Anda di halaman 1dari 14

MODEL JEJARING KAUSALITAS TB ANAK

(STUDI KASUS DI KABUPATEN BANYUMAS)

M. Choiroel Anwar1)

Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang,


Jl. Raya Baturaden KM 12 Purwokerto, Indonesia

Abstrak
Faktor yang mempengaruhi kejadian TB anak sangat komplek dan merupakan sesuatu jejaring sebab akibat.
Tujuan penelitian adalah mengetahui prevalensi TB anak pada anak yang tinggal serumah dengan penderita BTA
positip, mengembangkan model jejaring kausalitas penularan, serta mengetahui hubungan kausal antar faktor
risikonya. Jenis penelitian observasional dengan rancangan crossectional. Populasi adalah anak umur kurang 15
tahun yang tinggal serumah dengan penderita TB paru BTA positip. Jumlah sampel 195 anak. Cara mengukur TB
anak dengan melakukan tes tuberkulin dan diagnosis kemudian dihitung skornya, sedangkan variabel laten potensi
penularan penderita BTA positip, sosial ekonomi, risiko perilaku, kondisi rumah, lingkungan dan kerentanan anak
dengan wawancara dan observasi terhadap variabel indikator. Analisis data menggunakan Structural Equation
Modelling (SEM). Analisis model pengukuran dengan confirmatory factor analysis(CFA) untuk mengetahui
kesesuaian variable indikator dalam menjelaskan variable latennya diketahui bahwa model layak ataupun cocok
(Fit). Hasil analisis Structural Model dengan regression weighs untuk melihat hubungan kausal antar variabel laten
dapat diketahui dari 12 hipotesis yang diajukan terdapat 9 hipotesis terbukti yakni terdapat hubungan Timbal balik
antara kejadian TB paru positip dengan sosial ekonomi, ada pengaruh sosial ekonomi terhadap kondisi
perumahan, kondisi lingkungan rumah, perilaku. Ada pengaruh potensi penularan penderita BTA positip, perilaku,
kondisi lingkungan, kerentanan anak, sosial ekonomi terhadap kejadian TB anak. Prevalensi TB anak pada
keluarga penderita TB BTA positip : 39 %. Model dinyatakan sesuai (fit) dan terdapat 9 hipotesis terbukti. Implikasi
penelitian adalah masalah Tb anak tidak dapat hanya diselesaikan dengan pengobatan penderita saja tetapi juga
perlu diperhatikan semua dimensi jejaring penularan yang telah diteliti pada penelitian ini.

Kata kunci : Prevalensi, Jejaring, TB Anak dan SEM

Abstract
Factors that affecting the incidence of TB to children is very complex and it is a networking infolving
multidisiplinary factors and sectors. The purpose of this study is to determine the prevalence of TB in children's who
live at home with smear-positive patients later developed a causal model of TB transmission networks proper child
(fit) and determine the causal relationship between risk factors. This type of research is observational with cross
sectional design. The population is children aged less than 15 years old who live with smear positive pulmonary TB
patients. The number of samples were195 children. How to measure TB children with tuberculin test and diagnosis
were then calculated the scores, while the latent variable transmission potential of smear positive patients,
socioeconomic, behavioral risk, housing conditions, the environment and the vulnerability of children with
interviews and observations of the indicator variable. Data analysis using Structural Equation Modeling (SEM).
The prevalence TB in children from TB BTA (+) patients’ family were 39%. The results of the analysis of the
measurement model with confirmatory factor analysis (CFA) to determine the suitability of the indicator variables
in explaining the latent variable is known that the model worthy or fit (Fit). The causality between latent variables
can be known from 12 proposed of the hypothesis that consist of 9 hypothesis which proved that there is a
relationship between the incidence reciprocity pulmonary tuberculosis with positive socio-economic. There is a
significant effect of socio-economic to the housing conditions of the respondents, respondents home environment,
the behavior of respondents. There is a significant effect of potential infectious smear positive patients, respondent
behavior, condition of child home environment, children vulnerably, social economy on the incidence of pulmonary
tuberculosis of children. The prevalence child TB positive is 39 %. Model were said appropriate (fit) and there are
9 proven hypothesis out of 12 proposed hypothesis. The implication of this research is TB eradication should not
only merely focusen on the individual factors of patient but it should cover all dimension of multicaution
transmision network found in this research.

Keywords : Prevalence, Networking, Child TB, SEM and ANP

1)
Email : choirul1960@gmail.com Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 43
I. LATAR BELAKANG kasus(DOTS)11 dan kegagalan pengobatan akan
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah suatu menyebabkan adanya penularan aktif kepada
penyakit yang sudah lama dikenal, tetapi saat ini ‘population at risk’ terutama anak anak yang akan
bangkit kembali menjadi penyakit yang menumbuhkan cohort baru.
menyebabkan epidemi global (re-emerging disease) TB anak tidak pernah tergantung hanya kepada
di negara maju, sedangkan di Indonesia merupakan sebuah faktor penyebab melainkan dipengaruhi oleh
penyakit Emerging infectious disease. Sepertiga dari sejumlah faktor dalam rangkaian proses sebab akibat
populasi total dunia (sekitar 2 milyar orang) dimana faktor risiko banyak yang bersifat laten atau
terinfeksi TB dan setiap kasus merupakan faktor untuk mengukurnya dibutuhkan variabel indikator,
risiko penyakit TB karena jika tidak diobati dengan maka diperlukan model yang dapat
tepat, setiap kasus TB aktif akan menginfeksi 10 menggambarkannya dan menganalisis kekuatan dari
hingga 15 orang setiap tahun1. faktor-faktor tersebut secara simultan dan akhirnya
World Health Organization (WHO) dalam Global dapat ditentukan prioritas masalah 12-, 22. Dengan kata
Report tahun 2012 melaporkan, Indonesia lain, diperlukan pendekatan baru terhadap analisis
menempati peringkat ke-4 negara insidensi TB kejadian TB anak yang berbasis komunitas, bersifat
tertinggi di dunia dengan jumlah kasus sebanyak 0,37 kompleks dan mendasar.
– 0,542-4. Dari insiden TB secara global dilaporkan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat
sekurang-kurangnya 500.000 penderita adalah anak- dirumuskan masalah penelitian adalah bagaimanakah
anak usia <15 tahun dan 70.000 anak meninggal model jejaring kausalitas penularan TB anak yang
setiap tahun akibat TB atau sekitar 200 anak cocok/sesuai (fit) dengan masalah yang ada dan
meninggal setiap hari5. adakah hubungan kausal antara berbagai variabel
Proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus laten yang mempengaruhinya.
TB yang ternotifikasi di Indonesia dalam program TB Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini
pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi adalah mengetahui prevalensi TB anak pada anak
8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 20123. yang tinggal serumah dengan penderita BTA positip
Proporsi TB anak di Kabupaten Banyumas bersumber dan mengembangkan model jejaring kausalitas
laporan program TB paru adalah 20 % dari seluruh penularannya yang cocok/sesuai(fit) dengan masalah
kasus TB lebih tinggi dari angka nasional dengan yang ada serta mengetahui hubungan kausal antara
proporsi anak usia Balita : 11.74 % dan usia 5 – 14 berbagai faktor risikonya.
Th : 7.79 %, sedangkan proporsi menurut jenis
kelamin terdiri dari laki-laki 54 % dan perempuan 46 II. METODE PENELITIAN
%6. A. Desain Penelitian
Tuberkulosis anak merupakan masalah kesehatan Menurut cara pendekatannya penelitian ini
penting di negara-negara berkembang karena jumlah termasuk penelitian Crossectional yang
anak usia kurang dari 15 tahun adalah 40−50% dari bermaksud memotret hubungan variabel
jumlah seluruh populasi 6-8. Angka kesakitan independen dan dependen secara simultan.
tuberkulosis anak merupakan parameter berhasil Penggunaan desain Crossectional dikarenakan
tidaknya pemberantasan tuberkulosis di suatu daerah sesuai dengan masalah yang ada dan metoda
karena sumber penularan berasal dari penderita TB penelitan terbaik adalah tergantung dari
paru BTA positif dewasa. TB dewasa 90 % masalahnya44-49.
merupakan reaktivasi tuberkulosis anak(endogeneous B. Populasi dan Sampel
reinfection), dengan demikian tuberkulosis anak akan Populasi adalah anak usia kurang dari 15
merupakan titik tolak sumber penularan dan TB tahun yang hidup bersama dengan penderita TB
manifest di hari kemudian 5. Paru BTA(+) sedang sampel adalah anak yang
Proses kejadian penyakit Tb anak di masyarakat tinggal serumah dengan penderita TB Paru BTA
sangat kompleks dan melibatkan banyak variabel positip.
dimana berbagai variabel tersebut dikenal sebagai Besar Sampel untuk analisis dengan SEM
faktor risiko. Berbagai faktor risiko dalam membutuhkan sampel paling sedikit 5 kali jumlah
mempengaruhi kejadian TB anak saling berkaitan variable indikator yang dibutuhkan 18- 22. Jumlah
satu sama lain dan identifikasi faktor risiko indikator 23 buah, maka jumlah sampel yang
menentukan keberhasilan pengendaliannya9. digunakan dalam penelitian adalah 184 responden
Kebijakan memerlukan evidence yang dikenal (8 X 23) ditambah sampel cadangan 11 anak =
sebagai evidence based policy, kalau evidence yang 195 anak.
di lakukan kurang tepat, maka akan menyebabkan C. Bahan dan Alat
policy yang tidak tepat pula9,10. Kompleksitas peran Data primer untuk membuat model penularan
faktor risiko mengindikasikan bahwa kebijakan TB anak pada penelitian ini berupa data tentang
pengendalian TB dan evidences harus status terinfeksinya anak terhadap TB dengan
memperhatikan kompleksitas penularan TB pada melakukan tes tuberkulin serta mendiagnosa
masyarakat. Namun demikian kebijakan gejala klinisnya kemudian dibuat skor5,50.
pengendalian Tb hanya berfokus pada pengobatan Sedangan kondisi soial ekonomi, kondisi rumah

