Anda di halaman 1dari 13

KOMPARATIF KEJADIAN HIPERTENSI PADA WILAYAH PESISIR

PANTAI DAN PEGUNUNGAN DI KOTA KENDARI


TAHUN 2014

COMPARATIVE INCIDENCE OF HYPERTENSION IN COASTAL MARINE


AREA AND MOUNTAINS IN KENDARI CITY 2014

Jusniar Rusliafa1, Ridwan Amiruddin1, Noer Bahry Noor 2

1
Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
2
Bagian Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi:

Jusniar Rusliafa, SKM


Jl. Sahabat Raya
Kota Makassar
HP: +6285656060003
Email: neear06@yahoo.com
ABSTRAK

Hipertensi seringkali tidak mempunyai tanda atau gejala atau sering juga disebut “silent killer” atau penyakit
yang membunuh secara diam-diam atau terselubung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan
kejadian hipertensi pada wilayah pesisir pantai dan pegunungan di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.
Penelitian ini bersifat Observasional Analitik, dengan jenis rancangan Cross Sectional study. Populasi adalah
Semua penduduk yang tinggal secara menetap di Kelurahan Poasia dan Kelurahan Gunung Jati Kota Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara. Sampel adalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria penelitian sesuai
dengan jumlah hasil perhitungan sampel. Responden pada penelitian ini berjumlah 177 terdiri dari 45 responden
wilayah pesisir dan 132 responden wilayah pegunungan. Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square
Test dan Logistic Regression. Hasil penelitian bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kejadian
hipertensi pada wilayah pesisir pantai dan pegunungan yaitu pola makan (asupan natrium p=0,026), konsumsi
alkohol p=0,009, perilaku merokok p=0,004, kegemukan p=0,049, stres p=0,046. Hasil analisis multivariate
diperoleh hasil bahwa variabel pola makan (asupan kalium) memiliki tingkat perbedaan yang paling tinggi
disbandingkan dengan variabel yang lain terhadap kejadian hipertensi dengan nilai exp(B) sebesar 19,222.
Prevalensi hipertensi lebih tinggi di wilayah pesisir dibandingkan dengan wilayah pegunungan.

Kata kunci : Hipertensi, Pesisir Pantai, Pegunungan.

ABSTRACT

Hypertension often has no signs or symptoms, or often called the "silent killer" or disease that kills secretly or
veiled. The aims of this study is to determine the differences of the incidence of hypertension in the coastal areas
and mountain in Kendari Southeast Sulawesi. This study is observational analysis, with cross-sectional design.
The population are all residences living permanently in the Village and the Villages of Mount Teak Poasia
Kendari South east Sulawesi. Sample are the portion of population who mets the criteria. Respondents of the
study were 177 person, 45 in coastal area and 132 in mountain region. Data were analyzed with Chi-square test
and Logistic Regression. The results of the study indicicated that there is a difference, bivariate incidence of
hypertension in coastal areas and mountains, with diet (sodium intake p = 0.026), alcohol consumption p =
0.009, smoking behavior p = 0.004, obesity p = 0.049, stress p = 0.046. Results of multivariate analysis of the
results showed that dietary variables (energy intake of potassium) have the highest level of difference compared
to other variables on the incidence of hypertension with a value of exp (B) of 19,222. The prevalence of
hypertension is higher in coastal areas than in the mountains.

Keywords : Hypertension, Coastal, Mountains.


PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup dominan dan perlu
mendapatkan perhatian, sebab angka prevalensi yang tinggi dan juga karena akibat jangka
panjang yang ditimbulkan mempunyai konsekuensi tertentu. Penyakit hipertensi seringkali
tidak mempunyai tanda atau gejala atau sering juga disebut “silent killer” atau penyakit yang
membunuh secara diam-diam atau terselubung (Susalit, 2001).
Prevalensi hipertensi pada penderita dewasa pada tahun 2000 di dunia adalah sebesar
26,4% dan diperkirakan tahun 2025 akan mencapai 29,2% (Lubis, 2008). Berdasarkan data
Lancet, jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat. Di Asia tercatat 38,4
juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat menjadi 67,4 juta
orang pada tahun 2025. The Third Nacional Health and Nutrition Examination Survey
mengungkapkan bahwa hipertensi mampu meningkatkan risiko penyakit jantung koroner
sebesar 12% dan meningkatkan risiko stroke sebesar 24% (Tjokronegoro, 2001).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menunjukkan hipertensi
pada pria 12,2% dan wanita 15,5%. Di Indonesia angka kejadian stroke yang terpapar
hipertensi meningkat tiga kali dibandingkan yang tidak terpapar hipertensi (Sa’diyah, 2007).
Berdasarkan Riskesdas Nasional tahun 2007, hipertensi berada di urutan ketiga
penyebab kematian semua umur, setelah stroke dan TB, dengan proporsi kematian sebesar
6,8%. Adapun prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur >18 tahun adalah sebesar
31,7%. Dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Kepulauan Natuna (wilayah pantai)
sebanyak 53,3% sedangkan prevalensi terendah di Pegunungan Jayawijaya sebanyak 6,8%.
Hal ini antara lain berhubungan dengan adanya pola makan terutama intake natrium yang
mendukung risiko terjadinya hipertensi (Riskesdas, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Sundari, Faktor Risiko Non Genetik dan
Polimorfisme Promoter Region Gen CYP11B2 Varian T(-344)C Aldosterone Synthase pada
Pasien Hipertensi Esensial di Wilayah Pantai dan Pegunungan (2013), yang mengemukakan
bahwa keseluruhan faktor risiko non genetik berpengaruh signifikan terhadap hipertensi
esensial di wilayah pantai dan pegunungan, hal tersebut disebabkan karena nilai p value <
0,05 dan koefisien determinasi sebesar 0,373 sehingga persentase pengaruh keseluruhan
faktor risiko non genetik terhadap hipertensi esensial sebesar 37,3% (Sundari dkk., 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kejadian hipertensi pada
wilayah pesisir pantai dan pegunungan di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara tahun
2014.
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di di Kelurahan Poasia mewakili wilayah pesisir dan
Kelurahan Gunung jati mewakili wilayah pegunungan dengan pertimbangan berdasarkan data
10 besar penyakit di Puskesmas Abeli kelurahan poasia jumlah penderita hipertensi pada
tahun 2011 sebanyak 242 orang, 2012 sebanyak 933 orang dan tahun 2013 sebanyak 1338
orang. Puskesmas Kandai kelurahan gunung jati jumlah penderita hipertensi pada tahun 2012
sebanyak 367 orang dan 2013 sebanyak 499 orang. Berdasarkan data tersebut menunjukan
bahwa kasus hipertensi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Desain dan Variabel Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan
Cross Sectional study dimaksudkan untuk mempelajari hubungan penyakit hipertensi dan
paparan (faktor penelitian) yaitu pengetahuan tentang hipertensi, pola makan, konsumsi
alkohol, perilaku merokok, kegemukan dan stres pada wilayah pesisir dan pegunungan.
