Anda di halaman 1dari 94

SKRIPSI

ANALISIS KADAR SERAT, PROKSIMAT, DAN ORGANOLEPTIK


PADA MIE KERING TINGGI SERAT SUBSTITUSI TEPUNG
UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L. Poir) DAN
BEKATUL (Oryza Sativa)

NUR DINA RAHMAN


2330015036

DOSEN PEMBIMBING :
NUR HIDAAYAH, S.Kep.Ns.,M.Kes
FILDZAH KARUNIA PUTRI, S.Gz.,M.Sc

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
SKRIPSI

ANALISIS KADAR SERAT, PROKSIMAT, DAN ORGANOLEPTIK


PADA MIE KERING TINGGI SERAT SUBSTITUSI TEPUNG
UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L. Poir) DAN
BEKATUL (Oryza Sativa)

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Gizi (S.Gz)


Dalam Program Studi S1 Gizi

NUR DINA RAHMAN


2330015036

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019

ii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Nur Dina Rahman

NIM : 2330015036

Tanda Tangan :

Tanggal :

iii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : Analisis Kadar Serat, Proksimat, dan Organoleptik Pada Mie

Kering Tinggi Serat Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu

(Ipomoea batatas L. Poir) dan Bekatul (Oryza Sativa)

Penyusun : Nur Dina Rahman

NIM : 2330015036
Pembimbing I : Nur Hidaayah, S.Kep.Ns.,M.Kes
Pembimbing II : Fildzah Karunia Putri, S.Gz.,M.Sc
Tanggal Ujian :

Disetujui Oleh :

Pembimbing I,
Nur Hidaayah, S.Kep.Ns.,M.Kes. :………………………
NPP.0307738
Pembimbing II,
Fildzah Karunia Putri, S.Gz.,M.Sc :………………………
NPP.18011176

Mengetahui
Ka. Prodi S1 Gizi

Rizki Nurmalya Kardina, S.Gz.,M.Kes


NPP. 1306889

iv
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul


Analisis Kadar Serat, Proksimat, dan Organoleptik Pada Mie Kering Tinggi Serat
Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dan Bekatul (Oryza
Sativa)
Telah dilaksanakan ujian
Pada hari/tanggal : / Juli 2019

Tim Penguji :

1. Ketua Penguji
Siti Nurjanah, S.Kep.Ns.,M.Kep :…………………………..
NPP.0206713

2. Penguji I
Nur Hidaayah, S.Kep.Ns.,M.Kes. :…………………………...
NPP.0307738

3. Penguji II
Fildzah Karunia Putri, S.Gz.,M.Sc :…………………………..
NPP.18011176

Mengetahui
Ka. Prodi S1 Gizi

Rizki Nurmalya Kardina, S.Gz.,M.Kes


NPP. 1306889

v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, saya yang


bertandatangan di bawah ini :

Nama : Nur Dina Rahman


NIM : 2330015036
Program Studi : S1 Gizi
Fakultas : Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi

Demi mengemban ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-
exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Analisis Kadar Serat, Proksimat, dan Organoleptik Pada Mie Kering


Tinggi Serat Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dan
Bekatul (Oryza Sativa)”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Fakultas Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya berhak
menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Surabaya
Pada tanggal : Juli 2019

Yang menyatakan,

Nur Dina Rahman

vi
ABSTRAK

Obesitas merupakan salah satu masalah gizi yang menjadi ancaman baru
bagi dunia, terutama pada kalangan remaja karena prevalensinya yang meningkat..
Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah obesitas pada remaja adalah
meningkatkan konsumsi serat. Makanan yang sehat rendah lemak dan tinggi serat
adalah makanan olahan dari ubi jalar ungu dan bekatul. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui kadar serat, proksimat, dan menganalisis organoleptik
pada mie kering tinggi serat substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul.
Design penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 1 faktor yaitu konsentrasi substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul
(formulasi A, B, C, dan D). Instrument penelitian ini meliputi alat dan bahan
pangan penelitian serta panelis agak terlatih sebanyak 37 responden. Analisa uji
organoleptik menggunakan statistik non parametric, Kruskal Wallis dengan α =
0,05.
Hasil penelitian berdasarkan uji laboraturium bahwa kadar serat tertinggi
terdapat pada formulasi C sebesar 0,83 g, kadar air tertinggi terdapat pada
formulasi C sebesar 4,51, kadar abu tertinggi terdapat pada formulasi C sebesar
4,05 g, kadar energi tertinggi terdapat pada formulasi A sebesar 1596,60 kkal,
kadar protein tertinggi terdapat pada formulasi A sebesar 15,18 g. Kadar lemak
tertinggi terdapat pada formulasi A sebesar 3,33 g, kadar karbohidrat tertinggi
terdapat pada formulasi A sebesar 76,47 g. Berdasarkan hasil uji Kruskall Wallis
pada uji organoleptik diperoleh nilai p-value <0,05 yang artinya terdapat
perbedaan setiap perlakuan berdasarkan uji organoleptik dengan parameter
hedonik warna, aroma, dan tekstur.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah mie kering substitusi tepung ubi jalar
ungu dan bekatul dengan kadar serat tertinggi terdapat pada formulasi C,
sedangkan uji organoleptik paling tinggi terdapat pada formulasi B.

Kata kunci : Serat, Proksimat, Organoleptik, ubi jalar ungu (Ipomoea


batatas L. Poir), Bekatul (Oryza Sativa)

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kadar Serat, Proksimat, dan
Organoleptik Pada Mie Kering Tinggi Serat Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu ( Ipomoea
batatas L. Poir) dan Bekatul (Oryza Sativa) “. Penulisan skripsi ini diajukan untuk
memenuhi persyaratan dalam menempuh program S1 Gizi pada Fakultas Kesehatan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari banyaknya bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng., selaku Rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya.
2. Prof. SP. Edijanto, dr., Sp.PK. (K), selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
3. Rizki Nurmalya Kardina, S,Gz.,M.Kes selaku Ketua Prodi S1 Gizi
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.
4. Nur Hidaayah, S.Kep.Ns.,M.Kes selaku pembimbing yang dengan sabar
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan
pada penulis sampai terselesaikannya tugas ini.
5. Fildzah Karunia Putri, S.Gz.,M.Sc selaku pembimbing yang dengan sabar
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan
pada penulis sampai terselesaikannya tugas ini.
6. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan doa, dukungan,
motivasi, dan pengorbanan baik dari segi moril, maupun material hingga
terselesainya proposal ini.
7. Sahabat dan teman-teman saya yang selalu memberikan dukungan dan doa
hingga proposal ini dapat selesai dengan baik.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas dukungan dan perhatian


yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari
bahwa penulis tidaklah sempurna, maka apabila nantinya terdapat kekeliruan
dalam penulisan skripsi ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Akhir
kata semoga skrupsi ini dapat memberikan banyak manfaat bagi kita semua.

Surabaya, Juli 2019

Penulis,

Nur Dina Rahman

viii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN i
SAMPUL BELAKANG ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Batasan Masalah 3
C. Rumusan Masalah 3
D. Tujuan Penelitian 3
E. Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep Ubi Jalar Ungu 5
1. Deskripsi Ubi Jalar Ungu 5
2. Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu 6
3. Manfaat Ubi Jalar Ungu 7
4. Khasiat Ubi Jalar Ungu 7
5. Tepung Ubi Jalar Ungu 8
B. Konsep Bekatul 10
1. Deskripsi Bekatul 10
2. Kandungan Gizi Bekatul 11
3. Evidenve Base Bekatul 11
C. Mie Kering 12
1. Bahan-bahan dalam pembuatan Mie 14
2. Alat-alat dalam pembuatan Mie 15
3. Proses pembuatan Mie 17
D. Kadar serat 20
1. Definisi serat 20
2. Anjuran kebutuhan serat 21
E. Proksimat 21
1. Energi 22
2. Karbohidrat 22
3. Protein 23
4. Lemak 23
5. Kadar air 23
6. Kadar abu 24
F. Uji Organoleptik 24
1. Panelis 25
2. Jenis-jenis Uji Organoleptik 26

ix
BAB 3 KERANGKA KONSEP DANHIPOTESIS PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Penelitian 28
B. Hipotesis Penelitian 29

BAB 4METODE PENELITIAN


A. Uji Pendahuluan 30
B. Penelitian Inti 31
C. Populasi dan Sampel 31
D. Lokasi dan Waktu Penelitian 34
E. Kerangka Operasional Penelitian 34
F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 35
G. Instrument Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 36
1. InstrumenPenelitian 36
2. Cara Pengumpulan Data 37
H. Pengolahan danAnalisis Data 41
1. Pengolahan Data 41
2. Analisis Data 43
I. Etika Penelitian 44

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 48

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ubi Jalar Ungu 5


Gambar 2.2 Bekatul 10
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 28
Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian 34

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan gizi Ubi Jalar Ungu 6


Tabel 2.2 Kandungan gizi Tepung Ubi Jalar Ungu 9
Tabel 2.3 Kandungan gizi Bekatul 11
Tabel 2.4 Syarat mutu Mie Kering berdasarkan SNI 13
Tabel 2.5 Kandungan gizi tepung terigu per 100 gram 14
Tabel 4.1 Mie Kering dengan 4 Formulasi 30
Tabel 4.2 Desain Rancangan Acak Lengkap 32
Tabel 4. 3 Variabel penelitian dan Definisi Operasional 35
Tabel 4.4 Kode Angka Untuk Formulasi Mie Kering 42
Tabel 4.5 Penilaian Untuk Formulasi Mie Kering 42
Tabel 4.6 Skala Penilaian UntuK Formulasi Mie Kering 43

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram Alir pembuatan Mie Kering 48


Lampiran 2 Lembar Informasi Untuk Responden 49
Lampiran 3 Informed Consent 52
Lampiran 4 Uji Organoleptik Kesukaan 53
Lampiran 5 Lembar Bimbingan Proposal 54

xiii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Obesitas dinyatakan sebagai salah satu dari sepuluh masalah kesehatan

utama di dunia dan kelima teratas di negara berkembang seperti di Indonesia.

Obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan lebih berat dari

pada berat badan ideal karena adanya penumpukan lemak di tubuhnya.

( Proverawati, 2010). Obesitas merupakan salah satu masalah gizi yang menjadi

ancaman baru bagi dunia, terutama pada kalangan remaja karena prevalensinya

yang meningkat. Meningkatnya prevalensi penderita obesitas usia remaja, tidak

dipungkiri karena telah berubahnya pola makan, dan semakin majunya teknologi

yang menyebabkan perubahan gaya hidup masyarakat. Pergeseran pola makan

yang terjadi pada remaja ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan asupan zat

gizi dan itu merupakan salah satu faktor timbulnya obesitas pada remaja.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyatakan prevalensi obesitas

atau kegemukan pada remaja usia 18 tahun terus meningkat dari tahun ke tahun

sejak 2007. Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 Badan Litbangkes Kementrian

Kesehatan menunjukkan prevalensi obesitas meningkat sejak tiga periode

Riskesdas yaitu pada tahun 2007 sebesar 10,5%, 2013 sebesar 14,8%, dan 2018

sebesar 21,8%. Hal tersebut terjadi karena 93,6% masyarakat Indonesia kurang

mengkonsumsi serat. (Riskesdas, 2013).

Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah obesitas pada remaja adalah

meningkatkan konsumsi serat. Kandungan serat yang tinggi dalam makanan akan

memperpanjang pengosongan lambung sehingga dapat menunda rasa lapar. Salah

1
2

satu bahan pangan tinggi serat adalah ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar ungu

memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sekitar 83,81%, protein 2,79

gr,dan lemak 0,8 gr (susilawati dan medikasari, 2008). Tepung ubi jalar ungu

mempunyai kadar abu dan kadar serat yang lebih tinggi, serta kandungan

karbohidrat dan kalori yang hampir sama dengan tepung terigu. (zuraida dan

supriati,2008). Selain ubi jalar ungu, bahan lain yang mengandung tinggi serat

adalah bekatul. Selama ini penggunaan bekatul masih terbatas hanya sebagai

pakan ternak, padahal bekatul memiliki kandungan gizi yang tinggi.

Berdasarkan penelitian Fitriyaningsih, dkk (2011) tentang pemanfaatan

tepung bekatul terhadap daya terima mie basah bahwa hanya 10% substitusi

tepung bekatul yang dapat diterima oleh panelis dari segi warna, rasa, aroma dan

tekstur mie basah. Substitusi bekatul sebanyak 10% didapatkan kandungan serat

sebesar 1,31 gram serat/100 gram.

Mie kering biasanya menggunakan bahan dasar terigu, sehingga kandungan

gizi di dalam mie sangat sedikit. Untuk itu dalam pembuatan mie kering ini

ditambahkan ubi jalar ungu dan bekatul untuk memperkaya kandungan

karbohidrat kompleks dan serat sehingga dapat menjadi alternative diet makanan

untuk remaja obesitas. Pembuatan mie substitusi ubi jalar ungu dan bekatul

diharapkan akan meningkatkan kandungan gizi dan sifat organoleptik, sehingga

dapat menjadi salah satu produk pangan alternatif diet bagi remaja. Berdasarkan

latar belakang diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

formulasi yang tepat dari produk mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu dan

bekatul.
3

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas banyak alternatif bahan yang dapat

digunakan, namun penulis memilih bahan ubi jalar ungu dan bekatul karena kedua

bahan tersebut mudah di dapat, harga terjangkau, dan cara pengolahan yang tidak

terlalu sulit, maka penelitian ini difokuskan pada analisis kadar serat, proksimat

dan organoleptik pada mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea

batatas L. Poir) dan bekatul (Oryza Sativa).

C. Perumusan Masalah

Penulis merumuskan masalah berdasarkan uraian latar belakang sebagai

berikut, “Apakah kadar serat, proksimat, dan organoleptik mie kering substitusi

tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dan bekatul (Oryza Sativa)

tinggi?”.

D.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serat, proksimat, dan

organoleptik pada mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.

Poir) dan bekatul (Oryza Sativa).

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kadar serat pada beberapa formulasi mie kering substitusi

tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dan bekatul (Oryza Sativa).

b. Mengidentifikasi kadar proksimat pada beberapa formulasi mie kering kering

substitusi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dan bekatul (Oryza

Sativa).
4

c. Mengidentifikasi organoleptik pada beberapa formulasi mie kering substitusi

tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dan bekatul (Oryza Sativa).

d. Menganalisis kadar serat, proksimat, dan organoleptik pada beberapa

formulasi mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.

Poir) dan bekatul (Oryza Sativa) .

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang pembuatan

mie kering yang baik substitusi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir)

dan bekatul (Oryza Sativa)yang tepat, sehingga tidak menurunkan kandungan

yang ada di mie tersebut dan menambah pengetahuan mengenai daya terima

konsumen mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir)

dan bekatul (Oryza Sativa).

2. Manfaat Praktis

Menambah pengetahuan masyarakat tentang penganekaragaman pangan dan

sebagai alternatif makanan diet untuk remaja dengan kandungan proksimat dan

serat yang tinggi pada mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu (Ipomoea

batatas L. Poir) dan bekatul (Oryza Sativa).