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 44


tinggal, kondisi lingkungan, perilaku penderita Model pengukuran adalah bagian dari
BTA (+) dan kerentanan anak diperoleh dengan model yang diteliti dimana dalam analisis
wawancara menggunakan kuesioner dan dengan SEM terdiri atas sebuah variabel laten
observasi51,52. (konstruk) dan beberapa variabel manifest
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, (indikator) yang menjelaskan variable laten
lux meter, meteran, dan hygrometer. Sedangkan tersebut. Tujuan pengujian adalah untuk
alat-alat yang dibutuhkan untuk uji Tuberkulin mengetahui seberapa tepat variable-variabel
meliputi semprit tuberkulin (spuit 1 CC) , Jarum indikator tersebut dapat menjelaskan variable
suntik no. 26 atau 27 dan tuberkulin. laten atau konstruk yang ada.
D. Analisis data Dari hasil estimasi model pengukuran,
Model yang digunakan dalam penelitian ini maka diperoleh hasil bahwa terdapat 1
adalah model kausalitas atau hubungan pengaruh. indikator(Indikator X63) tidak valid agar
Untuk menguji hipotesis yang diajukan maka model memenuhi asumsi yang diperlukan.
teknik analisis data menggunakan SEM (Stuctural Dengan mengeluarkan indikator tersebut,
Equation Modeling) yang dioperasikan melalui maka model menjadi memenuhi asumsi yang
program AMOS 18. Permodelan penelitian diperlukan, di antaranya adalah p-value
melalui SEM memungkinkan seorang peneliti sebesar 0,098 > 0,05 dan RMSEA sebesar
dapat menjawab pertanyaan penelitian yang 0,026 <0,08 atau 0,05. Parameter yang lain
bersifat dimensional (yaitu mengukur apa juga relatif memenuhi syarat yaitu sebagai
indikator dari sebuah konsep) dan regresif berikut:
(mengukur pengaruh atau derajad hubungan Tabel 3 Goodness of Fit Indices
antara faktor yang telah diidentifikasikan Goodness of
dimensinya)18-22,53. Cut-off Value Estimasi Ket
fit index
Chi-square (χ2 Diharapkan 242,281 Good
III.HASIL PENELITIAN kecil
Significance ≥ 0,05 0,098 Good
A. Infeksi TB Paru pada anak probability
Tabel 1 Hasil Tes Tuberkulin
RMSEA ≤ 0,08 0,026 Good
No Luas Indurasi (mm) Jumlah %
1 <1 36 33,08 GFI ≥ 0,90 0,891 Marjinal
2 1–5 30 17,09
AGFI ≥ 0,90 0,861 Marjinal
3 5 – 10 35 20,00
4 10 – 15 39 21,00 CMIN/DF ≤ 3,00 1,127 Good
5 .> 15 55 7,20 TLI ≥ 0,90 0,892 Marjinal
Jumlah 195 100,00 CFI ≥ 0,90 0,908 Good
Sesuai dengan kriteria bahwa dinyatakan
positip apabila luas indurasi lebih dari 15 mm, Persyaratan lain, seperti jumlah sampel,
maka dari tabel diatas terlihat bahwa subyek asumsi normalitas, outliers atau
dinyatakan positip tuberkulin berjumlah 55 anak multikolineritas telah memenuhi syarat,
(28, 2%), dinyatakan ragu-ragu (10 – 15 mm) : 39 sehingga model dapat diinterpretasikan dan
anak (20%). dinyatakan fit.
Dari hasil tes tuberkulin tersebut dan 2. Hasil Uji Model Struktural
pemeriksaan terhadap status gizi, serta tanda- Setelah estimasi yang diperoleh dari model
tanda lain didapatkan skor total seperti tabel pengukuran diketahi bahwa model pengukuran
sebagai berikut : memiliki kesesuaian model, serta konstruk
Tabel 2. Hasil diagnosa TB Anak berdasakan yang digunakan memiliki reliabilitas dan
jumlah Skor validitas yang baik maka selanjutnya
No Total Skor Jumlah Persen dilakukan analisis atas model stuktural yang
1 TB Anak (Skor >6) 76 39,0 diajukan.
2 Tidak Sakit (Skor <6) 119 61,0 Pengujian hipotesis dilakukan melalui
pengamatan terhadap nilai C.R. atupun p dari
Jumlah 195 100,0
regression weight. Hipotesis diterima jika p
bernilai di bawah 0,10 (10%). Penggunaan α :
Dari tabel terlihat yang menderita TB anak 10 % dikarenakan model yang relatif rumit,
berdasarkan hasil skoring : 39 % anak . parameternya relatif luas serta skala
B. Hasil Analisis dengan Structural Equation pengukurannya juga sangat bervariasi. Dengan
Modelling (SEM) demikian digunakan toleransi sebesar 10%
1. Hasil Uji Model Pengukuran yang lebih longgar, selain itu belum pernah
dilakukan penelitian serupa untuk daerah yang

