Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 TRANSPORTASI

2.2. Prosedur Pendistribusian Barang

2.1.1 Definisi Prosedur Pendistribusian Barang

Menurut Hall (2001) