Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA YANG

MELAKUKAN HEMODIALISA DI RSUD

SANJIWANI GIANYAR

NAMA : I GUSTI AYU ADE KASIDHI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI)

2017, gagal ginjal kronik stadium v merupakan kerusakan jaringan ginjal

atau menurunnya LFG kurang dari 15 mL/min/1,73 m2 selama lebih dari

tiga bulan dan menjalani hemodialisa (HD). Prevalensi global gagal ginjal

sebesar 13,4% dengan 48% diantaranya mengalami penurunan fungsi

ginjal dan tidak menjalani dialisis dan sebanyak 96% orang dengan

kerusakan ginjal atau fungsi ginjal yang berkurang tidak sadar bahwa

mereka memiliki gagal ginjal kronik. Hemodialisa merupakan terapi

pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun

ketahun terus meningkat [ CITATION Rae17 \l 1033 ].

Pasien gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa di dunia

diperkirakan berjumlah 1,4 juta orang dengan insidensi pertumbuhan 8%

pertahun [ CITATION IRR14 \l 1033 ]. Prevalensi gagal ginjal kronik di

Amerika Serikat pada tahun 2012 lebih dari 10% atau lebih dari 20 juta

orang, sedangkan gagal ginjal kronik di Indonesia pada tahun 2017 terjadi

peningkatan yaitu 24.141 orang. Di Provinsi Bali yang mengalami sakit

ginjal yang sebagian besar diidap oleh usia produktif antara usia 45-64

tahun, di RSUP Sanglah menerima pasien gagal ginjal kronik sebanyak

251 pasien dan setiap bulannya 52 pasien menjalani operasi. Di Kabupaten


Gianyar terdapat 0,2% pasien dengan gagal ginjal kronis terdapat lebih

dari 4.547 angka gagal ginjal kronis dengan terapi hemodialisa pada tahun

2017, gagal ginjal kronis merupakan 10 besar penyakit rawat inap di

RSUD Sanjiwani Gianyar. Dari 40 orang pasien penyakit gagal ginjal

yang sedang menjalani hemodialisa 80% pasien mengalami ansietas.

Menurut United States Renal Data System (USRDS) tahun 2017,

yang bertanggung jawab terhadap kejadian gagal ginjal kronik urutan

pertama dan kedua yaitu diabetes melitus sebesar 34% dan hipertensi

sebesar 21%, kemudian diikuti glomerulonefritis sebesar 17%,

pielonefritis kronik sebesar 3,4%, ginjal polikistik sebesar 3,4% dan lain-

lain sebesar 21% (Kemenkes RI. 2013).Pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa berfikir bahwa agar dapat bertahan hidup ia akan

selalu memiliki ketergantungan terhadap mesin dialisis. Hal ini sering kali

menimbulkan pemikiran bahwa nyawanya akan terancam dan harapan

untuk hidup semakin berkurang dan pasien mengalami ketakutan bahwa

usianya tidak lama lagi [ CITATION Tje14 \l 1033 ].

Dengan adanya kompleksitas masalah yang timbul selama

hemodialisis, akan berdampak terjadinya kecemasan pada pasien.

Gangguan psikitrik yang sering ditemukan pada pasien dengan terapi

hemodialisa adalah depresi, kecemasan, hubungan dalam perkawinan dan

fungsi seksual, serta ketidakpatuhan dalam diet dan obat-obatan[ CITATION

Can13 \l 1033 ]. Banyak pasien dan keluarganya memerlukan dukungan

secara emosional untuk menghadapi kecemasan.


Berdasarkan etiologi, gangguan cemas dapat disebabkan oleh

faktor genetik, gangguan neurobiokimiawi, aspek kepribadian dan

penyakit fisik[ CITATION Ast14 \l 1033 ]. Beberapa gangguan cemas, yaitu

gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, fobia spesifik, fobia sosial,

gangguan obsesif- kompulsif, gangguan stres pasca trauma dan gangguan

kecemasan umum[ CITATION Ast14 \l 1033 ]. Keluhan yang dirasakan

penderita juga bermacam-macam seperti rasa khawatir, gelisah, sulit tidur,

takut mati, sulit membuat keputusan.Adapun faktor yang mempengaruhi

kecemasan : usia, jenis kelamin, lama hemodialisa, pengetahuan,

dukungan keluarga[ CITATION Ast14 \l 1033 ] . Hal ini dapat diberikan

melalui bentuk asuhan keperawatan, adanya perawat selama hemodialisa

lebih dibutuhkan dari pada pemberian obat yang dapat menjadi pencetus

perubahan tanda-tanda vital.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Sanjiwani Gianyar pada tanggal 26 bulan Juni 2019

dengan melakukan wawancara terhadap sepuluh orang keluarga pasien

didapatkan data sebanyak delapan orang mengalami gejala kecemasan.

Didapat data Tn. R (79 tahun), Ny. P (68 tahun), Ny. KR (72 tahun), Tn.

PS (60 tahun), Ny. WM (71 tahun), Tn. IK (68 tahun), Tn. KS (75 tahum),

Tn. KJ (70 tahun), Tn. WM (65 tahun), Tn. WS (72 tahun). Kecemasan

tersebut dirasakan oleh keluarga pasien berupa perasaan sedih, takut,

khawatir terhadap penyakit dan biaya perawatan yang akan ditanggung

oleh keluarga. Sebanyak enam dari delapan orang yang memiliki keluarga
yang menjalani terapi hemodialisa di Ruang Hemodialisis merasakan

adanya informasi yang kurang tentang keparahan penyakit, diagnosa dan

rencana perawatan yang harus dijalani pasien, hal ini membuat keluarga

merasa cemas.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti

“Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada lansia

yang melakukan hemodialisa di RSUD Sanjiwan Gianyar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian “Apa Saja Faktor Yang Berhubungan

Dengan Tingkat Kecemasan Pada Lansia Yang Menjalani Hemodiaisa di

Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

tingkat kecemasan pada lansia yang menjalani hemodialisa di RSUD

Sanjiwani Gianyar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi hubungan usia dengan tingkat kecemasan

pada lansia yang menjalani hemodialisa di RSUD Sanjiwani

Gianyar.
b. Untuk mengidentifikasi hubungan jenis kelamin dengan tingkat

kecemasan pada lansia yang menjalani hemodialisa di RSUD

Sanjiwani Gianyar.

c. Untuk mengidentifikasi hubungan lama terapi hemodialisa dengan

tingkat kecemasan pada lansia yang menjalani hemodialisa di

RSUD Sanjiwani Gianyar.

d. Untuk mengidentifasi hubungan dukungan keluarga dengan tingkat

kecemasan pada lansia yang menjalani hemodialisa di RSUD

Sanjiwani Gianyar.

e. Untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan dengan tingkat

kecemasaan pada lansia yang menjalani hemodialisa di RSUD

Sanjiwani Gianyar.

f. Untuk mengidentifikasi faktor dominan pada lansia yang menjalani

hemodialisa di RSUD Sanjiwani Gianyar.

