Anda di halaman 1dari 12

MEMAHAMI BUDAYA-CYBER, SASTRA-CYBER

DARI PEMIKIRAN JEAN BAUDRILLARD DAN WILLIAM


GIBSON

Dr. Akhyar Yusuf Lubis

Departemen Filsafat Universitas Indonesia

Abstrak

Masyarakat postmodern diatur melalui media informasi. Francois Lyotard mengklaim


bahwa kelahiran era informasi sebagai kelahiran masyarakat postmodern (Lyotard,
1984). Era informasi menyatakan penyebab pergeseran paradigma dari masyarakat
modern kepada masyarakat postmodern dengan simulasi, model, kode, dan
komunikasi. Hal ini juga mengubah fenomena sosial-budaya. Sekarang, budaya ini
disebut sebagai "cyber budaya". Makalah ini merupakan upaya untuk menjawab
pertanyaan apa arti dari cyber budaya dan cyber sastra. Banyak pikiran berkaitan
dengan menjelaskan tema setwo, tapi saya akan mengeksplorasi dan fokus terhadap
pemikiran Jean Baudrillard dan William Gibson karena mereka memainkan peran
penting dalam mengatasi cyber budaya, terutama cyber sastra.

Kata kunci : postmodern society, cyber-culture, cyber-literature, simulation, code,


information
Pendahuluan

Ada dua tema yang paling menarik bagi saya yang diajukan panitia Seminar Nasional
Sosiologi Sastra ini. Pertama, sastra cyber dan keterbukaan informasi; kedua, sastra
hijau dan lingkungan hidup. Ada dua alasan penting mengapa dua sub-tema itu yang
paling menarik perhatian saya. Pertama, karena subtema itu relevan dengan masalah
Sosiologi sastra yang jadi fokus pembahasan. Sosiologi sastra maksudnya, kondisi
sosial-budaya yang melahirkan sastra cyber itu. Tema-tema sastra tentu bukan lagi
diwarnai oleh masalah sosial-budaya era Siti Nurbaya, atau era Balai Pustaka. Akan
tetapi membahas tema-tema yang lahir di era baru yang disebut oleh ilmuwan sebagai
era informsi, era cyber yang memunculkan masalah sosial-budaya kekinian. Seperti
tema tetang sastra punk, tentang sastra multikultural, tentang tentang sastra hijau,
sastra feminis, tentang cyborg dan posthuman, tentang cyberself, tentang
cyberterorisme menjadi perhatiannya. Intinya adalah, Sosiologi Sastra Cyber adalah
kondisi sosial-budaya (cyberculture) yang melahirkan sastra cyber itu (Derly, (2000;
Bell, 2007).

