah.

Tak hanya itu, ia juga menjelaskan apa yang telah dilakukan pemerintah terkait bagaimana
mengatasi sentimen eksternal untuk menjaga keseimbangan ekonomi RI.

Lengkapnya, berikut paparan Sri Mulyani mengenai kondisi ekonomi Indonesia saat ini
ditengah ketidakpastian global: melalui laman Facebooknya tadi malam

Menjaga suatu perekonomian adalah pekerjaan tak pernah berhenti, tak boleh lengah dan
harus dilakukan terus-menerus, karena situasi dan tantangan ekonomi terus berubah dan
sering perubahan terjadi sangat cepat.

Perkembangan ekonomi terkini menunjukan hal tersebut, dimulai dengan langkah


normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat yaitu suku bunga di Amerika Serikat
dinaikkan, dan likuiditas dollar Amerika dikurangi atau diperketat.

Selain itu kebijakan fiskal Amerika juga ekspansif dengan penurunan pajak dan belanja
yang meningkat. Ditambah kebijakan perang dagang oleh Presiden Trump kepada Eropa
dan China dengan kenaikan tarif barang impor ke Amerika Serikat.

Dampak dari kebijakan di Amerika Serikat dirasakan seluruh dunia dalam bentuk suku
bunga dollar meningkat, arus modal ke seluruh dunia terutama ke negara berkembang dan
emerging menurun, dan ketidakpastian perdagangan internasional.

Ada empat aspek perekonomian yang harus dikelola dalam menjaga stabilitas dan
kelanjutan kemajuan perekonomian menghadapi guncangan dunia tersebut. Pertama,
aspek sektor riel yang ditunjukkan dengan Indikator pertumbuhan ekonomi atau Produk
Domestik Bruto (PDB).

Kedua, aspek Fiskal, yaitu APBN meliputi penerimaan, belanja negara dan pembiayaan.
Ketiga, aspek Moneter serta sektor keuangan, dan keempat, aspek Neraca Pembayaran
yaitu keseimbangan eksternal antara perekonomian Indonesia dengan dunia.
Dari sisi kegiatan ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini justru sedang
mengalami akselerasi setelah mengalami tekanan merosotnya harga komoditas sejak
2015-2016. Pertumbuhan ekonomi berada pada tingkat 5,17% di semester I 2018 tertinggi
sejak 2014 dan tingkat pengangguran berada pada posisi 5,13% (terendah dalam dua
dekade) dan tingkat kemiskinan pada 9,8% (terendah dalam dua dekade).

Dari sisi fiskal, penerimaan negara di semester I telah mencapai 44,0 %dari target,
dengan pertumbuhan penerimaan pajak yang membaik mencapai 14,3% atau lebih tinggi
dari pertumbuhan di semester I 2017 yaitu 9,6%. Realisasi penyerapan belanja negara
sampai akhir Juli 2018 mencapai 44,0%, realisasi tranfer ke daerah dan dana desa
sebesar 58,6 % dari pagu. Defisit sampai akhir Juli 2018 sekitar 1,02 persen dan
keseimbangan primer positif 46,4 triliun, suatu kemajuan kesehatan APBN yang luar biasa
dibanding situasi 3 tahun terakhir. Konsolidasi fiskal dikakukan untuk meminimalkan
dampak lingkungan global terhadap APBN dan meningkatkan ketahanan perekonomian.

Dari sisi moneter, inflasi sangat terjaga pada angka 3,2% di semester I 2018, dengan
stabilitas inflasi terjaga selama 3 tahun terakhir dikisaran 3,5%. Sektor keuangan juga
menunjukkan situasi yang stabil dan membaik. Hal ini tercermin dari tingkat kecukupan
modal perbankan (CAR) yang mencapai 22% di triwulan II 2018, tingkat Non Perfoming
Loan atau kredit macet yang tetap rendah sebesar 2,7%, dan pertumbuhan kredit
mencapai 10,7% yang akan terus membaik. Secara keseluruhan tahun 2018, rata-rata
pertumbuhan kredit diperkirakan berada pada kisaran 10-12%.