D. Manfaat Penelitian

1. Pelayanan Keperawatan

Diharapkan dapat memberikan informasi sehingga dapat menjadi

evaluasi pada setiap unit kerja di rumah sakit. Sebagai masukan dalam

mencegah tingkat kecemasan pasien lansia cuci darah dalam tingkat

kecemasan pasien yang menjalani tindakan hemodialisis di Rumah

Sakit Umum Daerah Sanjiwni Gianyar.

2. Masyarakat
Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam bidang perawatan

pasien yaitu tingkat kecemasan pasien yang menjalani tindakan

hemodialisis.

3. Institusi Pendidikan

Bermanfaat untuk menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan

khususnya mahasiswa ilmu keperawatan dalam upaya untuk mencegah

tingkat kecemasan pasien yang menjalani tindakan hemodialisis

4. Pengembangan Ilmu Keperawatan

Sebagai informasi dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai

hubungan tingkat kecemasan pasien yang menjalani tindakan

hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwni Gianyar.

E. Keaslian Penelitian

Tahun dan
Judul Nama Rancangan Variabel
No tempat Hasil penelitian
penelitian peneliti penelitian penelitian
penelitian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Faktor risiko Restu 2015 Case control Variabel bebas Terdapat hubungan
penyakit ginjal Pranandar, Riwayat penyakit antara usia, jenis
kronik di Woro RSUD keluarga, kebiasaan kelamin, riwayat
instalasi Supadmi Wates Kulon merokok, konsumsi hipertensi, diabetes
hemodialisis Progo minuman suplemen mellitus, merokok,
RSUD Wates energi pengguna suplemen
Kulon Progo dengan kejadian
tahun 2015 Variabel terikat penyakit ginjal
Kejadian penyakit kronik.
ginjal kronik
2 Faktor yang Noviek 2014 cross Variabel bebas Terdapat hubungan
berhubungan Restianika sectional Karakteristik jenis antara umur, jenis
dengan RSUD dr. kelamin, umur, kelamin, riwayat
kejadian Soeroto pekerjaan, diabetes mellitus,
penyakit ginjal Kabupaten minuman konsumsi minuman
kronik pada Ngawi bersuplemen dan suplemen dengan
pasien rawat merokok, riwayat kejadian penyakit
inap ruang hipertensi, diabetes ginjal kronik, namun
penyakit dalam mellitus. tidak terdapat
di RSUD dr. hubungan antara
Soeroto Variabel terikat pekerjaan, riwayat
Kabupaten Penyakit ginjal merokok, konsumsi
Ngawi tahun kronik kopi, hipertensi,
2014 denan kejadian
penyakit ginjal
kronik.
3 Hubungan Sri Hananto 2015 cross Variabel bebas Hasil penelitian
frekuensi Ponco sectional Frekuensi menunjukkan
konsumsi Nugroho RSUD Ibnu konsumsi sebagian responden
suplemen Sina Gresik suplemen energi (50%)
energi dengan mengkonsumsi
stadium Variabel terikat suplemen eneri >5
chronic kidney Stadium Chronic bungkus perminggu,
disease di Kidney hampir seluruh
ruang Diases(CKD) responden (82,2%)
hemodialisis pada stadium 5.
RSUD Ibnu Hasil uji statistik
Sina Gresik menunjukkan nilai
tahun 2015 koefisiensi koreasi
614 dengan tingkat
signifikansi p<0,005
sehingga terdapat
hubungan frekuensi
konsumsi suplemen
energi dengan
stadium Chronic
Kidney Diases.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hemodialisa

1. Pengertian

Hemodialisa adalah pengobatan bagi orang yang menurun fungsi

ginjalnya. Hemodialisa mengambil alih fungsi ginjal untuk membersihkan

darah melalui “ginjal buatan”. Sampah dan air yang berlebihan dibuang

dari tubuh selama proses hemodialisa berlangsung, ini biasanya dilakukan

oleh ginjal yang fungsinya masih baik[ CITATION Res15 \l 1033 ]. Darah

dialirkan melalui ginjal buatan (dialiser) untuk membuang

toksin/kelebihan cairan dan kemudian dikembalikan ke vena. Hemodialisa

adalah metode yang lebih cepat dan lebih efisien dari pada dialisa

peritoneal untuk membuang urea dan produk toksin lain, tetapi

memerlukan akses AV permanen[ CITATION Emm16 \l 1033 ]. Hemodialisa

berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialisa yang berarti

pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh

akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan

tahap akhir atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis

waktu singkat[ CITATION Emm16 \l 1033 ].

2 Tujuan
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan:

a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, asam

urat.

b. Membuang kelebihan air

c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh

d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh

e. Memperbaiki status kesehatan penderita

3 Proses

Dalam kegiatan hemodialisa terjadi tiga proses utama seperti berikut

proses difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di

dalam darah dan didalam dialisat. Semakin tinggi perbedaan kadar dalam

darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan kedalam dialisat.

a. Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut

karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.

b. Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia,

yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat.

4 Frekuensi

Frekuensi tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,

tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak dua

kali/minggu[ CITATION Nad15 \l 1033 ]. Program dialisa dikatakan berhasil

jika:

a. Penderita kembali menjalani hidup normal

b. Penderita kembali menjalani diet yang normal


c. Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi

d. Tekanan darah normal

e. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.

5 Komplikasi

Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi

pada saat dilakukan terapi yaitu hipotensi, kram otot, mual dan muntah,

sakit kepala, gatal-gatal, demam dan menggigil, kejang[ CITATION Emm16 \l

1033 ].

6 Diet

a) Diet rendah kalium, hindari makanan/minuman yang tinggi kalium

seperti alpukat, pisang, tomat, kentang, sayuran hijau tua, kacang-

kacangan, kopi, coklat, garam pengganti.

b) Mengatur asupan cairan (nilai normal ciran maksimal 1500 ml/hari)

c) Diet rendah phosphat, hindari makanan/minuman tinggi phosphate

seperti susu, keju, yogurt, es krim, coklat, sayur kacang-kacangan,

kedelai,ikan, telur, hati, udang,kepiting, dan lain-lain.