Budaya posmodern(postmodernity), telah melahirkan fenomena sosial-budaya baru


yang memberi harapan baru di satu sisi, akan tetapi menimbulkan banyak problem,
dan problem-problem itu mulai memasuki dunia sastra seperti sastra cyber dan sastra
hijau yang dibahas pada siminar ini. Tema Sastra cyber dan sastra hijau yang
diajukan panitia sangat menarik perhatian saya, karena subtema itu berkaitan dengan
minat yang sudah dan sedang saya geluti, pergulatan pemikiran yang sangat menarik
dalam beberapa kuliah filsafat ilmu dan metodologi pada beberapa program S3 di
Lingkungan Universitas Indonesia. Saya cukup lama memberikuliah Etika
lingkungan pada program pascasarjana Lingklungan UI di Salemba. Memberi kuliah
filsafat ilmu dan metodologi Cyberlibrary di S2 Perpustakaan FIB. Membahas
tentang pengaruh CriticalTheory dan Teori posmodern dan mengaruhnya pada
Culturalstudies, kajian feminis, poskolonial, dan belangan memasukkan
Cyberculturedalam bagian akhir perkuliahan.
Pada Program Doktor Ilmu Komputer UI, ada Kuliah filsafat ilmu dan metodologi
serta Etika-cyber(Cyberethics) yang diberikan setiap semester. Cyberethics adalah
mata kuliah yang membahas tema-tema tentang pengaruh sosial-budaya teknologi
cyber serta promlem etika yang ditimbulkannya. Sedangkan pada Kuliah filsafat Ilmu
dan Metodologi pada Fakultas Ilmu Ekonomi, pembahasan tentang teori kritis
(CriticalTheory) dan pemikiran postmodern(postmoderenTheory) berdampak pada
kritik terhadap ekonomi modern, yang oleh Prof. Dr. Omerod disebutnya sebagai
“theendofeconomy”. (kematian ekonomi modern), (Omerod, 1994), dan lahirnya
postmoderneconomy. Pembahasan ekonomi postmodern: memunculkan berbagai
tema yang menarik seperti: Cyber/virtual-ekonomi, Green Ekonomi, Feminis/Gender
ekonomi,, dan tema lain yang tidak kalah menariknya. Untuk memberi pemhaman
betapa luasnya pengaruh Cyberculture itu mempengaruhi dunia akademis sekarang
ini, Universitas Pertahanan Indonesia yang kampusnya di Bukit Sentul itu saya
diminta memberi kuliah tentang Cyber-War dan Cyberdefence.

Masyarakat Posmodern dan Budaya-Cyber

FrancoisLyotard (1924-1998) menyatakan bahwa munculnya revolusi informasi,


telah dan akan melakukan perubahan besar dalam kebudayaan dan paradigm berpikir
ilmiah (Lyotard, 1979). Ia mengemukakan kelahiran era inforasi itu, sebagai saat
kelahiran era yang Ia sebut dengan Era Posmodern. Pierre Levy (2001) ahli
komputer dan David Bell Cs. (2007) menyatakan era informasi itu melahirkan apa
yang mereka sebut dengan “cyberculture” (Budaya Cyber) dan internet-culture
(Porter, ). BudayaCyber dan budaya internet, adalah budaya yang lahir karena
interaksi masyarakat dengan internet (Levy, ), sedangkan Bell menyatakan bahwa
budaya-siber itu adalah paradigma berpikir dan berintegrasi masyarakat melalui
teknologi informasi (Bell, 2007).

Interaksi masyarakat dengan teknologi informasi itu (internet) telah melahirkan


berbagai istilah baru seperti: cyberpace, cyberpolitics, cyberteraphy,
cybercommunication, cybersociology, cyberpornography, Cybercrime. Mungkin
tidak ada bidang ilmiah yang tidak memperluas kajiannya melalui cyber itu, seperti
Sastra cyber yang kita bahas pada seminar ini. Istilah cyber yang di dalam dunia
teknologi berarti “sistem pengontrolan yang menggunakan komputer”. Istilah
“cyber” itu pertamakali digunakan oleh Nobert Wiener yang mengemukakan istilah
itu tahun 1948. Sementara istilah ceberspace (ruang maya) pertama kali digunakan
oleh William Gibson melalui cerita pendeknya “BurningChrome” (1982).

Jika berbagai bentuk penemuan teknologi pada era revolusi industry (era modern)
disebut oleh Marshal McLuhan sebagai system perpanjangan anggota tubuh (sepeda,
mobil sebagai perpanjangan kaki, telpon perpanjangan pendengaran), maka
penemuan teknologi Informasi oleh Manuel Castell disebut sebagai “perpanjangan
sistem saraf” kita. Kita bisa memperluas pengetahuan kita tanpa batas melalui
teknologi informasi yang ada dihadapan kita.Gibson menyatakan ”revolusi informasi”
telah mengubah status pengetahuan dan mengubah semua aspek kebudayaan. Bahkan
mengubah manusia itu sendiri, mengubah kesadarannya. Ben Agger mengemukakan
konsep virtual self, yaitu satu konsep yang menantang kesadaran model Freudian dan
kesadaran psikologi modern yang statis, menjadi bentuk kesadaran yang cair,
sehingga dapat dibentuk oleh realitas virtual. Seperti orang yang tiba-tiba secara
global diasyikkan oleh pencarian “Pocemon” yang tiba-tiba mengubah kesadaran dan
tingkah laku generasi sekarang dengan cepat dan lalu menghilang. Kesadaran modern
yang statis, karakter yang dianggap sudah terbentuk, kini berubah menjadi kesadaran
yang cair, sehingga mudah diubah melalui realitas virtual itu. Ben Agger
mengemukakan istilah “cyberself”, self yang dibentuk oleh dunia cyber itu (virtual
self) (Agger, 2004 ).

