Anda di halaman 1dari 56

KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN UTAMA


BATANG PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN
LAMA INKUBASI YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh:

ANDI SUKMA INDAH


I111 12 275

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

i
KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR
SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN UTAMA
BATANG PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN
LAMA INKUBASI YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh:

ANDI SUKMA INDAH


I111 12 275

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Andi Sukma Indah

NIM : I111 12 275

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

a. Karya Skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam

Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia

dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, Juli 2016

Andi Sukma Indah


I111 12 275

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar


Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Batang
Pisang (Musa paradisiaca) dengan Lama
Inkubasi yang Berbeda

Nama : Andi Sukma Indah

Nomor Induk Mahasiswa : I111 12 275

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh :

Dr. Ir. Rohmiyatul Islamiyati, MP Dr. Ir. Syahriani Syahrir, M.Si


Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc.
Dekan Fakultas Peternakan Ketua Prodi Ilmu Peternakan

Tanggal Lulus : Agustus 2016

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan taufik-

Nya yang senantiasa tercurah sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul

“Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Silase Pakan Lengkap Berbahan

Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca) dengan Lama Inkubasi yang Berbeda”.

Skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya kerjasama, bantuan dan

motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis

mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu

terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. Ayahanda Drs. Darwin A.M. dan Ibunda Dra. Nurhayati B. serta Saudaraku

Andi Tenri Darhyati, SP dan Andi Nurul Azizah T., juga seluruh keluarga

besar Beddolo R. dan Alm. Andi Maddolangeng yang senantiasa memberikan

doa, kasih sayang, nasehat, dukungan dan semangat kepada penulis.

2. Ibu Dr. Ir. Rohmiyatul Islamiyati, MP sebagai pembimbing utama dan Ibu Dr.

Ir. Syahriani Syahrir, M.Si sebagai pembimbing anggota yang telah

meluangkan waktunya untuk mendidik, membimbing dan memberikan nasihat

serta motivasi dalam penyusunan Skripsi ini.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Laily Agustina, MS., Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Rusdy,

M.Agr., Bapak Dr. Ir. Budiman Nohong, MP dan Ibu Dr. Jamila, S.Pt., M.Si

yang telah memberikan banyak saran kepada penulis

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ismartoyo, M.Agr.S selaku penasehat akademik yang

v
senantiasa memberikan arahan dan motivasi.

5. Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Ibu WD I dan Ibu WD II

serta Bapak WD III. Ibu Bapak Dosen tanpa terkecuali dan Staf Fakultas

Peternakan terima kasih atas bantuan yang diberikan selama ini.

6. Partner penelitian Muharni Tuo, Nurwahijab dan Kurniati selama penelitian,

terimakasih atas segala bantuan dan kerjasamanya.

7. Tak lupa juga kepada SOLKARS, ADSPACT, HUMANIKA UNHAS,

FLOCK MENTALITY, partner PKL juga rekan-rekan Asisten Laboratorium

Ilmu Nutrisi Ternak dan staf laboran di Laboratorium Kimia Pakan.

8. Kepada Bapak Muh. Rusli sekeluarga yang telah menjadi keluarga baru

penulis selama KKN dan Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 90

khususnya Kecamatan Mattiro Bulu, Kabupaten Pinrang.

9. Terkhusus Ibrahim, Rahmat Burhan, Kurniawan Akbar, Agus Maulana, Nur

Kamal Akbar, Ekadara Larasati, Suraeni, Nesmawati, Wendy Natalia, Angga

dan Armasnyah yang telah bekerja keras membantu pelaksanaan penelitian

juga Tumianti, Rita Massolo, Mita Arifah dan Tilawati atas bantuannya.

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik material maupun spiritual.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

karena itu diharapkan saran untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Semoga

skripsi ini bermmanfaat pembaca terutama bagi saya sendiri. Aamiin.

Makassar, Juli 2016

Andi Sukma Indah

vi
RINGKASAN

Andi Sukma Indah (I111 11 275). Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar
Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca)
Dengan Lama Inkubasi yang Berbeda. Dibawah bimbingan Rohmiyatul
Islamiyati sebagai pembimbing utama dan Syahriani Syahrir sebagai
pembimbing anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama inkubasi pakan lengkap
berbahan utama batang pisang terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar.
Percobaan dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
dari 4 perlakuan dan 4 ulangan yaitu P0 (Pakan lengkap berbahan utama batang
pisang tanpa disilase), P1 (Silase pakan lengkap berbahan utama batang pisang
penyimpanan selama 7 hari), P2 (Silase pakan lengkap berbahan utama batang
pisang penyimpanan selama 14 hari) dan P3 (Silase pakan lengkap berbahan
utama batang pisang penyimpanan selama 21 hari). Analisis ragam menunjukkan
bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap protein kasar, tetapi
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap serat kasar. Disimpulkan bahwa
semakin lama inkubasi silase pakan lengkap berbahan utama batang pisang dapat
menurunkan serat kasar dan dapat mempertahankan protein kasar.

Kata Kunci : Silase pakan lengkap, Batang pisang, Lama inkubasi, Protein kasar,
Serat kasar.

vii
ABSTRACT

Andi Sukma Indah (I111 11 275). Crude Protein and Crude Fiber Complete Feed
Silage with Banana Stalk (Musa paradisiaca) as Main Material With Different
Incubation Period. Under the supervision of Rohmiyatul Islamiyati as Main
Supervisor and Syahriani Syahrir as Co-Supervisor.

This study aims to determine effect of incubation period complete feed silage with
banana stalk as main material the content of crude protein and crude fiber. The
experiment was carried out by Complete Random Design (CRD) with 4 treatments
and 4 replications. P0 (complete feed with banana stalks as main material without
silage), P1 (Complete feed silage with banana stalks as main material for 7 days),
P2 (Complete feed silage with banana stalks as main material for 14 days) and P3
(Complete feed silage with banana stalks as main material for 21 days). Analysis
of variance showed the treatment did not significant (P>0.05) on crude protein, but
was highly significant (P<0.01) on crude fiber. It was concluded that the longer
incubation of complete feed silage with banana stalk as main material can lower
crude fiber and can maintain crude protein.

Keywords : Complete feed silage, Banana stalk, Incubation period, Crude protein,
Crude fiber

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN JUDUL ii

PERNYATAAN KEASLIAN iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

KATA PENGANTAR v

RINGKASAN vii

ABSTRACT viii

KATA PENGANTAR xi

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

TINJAUAN PUSTAKA

Batang Pisang 4
Silase 6
Pakan Lengkap 8
Bahan Pakan Penyusun Silase Pakan Lengkap 9
Pengolahan Batang Pisang Sebagai Pakan 14
Kandungan Nutrisi Bahan Pakan 16
Hipotesis 18

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat 19


Materi Penelitian 19
Metode Penelitian 19
Pelaksanaan Penelitian 20
Parameter yang Diukur 22

ix
Analisis Data 24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein Kasar 25
Serat Kasar 27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 30
Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 36

RIWAYAT HIDUP

x
DAFTAR TABEL

No. Halaman
Teks

1. Kandungan Nutrisi Fermentasi Batang Pisang Menggunakan Probiotik 15

2. Komposisi Bahan Pakan untuk Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama bat
Batang Pisang 21

3. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penyusun Pakan Lengkap 22

4. Rataan Nilai Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Silase Pakan bah
Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang 25

xi
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
Teks

1. Prosedur pembuatan silase pakan lengkap berbahan utama batang bhh


pisang 20

xii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
Teks

1. Rataan Data Hasil Analisa Kandungan Protein Kasar Silase Pakan Lengkap
Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca) dengan Lama baik
Inkubasi Yang Berbeda 36

2. Rataan Data Hasil Analisa Kandungan Protein Kasar Silase Pakan Lengkap
Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca) dengan Lama baik
Inkubasi Yang Berbeda 36

3. Hasil Analisis Ragam Kandungan Protein Kasar Silase Pakan Lengkap bah
Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca) dengan lama inkubasi baih
yang Berbeda 37

4. Hasil Analisis Ragam Kandungan Serat Kasar Silase Pakan Lengkap bah
Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca) dengan lama inkubasi bahi
yang Berbeda 39

5. Dokumentasi Kegiatan Penelitian 41

xiii
PENDAHULUAN

Pengaruh iklim sangat menentukan ketersediaan hijauan sebagai pakan.

Pada musim penghujan produksi hijauan berlimpah dan sebaliknya di musim

kering atau kemarau hijauan sebagai sumber pakan menjadi berkurang. Untuk

mengatasi hal tersebut biasanya petani peternak memberi pakan sisa-sisa

pertanian seperti jerami. Ketersediaan hijauan secara kuantitas dan kualitas juga

dipengaruhi oleh pembatasan lahan tanaman pakan karena penggunaan lahan

untuk tanaman pakan masih bersaing dengan tanaman pangan.