Adapun manfaat diet pada gagal ginjal[ CITATION Fir10 \l 1033 ]yaitu:

1) Untuk mengurangi gejala uremia

2) Mencegah kurang gizi

3) Menghambat pemburukan fungsi ginjal

Faktor-faktor yang menjalani terapi hemodiálisis di manfaatkan dalam

penelitian yang dilakukan oleh Sitifa Aisara (2015) yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran klinis penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani

hemodiálisis di RSUP dr. M. Djamil Padang. Jenis penelitian ini adalah

deskriptif observasional. Sampel mencangkup semua pasien penyakit ginjal

kronik yang menjalani hemodiálisis di RSUP dr. M. Djamil Padang tahun

2015 yang memenuhi kriteria inklusi, sehingga didapatkan sebanyak 104

sampel. Jenis data adalah data sekunder yang diperoleh dari rekam medik.

Hasil penelitian menunjukkan kebanyakan pasien adalah kelompok usia 40-60

tahun sebanyak 62,5% dan sebagian besar jenis kelamin pria sebanyak 59

pasien (56,7%). Gambaran klinis paling banyak berupa keadaan gizi sedang

94,2%, diikuti dengan kadar Hb 7-10g/dl 68,3%, konjungtiva anemia 62,5%,

edema perifer 53,8%, hipertensi derajat 1 32,7%, lemah, letih, lesu sebanyak

30,8%, dan mual 12,5%. Simpulan penelitian ini adalah gambaran klinis

penderita PGK yang menjalani hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang

terbanyak yaitu anemia hipertensi derajat satu, keadaan gizi sedang,

konjungtiva anemia, dan edema perifer (Sitifa Aisara, 2015).

B. Konsep Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu

tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan

reaksi adaptif yang sesuai[ CITATION Mus15 \l 1033 ] . Kecemasan berfungsi

sebagai mekanisma yang melindungi ego karena kecemasan memberi

sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan
yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego

dikalahkan[ CITATION Mus15 \l 1033 ].

Kecemasan adalah suatu pengalaman subjektif mengenai

ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan

ketidakmampuan menghadapi masalh atau adanya rasa aman[ CITATION

Nad15 \l 1033 ]. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya

menimbulkan gejala-gejala fisiologi (seperti gemetar, berkeringat, detak

jantung meningkat dan lain-lain). Gejala-gejala psikologis (seperti panik,

tegang, bingung, tidak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya), gejala-gejala

kognitif (perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam

memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, bidang persepsi

menurun, kreativitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri

meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada

gambaran visual dan takut cedera atau kematian) dan gejala-gejala afektif

(mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus, ketakutan, alarm,

terror, gugup, dan gelisah) [ CITATION Mus15 \l 1033 ].

2. Tanda dan Gejala

Adanya gejala-gejala fisik maupun psikologis yang menyertai

kecemasan dapat dijelaskan sebagai berikut:gejala fisik meliputi telapak

tangan basah, tekanan darah meninggi, badan gemetar, denyut jantung

meningkat dan keluarnya keringat dingin[ CITATION Nad15 \l 1033 ].

3. Tingkat
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya. Menurut [ CITATION Dhi15 \l 1033 ]empat tingkatan antara lain:

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi

yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang

persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi

meningkat dan tingkat laku sesuai situasi.

Kecemasan ringan mempunyai karakteristik:

1) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari

2) Kewaspadaan meningkat

3) Persepsi terhadap lingkungan meningkat

4) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan menghasilkan

kreatifitas

5) Respon fisiologis: sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan

darah menngkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka

berekrut, serta bibir bergetar.

6) Respon kognitif: mampu menerima rangsangan yang

kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah

secara efektif dan terangsang ntuk melakukan tindakan


7) Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, remor

halus pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan

sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu

kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernafasan

meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume

tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak

optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan

terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah

tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.

Kecemasan sedang mempunyai karakteristik :

1) Respon biologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan

tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia,

diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih dan letih.

2) Respon kognitif : memusatkan perhatian pada hal yang penting

dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit

dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima.

3) Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak-sentak, terlihat

lebih tegas, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan

perasaan tidak aman.


c. Kecemasan Berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seeorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada

sesuau yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal

lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada

tingkat ini adalah mengeluh pusing sakit kepala, nausea, tidak dapat

tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi

menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya

sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi,

perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

Kecemasan berat mempunyai karakteristik :

1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan

mengabaikan hal yang lain.

2) Respon fisiologi : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,

berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, serta tampak

tegang.

3) Respon kognitif : tidak mampu berpikir berat lagi dan

membutuhkan banyak pengarahan/ tuntunan, serta lapang

persepsi menyempit.

4) Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat dan

komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).

d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena

mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala

yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernafas, dilatasi pupil,

palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat

berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,

mengalami halusinasi dan delusi.

Panik mempunyai karakteristik :

1) Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,

sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi

motorik.

2) Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis,

persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi dan

ketidakmampuan memahami situasi.

3) Respons perilaku dan emosi : agitasi, mengamuk, dan marah,

ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali atau kontrol diri

(aktifitas motorik tidak menentu), perasaan terancam serta

dapat berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan atau

orang lain.

4. Rentang Respon

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal

ansietas[ CITATION Dhi15 \l 1033 ]yaitu sebagai berikut:


a) Teori Psikoanalitis

Dalam pandangan psikoanalitis ansietas adalah konflik emosional

yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu Id dan Superego.

Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan

Superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma

budaya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen

tersebut dan fungsi cemas adalah meningkatkan ego bahwa ada

bahaya.

b) Teori Interpersonal

Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan

takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal.

Ansietas juga erhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kerentanan tertentu.

Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami

ansietas berat.

c) Teori Perilaku

Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi

yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain

menganggap ansietas sebagai suatu dorongan yang dipelajari

berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari

kepedihan. Ahli teori pembelajaran mayakini bahwa individu yang

terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan


lebih sering menunjukkan ansietas sebagai pertentangan antara dua

kepentingan yang berlawanan. Mereka menyakini adanya

hubungan timbal balik antara konflik dan ansietas. Konflik

menimbulkan ansietas dan ansietas menimbulkan perasaan tidak

berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik yang

dirasakan.

d) Kajian Keluarga

Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya

terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih

antara gangguan ansietas dengan depresi.

e) Kajian Biologis

Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor

khusus untuk benzodiasepin. Obat-obat yang meningkatkan

neuregulator inhibisi asam gamma-aminobutirat (GABA) yang

berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan

dengan ansietas. Selian itu kesehatan umum individu dan riwayat

ansietas pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi

ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan

selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi

stressor.

5. Faktor Pencetus
Faktor pencetus seorang menjadi cemas menurut [ CITATION

Lum08 \l 1033 ]dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) yaitu tidak

memiliki keyakinan akan kemampuan diri, maupun dari luar dirinya

(faktor eksternal) yaitu dari lingkungan seperti ketidaknyamanan akan

kemampuan diri, threat (ancaman), conflik (pertentangan), fear

(ketakutan), unfuled need (kebutuhan yang tidak terpenuhi). Namun

demikian pencetus kecemasan dapat dikelompokkan kedalam dua kategori

yaitu :

a) Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis

atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari guna

pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.

b) Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat

mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status/peran

diri dan hubungan interpersonal.

Ansietas juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1) Kerentanan Biologik

Gangguan ini cenderung berhubungan dengan abnormalitas

neurotransmitter (GABA, serotonin atau norepinefrin) didalam

system limbik.

2) Gender

Gangguan ini menyerang wanita dua kali lebih banyak dari pada

pria.

3) Gangguan Psikiatrik Lain


Terdapat angka komorbiditas yang tinggi dengan gangguan

psikiatrik lainnya, termasuk gangguan depresi dan panik

4) Faktor Psikososial

Seperti harga diri rendah, berkurangnya toleransi terhadap stress

dan kecendrungan kearah lokus eksternal dari keyakinan control.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien antara lain:

a) Faktor- faktor intrinsik, antara lain :

1) Usia pasien

Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih

sering pada usia dewasa dan lebih bnyak pada wanita. Sebagian

beasar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun [ CITATION

Nur101 \l 1033 ] Pengalaman pasien menjalani pengobatan.

Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan

pengalaman-pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada

individu terutama untuk masa-masa yang akan datang [ CITATION

Nur101 \l 1033 ]. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan

bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di

kemudian hari. Apabila pengalaman individu tentang hemodialisis

kurang, maka cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan

saat menghadapi tindakan hemodialisis[ CITATION Nur101 \l 1033 ].

2) Konsep diri dan peran


Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan

pendirian yang diketahui individu terhadap dirinya dan

mempengaruhi individu berhubungan dengan orang lain [ CITATION

Nur101 \l 1033 ]. Peran adalah pola sikap perilaku dan tujuan yang

diharapkan dari seorang berdasarkan posisinya di masyarakat.

Banyak faktor yang mempengaruhi peran seperti kejelasan perilaku

dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon

orang yang berarti terhadap peran, kesesuaian dan keseimbangan

antara peran yang dijalaninya. Juga keselarasan budaya dan

harapan individu terhadap perilaku peran[ CITATION Res15 \l 1033 ] .

Disamping itu pemisahan situasi yang akan menciptakan

ketidaksesuaian perilaku peran,jadi setiap orang disibukkan oleh

beberapa peran yang berhubungan dengan posisinya pada setiap

waktu. Pasien yang mempunyai peran ganda baik didalam keluarga

atau masyarakat ada kecenderungan mengalami kecemasan yang

berlebih disebabkan konsentrasi terganggu[ CITATION Nur101 \l 1033

b) Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain :

1) Kondisi Medis (diagnosis penyakit)

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan

kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan

bervariasi untuk masing-masing kondisi medis, misalnya: pada

pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa


pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan klien.

Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu

mempengaruhi tingkat kecemasan[ CITATION Res15 \l 1033 ].

2) Tingkat pendidikan

Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing.

Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir,

pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat

pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi

stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat

pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman

terhadap stimulus [ CITATION Nur101 \l 1033 ].

3) Akses informasi

Adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang

membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang diketahuinya.

Informasi adalah segala penjelasan yang didapatkan pasien

sebelum pelaksanaan tindakan hemodialisis terdiri dari tujuan,

proses, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan yang

tersedia,serta proses adminitrasi[ CITATION Nur101 \l 1033 ].

4) Proses adaptasi

Bahwa tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh sitimulus

internal dan ekternal yang dihadapi individu dan membutuhkan

respon perilaku yang terus menerus. Proses adaptasi sering


menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber-

sumber di lingkungan dimana dia berada[ CITATION Res15 \l 1033 ]

5) Tingkat sosial ekonomi

Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan

psikiatrik. Berdasarkan hasil penelitian durham diketahui bahwa

masyarakat kelas sosial ekonomi rendah prevalensi psikiatriknya

lebih banyak. Jadi keadaan ekonomi yang rendah atau tidak

memadai dapat mempengaruhi peringatan kecemasan pada klien

menghadapi tindakan hemodialisis[ CITATION Nur101 \l 1033 ].

6) Jenis tindakan

Adalah klasifikasi suatu tindakan terapi medis yang dapat

mendatangkan kecemasan karena terdapat ancaman pada

integritas tubuh dan jiwa seaorang. Semakin mengetahui tentang

tindakan hemodialisis, akan mempengaruhi tingkat kecemasan

pasien hemodialisi[ CITATION Nur101 \l 1033 ].

7) Komunikasi terapeutik

Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perwat maupun

pasien. Terlebih bagi pasien yang akan menjalani proses

hemodialisis. Hampir sebagain besar pasien yang menjalani

hemodialisis mengalami kecemasa. Pasien sangat membutuhkan

penjelasan yang baik dari perawat. Komunikasi yang baik diantara


mereka akan menetukan tahap hemodialisis selanjutnya [ CITATION

Res15 \l 1033 ].

7. Pengukuran

Pengukuran derajat kecemasan seseorang menggunakan alat ukur

(instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Ratting Scale for Anxiety

(HRS-A), yang terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing

kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-

masing kelompok gejala di beri penilaian angka (score) antar 0-4, yang

artinya adalah nilai 0 : tidak ada gejala (keluhan), nilai 1 : gejala ringan,

nilai 2 : gejala sedang, nilai 3: gejala berat, nilai 4 : gejala berat sekali.

Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala tersebut di

jumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

kecemasan seseorang yaitu skor <14 = tidak ada kecemasan, skor 14-20 =

kecemasan ringan, skor 21-27 = kecemasan sedang, skor 28-41 =

kecemasan berat dan skor 42 – 56 = kecemasan berat sekali. Pengukuran

tingkat kecemasan dapat menggunakan pengukuran dengan Hamilton

Rating Scale For Anxiety (HRSA) merupakan alat ukur tingkat kecemasan

yang di adaptasi dari barat, telah banyak dipakai di Indonesia dan sudah

dibakukan secara Internasional.

Prinsip kecemasan di manfaatkan dalam penelitian yang dilakukan

oleh Yani Eko Hargyowati (2017), yang bertujuan untuk mengetahui

tingkat kecemasan pasien yang dilakukan tindakan hemodiálisis di Ruang

Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Jenis penelitian


kuantitatif dengan desain deskriptif analitik pada 44 pasien hemodialisa,

variabel yang diamati : tingkat kecemasan pasien sebelum dan setelah

dilakukan tindakan hemodialisa. Analisisi data dengan wilcoxon test.

Tingkat kepuasan pasien sebelum dilakukan tindakan hemodialisa

sebagian besar memiliki kecemasan sedang 36 responden (81,8%).

Tingkat kecemasan pasien setelah dilakukan tindakan hemodialisa

sebagian besar memiliki kecemasan sedang sebanyak 22 responden (50%)

dan kecemasan ringan 22 responden (50%). Terdapat perbedaan tingkat

kecemasan pasien sebelum dan setelah dilakukan tindakan hemodialisa di

Ruang Hemodialisa RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

C. Tinjauan Tentang Faktor-Faktor yang berhubunga dengan

Kecemasan Pasien Hemodialisa

1) Usia

Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering

pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar

kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun. Usia 40-70 tahun, laju filtrasi

glomelurus akan menurun secara progresif hingga 50% dari normal

terjadi penurunan kemampuan tubulus ginjal untuk mereabsorpsi dan

pemekatan urin. Penurunan kemampuan pengosongan kandung kemih

dengan sempurna sehingga meningkatkan resiko infeksi dan obstuksi

dan penurunaan intake cairan yang merupakan faktor resiko terjadinya

kerusakan ginjal[ CITATION Rus12 \l 1033 ].

2) Lama menjalani Hemodialisa


Pada awal menjalani Hemodialisa respon pasien seolah-olah tidak

menerima atas kehilangan fungsi ginjalnya, marah dengan kejadian yang

ada dan merasa sedih dengan kejadian yang dialami sehingga

memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap lingkungan yang baru

dan harus menjalani hemodialisa dua kali seminggu [ CITATION Rus12 \l

1033 ]. Waktu yang diperlukan unuk beradaptasi masing-masing pasien

berbeda lamanya.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien

gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi hemodialisa yaitu:

Lamanya menjalani Hemodialisis, Frekuensi Hemodialisis, adanya

komplikasi selama menjalani Hemodialisis[ CITATION Rus12 \l 1033 ].

Dalam kaitan dengan lamanya menjalani terapi hemodialisis

sebagai faktor terhadap hubungan tingkat kecemasan pasien, ini

disebabkan oleh lamanya menjalani terapi [ CITATION Rus12 \l 1033 ].

3) Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang dapat

membedakan dua mahluk sebagai laki-laki atau perempuan. Menurut

Friedman bahwa cemas banyak didapat dilingkungan hidup dengan

ketegangan jiwa yang lebih banyak pada jenis kelamin perempuan dari

pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan dipresentasikan

sebagai mahluk yang lemah lembut, keibuan dan emosional [ CITATION

Nur101 \l 1033 ].

4) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga didefinisi dari dukungan sosial. Definisi

dukungan sosial sampai saat ini masih diperdebatkan bahkan

menimbulkan kontradiksi[ CITATION Rus12 \l 1033 ]. Sejumlah orang lain

yang potensial memberikan dukungan tersebut sebagai significant other

misalnya sebagai seorang istri significant other nya adalah suami, anak,

orang tua, mertua dan saudara-saudara. Dukungan keluarga sangat

penting untuk pasien dengan penyakit kronis (dalam hal ini pasien yang

menjalani terapi hemodialisis) karena dukungan keluarga sangat

mempengaruhi tingkah laku. Dari definisi yang disebutkan, penulis

mengambil kesimpulan bahwa dukungan keluarga sangat bermanfaat

dalam pengendalian seseorang terhadap tingkat kecemasan dan dapat

pula mengurangi tekanan-tekanan yang ada pada konflik yang terjadi

pada dirinya[ CITATION Rus12 \l 1033 ].

4) Pengetahuan

Pengetahuan (knowladge) merupakan yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (over bihoviur). Pengetahuan banyak

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat diperoleh dari pendidikan

formal dan nonformal[ CITATION Nur101 \l 1033 ]. Jadi pengetahuan

sangat erat hubungannya dengan pendidikan seseorang maka orang

tersebut semakin luas pengetahuannya, karena pendidikan tidak mutlak

diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi pendidikan nonformal juga

diperoleh. Status pengetahuan seseorang tentang penyakit gagal ginjal

kronis dapat mempengaruhi kemampuannya dalam memilih dan


memutuskan terapi hemodialisis yang sesuai dengan

kondisinya[ CITATION Nur101 \l 1033 ]. Pengetahuan adalah salah satu

komponen prilaku yang termasuk dalam kognitif domain yang terdiri

dari enam tingkatan yakni:

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima[ CITATION Dhi15 \l

1033 ]. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya[ CITATION Dhi15 \l 1033 ].

b) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

mengimplementasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan. Dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajarinya[ CITATION Dhi15 \l 1033 ].

c) Aplikasi ( Application)
(1) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi ril

(sebenarnya).

(2) Aplikasi disini dapat diartikan atau penggunaan hukumhukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain.

d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya[ CITATION Dhi15 \l 1033 ].

e) Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk

menyusun formalasi baru dari formalasi yang ada, misalnya dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada[ CITATION Dhi15 \l 1033 ].

f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada[ CITATION Dhi15 \l 1033 ].

Kerangka Teori

Gagal ginjal kronik stadium 5

Gejala gagal ginjal kronik : Faktor Yang


1. Ada darah dalam urine (hematuria) Mempengaruhi
2. Bengkak simetris pada kaki kanan dan kiri Kecemasan:
1. Usia
(edema)
2. Pendidikan
3. Sel darah putih pada urine (leukosituria)
3. Jenis Kelamin
4. Protein dalam urine (proteinuria)
4. Pengetahuan
5. Penurunan produksi urine (oliguria)
5. Dukungan Keluarga
6. Hipertensi
7. Anemia
8. Gangguan pertumbuhan
9. Kelainan tulang Tingkat Kecemasan:
1. Tidak cemas
2. Ringan
3. Sedang
4. Berat
5. Panik
Faktor Risiko Biomedik :
1. Riwayat Penyakit InfeksiSaluran
Kemih
2. Riwayat Batu Saluran Kemih
3. Riwayat Penyakit Diabetes
Mellitus Cara mengatasi :
4. Riwayat Penyakit Hipertensi 1. Continuous Amblatory
5. Riwayat Penggunaan Obat- Peritoneal Dialysis (CAPD)
obatan 2. Terapi Hemodialisa
3. Transplantasi ginjal

BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Variable Independen Variable Dependen

Tindakan hemodialisa Tingkat kecemasan

Faktor yang berhubungan :


1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Lama hemodialisis
4. Dukungan
keluarga
5. Pengetahuan
Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Faktor pencetus

: Berhubungan

B. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara

dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam

penelitian (Nursalam, 2016).

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) :

1. Ada hubungan antara usia terhadap tingkat kecemasan pada pasien yang

menjalani hemodialisa.

2. Ada hubungan antara jenis kelamin terhadap tingkat kecemasan pada

pasien yang menjalani hemodialisa.

3. Ada hubungan antara lama hemodialisa terhadap tingkat kecemasan

pada pasien yang menjalani hemodialisa.


4. Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan

pada pasien yang menjalani hemodialisa.

5. Ada hubungan antara pengetahuan terhadap tingkat kecemasan pada

pasien yang menjalani hemodialisa.

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesa nol (Ho) :

1. tidak ada hubungan antara usia terhadap tingkat kecemasan pada pasien

yang menjalani hemodialisa.

2. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin terhadap tingkat kecemasan

pada pasien yang menjalani hemodialisa.

3. Tidak ada hubungan antara lama hemodialisa terhadap tingkat

kecemasan pada pasien yang menjalani hemodialisa.

4. Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat

kecemasan pada pasien yang menjalani hemodialisa.

5. Tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap tingkat kecemasan

pada pasien yang menjalani hemodialisa.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didentifikasikan tersebut (Nursalam, 2016).

Definisi operasional dari penelitian ini yaitu:

Tabel 3.1Definisi Operasional Faktor Yang Hubungan dengan Tingkat

Kecemasan Lansia yang Menjalani Hemodialisa

N Alat Skala
Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
o Ukur Ukur
1 Usia Umur responden terhitung Isian data Usia dengan kategori Ordinal
sejak lahir sampai ulang kuisioner 1. 20-24 tahun
tahun terakhir. Dewasa 2. 25-29 tahun
muda : bila responden 3. ≥30 tahun
memiliki usia 18-40 tahun
dan dewasa tua :
responden yang memiliki
usia >40 tahun.
2 Jenis Penggolongan responden Isian data Jenis kelamin Ordinal
Kelamin yang terdiri dari laki-laki kuisioner 1. Laki-laki (≤50%)
dan perempuan, jenis 2. perempuan (≤50%)
kelamin dikaji agar
mengetahui perbandingan
jenis kelamin mana yang
lebih banyak mengalami
kecemasan.
3 Lama Waktu yang telah dilewati Kuisioner 1. baru : telah menjalani Ordinal
Hemodialisis pasien sejak pertama kali hemodialisa ≤ 3 bulan
mejalani hemodialisa (≤30%)
sampai saat ini. Lama 2. lama : telah menjalani
hemodialisa diteliti agar hemodialisa >3 bulan
mengetahui hubungan (>30%)
dengan tingkat kecemasan
pada pasien yang
menjalani hemodialisa.
4 Dukungan Dukungan atau bantuan Kuisioner Skor 76%-100% : baik Ordinal
Keluarga yang diberikan oleh Skor 56%-75% : cukup
keluarga untuk Skor < 56% : kurang
mengurangi kecemasan
yang dialami oleh
responden. Dukungan
tersebut bisa dari ayah,
ibu, anak, kakek, nenek
maupun dari keluarga lain.
5 Pengetahuan Hasil jawaban pasien yang Kuisioner 1. baik : 76-100% Ordinal
menjalani hemodialisa 2. cukup : 56-75%
mengenai penyakitnya 3. kurang : <56%
yang diukur dengan
mengajukan pertanyaan
sesuai kuisioner.
Pengetahuan sangat
penting dalam penelitian
ini seberapa jauh
pengetahuan pasien
tentang penyakitnya
apakah pasien mengerti,
mengaplikasikan dan
memahami.

6 Tingkat Tingkat kecemasan adalah Kuisioner Tidak cemas : <14 Ordinal


kecemasan rasa khawatir, takut, yang HARS Cemas ringan : 14-20
tidak jelas sebabnya. Ada Cemas sedang : 21-27
empat tingkat kecemasan Cemas berat : 28-4
yaitu kecemasan ringan, Panik : 45-56
kecemasan sedang,
kecemasan berat, dan
panik.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang

banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran

terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian juga

pemahaman akan kesimpulan penelitian akan lebih baik apabila juga disertai

dengan table, grafik, bagan, gambar atau tampilan lain.

Merupakan penelitian deskriptif analitik yaitu penelitian yang

digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Desain penelitian cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari

dinamika korelasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Artinya
setiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran

dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

pemerikasaan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Dalam target pasien di Provinsi Bali RSUP Sanglah Denpasar 362

pasien jumlah rata-rata yang menjalani tindakan hemodialisa pasien rawat

jalan maupun rawat inap sebanyak 2600 tindakan perbulan karena pasien

rawat jalan maupun rawat inap melakukan hemodialisa rutin sehari

sebanyak 2 kali tindakan hemodialisa.

Populasi target dalam penelitian ini adalah jumlah pasien yang

menjalani hemodialisa di RSUD Sanjiwani Gianyar tersebut pasien yang

datang rawat jalan maupun rawat inap rata-rata perhari 40 orang pasien

yang menjalani hemodialisa. Adapun populasi terjangkau dalam penelitian

ini adalah jumlah pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Sanjiwani

Gianyar, pasien yang datang rawat jalan maupun rawat inap pada bulan

Juni terdapat pasien lama dan baru 220 orang, pada bulan Juli terdapat

pasien lama dan baru 260 orang, dan pada bualn agustus pasien baru 40

orang. Total pasien yang menjalani hemodialisa selama tiga bulan terakhir

sebanyak 520 orang dengan rata-rata kunjungan perbulan sebanyak 160

orang.

2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang

akan diambil. Sampel penelitian ini dengan metode total sampling dimana

seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian dimana sampel yang

digunakan adalah semua populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

eksklusi penelitian.

Adapun kriteria inklusi yang ditentukan dalam penelitian ini adalah

1) Kriteria Inklusi

- Pasien yang menjalani terapi hemodialisa dua kali seminggu sesuai

jadwal dengan lama hemodialisa 4,5 jam.

- Pada pasien yang memiliki kecemasan

- Pada pasien yang tinggi ureum dan kreatinin

- Pada pasien yang memiliki diagnosa penyakit gagal ginjal kronik

stadium 5

- Pada pasien yang mendukung untuk menjalani hemodialisa

2) Kriteria Eksklusi

- Pada pasien yang berumur 40-60 tahun keatas

- Pada pasien yang pengetahuannya kurang memahami penyakitnya

- Pada pasien yang tidak mendapatkan dukungan dalam menjalani

hemodialisa

Besarnya sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan

rumus menurut Nursalam, (2013).

Perhitungan besar sampel menggunakan rumus:

N
n = 1+ N ( d ) ²
keterangan :

n : besar sampel

N : besar populasi

d : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang digunakanyaitu sebesar 5%

atau 0,05.

perhitungan:

N
n = 1+ N ( d ) ²

40
n = 1+ 40 ( 0,05 ) ²

40
n = 1+ 40 ( 0,0025 )

40
n = 1+ 0,1

40
n = 1, 1 = 36

Setelah dilakukan perhitungan maka diperoleh hasil sebesar 36 responden.

C. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat yang akan dilakukan penelitian oleh

peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Penelitian ini di

lakukandi RSUD Sanjiwani Gianyar, karena setelah dilakukan studi

pendahuluan didapatkan hasil bahwa faktor yang berhubungan tentang

pasien yang menjalani hemodialisa dan mereka mengalami kecemasan saat

menjalani hemodialisa.

D. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah rentan waktu yang akan dilakukan oleh

peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian. Penelitian ini dilakukan

dari tanggal 4 Juli – 4 Agustus 2019.

E. Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan objek manusia tidak boleh

bertentangan dengan etika agar hak responden dapat terlindungi, penelitian

dilakukan dengan menggunakan etika sebagai berikut:

1) Memberikan Informed Consent

Lembar persetujuan diedarkan kepada pasien sebelum penelitian

dilaksanakan terlebih dahulu, sehingga pasien mengetahui maksud dan

tujuan penelitian serta dampak yang akan terjadi selama pengumpulan

data. Jika pasien bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar

persetujuan tersebut, bila tidak bersedia maka penelitian harus tetap

menghormati hak-hak pasien.

2) Anonymity (tanpa nama)

Dalam menjagakerahasiaan identitas pasien, peneliti tidak

mencantumkan nama pasien pada lembar pengumpulan data dan cukup

memberikan kode.

3) Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan kerahasiaan

dari responden dijamin peneliti.

4) Benefience
Penelitian yang dilakukan dalam bidang orang sebagai responden

harus memberi dampak yang positif bagi responden. Penelitian ini

memberikan manfaat bagi pasien dan keluarga berupa pemahaman

mengenai dukungan keluarga dan kualitas hidup pasien hemodialisa.

5) Nonmaleficence

Penelitian yang dilakukan tidak mengandung unsur berbahaya dan

tidak merugikan. Penelitian ini dilakukan dengan pengisian kuisioner

sehingga tidak merugikan responden.

6) Veracity

Penelitian menjelaskan kepada pasien yang menjalani hemodialisa

tentang manfaat, efek dan apa yang didapat saat subjek dilibatkan

dalam penelitian. Penjelasan disampaikan kepada responden karena

mempunyai hak untuk mengetahui informasi dari peneliti.

7) Justice

Penelitian dilakukan secara adil, baik sebelum, selama dan sesudah

penelitian. Semua responden memiliki hak yang sama untuk bertanya,

tanpa adanya diskriminasi kepada responden.

F. Alat Pengumpulan Data

Instrument peneliti adalah mengumpulkan data dengan

menggunakan instrument berupa kuisioner yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden tentang hal-hal yang ingin

diketahui. Kuesioner berupa daftar pernyataan dan atau pertanyaan yang

disusun sedemikian rupa sehingga responden diberi kemudahan dalam


mengisinya dengan memberikan tanda ceklis (√) pada pilihan jawaban

yang tersedia dan menuliskan jawaban singkat.

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner 4 bagian, yaitu

1) Demografi responden

Pada bagian ini berisi empat buah pertanyaan meliputi usia, jenis

kelamin, pendidikan, dan lamanya hemodialisa yang tergabung dalam

point A tentang data demografi (pertanyaan 1,2,3 dan 4).

2) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan dukungan eksternal yang sangat

kuat mempengaruhi perilaku pasien yang meliputi dukungan dalam

kehadiran hemodialisa, pemberian motivasi, dukungan dalam

pengaturan diet, cairan dn obat-obatan serta perasaan pasien terhadap

dukungan keluarganya. Pernyataan yang dikembangkan berbentuk 7

pertanyaan dengan 5 skala likert, yang dimulai dari: selalu (5), sering

(4), kadang-kadang (3), jarang (2), dan tidak pernah (1). Hasil

pengukuran terhadap dukungan keluarga selanjutnya dilakukan

analisis dan dikatagorikan menjadi 2 yaitu dukungan keluarga baik

jika jumlah skor ≥34 dan dukungan kelurga kurang bila jumlah skor

jawaban <34.

3) Pengetahuan tentang hemodialisa

Untuk mendapatkan data tentang pengetahuan pasien tentang

hemodialisa diungkap opsi jawaban “ya” dan “tidak”. Pertanyaan

meliputi pengetahuan pasien mengenai tujuan hemodialisa, manfaat


hemodialisa, dampak jika tidak dilakukan hemodialisa, frekuensi dan

durasi hemodialisa, serta aturan dalam diet, cairan dan obat-obatan

bagi pasien hemodialisa, baik dalam bentuk pernyataan positif

maupun negatif. Hasil pengukuran terhadap pengetahuan dapat

dikatagorikan menjadi 2 yaitu pengetahuan tinggi jika skor ≥6 dan

pengetahuan rendah jika skor <6.

4) Tingkat kecemasan

Untuk mengetahui kecemasan pasien yang menjalani hemodialisa

kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang sudah baku yaitu

HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). HARS adalah untuk menilai

tingkat keparahan gejala kecemasan seperti suasana hati, ketegangan,

gejala fisik dan kekhawatiran. Kuesioner teriri dari 14 kelompok

gejala kecemasan yang dijabarkan secara lebih spesifik. Kuesioner ini

menggunakan skor dengan rentang skala likert 0-4, yang terdiri dari :

0= tidak ada, 1= ringan, 3= berat, 4= berat sekali. Hasil pengukuran

adalah untuk penilaian derajat kecemasan jika jumlah skor: skor <14

(tidak ada kecemasan), skor 14-20 (kecemasan ringan), skor 21-27

(kecemasan sedang), skor 28-41 (kecemasan berat), 42-56 (kecemasan

berat sekali).

G. Prosedur Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu data primer adalah data

yang diperoleh dari hasil jawaban kuisioner yang langsung diberikan

responden, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku
rekam medis RSUD Sanjiwani Gianyar tentang jumlah pasien yang

menjalani terapi hemodialisa pertahun 2015 dan 2019 untuk data primer

dilakukan dengan cara:

1) Mengajukan permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2) Melakukan validasi kuesioner dengan memberikan kuisioner kepada

pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa kemudian dilakukan

perhitungan terhadap jawaban kuisioner tersebut dengan

menggunakan SPSS. Uji validasi adalah uji yang dilakukan untuk

mengukur sejauh mana instrument pengukur mampu mengukur apa

yang diinginkan.

3) Melakukan penelitian dengan cara mendekati responden untuk

memberi penjelasan tentang penelitian ini, kemudian meminta

persetujuan untuk menjadi responden, setelah itu kuisioner dibagikan

kepada responden untuk diisi dengan didampingi oleh peneliti.

4) Setelah jumlah sampel terpenuhi maka dilakukan pengolahan data.

H. Pengolahan Data

Setelah dilakukan pengambilan data, maka kemudian dilakukan

pengolahan data yang meliputi beberapa bagian yaitu:

1) Editing

Editing berfungsi untuk mengoreksi kelengkapan dan pengisian

data dengan benar

2) Coding
Coding adalah pemberian kode jawaban untuk mempermudah

pemindahan dan pengelompokan data yang didapat dalam pertanyaan

sesuai variable peneliti.

3) Scoring

Scoring yaitu pemberian nilai atau skor pada item-item yang perlu

diberikan skor.

4) Entry

Entry merupakan proses memasukkan data yang telah terkumpul.

5) Tabulating

Tabulating merupakan pengelompokan data yang akan diperoses

dengan menggunakan table menurut sifat dan kategorinya.

6) Cleaning

Cleaning yaitu menghilangkan data yang tidak perlu.

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan

computer yaitu menggunakan program Statistical Programe for Sosial

Science (SPSS) 17.0 for Windows sehingga mempermudah peneliti

mendapatkan hasil analisa data.

I. Rencana Analisis Data

Sebuah data diolah kemudian dianalisa dengan menggunakan

bantuan computer yaitu dengan program SPSS, adapun analisa yang

digunakan yaitu :

1) Analisa Univariat
Tujuan dari analisis univariat adalah untuk mendeskripsikan

distribusi dari masing-masing variabel yang diteliti. Pada penelitian

ini variabel yang dideskripsikan melalui analisis univariat adalah

variabel dependen yaitu kepatuhan pasien gagal ginjal kronik dengan

hemodialisa dan variabel independen yaitu faktor-faktor yang

berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien gagal ginjal kronik

meliputi usia, jenis kelamin, lama hemodialisa, dukungan keluarga,

dan pengetahuan. Data yang diperoleh kemudian dihitung jumlah dan

presentase masing-masing kelompok dan disajikan dengan

menggunakan tabel serta diinterpresentasikan.

2) Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan Antara variabel

independen dan dependen dengan menggunakan uji Hamilton rating

scale for anxiety (HARS) untuk menilai tingkat kecemasankuisioner

HARS terdiri dari 14 macam kelompok pertanyaan. Pertanyaan dalam

kuisioner HARS memiliki skala 0-5. Nilai rata-rata yang diperoleh

responden selanjutnya diklarifikasikan berdasarkan rentang nilai level

tingkat kecemasan yaitu skor 0-14 (artinya tidak ada kecemasan), skor

14-20 (artinya kecemasan ringan), skor 21-27 (artinya kecemasan

sedang), skor 28-41 (artinya kecemasan berat), dan skor 42-56

(artinya kecemasan berat sekali).


3) Analisis multivariat

Analisis digunakan untuk mengetahui hubungan secara bersama-

sama variabel bebas terhadap variabel terikat dan variabel bebasmana

yang paling besar hubungannya terhadap variabel terikat dengan

menggunakan uji regresi logistik. Analisis regresi logistik untuk

menjelaskan hubungan beberapa variabel bebas secara bersamaan

dengan variabel terikat. Prosedur yang dilakukan terhadap uji regresi

logistik pemodelan multivariat yaitu :

a) Seleksi kandidat, apabila masing-masing variabel bebas

menunjukkan hasil p<0,25 pada analisis bivariat, maka variabel

tersebut menjadi kandidat untuk dilakukan analisis multivariat,

namun jika p>0,25 tetapi secara substansial berhubungan maka

tetap diikutkan dalam analisis selanjutnya.

b) Semua variabel kandidat dimasukkan bersama-sama untuk

dipertimbangkan menjadi model dengan hasil menunjukkan nilai p

value <0,05. Variabel terpilih dimasukkan ke dalam model dan

nilai p value >0,05 dikeluarkan dari model, dimulai secara

berurutan dari nilai p value terbesar. Variabel yang dikeluarkan

akan dimasukkan kembali ke dalam model jika terjadi perubahan

Odd Ratio (OR) satu atau lebih variabel yang melebihi 10%

sehingga akan didapatkan pemodelan akhir.

c) Untuk melihat variabel mana yang paling besar pengaruhnya

terhadap variabel dependen, dilihat dari exp (B) untuk variabel


yang signifikan, semakin besar nilai exp (B) nerarti semakin besar

pengaruhnya terhadap variabel dependen yang dianalisis.

DAFTAR PUSTAKA

Riskesdas, (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan . Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Astiti. (2014). analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. yogyakarta.

Caninsti. (2013). Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik.

Desy, F. M. (2010). Diet Untuk Pasien Dialisa.

farida. (2017). badan penelitian dan pengembangan kesehatan riset kesehatan

dasar.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.


Hutagaol, E. V. (2016). Kualitas Penderita Gagal Ginjal Kronik. Peningkatan

Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani

Terapi Hemodialisa.

IRR. (2014). Report Of Indonesia Renal Regristry. Indonesia Renal Registry.

Lumenta. (2008). Faktor Pencetus. Penyakit Ginjal Penyebab, Pengobatan Medik

dan Pencegahannya.

Lumenta. (2008). Penyakit Ginjal Penyebab, Pengobatan Medik dan

Pencegahannya. Gunung Mulia, Jakarta.

Musa. (2015). Tingkat Kecemasan . Hubungan tindakan hemodialisa dengan

tingkat kecemasan klien gagal ginjal kronik.

Nadia. (2015). Kecemasan pada penderita gagal ginjal kronik . Kecemasan pada

penderita gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Pusat TNI AU.

Notoatmodjo, S. (2010). Metotologi Penelitian Kesehatan . Rineka Cipta, Jakarta.

Nurchayati. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik.

Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien

Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.
Raesita Rahmawati, P. (2017). Pengertian Gagal Ginjal Kronik. gaggal ginjal

kronik.

Restu Pranandari, W. S. (2015). FAKTOR RISIKO GAGAL GINJAL KRONIK

DI UNIT HEMODIALISIS. Majalah Farmaseutik.

Rustina. (2012). Tingkat Kecemasan. Gambaran Tingkat Depresi pada Pasien

Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis.

Nurchayati, S. (2010). Faktor-faktor Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Analisis

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit

Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis.

Tjekyan, S. (2014). Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik . Kidney

Disease Statistics.

Widayati, D. (2015). Tingkat Kecemasan. Peningkatan Kualitas Hidup pada

Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa.

Anda mungkin juga menyukai