Masyarakat hiperteknologimengubah interaksi sesama, mengubah kesadaranya,


mengubah kebebasan dan otonomi manusia sehingga sehingga ilmu pengetahuan dan
teknologi juga menjadi salah satu problem eksistensial yang harus dipikirkan dan
diatasi dampak negatifnya. Pierre Levy membedakan dua bentuk (tipe) realitas
virtual. Pertama dunia virtual yang terbatas atau tertutup seperti CD-ROM dan
instalasi yang di buat seniman dalam bentuk tertutup (off-line). Kedua, Realitas
virtual yang terbuka (on-line), sehingga dapat diakses oleh semua orang, semua
orang dapat berinteraksi dengan sangat cepat, dan berpartisipasi di dalamnya
(informationsuperhihgways).

Era jaringan, era informasi telah menyingkirkan “budaya lama” dan melahirkan
“cyberculture” dengan berbagai bentuk budaya dan konsep yang mengikutinya:
virtual self, virtual community, virtual politics, virtual economics, virtual lives,
virtual sex, virtual social, virtual/cybercrime (Tim Jordan, 2003) dan sastra cyber.
Realitas on-line itu disebut juga ”realitas virtual” (virtual reality). Saya berpendapat
berbicara tentang sosiologi sastra cyber, bukan sekedar alih media, bentuk sastra,
puisi, novel, cerpen yang lama dengan tema-tema lama yang ada dalam buku,
kemudian dialih mediakan melalui ”on-line”. Sosiologi sastra-cyber, mengharuskan
untuk memahami konteks sosial-budaya dan tema-tema yang dibahas pada sastra
cyber itu. Jadi sosiologi sastra cyber, memerlukan pemahaman tentang genealogi
sastra cyber itu.Membahas sastra cyber memerlukan pemahaman yang luas dan
mendalam tetang konteks sosial-budaya yang melahirkan sastra tersebut, memahami
tema-tema yang berkembang dan muncul melalui sastra cyber itu.

Sastra Cyber

Pie`rre Levy membedakan dua bentuk (tipe) realitas virtual. Pertama dunia virtual
yang terbatas atau tertutup seperti CD-ROM dan instalasi yang di buat seniman
dalam bentuk tertutup (off-line). Sastra yang disampaikan melalui bentuk buku, film
yang dibuat dalam CD-ROM adalah sasatraoff-line. Kedua, Realitas virtual atau
realitas cyber yang terbuka (on-line), sehingga dapat diakses oleh semua orang, dari
mana dan dimana pun. semua orang dapat berinteraksi, dan berpartisipasi di
dalamnya.
Pemikiran Baudrillard tentang budaya cyber tahun 1980/1990-an, lahir pada
dasawarsa bersamaan dengan berkembangnya cyberpunk dan mulai lahirnya teori-
teori tentang realitas atau cyberculture itu. Dunia baru yang lahir adalah dunia
peleburan yang dramatis di mana klas, gender, sosial-politik, budaya, ekonomi
menjadi satu yang menghapus pandangan atomisme dan pendekatan disipliner.
Dunia baru adalah dunia-cyber dengan berbagai bentuknya termasuk budaya-cyber,
sastra cyber yang disebut oleh Baudrillard dengan ”hyperreality” (realitas hiper) dan
dunia sumulacra atau dunia tiruan (mimesis) menurut Plato. Realitas atau dunia tiruan
yang dulu tidak disukai oleh Plato, kini meguasai kehidupan manusia sejagat.