Dari aspek keseimbangan eksternal, neraca pembayaran Indonesia menghadapi


perubahan yang sangat drastis pada tahun 2018. Inilah yang harus diwaspadai oleh kita
semua tanpa harus menjadi panik. Pada tahun 2016 dan 2017, transaksi berjalan (yaitu
ekspor dikurang impor untuk barang dan jasa) mengalami defisit sebesar USD 17 miliar
USD (-1,8%PDB)dan USD 17,3 miliar USD (-1,7%PDB).

Defisit transaksi berjalan tersebut dapat dikompensasi oleh arus modal dan keuangan
yang masuk ke Indonesia sebesar USD 29,3 miliar dan USD 29,2 miliar, sehingga secara
keseluruhan neraca pembayaran masih surplus sebesar USD 12,1 dan USD 11,6 miliar
USD, sehingga cadangan devisa Indonesia meningkat hingga pernah mencapai tertinggi
sebesar USD 132 miliar.

Memasuki 2018, normalisasi kebijakan moneter menyebabkan pembalikan arus modal dan
keuangan dari negara emerging ke Amerika Serikat. Kondisi ini menyebabkan Neraca
Pembayaran mengalami tekanan, karena arus modal ke Indonesia yang sebelumnya
mencapai diatas USD29 miliar pada Tan 2016 dan 2017, kini hanya menjadi USD 6,5
miliar dalam semester 1-2018.
Penurunan tajam arus modal tersebut ini, dihadapkan pada defisit transaksi berjalan pada
semester pertama 2018 yang justru meningkat yaitu sebesar USD 13,7 miliar, sehingga
secara keseluruhan neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit sebesar USD -8,2
miliar. Hal ini menggerus cadangan devisa dan menekan nilai tukar rupiah. Masalah
inilah yang sedang ditangani pemerintah.

Untuk dapat mengatasi masalah defisit transaksi berjalan dilakukan dengan dua cara
yaitu: meningkatkan ekspor dan mengendalikan impor baik untuk barang maupun jasa.
Kelihatannya mudah, namun ini memerlukan kerja keras bersama.

Pemerintah menggunakan kebijakan, instrumen dan pemihakan untuk mendorong ekspor,


karena ini menyangkut daya saing perekonomian Indonesia. Kebijakan memperbaiki
pendidikan, termasuk memberikan bea siswa hingga pendidikan tinggi, kebijakan
membangun infrastruktur listrik dan untuk konektivitas, dan kebijakan mempermudah dan
menyederhanakan perijinan melalui One Single submission (OSS) dna perbaikan layanan
kepabeanan adalah untuk menunjang daya saing dunia usaha dan ekspor.

Pemerintah juga menggunakan instrumen fiskal (pajak dan kepabeanan) serta instrumen
pembiayaan seperti melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dalam meningkatkan
kemampuan dan pembiayaan eksportir. Kebijakan perindustrian, pertanian, perikanan,
pertambangan dan kehutanan serta perdagangan digunakan untuk mendukung eksportir
Indonesia. Peran pemerintah daerah juga sangat menentukan kenaikan ekspor Indinesia.
Meski hasilnya tidak serta merta, namun kebijakan ini harus terus konsisten dilakukan.

Untuk mengendalikan impor, telah dan akan dilakukan: pengenaan pajak impor pada
barang-barang tertentu, penggunaan biodisel B20 sebagai pengganti solar (untuk
membatasi impor bahan bakar minyak), peningkatan penggunaan komponen lokal pada
proyek infrastruktur. Pemerintah juga melakukan seleksi terhadap proyek-proyek
infrastruktur yang memiliki konten impor besar untuk ditunda.

Pemerintah juga menggunakan insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance untuk
investasi dalam negeri dalam rangka membangun instrumen hulu dan substitusi impor.
Upaya pengendalian impor dilakukan segera karena pertumbuhan impor meningkat pesat
diatas 13,4% hingga Agustus 2018 diatas pertumbuhan ekspor yang hanya tumbuh diatas
5% pada periode yang sama.