Pakan alternatif yang berasal dari limbah pertanian/industri dapat

dipertimbangkan untuk dimanfaatkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi

suatu yang berlebihan asalkan kita tahu secara tepat nilai guna dan daya gunanya

serta tahu teknologi yang tepat pula untuk mengelolanya. Dalam upaya

penyediaan pakan, selain kebutuhan bahan baku yang harus diperhitungkan, maka

hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah dukungan teknologi pengolahan

pakan agar peternak dapat mengelola pakan dan mendapatkan hasil yang cukup

dan baik mutunya.

Tanaman pisang merupakan tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis.

Indonesia menjadi salah satu negara di daerah tropis yang memiliki keragaman

jenis tanaman pisang. Advena (2014) menyatakan bahwa dari total produksi

tanaman pisang, 30% adalah jumlah produksi buah pisang, 60% produksi batang

pisang, dan 10% adalah produksi daun pisang. Batang tanaman pisang yang tidak

terpakai menjadi sampah dan hingga kini belum terdapat penanganan dan

teknologi sederhana yang digunakan untuk mendaur ulang bahan ini. Batang

1
pisang merupakan salah satu hasil ikutan pertanian/perkebunan yang dihasilkan

dari tanaman pisang yang telah dipanen yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan

alternatif.

Kandungan nilai gizi dari batang pisang adalah bahan kering 8,62%, abu

24,31%, protein kasar 4,81%, serat kasar 27,73%, lemak kasar 2,75%, bahan

ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 40,61%, hemiselulosa 20,34%, selulosa 26,64%

dan lignin 9,92% (Hasrida, 2011). Kadar air yang tinggi pada batang pisang dapat

menyebabkan cepat mengalami pembusukan dan kerusakan sehingga dalam

pemberiannya harus segar dan cepat. Batang pisang harus diolah agar nutrisinya

bagus dan awet, solusinya yaitu menggunakan teknologi fermentasi batang

pisang. Penerapan bioteknologi pakan melalui proses fermentasi memungkinkan

perbaikan kualitas dan kuantitas nutrisi batang pisang. Pakan yang mengalami

fermentasi mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan

bahan asalnya.

Pada saat sekarang ini belum banyak penelitian tentang pemanfaatan

limbah batang pisang sebagai pakan. Padahal limbah tersebut mengandung

komponen-komponen nutrisi yang bermanfaat bagi ternak. Namun demikian,

belum diketahui perbedaan kandungan protein kasar dan serat kasar yang terdapat

pada pakan lengkap berbahan utama batang pisang pada lama inkubasi yang

berbeda.

2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama inkubasi pakan

lengkap berbahan utama batang pisang terhadap kandungan protein kasar dan

serat kasar. Kegunaan penelitian ini adalah agar hasil penelitian ini diharapkan

dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan pertimbangan masyarakat terutama

petani peternak dalam memanfaatkan limbah batang pisang sebagai bahan pakan.

3
TINJAUAN PUSTAKA

Batang Pisang

Batang pisang merupakan salah satu limbah pertanian/perkebunan yang

dihasilkan dari tanaman pisang yang telah dipanen yang dapat dijadikan sebagai

bahan pakan alternatif (Advena, 2014). Batang pisang sebenarnya terletak di

dalam tanah, yakni berupa umbi batang. Di bagian atas umbi batang terdapat titik

tumbuh yang menghasilkan daun dan pada suatu saat akan tumbuh bunga pisang

(jantung), sedangkan yang berdiri tegak di atas tanah dan sering dianggap sebagai

batang merupakan batang semu. Batang semu ini terbentuk dari pelepah daun

panjang yang saling menutupi dengan kuat dan kompak sehingga bisa berdiri

tegak layaknya batang tanaman. Oleh karena itu, batang semu kerap dianggap

sebagai batang tanaman pisang yang sesungguhnya. Tinggi batang semu ini

berkisar 3,5-7,5 meter, tergantung dari jenisnya (Ongelina, 2013).

Bonggol adalah batang pisang yang terdapat didalam tanah. Pada sepertiga

bagian bonggol sebelah atas terdapat mata calon tumbuh tunas anakan. Lembaran

daun (lamina) pisang lebar dengan urat daun utama menonjol berukuran besar

sebagai pengembangan morfologis lapisan batang semu (gedebong) (Amilda,

2014).

Batang pisang mempunyai kandungan nutrisi bahan kering 7,5%, protein

kasar 5,9%, serat kasar 26,6% dan lemak kasar 2,2%. Tepung bonggol pisang

mengandung pati (karbohidrat) sebesar 66,2%, serat kasar 10,23%, protein 5,88%,

dan lignin 33,51%. Batang pisang mengandung senyawa sekunder, mineral makro

dan mikro yang cukup penting bagi ternak. Senyawa sekunder seperti tanin pada

4
umumnya dalam jumlah yang tidak berlebihan diperlukan sebagai bahan protektor

protein kasar mudah larut yang terkandung pada bahan pakan. Cairan batang

pisang mengandung tanin dengan tingkat tanin terkondensasi sebanyak 0,012-4,96

(Pirzan, 2015). Tingginya kandungan lignin pada bahan pakan seperti pada batang

pisang akan berpengaruh terhadap kerja enzim mikroba dalam mencerna zat-zat

makanan di dalam rumen. Lignin berperan memperkuat struktur dinding sel

dengan mengikat selulosa dan hemiselulosa yang sulit dicerna oleh mikroba

rumen (Hasrida, 2011).

Batang pisang sebagai hasil samping yang diperoleh dari budidaya tanaman

pisang (Musa paradisiaca) memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan

sebagai bahan pakan sumber energi dalam sistem penyediaan ransum ternak

ruminan karena jumlah biomassa yang dihasilkan cukup banyak. Berdasarkan

hasil analisis kimia, batang pisang mengandung senyawa karbohidrat cukup baik,

terlihat dari kandungan serat kasarnya sebesar 21,61% dan bahan ekstrak tanpa

nitrogen (BETN) sebesar 59,03%. Namun dipihak lain, pemanfaatannya sebagai

komponen ransum ternak ruminan memiliki keterbatasan karena kadar air yang

cukup tinggi dengan kandungan protein yang rendah sehingga secara nutrisional

perlu upaya lebih lanjut untuk meningkatkan nilai manfaatnya (Dhalika dkk.,

2012).

Pengolahan pada batang pisang bertujuan untuk meningkatkan kualitas

kandungan gizi, kecernaan, dan palatabilitasnya. Pengolahan batang pisang juga

akan memperlama daya simpannya sebagai pakan, diantaranya adalah amoniasi,

dan fermentasi (Advena, 2014).

5
Silase

Produk hasil bioproses seperti silase dari bahan tunggal dengan kandungan

serat kasar tinggi umumnya masih memiliki nilai nutrisi yang relatif belum

mencukupi kebutuhan zat makanan untuk produksi domba yang maksimal,

sehingga dalam proses fermentasinya harus dilakukan pengkayaan (enrichment)

zat makanan untuk meningkatkan nilai manfaatnya (Dhalika dkk., 2011).

Pada prinsipnya silase tidak meningkatkan kandungan nutrisi pakan, tetapi

dapat mempertahankan nutrisi dan meningkatkan palatabilitas. Kedepan teknologi

silase menggunakan proses ensilase bukan saja menjadi alternatif penyimpanan

hijauan pakan namun paradigma ini menjadi lebih luas dengan upaya

meningkatkan kualitas silase dengan rekayasa bioproses anaerob menjadi ransum

lengkap (complete feed) (Sulaeman dkk., 2014). Berbeda dengan silase berbahan

baku tunggal seperti silase rumput atau jerami jagung, silase ransum komplit

mempunyai beberapa keuntungan diantaranya: 1) tersedianya substrat yang

mendukung terjadinya fermentasi yang baik, sehingga mempunyai tingkat

kegagalan yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan silase berbahan

tunggal. 2) mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak

(Lendrawati dkk., 2008).

Kualitas complete feed dapat ditentukan melalui cara pengolahannya.

Limbah sebagai complete feed dapat diolah lebih lanjut dalam upaya memperoleh

hasil dengan kandungan nutrien yang optimal yaitu salah satunya dengan

teknologi silase. Fermentasi dapat meningkatkan kualitas nutrisi bahan pakan,

karena pada proses fermentasi terjadi perubahan kimiawi senyawa organik

6
(karbohidrat, lemak, protein, serat kasar dan bahan organik lain) baik dalam

keadaan aerob maupun anaerob, melalui kerja enzim yang dihasilkan mikroba.

Selain itu pembuatannya tidak bergantung pada musim (Hapsari dkk., 2014).

