Anda di halaman 1dari 3

Pada tahun 1986 di Ottawa, Kanada, berlangsung konfrensi internasional

promosi kesehatan yang menghasilkan piagam Ottawa (Ottawa Charter). Piagam ini
menjadi acuan bagi penyelenggaraan promosi kesehatan di dunia termasuk di
Indonesia. Aktivitas promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa adalah advokasi
(advocating), pemberdayaan (enabling) dan mediasi (mediating). Selain itu, juga
dirumuskan 5 komponen utama promosi kesehatan yaitu: 1). Membangun kebijakan
publik berwawasan kesehatan (build healthy public policy), 2). Menciptakan
lingkungan yang mendukung (create supportive environments), 3). Memperkuat
gerakan masyarakat (strengthen community action). 4). Membangun keterampilan
individu (develop personal skill). 5). Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health
services). Berdasarkan Piagam Ottawa tersebut, dirumuskan strategi dasar promosi
kesehatan, yaitu empowerment (pemberdayaan masyarakat), social support (bina
suasana), dan advocacy (advokasi) (Makmur, 2017).
WHO mendefinisikan promosi kesehatan adalah proses untuk memungkinkan
orang meningkatkan kontrol, dan memperbaiki kesehatan mereka. Hal ini tidak hanya
berfokus pada perilaku individu tetapi juga terhadap berbagai intervensi sosial dan
lingkungan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/ MENKES/ SK/
VII/2005 promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar
mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan. Pendidikan kesehatan harus disertai pula dengan upaya
peningkatan kesehatan. Kesadaran akan hal ini menimbulkan munculnya paradigma
baru kesehatan masyarakat, yang mengubah pendidikan kesehatan menjadi promosi
kesehatan.
Rencana aksi nasional pelayanan kesehatan gigi dan mulut muncul karena adanya
keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:HK.02.02/MENKES
/9/2015). Arah kebijakan dan strategi kementrian Kesehatan tahun 2015-2019 antara
lain :
 Penguatan pelayanan kesehatan primer (Primary Health Care)
 Penerapan pelayanan kesehatan dengan pendekatan berkelanjutan mengikuti
siklus hidup manusia (continuum of care)
 Intervensi berbasis risiko kesehatan (health risk)
 Rencana aksi nasional pelayanan kesehatan gigi dan mulut 2015-2020 bertujuan
untuk memperkuat pelayanan kesehatan gigi dan mulut guna mendukung
tercapainya Indonesia Sehat Bebas Karies 2030.
Peta jalan (road map) pelayanan kesehatan gigi dan mulut 2015-2030 :
Rencana Aksi Nasional (RAN) pelayanan kesehatan gigi dan mulut 2015-2020, fokus
pada penguatan kebijakan, sumber daya dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dalam mencapai :
 DMFT anak kelompok umur 12 tahun mencapai 1.26
 50% Puskesmas dengan standar program kesehatan gigi dan mulut yang baik
 50% SD dengan UKGS tahap III
 25% pelaksanaan Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) di Upay
 Kesehatan Bersumberdaya Manusia (UKBM).
Rencana Aksi Nasional (RAN) pelayanan kesehatan gigi dan mulut 2020-2025 fokus
pada penguatan kebijakan, sumber daya dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dalam mencapai :
 DMFT anak kelompok umur 12 tahun mencapai 1.14
 75% Puskesmas dengan standar Program Kesehatan Gigi dan Mulut yang baik
 75% SD dengan UKGS tahap III
 50% pelaksanaan UKGM di UKBM.
Rencana Aksi Nasional (RAN) pelayanan kesehatan gigi dan mulut 2025-2030 fokus
pada penguatan kebijakan, sumber daya dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dalam mencapai :
 DMFT anak kelompok umur 12 tahun mencapai 1
 75% Puskesmas dengan standar Program Kesehatan Gigi dan Mulut yang baik
 75% SD dengan UKGS tahap III
 50% pelaksanaan UKGM di UKBM (RAN, 2016:9).
Dari uraian diatas dan juga adanya rencana aksi nasional pelayanan gigi dan
mulut maka perlu adanya inovasi kesehatan gigi dan mulut. Salah satu contohnya
adanya UKGS inovatif. Promosi kesehatan di sekolah merupakan suatu upaya untuk
menciptakan sekolah menjadi suatu komunitas yang mampu meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Sebagai suatu institusi pendidikan, sekolah mempunyai
peranan dan kedudukan strategis dalam upaya promosi kesehatan. Hal ini disebabkan
karena sebagian besar anak usia 5-19 tahun terpajan dengan lembaga pendidikan
dalam jangka waktu cukup lama. Jumlah usia 7-12 berjumlah 25.409.200 jiwa dan
sebanyak 25.267.914 jiwa (99.4%) aktif dalam proses belajar. Hal ini yang
melatarbelakangi perlu adanya UKGS inovatif.

Daftar Pustaka
Makmur,Treesia S, Angkit K . 2017.Strategi Program Kesehatan Puskesmas di
Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan.8(2):107-113.

Sakti, Rustandi, Putri, Saraswati, Sari, Doni, Rukmini, Zaini.2016. Rencana Aksi
Nasional Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Tahun 2015-2019. Jakarta:PDGI.

Anda mungkin juga menyukai