SherryTurkle dalam buku, Life ontheScreen: Identity in the Age ofthe


Internet (1995) melukiskan tentang realitas virtual sebagai berikut, “realitas virtual
memberikan gambaran kehidupan yang lebih nyata dibandingkan dengan kehidupan
nyata” itu sendiri. Yang nyata lenyap karena longsoran simulasi, dan yang muncul
adalah realitas yang mengatasi realitas real (hyperreality), realitas yang lebih cantik
dari yang cantik, lebih benar dari yang benar. Hiper-realitas tidak diproduksi, akan
tetapi selalu siap didireproduksi (Baudrillard 1993). Dalam era simulasi segala
sesuatu hancur manjadi sesuatu yang lain segala sesuatu meledak (imploding)
kesesuatu yang lain. Implusi atau peledakan adalah penyusutan ke dalam masing-
masing yang lain, peringkasan yang luar biasa, penghancuran dua aras tradisional ke
dalam satu aras lain. (1983, 57). Baudrillard memberikan contoh dimana talk-show,
Televisi larut ke dalam kehidupan, dan kehidupan larut ke dalam televisi. Kehidupan
menjadi simulasi dan sebaliknya simulasi menjadi kehidupan. Untuk contoh
hiperrealitas memberikan beberapa contoh dan salah satu adalah tentang pronografi,
dimana menurutnya pornografi sekarang lebih seksual daripada seks…”, seksualistas
pornografi adalah hiperseksualitas (1990).

Pada Novel Neuromancer konsep Baudrillard seperti Hiperealiti, simulasi, dan


peleburan muncul dalam novercyber itu. Neuromancermengambarkan dunia masa
depan yang dekat dimana teknologi nformasi (komputer) yang awalnya besar, dan
semakin mengecil tidak lama lagi bisa di buat sebesar cips yang bisa ditanamkan pada
kepala kita dan disambungkan dengan sistem syaraf kita. Cips yang menggabungkan
tv, online dan bentuk media komunikasi lainnya berarti kita bisa lihat semua bentuk
informasi, hiburam, berkomunikasi dengan siapapun. Bisa dibayangkan apakah
kecanggihan teknologi itu menimbulkan kenyamanan atau kegelisahan luar biasa
dalam kehidupan kita.

Peggunaan istilah cyber dan virtual ini dalam dunia seni dan sastra, memunculkan
istilah sastra-siber dan sastra virtual. Istilah Cyber dan Virtual,maknanya relatif sama,
sehingga pengunaanya sering didasarkan secara semena-mena (pilihan). Misalnya
apakah saya lebih suka menggunakan istilah ”sastra virtual ”atau malah ”sastra-
cyber”. Apa yang dimaksud dengan sastra-cyber itu? Apakah sasracyber itu sudah
mulai tumbuh dalam dunia sastra kita? Istilah “Cyber” ini kemudian lebih dikenal
dan popular melalui benda teknologi yang disebut “Cyborg”. Konsep
cyborg(cyberorganism) itu banyak dimunculkan pada Film-fiksi ilmiah, sastra dan
film ‘manusia robotik’ sebagai peleburan antara indvidu dengan mesin atau teknologi.
Cyborgmenunjukkan manusia yang semakin kehilangan eksistensinya. Manusia
setengah mesin adalah manusia ”posthumanism”, manusia yang dikuasai dan
dikendalikan teknologi, bukan sebaliknya. Posthumanisme termasuk tema yang
banyak dimunculkan pada sastra ( film, novel ) cyber.