Pembuatan silase ransum lengkap selain untuk pengawetan juga

dimaksudkan agar bahan baku pasca panen yang berkadar air tinggi langsung

dapat digunakan, sehingga secara aplikatif teknologi ini dapat memotong jalur

produksi pakan menjadi lebih singkat (Allaily dkk., 2011).

Keberhasilan proses pembuatan silase tergantung tiga faktor utama yaitu ada

tidaknya serta besarnya populasi bakteri asam laktat, sifat-sifat fisik dan kimiawi

bahan hijauan yang digunakan serta keadaan lingkungan. Penggunaan aditif dapat

membuat kualitas silase menjadi lebih baik. Tujuan pemberian aditif dalam

pembuatan silase antatra lain: mempercepat pembentukan asam laktat dan asetat

guna mencegah fermentasi berlebihan, mempercepat penurunan pH sehingga

mencegah terbentuknya fermentasi yang tidak dikehendaki, merupakan suplemen

untuk zat gizi dalam hijauan yang digunakan (Hapsari dkk., 2014).

Menurut Utomo (1999) bahwa karakteristik silase yang baik adalah :

1. Warna silase yang baik umumnya berwarna hijau kekuningan atau kecoklatan.

Sedangkan warna yang kurang baik adalah coklat tua atau kehitaman.

2. Bau, sebaiknya bau silase agak asam atau tidak tajam. Bebas dari bau amonia

dan bau H2S.

3. Tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas. Tidak menggumpal, tidak lembek dan

tidak berlendir.

7
4. Keasaman, kualitas silase yang baik mempunyai pH 4,5 atau lebih rendah dan

bebas jamur.

Pakan Lengkap

Pakan lengkap merupakan kumpulan bahan-bahan pakan termasuk hijauan

atau limbah pertanian dan konsentrat yang telah dihitung bagiannya, diproses dan

dicampur menjadi satu kesatuan (seragam), diberikan secara bebas pada ternak

ruminansia untuk memasok nutrien yang dibutuhkan oleh ternak. Keuntungan

pembuatan pakan lengkap antara lain meningkatkan efisiensi dalam pemberian

pakan dan menurunnya sisa pakan dalam palungan, hijauan yang palatabilitas

rendah setelah dicampur dengan konsentrat dapat mendorong meningkatnya

konsumsi, untuk membatasi konsumsi konsentrat (karena harga konsentrat

mahal), mudah dalam pencampuran antara konsentrat dan hijauan serta

memudahkan ternak menjadi kenyang (Paramita dkk., 2008).

Pakan lengkap merupakan teknik penyediaan pakan ruminansia yang paling

praktis dan efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Pakan lengkap kering

merupakan pakan siap saji yang sesuai standar gizi ternak karena proporsi

komponennya diformulasi sedemikian rupa untuk dapat memenuhi kebutuhan

ternak (Nuschati dkk., 2010).

Komposisi nutrisi complete feed untuk keperluan penggemukan dan

pembibitan berbeda, terutama pada kandungan protein kasar dan energi. Untuk

pakan penggemukan,kandungan protein kasar dan energinya lebih tinggi

dibandingkan untuk pembibitan. Komposisi nutrisi tersebut disesuaikan

kebutuhan masing-masing ternak dan juga pertimbangan harga. Harga pakan

8
untuk pembibitan harus lebih murah dari pakan untuk penggemukan, karena usaha

pembibitan waktunya lebih lama sehingga kalau biaya pakannya mahal, maka

kurang ekonomis (Wahyono dan Hardianto, 2004).

Pakan lengkap merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk

ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai satu-

satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi

tanpa tambahan substansi lain kecuali air. Semua bahan pakan tersebut, baik

hijauan maupun konsentrat dicampur menjadi satu (Purbowati dkk., 2007).

Bahan Pakan Penyusun Silase Pakan Lengkap

Dedak Padi

Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi atau sisa penumbukan

padi. Dedak padi berasal dari gabah. Gabah jika digiling akan menghasilkan beras

sebanyak 50-60%, sisanya menir 1-17%, sekam 20-25%, dedak 10-15% dan

bekatul 3%. Dedak merupakan sumber vitamin B dan disukai ternak. Kandungan

nutrisinya cukup baik, tetapi kandungan serat kasarnya agak tinggi. Dedak padi

mengandung protein kasar 11,9-13,4%, serat kasar 10-16%, TDN 70,5-81,5%,

energi metabolisme 2730 kkal/kg, dan mineral Ca 0,1% dan P 1,51%. Penggunaan

dedak padi dalam ransum sapi maksimum 40% total ransum (Ako, 2013).

Dedak padi dapat digunakan sebagai pakan konsentrat yang mengandung

energi dan disukai ternak. Dedak padi mempunyai kandungan gizi yaitu bahan

kering 86,5%, abu 8,7%, protein kasar 10,8%, serat kasar 11,5%, lemak 5,1%,

bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 50,4%, kalsium 0,2% dan phosfor 2,5% .

Pemberian dedak padi sebagai pakan penguat ternak ruminansia dapat

9
memberikan pertumbuhan yang baik, ternak cepat besar dan gemuk (Garsetiasih

dkk., 2003).

Komponen utama pada dedak padi adalah minyak, protein, karbohidrat dan

mineral. Kandungan minyak dedak yang relatif cukup besar dibandingkan

komponen kimia lainnya yaitu 19,97%. Hanya sedikit lebih rendah dibandingkan

dengan kandungan karbohidrat yaitu 22,04% (Hadipernata dkk., 2012).

Tepung Jagung

Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung

kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih

dianjurkan dibanding produk setengah jadi lainnya, karena tepung lebih tahan

disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya dengan zat gizi, dan lebih praktis

serta mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan. Jagung kuning maupun

putih dapat diolah menjadi tepung jagung, perbedaan produk hanya terletak pada

warna tepung yang dihasilkan. Selama proses pengolahan tepung jagung, cara

penanganan yang diterapkan oleh pekerja akan berdampak terhadap mutu jagung.

Cara-cara yang kasar, tidak bersih dan higienis akan menyebabkan penurunan

mutu dan tercemarnya jagung hasil olahan (Arief dkk., 2014).

Kandungan nutrisi tepung jagung terdiri atas kadar air 14,77%, abu 1,88%,

serat kasar 1,63%, lemak kasar 7,78%, protein kasar 7,35% dan bahan ekstrak

tanpa nitrogen (BETN) 81,35% (Umam dkk., 2014). Tepung jagung dimanfaatkan

sebagai pakan karena sumber energi yaitu 3370 Kkal/kg, protein berkisar 8-10%,

namun rendah kandungan lysine dan tryptophan, tepung jagung digunakan

sebagai sumber energi utama dan sumber xantofil (Kiay, 2014).

10
Tepung Kepala Udang

Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan berdasarkan pada dua hal, yaitu

jumlah dan mutunya. Limbah udang tersebut pada umumnya terdiri dari bagian

kepala, kulit ekor dan udang kecil disamping sedikit daging udang. Tepung

limbah udang mengandung semua asam amino essensial, juga sebagai sumber

asam amino aromatik seperti fenilalanin dan tirosin yang kandungannya lebih

tinggi daripada tepung ikan, lisin cukup tinggi yaitu 4,58% serta sumber asam

amino bersulfur (S) dengan kandungan metionin sebesar 1,26% (Padli, 2016).

Limbah udang mengandung protein 41,9 %, khitin 17,0 %, abu 29,2 % dan

lemak 4,5 % dari bahan kering. Kandungan protein yang cukup tinggi, limbah

kepala udang juga mengandung semua asam amino esensial terutama methionin

yang sering menjadi faktor pembatas pada protein nabati. Protein kepala udang

diikat oleh kitin dengan ikatan kovalen yang membentuk senyawa kompleks dan

stabil. Cara untuk meningkatkan kecernaan kepala udang yaitu dengan

menambahkan HCl dan dimasak pada tekanan tinggi. Penambahan HCI 6% dan

dimasak pada tekanan tinggi (100 kpa, kilo pressure cooker atmosfir) selama 45

menit dapat meningkatkan produksi dan efisiensi pakan pada pemberian 30%

dalam ransum (Mirwandhono dan Siregar, 2004).

Molases

Molases (tetes gula tebu) merupakan hasil ikutan penggilingan tebu untuk

dijadikan gula. Molases mengandung gula hingga 77% dan protein sebesar 3-4%

dengan TDN 54-75%. Tetes gula tebu berwarna coklat kemerahan, kalau dicicipi

11
terasa manis. Oleh karena itu, molases banyak digunakan pada pakan sapi untuk

menambah nafsu makan ternak (Ako, 2013).

Molases berbentuk cairan kental agak kekuning-kuningan. Molases dapat

diganti sebagai bahan pakan yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis

yang bisa memperbaiki aroma dan rasa pakan, keuntungan penggunaan molases

sebagai bahan pakan adalah kadar karbohidratnya yang tinggi, mineral, vitamin

yang cukup. Kandungan nutrisi molases yaitu bahan kering 67,5%, protein kasar

4%, lemak kasar 0,08%, serat kasar 0,38%, TDN 81%, fosfor 0,02% dan kalsium

1,5% (Wirihadinata, 2010).

Molases banyak mengandung karbohidrat sebagai sumber energi dan

mineral, baik mineral makro maupun mikro, sehingga dapat memacu

pertumbuhan mikroba di dalam rumen yang mengakibatkan ternak lebih mampu

mencerna serat kasar. Molases dapat memperbaiki formula menjadi lebih kompak,

mengandung energi yang cukup tinggi, dapat meningkatkan palatabilitas dan cita-

rasa serta meningkatkan aktivitas mikrobia di dalam rumen. Molases dapat pula

menyuplai energi dalam penggunaan urea, mengurangi sifat berdebu ransum dan

menutup sifat kurang palatable urea (Wiratama, 2010).

Urea

Urea adalah senyawa sintesis dengan kadar protein yang tinggi. Pada pakan

yang mengandung energi yang tinggi, urea dapat berfungsi sebagai sumber

nitrogen untuk sintesis protein oleh mikroba rumen (Ako, 2013).

Urea murni mengandung protein kasar sebanyak 291% (46,6×6,25). Urea

murni sukar disimpan karena mudah mencair. Agar urea dapat disimpan lama

12
maka dicampur dengan zat lain sehingga kadar nitrogennya turun menjadi 42%.

Kadar nitrogen urea makanan berkisar 42-45% setara dengan protein kasar 262-

281%. Urea sendiri tidak dapat menggantikan protein, urea dapat mensuplai

nitrogen amino tetapi bagian lain dari molekul protein harus memperoleh dari

sumber lain. Urea mengandung energi yang sangat rendah, sehingga

pemberiannya pada ruminansia harus disertai dengan pemberian bahan bahan

makanan yang kaya akan energi yang dikenal dengan RAC (Hanafi, 2004).

Urea yang diberikan di dalam pakan ruminansia, di dalam rumen akan

dipecah oleh enzim urease menjadi ammonium. Dimana ammonium bersama

mikroorganisme akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi.

Apabila urea berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan

diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan

dalam hati akan dibentuk kembali ammonium yang akhirnya disekresikan melalui

urine dan feses (Wirihadinata, 2010).

Mineral

Mineral berperan penting dalam proses fisiologis ternak, baik untuk

pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Beberapa unsur mineral berperan

penting dalam penyusunan struktur tubuh, baik untuk pertumbuhan maupun

pemeliharaan kesehatan. Beberapa unsur mineral berperan penting dalam

penyusunan tubuh, baik untuk perkembangan jaringan keras seperti tulang dan

gigi maupun jaringan lunak seerti hati, ginjal dan otak. Unsur mineral esensial

baik makro mupun mikro sangat dibutuhkan untuk proses fisiologis ternak,

13
terutama ternak ruminansia yang hampir seluruh hidupnya bergantung pada pakan

hijauan (Darmono, 2007).

Unsur mineral sangat dibutuhkan untuk proses fisiologis baik hewan

maupun manusia. Pemberian mineral yang tepat pada ternak berguna untuk

meningkatkan kekebalan tubuh, kinerja sistem reproduksi dan pertambahan berat

badan. Secara alami, mineral esensial makro dan mikro terdapat dalam tanaman

hijauan atau rumput pakan. Kadar mineral dalam pakan hijauan bergantung pada

beberapa faktor yaitu, jenis tanah, kondisi tanah dan adanya mineral lain yang

memiliki efek antagonis terhadap mineral tertentu yang dibutuhkan oleh ternak.

Dengan demikian, kandungan mineral akan berbeda pada tiap daerah tergantung

dengan iklim dan kondisi lingkungan. Kandungan mineral dalam pakan juga

bergantung pada mineral dalam tanah (Prastiwi, 2015).

Pengolahan Batang Pisang Sebagai Pakan

Kadar air yang tinggi pada batang pisang dapat menyebabkan cepat

mengalami pembusukan dan kerusakan sehingga dalam pemberiannya harus segar

dan cepat. Batang pisang harus diolah agar nutrisinya bagus dan awet, solusinya

yaitu menggunakan teknologi fermentasi batang pisang dan penambahan molases

yang dilakukan oleh Pirzan (2015) bahwa silase pakan komplit berbahan batang

pisang memiliki kualitas dan kandungan nutrisi (protein kasar dan NDF) yang

baik dengan lama penyimpanan selama 9 hari.

Santi dkk. (2012) yang melakukan penelitian untuk mengetahui kualitas dan

nilai kecernaan in vitro silase batang pisang dengan penambahan beberapa

akselerator dengan hasil penambahan molases sebanyak 10% menghasilkan silase

14
batang pisang yang dikategorikan berkualitas baik dilihat dari segi karakteristik

fisik, kimiawi maupun nilai kecernaan in vitro dan Lama ensilase optimal untuk

membuat silase batang pisang yaitu 21 hari. Keberhasilan proses fermentasi

anaerob (ensilase), diantaranya dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat terlarut

dan pengembangan kecocokan seperti penambahan bahan aditif, diantaranya

kelompok gula yaitu molasses (Bolsen, 1993).

Berikut hasil penelitian menggunakan metode fermentasi yang dilakukan

oleh Advena (2014) dengan menggunakan bahan batang pisang dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Fermentasi Batang Pisang Menggunakan Probiotik


Lama Inkubasi
Kandungan
Starbio Probiofeed
Nutrisi
15 hari 18 hari 21 hari 15 hari 18 hari 21 hari
Bahan Kering (%) 67,17 51,97 50,43 68,63 52,40 50,83
Protein Kasar (%) 10,20 12,22 12,95 10,16 12,15 12,86
Serat Kasar (%) 22,14 19,95 20,99 22,15 20,56 20,02
Sumber: Advena, 2014

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Advena (2014) menunjukkan bahwa

tidak terjadi interaksi antara jenis probiotik dan lama inkubasi pada fermentasi

batang pisang, begitu juga dengan faktor jenis probiotik tidak berpengaruh nyata,

namun lama inkubasi berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan kandungan

bahan kering, protein kasar dan serat kasar batang pisang fermentasi. Fermentasi

batang pisang dengan probiotik yang terbaik terjadi pada lama inkubasi 18 hari,

dengan kandungan bahan kering 52,18%, protein kasar 12,18% dan serat kasar

20,25%. Starbio dan Probiofeed dapat digunakan sebagai starter fermentasi pada

15
batang pisang untuk pakan ruminansia. Keunggulan dari pengolahan pakan

dengan starter fermentasi probiotik yaitu akan menghasilkan produk yang

memiliki kualitas nutrisi lebih baik hasil dari fermentasi, dan pakan tersebut juga

telah diperkaya oleh mikroba probiotik sehingga akan meningkatkan daya cerna

dan memperbaiki sistem pencernaan ternak (Advena, 2014).

Penelitian mengenai batang tanaman pisang juga dilakukan Dhalika dkk.

(2011) dengan menggunakan campuran batang pisang, umbi singkong dan biji

jagung yang difermentasi secara anaerob (ensilase) sebagai ransum lengkap

menunjukkan produk bioproses (ensilase) campuran 30% batang tanaman pisang,

35% umbi singkong dan 35% biji jagung menghasilkan nilai nutrisi yang baik

sebagai makanan lengkap untuk peningkatan produksi domba.

Kandungan Nutrisi Bahan Pakan

Protein Kasar

Protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen. Diketahui

bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 13-19%).

Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode Kjeldhal

yang melalui proses destruksi, destilasi, titrasi dan perhitungan. Dalam analisis ini

yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus dikalikan

dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya (Anonim, 2009).

Protein terdiri atas asam amino yang berfungsi sebagai penyusun tubuh.

Sapi membutuhkan pakan yang mengandung protein cukup baik. Protein dapat

diperoleh dari pakan hijauan, dedak dan biji-bijian. Tanaman leguminosa lebih

banyak kandungan protein daripada rumput. Kandungan protein daun lebih

16
banyak dibandingkan tangkainya. Pada waktu tanaman menjadi tua, kadar protein

dalam biji lebih banyak daripada bagian lainnya. Protein hewani merupakan zat

pakan terbesar (75–80% dari bahan kering), sedangkan sisanya adalah lemak,

karbohidrat dan mineral (Yulianto dan Suprianto, 2010).

Kebutuhan protein pada ruminansia hanya didasarkan pada kadar protein

kasar. Pengukuran protein kasar pada bahan pakan didasarkan pada suatu analisis

yang mengukur jumlah N di dalam bahan pakan tersebut. Hal ini disebabkan

keberadaan mikroba di dalam rumen yang mampu mendegradasi protein menjadi

ikatan-ikatan peptide dan gas methan (NH3), serta menyusunnya menjadi asam-

asam amino, baik esensial maupun non-esensial (Abidin, 2002).