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Ubi Jalar Ungu

1. Deskripsi Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) biasa disebut Ipomoea batatas

karena memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu

pekat). Ubi jalar ungu mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi daripada

ubi jalar jenis lain. Menurut Sri Kumala Ningsih (2006), menyatakan bahwa ubi

jalar ungu mulai di kenal menyebar ke seluruh dunia terutama negara - negara

yang beriklim tropis. Pada abad ke - 16 diperkirakan ubi jalar ungu pertama kali

di Spanyol melalui Tahiti, Kepulauan Guam, Fiji dan Selandia Baru.

Gambar 2.1 Ubi Jalar Ungu


(Sumber : Rahman, Nur Dina, 2018)

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) merupakan salah satu jenis ubi

jalar yang banyak ditemui di Indonesia selain berwarna putih, kuning dan merah.

Ubi jalar ungu jenis Ipomoea batatas L. Poir memiliki warna yang ungu yang

cukup pekat pada daging ubinya sehingga banyak menarik perhatian. Nutrisi yang

terkandung di dalam ubi jalar ungu adalah vitamin A, C, serat pangan, zat besi,

potasium dan protein (Mais, 2008). Pengolahan ubi jalar ungu juga semakin

5
6

bervariasi seiring makin meningkatnya produksi ubi jalar ungu. Pengolahan

menjadi tepung adalah salah satu bentuk produk olahan yang dapat meningkatkan

kemandirian bangsa dengan mengurangi penggunaan tepung terigu import. Dalam

sistematika (taksonami) tumbuhan yang dikutip dari Iriyanti (2012), tanaman ubi

jalar dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantea

Devisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotylodonnae

Ordo : Convolvulales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea Batotas

2. Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Ubi jalar ungu per 100 gram
Senyawa Komposisi
Energi (kj/100 gram) 71,1
Protein (%) 1,43
Lemak (%) 0,17
Pati (%) 22,4
Gula (%) 2,4
Serat makanan (%) 1,6
Kalsium (mg/100 gram) 29
Fosfor (mg/100 gram) 51
Besi (mg/100 gram) 0,49
Vitamin A (mg/100 gram) 0,11
Vitamin B (mg/100 gram) 0,09
Vitamin C (mg/100 gram) 24
Air (gram) 83,3
Sumber : Honestin, (2009)
7

3. Manfaat Ubi Jalar Ungu

Sekitar 70-100 % umbi jenis ini telah dimanfaatkan untuk dikonsumsi di

sebagian besar daerah tropik. Sekitar 10-30 % dikonsumsi sebagai sumber

pangan, hanya 5-10 % untuk keperluan industri. Di Asia sekitar 30-35 %

digunakan untuk industri alkohol maupun tepung. Di daerah tropik Asia termasuk

Indonesia, jenis ini dimanfaatkan sebagai makanan tambahan, untuk kue, keripik,

namun di Papua Nugini dan beberapa kepulauan Oseania jenis ini dimanfaatkan

sebagai bahan pangan pokok. Daun mudanya sering kali dimakan untuk sayur.

Ubi jalar ungu mengendalikan produksi hormon melatonin yang dihasilkan

kelenjar pineal di dalam otak. Melatonin merupakan antioksidan yang menjaga

kesehatan sel dan sistem saraf otak, sekaligus memperbaiki jika ada kerusakan.

Asupan vitamin A yang kurang akan menghambat produksi melatonin dan

menurunkan fungsi saraf otak sehingga muncul gangguan tidur dan daya ingat

berkurang. Keterbatasan produksi melatonin berakibat menurunkan produksi

hormon endokrin, sehingga sistem kekebalan tubuh merosot. Dengan rajin

mengkonsumsi ubi jalar ungu, ketajaman daya ingat dan kesegaran kulit serta

organ tetap terjaga. Sebuah keunikan, kombinasi vitamin A (betakaroten) dan

vitamin E dalam ubi jalar ungu dapat bekerja sama menghalau stroke dan

serangan jantung.

4. Khasiat Ubi Jalar Ungu

Menyantap ubi jalar ungu 2-3 kali seminggu membantu kecukupan serat.

Apabila dimakan bersama kulitnya ubi jalar akan menyumbang serat lebih

banyak. Kandungan serat dalam ubi jalar ungu sebagian besar merupakan serat

larut (soluble fiber), yang bekerja seperti busa spon. Serat menyerap kelebihan
8

lemak atau kolesterol, sehingga kadar lemak atau kolesterol dalam darah tetap

terkendali. Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar ini sekarang

menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti

susu bubuk. Oligosakarida tersebut juga bermanfaat untuk mencegah konstipasi,

wasir, kanker kolon, memelihara keseimbangan flora usus dan bersifat prebiotik,

yaitu merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan

zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih sehat. Selain itu Oligosakarida

mempermudah buang angin, namun pada beberapa orang yang sangat sensitif,

oligosakarida dapat mengakibatkan perut kembung. Itulah sebabnya setelah

menyantap ubi orang sering kentut.

5. Tepung Ubi Jalar Ungu

Pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk

menyimpan dan mengawetkan ubi jalar ungu. Tepung ubi jalar merupakan

hancuran dari ubi jalar yang dihilangkan sebagian kadar airnya sekitar 7%

(Sarwono, 2005). Tepung ubi jalar ungu memiliki bentuk seperti tepung biasa dan

berwarna ungu keputihan namun setelah terkena air warnanya menjadi ungu tua.

Arianingrum (2014) melaporkan umur simpan tepung ubi jalar ungu gelatinisasi

sebagian terpanjang yaitu selama 136 hari pada perlakuan pemanasan selama 45

menit dan 60 menit, sedangkan tepung ubi jalar ungu gelatinisasi sebagian tanpa

perlakuan pemanasan memiliki umur simpan yang lebih rendah yaitu 91 hari. Gizi

yang terkandung pada tepung ubi jalar tergantung pada varietas ubi jalar serta

lingkungannya. Kandungan gizi tepung ubi jalar per 100 gram bahan disajikan

pada Tabel 2.2.


9

Tabel 2.2 Kandungan gizi tepung ubi jalar ungu per 100 gram
Parameter (%) Tepung Ubi Jalar Ungu
Kadar air 7,28
Kadar abu 5,31
Kadar protein 2,79
Lemak 0,81
Karbohidrat 83,81
Serat 4,72
Sumber : Susilawati dan Medikasari (2008)

Ubi jalar ungu yang dijadikan tepung juga akan lebih mudah dimanfaatkan

sebagai bahan baku industri pangan maupun non pangan (Murtiningsih dan

Suyanti, 2011). Richana (2012) menyatakan bahwa tepung ubi jalar merupakan

produk dari ubi jalar setengah jadi yang dapat digunakan sebagai bahan baku

industri makanan serta berdaya simpan lebih lama. Pembuatan tepung ubi jalar

ungu secara konvensional yaitu dari sawut atau chip kering yang dibuat dengan

proses penggilingan dan pengayakan.

Tahap- tahap pembuatan ubi jalar ungu adalah sebagai berikut :

1. Pilih ubi jalar ungu yang masih segar, yang tidak rusak atau boleng

2. Sortasi dan potong bagian ujung dan pangkal ubi jalar ungu sekitar 2,0 cm, lalu

kupas kulit ubi jalar ungu dengan pisau atau alat pengupas umbi lainnya.

3. Cuci bersih, kemudian potong tipis-tipis.

4. Jemur irisan ubi jalar ungu dibawah sinar matahari atau menggunakan oven

pengering.

5. Giling irisan ubi jalar ungu yang sudah dikeringkan

6. Ayak hasil gilingan dengan ayakan berukuran lubang 0,6-0,4 mm (40-60

mesh).

7. Simpan tepung ubi jalar dalam toples atau kaleng yang tertutup rapat.

8. Tepung ubi jalar dapat disimpan hingga 6 bulan.


10

B. Konsep Bekatul

1. Deskripsi Bekatul

Bekatul merupakan sisa hasil sampingan atau limbah dari proses

penggilingan padi yang mempunyai struktur terdiri dari aleuron, lapisan perokarp,

embrio dan sebagian endosperm yang berupa serbuk halus berwarna coklat muda

(Agus, 2008). Bekatul merupakan bahan pakan yang ketersediannya melimpah

serta banyak ditemukan dengan harganya relatif murah sehingga bekatul dapat

dikatakan bahan pakan sumber energi karena kandungan energinya 2900 kkal/kg

dan protein kasarnya 12% (Most et al.,2005).Bekatul merupakan hasil dari

penggilingan padi yang dapat digunakan sebagai tambahan nutrisi pada mie

kering. Bekatul yang digunakan adalah yang masih baru, tidak apek, tidak rusak,

dan strukturnya baik (Wanda, 2014). Selama ini penggunaan bekatul masih

terbatas hanya sebagai pakan ternak, padahal bekatul memiliki kandungan gizi

yang tinggi.

Gambar 2.2 Bekatul

(Sumber : Rahman, Nur Dina, 2018)


11

2. Kandungan Gizi Bekatul

Komposisi kimia bekatul sangat bervariasi, tergantung pada factor

agronomis, varietas padi, dan proses penggilingannya (Ardiansyah, 2008).

Bekatul mengandung protein relative tinggi yaitu 11,3 – 14,9%, kadar serat diet

7,0 – 11,4% dan kaya akan vitamin B1 (11,1 – 12,9 mg/100 g) dan vitamin E (1,9

– 2,9 mg/100 g), asam lemak bebas 2,8 – 4,1 % dan mineral (Santosa dkk, 2007).

Protein bekatul lebih rendah dari protein hewani namun lebih tinggi daripada

kedelai, biji kapas, jagung, dan terigu. Bekatul mengandung asam amino lisin

yang lebih tinggi dibandingkan beras (Damayanthi dkk., 2007). Bekatul juga

merupakan bahan pangan yang bersifat hipoalergenik dan merupakan sumber

serat pangan (dietary fiber) yang baik.

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Bekatul dalam per 100 gram


Kandungan Persen (%)
Kadar air 2,49
Protein 8,77
Lemak 1,09
Abu 1,60
Serat 1,69
Karbohidrat 84,36
Kalori 382,32 kal
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor

3. Evidence Base Bekatul

Hasil penelitian flakes dengan mutu terbaik terdapat pada perlakuan dengan

menggunakan perbandingan bekatul beras, tepung kacang hijau, dan tepung ubi

jalar kuning 10% : 30% : 60% dengan jumlah kuning telur 5%. Pemilihan

perlakuan terbaik berdasarkan parameter uji yaitu kadar protein, kadar lemak,

kadar serat kasar, dan nilai organoleptik flakes. Perbandingan bekatul beras,
12

tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar kuning memberikan pengaruh sangat

nyata (P<0,01) terhadap kadar air (%), kadar abu (%), kadar protein (%), kadar

lemak (%), kadar serat kasar (%), dan kadar karbohidrat (%) serta berbeda nyata

(P<0,05) pada uji organoleptik hedonik rasa.

Hasil uji organoleptik pada penelitian yang berjudul Uji Kadar Serat,

Protein, dan Sifat Organoleptik Pada Tempe Dari Bahan Dasar Kacang Merah

(Phaseolus vulgaris L) dengan penambahan Jagung dan Bekatul dilihat dari

parameter warna, aroma dan tekstur menunjukkan adanya perbedaan pada setiap

perlakuan. Warna pada perlakuan B2F3 paling putih kompak, aroma pada

perlakuan B1F1 dengan aromanya tidak menyengat, sedangkan tekstur pada

perlakuan B2F3 sangat padat dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

B. Mie Kering

Mie kering merupakan produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar

air sekitar 8-10% (Mulyadi et al., 2014). Mie kering diolah dengan metode

mengeringkan mie mentah secara dijemur atau dalam oven pada suhu ± 50ºC dan

mempunyai daya simpan yang lebih lama tergantung dari kadar airnya

(Widyaningtyas dan Susanto, 2015).

Secara umum, tahapan-tahapan dalam pembuatan mie kering antara lain

pencampuran dan pengadukan, pembuatan lembaran, pemotongan, pengukusan,

pengeringan dan pendinginan (Suyanti, 2008). Tahap pencampuran dan

pengadukan memiliki tujuan agar bahan-bahan yang digunakan tercampur secara

homogen dan kalis. Tahap pembuatan lembaran merupakan tahap pembentukan

lembaran yang akan dipotong menjadi bentuk khas mie dan bertujuan untuk

memudahkan proses gelatinisasi pati pada tahapan pengukusan. Tahap


13

pemotongan bertujuan untuk membentuk mie dan mempermudah transfer panas

sehingga dapat mempercepat gelatinisasi saat pengukusan. Tahap pengukusan

dilakukan agar pati mengalami gelatinisasi dan koagulasi gluten. Tahap terakhir

adalah tahap pengeringan yang dilakukan agar membentuk lapisan tipis protein

yang dapat meningkatkan kestabilan permukaan mie selama dilakukannya

perebusan (Liandani dan Zubaidah, 2015). Syarat mutu mie kering dapat dilihat

pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Syarat Mutu Mie Kering Berdasarkan SNI


Persyaratan
No Uraian Satuan
Mutu I Mutu II
1. Keadaan
1.1 Bau Normal Normal
1.2 Rasa Normal Normal
1.3 Aroma Normal Normal
2. Air % b/b Maks. 8 Maks. 10
3. Abu % b/b Maks. 3 Maks. 3
4. Protein % b/b Maks. 11 Min. 8
5. Bahan tambahan makanan
5.1 Boraks Tidak boleh ada
5.2 Pewarna Sesuai peraturan
6. Campuran logam
6.1Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0
6.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 1,0 Maks. 10,0
6.3 Seng (Zn) Mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0
6.4 Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0,05 Maks. 0,05
7. Arsen (Ar) Maks. 0,5 Maks. 0,5
8. Cemaran Mikroba
8.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 1,0 x 106 Maks. 1,0 x 106
8.2 E.coli APM/g Maks. 10 Maks. 10
8.3 Kapang Koloni/g Maks. 1,0 x 104 Maks. 1,0 x 104
Sumber: Standar Nasional Indonesia No. 01-2974-1996
14

1. Bahan-bahan dalam pembuatan mie kering

Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan mie kering adalah

tepung terigu, telur dan garam.

a. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bubuk halus yang berasal dari gandum dan

digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan kue, mie dan roti. Tepung terigu

mengandung protein yang tinggi, khususnya gluten yang berperan dalam memberi

tekstur kenyal pada makanan (Nofalina, 2013). Kandungan dari tepung terigu

per 100 g dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.5 Kandungan gizi tepung terigu per 100 gram


Zat Gizi Kandungan (g)
Karbohidrat 76,3
Protein 10,3
Lemak 1,0
Serat 2,7
Kalsium 15,0
Magnesium 22,0
Air 12,0
Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2005

b. Telur

Telur dalam pembuatan mie berfungsi sebagai penambahan nilai gizi,

pengembang, pembentuk warna dan perbaikan rasa. Selain itu, penambahan telur

juga berfungsi untuk meningkatkan kandungan protein dalam adonan dan

menghasilkan adonan yang tidak mudah putus (Jatmiko dan Estiasih, 2014).

c. Garam

Garam dapur (NaCl) dalam pembuatan mie dapat memberi rasa,

memperkuat tekstur mie, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas dan dapat

mengikat air (Jatmiko dan Estiasih, 2014). Selain itu, penggunaan garam dapur
15

sebanyak 1-2% juga dapat mengurangi kelengketan pada mie (Kurniawan et al.,

2015).

d. Air

Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat (akan

mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air yang

digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9. Makin tinggi pH air maka mi yang

dihasilkan tidak mudah patah karena absorbsi air meningkat dengan meningkatnya

pH. Selain pH, air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai

air minum, di antaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Jumlah air

yang ditambahkan pada umumnya sekitar 28-38% dari campuran bahan yang akan

digunakan. Jika lebih dari 38%, adonan akan menjadi sangat lengket dan jika

kurang dari 28%, adonan akan menjadi rapuh sehingga sulit dicetak. (Astawan,

2008:18)

2. Alat-Alat dalam Pembuatan Mi Kering

Dalam pembuatan mi kering dibutuhkan alat-alat yang digunakan dalam

proses pembuatannya. Adapun alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Timbangan

Timbangan adalah alat ukur yang digunakan untuk menimbang bahan-

bahan. Timbangan yang digunakan adalah timbangan digital dengan tingkat

ketelitian tinggi agar hasil yang didapatkan dapat akurat.

b. Kompor

Kompor adalah alat pemanas yang digunakan untuk mengukus adonan mi.

