Abstrak
Ada dua tema yang paling menarik bagi saya yang diajukan panitia Seminar Nasional
Sosiologi Sastra ini. Pertama, sastra cyber dan keterbukaan informasi; kedua, sastra
hijau dan lingkungan hidup. Ada dua alasan penting mengapa dua sub-tema itu yang
paling menarik perhatian saya. Pertama, karena subtema itu relevan dengan masalah
Sosiologi sastra yang jadi fokus pembahasan. Sosiologi sastra maksudnya, kondisi
sosial-budaya yang melahirkan sastra cyber itu. Tema-tema sastra tentu bukan lagi
diwarnai oleh masalah sosial-budaya era Siti Nurbaya, atau era Balai Pustaka. Akan
tetapi membahas tema-tema yang lahir di era baru yang disebut oleh ilmuwan sebagai
era informsi, era cyber yang memunculkan masalah sosial-budaya kekinian. Seperti
tema tetang sastra punk, tentang sastra multikultural, tentang tentang sastra hijau,
sastra feminis, tentang cyborg dan posthuman, tentang cyberself, tentang
cyberterorisme menjadi perhatiannya. Intinya adalah, Sosiologi Sastra Cyber adalah
kondisi sosial-budaya (cyberculture) yang melahirkan sastra cyber itu (Derly, (2000;
Bell, 2007).
Jika berbagai bentuk penemuan teknologi pada era revolusi industry (era modern)
disebut oleh Marshal McLuhan sebagai system perpanjangan anggota tubuh (sepeda,
mobil sebagai perpanjangan kaki, telpon perpanjangan pendengaran), maka
penemuan teknologi Informasi oleh Manuel Castell disebut sebagai “perpanjangan
sistem saraf” kita. Kita bisa memperluas pengetahuan kita tanpa batas melalui
teknologi informasi yang ada dihadapan kita.Gibson menyatakan ”revolusi informasi”
telah mengubah status pengetahuan dan mengubah semua aspek kebudayaan. Bahkan
mengubah manusia itu sendiri, mengubah kesadarannya. Ben Agger mengemukakan
konsep virtual self, yaitu satu konsep yang menantang kesadaran model Freudian dan
kesadaran psikologi modern yang statis, menjadi bentuk kesadaran yang cair,
sehingga dapat dibentuk oleh realitas virtual. Seperti orang yang tiba-tiba secara
global diasyikkan oleh pencarian “Pocemon” yang tiba-tiba mengubah kesadaran dan
tingkah laku generasi sekarang dengan cepat dan lalu menghilang. Kesadaran modern
yang statis, karakter yang dianggap sudah terbentuk, kini berubah menjadi kesadaran
yang cair, sehingga mudah diubah melalui realitas virtual itu. Ben Agger
mengemukakan istilah “cyberself”, self yang dibentuk oleh dunia cyber itu (virtual
self) (Agger, 2004 ).
Era jaringan, era informasi telah menyingkirkan “budaya lama” dan melahirkan
“cyberculture” dengan berbagai bentuk budaya dan konsep yang mengikutinya:
virtual self, virtual community, virtual politics, virtual economics, virtual lives,
virtual sex, virtual social, virtual/cybercrime (Tim Jordan, 2003) dan sastra cyber.
Realitas on-line itu disebut juga ”realitas virtual” (virtual reality). Saya berpendapat
berbicara tentang sosiologi sastra cyber, bukan sekedar alih media, bentuk sastra,
puisi, novel, cerpen yang lama dengan tema-tema lama yang ada dalam buku,
kemudian dialih mediakan melalui ”on-line”. Sosiologi sastra-cyber, mengharuskan
untuk memahami konteks sosial-budaya dan tema-tema yang dibahas pada sastra
cyber itu. Jadi sosiologi sastra cyber, memerlukan pemahaman tentang genealogi
sastra cyber itu.Membahas sastra cyber memerlukan pemahaman yang luas dan
mendalam tetang konteks sosial-budaya yang melahirkan sastra tersebut, memahami
tema-tema yang berkembang dan muncul melalui sastra cyber itu.
Sastra Cyber
Pie`rre Levy membedakan dua bentuk (tipe) realitas virtual. Pertama dunia virtual
yang terbatas atau tertutup seperti CD-ROM dan instalasi yang di buat seniman
dalam bentuk tertutup (off-line). Sastra yang disampaikan melalui bentuk buku, film
yang dibuat dalam CD-ROM adalah sasatraoff-line. Kedua, Realitas virtual atau
realitas cyber yang terbuka (on-line), sehingga dapat diakses oleh semua orang, dari
mana dan dimana pun. semua orang dapat berinteraksi, dan berpartisipasi di
dalamnya.
Pemikiran Baudrillard tentang budaya cyber tahun 1980/1990-an, lahir pada
dasawarsa bersamaan dengan berkembangnya cyberpunk dan mulai lahirnya teori-
teori tentang realitas atau cyberculture itu. Dunia baru yang lahir adalah dunia
peleburan yang dramatis di mana klas, gender, sosial-politik, budaya, ekonomi
menjadi satu yang menghapus pandangan atomisme dan pendekatan disipliner.
Dunia baru adalah dunia-cyber dengan berbagai bentuknya termasuk budaya-cyber,
sastra cyber yang disebut oleh Baudrillard dengan ”hyperreality” (realitas hiper) dan
dunia sumulacra atau dunia tiruan (mimesis) menurut Plato. Realitas atau dunia tiruan
yang dulu tidak disukai oleh Plato, kini meguasai kehidupan manusia sejagat.
Peggunaan istilah cyber dan virtual ini dalam dunia seni dan sastra, memunculkan
istilah sastra-siber dan sastra virtual. Istilah Cyber dan Virtual,maknanya relatif sama,
sehingga pengunaanya sering didasarkan secara semena-mena (pilihan). Misalnya
apakah saya lebih suka menggunakan istilah ”sastra virtual ”atau malah ”sastra-
cyber”. Apa yang dimaksud dengan sastra-cyber itu? Apakah sasracyber itu sudah
mulai tumbuh dalam dunia sastra kita? Istilah “Cyber” ini kemudian lebih dikenal
dan popular melalui benda teknologi yang disebut “Cyborg”. Konsep
cyborg(cyberorganism) itu banyak dimunculkan pada Film-fiksi ilmiah, sastra dan
film ‘manusia robotik’ sebagai peleburan antara indvidu dengan mesin atau teknologi.
Cyborgmenunjukkan manusia yang semakin kehilangan eksistensinya. Manusia
setengah mesin adalah manusia ”posthumanism”, manusia yang dikuasai dan
dikendalikan teknologi, bukan sebaliknya. Posthumanisme termasuk tema yang
banyak dimunculkan pada sastra ( film, novel ) cyber.
Selain penggunaan istilah cyborg, dalam sastracyber ada pula istilah cyberpunk.
Cyberpunk sering mengemukakan dunia futuristik yang mengerikan. Sastra
Cyberpunk mengemukakan tema tentang musik Rock, budaya narkotik, budaya
komputer menjadi sumber inspirasi pada sastra cyber. Sastra cyberpunk bersifat urban
membahas pengalaman perkotaan baru seperti: kriminalitas, narkotika, seks ,
rockn`rol, lingkungan budaya tinggi yang terkemorsialkan. Fiksi
Cyberpunkmengambarkan masa depan yang buruk yang segera datang, seperti
manusia dengan kecerdasan artifisial (artificialintelligence) yang mencoba
menguasai dunia. Neuromancer adalah sastra cyber yang ditulis oleh William
Gibson yang menggambarkan masyarakat informsiyng berteknologi tinggi di mana
simulasi dan hiperrealitas hadir di mana-mana(Kellner, 2010; Baudriilard1988). Di
mana identitas-identitas dikonstruksi oleh komputer berjaringan, identitas yang
direkayasa secara genetik, implantasi, dan obat-obatan.Nueromancer meruntuhkan
permisahan budaya tinggi dengan budaya rendah, antara budaya klsisk dengan
modern, menggunakan pastiche atas genre-genre, antara fiksi poluler dengan
film.Pastiche mencampur baurkan antara fiksi ilmiah dengan gendre detektif, cerita
kriminal, cerita petualangan tingkat tinggi. Pencarian planet baru, karena bumi yang
sudah tidak layak ditiggali.
Cyberpunk adalah budaya perlawanan terhadap sattusquo, yang datang dari berbagai
latar belakang budaya, gaya, perilaku yang beragam, akan tetapi memiliki kepekaan
terhadap lingkungan teknologi tinggi di era masyarakat jaringan ini.Untuk
memahami fenomena cyber pemikiran Jean Baudrillard tidak mungkin diabaikan.
Jika teori posmodern menjadi teori sosial-budaya yang paling canggih dan
kontemporer, maka cyberpunk adalah salah satu contoh karya sastracyber yang
paling canggih dan banyak diminati dan dibahas pada kelahiran era informasi.
Baudrillard salah seorang tokoh posmodernis yang mengemukakan istilah
”theendofthesocial” untuk menyatakan keterputusan radikal budaya modern ke
budaya postmodern. ”The endofthesocial”maksudnya kematian konsep dan teori
sosial modern karena digantikan oleh fenomena baru, yang memerlukan kerangka
konsep dan teori baru untuk memahaminya (Baudrillard, 1990/1993). Baudrillard
lebih lanjut menyatakan tentang matinya: subyek, ekonomi, politik, makna,
kebenaran, dan yang sosial dalam sosial-budaya kontemporer.
1. Amerika adalah sebuah padang pasir. Ia adalah padang pasir secara cultural, secara
intelektual, dan secara estetik (Baudrillard 1989).