Serat Kasar

Serat kasar terdiri dari polisakarida yang tidak larut (selulosa dan

hemiselulosa) serta lignin. Serat kasar tidak dapat dicerna oleh nonruminansia,

tetapi merupakan sumber energi mikroba rumen dan bahan pengisi lambung bagi

ternak ruminansia (Yulianto dan Suprianto, 2010).

Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak dapat larut dalam H2SO4

0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturut-turut dimasak dalam 30 menit. Serat

kasar mempunyai energi total yang besar akan tetapi akan dicerna tergantung pada

kemampuan bakteri pencerna makanan (Anggorodi, 1994).

Serat kasar ataupun senyawa-senyawa yang termasuk di dalam serat

mempunyai sifat kimia yang tidak larut dalam air, asam ataupun basa meskipun

dengan pemanasan atau hidrolisis. Bagi ternak ruminansia fraksi serat dalam

pakannya berfungsi sebagai sumber utama, dimana sebagian besar selulosa dan

17
hemiselulosa dari serat dapat dicerna oleh mikroba yang terdapat dalam sistem

pencernaannya. Ruminansia dapat mencerna serat dengan baik, dimana 70–80%

dari kebutuhan energinya berasal dari serat (Sitompul dan Martini, 2005).

Hipotesis

Lama inkubasi yang berbeda terhadap pakan lengkap berbahan utama

batang pisang akan mempengaruhi kandungan protein kasar dan serat kasarnya.

18
METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2016 yang

terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu inkubasi pakan lengkap dengan

bahan utama batang pisang di Laboratorium Nutrisi Ruminansia Fakultas

Peternakan Universitas Hasanuddin dan tahap kedua yaitu analisa kadar protein

kasar dan serat kasar di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah parang, silo (plastik

kedap udara), terpal, karung, isolasi, tali rapiah, gunting, amplop, label, spidol,

pensil, oven, timbangan dan desikator serta alat yang digunakan untuk analisis

protein kasar dan serat kasar.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah batang pisang, dedak padi,

tepung jagung, tepung kepala udang, molases, urea, mineral mix dan air serta

bahan kimia yang digunakan untuk analisis protein kasar dan serat kasar.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dan 4 ulangan berdasarkan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991). Adapun perlakuannya

sebagai berikut:

P0 : Pakan lengkap berbahan utama batang pisang tanpa disilase (kontrol)

P1 : Pakan lengkap berbahan utama batang pisang dengan lama inkubasi 7 hari

19
P2 : Pakan lengkap berbahan utama batang pisang dengan lama inkubasi 14

hari

P3 : Pakan lengkap berbahan utama batang pisang dengan lama inkubasi 21

hari

Pelaksanaan Penelitian

Adapun prosedur pembuatan silase pakan lengkap berbahan utama batang

pisang dapat dilihat pada Gambar 1.

Batang Pisang

Dicacah dan Bahan Pakan


Dilayukan Mencampur Pakan lainnya

Silo

Fermentasi
(7, 14, 21 hari)

Analisa Proksimat
(Protein Kasar dan Serat Kasar)

Gambar 1. Prosedur pembuatan silase pakan lengkap berbahan utama batang


pisang

20
Bahan utama yang digunakan yaitu batang tanaman pisang. Bagian yang

digunakan yaitu batang semu yang kulit luarnya telah dilepas dan juga

bonggolnya. Pertama-tama batang pisang dicacah 2-5 cm, selanjutnya dijemur

selama 3-7 hari. Mencampur bahan pakan yaitu dedak padi, tepung jagung, tepung

kepala udang, molasses, urea, mineral mix dan air dengan metode bertahap

selanjutnya dicampur merata sampai homogen. Lalu dimasukkan kedalam silo

atau plastik kedap udara dimana setiap silo berisi 3 kg pakan lengkap yang telah

dicampur dan ditutup secara rapat hingga tidak ada udara yang bebas masuk.

Kemudian disimpan ditempat yang teduh dalam kondisi anaerob sesuai dengan

waktu inkubasi yaitu 7, 14 dan 21 hari (P1, P2, P3). Kemudian mengambil 100

gram untuk setiap sampel dioven untuk menentukan kadar air dan bahan kering.

Komposisi bahan pakan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Bahan Pakan Untuk Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama
Batang Pisang
Bahan Pakan Komposisi (%) Protein Kasar (%)
a
Batang Pisang 50,00 2,41
Dedak Padib 25,00 2,49
c
Tepung Jagung 12,50 1,13
Tepung Kepala Udangd 5,00 2,27
Molases 5,00 0,42
Urea 1,50 4,31
Mineral Mix 1,00 -
Total 100,00 13,03
Sumber : a = Analisis Laboratorium Gizi Ruminansia dalam Hasrida (2011)
b = Wahyono dan Hardianto (2004)
c = Anggorodi (1995)
d = Poultry Indonesia (2007)

21
Kandungan nutrisi dari bahan pakan yang digunakan dalam pembuatan

silase pakan lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penyusun Pakan Lengkap


Berat Protein Lemak Serat TDN
Bahan Pakan
Kering (%) Kasar (%) Kasar (%) Kasar (%) (%)
a
Batang Pisang 8,62 4,81 2,75 27,73 -
Dedak Padib 91,267 9,96 2,32 18,513 55,521
Tepung Jagungc 12,00 9,00 4,00 2,00 -
Tepung Kepala Udangd 28 45,29 6,62 17,59 -
Molases 50,232 8,50 0,08 0,38 63,00
Urea 287,50 - - -
Mineral Mix - - - - -
Sumber : a = Analisis Laboratorium Gizi Ruminansia dalam Hasrida (2011)
b = Wahyono dan Hardianto (2004)
c = Anggorodi (1995)
d = Poultry Indonesia (2007)

Parameter yang Diukur

Parameter yang diukur adalah kadar protein kasar dan serat kasar. Berikut

Prosedur kerja dari analisis kadar protein kasar dan serat kasar menurut AOAC

(1992).

a. Protein Kasar

Kadar protein kasar dapat ditentukan dengan metode Kjeldahl. Metode ini

terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Mula-mula sampel

ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl. Kemudian

ditambahkan dengan 1 sendok teh takaran selenium mix dan ditambah dengan 25

mL H2SO4 pekat. Sampel dikocok hingga seluruh sampel terbasahi oleh H2SO4

kemudian didestruksi (dalam lemari asam) di atas alat pemanas hingga jernih

Setelah hasil destruksi didinginkan, kemudian diencerkan dengan aquades sampai

tanda garis (pengenceran b kali). H3BO3 2% sebanyak 10 ml dimasukkan

kedalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan dengan indikator metil merah

22
sebanyak 4 tetes. Memipet larutan sebanyak 10 ml ke dalam labu bulat, kemudian

dimasukkan dalam destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH 40 % serta aquades

sebanyak 100 ml. Alat destilasi dijalankan sampai larutan N mencapai 50 ml.

Kemudian larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH yang telah

distandarisasi dengan larutan H2SO4 0,0171 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan

perubahan warna dari merah menjadi hijau. Volume H2SO4 yang digunakan

untuk titrasi dicatat.

Hasil pengamatan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

b
Kadar Protein Kasar
berat sampel gram

Keterangan :

V = Volume titrasi cantoh

N = Normaliter larutan H2SO4

b = Faktor pengencer

b. Serat Kasar

Sampel ditimbang sebanyak kurang lebih 0,5 gram kemudian dimasukkan

ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml. Lalu 50 ml H2SO4 0,3 N ditambahkan

kemudian didihkan selama 30 menit. Setelah itu, 25 ml NaOH 1,5 N ditambahkan

kemudian didihkan lagi selama 30 menit. Penyaringan dilakukan dengan

menggunakan sintered glass dan pompa vakum. Sampel yang disaring dicuci

dengan menggunakan 50 ml aquades panas, 25 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml aquades

panas dan 10 ml alkohol 95%. Sampel dimasukkan dalam oven pada suhu 1050C

selama 12 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel

23
yang telah ditimbang dimasukkan dalam tanur selama 3 jam (serat kasar

merupakan kehilangan berat sesudah pengabuan).

Hasil pengamatan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Sampel setelah dioven sampel setelah ditanur


Kadar Serat Kasar
berat sampel gram

Analisis Data

Data yang diperoleh dari analisis laboratorium diolah secara statistik

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991), model

matematikanya digambarkan sebagai berikut :

Yij = µ + ɛi + τij,

i = 1, 2, 3, 4

j = 1, 2, 3, 4

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan dengan ulangan ke-j

µ = Nilai tengah populasi

ɛ = Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4)

τ = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j (j = 1, 2, 3, 4)

Apabila perlakuan berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji jarak berganda

Duncan (Gaspersz, 1991).