Dalam pembuatan mi, kompor yang digunakan adalah kompor gas karena kompor
16

gas merupakan kompor yang mudah dalam pengaturan apinya. Dalam pembuatan

mi harus diperhatikan besar kecilnya api. Api yang cocok digunakan dalam

pembuatan mi adalah api yang sedang.

c. Mangkuk

Mangkuk adalah alat yang digunakan sebagai tempat tepung terigu, tepung

tapioka, tepung ubi jalar, air dan telur. Mangkuk yang digunakan berjumlah 5

buah, berukuran kecil dengan diameter ±15 cm.

d. Piring

Piring adalah alat yang digunakan sebagai tempat tepung, garam . Piring

yang digunakan berjumlah 3 buah, berukuran kecil dengan diameter ±10 cm.

e. Baskom

Baskom adalah alat yang digunakan untuk mencampur seluruh bahan

menjadi satu. Baskom yang digunakan terbuat dari plastik dan sebelum

penggunaannya harus dalam keadaan bersih dan kering. Penggunaan baskom

harus dalam keadaan kering agar tidak terjadi kontaminasi antara bahan makanan

dengan mikroba yang terdapat dalam alat.

f. Penggiling mi

Penggiling mi adalah alat yang digunakan untuk menggiling dan mencetak

adonan menjadi untaian mi. Penggiling mi yang digunakan berbahan dasar

stainless steel. Dalam penggunaannya, apabila terdapat sisa adonan yang

menempel pada penggiling mi sebaiknya jangan dicuci dengan air, melainkan

dibersihkan dengan lap yang diberi sedikit minyak goreng, agar alat tersebut tidak

berkarat.
17

g. Baki

Baki adalah alat yang digunakan sebagai tempat adonan yang sudah

digiling. Baki ditaburi tepung sebelum adonan diletakkan. Hal ini bertujuan agar

adonan mi tidak saling melekat satu sama lain.

h. Dandang

Dandang adalat alat yang digunakan untuk mengukus adonan mi yang telah

digiling menjadi untaian mi. Pengukusan bertujuan agar mi dapat tergelatinasi

dengan optimum. Dandang berbahan dasar aluminium dengan diameter 40 cm.

i. Loyang

Loyang adalah alat yang digunakan selama proses pengukusan untuk

mencetak mi agar mempunyai bentuk yang sama. Loyang ini berbahan dasar

aluminium dengan bentuk bulat berdiameter 10 cm.

j. Tampah

Tampah adalah alat yang digunakan sebagai alas dalam proses pengeringan.

Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari. Tampah yang

digunakan berbahan dasar bambu.

k. Toples

Toples adalah alat yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan mi

yang sudah kering. Toples yang digunakan harus kedap udara agar mi tetap

kering.

3. Proses Pembuatan Mi Kering

Tahapan dalam pembuatan mi kering yaitu persiapan, pengadukan,


18

pembentukan lembaran adonan, pembentukan untaian mi, pencetakan,

pengukusan, pengeringan, pengemasan. Proses tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Persiapan

Langkah pertama dalam pembuatan mi adalah persiapan yaitu persiapan alat

dan bahan. Persiapan alat meliputi penyiapan alat-alat yang digunakan sedangkan

persiapan bahan meliputi pemilihan bahan dan penimbangan bahan sesuai dengan

resep.

b. Pengadukan

Pengadukan bertujuan untuk mendapatkan adonan dengan struktur kompak,

penampilan mengkilat, halus dan elastis, tidak lengket, tidak mudah terpisah,

lunak dan lembut. Waktu pengadukan yang baik sekitar 15-25 menit. Pengadukan

yang lebih dari 25 menit dapat menyebabkan adonan menjadi rapuh, keras dan

kering. Sedangkan pengadukan yang kurang dari 15 menit menyebabkan adonan

lunak dan lengket. Suhu adonan yang baik sekitar 25-400C. Suhu di atas 400C

menyebabkan adonan menjadi lengket dan menjadi kurang elastis. Sedangkan

suhu kurang dari 250C menyebabkan adonan menjadi keras, rapuh dan kasar

(Astawan, 2008:25).

c. Pembentukan Lembaran Adonan

Proses ini dapat dilakukan dengan memasukkan adonan mi ke dalam mesin

roll, yang akan mengubah adonan menjadi lempengan-lempengan. Saat

pengepresan, gluten ditarik ke satu arah sehingga seratnya menjadi sejajar. Tujuan

proses ini adalah menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi

lembaran. Serat yang halus dan searah akan menghasilkan mi yang elastis, kenyal

dan halus. Suhu juga mempengaruhi proses penekanan. Suhu yang diharapkan
19

sekitar 370C, di bawah suhu tersebut adonan menjadi kasar dan pecah-pecah,

tekstur mi kasar dan mudah patah (Astawan, 2008:26).

d. Pembentukan Untaian Mi

Pembentukan untaian mi dilakukan dengan memasukkan lembaran tipis ke

dalam mesin pencetak mi (slitter) yang berfungsi mengubah lembaran mi menjadi

untaian mi (Astawan, 2002:26).

e. Pencetakan

Setelah itu mi ditempatkan ke dalam loyang bulat berdiameter 10 cm.

Pencetakan dengan loyang bertujuan agar mendapatkan bentuk mi yang seragam.

f. Pengukusan

Pengukusan dilakukan dengan menggunakan dandang selama 30 menit,

kemudian diangkat dan didinginkan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinasi pati

dan koagulasi gluten. Gelatinasi dapat menyebabkan:

1. Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat mengurangi

penyerapan minyak dan memberi kelembutan mi.

2. Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi kelembutan mi.

3. Terjadi perubahan beta pati menjadi pati alfa yang lebih mudah dimasak

sehingga tekstur alfa ini harus dipertahankan dalam mi kering dengan cara

dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air kurang dari 10% (Astawan, 2008:27).

g. Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengurangi kadar air dari suatu

bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan

menggunakan energi panas. Pengeringan dilakukan pada mi yang telah dikukus

dengan suhu 600C-700C sampai kadar airnya mencapai 11-12%


20

(Suyanti,2008:37).

h. Pengemasan

Menurut Suyanti (2008:38), pengemasan bertujuan untuk melindungi bahan

dari kerusakan fisik akibat tekanan, melindungi produk dari cemaran, serta

memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. Kemasan dapat

dijadikan alat pemikat bagi pembeli. Kemasan dapat juga menjadi media

informasi tentang produk yang dikemas, cara penggunaan, serta informasi

komposisi isinya. Dengan kemasan yang tepat, produk mi akan dapat dilindungi

dari pengaruh lingkungan yang dapat mempercepat kerusakan dan mempersingkat

umur simpannya. Hal yang terpenting pada kemasan adalah kemasan tidak boleh

robek atau bocor.

C. Kadar Serat

1. Definisi serat pangan

Kadar serat adalah serat yang secara laboratorium tahan asam dan basa serta

sebagian besar terdiri dari selulosa dan tidak mudah larut. Menurut Nurhidayati

(2006), kadar serat adalah salah satu jenis polisakaria atau karbohidrat kompleks.

Serat makanan terbagi menjadi dua bagian yaitu serat makanan yang larut air dan

serat makanan yang tidak larut air. Secara fisiologis serat pangan adalah sisa sel

tanaman setelah dihidrolisis enzim pencernaan manusia. Hal ini termasuk materi

dinding sel tanaman seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin; juga

polisakarida intraseluler seperti gum dan musilago. Tetapi definisi ini tidak

menerangkan sisa makanan yang tidak dapat dicerna yang dapat mencapai kolon.

Definisi kimia nya adalah bukan pati dari tumbuhan ditambah lignin.

Pengertian serat pangan tidak sama dengan serat kasar. Yang dimaksud
21

dengan serat kasar adalah zat sisa asal tanaman yang biasa dimakan yang masih

tertinggal setelah bertutut-turut diekstraksi dengan zat pelarut, asam encer dan

alkali. Dengan demikian nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan,

kurang lebih hanya seperlima dari seluruh nilai serat pangan. Dinding tanaman

mengandung persentase serat yang lebih besar, biasanya terdiri dari dua dinding.

Dinding yang pertama adalah pembungkus sel yang belum matang terdiri dari

selulosa. Dinding kedua terbentuk setelah sel matang yang terdiri dari selulosa

dan non selulosa (polisakarida) (Beck, 2011).

2. Anjuran Kebutuhan Serat

Anjuran kebutuhan serat yang ditetapkan bertujuan untuk mencegah

terjadinya penyakit-penyakit degeneratif. United State Food Dietary Analysis

menyatakan anjuran untuk total dietary fiber adalah 25g 2000kalori atau 30g

2500kalori. American Diabetic Assosiation menetapkan kebutuhan serat 25-

50g/hari untuk pencegahan penyakit diabetes. Pada sensus nasional pengelolaan

diabetes di Indonesia menyarankan konsumsi serat sebanyak 25g/hari walaupun

sudah ada ketetapan tersebut tetapi harus diperhatikan kebiasaan makan, penyakit

yang diderita dan keluhan-keluhan lainnya. (lestiani & Aisyah, 2011).

D. Kadar Proksimat

1. Energi total

Menurut Muchtadi (2009), Jumlah energi dalam produk makanan diukur

dalam satuan kilokalori (kkal), dan sering disebut sebagai kalori. Satu kilokalori

adalah panas yang digunakan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebanyak 10C (dari

150C menjadi 160C Nilai kalori dari berbagai makanan telah ditentukan dengan

menggunakan instrument yang disebut calorimeter. Nilai energi yang diperoleh


22

yang disebut sebagai “nilai energi fisiologis”. Nilai energi fisiologis masing-

masing zat gizi sumber energi adalah 4Kkal/g untuk karbohidrat (gula dan pati),

4Kkal untuk protein, dan 9Kkal/g untuk lemak.

2. Karbohidrat

Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi

kondenset polimer-polimernya yang terbentuk. Berbagai analisa dilakukan

terhadap karbohidrat, dalam ilmu dan teknologi pangan analisa karbohidrat yang

biasanya dilakukan misalnya penentuan jumlah secara kuantitatif dalam

menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis atau

kimiawinya dalam kaitannya dengan pembentukan kekentalan, kelekatan,

stabilitas larutan dan tekstur hasil olahannya (Budianto, 2009).

3. Protein

Menurut (Fatchiyah ddk, 2011) Protein merupakan makro molekul yang

menyusun lebih dari sepauh dari bagian sel. Protein dapat menentukan ukuran dan

struktur sel, komunikasi antar sel dan sebagai reaksi biokimia di dalam sel.

Sedangakn menurut (Muchtadi, 2010) protein adalah zat makanan yang

mengandung nitrogen yang berfungsi penting bagi tubuh, sehingga tidak mungkin

ada tanpa protein.

Menurut (Sumardjo, 2008) Analisis protein dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu secara langsung menggunakan zat kimia yang spesifik terhadap protein

dan secara tidak langsung dengan menghitung jumlah nitrogen yang terkandung

didalam bahan. Di dalam penelitian ini yang digunakan adalah analisis kadar

protein dengan metode biuret larut. Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH

kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini memberikan reaksi positif
23

yang ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.

Fungsi protein adalah sebagai penyusun biomolekul sperti nukleoprotein

(terkandung dalam inti sel, tepatnya kromosom), enzim, hormon, antibodi dan

kontraksi otot, pembentuk sel-sel baru, pengganti sel-sel pada jaringan yang rusak

serta sebagai sumber energi (Sumantri, 2013). Sedangkan menurut Adriani dan

Wirjadma (2012) fungsi protein adalah sebagai berikut :

a. Membentuk jaringan pada masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh.

b. Menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim

pencernaan, metabolism dan antibodi.

c. Memelihara jaringan tubuh dan membentuk jaringan yang rusak.

d. Mengatur keseimbangan air yang kompartemen, yaitu intraseluler,

ekstraseluler, dan intravaskular.

4. Lemak

Lemak atau minyak memiliki peranan yang sangat besar dalam kehidupan

manusia. Lemak atau minyak adalah salah satu komponen gizi utama sebagai

penyumbang energy dalam tubuh. Konversi energi dari lemak yang mencapai 9

kkal/kg jauh lebih efisien dibandingkan dengan protein dan karbohidrat yang

masing-masing hanya mencapai 4 kkal/kg. namun demikian dalam tubuh dapat

diperoleh dengan cara mengkonsumsi lemak ± 30 % lemak dalam diet/hari.

Analisis kadar lemak pada suatu bahan dapat memberikan informasi mengenai

ketersediaan lemak yang dapat kita aplikasikan untuk berbagai kebutuhan

(Andarwulan, dkk 2011).

Analisis terhadap lemak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis

kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan tujuan
24

mengetahui sifat lemak, yang meliputi kelarutan, kepolaran, kejenuhan lipid, dan

ketengikan lipid (stepani dkk, 2013). Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan

untuk mengetahui kandungan lemak pada suatu bahan pangan. Metode analisis

lemak ada berbagai macam, antara lain dengan metode soxhlet, metode Babcock,

Wetbull, dan lain-lain. Meskipun metode analisis lemak bermacam-macam, pada

dasarnya dapat dibedakan menjadi metode analisis kering dan basah. Dalam hal

ini, metode yang cocok digunakan untuk menganalisis bahan padat adalah metode

Soxhlet, sedangkan untuk bahan cair digunakan metode Babcock. Pada prinsipnya

metode Soxhlet ini menggunakan sampel lemak kering yang diekstraksi secara

terus-menerus dalam pelarut dengan jumlah yang konstan. Penentuan kadar lemak

dengan metode ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa factor diatranya persiapan

sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut. (Dina,

2013).

