Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Brain atau otak merupakan sistem saraf pusat yang terdiri dari

cerebrum, cerebellum, dan brainstem yang dibentuk oleh mesensefalon,

pons, dan medulla oblongata. Otak berkembang dari sebuah tabung yang

mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran. Otak depan dibagi

menjadi beberapa belahan, otak (hemisferium serebri), korpus striatumdan

talami (talamus dan hipotalamus). Otak tengah (diensefalon) dan otak

belakang yang membentuk bagian batang otak terdiri dari pons varoli,

medula oblongata dan serebelum (Pearce 2018).

Terdapat jenis-jenis kelainan pada brain, antara lain meningitis,

ensefalitis, stroke, epilepsi, tumor otak. Salah satu kelainan pada brain yang

sering di jumpai adalah tumor otak. Tumor otak merupakan jenis tumor yang

paling banyak ditemui dan memiliki tingkat kematian yang tinggi , sekitar 6

kasus per 100.000 pasien setiap tahunnya menderita tumor otak (Suta,

2019).

Berbagai cara dilakukan untuk deteksi dini penyakit tumor otak, salah

satunya dengan anatomi citra kesehatan. Citra kesehatan sendiri ada

beberapa macam, yaitu X-Ray, Computer Tomography (CT) Scan dan

Magnetic Resonance Image (MRI). X-Ray memiliki kualitas citra yang buruk,

sehingga tidak banyak informasi yang didapat, sedangkan CT Scan lebih

cocok untuk melihat perubahan dalam struktur tulang. Tumor otak

mengandung soft tissue dan ini tidak bisa dideteksi secara jelas lewat

1
2

CT-Scan. MRI sangat sensitif dan sukses memberikan informasi citra

yang baik, karena MRI mampu memberikan gambaran yang jelas antara soft

tissue dan hard tissue dalam otak (Suta, 2019)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat diagnostik

muthakhir untuk memeriksa dan medeteksi tubuh dengan menggunakan

medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, yang

menghasilkan citra potongan penampang tubuh atau organ manusia dengan

menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 Tesla (1 Tesla

= 10.000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen.

Dengan beberapa factor kelebihan yang dimiliki oleh modalitas Magnetic

Resonance Imaging (MRI) yaitu terutama kemampuannya membuat

potongan sagital, aksial, dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh

pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak, terutama

otak, sumsum tulang belakang dan susunan saraf pusat dan memberikan

citra detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, dibandingkan

dengan pemeriksaan x-ray lainnya sehingga anatomi dan patologi jaringan

tubuh dapat dievaluasi secara detail (Bushberg,2002).

Salah satu pemeriksaan yang rutin dilakukan yaitu MRI Brain dengan pa

sien yang Non kooperatif atau pasien yang bergerak. Menurut Westbrook

(2014) pemeriksaan brain untuk pasien non kooperatif menggunakan sekuen

yaitu sagittal SE/TSE/incoherent GRE T1, axial/oblique SE/TSE PD/T2,

coronal SE/TSE PD/T2 dengan sekuen tambahan axial/oblique IR T1,

axial/oblique FLAIR/EPI, axial/oblique SE/TSE/incoherent(spoiled) GRE T1,

SS-TSE T2, axial 3D incoherent (spoiled) GRE T1, axial/oblique GRE/EPI

T1/T2, axial/oblique SE MT, axial DWI, Diffusion tensor Imaging (DTI), dan
3

axial perfusion imaging. Salah satu sekuen yang digunakan pada

pemeriksaan MRI Brain adalah T2 weighted image Turbo Spin Echo (TSE).

TSE merupakan modifikasi dari pulsa spin echo (SE) untuk mempercepat

waktu scanning. TSE mengurangi waktu akuisisi dan memungkinkan untuk

pembobotan T2. Sekuens ini berpengaruh terhadap waktu scanning yang

lebih singkat. Di Sisi lain kebaikan TSE, sekuens ini mempunyai

keterbatasan, yaitu gambaran pada lemak tampak terang, dikarenakan

terjadinya multipel RF pulsa sehingga akan mengurangi efek interaksi spin-

spin pada lemak (Westbrook dkk, 2011).

Pada pasien non kooperatif, jika terjadi pergerakan pasien saat

pemeriksaan MRI berlangsung maka dapat menimbulkan motion artifact.