24
HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai rataan kandungan protein kasar dan serat kasar silase pakan lengkap

berbahan utama batang pisang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Nilai Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Silase Pakan
Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang
Parameter Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Protein Kasar (%) 11,21 ± 1,38 9,95 ± 0,58 10,57b± 0,71 11,01b± 0,28
Serat Kasar (%) 20,91a ± 2,10 21,52a ± 1,35 13,93b ± 0,95 14,68b ± 1,41
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata (P<0,05)
P0: Pakan lengkap berbahan utama batang pisang tanpa disilase (kontrol)
P1: Pakan lengkap berbahan utama batang pisang lama inkubasi 7 hari
P2: Pakan lengkap berbahan utama batang pisang lama inkubasi 14 hari
P3: Pakan lengkap berbahan utama batang pisang lama inkubasi 21 hari

Protein Kasar

Hasil analisis ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa lama inkubasi berbeda

tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein kasar silase pakan

lengkap berbahan utama batang pisang. Lama inkubasi yang dilakukan hingga 21

hari dapat mempertahankan kandungan protein kasar. Hal ini sesuai dengan

Pirzan (2015) yang menguji bahwa lama inkubasi menunjukkan perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap silase pakan lengkap berbahan dasar batang pisang

yang mengalami penurunan dari 10,0% (tanpa diinkubasi) menjadi 9,6 pada

inkubasi selama 9 hari. Menurut Jaelani dkk. (2014) kandungan protein dalam

silase tidak hanya dipengaruhi oleh lama penyimpanan silase tetapi juga

dipengaruhi oleh kadar air, kualitas bahan baku, kandungan protein pada bahan

baku serta tingkat keberhasilan pembuatan silase tersebut.

25
Lama inkubasi terhadap kandungan protein kasar tidak berpengaruh nyata

namun cenderung mengalami penurunan terutama yang terjadi pada P1.

Kandungan protein kasar (PK) selama inkubasi akan mengalami penurunan.

Penyebab terjadinya penurunan ini adalah karena adanya aktivitas

mikroorganisme dan larut dalam air (Muijs, 1983). Menurut Wallace dan Chesson

(1995), clostridia proteolitik akan menfermentasi asam amino menjadi bermacam-

macam produk termasuk amonia, amina dan asam organik yang mudah menguap.

Kandungan protein kasar pada minggu pertama fermentasi produk silase

pakan komplit berbahan batang pisang (P1) mengalami penurunan, kemungkinan

disebabkan oleh bakteri terutama clostridia yang aktif merombak protein dan

menghasilkan amonia (Pirzan, 2015). Bakteri ini terbagi dalam dua kelompok,

yaitu (1) yang memfermentasikan gula dan asam organik sebagaimana layaknya

bakteri penghasil asam laktat, dan (2) yang memfermentasikan asam-asam amino

bebas menjadi hasil akhir berupa amonia, amina-amina, asam lemak terbang yang

bernilai nutrisi rendah (Bolsen dan Sapienza, 1983). Noviadi dkk. (2012)

berpendapat bahwa adanya penurunan kandungan protein kasar pada produk

silase yang dilakukan pada daun singkong disebabkan oleh proses perubahan

kimiawi yang terjadi pada fase awal proses ensiling yaitu terurainya protein

menjadi asam amino, kemudian menjadi ammonia dan amina.

Kandungan protein kasar menurun pada P1, mulai meningkat pada P2 dan

P3 meskipun masih dibawah kandungan protein kasar pada P0. Menurut Sukara

dan Atmowidjoyo (1980) kandungan protein kasar setelah fermentasi sering

mengalami peningkatan disebabkan mikroba yang mempunyai pertumbuhan dan

26
perkembangbiakan yang baik, dapat mengubah lebih banyak komponen penyusun

yang berasal dari tubuh mikroba itu sendiri yang akan meningkatkan kandungan

protein kasar dari substrat. Menurut Anggorodi (1994) mikroba proteolitik mampu

menghasilkan enzim protease yang akan merombak protein. Perombakan protein

diubah menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptida sederhana, kemudian

peptida ini akan dirombak menjadi asam-asam amino. Asam-asam amino ini yang

akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri. Jumlah koloni

mikroba yang merupakan sumber protein sel tunggal menjadi meningkat selama

proses fermentasi.

Serat Kasar

Hasil analisis ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa lama inkubasi berbeda

berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kandungan serat kasar silase pakan lengkap

berbahan utama batang pisang. Uji Duncan menunjukkan bahwa kandungan serat

kasar pada perlakuan P2 dan P3 sangat nyata (P<0,01) lebih rendah bila

dibandingkan dengan perlakuan P0 dan P1.

Kandungan serat kasar yang rendah dihasilkan oleh P2 dan P3. Berdasarkan

hal tersebut terlihat bahwa terjadi penurunan kandungan serat kasar. Penurunan

kandungan serat kasar dari fermentasi pada silase pakan lengkap disebabkan

karena terjadinya penguraian yang dilakukan oleh mikroba. Dalam hal ini

inkubasi pada hari ke-14 proses fermentasi silase pakan lengkap berbahan utama

batang pisang telah mencapai titik optimal sehingga pada lama inkubasi 21 hari

tidak terjadi penurunan kandungan serat kasar, dengan demikian berarti mikroba

yang telah mencapai perkembangan yang optimal dengan substrat yang tersedia.

27
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Advena (2014), bahwa lama inkubasi silase

pakan lengkap menggunakan probiotik hasilnya menunjukkan terjadinya

penurunan kandungan serat kasar dari inkubasi selama 15 hari yaitu 22,14%

menjadi 21,00% pada inkubasi selama 21 hari dan menunjukkan perbedaan yang

nyata.

Hasil fermentasi dengan lama inkubasi 14 hari (P2) menunjukkan hasil yang

paling baik dimana proses ensilase telah mencapai titik optimal diantara perlakuan

lainnya. Thalib dkk. (2000) menjelaskan bahwa hasil fermentasi dengan bahan

jerami padi yang disimpan secara anaerobik selama 2 minggu telah memenuhi

kriteria sebagai silase yang bermutu baik. Bolsen dkk. (1996) menambahkan

bahwa proses silase akan komplit dalam waktu 7-14 hari untuk hijauan yang

kandungan airnya berkisar 55-75%.

Allaily dkk. (2011) yang menjelaskan bahwa lama penyimpanan sampai

minggu ketiga (21 hari) dapat meningkatkan total asam. Total asam semakin

meningkat dan nyata lebih tinggi pada penyimpanan minggu ketiga. Total asam

menurun pada minggu keempat karena BAL memasuki fase kematian, sehingga

jumlah total asam yang terbentuk juga menurun. Bakteri asam laktat akan

menghentikan pertumbuhannya akibat kehabisan gula untuk berlangsungnya

proses fermentasi. Kemungkinan bakteri telah memasuki fase stabil (stationary

phase). Pada fase ini jumlah bakteri cenderung konstan karena kandungan nutrien

pada substrat mulai berkurang. Bakteri mulai berkompetisi mempertahankan

hidup, ada yang mati dan ada yang tetap hidup dan tumbuh (Mutmainnah dkk.,

2015).

28
Apabila pertumbuhan mikroba telah mencapai fase stationer maka laju

pertumbuhan akan menurun akibat dari persediaan nutrisi yang berkurang dan

terjadi akumulasi zat-zat metabolik yang menghambat pertumbuhan, kemudian

laju pertumbuhan akan terus menurun sampai nilainya sama dengan nol (jumlah

sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati) dan selanjutnya total masa

sel akan konstan, dan jumlah sel yang hidup akan berkurang karena lisis sehingga

massa sel terus berkurang (Wang dkk., 1979).

Kadar serat kasar sangat berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan tanpa

fermentasi ini terjadi karena jumlah bakteri terutama bakteri asam laktat yang

terkandung pada perlakuan dapat mencerna serat kasar. Jumlah bakteri asam

laktat yang kecil, maka gula-gula sederhana yang dikonversi ke asam organik pun

lebih kecil, sehingga kemampuan asam organik dalam mendegradasi komponen

serat terutama selulosa dan hemiselulosa menjadi lebih kecil (Pratiwi dkk., 2015).

29
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

semakin lama inkubasi silase pakan lengkap berbahan utama batang pisang dapat

menurunkan serat kasar dan dapat mempertahankan protein kasar.

Saran

Dari hasil yang diperoleh, disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut

untuk melihat pengaruh pemberian silase pakan lengkap berbahan utama batang

pisang pada ternak (Pengujian secara in-vivo).

30
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Penerbit Agro Media Pustaka.


Jakarta.

Advena, D. 2014. Fermentasi batang pisang menggunakan probiotik dan lama


inkubasi berbeda terhadap perubahan kandungan bahan kering, protein
kasar dan serat kasar. Jurnal. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Tamansiswa. Padang.