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan arus modal dan keuangan masuk ke Indonesia
dilakukan dengan meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia. Peringkat ease of doing
business yang makin baik dan kebijakan yang terus meningkatkan daya saing Indonesia
harus terus ditingkatkan. Hasil kebijakan ini tidak serta merta, apalagi pada saat kondisi
likuiditas global yang makin ketat. Namun kebijakan yang bersifat memperbaiki
fundamental perekonomian Indonesia harus terus dilakukan yang akan membangun
reputasi Indoensia sebagai perekonomian yang sehat dan kompetitif, meskipun hasilnya
mungkin baru dinikmati pada periode mendatang. Inilah komitmen kenegarawan dan
kecintaan bagi negara di luar kepentingan sesaat.

Bersama Bank Indonesia yang bertanggung jawab menjalankan kebijakan moneter untuk
menjaga stabilitas harga dan nilai tukar, dan OJK serta LPS yang menjaga kesehatan
sektor keuangan dan perbankan, Pemerintah akan terus menjaga perekonomian melalui
kebijakan fiskal dan kebijakan sektor riel lainnya. Kerjasama dan kepercayaan dunia
usaha juga sangat penting dalam menjaga perekonomian Indonesia untuk terus dapat maju
ditengah gelombang pasang dunia.

Pemerintah tetap waspada dan terus memantau perkembangan situasi global dan kondisi
perekonomian kita, seperti perkembangan perang dagang Amerika Serikat dengan China,
Eropa dan negara lain. Perkembangan kebijakan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate dan
pengetatan likuiditas, dinamika harga minyak dunia, perkembangan krisis di negara-
negara emerging dan kondisi geopolitik di seluruh kawasan yang memiliki potensi
spillover (efek pengaruh dan penularan) yang signifikan.

Pemerintah akan memonitor dampak dari kebijakan yang telah diambil, misalnya
kebijakan pengedalian impor, penundaan proyek dan kenaikan suku bunga Bank Indonesia
yang dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi. Upaya meminimalkan dampak negatif
dilakukan dengan memacu sumber pertumbuhan lain, seperti investasi dalam negeri.
Setiap kebijakan dan tindakan korektif untuk menyelesaikan suatu masalah, pasti memiliki
dampak yang kadang tidak mudah.

Namun pemerintah tidak akan segan mengambil kebijakan untuk melindungi kepentingan
perekonomian dan kepentingan bersama. Pemerintah juga akan senantiasa menyesuaikan
bauran kebijakan sesuai dengan perkembangan yang terjadi, fleksibilitas dan pragmatisme
diperlukan pada saat negara menghadapi ketidakpastian tinggi. Namun fokus pemerintah
akan tetap sama, yaitu bagaimana terus membangun fondasi ekonomi yang makin kokoh
dan terus berupaya melindungi dan memperkuat kelompok masyarakat yang paling rentan
dan miskin.

Jawaban no 2 point B

Berbagai dinamika global yang dipengaruhi oleh kondisi di Amerika Serikat menyebabkan
gejolak tersendiri terhadap perekonomian negara lain, baik negara maju maupun negara
berkembang. Indonesia, sebagai salah satu yang terkena dampaknya, disebut memerlukan
amunisi alias strategi berupa bauran kebijakan untuk menghadapi tekanan eksternal.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin
Simpanan, serta Kementerian BUMN telah berkoordinasi dan membuat kesepakatan berupa
arah kebijakan bersama.

Fokus utama bauran kebijakan tersebut adalah memprioritaskan stabilisasi kondisi ekonomi
jangka pendek dengan tetap mendorong pertumbuhan jangka menengah dan panjang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution melalui konferensi pers di
Kementerian Keuangan pada Senin (28/5/2018) pertama-tama menyampaikan, Indonesia
sudah memiliki ketahanan menghadapi tekanan eksternal melalui kondisi ekonomi yang
baik. Indikator makroekonomi per kuartal I/2018, ujar Darmin, mendukung pernyataan
tersebut, yaitu berupa pertumbuhan ekonomi 5,06 persen, pertumbuhan penerimaan
perpajakan 14,9 persen, defisit APBN 0,37 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),
serta keseimbangan primer yang surplus Rp 24,2 triliun.

