Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

PASIEN APENDICITIS

Dosen pengampu:

Lutfi Wahyuni, S. Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh:

1. Ariq Pratama Putra E (201701189)

2. Shinta Yunia (201701198)

3. Firdatul Shakdiah (201701186)

4. Fahmi Lailatul M (201701210)

5. Siti Kholifah (201701208)

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

Jl. Raya Jabon Km 06 Mojokerto 61364

2017 – 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt, karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya makalah ini

dapat terselesaikan.

Makalah ini disajikan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah KMB 2 dengan

judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Apendicitis”. Mudah-mudahan makalah ini

dapat membantu para pembaca untuk memahami tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien

dengan Apendicitis.

Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini belum memuat bahan makalah secara

lengkap dan mendalam. Untuk ini, penulis mengharapkan kritik yang bersifat membangun

agar sekiranya dapat memenuhi kesempurnaan tugas ini.

Mojokerto, 1 Maret 2019

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................................3

BAB I.............................................................................................................................4

LAPORAN PENDAHULUAN......................................................................................4

1.1 Pengertian.............................................................................................................4

1.2 Etiologi.................................................................................................................5

1.3 Manifestasi Klinik................................................................................................5

1.4 Patofisiologi.........................................................................................................6

1.5 Pathways..............................................................................................................7

1.6 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................8

1.7 Komplikasi...........................................................................................................8

1.8 Penatalaksanaan...................................................................................................9

BAB II..........................................................................................................................10

ASUHAN KEPERAWATAN APENDICITIS............................................................10

2.1 Pengkajian..........................................................................................................10

2.2 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................11

2.3 Diagnosa Keperawatan.......................................................................................12

2.4 Intervensi............................................................................................................13

LAPORAN KASUS.....................................................................................................17
A. PENGKAJIAN...............................................................................................17

B. POLA FUNGSI KESEHATAN.....................................................................18

C. PEMERIKSAAN FISIK.................................................................................20

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG...................................................................21

E. PENATALAKSANAAN...............................................................................22

F. ANALISIS DATA..........................................................................................22

G. DIAGNOSIS KEPERAWATAN...................................................................24

H. INTERVENSI.................................................................................................24

I. IMPLEMENTASI..........................................................................................26

J. EVALUASI....................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................28
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab

abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun

perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,

2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab paling

umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan

penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Jadi, dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai

apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi. Klasifikasi

apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat,

2005).

1. Apendisitis akut.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang

mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai

rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang

merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.

Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan

menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan

lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat
2. Apendisitis kronik.

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat

nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik

dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding

apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama

dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

1.2 Etiologi

Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai

faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai

faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing

askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan

apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian

epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh

konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal

yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan

kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.

(Sjamsuhidayat, 2005).

1.3 Manifestasi Klinik

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang

mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri kuadran bawah terasa dan

biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada

apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik

Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri
tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya

infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan

terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya

pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat

rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung

kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi.

Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara

paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah

ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi

pasien memburuk.

Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda

tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya.

Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens

perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari

bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C.

Suzanne, 2002).

1.4 Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia

folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,

atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal

yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.

Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan

nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian

aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.

Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,

akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate

apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding

apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah

terjadi karena

1.5 Pathways

Hiperplasia Folikel Limfoit, fekalit, benda asing, cacing, peradangan

Obstruksi lumen apendiks

Pembengkakan jaringan limfoid

Peningkatan produksi mukus

Bendungan pada dinding apendiks


Peningkatan tekanan intraluminal sehingga menghambat saluran limfe yang mengeluarkan
mukus

Edema dan alserasi apendiks

Apendiksitis akut

Piñatalaksanaan

Apendiktomi

Luka post operasi

Insisi bedah Nyeri

Terputusnya kontinuitas jaringan

Penurunan pertahanan primer tubuh

1.6 Pemeriksaan Penunjang

1) Radiologi : pemeriksaan pencitraan yang mungkin membantu dalam mengevaluasi

pasien dengan kecurigaan apendisitis adalah foto polos perut atau dada,

ultrasonogram, enema barium, dan kadang-kadang CT-Scan

2) USG : dapat digunakan untuk membedakan antara appendisitis akut dan

apendisitis perforasi

3) Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif

(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara

10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP

ditemukan jumlah serum yang meningkat.


1.7 Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang

menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih

tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.

Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri

atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).

1.8 Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan

cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan

dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk

menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum

atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru

yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli

bedah.

Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.

Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih

terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus

meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C.

Suzanne, 2002)
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN APENDICITIS

2.1 Pengkajian

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal

yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama

pasien dirawat di rumah sakit.

2. Biodata : Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/

bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.

3. Riwayat kesehatan:

a. Keluhan Utama: Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar

umbilikus.

b. Riwayat Penyakit sekarang : Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama

keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,

keadaan apa yang memperberat dan memperingan.

c. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.

d. Riwayat penyakit keluarga: apakah keluarga juga memiliki penyakit yang di

derita pasien atau menurun

4. Pola fungsi kesehatan

a. Aktivitas / istirahat:

Gejala : Malaise.

b. Sirkulasi:

Tanda : Takikardi

c. Eliminasi:

Gejala : Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang).


Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. Penurunan atau

tidak ada bising usus.

d. Makanan / cairan Gejala :

Anoreksia.: Mual/muntah.

e. Nyeri / kenyamanan:

Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat

berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilikus

dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas

dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks).

Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas (berhubungandengan lokasi

apendiks, contoh : retrosekal atau sebelah ureter).

Tanda : Perilaku berhati-hati ; berbaring ke samping atau telentang dengan

lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi

ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak. : Nyeri lepas pada sisi kiri diduga

inflamasi peritoneal.

f. Pernapasan:

Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal.

g. Keamanan:

Tanda : Demam (biasanya rendah).

2.2 Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi

Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga


pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
b) Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci
diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada
perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan
pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut
tanda Blumberg (Blumberg sign).
c) Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks apabila
letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka
kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan
kunci diagnosis apendisitis pelvika.
d) Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji
psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan
menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika (Akhyar
Yayan, 2008 ).

2.3 Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


utama, perforasi/ ruptur pada apendiks, pembentukan abses; prosedur invasif insisi
bedah.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pengeluaran cairan berlebih, pembatasan pascaoperasi, status hipermetaabolik,
inflamasi peritonium dengan cairan asing.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus
oleh inflamasi ; adanya insisi bedah.
2.4 Intervensi

1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

utama, perforasi/ ruptur pada apendiks, pembentukan abses; prosedur invasif insisi

bedah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi berkurang.

KH : Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/ inflamasi,

drainase purulen, eritema dan demam.

Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, 1.Dugaan adanya infeksi/ terjadinya
menggigil, berkeringat, perubahan sepsis, abses, peritonitis
mental, meningkatnya nyeri abdomen.
2. Lihat insisi dan balutan. Catat 2.Memberikan deteksi dini terjadinya
karakteristik drainase luka/ drein (bila
proses infeksi, dan/ atau pengawasan
dimasukkan), adanya eritema. penyembuhan peritonitis yang telah ada
sebelumnya
3. Lakukan pencucian tangan yang baik 3.Menurunkan resiko penyebaran infeksi.
dan perawatan luka aseptik. Berikan .
perawatan paripurna

2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran

cairan berlebih, pembatasan pascaoperasi, status hipermetaabolik, inflamasi

peritonium dengan cairan asing

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan

dan elektrolit menjadi kuat.

KH : kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil dan secara

individual haluaran urine adekuat.

Intervensi Rasional
1.Tanda yang membantu mengidentifikasi
1.Awasi TD dan nadi.
fluktuasi volume intravaskuler.

2.Lihat membran mukosa : kaji 2.Indikator keadekuatan sirkulasi perifer


turgor kulit dan pengisian kapiler. dan hidrasi seluler.

3.Awasi masukan dan haluaran :


3. Penurunan haluaran urine pekat dengan
catat warna urine/ konsentrasi, berat
peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/
jenis.
kebutuhan peningkatan cairan.

3) Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh
inflamasi ; adanya insisi bedah.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
KH : Klien melaporkan nyeri berkurang/ hilang, klien rileks, mampu istirahat/ tidur
dengan tepat.

Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, 1. Berguna dalam pengawasan keefektifan
beratnya (skala 0-10). Selidiki dan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat. pada karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan
upaya evaluasi medik dan intervensi.

2. Pertahankan istirahat dengan posisi 2.Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi


semifowler. dalam abdomen bawah atau pelvis,
menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi telentang.

3. Pertahankan puasa/ penghisapan NG 3.Menurunkan ketidaknyamanan pada


pada awal peristaltik usus dini dan iritasi gaster/
muntah.
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPEPERAWATAN PADA PASIEN SDR. “D”

DENGAN PENYAKIT APENDIKSITIS

(OLEH: TEGAR GALIE PREHATINI)


A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 1 Desember 2012
Pukul : 11.00 WIB

a. Biodata
Nama : Sdr. “D”
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 19 tahun
Alamat : Desa Cepoko Rejo Kec. Palang Kab. Tuban
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum Menikah
Tanggal MRS : 1 Desember 2012
No. Register : 112
Diagnosa Madis : Apendiksitis

b. Status Kesehatan
 Alasan MRS
Pasien mmengalami nyeri pada perut bawah kanan atau pada area
epigastrik sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
secara terus menerus dan dirasa semakin berat sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri semakin bertambah jika dibuat berjalan.

 Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada perut bawah kanan (Right Lower
Quadrant).
 Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan nyeri perut bagian bawah kanan sejak dua hari
sebelum masuk RS, nyeri dirasakan secara terus menerus dan dirasa
semakin berat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
semakin bertambah jika dibuat jalan. Tidak bisa BAB selama 2 hari tapi
BAK seperti biasa. Merasa mual dan nafsu makan menurun. Kualitas nyeri
degan skala 6-7 (nyeri berat).
 Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah masuk Rumah Sakit sebelumnya,
hanya sakit ringan seperti sakit kepala, pilek, dan batuk jika cuacanya
tidak mendukung.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan tidak mempunyai penyakit apendiksitis atau
usus buntu.
 Riwayat Pembedahan
Pasien mengatakan tidak pernah menjalani operasi pembedahan.

B. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit
Klien mengatakan mengetahui tentang keadaan kesehatannya dan ingin
sembuh dari penyakit yang dideritanya.
2. Pola Nutrisi – Metabolisme
Sebelum dirawat di Rumah Sakit pasien jarang mengkonsumsi buah
dan sayur. Makan tidak teratur, nafsu makan kurang baik. Dan beberapa hari
sebelum masuk rumah sakit pasien merasa mual.Selama dirawat di Rumah
Sakit pasien puasa sebelum dilakukan tindakan pembedahan.

3. Pola Eliminasi
Pasien tidak BAB selama 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan
BAK secara normal.Setelah masuk Rumah Sakit pasien belum BAB, dengan
BAK 3 kali sehari.

4. Pola Istirahat dan Tidur


Sebelum masuk Rumah sakit pasien tidur 7-8 jam per hari. Pasien
hampir tidak pernah tidur siang.Tapi setelah masuk Rumah Sakit pasien hanya
tidur 4-5 jam per hari, dan sering terbangun dimalam hari karena nyeri yang
dialami sangat menggangu.
5. Pola Kognitif dan Perseptual
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik terhadap orang-orang
disekitarnya. Pasien mampu menjawab semua pertanyaan dari perawat
maupun dari orang-orang sekitarnya dengan baik.
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien selalu mengeluh nyeri perut pada bagian kanan bawah (Right
Lower Quadrant).
7. Pola Hubungan dan Peran
Pasien berkomunikasi menggunakan Bahasa Jawa dan berbicara
dengan normal. Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat
dengan baik.Hubungan dengan keluarga baik, terlihat dengan adanya keluarga
yang menemaninya di Rumah Sakit. Hubungan pasien dengan tim medis
maupun perawat baik dan kooperatif. Namun terdapat keterbatasan gerak yang
mengakibatkan pasien tidak mampu melakukan perannya dalam keluarga dan
masyarakat.
8. Pola Aktivitas
Sebelum masuk Rumah Sakit klien mengatakan selalu berolah raga
sepak bola disetiap sorenya dan sering bersepeda.Setelah masuk Rumah Sakit
pasien terlihat lemas (Malaise) dan hanya berbaring di tempat tidur karena
nyeri pada perut kanan bawah (Right Lower Quadrant).
9. Kebersihan Diri
Sebelum dirawat di Rumah Sakit pasien mandi 2 kali sehari, keramas
tiga kali seminggu, dengan gosok gigi 2 kali sehari. Dan ganti pakaian selama
2 kali sehari, semua dilakukan secara mandiri.Selama dirawat di Rumah Sakit
pasien belum pernah mandi, gosok gigi, ataupun keramas.
10. Pola Koping dan Toleransi Strees
Adanya kecemasan atau ansietas karena nyeri yang dirasakan dan
ansietas terhadap respon pembedahan.

11. Pola Keyakinan dan Nilai


Sebelum masuk Rumah Sakit pasien rajin beribadah bersama
keluarga.Setelah dirawat di Rumah Sakit paasien tidak sholat karena nyeri
pada perut jika dipakai untuk bergerak.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Composmentis (sadar), pasien terlihat pucat, lemah
(malaise). Pasien terpasang infus RL dengan 20 tetes/menit.
GCS : E = 4, V = 5 & M = 6.