Ako, A. 2013. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. Cetakan kedua Edisi Revisi.
Penerbit IPB Press. Bogor.

Allaily, N. Ramli dan R. Ridwan. 2011. Kualitas silase ransum komplit berbahan
baku pakan lokal. Agripet 11(2): 35-40.

Amilda, Y. 2014. Eksplorasi Tanaman Pisang Barangan (Musa acuminata) di


Kabupaten Aceh Timur. Tesis. Program Studi Magister Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan kelima. Penerbit PT.
Gramedia. Jakarta.

__________. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Penerbit PT. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

Anonim. 2009. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Tim Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB. CV Nutri Sejahtera. Bogor.

Arief, R.W., A. Yani, Asropi dan F. Dewi. 2014. Kajian pembuatan tepung jagung
dengan proses pengolahan yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional
“Inovasi Tteknologi Pertanian Spesifik Lokasi” Banjarbaru -7 Agustus
2014. Hlm. 611-618.

Association of Analytical Communities, 1992. Methods of the Assosiation of


Official Analitical Chemists. Published by the AOAC. Washington DC.

Bolsen, K.K. 1993. The use of aids to fermentation in silage productions. In Mc


Cullogh ME (rd) Fermentation of Silage–A Review, National Feed
Ingredients Association. Iowa.

Bolsen, K.K. dan D.A. Sapienza. 1983. Teknologi Silase (Penanaman,


Pembuatan, dan Pemberiannya pada Ternak). Terjemahan oleh R.B.S.
Martoyoedo. Pioner Fondaton for Asia and The Pasific.

31
Bolsen, K.K., G. Ashbell dan Z.G. Weinberg. 1996. Silage fermentation and
silage additives. Asian-Australasian Journal of Animal Science (AJAS)
2(5): 483-493.

Darmono. 2007. Penyakit defisiensi mineral pada ternak ruminansia dan upaya
pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian 26(3): 104-108.

Dhalika, T., A. Budiman, B. Ayuningsih dan Mansyur. 2011. Nilai nutrisi batang
pisang dari produk bioproses (ensilage) sebagai ransum lengkap. Jurnal
Ilmu Ternak 11(1): 17-23.

Dhalika, T., Mansyur dan A. Budiman. 2012. Evaluasi karbohidrat dan lemak
batang tanaman pisang (Musa paradisiaca) hasil fermentasi anaerob
dengan suplementasi nitrogen dan sulfur sebagai bahan pakan. Pastura
2(2): 97-101.

Garsetiasih, R., N.M. Heriyanto dan J. Atmaja. 2003. Pemanfaatan dedak padi
sebagai pakan tambahan rusa. Buletin Plasma Nutfah 9(2): 23-27.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. Armico. Bandung.

Hadipernata, M., W. Supartono dan M.A.F. Falah. 2012. Proses stabilisasi dedak
padi (Oryza sativa L) menggunakan radiasi far infra red (FIR) sebagai
bahan baku minyak pangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1(4): 103-
107.

Hanafi, N.D. 2004. Perlakuan silase dan amoniasi daun kelapa sawit sebagai
bahan baku pakan domba. USU Digital Library: 1-36.

Hapsari Y.T., W. Suryapratama, N. Hidayat dan E. Susanti. 2014. Pengaruh lama


pemeraman terhadap kandungan lemak kasar dan serat kasar silase
complete feed limbah rami. Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 102-109.

Hasrida. 2011. Pengaruh Dosis Urea dalam Amoniasi Batang Pisang terhadap
Degradasi Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Secara In
Vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.

Jaelani, A., A. Gunawan dan I. Asriani. 2014. Pengaruh lama penyimpanan silase
daun kelapa sawit terhadap kadar protein dan serat kasar. Ziraa’ah 39 1):
8-16

Kiay, M.Z. 2014. Level Penambahan Tepung Daun Lamtoro (Leucaena


leucocephala) dalam Ransum untuk Meningkatkan Kualitas Kuning Telur
Puyuh. Fakultas Peternakan Universitas Gorontalo. Gorontalo.

32
Lendrawati, M. Ridla dan N. Ramli. 2008. Kualitas fermentasi dan nutrisi silase
ransum komplit berbasis jagung, sawit dan ubi kayu in vitro. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008. Hlm. 212-219.

Mirwandhono, E. dan Z. Siregar. 2004. Pemanfaatan hidrolisat tepung kepala


udang dan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus
niger, Rhizhopus oligosporus dan Thricoderma viridae dalam ransum
ayam pedaging. USU Digital Library: 1-12.

Muijs, D. J. 1983. Ensilsing Elephant Grass at The BLPP-Batu Farm. Regional


Dairy Training Centre Technical Cooperation Project. Batu.

Mutmainah, S., A. Muktiani dan B.W.H.E. Prasetiyono. 2015. Kajian kualitas


nutrien silase total mixed ration berbahan dasar eceng gondok (Eichhornia
crassipes) yang diensilase dengan Lactobacillus plantarum. Buletin
Nutrisi dan makanan Ternak 11(1) : 19- 24.

Noviadi, R., A. Sofiana dan I. Panjaitan. 2012. Pengaruh penggunaan tepung


jagung dalam pembuatan silase limbah daun singkong terhadap perubahan
nutrisi, kecernaan bahan kering, protein kasar dan serat kasar pada kelinci
lokal. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 12(1): 6-12.

Nuschati, U., B. Utomo dan S. Prawirodiglo. 2010. Introduksi daun kering


leguminosa pohon sebagai sumber protein dalam pakan-komplit untuk
ternak domba dara. Caraka Tani XXV 1: 56-62.

Ongelina, S. 2013. Daya Hambat Ekstrak Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca
var. Raja) terhadap Polibakteri Ulser Recurrent Aphthous Stomatitis
(Penelitian Semi Eksperimental Laboratoris). Skripsi. Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Airlangga. Surabaya.

Padli, Y. 2016. Konsumsi Protein Kasar dan Serat Kasar Pelet Tongkol Jagung
yang Mengandung Bahan Pakan Sumber Protein Berbeda pada Kambing
Kacang Jantan. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Paramita. W.L., W.E. Susanto dan A.B. Yulianto. 2008. Konsumsi dan kecernaan
bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan lengkap ternak sapi
Peranakan Ongole. Media Kedokteran Hewan 24(1): 59-62.

Pirzan, A.W. 2015. Silase Pakan Komplit Berbahan Batang Pisang sebagai
Kambing Jantan Peranakan Ettawa. Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin. Makassar.

33
Poultry Indonesia. 2007. Limbah Udang Pengganti Tepung Ikan.
http://www.poultryindonesia.com/tag/riset/hal4.com. Diakses tanggal 11
Februari 2016.

Prastiwi, Y.W. 2015. Kadar Kalium dan Natrium dalam Darah pada Kejadian
Sapi Ambruk di Daerah Sleman, Grobogan dan Gunung Kidul. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Pratiwi, I., F. Fathul, dan Muhtarudin. 2015. Pengaruh penambahan berbagai


starter pada pembuatan silase ransum terhadap kadar serat kasar, lemak
kasar, kadar air, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen silase. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu 3(3): 116-120.

Purbowati, E., C.I. Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S. Budhi dan W. Lestariana. 2007.
Pengaruh pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda
pada penggemukan domba lokal jantan secara feedlot terhadap konversi
pakan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007. Hlm.
394-401.

Santi, R.K., D. Fatmasari, S.D. Widyawati, dan W.P.S. Suprayogi. 2012. Kualitas
dan Nilai Kecernaan In Vitro Silase Batang Pisang (Musa paradisiaca)
dengan Penambahan Beberapa Akselerator. Tropical Animal Husbandry
1(1):15-23.

Sitompul, S. dan Martini. 2005. Penetapan serat kasar dalam pakan tanpa
ekstraksi lemak. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional
Pertanian 2005. Hlm. 96-99.

Sukara, E dan E. T. Atmowidjojo. 1980. Pemanfaatan ubi kayu untuk produksi


enzim amylase, optimalisasi nutrisi untuk fermentasi substrat cair dengan
menggunakan kapang Rhizopus sp. Prosiding Seminar Nasional UPT-EEP.
Hlm. 506-507.

Sulaeman, E., D.S. Tasripin dan U.H. Tanuwiria. 2014. Pengaruh pemberian
silase biomassa jagung terhadap produksi susu dan produksi 4% fCM pada
sapi perah. Jurnal. Universitas Padjadjaran. Bandung.

Thalib, A., J. Bestari, Y. Widiawati, H. Hamid dan D. Suherman. 2000. Pengaruh


perlakuan silase jerami padi dengan mikroba rumen kerbau terhadap daya
cerna dan ekosistem rumen sapi. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5(1):
276-281.