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 45


sama. Hasil pengujian Structural Equation memenuhi syarat < 0,05. Dengan
Model yang terdapat pada Tabel di bawah demikian dapat disimpulkan bahwa
untuk menelaah lebih lanjut untuk menerima hipotesis terbukti, yaitu variabel sosial
atau menolak hipotesis yang terdapat dalam ekonomi ber-berpengaruh terhadap
penelitian perilaku berisiko.
Hasil uji hubungan timbal balik (korelasi) 2) Variabel sosial ekonomi dengan
antara variabel potensi menular penderita kondisi rumah menghasilkan nilai p =
BTA positip (X1) dan sosialekonomi (X2) 0,076 memenuhi syarat < 0,010.
terdapat pada output sebagai berikut Dengan demikian dapat disimpulkan
Tabel 4. hubungan timbal balik antara variabel bahwa hipotesis terbukti, yaitu variabel
X1 dan X2 sosial ekonomi ber-berpengaruh
Estimate S.E. C.R. P Label terhadap kondisi rumah tinggal.
3) Variabel sosial ekonomi dengan
X1 <-->X2 .381 .082 4.664 *** par_19 kondisi lingkungan rumah
Sedangkan hasil uji pengaruh (regression menghasilkan nilai p = 0,02 memenuhi
Weigh) antar variabel independen dan antara syarat < 0,05. Dengan demikian dapat
variabel independen terhadap variabel disimpulkan bahwa hipotesis terbukti,
dependen dapat terlihat pada tabel berikut : yaitu variabel sosial ekonomi
Tabel 5. Hasil analisis dengan Regression berberpengaruh terhadap lingkungan
Weights rumah.
Estimate S.E. C.R. P Label 4) Variabel sosial ekonomi dengan
kerentanan anak menghasilkan nilai p
X4 <---X2 .136 .077 1.773 .076 par_18 = .325 tidak memenuhi syarat >0,05.
X5 <---X2 .341 .112 3.048 .002 par_20 Dengan demikian dapat disimpulkan
X3 <---X2 .506 .116 4.363 *** par_22 bahwa hipotesis tidak terbukti, yaitu
X6 <---X2 -.085 .086 -.985 .325 par_21 variabel sosial ekonomi tidak
berberpengaruh terhadap kerentanan
X5 <---X4 .217 .321 .676 .499 par_23 anak.
X6 <---X3 .025 .075 .340 .734 par_26 5) Variabel sosial ekonomi dengan
Y <---X1 .057 .033 1.717 .086 par_16 kejadian TB anak diperoleh nilai p =
Y <---X2 .081 .046 1.764 .078 par_32 0,078 memenuhi syarat < 0,010.
Dengan demikian dapat disimpulkan
Y <---X3 .071 .041 1.723 .085 par_25 bahwa hipotesis terbukti, yaitu variabel
Y <---X5 .118 .038 3.111 .002 par_27 sosial ekonomi berpengaruh terhadap
Y <---X6 .094 .045 2.075 .038 par_29 kejadian TB anak
c. Terdapat pengaruh adanya potensi menular
Dari tabel hasil uji hipotesis yang terdapat penderita BTA positip terhadap kondisi
pada tabel 5.29 dan 5.30 diatas, dapat rumah tinggal dan kejadian TB anak.
diketahui dari 12 hipotesis yang diajukan Hasil pengujian parameter estimasi antara
terdapat 9 hipotesis terbukti dan 3 hipotesis potensi menular penpenderita TB paru
tidak terbukti. BTA positip dengan kejadian TB anak
a. Terdapat hubungan Timbal balik antara menghasilkan nilai p = 0,086 memenuhi
potensi menular penderita TB Paru BTA syarat < 0,010. Dengan demikian dapat
positip dengan sosial ekonomi. disimpulkan bahwa hipotesis terbukti,
Hasil uji korelasi pada table 5.29 diperoleh yaitu variabel penderita TB paru BTA
nilai p = 0,001 lebih kecil dari 0,05. positip berpengaruh terhadap kejadian TB
Dengan demikian dapat disimpulkan anak
bahwa hipotesis terbukti, yaitu terdapat d. Terdapat pengaruh kondisi rumah
hubungan timbal balik antara potensi responden terhadap lingkungan rumah
menular penderita TB Paru BTA positip Hasil pengujian parameter estimasi yang
dengan sosial ekonomi. didapat antara kondisi rumah dan
b. Terdapat pengaruh sosial ekonomi lingkungan rumah menghasilkan nilai p =
terhadap risiko perilaku responden, kondisi 0,676 tidak memenuhi syarat > 0,05
rumah tinggal, kondisi lingkungan rumah, maupun 0,010. Dengan demikian dapat
kerentanan anak dan kejadian TB paru disimpulkan hipotesis tidak terbukti, yaitu
anak variabel kondisi rumah responden tidak
Dari hasil uji Regression Weight seperti berberpengaruh terhadap lingkungan
terdapat pada tabel 5.30 rumah responden.
1) Variabel sosial ekonomi dengan risiko
perilaku menghasilkan nilai p = 0,01

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 46


e. Terdapat pengaruh risiko perilaku X2 X1 X4 X5 X3 X6 Y
responden terhadap kerentanan anak dan Y ,308 ,208 ,000 ,410 ,236 ,189 ,000
kejadian TB paru anak
1) Hasil pengujian parameter estimasi Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa pengaruh
yang didapat antara perilaku dan langsung variabel Sosial ekonomi terhadap
kerentanan menghasilkan nilai p = kejadian TB Anak (Y) : 0,308 atau,
0,340> 0,05 maupun 0,010. Dengan variabel TB BTA (+) (X1) : 0,208 ,
demikian dapat disimpulkan bahwa variabel lingkungan : 0,410 dan variabel
hipotesis tidak terbukti, yaitu variabel keentanan 0,189
perilaku responden tidak b. Pengaruh Tidak Langsung
berberpengaruh terhadap kerentanan Tabel 7 Pengaruh tidak langsung Variabel
anak responden TB BTA (+) terhadap kejadian TB Anak
2) Hasil pengujian parameter estimasi X2 X1 X4 X5 X3 X6 Y
yang didapat antara risiko perilaku X4 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
terhadap kejadian TB anak X5 ,032 ,013 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
menghasilkan nilai p = 0,086 X3 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
memenuhi syarat < 0,010. Dengan X6 ,060 -,004 ,010 ,000 ,000 ,000 ,000
demikian dapat disimpulkan bahwa Y 282 021 ,030 ,023 ,008 ,000 ,000
hipotesis terbukti, yaitu variabel risiko Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa pengaruh
perilaku berpengaruh terhadap kejadian tidak langsung variabel Sosial ekkonomi
TB anak (X2) ke TB anak (Y) : 0,282, TB BTA (+)
f. Terdapat pengaruh kondisi lingkungan (X1) : 0,021, variabel perumahan : 0,030
terhadap kejadian TB anak dan variabel perilaku : 0,008.
Hasil pengujian parameter estimasi yang c. Pengaruh Total
didapat antara konndisi lingkungan rumah Tabel 8 Pengaruh Total Variabel TB BTA
terhadap kejadian TB anak menghasilkan (+) terhadap kejadian TB Anak
nilai p = 0,002 memenuhi syarat < 0,05. X2 X1 X4 X5 X3 X6 Y
Dengan demikian dapat disimpulkan X4 ,386 ,155 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
bahwa variabel lingkungan berpengaruh X5 ,403 ,013 ,083 ,000 ,000 ,000 ,000
terhadap kejadian TB anak X3 ,574 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
X6 -,099 ,081 -,023 ,120 ,042 ,000 ,000
g. Terdapat pengaruh kerentanan anak
Y ,590 ,229 ,030 ,433 ,244 ,189 ,000
terhadap kejadian TB paru anak
Hasil pengujian parameter estimasi yang Dari tabel terlihat pengaruh total terhadap
didapat antara kerentanan anak dengan kejadian TB anak (Y), terbesar adalah
kejadian TB anak menghasilkan nilai p = variabel sosial ekonomi (X2): 0,590 (.308
0,038 memenuhi syarat < 0,05. Dengan + .282 : 0,590), kemudian diikuti berturut
demikian dapat disimpulkan bahwa turut Variabel Lingkungan(X5) : 0, 433,
hipotesis terbukti, yaitu variabael variabel perilaku (X3) : 0,244, variabel TB
kerentanan anak berpengaruh terhadap BTA(+) (X1) : 0,229 variabel kondisi
kejadian TB anak rumah (X4) : 0,30, , dan variabel
3. Analisis Pengaruh kerentanan 0,189.
Tujuan analisis ini adalah untuk
menganalisis kekuatan pengaruh antar variabel IV. PEMBAHASAN
yang terdiri dari: analisis pengaruh langsung, Hasil penelitian didapatkan bahwa subyek
tidak langsung, maupun analisis pengaruh dinyatakan tuberkulin positip(>15 mm) berjumlah 55
total. Pengaruh langsung adalah koefisien dari anak(28, 2%) yang berarti prevalensi anak dengan
semua garis dengan anak panah satu ujung. tuberkulin positip : 28,2 %, sedangkan hasil
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh perhitungan menggunakan sistim skoring untuk
yang muncul melalui sebuah variabel antara. mendiagnosa TB anak didapatkan subyek yang
Pengaruh total adalah pengaruh dari berbagai menderita TB anak(skor > 6) : 76 anak(39 %),
hubungan. Hasil pengujian pengaruh langsung dengan demikian dari hasil penelitian menunjukkan
dinyatakan dalam Tabel 4,6, 4,7 dan 4,8 prevalensi TB anak pada anak atau keluarga
berikut ini: penderita TB BTA positip sebesar 39 %.
a. Pengaruh Langsung Dengan hasil penelitian ini dapat menjawab
Tabel 6 Pengaruh langsung Variabel TB mengapa kohort baru atau penyakit TB selalu timbul
BTA (+) terhadap kejadian TB Anak atau dengan kata lain berbagai usaha yang telah
X2 X1 X4 X5 X3 X6 Y dilakukan ternyata belum dapat menurunkan insiden
X4 ,386 ,155 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 TB paru, dikarenakan terjadinya penularan dari
X5 ,371 ,000 ,083 ,000 ,000 ,000 ,000 penderita BTA positip ke anak yang tinggal serumah
X3 ,574 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 dan tuberkulosis anak akan merupakan titik tolak
X6 -,159 ,085 -,033 ,120 ,042 ,000 ,000

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 47


sumber penularan dan TB manifest di hari kemudian B. Pengaruh sosial ekonomi terhadap risiko
4,5
. perilaku responden, kondisi rumah tinggal,
Proses kejadian penyakit Tb anak di masyarakat kondisi lingkungan rumah, kerentanan anak
melibatkan banyak faktor risiko dan berbagai faktor dan kejadian TB anak
risiko tersebut saling berkaitan antara satu dengan 1. Pengaruh Sosial ekonomi terhadap perilaku
lainnya serta telah banyak alat analisis multi dimensi berisiko responden.
yang telah dikenal luas. Namun semua analisis yang Berpengaruhnya kondisi sosial ekonomi
telah digunakan tersebut belum mampu melakukan terhadap perilaku seseorang sesuai dengan
analisis kausalitas berjenjang dan simultan. asumsi yang mengatakan bahwa seseorang
Kelemahan utama dari alat analisis multivariat akan bertindak atau berperilaku sesuai dengan
dimaksud, terletak pada keterbatasannya yang hanya kepedulian terhadap masalah yang ada.
dapat menganalisis satu hubungan pada satu waktu.18- Kepedulian berperilaku sehat memiliki
22
. hubungan dengan kondisi soaialekonomi yang
SEM merupakan sebuah jawaban untuk mencari merupakan kebutuhan paling dasar karena
pemecahan masalah terhadap faktor risiko TB anak perilaku sehat bersifat kontekstual dan hal itu
yang sangat komplek serta antar variabelnya saling sesuai dengan kondisi sosial ekonomi yang
berhubungan bahkan sifat hubungannya timbal balik kontekstual pula. Mereka yang peduli terhadap
dan SEM merupakan teknik analisis multivariat yang terjadinya penularan TB paru melalui kondisi
dikembangkan guna menutupi keterbatasan yang lingkungannya akan melakukan tindakan
dimiliki oleh model-model analisis sebelumnya yang dalam pengendalian penyakit TB paru yaitu
telah digunakan secara luas. dengan cara pencegahan penyebaran dan
Hasil analisis pengukuran terhadap model kausal penularan penyakit sebagai upaya agar
penularan TB Anak dengan confirmatory factor penderita tidak menularkan kepada orang lain
analysis(CFA) dapat diketahui bahwa model dan meningkatkan derajat kesehatan pribadi.
dinyatakan cocok/sesuai(fit). Hal tersebut didasarkan 2. Pengaruh Sosial ekonomi terhadap kondisi
hasil analisis parameter dibandingkan dengan indeks rumah responden
goodness of fit yang telah memenuhi kriteria yang Penduduk miskin biasanya mengeluarkan
disyaratkan. Model yang layak merupakan petunjuk porsi yang lebih besar pengeluaran rumah-
adanya kecocokan model dengan teori substansif tangganya untuk makanan (dari total
yang kuat, dan dapat menjadi penjelas yang masuk pengeluaran rumah-tangga) sehingga mereka
akal untuk menjelaskan data yang ada. tidak sempat untuk memikirkan kondisi
Hasil uji hipotesis diketahui dari 12 hipotesis rumahnya.Kehidupan sosial ekonomi adalah
yang diajukan terdapat 9 hipotesis terbukti dan 3 suatu keadaan sosial ekonomi masyarakat
hipotesis tidak terbukti dan secara ringkas dapat yang menggunakan indikator pendidikan,
dijelaskan sebagai berikut : pekerjaan dan penghasilan/pengeluaran
A. Hubungan Timbal balik antara sosial ekonomi sebagai tolak ukur.
dengan kejadian TB Paru Pendidikan merupakan salah satu unsur
Menurut WHO (2003), 90% penderita TB penting yang dapat memengaruhi keadaan
paru di dunia menyerang kelompok dengan keluarga karena dengan tingkat pendidikan
ekonomi lemah atau miskin dan hubungan antara yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau
kemiskinan dengan TB paru bersifat timbal balik, informasi tentang perumahan yang sehat akan
dimana TB paru merupakan penyebab kemiskinan lebih baik. Pengetahuan kesehatan akan
dan karena miskin maka mereka menderita TB berpengaruh kepada perilaku seseorang
paru59. Kondisi ekonomi itu sendiri mungkin tidak sebagai hasil jangka menengah dari
hanya berhubungan secara langsung, namun dapat pendidikan yang diperoleh. Perilaku kesehatan
merupakan penyebab tidak langsung seperti akan berpengaruh pada meningkatnya
adanya kondisi gizi memburuk, serta perumahan indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil
yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan dari pendidikan kesehatan.
kesehatan juga menurun. 3. Pengaruh Sosial ekonomi terhadap lingkungan
Temuan penelitian ini sesuai dengan hasil rumah responden.
Riskesdas 200760, yang menemukan prevalensi Asumsi lama yang mengidentikkan
TB paru empat kali lebih tinggi pada pendidikan kepedulian social ekonomi dengan kondisi
rendah dibandingkan pendidikan tinggi. Hasil lingkungan rumahnya berawal dari teori yang
tersebut juga tidak berbeda jauh dengan survey dikemukakan oleh Maslow (1970) mengenai
prevalensi di Banten distribusinya relatif merata hierarchy of needs62. Dia berasumsi bahwa
di ke-5 kuintil. Di DKI Jakarta justru sebaliknya, kepedulian terhadap kualitas lingkungan
ditemukan lebih banyak pada kelompok merupakan sesuatu yang mewah dan hanya
masyarakat berpenghasilan menengah ke atas bisa dinikmati setelah kebutuhan dasar
(kuintil 4-5)61. terpenuhi, seperti makanan, tempat tinggal,
dan keamanan finansial. Kemudian, argumen

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 48


lain yang mendukung kepedulian lingkungan dengan pertumbuhan dan perkembangan
hanya ada di kalangan atas juga disampaikan masing-masing tahap kehidupan. Berkaitan
oleh Morrison (1972), menurutnya masyarakat dengan hal tersebut nutrient yang tidak
kelas bawah hanya memiliki pengalaman adekuat mempengaruhi daya tahan tubuh
lingkungan yang buruk sehingga mereka tidak seseorang yang berkibat menurunnya antibody
peduli dan terbiasa dengan tempat tinggal, sehingga penyakit mudah menyerang, salah
tempat kerja, dan tempat bermain yang satunya yang berkaitan erat yaitu penyakit
tercemar. Hal tersebut berbeda dengan paru30.
mereka yang berada di kalangan menengah Tidak berpengaruhnya sosial ekonomi
dan atas, kalangan ini telah memiliki terhadap kerentanan pada penelitian ini
pengalaman akan kualitas lingkungan yang dikarenakan kerentanan yang diukur meliputi
baik dan menyenangkan sehingga berdampak umur, jenis kelamin dan status iminisasi.
pada kepedulian akan lingkungan tempat 5. Pengaruh Sosial ekonomi terhadap kejadian
tinggalnya TB anak
Mereka yang berasal dari status sosial Penyakit terjadi bila ketidak seimbangan
ekonomi menengah dan atas bisa peduli antara faktor lingkungan, agen (kuman) dan
terhadap lingkungan karena telah terbebas dari host (Individu). Bila daya tahan host baik
tekanan akan kebutuhan dasar. Nilai-nilai maka bila terjadi suatu invasi oleh agen
post-materialist punya pengaruh akan (kuman) tubuh akan mampu mengeliminir.
terbentuknya kepedulian lingkungan dan Demikian pula yang terjadi bila seorang
hanya berlaku untuk kalangan ini. Jika menderita infeksi oleh mikobakterium
dikaitkan dengan pengalaman (experience), tuberkulosis.
kalangan menengah dan atas relatif telah Sembilan puluh persen infeksi oleh
merasakan lingkungan yang nyaman dan sehat mikobakterium tuberkulosa akan diikuti oleh
sehingga ada usaha untuk tetap menjaga “self limited” karena pada mereka yang
lingkungan seperti itu. Apabila lingkungan mempunyai status nutrisi yang baik respon
yang tadinya nyaman dan sehat itu terganggu imun seluler cukup untuk mengontrol
dengan munculnya beragam masalah multiplikasi baksil. Sedangkan pada mereka
lingkungan maka mereka akan bergerak untuk yang sistim imun selulernya tidak berfungsi
peduli. Kepedulian itu timbul karena adanya dengan baik lebih kurang 10 % akan terjadi
keinginan untuk kembali lagi pada lingkungan progresitifitas TB paru primer. Yang dapat
terdahulu yang nyaman dan sehat. ditemui pada dewasa dan sebagian kecil pada
4. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kerentanan anak usia kurang 5 tahun serta pada penderita
anak. immonocompromised64.
Kerentanan adalah keadaan di mana Penyakit tuberkulosis merupakan suatu
pejamu mempunyai kondisi yang mudah penyakit granuloma kronis. Mikobakterium
dipengaruhi/berinteraksi dengan unsur tuberkulosis adalah salah satu penyebab yang
penyebab sehingga memungkinkan timbulnya berasal dari kelompok patogen, dan
penyakit dan kerentanan sangat berpengaruh mempunyai kemampuan memperbanyak diri
dalam hasil akhir suatu proses kejadian baik didalam maupun diluar makrofag.
penyakit, apakah proses tersebut akan berakhir Perkembangan infeksi tergantung pada
sebagai penderita, meninggal, atau tidak ada keseimbangan antara kemampuan makrofag
perubahan yang jelas. Dengan demikian, untuk meng-hancurkan baksil ini. Dan baksil
peranan kerentanan individu yang berbeda dapat bertahan atas kemampuan bakteriosid
dalam masyarakat dapat menimbulkan dari makrofag karena adanya berbagai macam
keadaan yang sering disebut dengan fenomena enzim.
Gunung es. Pada penderita dengan status malnutrisi
Aspek sosial ekonomi berhubungan jelek (malnutrisi kronik) bila ada infeksi oleh
dengen kerentanan, karena sosial ekonomi mikobakterium tuberkulosa, limfosit tidak
menyebabkan anak kurang gizi dan faktor gizi dapat memberikan signalnya kepada makrofag
kurang meningkatkan menyebabkan (sehingga makrofag tidak aktif) yang
kerentanan terhadap penyakit rendah. Hasil mengakibatkan penyakit menjadi progresif.
penelitian Dudeng, dkk (2006)63 menyatakan Dengan demikian hitung limfosit total dapat
bahwa anak dengan status gizi tidak baik digunakan untuk mengetahui status
mempunyai risiko 3,28 kali lebih besar immunologi penderita. Infeksi merupakan
menderita Tuberkulosis dibanding anak penyebab kematian utama pada malnutrisi
dengan status gizi baik. berat64-66.
Gizi mempunyai peran besar dalam daur C. Pengaruh adanya potensi menular penderita
kehidupan. Kebutuhan akan nutrient berubah BTA positip terhadap kejadian TB anak
sepanjang daur kehidupan, dan ini terkait

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 49


Terjadinya penyakit TB paru pada manusia serta akan mempengaruhi suhu udara dalam
dimulai dari bibit penyakit yang berasal dari rumah9,10.
sumbernya (Simpul 1) yaitu bakteri E. Pengaruh risiko perilaku terhadap kerentanan
Mycobacterium tuberculosis selanjutnya media anak dan kejadian TB paru anak
penularannya melalui media transmisi udara 1. Pengaruh risiko perilaku terhadap kerentanan
dalam rumah (Simpul 2) yang dipengaruhi faktor anak responden.
risiko lingkungan, bakteri Mycobacterium Kerentanan adalah keadaan di mana
tuberculosis akan masuk ke dalam tubuh manusia pejamu mempunyai kondisi yang mudah
(Simpul 3) yang rentan, hingga akhirnya dapat dipengaruhi/berinteraksi dengan unsur
menyebabkan penyakit TB paru 9,10. penyebab sehingga memungkinkan timbulnya
Sumber penularan penyakit TBC adalah penyakit. Peranan kerentanan sangat
penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau berpengaruh dalam hasil akhir suatu proses
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara kejadian penyakit, apakah proses tersebut akan
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei), berakhir sebagai penderita, meninggal, atau
dimana sekali batuk dapat menghasilkan tidak ada perubahan yang jelas. Dengan
sekitar 3000 percikan dahak. Bakteri ini bila demikian, peranan kerentanan individu yang
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru berbeda dalam masyarakat dapat
akan berkembang biak menjadi banyak (terutama menimbulkan keadaan yang sering disebut
pada orang dengan daya tahan tubuh yang dengan “fenomena Gunung es” (iceberg
rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh phenomena).
darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab Karakteristik individu dapat
itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir mempengaruhi kerentanan seseorang. Umur,
seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, jenis kelamin, status kesehatan, pekerjaan,
ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah pendidikan, dan mobilitas penduduk
bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ mempengaruhi kerentanan seseorang.
tubuh yang paling sering terkena yaitu paru- Sedangkan perilaku meludah penderita,
paru8,50.67. perilaku tidur, merokok pola asuh anak dapat
D. Pengaruh kondisi rumah terhadap lingkungan memperkecil penular TB sehingga perilaku
rumah tidak mempengaruhi terhadap kerentanan68,69.
Kualitas udara dalam ruangan dapat 2. Pengaruh risiko perilaku terhadap kejadian TB
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal anak
dari dalam gedung sendiri maupun dari luar Perilaku yang berkaitan dengan
gedung. Beberapa kondisi yang potensial penularan TB paru antara lain meludah di
menyebabkan udara didalam gedung tidak baik sembarang tempat. Perilaku tersebut berisiko
adalah kepadatan manusia, bahan material dan untuk menularkan kepada orang lain dimana
dekorasi interior, sistem ventilasi dan produk – penderita TB paru dewasa sering kurang
produk rumah tangga sedangkan faktor di luar memperhatikan kesehatan dirinya dan baru
gedung yang paling berperan adalah kondisi menyadarinya setelah kondisi tubuh melemah
pencahayaan karena pencahayaan akan atau batuk mengeluarkan darah dan sesak
berpengaruh terhadap suhu udara dan kelembaban nafas. Kondisi tersebut padahal merupakan
udara dalam ruangan9,10. kondisi yang sangat infeksius sehingga apabila
Menurut Roger (1990), faktor-faktor yang penderita meludah maka ludah yang
dapat mempengararuhi kualitas pencahayaan mengandung kuman TB paru akan tersebar di
antara lain sifat cahaya dan sifat cahaya lingkungan sekitarnya40.
ditentukan oleh dua hal, yaitu kuantitas atau Perilaku penderita TB paru BTA positif
banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu yang juga berisiko menularkan penyakit TB
permukaan yang menyebabkan terangnya Paru adalah tidur bersama-sama dalam satu
permukaan tersebut serta kualitas atau sifat tempat tidur/kamar dengan istri, suami anak
cahaya yang menyangkut warna, arah cahaya dan dan anggota keluarga lainnya dapat
difusi cahaya serta jenis dan tingkat kesilauan. menularkan penyakit TB paru sebanyak 68%.
Selain itu Ching (1987) juga mengatakan bahwa Selama sakitnya penderita TB paru dengan
ketinggian dan kualitas permukaan langit-langit sputum BTA positif bisa menularkan
akan mempengaruhi derajat cahaya di dalam berpuluh-puluh orang sampai beratus-ratus
ruang. orang tetapi bisa juga hanya 1-2 orang saja
Kelembaban udara dalam rumah berkaitan atau nihil. Untuk mem-pertahankan keadaan
dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat seimbang atau prevalensi tetap sama. Seorang
kesehatan. Ventilasi sangat menentukan kualitas penderita TB paru dengan BTA positif hanya
udara dalam rumah karena dengan ventilasi yang perlu menulari 20 orang sehat, dan kemudian
cukup akan memungkinkan lancarnya sirkulasi di antaranya satu orang akan menjadi
udara dalam rumah dan masuknya sinar matahari

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 50


pengganti sebagai sumber penularan baru Imunisasi BCG, Kapsul Vitamin A dosis
setelah lama menjadi sembuh atau mati68-70. tinggi, penimbangan dan Hygiene Pribadi
Perilaku merokok juga meningkatkan Merujuk pada hasil penelitian dapat
resiko terinfeksi penyakit TB Paru. Asap dijelaskan bahwa semakin baik pola asuh
rokok mengandung bahan kimia yang semakin anak tidak terkena TB. Hal ini sejalan
memiliki efek proinflamasi dan imunosupresif dengan penelitian berkaitan dengan status gizi
pada sistem imun saluran pernapasan, bahwa dengan adanya pola asuh yang baik
sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi M. utamanya asuhan gizi maka status gizi akan
tuberculosis. Baik perokok, mantan perokok, semakin baik. Pola pengasuhan yang diberikan
dan perokok pasif dapat meningkatkan risiko ibu pada anak berhubungan dengan keadaan
terinfeksi kuman M. tuberculosis26,27. kesehatan (baik fisik maupun mental), status
Lin129, menyatakan bukti hubungan antara gizi, pendidikan, pengetahuan dan
kebiasaan merokok, perokok pasif, dan polusi keterampilan, peran dalam keluarga dan adat
udara di dalam ruangan dari kayu bakar dan kebiasaan dari ibu27.
batu bara terhadap risiko infeksi, penyakit, dan F. Pengaruh kondisi lingkungan rumah terhadap
kematian akibat TBC. Dari sekitar 100 orang kejadian TB anak
yang diteliti, ditemukan yang merokok Hasil beberapa penelitian terdahulu dengan
tembakau dan menderita TBC sebanyak 33 rancangan case control diketahui bahwa penghuni
orang, perokok pasif dan menderita TBC 5 rumah yang pencahayaan-nya tidak memenuhi
orang, dan yang terkena polusi udara dan syarat akan 2,5 kali terkena TBC paru dibanding
menderita TBC 5 orang26. penghuni yang pencahayaan rumahnya memenuhi
Studi pada pekerja perkebunan di persyaratan71.
California, AS, menemukan hubungan Cahaya matahari sangat penting karena dapat
bermakna antara prevalensi reaktivitas tes membunuh bakteri patogen di dalam rumah
tuberkulin dan kebiasaan merokok. Pada bekas misalnya baksil TBC. Pencahayaan alami yang
perokok, hubungan ini lebih kuat daripada langsung ke dalam ruangan rumah dapat
mereka yang masih merokok. Data lain mengurangi terjadinya penularan penyakit
menunjukkan hubungan antara kebiasaan tuberkulosis paru, karena cahaya ultra violet dari
merokok dengan tuberkulosis aktif, hasilnya sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan
hanya bermakna pada mereka yang telah dapat membunuh kuman mycobacterium
merokok lebih dari 20 tahun 26. Di AS, para tuberculosis. Cahaya matahari mempunyai daya
perokok yang telah merokok 20 tahun atau untuk membunuh bakteri, minimal masuk 60 lux
lebih ternyata 2,6 kali lebih sering menderita dengan syarat tidak menyilaukan10.
TBC daripada yang tidak merokok. Kebiasaan Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak
merokok meningkatkan mortalitas akibat TBC kurang, dimana cahaya matahari ini dapat
sebesar 2,8 kali. diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting
Kaitan rokok dan TBC dapat dijelaskan kaca. Suhu udara yang ideal dalam rumah antara
bahwa dengan racun yang dibawanya, rokok 18-30°C. Suhu optimal pertumbuhan bakteri
merusak mekanisme pertahanan paru-paru. sangat bervariasi, Mycobacterium tuberculosis
Bulu getar dan alat lain dalam paru-paru yang tumbuh optimal pada suhu 37°C. Paparan sinar
berfungsi menahan infeksi rusak akibat asap matahari selama 5 menit dapat membunuh
rokok. Asap rokok meningkatkan tahanan Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tahan hidup
pelan napas (airway resistance). Akibatnya, pada tempat gelap, sehingga perkembangbiakan
pembuluh darah di paru mudah bocor. Juga bakteri lebih banyak di rumah yang gelap9,10.
merusak sel pemakan bakteri pengganggu dan Kelembaban merupakan sarana yang baik
menurunkan respon terhadap antigen, untuk pertumbuhan mycobacterium tuberculosis
sehingga bila benda asing masuk ke dalam dan syarat kelembaban di dalam rumah adalah 40-
paru-paru, tidak ada pendeteksinya 26. 70%. Sebuah penelitian di Kota Bogor
Pola asuh yang diukur pada penelitian ini menunjukan, penghuni rumah yang mempunyai
adalah pola asuh yang berkaitan dengan kelembaban ruang keluarga lebih besar dari 60%
pencegahan penularan TB Paru yang meliputi berisiko terkena TB paru 10,7 kali lebih tinggi
Pola Asuh Makan (PAM) dan Pola Asuh dibandingkan penghuni rumah yang mempunyai
Kesehatan (PAK) dengan pertimbangan kelembaban ruang keluarga kurang dari 60%
bahwa PAM dan PAK berkaitan erat dengan (Mulyadi, 2003). Penelitian Yuniati membuktikan
konsumsi, status gizi dan status kesehatan bahwa penduduk yang tinggal dengan
Balita 29. Pengukuran PAM antara lain kelembaban < 40% dan > 70% berisiko terkena
pemberian ASI, pemberian makanan penyakit tuberkulosis paru 4,68 kali dibandingkan
pendamping ASI dan makanan orang dewasa. dengan penduduk yang tinggal pada perumahan
Sedangkan pengukuran PAK meliputi yang memiliki kelembaban antara 40% -
70%36,39,41.

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 51


Kuman tuberkulosis dapat hidup baik pada dinyatakan tepat atau cocok(fit) . Hasil penelitian ini
lingkungan yang lembab, hal ini dikarenakan air secara umum memperkuat konsep Beaglehole (1997)
membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan tentang penyebab penyakit TB paru dan mempertegas
air merupakan hal yang essensial untuk model-model penularan penyaki pada segitiga
pertumbuhan dan kelangsungan hidup, sehingga epidemiologi, jaring-jaring sebab akibat, dan teori
kuman dapat bertahan hidup pada tempat sejuk, simpul.
lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai Hasil analisis Structural Model dengan regression
bertahun-tahun lamanya. Pertumbuhan bakteri weight untuk melihat hubungan kausalitas dari 12
memerlukan kelembaban yang tinggi yaitu hipotesis yang dibangun terdapat 9 hipotesis terbukti
diatas 85%. Bakteri merupakan mikroorganisme dan 3 hipotesis tidak terbukti. Hipotesis yang terbukti
yang suka pada lingkungan basah, bahkan meliputi:
dapat hidup di air. Tetapi bila air tertutup rapat 1. Terdapat hubungan Timbal balik antara potensi
tidak bisa tumbuh subur karena kekurangan menular penderita TB Paru BTA positip dengan
udara41,42. sosial ekonomi
G. Pengaruh kerentanan anak terhadap kejadian 2. Terdapat pengaruh sosial ekonomi terhadap
TB paru anak perilaku responden,
Peranan faktor kerentanan sangat penting 3. Terdapat pengaruh sosial ekonomi terhadap
dalam epidemiologi karena faktor kerentanan kondisi rumah tinggal,
dan keadaan kekebalan masyarakat serta sifat 4. Terdapat pengaruh sosial ekonomi terhadap
penyakit dalam masyarakat selalu diperhitungkan kondisi lingkungan rumah,
dalam setiap kegiatan epidemiologis. 5. Terdapat pengaruh sosial ekonomi terhadap
Kedua faktor tersebut sangat erat hubungannya kejadian TB anak
dengan faktor risiko yakni tingkat/besarnya risiko 6. Terdapat pengaruh adanya potensi menular
untuk mengalami proses penyakit atau untuk penderita BTA positip terhadap kejadian TB anak
menjadi sakit. 7. Terdapat pengaruh risiko perilaku tidak sehat
Manifestasi klinis dan patologis infeksi terhadap kejadian TB anak.
tuberkulosis dan kerentanan penderita akibat 8. Terdapat pengaruh kondisi lingkungan rumah
ketidak sempurnaan reaksi ketahanan tubuh. terhadap kejadian TB anak.
Penderita yang tidak mempunyai ketahanan tubuh 9. Terdapat pengaruh kerentanan anak terhadap
(immune deficency) atau yang mengalami kejadian TB anak.
gangguan hambatan pengangkutan ketahanan Hipotesis yang tidak terbukti
tubuh (immune insufiency) mengakibatkan sel 1. Tidak ada pengaruh sosial ekonomi terhadap
makrofak tidak berdaya memusnahkan kuman. kerentanan anak
Bayi dan anak kecil mempunyai daya tahan tubuh 2. Tidak ada pengaruh kondisi rumah responden
yang lemah, anak kecil mempunyai lebih sedikit terhadap lingkungan rumah
kekebalan tubuh dibanding anak yang lebih tua. 3. Tidak ada pengaruh risiko perilaku tidak sehat
Makin muda umur anak makin rentan ia terhadap terhadap kerentanan anak
serangan bibit penyakit 72. Secara ringkas saran-saran yang dapat diberikan
kepada manajerial dalam hal ini Dinas Kesehatan
V. SIMPULAN DAN SARAN Kabupaten Banyumas dalam upaya mencegah
Prevalensi TB anak pada anak keluarga penderita kejadian TB Anak.
TB BTA positip sebesar 39 % merupakan penemuan 1. Tes kulit tuberkulin kepada anak keluarga penderita
baru yang dapat menjawab mengapa kohort baru TB Paru BTA (+) perlu dilakukan secara periodik
penyakit TB paru selalu timbul atau dengan kata lain untuk mengetahui adanya paparan kuman TB
berbagai usaha yang telah dilakukan ternyata belum pada anak.
dapat menurunkan insiden TB paru, beban penyakit 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas
di masyarakat masih tinggi dan Indonesia menduduki melakukan advokasi yang lebih sering untuk
urutan ke 4 dunia. meningkatkan kepedulian Pemda. dan advokasi
Hasil penelitian juga dapat membuktikan disertai dengan data atau informasi yang baru
kerangka konsep baru yang menggambarkan tentang pencapaian program penanggulangan TB
kompleksitas faktor risiko yang mempengaruhi lebih spesifik untuk meyakinkan para pengambil
kejadian TB anak dalam suatu jejaring sebab akibat. keputusan anggaran.
Berdasarkan kerangka teoritis penelitian dengan 3. Kordinasi lintas sektor dengan pemerintah
kerangka konsep yang telah di uji kesesuaian kecamatan dan desa, tokoh masyarakat, PKK, dan
modelnya melalui alat analisis Struktural Equation kader posyandu agar secara bersama-sama
Model , maka model kausal jejaring penularan Tb mendorong peran serta masyarakat terutama
anak melalui dimensi vaiabel potensi penularan dalam meningkatkan kondisi kesehatan rumahnya
penderita BTA positip, sosial ekonomi, perilaku, 4. Petugas program Pemberantasan Penyakit TB
kondisi rumah, lingkungan dan kerentanan anak dan paru meningkatkan koordinasi lintas program
dampaknya terhadap kejadian TB anak dapat dengan petugas sanitarian puskesmas untuk

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 52


melakukan inspeksi sanitasi rumah penderita TB 12. Santoso S, 2011. Stuktural Equation
paru. Modelling(SEM) Konsep dan Aplikasi
5. Model perlu di ujicoba di wilayah lain, karena dengan Amos 18, Elex Media Komputindo,
penelitian hanya menguji model jejaring Jakarta.
penularan TB anak di Kabupaten Banyumas.
Dengan demikian hasil dan implikasi manajerial 13. Wijanto SH, 2008. Structural Equation Modeling
dalam penelitian ini mungkin tidak sepenuhnya dengan Lisrel 8.8. Graha Ilmu. Jakarta
akurat bila diterapkan pada daerah lain karena
setiap daerah dan individu mempunyai 14. Ferdinand A, 2002. Struktural Equation Modeling
karakteristik, perilaku dan lingkungan yang dalam Penelitian Manajemen Edisi 2.
berbeda. Semarang FE Undip.

DAFTAR PUSTAKA 15. Widarjono A, 2010. Analisis Statistika


Multivariat Terapan. Sekolah Tinggi Ilmu
1. World Health Organization. Indonesia TB Manajemen YKPN. Yogjakarta
Country Profile. Available from http://
www.who.int/tb/publications/global_report 16. Kershaw T. Introduction to Structural Equation
/en/ global tb report 2013 Modeling for HIV Prevention Research.
Social Behavioral Sciences Program
2. World Health Organization. Global Tuberculosis Epidemiology and Public Health Yale
Control: WHO Report 2012. Available University
from www.who.int/tb/publications/
global_report/ /10665/75938/978924156 17. Jogiyanto, 2011. Konsep dan Aplikasi Structural
45 0 eng.pdf. Equation Modeling Berbasis Varian
Dalam Penelitian Bisnis. UPP STIM
3. Kemenkes RI. 2011a. Strategi Nasional YKPN. Yogyakarta
Pengendalian TB Di Indonesia 2010-2014.
Kemenkes RI, Jakarta. 18. Narimawati U, 2007. Structural Equation Model
dalam Riset Ekonomi. Gaya Media.
4. ____________. 2011b. Tuberkulosis Masalah Yogyakarta.
Kesehatan Dunia.
http:www.bppsdmk.depkes.go.id. Diakses 19. Wang P. 2007. Structural Equation Modeling And
tanggal 15 Juli 2011. Its Applications in Health
Research.http://www.nlcahr.mun.ca/resear
5. Kemenkes R.I, 2013. Petunjuk Teknis Manajemen ch/affinity/quantitative/QAG__SEM__Pet
TB Anak. Direktorat Jenderal Pengendalian er_Wang.pdf. Diakses tanggal 23 Maret
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011

6. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2012. 20. Jihan S, 2007. Pemodelan Persamaan Struktural
Laporan Program P2 TB Paru. Banyumas. pada Derajat Kesehatan dengan Moderasi
Infrastruktur (Studi kasus di Propinsi
7. Departemen Kesehatan RI, 2007. Diagnosa dan Jawa Timur, Susenas 2007). Jurnal Teknik
Tata Laksanan Tuberkulosis Anak. Pomits Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6.
Kelompok Kerja TB Anak Depkes – IDAI. Available :
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
8. Kartasasmita, 2009. Epidemiologi Tuberculosis, Undergraduate-12362-Paper.pdf
Sari Pediatri, Vol 11 NO. 2. Agustus 2009.
21. Cheah WL at all, 2010. A structural equation
9. Achmadi, F. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis model of the determinants of malnutrition
Wilayah. Buku Kompas, Jakarta. among children in rural Kelantan,
Malaysia. Universiti Malaysia Sarawak,
10. Achmadi, F. 2012. Manajemen Penyakit Berbasis Sarawak, Malaysia. Available from:
Wilayah. Edisi revisi. Buku Kompas, http://www.rrh.org.au
Jakarta.
22. Grahanintyas dkk, 2008. Pendekatan Stuctural
11. Abdul Manaf dkk, 2008, Pedoman Nasional Equation Modeling untuk analisis faktor
Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, yang mempengaruhi produktifitas dari
Jakarata. tinjauan keselamatan, kesehatan, dan
lingkungan kerja di PT.Barata Indonesia
(Persero) Gresik. Pascasarjana Teknik

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 53


Industri-ITS, Kampus ITS Surabaya. 31. Scrimshaw NS, Taylor CD, Gordon JE.
Available : www.its.ac.id/.../ 2895- Interactions of Nutrition and Infection.
m_sritomo-ie-Makalah%20. Monograph. Geneva. WHO, 1968

23. Lienhardt C, et all, 2003. Risk Factors for 32. Harries AD, Thomas J, Chug KS. Malnutrion in
Tuberculosis Infection in Children in Africant patients with pulmonary
Contact With Infectious Tuberculosis Tuberculosis. Hum Nutr 1985; 39. P 361-
Cases in The Gambia, West Africa. the 3.
American Academy of Pediatrics. All
rights reserved. Print ISSN: 0031-4005. 33. Harries AD, Nkhoma WA, Thomson PJ,
Online ISSN: 1098-4275. Downloaded Nyangulu DS, Wirima JJ. Nutritional
from pediatrics. publications.org at Status in Malawian patients with
Indonesia:AAP Sponsored on September pulmonary tuberculosis and respnse to
24, 2011. chemoterapy. Eur J Clin Nutr 1988; 42, p
445-50.
24. Hsien-Ho Lin at-all, 2007. Tobacco Smoke,
Indoor Air Pollution and Tuberculosis: A 34. Onwubalili JK. Malnutrition among tuberculosis
Systematic Review and Meta-Analysis. patients in Harrow, England. Eur J Clin
Department of Epidemiology, Harvard Nutr 1988; 42, p 363-3
School of Public Health, Boston,
Massachusetts, United States of America, 35. Anwar, K. 2008. Analisis Determinan
available from : www.plosmedicine.org Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat
Miskin di Kabupaten Aceh Utara, USU e-
25. Hassmiller KM. 2006. The Association Between Repository
Smoking and Tuberculosis. Department of
Health Management and Policy. School of 36. Mahpudin, 2004. Hubungan faktor lingkungan
Public Health. University of Michigan. fisik rumah, sosial ekonomi dan respon
2006 Jan;Vol.48. biologis terhadap kejadian tuberkulosis
paru BTA positif padapenduduk dewasa di
26. Davies, P.D.O., 1993, Hubungan antara merokok Indonesia.
dengan tuberculin, warta TB, 02/IX:1-7. http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/ libri2/
detail.jsp?id=107053&lokasi=lokal
27. Aditama, T.Y. 2008. Meyakini bahwa merokok
terkait dengan kejadian TB Paru. 37. Beaglehole, R. Dasar-dasar Epidemiologi. World
Available from http://cybermed.cbn.net.id/ Health Organization, Geneva. 1993.
cbprtl/ cybermed/
detail.aspx?x=Health+News 38. Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan
&y=cybermed|0|0|5|443. 8 Lingkungan. Airlangga University
Press.Surabaya.
28. Wuaten, G. (2010). Hubungan antara kebiasaan
merokok dengan penyakit TB paru. Dipetik 39. Suhardi, Widarsih, D., Nuryadani, dkk. 2006.
juli 23, 2013, dari Http://fkm. Hubungan Faktor Risiko Kondisi Rumah
unsrat.ac.id/wpcontent/uplads/ 2012/10/ Terhadap Kejadian TB Paru Pada Balita
Grace-Wuaten.pdf. Di Wilayah Kota Salatiga Tahun 2006.
29. Ruhana H, 2008. Hubungan Pola Asuh Anak (On-line) http://www.litbang.depkes.go.id.
dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Diakses 26 mei 2008.
Bulan, Di Wilayah Terkena Tsunami 40. Khadijah A, Perwitasari D, 2013. Kondisi Fisik
Kabupoten Pidie Propinsi Nangroe Aceh Rumah dan Perilaku dengan Prevalensi
Darussalam. USU Repository. Availabel : TB Paru di Propinsi DKI Jakarta, Banten
repository. usu.ac.id /bitstream/... / dan Sulawesi Utara. Media Litbangkes
1/09E00172.pd Vol 23 No. 4, Des 2013, 172-181.

30. Atmarita dan Tatang, S. 2004. Analisis Situasi 41. Firdiana P ; Cahyati WH. 2007. Hubungan
Gizi dan Kesehatan Masyarakat dalam antara Luas Ventilasi dan Pencahayaan
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Rumah dengan Kejadian Tuberculosis
VIII. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Paru Anak di Wilayah Kerja Puskesmas
Otonomi Daerah dan Globalisasi, Jakarta, Kedungmundu, Kecamatan Tembalang
17-19 Mei 2004 Semarang Tahun 2007. KEMAS - Volume
3 / No. 2 / Januari - Juni 2008.

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 54


42. Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat. Jakarta:
Depkes RI. 56. CDC. Guidelines for preventing the transmission
of Mycobacterium tuberculosis in health-
43. Menteri Kesehatan RI. Keputusan Menteri care settings, 2005. MMWR 2005; 54 (No.
Kesehatan Republik Indonesia RR-17). www.cdc.gov/mmwr/
No.829/MenKes/SK/VII/1999 tentang preview/mmwrhtml/rr5417a1.htm?s_cid=rr
Persyaratan Kesehatan Perumahan. 5417a1_e

44. Cozby PC. 2009. Methods in Behavioral Researh 57. Ozcaglar C, at all, 2012. Epidemiological models
Edisi ke 9. Pustaka Pelajar. Jakarta of Mycobacterium tuberculosis complex
infections. Availabel : journal homepage:
45. Hastono. 2001. Modul Analisis Data. FKM UI www.elsevier.com/locate/mbs
Press, Jakarta.
58. CDC. Transmission and Pathogenesis of
46. Hasan, I. 2004. Analisis Data. Fakultas Kesehatan Tuberculosis, 2005. Centers for Disease
Masyarakat UI, Jakarta Control and Prevention National Center for
HIV/AIDS, Viral Hepatitis, STD, and TB
47. Gordis L. 2008. Epidemiology. Johns Hopkins Prevention Division of Tuberculosis
Bloomberg School of Public Health Fourth Elimination Atlanta, Georgia 2008
Edition ISBN 978-1-4160-4002-6 www.cdc.gov/tb
Availabel : http://www. Ebook4doctors
blocspot.com. Diakses tanggal 20 Maret 59. World Health Organization. 2003. International
2011. Travel And Health. WHO, Geneva. (On-
line).http://www.who.int/
48. Rothman KJ, Greenlan S, Last TL. Modern gpt/publication/index.htm. Diakses tanggal
Epidemiologi third Edition. http://www. 7Maret 2010.
Ebook4doctors blocspot.com. Diakses
tanggal 20 Maret 2011. 60. Badan Litbangkes Depkes RI, 2007, Riset
Kesehatan Dasar 2007, Jakarta
49. Ozcaglar C, at all, 2012. Epidemiological models
of Mycobacterium tuberculosis complex 61. Khadijah A, Perwitasari D, 2013. Kondisi Fisik
infections. Availabel : journal homepage: Rumah dan Perilaku dengan Prevalensi
www.elsevier.com/locate/mbs TB Paru di Propinsi DKI Jakarta, Banten
dan Sulawesi Utara. Media Litbangkes
50. Departemen Kesehatan RI, 2007. Diagnosa dan Vol 23 No. 4, Des 2013, 172-181.
Tata Laksanan Tuberkulosis Anak.
Kelompok Kerja TB Anak Depkes – IDAI. 62. Abraham Maslow, 2009. Teori Hirarki Motivasi,
http:// rajapresentasi.com/ 2009/03/teori-
51. Azwar, S., 2007. Sikap Manusia, Teori Dan hirarki-motivasi-dari-abraham-maslow/
Pengukurannya, Edisi Ke 2, Jakarta: (diakses15 April 2014).
Pustaka Pelajar
63. Dudeng, D., Naning R. dan Pramono D. 2006.
52. Machfoedz I, 2007. Teknik Membuat Alat Ukur Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Penelitian Bidang Kesehatan, Kejadian Tuberkulosis pada Anak. Berita
Keperawatan, dan Kebidanan Cetakan Kedokteran Masyarakat Vol. 22 No. 2.
ketiga. Fitramaya. Yogyakarta.
64. Handayani, 2002. Respon Imunitas Seluler pada
53. Suhr DD. SEM for Health, Business and Infeksi Tuberkulosis Paru, Pusat Penelitian
Education. http://www2.sas.com/ Pemberantasan Penyakit, Badan Penelitian
proceedings/ sugi27/p243-27.pdf. Diakses dan Pengembangan Kesehatan Departemen
tanggal 23 Maret 2011 Kesehatan RI, Jakarta. Availabel : http.
www.kalbe.co.id/cdk
54. Kemenkes RI. 2010. Laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. 65. Eley BS and Beatty DV,2009. The basic
http://www.litbang.depkes.go.id. Diakses immunology of tuberculosis, Saunders
tanggal 8 Juni 2011. Elsevier

55. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah 2007a . 66. Sudiana, 2011. Konsep Dasar Imunologi. Staf
Pertemuan Sosialisasi Survei Tuberkulin. Pengajar : Fakultas Kedokteran
Semarang. Universitas Airlangga Program

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 55


Pascasarjana Universitas Airlangga
Availabel From
http://www.ners.unair.ac.id/materikuliah/D
ASAR%2 0I MUNOLOGI. pdf

67. In KS, 2006. Tuberculosis Pada Anak. Fak.


Kedokteran Univ. Wijaya Kusuma
Surabaya. Availabel :
http://last3arthtree.files. wordpress.com/
2009/02/tb-pada-anak.pdf

68. Wahyunu, 2008. Determinan Perilaku Masyarakat


dalam Pencegahan, Penularan Penyakit
TBC di Wilayah Kerja Puskesmas
Bendosari. GASTER, Vol. 4, No. 1
Februari 2008 (178 - 183). Diakses 14
April 2014.

69. Sukana B, Aspek Pengetahuan, Sikap dan


Perilaku Masyarakat kaitannya dengan
Penyakit TB Paru. Media Litbang
Kesehatan Volume 21 Nomor 1 Tahun
2011

70. Hermawan Y. 2005. Hubungan antara Tingkat


Pendidikan dan Persepsi dengan Perilaku
Ibu Rumah Tangga dalam Pemeliharaan
Kebersihan Lingkungan. Akses online
http://ejournal.unud.ac.id diakses pada
tanggal 6 Juni 2011

71. Crofton, J., Horne, N., Miller, F., 2002. (Alih


Bahasa Prof. Dr. Muljono dkk) :
Tuberkulosis Klinik.Widiya Medika,
Jakarta

72. Farida JR, 2005. Studi Perbandingan Aktivitas


Fagositosis Makrofag terhadap
Mycobacterium TuberculosisSensitif dan
Resisten Isoniazid. LOGIKA, Vol. 2, No.
2, Juli 2005

Keslingmas Vol. 35 Hal. 1 – 85 Maret 2016 | 56

Anda mungkin juga menyukai