Dilihat dari kasusnya, Atut melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor). Pasal tersebut terkait penyalahgunaan wewenang sebagai
penyelenggara negara yang telah menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau
korporasi sehingga mengakibatkan kerugian negara.
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1):
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korupsi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan
maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili;
HIPOTESIS :
1. Korupsi pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Provinsi Banten.
Ratu Atut diduga melakukan manipulasi proyek pengadaan alat
kesehatan, dengan melakukan perubahan anggaran alat kesehatan RS
rujukan. Ia melakukan manipulasi tersebut bersama adiknya Tubagus
Chaeri Wardana alias Wawan. Badan Pemeriksa Keuangan
mengumumkan total kerugian negara atas tindakan Atut dan Wawan
sebesar Rp. 79 Miliar