Inflasi juga terjaga 3,41 persen per April 2018 (year on year). Adapun defisit transaksi
berjalan 2,1 persen terhadap PDB pada kuartal pertama tahun ini lebih rendah dibanding
kuartal I/2013 lalu saat taper tantrum—"kegalauan" akibat langkah Bank Sentral Amerika
Serikat menghentikan dana talangan ke pasar keuangannya—sebesar 2,61 persen terhadap
PDB.

Taper tantrum disandingkan dengan kondisi saat ini karena ada beberapa kemiripan, di
antaranya tekanan dari faktor eksternal yang berimbas pada pelemahan nilai tukar rupiah
dan perubahan kebijakan suku bunga acuan di Indonesia.

"Fundamental ekonomi kita sekarang dipahami dunia internasional, termasuk para investor
Indonesia, sebagai kondisi yang baik. Indonesia dipandang memiliki prospek ekonomi yang
baik di masa depan," kata Darmin.

Langkah yang ditempuh

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan langkah penguatan kebijakan


fiskal, di mana yang utama adalah optimalisasi laju penerimaan dengan menjaga iklim
investasi sembari meneruskan reformasi perpajakan.

Modal utama yang telah didapat adalah pertumbuhan penerimaan perpajakan yang disebut
bersifat broad based atau secara menyeluruh di semua sektor bidang usaha. "PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) tumbuh 14,1 persen dan PPh (Pajak Penghasilan) Badan yang tumbuh
23,6 persen menggambarkan peningkatan aktivitas perekonomian dan kesehatan dunia
usaha," tutur Sri Mulyani.
Selain mengoptimalkan penerimaan, efisiensi belanja negara juga terus dilakukan. Dalam
hal pembiayaan, Kementerian Keuangan menerapkan strategi front loading sejak awal
2018, yang diklaim berdampak positif pada realisasi pembiayaan sebesar 57,9 persen dari
target APBN 2018. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memastikan akan merespons
kebijakan suku bunga sebagai antisipasi dari hasil pertemuan Federal Open Market
Committee (FOMC) pada Juni mendatang. Salah satunya, sebut dia, dengan mengadakan
Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan pada 30 Mei 2018. "Intervensi ganda di pasar
valas dan pasar SBN (Surat Berharga Negara) juga terus dioptimalkan untuk stabilisasi nilai
tukar rupiah, penyesuaian harga di pasar keuangan secara wajar, dan menjaga kecukupan
likuiditas di pasar uang," ujar Perry. Hal lain yang tak kalah penting adalah komunikasi
intensif kepada pelaku pasar, perbankan, dunia usaha, dan para ekonom dalam rangka
membentuk ekspektasi yang rasional. Upaya ini ditempuh Bank Indonesia agar tidak ada
pandangan atau analisis yang kabur dan tidak sesuai dengan fundamental ekonomi
Indonesia saat ini dalam memitigasi risiko pelemahan nilai tukar rupiah.

Adapun Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menekankan lembaganya akan
terus menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dengan menjaga industri, memperkuat
fundamental para emiten, dan menerapkan kebijakan yang terukur saat pasar keuangan
mengalami tekanan. OJK, kata Wimboh, juga mendorong pertumbuhan kredit dan
pembiayaan sektor keuangan dengan fokus pada pertumbuhan pembiayaan berorientasi
komoditas ekspor. Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah
mengatakan LPS terbuka melakukan penyesuaian jika diperlukan terhadap kebijakan
tingkat bunga penjaminan. Penyesuaian akan dilakukan dengan mempertimbangkan
perkembangan data tingkat bunga simpanan perbankan dan hasil evaluasi stabilitas sistem
keuangan.

Jawaban no 2 point C

Anda mungkin juga menyukai