Selain penggunaan istilah cyborg, dalam sastracyber ada pula istilah cyberpunk.
Cyberpunk sering mengemukakan dunia futuristik yang mengerikan. Sastra
Cyberpunk mengemukakan tema tentang musik Rock, budaya narkotik, budaya
komputer menjadi sumber inspirasi pada sastra cyber. Sastra cyberpunk bersifat urban
membahas pengalaman perkotaan baru seperti: kriminalitas, narkotika, seks ,
rockn`rol, lingkungan budaya tinggi yang terkemorsialkan. Fiksi
Cyberpunkmengambarkan masa depan yang buruk yang segera datang, seperti
manusia dengan kecerdasan artifisial (artificialintelligence) yang mencoba
menguasai dunia. Neuromancer adalah sastra cyber yang ditulis oleh William
Gibson yang menggambarkan masyarakat informsiyng berteknologi tinggi di mana
simulasi dan hiperrealitas hadir di mana-mana(Kellner, 2010; Baudriilard1988). Di
mana identitas-identitas dikonstruksi oleh komputer berjaringan, identitas yang
direkayasa secara genetik, implantasi, dan obat-obatan.Nueromancer meruntuhkan
permisahan budaya tinggi dengan budaya rendah, antara budaya klsisk dengan
modern, menggunakan pastiche atas genre-genre, antara fiksi poluler dengan
film.Pastiche mencampur baurkan antara fiksi ilmiah dengan gendre detektif, cerita
kriminal, cerita petualangan tingkat tinggi. Pencarian planet baru, karena bumi yang
sudah tidak layak ditiggali.

Cyberpunk adalah budaya perlawanan terhadap sattusquo, yang datang dari berbagai
latar belakang budaya, gaya, perilaku yang beragam, akan tetapi memiliki kepekaan
terhadap lingkungan teknologi tinggi di era masyarakat jaringan ini.Untuk
memahami fenomena cyber pemikiran Jean Baudrillard tidak mungkin diabaikan.
Jika teori posmodern menjadi teori sosial-budaya yang paling canggih dan
kontemporer, maka cyberpunk adalah salah satu contoh karya sastracyber yang
paling canggih dan banyak diminati dan dibahas pada kelahiran era informasi.
Baudrillard salah seorang tokoh posmodernis yang mengemukakan istilah
”theendofthesocial” untuk menyatakan keterputusan radikal budaya modern ke
budaya postmodern. ”The endofthesocial”maksudnya kematian konsep dan teori
sosial modern karena digantikan oleh fenomena baru, yang memerlukan kerangka
konsep dan teori baru untuk memahaminya (Baudrillard, 1990/1993). Baudrillard
lebih lanjut menyatakan tentang matinya: subyek, ekonomi, politik, makna,
kebenaran, dan yang sosial dalam sosial-budaya kontemporer.

Pemikiran Baudrillard sangat dipengaruhi oleh perkembangan revolusi


informasi yang ia sebut sebagai jagat “hypereality” (realitas hiper). Pada
hyperealitymodel-model dan kode-kode sangat menentukan pemikiran, tingkahlaku
dan makna. Media informasi, hiburan, komunikasi memberikan pengalaman yang
kuat dan dominan serta melibatkan kehidupan sehari-hari yang dangkal. Pada situasi
postmodern individu meninggalkan “gurun realitas” (realitas factual) dan memasuki
ekstase hiperreality melalui ranah atau dunia komputer, multi media serta berbagai
pengalaman yang diberikan oleh teknologi baru yang disebut dengan teknologi tinggi
(Kellner, 2010; 404).

Karya Baudrillard seperti buku, Amarica( Baudrillard, 1988), oleh pemikir


posmodern dapat dibaca sebagai fiksi ilmiah sementara cyberpunk dapat dibaca
sebagai bentuk baru sosiologi (sosiologi kultural atau CulturalStudiesl). Pertanyaan
mendasar Baudrillard tentang Amerika adalah, “apakah Ia adalah masih merupakan
sebuah kekuatan besar atau hanya sebuah kekuatan simulasi”? Dalam perjalanannya
ke Amerika, yang mungkin berjalanan singkat seperti seorang turis, bukan sebagai
seorang peneliti ia menggambarkan satu hal tentang kebudayaan Amerika dengan
sangat pesimis sehingga banyak menggoda para pemikir untuk memamahi dan
mengkritisinya. Baudrillard mengemukakan bahwa Amerika sebagai sebuah model
dunia dan kebudayaan kontemporer yang banyak menarik perhatian dunia. Ia
sepertinya melihat Kebudayaan Amerika yang banyak memukau masyarakat lain,
sesunguhnya mengandung ancaman besar bagi masa depannya.