Populasi dan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Sistematik Random Sampling. Agar hasil
penelitian sesuai dengan tujuan, maka peneliti menyeleksi Sampel dari penelitian yang
memenuhi kriteria penelitian sesuai dengan jumlah hasil perhitungan sampel (berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi). Kriteria Inklusi (Responden berumur > 18 Tahun , berdomisili
tetap di Kelurahan Poasia dan Kelurahan Gunung Jati Kota Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara, dan bersedia untuk dijadikan sampel penelitian). Kriteria Eksklusi (Subyek
dikeluarkan dari penelitian disebabkan karena Subyek tidak berada di Kelurahan Poasia dan
Kelurahan Gunung Jati sampai berakhirnya waktu penelitian).
Pengumpulan Data
Data primer diperoleh melalui pengisisan kuesioner dan wawacara langsung dengan
responden yang dilakukan dengan mengunjungi rumah setiap responden, sedangkan data
sekunder diperoleh dari Puskesmas Abeli Kota Kendari mewakili wilayah pesisir dan
Puskesmas Gunung Jati Kota Kendari mewakili wilayah pegunungan. Instrumen
pengumpulan data berupa kuesioner yang terdiri kuesioner karakteristik umum, pengetahuan
tentang hipertensi, pola konsumsi (Semiquantitatif FFQ), konsumsi alkohol, perilaku
merokok, kegemukan dan stres.
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan secara univariat untuk melihat gambaran umum
tentang distribusi frekuensi karakteristik umum responden serta variabel dependen. Analisis
bivariat dilakukan uji Chi-Square untuk melihat perbedaan antar variabel pada wilayah pesisir
dan pegunungan. Analisis multivariate dilakukan dengan uji Logistic Regression untuk
melihat variabel yang paling dominan muncul.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Hasil analisis univariat menggambarkan distribusi responden berdasarkan
karakteristik demografi responden. Untuk karektiristik menurut umur responden yang
menderita hipertensi pada wilayah pesisir lebih banyak pada kelompok umur 26-40 tahun
(34,5%) dan 41-60 tahun (34,5%) sedangkan pada wilayah pegunungan lebih banyak pada
kelompok umur 41-60 tahun (38,4), menurut jenis kelamin responden yang menderita
hipertensi pada wilayah pesisir lebih banyak pada responden laki-laki 69,0% sedangkan pada
wilayah pegunungan responden laki-laki dan perempuan memiliki presentase yang sama yaitu
50%, menurut pendidikan responden yang menderita hipertensi menunjukkan pada wilayah
pesisir tingkat pendidikan responden lebih banyak yang tamat SD yaitu 41,1% sedangkan
wilayah pegunungan tingkat pendidikan responden lebih banyak yang tamat SMA yaitu
30,0% (Tabel 1), menurut pekerjaan responden yang menderita hipertensi menunjukkan
bahwa pada wilayah pesisir adalah nelayan sebanyak 13 orang (44,8%) sedangkan pada
wilayah pegunungan adalah tidak bekerja sebanyak 14 orang (46,7%), menurut status
perkawinan responden yang menderita hipertensi menunjukkan bahwa persentase status
perkawinan responden baik pada wilayah Pesisir dan Pegunungan adalah menikah sebanyak
21 orang (72,4%) dan 28 orang (93,3%) dan menurut status hipertensi menunjukan bahwa
status responden yang menderita hipertensi tertinggi pada wilayah pesisir 64,4% sedangkan
wilayah pegunungan 22,7% (Tabel 2).
Analisis Perbedaan
Analisis perbedaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kejadian hipertensi
pada wilayah pesisir pantai dan pegunungan dengan menggunakan uji Chi-Square Test
didapatkan pola makan (asupan natrium p=0,026), konsumsi alkohol p=0,009, perilaku
merokok p=0,004, kegemukan p=0,049, stres p=0,046 (Tabel 3). Hasil analisis multivariat
dengan menggunakan Logistic Regression diperoleh hasil bahwa variabel pola makan (asupan
kalium) memiliki tingkat perbedaan yang paling tinggi disbandingkan dengan variabel yang
lain terhadap kejadian hipertensi dengan nilai exp(B) sebesar 19,222 (Tabel 4).
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukan bahwa hipertensi lebih banyak pada wilayah pesisir
dibandingkan dengan wilayah pegunungan. Dimana masing-masing variabel saling
mempengaruhi. Natrium atau sodium adalah sebuah mineral yang ditemukan dalam tubuh dan
dalam banyak makanan. Natrium atau sodium adalah sebuah mineral yang ditemukan dalam
tubuh dan dalam banyak makanan. Natrium merupakan nutrisi penting untuk
mempertahankan mempertahankan volume darah, mengatur keseimbangan air dalam sel, dan
menjaga fungsi saraf. Ginjal mengontrol keseimbangan natrium dengan meningkatkan atau
menurunkan natrium dalam urin. Teori lainnya menyebutkan bahwa bila ginjal mengelami
gangguan sehingga tidak dapat mengekskresikan natrium (Na) dalam jumlah normal,
akibatnya natrium (Na) dalam jumlah normal, akibatnya natrium(Na) didalam tubuh dari
volume intravascular meningkat sehigga terjadilah hipertensi (Khomsan, 2004).
Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa asupan natrium tertinggi
adalah wilayah pesisir yaitu asupan natrium lebih dengan presentase 69,0% sedangkan pada
wilayah pegunungan asupan natrium tertinggi adalah asupan natrium cukup dengan
presentase 63,3%. Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,026) untuk asupan
natrium di wilayah pesisir dan wilayah pegunungan dimana asupan natrium lebih tinggi di
wilayah pesisir dibandingkan dengan wilayah pegunungan. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sundari dkk (2013), dimana Intake natrium berpengaruh
signifikan terhadap hipertensi esensial, p value <0,05 dan Odds Ratio (OR) sebesar 1,851
sehingga semakin tinggi intake natrium mempunyai resiko 2 (dua) kali lipat mengalami
hipertensi (Sundari dkk., 2013). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Almatsier yang mengemukakan asupun natrium yang berlebihan, terutama dalam bentuk
natrium klorida, dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan tubuh, sehingga
menyebabkan edema atau ascites dan / atau hipertensi (Almatsier, 2004).
Kalium atau potasium adalah mineral penting yang membantu mengatur fungsi
jantung, tekanan darah, dan saraf dan aktivitas otot. Kalium juga dibutuhkan untuk
metabolisme karbohidrat dan protein dan membantu menjaga pH yang tepat dalam tubuh.
Mereka yang mendapatkan asupan kalium lebih tinggi cenderung memiliki tekanan darah
lebih rendah. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa persentase asupan kalium pada
responden baik di wilayah Pesisir dan Pegunungan tidak ada perbedaan. Secara statistik tidak
ada perbedaan yang bermakna (p=0,069) untuk asupan kalium di wilayah pesisir dan wilayah
pegunungan dikarenakan nilai contuinuity correction lebih dari 0,05 atau tidak signifikan.
Hasil analisis Regresi Logistik menunjukan bahwa kalium adalah sebuah faktor
yang sangat berbeda yang dengan faktor yang lain dimana besarnya perbedaan kalium 19,222
kali lebih tinggi dibandingkan dengan variabel yang lain. Oleh sebab itu dalam penelitian ini
kalium dianggap sebagai variabel yang memiliki tingkat perbedaan yang paling tinggi
dibandingkan dengan variabel yang lain terhadap kejadian hipertensi. Hasil regresi logistik