Selain diakibatkan oleh pergerakan pasien, motion artifact pada MRI Brain

juga dapat diakibatkan oleh pergerakan fisiologis seperti gerakan

pernafasan, gerakan pembuluh darah dan aliran cairan cerebrospinal, serta

gerakan yang terjadi secara tidak periodik seperti gerakan menelan,

berkedip, gemetar dan lain-lain. Akibat adanya artefak tersebut pada

gambaran akan tampak blurring, terdapat garis-garis dibawah gambaran,

gambaran bergaris miring dan gambaran tidak beraturan. Artefak dapat

menurunkankualitas gambar dan terkadang dapatmengaburkan atau meniru

patologi. (Notosiswoyo dan Suswati, 2004)

Berbagai jenis teknik pencitraan telah dikembangkan oleh produsen

MRI dengan tujuan mengurangi motion artifact. Menurut Lane dkk (2011),

salah satu strategi untuk mereduksi motion artifactpada pemeriksaan MRI

adalah menggunakan PROPELLER (Periodically Rotated Overlaping

Parallel with Enhanced Reconstruction) metode propeller ini kemudian


4

diadaptasi oleh beberapa vendor pabrikan MRI, Blade oleh Siemens,

Propeller oleh General Electrik (GE) dan Multivane oleh Philips (Kyung, et

all, 2015)

BLADE adalah teknik non cartesian yang oversamples pada pusat k-

space menggunakan baling-baling cartesian terpisah, setiap baling-baling

berisi sampel citra yang beresolusi rendah akan berputar seperti baling-

baling. Kelebihan teknik BLADE dapat digunakan untuk pencitraan cepat

dengan kontras yang sangat baik, sehingga efektif untuk mengoreksi

pergerakan dalam jumlah besar pada pencitraan kepala dan pergerakan

jantung kemudian ditandai dengan sangat berkurang sensitivitas terhadap

sumber gambar artefak. Akan tetapi selain kelebihannya, sekuens ini

memakan waktu scanning relatif lebih lama (Lavdas, 2013).

Pada pemeriksaan brain, setiap parameter atau sequence memiliki fungsi y

ang berbeda-beda, ada penambahan sequence yang digunakan dalam pem

eriksaan kepala dengan kondisi pasien non koperatif. Tambahan Sequence

yang digunakan pada MRI brain dengan kondisi pasien non koperatif yaitu s

equence T2 TSE Blade. Berdasarkan pengalaman PKL di RSUD Prof. Dr. M

argono Soekarjo ada beberapa radiografer mengunakan sequence

tambahan tersebut dan ada yang tidak pada pemeriksaan MRI Brain,

khususnya pada pasien dengan klinis tumor otak. Berdasarkan latar

belakang, penulis tertarik untuk mengambil judul “PERBEDAAN INFORMASI

CITRA MRI T2 TSE (TURBO SPINECHO) DENGAN TEKNIK BLADE DAN

TANPA TEKNIK BLADE PADA PEMERIKSAAN MRI BRAIN POTONGAN

AXIAL PADA PASIEN TUMOR OTAK DI RSUD PROF. DR. MARGONO SO

EKARJO.”
5

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan MRI Brain pada kasus tumor otak

menurut kajian teoritis?

2. Bagaimana kelebihan penggunaan Teknik Blade pada pemeriksaan

MRI Brain?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui prosedur pemeriksaan MRI Brain dengan

menggunakan Teknik Blade.

2. Untuk mengetahui kelebihan penggunaan Teknik Blade pada

pemeriksaan MRI Brain.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan peneliti dapat memberikan bahan pemikiran un

tuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pencitraan gambar dari

sekuen T2WI TSE dengan teknik BLADE dan tanpa teknik BLADE pada MRI

kepala dalam penggunaan dalam pemeriksaan serta dapat dijadikan sebagai

acuan dan referensi untuk penelitian selanjutnya terkususnya untuk pasien n

on kooperatif. Serta dapat memantapkan ilmu pencitraan MRI kepala denga

n sekuen T2_TSE menggunakan teknik Blade juga sekuen tersebut bisa dig

unakan pada pemeriksaan lainya terkususnya pada bagian yang bergerak,s

ehingga dapat menghasilkan citra MRI yang informatif.

E. Keaslian Penelitian

1. Nur Hanifah, Azkia (2019) PERBEDAAN INFORMASI CITRA ANATOMI

MRI BRAIN POTONGAN AXIAL SEKUEN T2W FLAIR DENGAN DAN


6

TANPA MULTIVANE MENGGUNAKAN PESAWAT PHILIPS 3 TESLA.

Perbedaannya terdapat di modalitas pemeriksaan yang di gunakan dan

klinis pasien.

2. Bintari, Yulia (2019) ANALISIS PERBEDAAN INFORMASI CITRA

ANATOMI MRI CERVICAL PADA KASUS RADICULOPATHY

SEKUENS T2WI TSE POTONGAN SAGITAL DENGAN DAN TANPA

TEKNIK BLADE. Perbedaan terdapat pada objek pemeriksaan dan

klinis pasien.

Anda mungkin juga menyukai