Ia juga menganalogkan gurun pasir di barat Amerika dengan kota-kota di


bagian Barat itu sebagai kota yang memiliki “kesunyian seperti banalitas”.
Baudrillard mencitrakan Amerika dengan kesunyian dan padang pasir sosial. Lebih
lanjut Baudrillard melukiskan Amerika sebagai berikut:

1. Amerika adalah sebuah padang pasir. Ia adalah padang pasir secara cultural, secara
intelektual, dan secara estetik (Baudrillard 1989).

2. Los Angeles difahami sebagai “bagian padang pasir yang didiami”

3. “Kultur California itu sendiri adalah sebuah padang pasir.

4. “Californiadifahami sebagai “pusat dunia simulacra dan tidak asli”


Dalam pandangan Baudrillard Amerika dengan kota-kotanya dan gurun
pasirnya seperti suatu yang tidak memiliki makna, Amerika menjadi satu tempat di
mana makna telah dilenyapkan. Bahkan secara lebih sinis ia menyatakan bahwa yang
terjadi di Amerika adalah sebuah proses “kesunyian tanda dan manusia”. Baudrillard
secara lebih jelas menunjukkan contoh Maraton New York, baginya arena marathon
itu telah kehilangan makna aslinya, Orang (dengan bahagia) mengelilinginya, dan
mereka sepertinya mereka merasa bahagia Yang nyata dan yang imajiner telah
berbaur, semua telah menjadi simulasi, dan ini juga takdir yang mengunggu
masyarakat Eropa. Ia menyatakan bahwa Amerika adalah sebuah surga, tapi surga
yang “menyedihkan, monoton, dan sederhana “ (1988).