menunjukan bahwa walaupun kalium tidak memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi
pada analisis bivariat namun kalium memiliki kemungkinan berpengaruh paling besar
dibanding dengan variabel yang lainnya terhadap kejadian hipertensi. Dimana pada saat
kalium berdiri sendiri tidak memiliki berhubungan dengan kejadian hipertensi di wilayah
pesisir dan wilayah pegunungan namun jika kalium bergandengan dengan variabel lain yang
merupakan faktor risiko akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap kejadian hipertensi
baik diwilayah pesisir maupun wilayah pegunungan.
Hal ini sejalan dengan beberapa studi yang menunjukkan bahwa suplemen kalium
saja dapat menghasilkan penurunan yang signifikan pada tekanan darah pada subyek
hipertensi. Biasanya, penelitian ini telah digunakan dosis mulai 2,5-5,0 gram potasium per
hari. Penurunan yang signifikan dalam nilai-nilai baik sistolik dan diastolik telah dicapai.
Dalam satu studi, suplemen kalium menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 12 poin dan
tekanan darah diastolik rata-rata16 poin (Dauchet et al., 2007).
Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO mengatakan bahwa pada beberapa
populasi, konsumsi minuman keras selalu berkaitan dengan tekanan darah tinggi. Jika
minuman keras diminum sedikitnya dua kali per hari, TDS naik kira-kira 1,0 mmHg dan TDD
kira-kira 0,5 mmHg per satu kali minum. Peminum harian ternyata mempunyai aras TDS dan
TDD lebih tinggi, berturut-turut 6,6 mmHg dan 4,7 mmHg dibandingkan dengan peminum
sekali seminggu. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian pada wilayah pesisir dan
pegunungan menunjukkan menunjukkan bahwa baik di wilayah Pesisir presentase konsumsi
alkohol responden terbanyak adalah minum alkohol yaitu 77,8% sedangkan pada wilayah
pegunungan yaitu tidak minum alkohol 63,4%. Secara statistik terdapat perbedaan yang
bermakna (p=0,009) untuk konsumsi alkohol di wilayah pesisir dan wilayah pegunungan
dimana konsumsi alkohol lebih tinggi di wilayah pesisir dibandingkan dengan wilayah
pegunungan. Penelitian lainnya dari Rahajeng dkk (2009), mengemukanakan bahwa
Berdasarkan perilaku konsumsi alkohol, proporsi mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir
ditemukan lebih tinggi pada kelompok hipertensi (4,0%) daripada kontrol (1,8%). Risiko
hipertensi bagi mereka yang mengonsumsi alkohol 1 bulan terakhir ditemukan bermakna,
yaitu sebesar 1,12 kali (Rahajeng dkk., 2009).
Rokok menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan juga
menyebabkan pengapuran sehingga volume plasma darah berkurang karena tercemar nikotin,
akibatnya viskositas darah meningkat sehingga timbul hipertensi. Merokok dapat
meningkatkan tekanan darah secara temporer yaitu tekanan darah sistolik yang naik sekitar 10
mmHg dan tekanan darah diastolik naik sekitar 8 mmHg. Pada penelitian ini menunjukkan
bahwa setelah melakukan perhitungan dengan menggunakan indeks brinkman persentase
perilaku merokok responden tertinggi adalah wilayah pesisir yaitu merokok lebih dari 200
batang atau perokok berat dengan presentase 51,7% sedangkan pada wilayah pegunungan
perilaku merokok tertinggi adalah merokok kurang dari 200 batang atau perokok ringan
dengan presentase 86,7%. Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna untuk perilaku
merokok di wilayah pesisir dan wilayah pegunungan (p=0,004) dimana perilaku merokok
lebih tinggi di wilayah pesisir dibandingkan dengan wilayah pegunungan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh sundari yang mengemukakan bahwa kebiasaan