Umam, S., N.P. Indriani dan A. Budiman. 2014. Pengaruh tingkat penggunaan
tepung jagung sebagai aditif pada silase rumput gajah (Pennisetum
purpureum) terhadap asam laktat, NH3 dan pH. Jurnal. Fakultas
Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.

34
Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wahyono, D.E. dan R. Hardianto. 2004. Pemanfaatan sumber daya pakan lokal
untuk pengembangan usaha sapi potong. Lokakarya Nasional Sapi Potong
Grati, Pasuruan. Hlm. 66-76.

Wallace, J. dan A. Chesson. 1995. Biotechnology in Animal Fedds and Animal


Feeding. Nutrition Division Rowett Research Institute Bucksburn.
Aberdeen.

Wang, D.J.C., C.L. Cooney., A.L. Deman., A.E. Numphrey dan M.D. Lilly. 1979.
Fermentation and Enzyme Technology. John Willey and Sons, Inc. New
York.

Wiratama, M.A. 2010. Pengaruh Penggunaan Fermented Mother Liquor dalam


Urea Molases Blok Terhadap Kecernaan Nutrien Ransum Sapi Peranakan
Friesian Holstein Dara. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.

Wirihadinata, M.T. 2010. Penggunaan Hasil Samping Kelapa Sawit yang


Disuplementasi Hidrolisat Bulu Ayam dan Mineral Esensial dalam Pakan
Sapi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Yulianto, P. dan C. Suprianto. 2010. Pembesaran Sapi potong Secara Intensif.


Penerbit Swadaya. Jakarta.

35
Lampiran 1. Rataan Hasil Analisa Kandungan Protein Kasar Silase Pakan
Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca)
dengan Lama Inkubasi yang Berbeda

Perlakuan
Ulangan P0 P1 P2 P3
U1 12.83 9.39 11.04 11.36
U2 11.34 9.86 11.31 10.96
U3 11.23 10.76 10.06 11.04
U4 9.46 9.78 9.87 10.67
JUMLAH 44.85 39.79 42.28 44.03
RATAAN 11.21 9.95 10.57 11.01
Keterangan : Rataan kandungan protein kasar pada perlakuan P0 (Pakan lengkap
berbahan utama batang pisang tanpa disilase (kontrol)), P1 (Pakan
lengkap berbahan utama batang pisang lama inkubasi 7 hari), P2 (Pakan
lengkap berbahan utama batang pisang lama inkubasi 14 hari) dan P3
(Pakan lengkap berbahan utama batang pisang lama inkubasi 21 hari)

Lampiran 2. Rataan Hasil Analisa Kandungan Serat Kasar Silase Pakan


Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca)
dengan Lama Inkubasi yang Berbeda

Perlakuan
Ulangan P0 P1 P2 P3
U1 18.10 22.61 14.65 13.18
U2 20.67 22.74 13.91 13.84
U3 21.81 20.19 14.56 16.20
U4 23.05 20.52 12.59 15.52
JUMLAH 83.63 86.07 55.71 58.73
RATAAN 20.91 21.52 13.93 14.68
Keterangan : Rataan kandungan protein kasar pada perlakuan P0 (Pakan lengkap
berbahan utama batang pisang tanpa disilase (kontrol)), P1 (Pakan
lengkap berbahan utama batang pisang lama inkubasi 7 hari), P2 (Pakan
lengkap berbahan utama batang pisang lama inkubasi 14 hari) dan P3
(Pakan lengkap berbahan utama batang pisang lama inkubasi 21 hari)

36
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Kandungan Protein Kasar Silase Pakan
Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca)
dengan Lama Inkubasi yang Berbeda

Descriptives
95%
Confidence
Interval for
Mean
Std. Std. Lower Upper
N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum
P0 4 11.2122 1.37895 .68947 9.0180 13.4064 9.46 12.83
P1 4 9.9466 .57687 .28844 9.0287 10.8646 9.39 10.76
P2 4 10.5702 .71218 .35609 9.4370 11.7034 9.87 11.31
P3 4 11.0081 .28327 .14164 10.5573 11.4589 10.67 11.36
Total 16 10.6843 .90288 .22572 10.2032 11.1654 9.39 12.83

Test of Homogeneity of Variances


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.318 3 12 .314

Anova
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 3.763 3 1.254 1.778 .205
Within Groups 8.465 12 .705
Total 12.228 15

37
Post Hoc Test

Multiple Comparisons
95%
Mean Confidence
(I) (J) Std.
Difference Sig. Interval
perlakuan perlakuan Error
(I-J) Lower Upper
Bound Bound
2 1.26555 0.5939 0.054 -0.0284 2.5595
1 3 0.642 0.5939 0.301 -0.652 1.936
4 0.2041 0.5939 0.737 -1.0899 1.4981
1 -1.26555 0.5939 0.054 -2.5595 0.0284
2 3 -0.62355 0.5939 0.314 -1.9175 0.6704
4 -1.06145 0.5939 0.099 -2.3554 0.2325
LSD
1 -0.642 0.5939 0.301 -1.936 0.652
3 2 0.62355 0.5939 0.314 -0.6704 1.9175
4 -0.4379 0.5939 0.475 -1.7319 0.8561
1 -0.2041 0.5939 0.737 -1.4981 1.0899
4 2 1.06145 0.5939 0.099 -0.2325 2.3554
3 0.4379 0.5939 0.475 -0.8561 1.7319

Homogenous subsets
Subset for alpha
= 0.05
Perlakuan N 1
a
Duncan P1 4 9.9466
P2 4 10.5702
P3 4 11.0081
P0 4 11.2122
Sig. .071
Means for groups in homogenous subsets are displayed
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000

38
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Kandungan Serat Kasar Silase Pakan
Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca)
dengan Lama Inkubasi yang Berbeda

Descriptives
95%
Confidence
Interval for
Mean
Std. Std. Lower Upper
N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum
P0 4 20.9065 2.10808 1.05404 17.5520 24.2609 18.10 23.05
P1 4 21.5174 1.34845 .67423 19.3717 23.6631 20.19 22.74
P2 4 13.9285 .94797 .47398 12.4201 15.4370 12.59 14.65
P3 4 14.6823 1.41006 .70503 12.4385 16.9260 13.18 16.20
Total 16 17.7587 3.83085 .95771 15.7173 19.8000 12.59 23.05

Test of Homogeneity of Variances


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.064 3 12 .401

Anova
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Between Groups 192.684 3 64.228 28.080 .000
Within Groups 27.448 12 2.287
Total 220.131 15

39
Post Hoc Test

Multiple Comparisons
95%
Mean Confidence
(I) (J) Std.
Difference Sig. Interval
perlakuan perlakuan Error
(I-J) Lower Upper
Bound Bound
2 -0.6109 1.06942 0.578 -2.941 1.7192
1 3 6.97795* 1.06942 0 4.6479 9.308
4 6.22422* 1.06942 0 3.8942 8.5543
1 0.6109 1.06942 0.578 -1.7192 2.941
2 3 7.58885* 1.06942 0 5.2588 9.9189
4 6.83512* 1.06942 0 4.5051 9.1652
LSD
1 -6.97795* 1.06942 0 -9.308 -4.6479
3 2 -7.58885* 1.06942 0 -9.9189 -5.2588
4 -0.75373 1.06942 0.494 -3.0838 1.5763
1 -6.22422* 1.06942 0 -8.5543 -3.8942
4 2 -6.83512* 1.06942 0 -9.1652 -4.5051
3 0.75373 1.06942 0.494 -1.5763 3.0838

Homogeneous Subsets
Subset for alpha
= 0.05
Perlakuan N 1 2
a
Duncan P2 4 13.9285
P3 4 14.6823
P0 4 20.9065
P1 4 21.5174
Sig. .494 .578
Means for groups in homogenous subsets are displayed
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000

40
Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Proses pencacahan dan penjemuran batang pisang

Bahan pakan penyusun silase pakan lengkap

Proses Fermentasi

41
Pencampuran bahan pakan

Pengamatan sampel

Analisis laboratorium

42
RIWAYAT HIDUP

Andi Sukma Indah, lahir pada tanggal 26 September 1994

di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan sebagai anak kedua

dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Drs. Darwin A.M.

dan Ibu Dra. Nurhayati B. Jenjang pendidikan formal yang

pernah ditempuh adalah SD Inpres Pai 2 di Makassar pada

tahun 2000 sampai tahun 2006. Pada tahun yang sama melanjutkan di SMPN 14

Makassar, lulus tahun 2009 dan melanjutkan di SMA Negeri 7 Makassar, lulus

pada tahun 2012. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA, pada tahun 2012

penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur SNMPTN Tertulis di

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Selama menjadi

mahasiswa penulis sempat menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan

Makanan Ternak (HUMANIKA UNHAS) dan sebagai Asisten Praktikum Ilmu

Nutrisi Ternak Fakultas Peternakan.

Anda mungkin juga menyukai