5. Kadar Air

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry

basis). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan

pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada

bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan

daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya

bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi

perubahan pada bahan pangan. Kadar air setiap bahan berbeda tergantung pada

kelembaban suatu bahan. Semakin lembab tekstur suatu bahan, maka akan

semakin tinggi persentase kadar air yang terkandung di dalamnya (Winarno,


25

2006).

6. Kadar Abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral

yang terdapat pada suatu bahan pangan (Astuti, 2012). Kadar abu dalam suau

bahan menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut,

kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Abu dalam bahan

dibedakan menjadi abu total, abu terlarut, dan abu tidak larut. Kadar abu total

adalah bagian dari analisis proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai

gizi pangan (Andrawulan, 2011).

Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasi senyawa organic pada

sushu yang tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan melakukan penimbangan zat yang

tunggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-

beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dilakukan pada alat tanur yang dapat

diatur suhunya. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran

yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang

waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin,

untuk itu krus yang berisi abu diambil dari bahan tanur terlebih dahulu harus

dimasukkan ke daam oven dengan suhu 1050C agar suhunya turun menyesuaikan

dengan suhu didalam oven, kemudian dimasukkan kedalam desikator sampai

dingin, barulah abunya dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan

(Sudarmadji, 2010).

E. Uji organoleptik

Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau penilain sensorik

merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkan panca indera manusia


26

untuk mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan,

minuman atau obat. Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk menilai adanya

perubahan yang dikendaki atau tidak dalam produk atau bahan-bahan formulasi,

mengidentifikasi area untuk pengembangan, mengevaluasi produk pesaing,

mengamati perubahan yang terjadi selama proses penyimpanan, dan memberikan

data yang diperlukan untuk promosi produk (Nasiru, 2011).

Penilaian organoleptik terdiri dari enam tahapan yaitu, menerima produk,

mengenali produk, mengadakan klarifikasi sifat-sifat produk, mengingat kembali

produk yang diamati, dan menguraikan kembali sifat inderawi produk. Dalam uji

organoleptik harus di lakukan dengan cermat karena memiliki kelebihan dan

kelemahan. Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk

karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu metode ini

cukup mudah dan cepat untuk dilakukan hasil pengukuran dan pengamatan cepat

di peroleh. Kelemahan dan keterbatasan uji organoleptik diakibatkan oleh

beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan, manusia yang dijadikan

panelis terkadang dapat di pengaruhi oleh kondisi fisik dan mental sehingga

panelis menjadi jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah

komunikasi antara manager dan panelis (Ayustaningwarno, 2014).

1. Panelis

Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian

organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang di sajikan . Panelis

merupakan instumen atau alat untuk menilai mutu dan analisa sifat sifat sensorik

suatu produk.

a. Panel Perseorangan
27

Panel ini tergolong dalam panel tradisional atau panel kelompok seni

(belum memakai metode baku). Orang yang menjadi panel perseorangan

mempunyai kepekaan spesifik yang tinggi. Kepekaan ini merupakan bawaan lahir

dan ditingkatkan kemampuannya dengan latihan dalam jangka waktu yang lama.

Panelis ini digunakan dalam industry makanan seperti pencicip kopi, anggur, dan

es krim. (Purwaningsih, 2006).

b. Panelis terbatas

Panelis terbatas biasanya digunakan untuk menghindari ketergantungan

pada panelis perorangan dengan menggunakan 3-5 orang yang mempelajari

tingkat kepekaan yang tinggi. (Purwaningsih, 2006).

c. Panel Terlatih (Trained Panel )

Panel terlatih merupakan panelis hasil seleksi dan pelatihan dari sejumlah

panel (15-20 orang atau 5-10 orang ). (Driyani, 2007).

d. Panel agak terlatih

Menurut (Driyani, 2007) panelis agak terlatih merupakan kelompok

dimana anggotanya merupakan hasil seleksi. Pada umumnya terdiri dari individu-

individu yang secara spontan mau bertindak sebagai penguji, denagn memberikan

penjelasan tentang sampel dan sifat-sifat yang akan dinilai. Panelis ini terdiridari

15-20 orang.

e. Panelis tidak terlatih

Panel tidak terlatih merupakan sekelompok orang berkemampuan rata-rata

yang tidak terlatih secara formal, tetapi mempunyai kemampuan untuk

membedakan dan mengkomunikasikan reaksi dari penilaian organoleptik yang

diujikan. Panelis tidak terlatih digunakan untuk menguji tingkat kesenangan pada
28

suatu produk. (Driyani, 2007).

f. Panelis konsumen

Menurut (purwaningsih, 2006) Panelis konsumen terdiri dari 30-100 orang.

Panelis ini digunakan untuk menguji kesukaan dan dilakukan sebelum pengujian

besar. Hasil uji kesukaan dapat dilakukan untuk menentukan apakah suatu jenis

makanan dapat diterima oleh masyarakat.

2. Jenis Jenis Uji Organoleptik

a. Uji Kesukaan (Hedonik)

Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk

mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala

hedonik, dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang

dikehendaki. Dalam analisa datanya, skala hedonik skala yang ditransformasikan

kedalam angka. Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji

penerimaan. Dalam uji kesukaan, panelis diminta mengungkapkan tanggapan

pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap produk yang diujikan.

Panelis juga juga diminta untuk memberikan score terhadap suatu produk

berdasarkan skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, netral, agak

tidak suka, tidak suka, dan sangat suka. Kriteria panelis yaitu bersedia menjadi

panelis, tidak memiliki pantangan terhadap produk yang akan dinilai, tidak boleh

dalam keadaan lapar atau kenyang, dalam keadaan sehat, dan juga memiliki indra

yang normal. (Rahayu, 2008).

b. Uji Mutu Hedonik

Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau

tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik
29

buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa ahli memutuskan uji

mutu hedonik kedalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada

sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum, yaitu baik

atau buruk dan bersifat spesifik seperti empuk/keras untuk daging, pulen keras

untuk nasi, renyah, liat untuk mentimun.

Rentangan skala hedonik berkisar dari ekstrim baik sampai ke ekstrim jelek.

Skala hedonik pada mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik. Jumlah

tingkat skala juga bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan dan

sensitivitas antar skala. Seperti halnya pada uji kesukaan pada uji mutu hedonik,

data penilaian dapat ditransformasi dalam skala numerik dan selanjutnya dapat

dianalisa statistik untuk interpretasinya.


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian dalam uraian suatu hubungan antara konsep

satu dengan konsep lainnya atau variabel satu dengan variabel yang lain dari

masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).


Uji Organoleptik
1. Aroma
2. Warna
3. Tekstur
Formulasi Mie
Ubi Jalar Ungu dan Kering Substitusi
tepung ubi jalar Analisis Kadar Serat
Bekatul
ungu dan bekatul
Analisis Kadar
Proksimat
1. Karbohidrat
2. Lemak
3. Protein
Keterangan : 4. Energi total
5. kadar air
6. kadar Abu)
= Variabel yang diteliti

= Mempengaruhi

= Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka konsep Penelitian Analisis Kadar Serat, Proksimat, dan

Organoleptik Pada Mie kering Tinggi Serat Substitusi Tepung Ubi

Jalar Ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dan Bekatul (Oryza Sativa)..

28
29

Berdasarkan kerangka konsep di atas, formulasi mie kering substitusi

tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dan bekatul (Oryza Sativa) akan

mempengaruhi uji organoleptik (aroma, warna, dan tekstur). Formulasi mie kering

substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul juga mempengaruhi kadar serat dan

proksimat sehingga variabel bebas dalam penelitian ini adalah formulasi Mie

kering substitusi tepung ubi jalar ungu, bekatul dan variabel terikatnya adalah uji

organoleptik kadar serat dan proksimat.

B. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah kadar serat, proksimat, dan

organoleptik pada formulasi mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu dan

bekatul tergolong tinggi.


BAB 4

METODE PENELITIAN

A. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui perbandingan formulasi mie

kering substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul yang akan memiliki daya

terima baik. Formulasi mie kering ini berdasarkan pada penelitian Halwan dan

Nisa (2015) yang menggunakan proporsi tepung terigu: tepung gembili (80:20;

70:30; 60:40) dan penambahan bekatul (10%, 20%, 30%).

Dari hasil penelitian pendahuluan, didapatkan hasil 4 macam formulasi mie

kering substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul. Dengan komposisi beberapa

formulasi dari mie kering menggunakan bahan utama tepung terigu, tepung ubi

jalar ungu, dan bekatul, serta bahan tambahan seperti telur dan garam.

Tabel 4.1 Mie kering dengan 4 formulasi


No Komposisi bahan Formulasi Mie Kering *
Mie Kering
Formulasi Formulasi Formulasi Formulasi
A B C D
1. Tepung Terigu 100% 80% 70% gr 60%
2. Tepung Ubi Jalar 0 15% 20 % 25%
Ungu
3. Bekatul 0 5% 10% 15 %
4. Telur 30 gr 30 gr 30 gr 30 gr
5. Garam 5 gr 5 gr 5 gr 5 gr
Keterangan :
*Formulasi Mie Kering :Formulasi A (125 gr tepung terigu (Kontrol)); Formulasi B (100 gr tepung terigu :
18,75 gr tepung ubi jalar ungu : 6,25 gr bekatul); Formulasi C (87,5 gr tepung terigu : 25 gr tepung ubi jalar
ungu : 12,5 gr bekatul); Formulasi D (75 gr tepung terigu : 31,25 gr tepung ubi jalar ungu : 18,75 gr
bekatul).

30
31

B. Penelitian Inti

Jenis penelitian ini adalah eksperimen karena penelitian ini dilakukan

dengan memberikan suatu perlakuan terhadap objek penelitian kemudian akan

diteliti dari perlakuan yang diberikan (Notoatmodjo, 2012). Sehingga dapat

diketahui formulasi dari kadar serat dan proksimat pada pembuatan Mie kering.

Desain penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), didefinisikan

sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan yang disusun secara random untuk

seluruh unit percobaan. Desain ini digunakan karena percobaan dilakukan

dilaboraturium dan kondisi lingkungan yang dapat dikontrol (Nazir, 2014).

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ubi jalar ungu yang berasal dari kota

Jombang dan bekatul yang berasal dari kota Sampang. Untuk uji organoleptik,

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa S1 Gizi UNUSA.

2. Sampel

a. Mie Kering

Sampel untuk Mie kering yaitu 4 formula berbahan dasar tepung terigu,

tepung ubi jalar, dan bekatul, Formula A (125 gr tepung terigu), Formula B (100

gr tepung terigu, 18,75 tepung ubi jalar ungu, 6,25 bekatul), Formula C (87,5

tepung terigu, 25 gr tepung ubi jalar ungu, 12,5 bekatul), Formula D (75 gr tepung

terigu, 31,25 gr tepung ubi jalar ungu, 18,75 gr bekatul) dengan 2 kali

pengulangan saat melakukan penelitian. Sehingga total sampel dalam penelitian

ini adalah 8 sampel. Bahan tambahan Mie kering adalah telur, garam, dan air.
32

b. Panelis

Penentuan panelis pada uji organoleptik pada penelitian ini menggunakan

non probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang reprensif dari

populasi. Populasi ialah keseluruhan unit atau individu yang ruang lingkupnya

akan diteliti sebagai karakteristik dengan menggunakan purposif sampling, teknik

pengambilan dengan sengaja menentukan. Panelis yang digunakan adalah panelis

agak terlatih. Penentuan kriteria sampel dilakukan dengan menggunakan dua jenis

kriteria yaitu inklusi dan eksklusi.

1) Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

a. Calon panelis tidak memiliki keengganan atau penghalang tertentu (termasuk

alergi) terhadap ubi jalar ungu dan bekatul beserta bahan lainnya seperti telur

yang akan di uji organoleptik.

b. Calon panelis benar-benar bersedia untuk menjadi seorang panelis.

c. Calon panelis tidak dalam kondisi yang kenyang ataupun lapar sebelum di

lakukannya uji organoleptik. Artinya, setidaknya 1,5 – 2 jam sebelum di

lakukan uji organoleptik, sebaiknya panelis sudah makan terlebih dahulu.

d. Calon panelis tidak memiliki kebiasaan merokok, setidaknya tidak merokok

paling sedikit 20 menit sebelum pengujian organoleptik.

e. Calon panelis tidak sedang sakit (dari kelima indera), tidak sedang dalam

pengaruh obat atau minuman keras, dalam keadaan santai (tidak tertekan,

stress, sedih atau gembira yang berlebihan)

f. Calon panelis telah mendapatkan materi uji organoleptik

2) Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :


33

a. Menderita penyakit atau memiliki riwayat penyakit sebelumnya yang berkaitan

dengan penurunan fungsi imun (hepatitis, diabetes mellitus, penyakit autoimun,

dan lainnya).

b. Mengokonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang.

Besar sampel panelis untuk uji organoleptik. Perhitungan Sampel yang

diambil pada penelitian ini menggunakan rumus slovin :

n=

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

α = Batas Toleransi Kesalahan (0,05)

Diketahui :

N = 40

α = 0,05

Ditanya : n = ....?

Jawab :

n= = = = = 36,6 (dibulatkan menjadi 37)

Berdasarkan rumus diatas diperoleh jumlah sampel untuk panelis sebanyak

37 mahasiswa program studi gizi Fakultas kesehatan UNUSA.

D. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian pengujian kadar serat di Laboraturium Terpadu


34

Universitas Airlangga Surabaya (UNAIR) dan uji organoleptik dan uji proksimat

dilakukan di UNUSA (Universitas Nahdlatul Ulama).

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2019.

E. Kerangka kerja (operasional) penelitian


Populasi
Ubi Jalar Ungu, Bekatul, dan Mahasiswa S1 Gizi UNUSA

Sampel
Mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul dan
Mahasiswa S1 Gizi yang telah mendapat materi uji daya
terima

Formulasi B. Formulasi C Formulasi D


Formulasi A 80%:15%:5 % (100 g 70%:20%:10% (87,5 g 60%:25%:15% (75 g
100 % tepung tepung terigu, 18,75 g tepung terigu, 25 g tepung terigu, 31,25 g
terigu (kontrol) tepung ubi jalar ungu, tepung ubi jalar ungu, tepung ubi jalar ungu,
12,5 g bekatul) 18,75 g bekatul )
6,25 g bekatul)

Instrumen Pengumpulan data menggunakan panelis terlatih, kuisioner, lembar


penilaian, dan peralatan laboratorium.

Uji Mie Kering :


1. Uji Serat Kasar
2. Uji Proksimat
3. Uji Organoleptik

Pengolahan data :
Editing, coding, scoring, dan tabulating

Analisa Data Uji One Way Anova mengetahui


perbedaan setiap sampel dilanjutkan dengan
menggunakan Uji Post Hoc Test

Hasil dan Pembahasan

Simpulan dan saran.


35

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian

F. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Independen (Variabel Bebas)

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Formulasi Mie kering Substitusi

tepung ubi jalar ungu dan bekatul

2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)

Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu Kadar serat, proksimat, dan

organoleptik.

Tabel 4.3 Definisi Operasional analisa kadar serat, proksimat dan organoleptik Mie
Kering Substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul.
No Variabel Definisi Operasional Kategori Skala
1. Formulasi Persentase formulasi  Formulasi A 100% Rasio
mie kering Mie kering substitusi tepung terigu.
Substitusi tepung ubi jalar ungu  Formulasi B 80%
tepung ubi dan bekatul tepung terigu, 15%
jalar ungu etepung ubi jalar
dan bekatul ungu, 5% bekatul.
 Formulasi C 70%
tepung terigu, 20%
tepung ubi jalar
ungu, 10% bekatul.
 Formulasi D 60%
tepung terigu, 25%
tepung ubi jalar
ungu, 15% bekatul
2. Kadar Kadar abu: Mutu I : Maks 3 Rasio
Proksimat persentase yang Mutu II : Maks 3
menyatakan kadar
abu dalam mie kering
substitusi tepung ubi
jalar ungu dan
bekatul.
Kadar air: persentase Mutu I : Maks 8
yang menyatakan Mutu II :Maks 10
36

kadar air dalam mie


kering Substitusi
tepung ubi jalar ungu
dan bekatul
Kadar Energi: Tiga Persen (%)
macam zat gizi yang
berfungsi sebagai
sumber energy bagi
tubuh (karbohidrat,
protein, lemak) yang
menyatakan satuan
kalori dengan nilai
energy fisiologis
Karbohidrat: Persen (%)
persentase yang
menyatakan kadar
karbohidrat dalam
mie kering Substitusi
tepung ubi jalar ungu
dan bekatul
Kadar lemak: Persen (%)
persentase yang
menyatakan kadar
lemak dalam mie
kering Substitusi
tepung ubi jalar ungu
dan bekatul
Kadar protein: Mutu I : Maks 11
Persentase yang Mutu II : Maks 8
menyatakan kadar
protein mie kering
Substitusi tepung ubi
jalar ungu dan bekatul
3. Kadar Serat Kadar serat: Persen (%) Rasio
Persentase yang
menyatakan kadar
serat dalam mie
kering Substitusi
tepung ubi jalar ungu
dan bekatul
4. Uji Penilaian kesukaan Kriteria penilaian : Ordinal
Organolepti (Hedonik) panelis Hedonik
k terhadap warna, 1. Sangat Tidak Suka
aroma, dan tekstur. 2. Tidak Suka
3. Agak Suka
4. Suka
37

G. Instrumen Penelitian dan cara pengumpulan data

1. Instrumen Penelitian

a. Alat dan bahan pembuatan Mie Kering

Alat yang digunakan untuk membuat mi kering yaitu kompor, timbangan,

panci, baskom, dandang, baki, pisau, sendok, gelas ukur, penggiling mi, toples,

tampah, Loyang, mangkok, stopwatch. Bahan yang digunakan tepung terigu,

tepung ubi jalar ungu, bekatul, telur, garam, air.

b. Alat dan bahan uji organoleptik

Bahan yang digunakan untuk organoleptik yaitu mie kering dalam kemasan

cup plastik tertutup, sendok plastik, air mineral untuk menetralisir. Alat yang

digunakan yaitu alat tulis kuisoner tertutup, yang sudah disediakan skor jawaban

untuk uji hedonik (kesukaan) sehingga responden dapat memilih Mie Kering

sesuai dengan kesukaan panelis.

c. Alat dan bahan uji kadar serat dan Proksimat.

Peralatan yang digunakan untuk uji kadar proksimat dan serat.

2. Cara pengumpulan Data

a. Pengolahan Tepung Ubi Jalar Ungu

Tahap- tahap pembuatan ubi jalar ungu adalah sebagai berikut :

1. Pilih ubi jalar ungu yang masih segar, yang tidak rusak atau boleng
38

2. Sortasi dan potong bagian ujung dan pangkal ubi jalar ungu sekitar 2,0 cm, lalu

kupas kulit ubi jalar ungu dengan pisau atau alat pengupas umbi lainnya.

3. Cuci bersih, kemudian potong tipis-tipis.

4. Jemur irisan ubi jalar ungu dibawah sinar matahari atau menggunakan oven

pengering.

5. Giling irisan ubi jalar ungu yang sudah dikeringkan

6. Ayak hasil gilingan dengan ayakan berukuran lubang 0,6-0,4mm (40-60 mesh).

7. Simpan tepung ubi jalar dalam toples atau kaleng yang tertutup rapat.

8. Tepung ubi jalar dapat disimpan hingga 6 bulan.

b. Pengolahan Mie Kering

Alur proses pembuatan Mie Kering dilampiran

1. Pencampuran

Cara pembuatan dimulai dengan pencampuran bahan – bahan penyusun

untuk mengetahui jumlah air nanti yang akan ditambahkan, kemudian dicampur

dengan tepung, air, garam NaCl, garam alkali (yang telah dilarutkan dengan

sedikit air). Pencampuran bertujuan untuk mendapatkan adonan yang merata.

Pencampuran ini awalnya dengan kecepatan yang paling rendah, kemudian

ditingkatkan menjadi kecepatan yang lebih tinggi selama 3 menit.

2. Resting

Adonan didiamkan sejenak (resting) setelah dikompresi. Proses resting akan

menghasilkan lembaran adonan yang lebih halus, lebih lembut, dan menjadi lebih

ekstensibel.

3. Sheeting

Sheeting merupakan proses penggilingan untuk membentuk lembaran –


39

lembaran tipis sesuai dengan tebal mie yang diinginkan. Sheeting dapat

menghasilkan lembaran adonan yang panjang dan tidak mudah putus karena

adanya sifat elastis dari gluten.

4. Pemotongan (Cutting)

Adonan yang sudah dalam bentuk lembaran tipis, dipotong memanjang

menggunakan roll pemotong sehingga diperoleh bentuk khas dari mie (pipih,

panjang, dan bergelombang).

5. Perebusan (Boiling)

Air dimasukkan ke dalam panci kemudian dimasak hingga mendidih. Mie

dimasak selama 2 menit sambil diaduk perlahan, akan tetapi waktu perebuasan ini

tidak mutlak harus 2 menit tergantung dari tebal dan tipisnya mie yang dihasilkan.

Api yang digunakan untuk merebus mie harus besar supaya perebusan singkat.

Tujuan dari perebusan adalah agar granula -granula pati penyusun mie mengalami

proses gelatinisasi sempurna, sehingga mie dapat dimakan. Apabila perebusannya

lama, maka mie akan menjadi lembek (Astawan, 2001).

6. Pendinginan

Mie ditiriskan kemudian didinginkan dengan disiram air dingin untuk

menimbulkan shock temperature. Pendinginan bertujuan agar pati dari tepung

tidak akan keluar karena gelatinisasi yang tidak sempurna sehingga mie tidak

menjadi lengket. Setelah pendinginan mie diberi edible oil untuk mencegah

kelengketan antar pilinan mie.

7. Pengeringan

Pengeringan merupakan suatu cara untuk mengurangi kadar air dari suatu

bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan
40

menggunakan energi panas. Pengeringan dilakukan pada mi yang telah dikukus

dengan suhu 600C-700C sampai kadar airnya mencapai 11-12% (Suyanti,

2008:37).

8. Pengemasan

Menurut Suyanti (2008:38), pengemasan bertujuan untuk melindungi bahan

dari kerusakan fisik akibat tekanan, melindungi produk dari cemaran, serta

memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. Kemasan dapat

dijadikan alat pemikat bagi pembeli. Kemasan dapat juga menjadi media

informasi tentang produk yang dikemas, cara penggunaan, serta informasi

komposisi isinya. Dengan kemasan yang tepat, produk mi akan dapat dilindungi

dari pengaruh lingkungan yang dapat mempercepat kerusakan dan mempersingkat

umur simpannya. Hal yang terpenting pada kemasan adalah kemasan tidak boleh

robek atau bocor.

c. Analisa Kadar Serat

Metode yang digunakan dalam analisa kadar serat yaitu gravimetri.

Gravimetri adalah analisis kimia secara kuantitatif berdasarkan proses pemisahan

dan penimbangan suatu unsur atau senyawa tertentu dalam bentuk yang semurni

mungkin.

d. Analisa Proksimat

1. Analisa kadar abu

Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan organik. Isi dan

komposisinya tergantung dari sifat bahan yang di bakar dan metode


41

pengabuannya. Metode yang di gunakan untuk analisa kadar abu yaitu metode

pengabuan kering (Kurniawati, 2011).

2. Analisa kadar air

Penentuan kadar air merupakan analisis penting dan paling luas di lakukan

dalam pengolahan dan pengujian pangan. Jumlah bahan kering (dry matter)

sampel bahan kebalikan dengan jumlah air yang di kandungnya, kadar air secara

langsung berkaitan dengan kepentingan ekonomis bahan, kualitas, dan stabilitas

bahan. Metode yang digunakan untuk analisa kadar air yaitu metode pengeringan

(termografimetri) (harsojo, 2012).

3. Analisa kadar protein

Analisa kadar protein menggunakan analisa biuret (Rachmawati, 2011)

4. Analisa kadar lemak

Analisa kadar lemak dengan metode soxhlet diawali dengan ekstraksi lemak

dengan pelarut lemak seperti petroleumeter, petroleumbenzena, dietileter, aseton,

methanol. Berat lemak diperoleh dengan cara memisahkan lemak dengan

pelarutnya (Maligan, 2014).

5. Analisa kadar karbohidrat

Merupakan penjumlahan matematis karbohidrat dengan cara pengurangan

komponen lain dalam bahan pangan (Maligani,2014).

e. Uji Organoleptik

Pengumpulan data pada penelitian ini bertujuan untuk mempelajari uji

organoleptik dan mengetahui daya terima Mie kering dengan uji hedonik, dengan

panelis agak terlatih sebanyak 37 orang panelis. Parameter yang diuji pada uji
42

hedonik adalah aroma, warna, dan tekstur. Setiap panelis disajikan 4 produk yang

sama diberi label kode angka yang berbeda/acak. Dalam penyajiannya disajikan

bersamaan, panelis diminta untuk memilih satu diantara ketiga produk lainnya

yang memiliki aroma, warna dan tektur yang baik. Waktu panelis untuk menilai

produk tersebut selama 15 menit.

H. Pengolahan dan Analisis data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data akan di lakukan dengan cara tabulasi dan pengelompokan

sesuai dengan variabel yang di teliti. Adapun langkah-langkah pengolahan data

pada umumnya melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Merupakan kegiatan pemeriksaan ulang data yang terkumpul, mungkin ada

data yang belum terisi atau kesalahan pengisian

b. Coding

Merupakan kegiatan memberikan kode angka terhadap data yang terdiri dari

beberapa kategori untuk memudahkan dalam pengolahan data.

Tabel 4.4 Kode angka untuk formulasi Mie Kering


Kode Formulasi Mie Kering
081 FA.1 100% tepung terigu (kontrol)
234 FA.2 100% tepung terigu (kontrol)
913 FB.1 80:15:5 (100 gr tepung terigu, 18,75 tepung ubi jalar ungu, 6,25 gr bekatul)
567 FB.2 80:15:5 (100 gr tepung terigu, 18,75 tepung ubi jalar ungu, 6,25 gr bekatul)
698 FC.1 70:20:10 (87,5 tepung terigu, 25 gr tepung ubi jalar ungu, 12,5 bekatul
456 FC.2 70:20:10 (87,5 tepung terigu, 25 gr tepung ubi jalar ungu, 12,5 gr bekatul
823 FD.1 60:25:15 (75 gr tepung terigu, 31,25 gr tepung ubi jalar ungu, 18,75 gr bekatul )
345 FD.2 60:25:15 (75 gr tepung terigu, 31,25 gr tepung ubi jalar ungu, 18,75 gr bekatul )
c. Scoring

Merupakan penilaian dari jawaban responden dengan kategori sebagai


43

berikut :

Tabel 4.5 Penilaian untuk Formulasi Mie Kering

Kode Warna Aroma Tekstur


081
234
913
567
698
456
823
345

Berdasarkan pada Tabel 4.5 penilaian untuk formulasi mie kering diatas,

didapatkan bahwa dari kode tiap kedelapan formulasi tersebut memiliki kategori

penilaian yang meliputi warna, aroma, dan tekstur.

Tabel 4.6 Skala Penilaian untuk Formulasi Mie Kering


Skala Hedonik Skala Numerik
Sangat Suka 4
Suka 3
Agak Suka 2
Tidak Suka 1

Berdasarkan Tabel 4.6 skala penilaian untuk formulasi mie kering diatas,

terdapat penilaian skala hedonik dan skala numerik. Dari kedua skala tersebut

masing-masing memiliki kategori penilaian yang berbeda. Untuk skala hedonik

dengan kategori sangat suka, penilaian skala numerik diberikan 4, kategori suka

penilaian skala numerik diberikan 3, kategori agak suka, penilaian skala numerik

diberikan 2, kategori tidak suka, penilaian skala numerik diberikan 1.

d. Tabulating

Merupakan kegiatan mengelompokan data ke suatu tabel tertentu menurut

sifat yang di miliki. Data hasil dari pengumpulan kuesioner di coding kemudian di

masukkan ke dalam tabel oleh peneliti. Selanjutnya di analisis dan di nyatakan


44

dalam bentuk tulisan.

2. Analisis Data

Analisis data di lakukan dengan dua tahapan yaitu analisis univariat dan

analisis bivariat. Analisis univariat di gunakan untuk mendeskripsikan

karakteristik dari variabel independen dan dependen. Keseluruhan data yang ada

dalam kuesioner di olah dan di sajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Analisis

bivariat di gunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen dengan menggunakan analisis uji kolmogorov-Smirnov untuk

menentukan data berdistribusi normal atau tidak. Jika data berdistribusi normal

menggunakan uji One Way Anova. Hasil perhitungan dengan perbedaan yang

signifikan maka dilanjutkan uji Post Hoc Test. Apabila setelah uji normalitas

didapatkan distribusi data tidak normal, maka dilakukan uji kruskal wallis.

I. Etika Penelitian

Masalah etika yang harus di perhatikan peneliti adalah:

a. Informed consent (lembar persetujuan panelis)

Lembar persetujuan penelitian di berikan kepada panelis, tujuannya adalah

subjek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak bagi yang di teliti

selama pengumpulan data, jika panelis bersedia di teliti maka harus

menandatangani lembar persetujuan, jika panelis menolak untuk di teliti maka

peneliti tidak akan memaksa dan menghormati haknya.

b. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang di berikan untuk subjek di jamin untuk peneliti.

Data tersebut hanya akan di sajikan atau di laporkan kepada yang berhubungan
45

dengan penelitian ini.

c. Ethical clearance

Kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang di berikan oleh komisi etik

penelitian untuk riset yang melibatkan makhluk hidup (manusia, hewan, dan

tumbuhan) yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak di laksanakan

setelah memenuhi persyaratan tertentu.

d. Insurance

Suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang

di jamin, untuk bertanggung jawab sebagai pengganti kerugian yang mungkin di

derita oleh yang di jamin karena akibat dari suatu perlakuan atau pemberian dari

pihak yang menjamin.


46

BAB 5
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian


Penelitian tentang pengukuran kadar serat dan proksimat serta uji

organoleptik pada mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul

dilaksanakan dua laboraturium yang berlokasi di Kota Surabaya diantaranya:

1. Laboraturium BARISTAND (Balai Riset dan Standarisasi Industri Surabaya)

yang terletak Di Jl. Jagir Wonokromo No. 360 Surabaya untuk melakukan uji

kadar proksimat dan serat. Keunggulan yang dimiliki oleh laboraturium yaitu

lokasi yang dekat dengan kampus dan peralatan laboratorium yang digunakan

dalam melakukan analisa terutama bahan pangan terbilang lengkap.

2. Laboraturium Gizi UNUSA yang terletak di Jl. Jemursari No.57 Surabaya

digunakan sebagai tempat pembuatan sampel, yaitu mie kering substitusi ubi

jalar ungu dan bekatul serta pelaksanaan uji organoleptik. Keunggulan yang

dimiliki oleh laboraturium gizi yaitu memiliki standar dapur yang cukup
47

lengkap, bersih agar dalam pembuatan sampel bahan pangan akan menimalisir

terjadinya terkontaminasi.

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Hasil Analisa Kadar Serat

Metode yang digunakan dalam analisa kadar serat yaitu gravimetri.

Gravimetri adalah analisis kimia secara kuantitatif berdasarkan proses pemisahan

dan penimbangan suatu unsur atau senyawa tertentu dalam bentuk yang semurni

mungkin. Hasil analisa kadar serat yang didapatkan dari 4 sampel dengan

perlakuan yang berbeda. Hasil uji analisa kadar serat pada beberapa formulasi mie

kering substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil Uji Kandungan kadar Serat Pada Mie Kering substitusi tepung
Ubi Jalar Ungu dan Bekatul.
Perlakuan a Kadar Serat (g) b
Formulasi A 0,22
Formulasi B 0,82
Formulasi C 0,83
Formulasi D 0,77
a
Formulasi Mie Kering :Formulasi A (125 g tepung terigu (Kontrol)); Formulasi B (100 g tepung
terigu : 18,75 g tepung ubi jalar ungu : 6,25 g bekatul); Formulasi C (87,5 g tepung terigu : 25 g
tepung ubi jalar ungu : 12,5 g bekatul); Formulasi D (75 g tepung terigu : 31,25 g tepung ubi jalar
ungu : 18,75 g bekatul). b Kadar serat per 100 g sampel.

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa uji kadar serat tertinggi pada

formulasi C yaitu sebesar 0,83 g, yang lalu diikuti oleh formulasi B yaitu sebesar

0,82 g, dan diikuti oleh formulasi D yaitu sebesar 0,77 g, dan yang terakhir

formulasi A (kontrol) yaitu sebesar 0,22 g.

2. Deskripsi Hasil Analisa Kadar Proksimat

Hasil analisa kadar proksimat merupakan uji metode umum yang digunakan

untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan pangan yang dapat memberikan

penilaian secara umum pemanfaatan dari suatu bahan pangan. Kadar proksimat

meliputi kadar air dan kadar abu menggunakan metode gravimetri, karbohidrat
48

menggunakan metode luff school, lemak menggunakan metode Ekstraksi

langsung, protein menggunakan metode kjeldahl, dan energi dengan perhitungan.

Hasil uji analisa kadar proksimat pada beberapa formulasi mie kering substitusi

tepung ubi jalar ungu dan bekatul dapat dilihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2 Hasil Uji Kandungan kadar Proksimat Pada Mie Kering substitusi
tepung Ubi Jalar Ungu dan Bekatul.
Perlakuan a Airb Abub Energib Proteinb Lemakb Karbohidratb
(g) (g) (kkal) (g) (g) (g)
Formulasi A 4,46 2,72 1596,60 15,18 3,33 76,47
Formulasi B 3,74 2,74 366,44 12,90 1,85 74,54
Formulasi C 4,51 4,05 347,69 12,17 1,49 71,40
Formulasi D 3,17 3,60 350,56 12,36 2,17 70,41
a
Formulasi Mie Kering :Formulasi A (125 g tepung terigu (Kontrol)); Formulasi B (100 g tepung terigu :
18,75 g tepung ubi jalar ungu : 6,25 g bekatul); Formulasi C (87,5 g tepung terigu : 25 g tepung ubi jalar ungu
: 12,5 g bekatul); Formulasi D (75 g tepung terigu : 31,25 g tepung ubi jalar ungu : 18,75 g bekatul). b Kadar
proksimat per 100 g sampel.

Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa Kadar air terendah terdapat pada

formulasi D yaitu sebesar 3,17 g, sedangkan kadar air tertinggi terdapat pada

formulasi C yaitu sebesar 4,51 g. Kadar abu terendah terdapat pada formulasi A

(kontrol) yaitu sebesar 2,72 g, sedangkan kadar abu tertinggi terdapat pada

formulasi C yaitu sebesar 4,51 g.

Kadar energi terendah terdapat pada formulasi C yaitu sebesar 347,69 kkal,

sedangkan kadar energi tertinggi terdapat pada formulasi A (kontrol) yaitu

sebesar 1596,60 kkal. Kadar protein terendah terdapat pada formulasi C yaitu

sebesar 12,17 g, sedangkan kadar protein tertinggi terdapat pada formulasi A


49

(kontrol) yaitu sebesar 15,18 g.

Kadar lemak terendah terdapat pada formulasi C yaitu sebesar 1,49 g,

sedangkan kadar lemak tertinggi terdapat pada formulasi A (kontrol) yaitu sebesar

3,33 g. Kadar karbohidrat dari beberapa formulasi terjadi penurunan yaitu

formulasi terendah terdapat pada formulasi D yaitu sebesar 70,41 g, sedangkan

kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada formulasi A (kontrol) yaitu sebesar

76,47 g.

2. Hasil Uji Organoleptik (Hedonik)

a. Hedonik Warna

Hasil uji organoleptik mie kering substitusi ubi jalar ungu dan bekatul

didapat dari tingkat kesukaan panelis terhadap warna. Panelis yang digunakan

sebanyak 37 panelis yang terdiri dari mahasiswa S1 Gizi yang dilakukan di

kampus UNUSA. Hasil uji organoleptik mie kering substitusi ubi jalar ungu dan

bekatul terhadap kesukaan warna dari beberapa formulasi dapat dilihat pada

Gambar 5.1

Hedonik Warna
80%
58,10%
60% 50,00%
40,50% 40,50% 43,20%
37,80% 37,80%
40% 31,10%
17,60%
20% 10,80% 9,50% 9,50% 9,30%
0% 0% 4,10%
0%
FORMULASI A FORMULASI B FORMULASI C FORMULASI D

Tidak Suka Agak S uka Suka Sangat Suka

Sumber : Data uji organoleptik mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul, April 2019
50

Gambar 5.1 Diagram tingkat hedonik (warna) terhadap mie kering substitusi

ubi jalar ungu dan bekatul

Berdasarkan Gambar 5.1 uji organoleptik dari segi hedonik warna

beberapa formulasi mie kering substitusi ubi jalar ungu dan bekatul diperoleh

mayoritas panelis menilai warna mie kering kategori suka. Hal tersebut dapat

terlihat dari 58,10% panelis pada formulasi A, 50% panelis pada formulasi B,

40,5% panelis pada formulasi C, dan 43,2% panelis pada formulasi D.

Hasil uji kruskal Wallis menunjukkan bahwa terdapat adanya perbedaan

yang signifikan secara statistik terhadap hedonik warna (χ2 (2)= 49,597 p = 0,000)

dengan skor aroma rerata 174,40 untuk formulasi A; 186,01 untuk formulasi B;

125,13 untuk formulasi C; 108,47 untuk formulasi D.

b. Hedonik Aroma

Hasil uji organoleptik mie kering substitusi ubi jalar ungu dan bekatul

didapat dari tingkat kesukaan panelis terhadap aroma. Panelis yang digunakan

sebanyak 37 panelis yang terdiri dari mahasiswa S1 Gizi yang dilakukan di

kampus UNUSA. Hasil uji organoleptik mie kering substitusi ubi jalar ungu dan

bekatul terhadap kesukaan aroma dari beberapa formulasi dapat dilihat pada

Gambar 5.2

Hedonik Aroma
56,80%
60,00% 50,00%
45,90%
37,80% 40,50%
39,20%
40,00% 35,10%
27,00%
17,60% 15,20%
20,00% 10,80%10,80% 9,50%
1,40% 1,40% 0,00%
0,00%
FORMULASI A FORMULASI B FORMULASI C FORMULASI D

Tidak Suka Agak Suka Suka Sangat Suka


51

Sumber : Data uji organoleptik mie kering substitusi ubi jalar ungu dan bekatul, April 2019

Gambar 5.2 Diagram tingkat hedonik (aroma) terhadap mie kering substitusi

ubi jalar ungu dan bekatul

Berdasarkan Gambar 5.2 uji organoleptik dari segi hedonik aroma

terhadap beberapa formulasi mie kering substitusi ubi jalar ungu dan bekatul

diperoleh bahwa mayoritas panelis menilai formulasi A (45,9%), formulasi B

(50%), formulasi C (40,5%) dengan kategori suka. Sedangkan pada formulasi D

(56,8%) panelis menilai dengan kategori tidak suka.

Hasil uji kruskal Wallis menunjukkan bahwa terdapat adanya perbedaan

yang signifikan secara statistik terhadap hedonik aroma (χ2 (2)=102,570 p=

0,000) dengan skor aroma rerata 205,89 untuk formulasi A; 166,59 untuk

formulasi B; 147,86 untuk formulasi C; 73,66 untuk formulasi D.

c. Hedonik Tekstur

Hasil uji organoleptik mie kering substitusi ubi jalar ungu dan bekatul

didapat dari tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur. Panelis yang digunakan

sebanyak 37 panelis yang terdiri dari mahasiswa S1 Gizi yang dilakukan di

kampus UNUSA. Hasil uji organoleptik mie kering substitusi ubi jalar ungu dan

bekatul terhadap kesukaan tekstur dari beberapa formulasi dapat dilihat pada

Gambar 5.3
52

Hedonik Tekstur
80,00% 70%
66,20%
59,50%
60,00% 50,00%

40,00% 35,10% 32,40%


23,00% 27,00%
20,00% 10,80% 14,90%
8,10%
0,00% 0% 0% 0,00% 2,70%
0,00%
FORMULASI A FORMULASI B FORMULASI C FORMULASI D

Tidak Suka Agak Suka Suka Sangat Suka

Sumber : Data uji organoleptik mie kering substitusi ubi jalar ungu dan bekatul, April 2019

Gambar 5.3 Diagram tingkat hedonik (tekstur) terhadap mie kering substitusi

ubi jalar ungu dan bekatul

Berdasarkan Gambar 5.3 uji organoleptik dari segi hedonik tekstur

terhadap beberapa formulasi mie kering substitusi ubi jalar ungu dan bekatul

diperoleh 66,2% panelis menilai tekstur mie kering dengan kategori suka pada

formulasi A. Sedangkan pada formulasi B 50%, formulasi C 59,5%, dan formulasi

D 70% terdapat mayoritas panelis menilai tekstur mie kering dengan kategori

agak suka.

Hasil uji kruskal Wallis menunjukkan bahwa terdapat adanya perbedaan

yang signifikan secara statistik terhadap hedonik tekstur (χ2 (2)=59,479 p= 0,000)

dengan skor tekstur rerata 204,75 untuk formulasi A; 147,52 untuk formulasi B;

129,99 untuk formulasi C; 111,74 untuk formulasi D.


53

BAB 6

PEMBAHASAN

A. Kadar Serat Mie Kering substitusi Ubi Jalar Ungu dan Bekatul

Hasil uji laboratorium kadar serat pada beberapa formulasi dapat dilihat

pada Tabel 5.1. Hasil uji kadar serat pada formulasi B dan C lebih tinggi

dibandingkan kadar serat pada formulasi A (kontrol). Hasil uji kadar serat

menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung ubi jalar ungu dan

bekatul maka semakin meningkatkan kadar serat pada produk mie kering

dikarenakan ubi jalar ungu dan bekatul memiliki kandungan serat yang cukup

tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Yolanda (2018) yang menyatakan

kandungan serat pangan tertinggi terdapat pada mie kering D yaitu 14,37%. Mie
54

kering D merupakan mie kering yang dibuat dengan dari tepung terigu dengan

penambahan tepung ubi jalar tertinggi yaitu sebanyak 40%.

Namun, pada formulai D mengalami penurunan, hal ini diduga karena

terjadi kesalahan pada waktu proses pengolahan dan pemasakan yaitu

menggunakan oven gas dimana kestabilan suhu tidak terjamin karena keterbatasan

kemampuan pengaruh pada waktu proses pengolahan dan pemanasan. Proses

pemasakan juga berpengaruh terhadap pembuatan mie kering substitusi tepung

ubi jalar ungu dan bekatul dengan kadar serat, Menurut NS Palupi, Dkk (2007)

serat pangan yang terdiri dari selulosa, pectin, hemiselulosa, gum, dan lignin

apabila mengalami proses pengolahan dalam beberapa cara dapat menurunkan

atau meningkatkan nilai gizi dan perlakuan panas akan sangat mempengaruhi

absorpsi atau penggunaan beberapa mineral terutama melalui pemecahan ikatan.

B. Kadar Proksimat Mie Kering substitusi Ubi Jalar Ungu dan Bekatul

Berdasarkan hasil penelitian kadar proksimat yang meliputi uji energi,

protein, lemak, karbohidrat, kadar air, dan kadar abu pada mie kering dengan

substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Energi

Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam

makanan. Kandungan karbohidrat, lemak, dan protein suatu bahan makanan

menentukan nilai energinya. Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/ WHO

adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi

pengeluaran energi seseorang (Muchtadi, 2004).

Hasil uji laboratorium kadar energi pada beberapa formulasi dapat dilihat
55

pada Tabel 5.2. Jumlah energi mie kering formulasi A (kontrol) lebih tinggi

dibandingkan mie kering formulasi B, C dan D karena mie kering formulasi B, C,

dan D memiliki kandungan lemak yang jauh lebih rendah dibandingkan formulasi

A (kontrol). Adanya penurunan kandungan energi pada produk mie kering

berkaitan dengan kadar lemak pada tiap-tiap formulasi. Kadar lemak tertinggi

terdapat pada formulasi A (kontrol). Sehingga kadar energi tertinggi terdapat pada

formulasi A (kontrol). Berdasarkan data hasil penelitian Yolanda (2018) Jumlah

energi mie kering B lebih tinggi dibandingkan mie kering C dan D karena mie

kering C dan D memiliki kandungan lemak yang jauh lebih rendah dibandingkan

mie kering B. Kandungan lemak yang rendah secara langsung mempengaruhi

hasil perhitungan jumlah energi.

Namun pada formulasi D terjadi kenaikan kadar energi dibandingkan

formulasi C. Hal ini diduga disebabkan karena kadar lemak pada formulasi D

lebih tinggi dibandingkan formulasi C. (Andarwulan dkk., 2011;Winarno, 2004)

menyatakan bahwa penurunan nilai total kalori disebabkan karena jumlah kalori

yang dihasilkan dari bahan pangan memiliki kaitan yang erat dengan kadar lemak

yang terkandung di dalam bahan pangan tersebut. Lemak memiliki peranan

penting dalam peningkatan kalori dari produk pangan, hal ini disebabkan karena

lemak menyumbangkan energi paling banyak jika dibandingkan dengan zat nutrisi

lainnya.

2. Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,

kekurangan protein dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai proses dalam

tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit (Winarno, 2004).
56

Hasil uji laboratorium kadar protein pada beberapa formulasi dapat dilihat pada

Tabel 5.2. Hasil uji kadar protein pada formulasi B, C, dan D lebih lebih rendah

dibandingkan kadar protein pada formulasi A (kontrol). Hal ini dikarenakan mie

kering formulasi A merupakan produk kontrol, yang hanya menggunakan terigu

tanpa diberi campuran tepung ubi jalar ungu dan bekatul. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian Yolanda (2018) yang menyatakan bahwa kadar protein

pada mie kering B, mie kering C, dan mie kering D memiliki kadar protein lebih

rendah dibandingkan dengan mie A. Kadar protein mie kering A yaitu 12,17%,

mie kering B adalah 11,78%, mie kering C adalah 9,32%, dan mie kering D

adalah 10,45%. Hal ini diduga karena pada formulasi A menggunakan tepung

terigu 100% sehingga semakin banyak penggunaan tepung terigu maka kadar

proteinnya semakin tinggi.

Berdasarkan data hasil penelitian Irmawati (2018) diketahui bahwa

kandungan kadar protein pada produk roti tawar dengan perlakuan U0 (kontrol)

lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini diduga karena pada

perlakuan U0 menggunakan tepung terigu 100%.

Dari hasil analisis kandungan protein pada seluruh formulasi terjadi

penurunan kandungan protein hal ini didasari pada teknik pengolahan setelah

menjadi produk mie kering. Protein bila dipanaskan akan mengalami denaturasi,

konfigurasi dari molekul-molekul protein asli dan sifat imunologis spesifiknya.

Akibatnya aktivitas enzim menurun sesudah denaturasi diikuti dengan koagulasi

atau penggabungan molekul-molekul protein, sehingga pada proses pemanasan di

atas suhu 55o-75oC nilai gizi protein akan dipengaruhi oleh perubahan kandungan
57

asam-asam amino setelah pemanasan (Afrianti, 2013).

Namun pada formulasi D terjadi kenaikan kadar protein dibandingkan

formulasi C. Hal ini diduga terjadi kesalahan pada waktu proses pengolahan dan

pemasakan produk mie kering yaitu menggunakan oven gas dimana kestabilan

suhu tidak terjamin karena keterbatasan kemampuan. Pengolahan bahan pangan

sangat mempengaruhi kerusakan yang terjadi pada kadar protein. Proses

pengolahan selain dapat menurunkan kandungan gizi, juga dapat meningkatkan

kandungan gizi produk pangan. Pada proses pengolahan mie kering terdapat

peningkatan kandungan protein mie kering. Tinggi rendahnya kandungan protein

yang terkandung dalam produk mie kering dipengaruhi oleh besarnya kandungan

air yang hilang dari bahan makanan pada saat pemanasan. Kandungan protein

akan semakin meningkat apabila jumlah air yang menghilang semakin banyak.

(Basuki, dkk., 2010).

3. Lemak

Lemak dalam makanan mempunyai peranan yang penting sebagai sumber

tenaga. Bahkan dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, lemak dapat

menghasilkan tenaga yang lebih besar, yaitu dari 1 gram lemak diperoleh 9 kkal.

Ubi jalar ungu merupakan sumber antioksidan antosianin, ubi jalar ungu secara

alami sifatnya rendah lemak (Mentari, 2015)

Hasil uji laboratorium kadar lemak pada beberapa formulasi dapat dilihat

pada Tabel 5.2. Hasil uji kadar lemak pada formulasi B, C, dan D lebih rendah

dibandingkan kadar lemak pada formulasi A (kontrol). Kandungan lemak mie

kering formulasi B, C dan D yang rendah dapat disebabkan komposisi ubi jalar

ungu yang lebih banyak. Hal ini disebabkan tepung ubi jalar ungu mempunyai
58

kadar lemak yang rendah dibandingkan dengan tepung terigu. Kadar lemak tepung

terigu yaitu 2%, sedangkan kadar lemak pada tepung ubi jalar ungu sebesar

0,81%. Substitusi ubi jalar ungu menyebabkan lemak pada es krim turun karena

lemak pada ubi jalar ungu 0,4–0,7% (Rachmawanti D, 2011). Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Yolanda (2018) yang mengatakan Mie kering

B, mie kering C, dan mie kering D memiliki kadar lemak lebih rendah

dibandingkan mie kering A. Berdasarkan data hasil Penelitian Irmawati (2018)

dapat diketahui bahwa kandungan lemak pada roti tawar tertinggi terdapat pada

U0 (kontrol) sedangkan kadar lemak roti tawar terendah terdapat pada U3,

perbedaan kadar lemak roti tawar disebakan karena kadar lemak tepung terigu

lebih tinggi yaitu 2%, sedangkan kadar lemak tepung mocaf sebesar 0,4%, dan

kadar lemak tepung ubi jalar ungu sebesar 0,81%.

Namun pada formulasi D terjadi kenaikan kadar lemak dibandingkan

formulasi B dan C. Hal ini diduga pada saat proses pencampuran bahan tidak

tercampur secara merata. Meningkatnya kadar lemak pada produk mie kering

dipengaruhi oleh komposisi bahan lain diluar bahan baku, yaitu telur. Telur

memiliki kadar lemak sebanyak 27 gram. Faktor yang menyebabkan

meningkatnya kadar lemak pada biskuit ubi jalar ungu dipengaruhi oleh

komposisi bahan lain diuar bahan baku, yaitu margarine dan telur (Syarfaini,

2017).

4. Karbohidrat

Hasil uji laboratorium kadar karbohidrat pada beberapa formulasi dapat

dilihat pada Tabel 5.2. Hasil uji kadar karbohidrat pada formulasi B, C, dan D
59

lebih rendah dibandingkan kadar karbohidrat pada formulasi A (kontrol). Semakin

tinggi substitusi tepung ubi jalar ungu maka kadar karbohidrat pada produk mie

kering cenderung menurun. Dari hasil analisis kandungan karbohidrat pada

seluruh formulasi terjadi penurunan kandungan karbohidrat hal ini didasari pada

teknik pengolahan setelah menjadi produk mie kering. Penurunan kadar

karbohidrat pada produk mie kering pada seluruh formulasi disebabkan oleh

penggunaan suhu yang tinggi yang dapat merusak molekul-molekul karbohidrat

sehingga nilai gizinya menurun. Selain itu pengolahan yang melibatkan

pemanasan yang tinggi pada karbohidrat terutama gula akan mengalami

karamelisasi (pencoklatan non enzimatis) yang juga bisa menyebabkan kerusakan

yang ekstensif (Afrianti, 2013). Hal ini sesuai dengan pendapat Martunis (2012)

dalam Akmal, (2014), bahwa semakin tinggi suhu, kadar karbohidrat (pati) akan

semakin menurun. Hal ini diduga karena perlakuan suhu yang tinggi akan

mengakibatkan rusaknya sebagian molekul karbohidrat pada saat proses

pengolahan.

Berdasarkan data hasil penelitian Irmawati (2018) menyatakan bahwa

kandungan karbohidrat tertinggi pada produk roti tawar terdapat pada formulasi

kontrol.

5. Kadar air

Hasil uji laboratorium kadar air pada beberapa formulasi dapat dilihat pada

Tabel 5.2. Hasil uji kadar air pada formulasi B dan D lebih rendah dibandingkan

kadar air pada formulasi A (kontrol). Hal ini sejalan dengan penelitian Irmawati

(2018) yang menyatakan bahwa formulasi tepung ubi jalar ungu dan tepung

mocaf mempengaruhi kandungan kadar air pada roti tawar. Kadar air tertinggi
60

terdapat pada perlakuan U0 (kontrol) sedangkan kadar air terendah terdapat pada

perlakuan U3. Hal ini dikarenakan tepung ubi jalar ungu memiliki kadar air

sebesar 5.09%, sedangkan kadar air tepung terigu yaitu sebesar 6% (Desi, 2012).

Namun pada formulasi C merupakan formulasi dengan kadar air tertinggi,

hal ini diduga terjadi kesalahan pada waktu proses pengolahan dan pemasakan

produk mie kering yaitu menggunakan oven gas dimana kestabilan suhu tidak

terjamin karena keterbatasan kemampuan. Faktor yang mempengaruhi kadar air

yaitu lama pengeringan, jenis pengering dan suhu. (Muchtadi, 2013).

6. Kadar abu

Hasil uji laboratorium kadar abu pada beberapa formulasi dapat dilihat pada

Tabel 5.2. Hasil uji kadar abu yang dimiliki oleh formulasi B, C, dan D jauh lebih

besar jika dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut disebabkan karena tepung

ubi jalar ungu memiliki kadar abu yang lebih besar dibandingkan tepung terigu

(Zuraida 2008 dalam Hardoko et al. 2010). Menurut Ambarsari et al. (2009),

tingginya kadar abu pada suatu produk menunjukkan tingginya kandungan

mineral.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yolanda (2018) yang menyatakan

bahwa Mie kering B, mie kering C, dan mie kering D memiliki kadar abu lebih

tinggi dibandingkan dengan mie A. Kadar abu mie kering A adalah 0,86%, mie

kering B adalah 1,82%, mie kering C adalah 0,94%, dan mie kering D adalah

1,02%.

Perbedaan kadar abu tersebut disebabkan karena penggunaan proporsi

tepung ubi jalar yang berbeda-beda dan adanya kandungan mineral yang terdapat

pada ubi jalar ungu. Mineral yang terdapat pada ubi jalar ungu yaitu kalsium 30
61

mg/100 g bahan, Fosfor 49 mg/100 g bahan, Zat Besi 0,7 mg/100 g bahan

(Direktorat Gizi Depkes RI, 1981 dalam Gartika, 2007).

Kandungan mineral total dalam bahan pangan dapat diperkirakan sebagai

kandungan abu yang merupakan residu an-organik yang tersisa setelah

bahanbahan organik terbakar habis. Semakin banyak kandungan mineralnya maka

kadar abu menjadi tinggi begitu juga sebaliknya apabila kandungan mineral

sedikit maka kadar abu bahan juga sedikit (Sudarmaji, Slamet, 2006).

Namun pada formulasi D mengalami penurunan dibandingkan dengan

formulasi C. Hal ini diduga terjadi kesalahan pada waktu proses pengolahan dan

pemasakan produk mie kering yaitu menggunakan oven gas dimana kestabilan

suhu tidak terjamin karena keterbatasan kemampuan. Faktor yang mempengaruhi

kadar abu yaitu lama pengeringan, jenis pengering dan suhu. (Muchtadi, 2013).

C. Uji Organoleptik (hedonik)

1. Aspek Warna

Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan

kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan

meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang

kurang sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang

seharusnya tidak akan dikonsumsi (Mita, 2014). Warna merupakan atribut yang

berpengaruh pada penilaian dari penampilan produk (Setyaningsih et al. 2010).

Hasil uji organoleptik dalam segi warna pada beberapa formulasi dapat

dilihat pada Gambar 5.1. Hasil nilai rata-rata warna pada mie kering sebustitusi

tepung ubi jalar ungu dan bekatul dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui
62

pengaruh proporsi tepung ubi jalar ungu dan bekatul menggunakan Kruskal

Wallis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mie kering substitusi

tepung ubi jalar ungu dan bekatul memiliki perbedaan nyata dengan nilai

signifikan 0,00 pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna mie kering yang

dihasilkan.

Pada hasil penelitian yang diperoleh bahwa mie kering kontrol yang di

pasaran untuk rerata tingkat kesukaan terhadap warna lebih disukai dibandingkan

dengan mie kering substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul hasil penelitian.

Hal ini dikarenakan panelis umumnya tidak menyukai bahan pangan yang

berwarna cenderung gelap, hal ini terjadi karena bahan pangan yang memiliki

warna gelap kurang menarik selera. Karena mie yang banyak terdapat dipasaran

umumnya berwarna cerah. Berdasarkan penelitian Nintami (2012), variasi

persentase substitusi tepung ubi jalar ungu memengaruhi tingkat kesukaan panelis

dan menghasilkan warna yang berbeda.

2. Aspek Aroma

Zuhrina (2011), menyatakan bahwa aroma yang disebarkan oleh makanan

merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman

sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh

terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena

pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

Hasil uji organoleptik dalam segi aroma pada beberapa formulasi dapat

dilihat pada Gambar 5.2. Hasil nilai rata-rata aroma pada mie kering sebustitusi

tepung ubi jalar ungu dan bekatul dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui

pengaruh proporsi tepung ubi jalar ungu dan bekatul menggunakan Kruskal
63

Wallis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mie kering substitusi

tepung ubi jalar ungu dan bekatul memiliki perbedaan nyata dengan nilai

signifikan 0,00 pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mie kering yang

dihasilkan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi

tepung ubi jalar ungu dan bekatul yang diberikan, maka tingkat kesukaan terhadap

aroma mie kering dengan substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul menurun.

Hal ini dikarenakan penggunaan tepung ubi jalar ungu membuat aroma mie kering

menjadi berbau langu. Nintami (2012) menyatakan bahwa bau langu pada mie

kering berasal dari oksidasi pada lemak, sehingga menyebabkan timbulnya

hidroperoksida saat proses pemanasan (Nintami, 2012). Bau langu disebabkan

oleh aktivitas enzim lipoksigenase akan menyerang rantai asam lemak tidak jenuh

dan menghasilkan sejumlah senyawa yang lebih kecil bobot molekulnya, terutama

senyawa aldehid dan keton (Wieser, 2003 dalam Pratama, 2014)

Hal ini sejalan dengan penelitian Ayudya (2012) yang menyatakan bahwa

semakin tinggi persentase substitusi yang diberikan, maka tingkat kesukaan

terhadap aroma mi basah dengan substitusi tepung ubi jalar ungu menurun. Hal ini

dikarenakan penggunaan tepung ubi jalar ungu membuat aroma mi basah menjadi

berbau langu yang berasal dari oksidasi pada lemak, sehingga menyebabkan

timbulnya hidroperoksida saat proses pemanasan. (Uswatun 2010).

3. Aspek Tekstur

Hasil uji organoleptik dalam segi tekstur pada beberapa formulasi dapat

dilihat pada Gambar 5.3. Hasil nilai rata-rata tekstur pada mie kering sebustitusi

tepung ubi jalar ungu dan bekatul dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui
64

pengaruh proporsi tepung ubi jalar ungu dan bekatul menggunakan Kruskal

Wallis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mie kering substitusi

tepung ubi jalar ungu dan bekatul memiliki perbedaan nyata dengan nilai

signifikan 0,00 pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur mie kering yang

dihasilkan.

Semakin banyak substitusi tepung ubi jalar ungu, maka tingkat kesukaan

terhadap tekstur mie kering cenderung menurun. Hal ini sejalan dengan penelitian

Ayudya (2012) yang menyatakan bahwa uji kesukaan terhadap tekstur mi basah

menunjukkan adanya penurunan tingkat kesukaan pada tekstur mi basah dengan

semakin meningkatnya substitusi tepung ubi jalar ungu.

Semakin banyak presentase penggunaan tepung terigu tingkat kesukaan

panelis terhadap tekstur mie semakin tinggi, karena kandungan gluten

berpengaruh pada tekstur gluten akan mempengaruhi elastisitas dan kekenyalan

mie. (Rosmeni dan Monica, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian Halwan 2015

yang menyatakan tingkat kesukaan panelis cenderung menurun dengan semakin

banyak proporsi tepung gembili dan bekatul yang ditambahkan. Hal ini

dikarenakan dengan proporsi tepung gembili dan bekatul yang banyak maka

proporsi tepung terigu semakin sedikit. Tepung terigu mampu membentuk gluten

saat dibasahi dengan air dan diberi perlakuan mekanis sehingga akan terbentuk

suatu adonan yang elastis. (De Man, 1997).

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak dapat mengontrol suhu dan

waktu pada saat proses pengovenan produk mie kering karena menggunakan 2
65

jenis oven, yaitu oven listrik dan oven gas.


BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilaksanakan tentang analisis kadar serat,

proksimat, dan organoleptik pada mie kering tinggi serat substitusi tepung ubi

jalar ungu dan bekatul dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan energi total pada

produk mie kering menurun dengan semakin tingginya substitusi tepung ubi

jalar ungu dan bekatul.

2. Kadar abu pada produk mie kering meningkat dengan semakin tingginya

substitusi tepung ubi jalar ungu dan bekatul.

3. Mie kering dengan substitusi tepung ubi jalar ungu 15% dan bekatul 5%

merupakan formulasi yang paling disukai oleh panelis dari segi kesukaan

warna, aroma, dan tekstur.

B. Saran

1. Peneliti selanjutnya diharapkan untuk menggunakan satu jenis oven, agar dapat

mengontrol suhu dalam proses pembuatan produk mie kering, sehingga tidak

menurunkan kandungan gizi pada produk mie kering.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan

untuk meningkatkan mutu dan kualitas laboratorium UNUSA khususnya,

untuk melengkapi alat untuk uji serat dan proksimat

30
DAFTAR PUSTAKA

A.F. Mulyadi, S. Wijana, I. A. Dewi, W. I. Putri. 2014. Karakteristik Organoleptik


Produk Mie Kering Ubi Jalar Kuning (Ipomoea batatas) (Kajian penambahan
telur dan CMC). Jurnal Teknologi Pertanian, 15 (1): 25-36.

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.

Andarwulan, N, Kusnandar, F, Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat:


Jakarta.

Ardiansyah. 2008. Bekatul Untuk Menurunkan Hipertensi dan Hiperlipidemia.


http://www.pusat.informasi.A&D.medical.net. Diakses tanggal [20 November
2018]

Astawan, Made. 2008. Sehat dengan hidangan hewani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ayustaningwarno, Fitriyono. 2014. Teknologi Pangan: Teori Praktis dan


Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-2974-1996. Mi Kering. Jakarta

Beck, M. 2011.Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakit-Penyakit


Untuk Perawat Dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.

Budianto, A K. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang. UMM Pers.

Damayanthi E, et.al . 2007. Rice Bran. Depok : Panebar Swadaya. Hal. 28.

Dina. (2013). Analisis Kadar dan Sifat Fisikokimia Lemak/Minyak Available


from: //mizuc.blogspot.com/2013/02/analisis-kadar-dan-sifat fisikokimia.html
Tgl: 25 November 2018

Driyani. 2007. Biskuit Cracker substitusi Ampas Tahu. Konsentrasi Tata Boga,
jurusan teknologi jasa dan produksi. Semarang : Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang.

Fitriyaningsih, E., Miko,A. dan Suryana. 2011. Pemanfaatan Tepung Bekatul


Terhadap Daya Terima Mie Basah. Aceh.: Jurusan Gizi Poltekkes.

Honestin, T. dan Syamsir, E. 2009. Karakteristik Fisiko - Kimia Tepung Ubi Jalar
(Ipomoea batatas) Varietas Sukuh Dengan Variasi Proses Penepungan.
Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Halwan, C.A & F.C. Nisa. 2015. Pembuatan Mie Kering Gembili dan Bekatul

45
46

(Kajian Proporsi Terigu : Gembili dan Penambahan Bekatul). Jurnal Pangan


Dan Agroindustri Vol. 3 No 4 P.1548- 1559.

Harsojo, 2012: Kajian Kalibrasi Timbangan Analit dengan Penjaminan Mutu ISO
17025. Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Iriyanti, Yuni. 2012. Subtitusi Tepung Ubi Ungu Dalam Pembuatan Roti Manis,
Donat dan Cake Bread. Proyek akhir. Yogyakarta: Fakultas Teknik,
Univeritas Negri Yogyakarta.

Jatmiko, G. P dan T. Estiasih. 2014. Mie dari Ubi Kimpul (xanthosoma


sagittifolium) : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 2 No. 2
: 127-134.

Liandani, W., dan E. Zubaidah. 2015. Formulasi Pembuatan Mie Instan Bekatul
(Kajian Penambahan Tepung Bekatul Terhadap Karakteristik Mie Instan).J
Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.174-185

Muchtadi, D. (2009). Pengantar Ilmu gizi. Bandung: Alfabeta.

Maligan. 2014. Analisa Jumlah Asam Lemak Bebas dengan Pemakaian Larutan
Basa. Jember : Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Jember

Nurhidayati, S. 2006. Kajian Pengaruh Gula Aren dan Lama Fermentasi Terhadap
Kualitas Nata De Soya. J.Matematika, Saint dan Teknologi. 7(3): 40-47.

Nasiru A, Muhammad BF, Abdullahi Z. 2011. Effect Cooking Time and Potash
Contretaction on Organic Properties of Red and White Meat. (NG). Journal
of Food Technology 9 (4) : 119-123.

Nofalina, Y. 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Terigu Terhadap Daya


Terima, Kadar Karbohidrat dan Kadar Serat Kue Prol Bonggol Pisang
(Musa Paradisiaca). Skripsi. Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat.Universitas
Jember

Notoatmodjo,S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta.

Nazir. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Proverawati, A. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja.


Yogyakarta : Muha Medika.

Rohman dan Sumantri., 2013. Analisis Kimia Pangan. Universitas Gajah Mada
Yogyakarta : UGM Press.

Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unwidha
47

Klaten.

Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa


Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta , Jakarta : EGC

Susilawati dan Medikasari. 2008. Kajian Formulasi Tepung Terigu dan Tepung
dari Berbagai Jenis Ubi Jalar Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Biskuit
Non- Flaky Crackers. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II
2008. Universitas Lampung.

Susilowati dan Kuspriyanto. (2016). Gizi Dalam Daur Kehidupan . PT. Refika
Aditama : Jakarta.

Suyanti. 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet . Jakarta:
Swadaya.

Widyaningtyas, Mita., Hadi Susanto, W. (2015). Pengaruh Jenis dan Konsentrasi


Hidrokoloid (Carboxy Methyl Cellulose, Xanthan Gum, dan Keragenan)
Terhadap Karakteristik Mie Kering Berbasis Pasta Ubi Jalar Varietas Ase
Kuning. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, Vol.3 No.2 , 417–423.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Winarno, F.G., 2004. Produk Pangan. Trubus Agirasana, Surabaya. Kimia


Pangan dan Gizi. Jakarta : PT.Gramedia Utama.

Zuraida N, Supriati Y. 2008. Usaha tani Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan
Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Biogen Online.
http://biogen.litbang.deptan.go.id/terbitan/pdf/agrobio_4_1_13-23.pdf..[18
November 2018]
LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir pembuatan Mie Kering

Bahan Baku : Pemotongan atau pembuatan


Pencampuran, Mie (Sheeting)
pengadukan
Tepung terigu : tepung ubi jalar ungu : atau pembentukan Mie (Sheeting)
(15-25 menit) pengistirahatan Bahan tambahan
bekatul ( 100 % tepung terigu; 80:15:5; (15-30 menit) suhu adonan 24- (garam, telur, air)
70:20:10; 60:25:15) 40 0C

Pembuatan lembaran (Calendaring)


suhu mie tidak < 25 0C
tebal akhir mie 1,2-2 mm

Pengukusan (Steaming)
(15-20 menit)

Pengeringan di Oven
(70 0C, 60 menit)

Penirisan/pendinginan
(dengan cepat hingga suhu
40 0C)

Mie kering

48
49

Lampiran 2. Lembar Informasi untuk Reponden

LEMBAR INFORMASI UNTUK RESPONDEN

Assalamu’alaikum Wr. Wb,

Saya Nur Dina Rahman mahasiswa Program Studi S-1 Gizi Fakultas

Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA). saya akan

melakukan penelitian mengenai pengembangan “Analisis Kadar Serat, Proksimat,

dan Organoleptik Pada Mie Kering Tinggi Serat Substitusi Tepung Ubi Jalar

Ungu (Ipomoea batatas L. Poir) dan Bekatul (Oryza Sativa)”.Penelitian ini

dilakukan sebagai salah satu bentuk Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu

melakukan penelitian. Kami berharap saudari berkenan membaca lembar

informasi yang akan saya berikan dan bersedia menjadi responden dalam

penelitian ini. Atas perhatian saudari, saya ucapkan terima kasih.

Penelitian ini berjudul “Analisis Kadar Serat, Proksimat, dan Organoleptik

Pada Mie Kering Tinggi Serat Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea

batatas L. Poir) dan Bekatul (Oryza Sativa)”.

A. Manfaat bagi Responden Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi responden secara

langsung. Adapun beberapa manfaat yang akan didapat oleh responden antara

lain:

1. Memberikan informasi mengenai jajan sehat yang mengandung serat, untuk

konsumsi makanan sehari-hari.

2. Memberikan gambaran jajanan sehat untuk sehari-hari tidak harus dengan

bahan yang mahal tapi mudah didapatkan dan sehat.


50

B. Kesukarelaan untuk Mengikuti Penelitian

Kami menyadari penelitian ini akan menyita waktu dan tenaga, oleh karena

keadaan tersebut saya menginformasikan bahwa keikutsertaan anda dalam

penelitian ini bersifat sukarela. Responden memiliki hak untuk menolak

ataupun mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa adanya sanksi/denda

apapun.

C. Unsur Paksaan

Penelitian ini hanya bersifat memberikan form penilaian kepada responden

untuk memberikan nilai terhadap uji oraganoleptik. Kami (peneliti) akan

memberikan informasi secara detail mengenai penelitian ini dan saya berharap

saudari bersedia menjadi responden. Akan tetapi, saya tidak akan memaksa

saudari untuk menjadi responden, jika saudari merasa penelitian ini akan

merugikan saudari.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Sebelum responden menerima kuisoner dan mengisi kuisoner tersebut,

terlebih dahulu responden menerima penjelasan umum tentang tugas

responden dan teknik pengisian form penilaian.

2. Setelah itu responden akan menerima kuisoner dan juga menerima

penjelasan tentang cara pengisian form penilaian.

Tidak ada resiko yang akan dialami oleh responden yang terlibat dalam penelitian

ini.

E. Kerahasiaan
51

Peneliti akan menjaga kerahasian terkait nama dan identitas responden.

F. Kompensasi

Kompensasi yang akan diberikan peneliti kepada responden berupa botol

warna air minum.

G. Asuransi

Peneliti tidak memberikan asuransi kepada responden.

H. Kontak Peneliti

Berikut saya sertakan kontak peneliti apabila dikemudian hari perlu adanya

klarifikasi terkait penelitian ini.

Nama Peneliti : Nur Dina Rahman

No. Telp/E-mail : 083830791731/Nurdinarahman112@gmail.com

Surabaya, 9 Januari 2019

Peneliti Nur Dina Rahman


52

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Keikutsertaan dalam Penelitian


LEMBAR PERSETUJUAN KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN
(Informed Consent)

Assalamu’alaikum Wr Wb,
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Telp :

Saya telah menyetujui untuk menjadi responden pada penelitian saudari


Nur Dina Rahman yang berjudul “Analisis Kadar Serat, Proksimat, dan
Organoleptik Pada Mie Kering Tinggi Serat Substitusi Tepung Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L. Poir) dan Bekatul (Oryza Sativa)”. dan cara pengambilan
data dengan melaksanakan pengisian form penilaian. Dan apabila dikemudian hari
perlu ada yang diklarifikasi dapat menghubungi Nur Dina Rahman sebagai
peneliti. Saya telah mendapatkan informasi secara lengkap mengenai penelitian
ini. Saya memahami bahwa keikutsertaan sebagai responden dalam penelitian ini
bersifat sukarela dan tidak ada unsur paksaan. Responden juga memiliki hak
untuk mengundurkan diri tanpa adanya sanksi/denda apapun, dan responden
mendapatkan perlindungan dan jaminan kerahasiaan data serta identitas.

Surabaya, 9 Januari 2019

Panelis Saksi Peneliti


(......................) (...........................) (...........................)
53

Lampiran 4. Uji Organoleptik Kesukaan (Hedonik)


Uji Organoleptik Kesukaan (Hedonik)
No panelis :
Nama :
Tanggal Pengujian :
Jenis Sampel :
Intruksi:
1.Mulailah menguji sampel sesuai dengan intruksi yang ada dalam form penilaian,
tuliskan hasil penilaian pada kolom yang tersedia.
2.Apabila pengujian sampel telah selesai, cek kembali apakah hasil pengujian
telah tertulis seluruhnya. Bila sudah sempurna, serahkan form penilaian yang
sudah diisi kepada penyelenggara pengujian.
3.Dihadapan saudara tersedia 4 sampel Mie Kering. Saudara diminta menilai
kesukaan pada sampel tersebut dengan memberi nilai 1 s/d 4.
Nilai 1 = Tidak Suka
Nilai 2 = Agak Suka
Nilai 3 = Suka
Nilai 4 = Sangat Suka
Tulislah nilai pada kolom sebagai berikut:
Kode Nilai
081
234
913
567
698
456
823
345

Lampiran 5. Lembar Bimbingan Proposal Skripsi


54
55
56
57

Anda mungkin juga menyukai