merokok terbukti sebagai faktor risiko hipertensi dengan nilai nilai p = 0,010; OR = 9,537 dan
95% CI = 1,728 – 52,634. Hal ini menunjukkan orang dengan kebiasaan merokok memiliki
risiko terserang hipertensi 9,537 kali lebih besar dibandingkan orang yang tidak merokok.
(Sundari dkk., 2009).
Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko penting terjadinya penyakit
hipertensi. Penurunan berat badan yang dikombinasi dengan pembatasan asupan garam dapat
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Oleh karena itu semua pasien hipertensi
maupun mereka yang memiliki faktor risiko hipertensi, disarankan menjaga berat badannya
mendekati berat badan optimal atau ideal. Seseorang dikatakan kelebihan berat badan atau
kegemukan apabila berat badannya melebihi 10-20% dari berat badan normal (Soeharto,
2004). Namun pada penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kegemukan pada responden
tertinggi di wilayah pegunungan dengan presentase 60,0% sedangkan di pesisir presentase
tertinggi adalah tidak kegemukan sebesar 69,0%. secara statistik terdapat perbedaan yang
bermakna (p=0,049) untuk kegemukan di wilayah pesisir dan wilayah pegunungan dimana
kegemukan lebih tinggi dipegunungan dibandingkan dengan pesisir. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian oleh Tesfaye, hubungan linear antara IMT dan tekanan darah ditemukan
pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, Ethiopia dan Vietnam. Risiko hipertensi
pada orang yang overweight dan obesitas (IMT≥25.0) lebih tinggi di Indonesia (OR=7.68,
95% CI: 3.88-15.0), di Ethiopia (OR= 2.47, 95% CI: 1.42-4.29) dan Vietnam (OR=2.67,95%
CI: 1.75-4.08) (Tesfaye et al., 2007). Hasil analisis Regresi Logistik pada tabel 28
menunjukan bahwa kegemukan bersifat protektif/menghambat hipertensi dengan nilai lower -
upper dibawah 1. Hal ini dikarenakan kegemukan dapat berpengaruh pada aktifitas keseharian
resonden dimana responden yang kegemukan pada wilayah pesisir lebih cenderung tidak
menderita hipertensi dikarenakan aktifitas fisik yang tinggi sedangkan pada wilayah
pegunungan masyarakat yang bekerja sebagai pedagang lebih cenderung mengalami
kegemukan dikarenakan aktifitas fisik yang kurang.
Stres (ketegangan emosional) dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara
akibat pelepasan adrenalin dan non-adrenalin (hormon stres), yang bersifat vasokonstriksi.
Tekanan darah meningkat pula pada waktu ketegangan fisik (pengeluaran tenaga dan olah
raga). Pada saat stres, sekresi katekolamin semakin meningkat sehingga renin, angiotensin,
dan aldosteron yang dihasilkan juga semakin meningkat (Klabunde, 2007). Peningkatan
sekresi hormon tersebut berdampak pada peningkatan tekanan darah. Sejalan dengan
penelitian ini menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa persentase stres tertinggi pada
responden yaitu di wilayah Pesisir 72,4% sedangkan pada wilayah pegunungan yaitu tidak
stress 55,7%. Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,046) untuk stres di
wilayah pesisir dan wilayah pegunungan dimana stres lebih tinggi di wilayah pesisir
dibandingkan dengan wilayah pegunungan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Farida (2009) yang menyatakan secara umum ditemukan adanya hubungan
nyata positif antara stres dengan hipertensi (r=0.029, p<0.05) (Farida, 2009). Gejala-gejala
stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul
secara lambat, dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan menggaggu
fungsi kehidupan sehari-hari.