 Tanda-tanda vital
TD : 130/80mmHg
N : 90x/menit
RR : 20x/menit
S : 38,10⁰ C

 Body System
 Pernafasan (B1: Breating)
a. Hidung : bentuk simetris, tidak terdapat cuping hidung.
b.        Trachea : Tachipnea, pernapasan dangkal.
c.         Leher : tidak terdapat benjolan, lesi atau bengkak
d.        Dada : bentuk normal dengan gerak simetris

 Cardiovaskuler (B1: Bleeding)


Takikardi, pucat, edema

 Persyarafan (B3 Brain)


Kesadaran pasien Composmentis, dengan hasil GCS, yaitu E = 4,
V = 5, M = 6. Pada kelapa tidak terdapat benjolan. Pupil mata isokor.
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.

 Muskuloskeletal (B4 : Bone)


Kemampuan pergerakan sendi pasien bebas, Akral hangat, turgor
cukup, warna kulit pucat, demam. Tidak ada kelainan pada extremitas atas
maupun bawah. Tidak terdapat parase, parelise ataupun hemoparase.
 Pencernaan (B5: Bowel)
Bibir : pucat
Mulut : mukosa mulut kering
Abdomen : terdapat nyeri tekan dan bising usus
BAB : belum BAB
BAK : Normal

 Integumen
a.       Warna kulit pasien pucat
b.      Akral hangat, turgor cukup.
c.       Produksi urin 100ml/hari dengan frekuensi 3 kali sehari.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium
PARAME HASIL
NILAI NORMAL
TER PEMERIKSAAN
Hemoglobi
n Rutin
HB 13,7 L 13,4-17,1 g/dl
Laju Endap 0 L 0-15mm/jam
Darah
PCV 40,3 L 40-54%
Eritrosit 5.190.000 L 4-6jt/cmm
Hitung -/-/-/90/9/1 0-3/0-1/50-70/20-40/4-
Jumlah Sel 10
Leokisit 18.000 4.000-11.000/cmm
Immunolog
i
Hbs Ag Negatif Negatif
Hati
SGOT 22 L 37 u/L
SGPT 11 L 42u/L
Ginjal
BUN 12,4 6-20 mg/dl
Kreatinin 1,17 L 0,6-0,1 mg/dl
Glukosa
Glukosa 92 140mg/dl
Darah Sewa
Faal
Hemostasis
APTT 28,5 27,4-39,3
PPT 14,1 11,3-14,7 detik

 Pemeriksaan Radiologi
Terjadi peritonitis, dan terdapat:
a.       Adanya fluid yang disebabkan karena adanya udara dan cairan.
b.      Terdapat fecolit atau sumbatan.
c.       Ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

E. PENATALAKSANAAN
Sebelum tindakan operasi (pre operasi)
a.       Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
b.      Antibiotik dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena
c.       Analgestik
d.      Bila demam, harus diturunkan sebelum anastesi.
e.       IV cairan Infus RL 500ml dengan 20 tetes/menit.

F. ANALISIS DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
Data Subjektif: Distensi jaringan usus oleh Gangguan rasa nyaman
Pasien mengatakan nyeri inflamasi (nyeri)
pada perut bagian bawah
kanan (Right Lower
Quadrant), Nyeri
dirasakan semakin
bertambah jika dibuat
jalan. Kualitas nyeri degan
skala 6-7 (nyeri berat).

Data Objektif:
Pasien nampak
memegangi perutnya
untuk menahan nyeri,
pasien nampak lemah.
nyeri tekan titik MC
Burney Nyeri.
TTV:
TD : 130/80mmHg
S : 38,10⁰C
N : 90x/menit
RR: 20x/menit
Data Subjektif: Intake cairan yang tidak Resiko tinggi kekurangan
Pasien mengeluh mual dan adekuat volume cairan
muntah.

Data Objektif:
Pasien demam, pasien
terpasang infus,
Hasil TTV
TD : 130/80mmHg
S : 38,10⁰C
N : 90x/menit
RR: 20x/menit

G. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan appendik.
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.

