Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.. Wr, Wb
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena berkat, rahmat, taufik, dan
hidayah-NYA kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu dan semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan
kepada kita nantinya
Makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Pasien Dengan Katarak” ini
mengandung beberapa pokok bahasan yang akan membahas tentang poin-poin
penting yang terdiri dari landasan teori asuhan keperawatan pada pasien katarak.
Terima kasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman kami, atas dorongan
yang telah diberikan kepada kami sehingga makalah ini dapat terbentuk. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
perbaikan di kemudian hari.

Jambi, Mei 2019

Penulis
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Defenisi
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa
di dalam kapsul lensa. Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa
beberapa abad yang lalu apabila pengurangan visus diperkirakan oleh suatu tabir
(layar) yang diturunkan di dalam mata, agak seperti melihat air terjun (Perawatan
Mata.
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga
akibat dari kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progesif.

B. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam - macam,
yaitu sebagai berikut:
1. Usia lanjut
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan
bertambahnya usia lensa akan mengalami proses menua, di mana dalam
keadaan ini akan menjadi katarak.
2. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa
pertumbuhan janin
3. Genetik
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang timbul
pada lensa.
4. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan
amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka
meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari
akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam
lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose
reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam
lensa.
5. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid.
Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine
dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa.
Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi
protein.
6. Konsumsi alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit
mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam
terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan
secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting
pada lensa.

C. Klasifikasi
Secara umum/garis besar :
1. Katarak perkembangan : developmental dan degenerative.
2. Katarak trauma : akibat trauma lensa mata.
3. Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu seperti DM
Berdasarkan usia pasien :
1. Katarak congenital : terlihat pada saat bayi, pada usia 1 tahun.
2. Katarak juvenile : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan dibawah usia
40 tahun.
3. Katarak persenil : katarak sesudah usia 30-40 tahun.
4. Katarak senilis : katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis
katarak ini merupakan proses degenerative (kemunduran) dan paling sering
ditemukan.
Tahapan katarak sinilis :
 Katarak insipel : pada stadium insipen (awal) kekeruhan lensa mata masih
sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa.
Kekeruhan lensa beebentuk bercak.
 Katarak immatur : lensa masih memiliki bagian jernih.
 Katarak matur : pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung
dan dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan
yang sering disampaikan oleh penderita katarak pada saat ini adalah
kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari.
 Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah merembes
melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan perdagangan pada struktur mata
yang lainnya.

D. Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta ga
ngguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. 
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tamp
ak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipenda
rkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pa
da retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan
seakan akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar puti
h ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum gangguan katarak meliputi: 
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
a. Peka terhadap sinar atau cahaya.
b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Gejala lainya adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata

E. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus,
di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna
menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier
ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal
terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa
yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu
enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien
yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun memiliki kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemik, seperti diabetes. Namun
kebanyakan merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki
dekade ketujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal,
karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya
katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok,
diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama
(Smeltzer, 2002).

F. Pemeriksaan penunjang
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, p
englihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis,  glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup gluko
ma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papilede
ma, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid
9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM
10. Keratometri.
11. Pemeriksaan lampu slit.
12. A-scan ultrasound (echography).
13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.

G. Komplikasi
1. Glaucoma
2. Uvetis
3. Kerusakan endotel kornea
4. Sumbatan pupil
5. Edema macula sistosoid
6. Endoftalmitis
7. Fistula luka operasi
8. Pelepasan koroid
9. Bleeding

H. Penatalaksanaan
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit
seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Dalam bedah katarak, lensa
diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular. Ekstraksi intrakapsular yang jarang lagi dilakukan saat ini adalah
mengangkat lensa in toto, yakni di dalam kapsulnya melaui insisi limbus superior
140-1600. Pada ekstraksi ekstrakapsular juga dilakukan insisi limbus superior,
bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks
lensa dibuang dari mata dengan irigasi dan aspirasi atau tanpa aspirasi sehingga
menyisakan kapsul posterior.
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau
keduanya) adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi lumbus yang kecil
(2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca operasi. Teknik ini
kurang bermanfaat pada katarak senilis yang padat dan keuntungan insisi lumbus
yang kecil agak berkurang jika dimasukkan lensa intraokuler. Pada beberapa tahun
silam, operasi katarak ekstrakapsular telah menggantikan prosedur intrakapsular
sebagai jenis bedah katarak yang paling sering. Alasan utamanya adalah bahwa
apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah dapat memasukkan lensa intra okuler ke
dalam kamera posterior. Insiden komplikasi pasca operasi seperti abasio retina dan
edema makula lebih kecil bila kapsul posteriornya utuh.
Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari operasi itu juga, tetapi
dianjurkan untuk bergerak dengan hati- hati dan menghindari peregangan atau
mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan. Matanya dapat dibalut selama
beberapa hari, tetapi kalau matanya terasa nyaman, balutan dapat dibuang pada
hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi dengan kacamata.
Perlindungan pada malam hari dengan pelindung logam diperlukan selama
beberapa minggu. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah
operasi, tetapi biasanya pasien melihat dengan cukup baik melalui lensa
intraokuler sambil menantikan kacamata permanen.(Vaughan, 2000).
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan, status perkawinan. Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang
berusia lanjut. Pekerjaan yang sering terpapar sinar ultraviolet akan lebih
berisiko mengalami katarak.
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi,
imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan,  riwayat penyakit
keluarga. Keluhan utama yang dirasakan yaitu penurunan ketajaman
penglihatan dan silau.
c. Riwayat penyakit saat ini
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya terdapat keluarga yang lain yang juga mengalami katarak.
f. Genogram
g. Pengkajian Keperawatan:
 Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan berbeda pada setiap klien.
 Pola nutrisi/metabolic
Tidak ada gangguan terkait pola nutrisi dan metabolic klien.
 Pola eliminasi
Tidak ada gangguan pada pola eliminasi klien.
 Pola aktivitas & latihan
Perubahan aktivitas biasanya/ hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
 Pola tidur & istirahat
Tidak ada gangguan pola tidur dan istirahat yang disebabkan oleh katarak.
 Pola kognitif & perceptual
Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/
merasa di ruang gelap.
 Pola persepsi diri
Klien berisiko mengalami harga diri rendah karena kondisi yang dialaminya.
 Pola seksualitas & reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang diakibatkan
oleh katarak.
 Pola peran & hubungan
Pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan
pada penglihatannya.
 Pola manajemen & koping stress
 Klien dapat mengalami stress karena klien tidaka dapat melihat secara jelas
seperti sebelumnya.
 Sistem nilai dan keyakinan
System nilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain.
h. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum, tanda vital
Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata,
telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit
dan kuku, dan keadaan lokal.
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada
pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002).
Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan
pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan
tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau
subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular
posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat
ditemukan, antara lain deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi
sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya.

2. Diagnosa
a. Pre Operasi
1) Gangguan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan
penurunan ketajaman penglihatan, penglihatan ganda.
2) Cemas berhubungan dengan pembedahan yang akan dijalani dan
kemungkinan kegagalan untuk memperoleh penglihatan kembali.
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan prosedur invasif.
2) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (bedah
pengangkatan).

3. Intervensi
a. Pre operasi
No Diagnosa Noc Nic
1 Gangguan persepsi NOC: NIC: Fall prevention
sensori visual / Fall prevention behaviour1.      Identifikasi kebiasaan
penglihatan Indikator: dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan
a.    Penggunaan alat bantu mengakibatkan risiko jatuh
penurunan dengan benar 2.      Kaji riwayat jatuh pada
ketajaman b.    Tidak ada penggunaan klien dan keluarga
penglihatan, karpet
penglihatan ganda. c.    Hindari barang-barang
3.      Identifikasi karakteristik
berserakan di lantai lingkungan yang dapat
meningkatkan terjadinya
risiko jatuh (lantai licin)
4.      Sediakan alat bantu
(tongkat, walker)

5.      Ajarkan cara penggunaan


alat bantu (tongkat atau
walker)
6.      Instruksikan pada klien
untuk meminta bantuan
ketika melakukan
perpindahan, joka
diperlukan
7.      Ajarkan pada keluarga
untuk menyediakan lantai
rumah yang tidak licin
8.      Ajarkan pada keluarga
untuk meminimalkan
risiko terjadinya jatuh pada
pasien
2 Cemas berhubungan NOC : NIC :
dengan pembedahan a.          Anxiety control Anxiety Reduction
yang akan dijalani b.          Coping (penurunan kecemasan)
dan kemungkinan Kriteria Hasil : a.  Gunakan pendekatan yang
kegagalan untuk a.          Klien mampu menenangkan
memperoleh mengidentifikasi danb.  Nyatakan dengan jelas
penglihatan kembali. mengungkapkan gejala harapan terhadap pelaku
cemas pasien
b.          Mengidentifikasi,c.   Jelaskan semua prosedur
mengungkapkan dan dan apa yang dirasakan
menunjukkan tehnik selama prosedur
untuk mengontol cemas d.  Temani pasien untuk
c.           Vital sign dalam memberikan keamanan
batas normal dan mengurangi takut
d.          Postur tubuh,e.  Berikan informasi faktual
ekspresi wajah, bahasa mengenai diagnosis,
tubuh dan tingkat tindakan prognosis
aktivitas menunjukkanf.    Dorong keluarga untuk
berkurangnya kecemasan menemani anak
g.  Identifikasi tingkat
kecemasan
h.  Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
i.    Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi

                            b.      Past Operasi


No Diagnosa Noc Nic
1 Gangguan rasa NOC : NIC :
nyaman (nyeri akut)         Pain Level, Pain Management
berhubungan          Pain control, 1.  Lakukan pengkajian
dengan prosedur         Comfort level nyeri secara
invasif. Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
·      Mampu mengontrol nyeri lokasi, karakteristik,
·      Mampu mengenali nyeri durasi, frekuensi,
(skala, intensitas, frekuensi kualitas dan faktor
dan tanda nyeri) presipitasi
·      Menyatakan rasa nyaman2.  Observasi reaksi
setelah nyeri berkurang nonverbal dari
·      Tanda vital dalam rentang ketidaknyamanan
normal 3.  Kurangi faktor
presipitasi nyeri
4.  Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
5.  Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
6.  Tingkatkan istirahat
Analgesic
Administration
1.  Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2.  Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3.  Cek riwayat alergi
4.  Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
5.  Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
6.  Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

2 Resiko tinggi NOC : NIC :


terjadinya infeksi
a.     Immune Status Infection Control
berhubungan b.    Knowledge : Infection (Kontrol infeksi)
dengan prosedur control 1    Bersihkan lingkungan
invasif (bedah
c.    Risk control setelah dipakai pasien
pengangkatan). Kriteria Hasil : lain
a.    Klien bebas dari tanda dan2    Pertahankan teknik
gejala infeksi isolasi
b.     Mendeskripsikan proses3    Batasi pengunjung
penularan penyakit, factor bila perlu
yang mempengaruhi4    Instruksikan pada
penularan serta pengunjung untuk
penatalaksanaannya, mencuci tangan saat
c.    Menunjukkan kemampuan berkunjung dan setelah
untuk mencegah timbulnya berkunjung
infeksi meninggalkan pasien
d.    Jumlah leukosit dalam batas5    Gunakan sabun
normal antimikrobia untuk
e.    Menunjukkan perilaku hidup cuci tangan
sehat 6    Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
7    Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
8    Tingktkan intake
nutrisi
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
1    Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2    Monitor hitung
granulosit, WBC
3    Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4    Batasi pengunjung
5    Pertahankan teknik
isolasi k/p
6    Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
7    Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
8    Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
9    Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
10Dorong masukan cairan
11Dorong istirahat
12Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai resep
13Ajarkan cara
menghindari infeksi
14Laporkan kecurigaan
infeksi
LAPORAN PENDAHULUAN
KATARAK

Dosen Pembimbing :
Ns. Dwi Kartika, M.Kep
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Ayu Furqani (2018.22.060) Wiwin Kristiani S (2018.22.030)
Cikal Widanto (2018.22.059) Erni Sabela (2018.22.043)
Kartini (2018.22.006) Pratama Okta H (2018.22.004)
Taufiqoh (2018.22.048) Lenni Hernayati (2018.22.018)
Sarima Dewi (2018.22.016) Ranti Esyianti Kala (2018.22.011)
Anis Imtichan (2018.22.036) Siti Makhruzah (2018.22.021)
Saniyah (2018.22.002) Rifan Anepika (2018.22.034)
Sriyanti (2018.22.054) Sumardi (2018.22.005)
Ahmad Arif (2018.22.047) Yunda Prastia S (2018.22.031)
Linda Noviati (2018.22.013) M. Tajudin (2018.22.052)
Triyatmi (2018.22.038)

Program Studi S1 Keperawatan Reguler B


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
2019

Anda mungkin juga menyukai