KESIMPULAN DAN SARAN


Asupan kalium merupakan sebuah faktor yang sangat berbeda yang dengan faktor
yang lain dimana besarnya perbedaan kalium 19,222 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
variabel yang lain. Oleh sebab itu dalam penelitian ini kalium dianggap sebagai variabel yang
memiliki tingkat perbedaan yang paling tinggi dibandingkan dengan variabel yang lain
terhadap kejadian hipertensi pada wilayah pesisir dan wilayah pegunungan. Hal ini
dikarenakan kurangnya mengkonsumsi kalium dapat menyebabkan terganggunya fungsi
jantung, tekanan darah, serta metabolisme karbohidrat dan protein didalam tubuh. Penelitian
ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan dan melanjutkan penelitian
selanjutnya mengenai perbedaan faktor risiko kejadian hipertensi pada wilayah pesisir dan
wilayah pegunungan yang dapat diteliti antara lain riwayat keluarga serta status sosial
ekonomi yang dapat mempengaruhi kejadian hipertensi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Kelurahan Poasia, Kepala Puskesmas
Abeli, Kepala Kelurahan Gunung Jati, dan Kepala Puskesmas Kandai atas diperkenankannya
pelaksanakan penelitian ini di wilayah kerja yang dipimpinnya. Juga kader-kader yang telah
membantu penulis selama dilapangan untuk mengukur tekanan darah, dan seluruh responden
yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
penelitian ini selesai dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia. Jakarta.
Dauchet et al. (2007). Dietary patterns and blood pressure change over 5-y followup in the
SU.VI.MAX cohort. Am J Clin Nutr 85:1650–6.
Farida. (2009). Faktor Risiko Hipertensi Pada Empat Kabuaten/Kota Dengan Prevalensi
Hipertensi Tertinggi Di Jawa Dan Sumatra. Departemen Gizi Masyarakat. Institut
Pertanian Bogor.
Khomsan dkk. (2004). Pengantar pangan dan gizi. Penebar swadaya. Depok. Jakarta.
Klabunde. (2007). Cardiovasculary physiology concepts Tersedia :
http://www.cvphysiology.com/Blood%20Pressure/BP001.htm.
Lubis dkk. (2008). Hipertensi dan Ginjal. Medan : USU Press.
Pires et al. (2013). Hypertension in Northern Angola : prevalence, associated factors,
awareness, treatment and control. BMC Public Health.
Rahajeng dkk. (2009). Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Jakarta : Pusat
Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan
RI.
Riskesdas. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Sa’diyah R. (2007). Hipertensi sebagai Faktor Risiko Stroke di RS Roemani Muhammadiyah
Semarang. Diakses 16 November 2013 dari :
http://www.unissula.ac.id/perpustakaan/index.php.
Soeharto I. (2004). Kolesterol & lemak jahat, kolesterol & lemak baik dan proses terjadinya
serangan jantung dan stroke. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sundari dkk. (2013). Faktor Risiko Non Genetik dan Polimorfisme Promoter Region Gen
CYP11B2 Varian T(-344)C Aldosterone Synthase pada Pasien Hipertensi Esensial di
Wilayah Pantai dan Pegunungan, Universitas Brawijaya Malang.
Susalit. (2001). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Tesfaye et al. (2007). Association between body mass index and blood pressure across three
population in Africa and Asia. J of Human Hypertension 21: 28-37.
Tjokronegoro. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. In: E. Susalit, E.J. Kapojos, dan
H.R. Lubis ed. Hipertensi Primer. Jakarta: Gaya Baru; 2001. p: 453-456.
LAMPIRAN

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, dan


Pendidikan, di Wilayah Pesisir Pantai dan Pegunungan di Kelurahan Poasia
dan Kelurahan Gunung Jati Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2014.

Kode Sampel Penelitian


Wilayah Karakteristik Responden Hipertensi Tidak Hipertensi
Responden n % n %
Pesisir Umur
a. 17 – 25 8 27,6 6 37,5
b. 26 – 40 10 34,5 9 56,2
c. 41 – 60 10 34,5 1 6,2
d. >60 1 3,4 0 0,0
Pegunungan Umur
a. 17 – 25 3 10,0 51 50,0
b. 26 – 40 11 36,7 27 26,5
c. 41 – 60 12 40,0 21 20,6
d. >60 4 13,3 3 2,9
Pesisir Jenis Kelamin
a. Laki-laki 20 69,0 9 56,2
b. Perempuan 9 31,0 7 43,8
Pegunungan Jenis Kelamin
a. Laki-laki 15 50,0 43 42,2
b. Perempuan 15 50,0 59 57,8
Pesisir Pendidikan
a. Tamat SD 12 41,4 6 37,5
b. Tamat SMP 7 24,1 5 31,2
c. Tamat SMA 10 34,5 5 31,2
Pegunungan Pendidikan
a. Tidak pernah Sekolah 4 13,3 9 8,8
b. Tamat SD 8 26,7 24 23,5
c. Tamat SMP 8 26,7 13 12,7
d. Tamat SMA 9 30,0 41 40,2
e. S1/D1/D2/D3 1 3,3 15 14,7
Sumber : Data Primer, 2014
Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan, Status
Perkawinan, Status Hipertensi dan Tidak Hipertensi di Wilayah Pesisir
Pantai dan Pegunungan di Kelurahan Poasia dan Kelurahan Gunung Jati
Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014.

Kode Sampel Penelitian


Wilayah Karakteristik Responden Hipertensi Tidak Hipertensi
Responden n % n %
Pesisir Pekerjaan
a. Tidak Bekerja 10 34,5 6 37,5
b. Swasta 5 17,2 2 12,5
c. Nelayan 13 44,8 7 43,8
d. Pedagang 1 3,4 1 6,2
Pegunungan Pekerjaan
a. Tidak Bekerja 14 46,7 51 50,0
b. PNS 1 3,3 4 3,9
c. Swasta 5 16,7 17 16,7
d. Pedagang 6 20,0 14 13,7
e. Lain-lain 4 13,3 16 15,7
Pesisir Status Perkawinan
a. Menikah 21 72,4 13 81,2
b. Belum menikah 8 27,6 2 12,5
c. Janda 0 0,0 1 6,2
Pegunungan Status Perkawinan
a. Menikah 28 93,3 55 53,9
b. Belum menikah 1 3,3 41 40,2
c. Janda 0 0,0 2 2,0
d. Duda 1 3,3 4 3,9
Pesisir Status Hipertensi dan
29 64,4 16 35,6
Tidak Hipertensi
Pegunungan Status Hipertensi dan
30 22,7 102 77,3
Tidak Hipertensi
Jumlah 45 100,0 132 100,0
Sumber : Data Primer, 2014
Tabel 3. Distribusi responden menurut Pengetahuan Tentang Hipertensi, Pola Makan,
Konsumsi Alkohol, Merokok, dan Stres di Wilayah Pesisir Pantai dan
Pegunungan di Kelurahan Poasia dan Kelurahan Gunung Jati Kota Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014.

Sampel Penelitian
Variabel Penelitian Pesisir Pegunungan
n % n %
Pola Makan
a. Natrium
1. Cukup 9 31,0 19 63,3
2. Lebih 20 69,0 11 36,7
b. Kalium
1. Cukup 26 89,7 20 66,7
2. Lebih 3 10,3 10 33,3
Konsumsi Alkohol
a. Minum alkohol 14 77,8 4 22,2
b. Tidak minum alkohol 15 36,6 26 63,4
Konsumsi Rokok
a. Rokok < 200 14 48,3 26 86,7
b. Rokok >200 15 51,7 4 13,3
Kegemukan
a. Kegemukan 9 31,0 18 60,0
b. Tidak kegemukan 20 69,0 12 40,0
Stres
a. Stres 21 72,4 13 43,3
b. Tidak Stres 8 27,6 17 56,7
Jumlah 29 100,0 30 100,0

Tabel 4. Analisis Regresi Logistik Kejadian Hipertensi di Daerah Pesisir dan


Pegunungan di Wilayah Pesisir Pantai dan Pegunungan di Kelurahan Poasia
dan Kelurahan Gunung Jati Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2014.

95% CI For Exp


Exp
Variabel B SE Waid Sig (B)
(B)
Lower Upper
Kegemukan(1) -2,497 0,951 6,900 0,009 0,082 0,013 0,531
Energi(1) 2,135 1,095 3,802 0,051 8,453 0,989 72,257
Natrium(1) 2,508 0,970 6,687 0,010 12,281 1,835 82,181
Kalium(1) 2,956 1,325 4,979 0,026 19,222 1,433 257,935
Alkohol 2,223 0,886 6,297 0,012 9,238 1,627 52,447
Constant -3,373 1,252 7,258 0,007 0,034
Sumber: Data Primer, 2014

Anda mungkin juga menyukai