H. INTERVENSI
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan obstruksi dan peradangan appendik.
Tujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam tingkat
kenyamanan klien meningkat dan nyeri terkontrol.
Kriteria hasil:
a.       Klien melaporkan nyeri berkurang sampai hilang
b.      Klien terlihat tenang dan mampu beristirahat
c.       Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan:
Tindakan/Intervensi Rasional
Observasi tanda – tanda vital, suhu, mengetahui keadaan umum pasien
nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, Berguna dalam pengawasan
beratnya (0 – 10), selidiki dan laporkan keefektifan obat, kemajuan
perubahan nyeri dengan cepat penyembuhan. Perubahan pada
karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis,
memerlukan upaya evaluasi medik dan
intervensi
Pertahankan istirahat dengan posisi Gravitasi melokalisasi eksudat
semi-fowler inflamasi dalam abdomen bawah atau
pelvis, menghilangkan tegangan
abdomen yang bertambah dengan
posisi telentang.
Berikan lingkungan yang tenang dan Meningkatkan istirahat
kurangi rangsangan stres
Ajarkan teknik nafas dalam bila rasa Teknik nafas dalam menurunkan
nyeri datang konsumsi abdomen akan O2,
menurunkan frekuensi pernafasan,
frekuensi jantung dan ketegangan otot
yang menghentikan siklus nyeri.
Kolaborasi dengan pemberian analgetik Menghilangkan nyeri, mempermudah
sesuai indikasi. kerjasama dengan intervensi lain,
contoh ambulasi, batuk.

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre operasi.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil :
a.       Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan dengan kelembaban
membran mukosa,
b.      Turgor kulit baik,
c.       Tanda vital stabil,
d.      Secara individual haluaran urine adekuat.

Tindakan/Intervensi Rasional
Awasi Tekanan Darah (TD) dan nadi Tanda yang membantu
mengidentifikasi fluktuasi volume
intravaskuler
Lihat membran mukosa, kaji turgor Indikator keadekuatan sirkulasi perifer
kulit dan pengisian kapiler dan hidrasi seluler
Awasi masukan dan haluan, catat warna Penurunan haluan urine pekat dengan
urine/konsentrasi, berat jenis peningkatan berat jenis diduga
dehidrasi/kebutuhan peningkatan
cairan.
Auskultasi bising usus. Catat Indikator kembalinya peristatik,
kelancaran flaktus, gerakan usus. kesiapan untuk pemasukan oral
Berikan sejumlah kecil minuman jernih Menurunkan iritasi gaster/muntah
bila pemasukan oral dimulai, dan untuk menimimalkan kehilangan
dilanjutkan dengan diet sesuai toleransi cairan
Berikan perawatan mulut sering dengan Menghindari adanya dehidrasi yang
perhatian khusus pada perlindungan dapat mengakibatkan bibir dan mulut
bibir kering dan pecah-pecah
Berikan cairan IV dan elektrolit Peritonium bereaksi terhadap
iritasi/infeksi dengan menghasilkan
sejumlah besar cairan yang dapat
menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dan dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit.

I. IMPLEMENTASI
Sabtu, 01 Desember 2012
Waktu IMPLEMENTASI RESPON PARAF
12.5 5.00 1.      Observasi TTV (Tekanan
1.      TD: 130/80mmHg Tegar GP
WIB Darah,Nadi,Suhu,Pernafas S : 38,10⁰C
an) Kaji tentang kualitas, N : 90x/menit
intensitas dan penyebaran RR: 20x/menit
nyeri. 2.     Skala nyeri pasien (6-7),
pasien meringis, memegangi
perut.
12.20 Beri penjelasan tentang Pasien dan keluarga menerti Tegar GP
WIB sebab dan akibat nyeri dan tentang penyebaran nyeri
tindakan keperawatan yang dialami. Dan
yang akan dilakukan mengetahui penyebab
nyerinya.
12.30 Berikan posisi nyaman Pasien melakukan intruksi Tegar GP
WIB untuk pasien dan yang dianjurkan perawat
pertahankan kenyamanan dengan mempertahankan
untuk meningkatkan posisi semi Fowler.
kualitas tidur pasien
1 Ajarkan teknik nafas Pasien mengikuti intruksi Tegar GP
4.00 dalam bila rasa nyeri yang diajarkan perawat.
WIB datang
1 Kolaborasi dengan tim Pasien mematuhi terapi obat Tegar GP
6.00 medis dalam pemberian yang diresepkan dokter.
WIB Infus RL 20tetes/menit
Cefotaxin 2x1gr

J. EVALUASI
Minggu, 02 Desember 2012
S : Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang (4-5) nyeri sedang. Pasien
dapat tidur, meskipun terbangun lagi karena adanya nyeri.
O : Pasien tampak gelisah dan takut dengan tindakan pembedahan,
tangan pasien terpasang infus RL dengan 20tetes/menit. Posisi pasien Semi-Fowler.
A : Masalah belum teratasi, tindak
P : Intervensi dilanjutkan, pasien dibawa ke Ruang Operasi untuk
dilakukan operasi Appendiktomy.
DAFTAR PUSTAKA

http://semangattegar.blogspot.com/2012/12/apendiksitis-contoh-kasus-dan-laporan.html?m=1

Brunner & Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall- Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :

EGC

Anda mungkin juga menyukai