Gagasan-gagasan Baudrillard dan perkembangan cyberculture dengan


fenomena yang dimunculkannya telah memberikan inspirasi yang sangat kuat pada
novel-novel William Gibson seperti Neuromancer(1984), theDifferenceEngine
(1991), Virtual Reality (1993) serta kumpulan cerita pendeknya, BurningCrome
(1986). Untuk memahami karya sastra cyber tentu kita memerlukan seperangkan
konsep, kerangka teori yang tepat, relevan dengan tema-tema yang berkembang
dalam budaya cyber itu, termasuk metode yang tepat untuk raelitas virtual dan
relaitashiper itu. Termasuk hipersemiotika untuk memahami karya Amerika yang
ditulis oleh Baudrillard yang banyakmendapat kritik tajam dan sekaligus pujian.
Diperlukan pula pengetahuan tentang pendekatan supradisipliner untuk memahami
peleburan berbagai realitas sosial-budaya, berbagai bidang ilmiah yang disampaikan
melalui karya sastra cyber itu.
Daftar Pustaka
Agger, Ben, (2004), The Virtual Self: A ContemporarySiciology,
BlackwellPublishing.
Antonio, Manchinui, Silvia Daini, and Louis Caruana (Eds.) 2010, AnorexiaNervosa:
A Multi-DiciplinaryApporoach: FromBiologytoPhilosophy, Nova
SciencePublishers, Inc: New York.
Barthes, Roland, ElementofSemiology, terj. AnnetteLavers& Colin Smith (New York:
Hill & Wang) 1968
Baudrillard, Jean, (1988). Simulations, Semiotext(e), New York.
______________, Toward a CritiqueofthePoliticalEconomyoftheSign, St. Lous:
telosPress.
______________, (1988), The America. London: Verso.
______________, (1975), Seduction, New York: st. Martins Press.
Bauman, Zygmund, (1987) Life in Fragments: essays in PostmoderMorality, Oxford:
Blacwell.
Beck, Ulrich, (1992), RiskSociety: Toward a New Modernity, London : Sage.
Bell, David,(2001), An introduction To Cybercultures,Routledge: London.
_________, (2007). CybercultureTheories: ManuerlCastellsand Donna Haraway, ,
Routledge: London – New York.
Bennet, T. (1998), Culture: A Reformer`sScience. St. Leonard NSW: Allen &Unwin.
Bennett, “Theoriesofthe Media , TheoriesofCociety” dalam M. Gurevitch, Tonny
Bennett, J, Curran, dan Woollacott (ed.) Cultures, Sicietyand Media, London:
Methuen.
Castells, Manuel, (1996), The Informatin Age: Economy, SocietyandCulture,
Cambridge, MA: Black well.
Christine M.Hine, 2001, Virtual Ethnography. Sage Peblications: London.
DeleuzeGilles, dan Guattari, (1991). A
ThousandPlateaus,UniversityofMinnesotaPress.
__________, (1972/1983), Anti-Oedipus : CapitalismandZscizophrenia,Minneapolis:
UniversityofChicagoPress.
Eco, Umberto, (1984). SemioticsandthePhilosophyofLanguage, London, MacMillan.
Edwards. Tim (ed.) 2007, CulturalTeory: C;assicalandContemporaryPositions, Sage
Publications, Los Angeles- London, New Delhgy-Singapore.
FloridiI, Luciano, (1999). InformationEthics; On The
PhilosophicalFoundationofComputerEthics.
Turkle dalam buku, Life ontheScreen: Identity in the Age ofthe Internet (1995)
Turkle dalam buku, Life ontheScreen: Identity in the Age ofthe Internet (1995)
Gibson, J. William, (1986), The Perfect War: Technowar in Vietnam. Bostoand New
York: The tlanticMontlyPress.
______________, (1984), Neuromancer, New York: Dell Books.
______________, (1986), BurningChrome, New York : ArborBooks.
______________, (991), Cyberpunk, ( Trilogi versi computer).
Heim, Michael, (1993), The Metaphisicsof Virtual Reality, OxfordUniversityPress,
New York.
Jenks, Chirs, (1993),Culture,Routledge: Taylor &Francis Group.
Jordan, Tim, (1999), Cyberpower: The CultureandPoliticsofCyberspaceandthe
Internet, Routledge, London: New York.
Jameson, F. (1991), PostmodernismortheCulturalLogicofLateCapitalism,
Verso:LondonDuke.
UniversityPress.
Kellner, Doulas, Budaya Media, CulturalStudies, Identitas, dan Politik:Antara
Modern dan Postmodern,(terjemahan) Jalasutra:Yigykarta, 2010.
Lyotard, Francois Jean, The PostmodernCondition: A
ReportonKnowlegde,ManchesterUniversityPress, 1989.
Munns, Jessica and Gita, Rajan(Eds.) 1995, A CulturalStudiesReader: History,
Theory, Prtactice, London: Longman.
Omerod, Paul, (1994), The DeathofEconomics, St. Martin Press; United Kingdom.
Poster, M. (1970/1988), Jean BaudrillrdSelectedWritings,Stanford:
stanfordUniversityPress.

Silver David &AdrienneMassanari (eds.), (2006), CriticalCyber-CultureStudies,


New YorkUniversityPress: New Yorkand London.
Springer.ElizabethRighter (ed.) 2005) The Tutu ArcheologicalVilageSite: A
MultidiciplinaryCase Study in Human Adaptation, Taylor
&FrancisorRoutledge: London.
Turkle, Sherly (1995), Life ontheScreen: Identity in the Age ofthe Internet,
Touchstone, New York.
Turner, Brian S. (201). Teori Sosial dari Klasik Sampai Postmodern. (terjemahaan
dari, The New BlackwellCompaniontoSocialTheory), Pustaka Pelajar:
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai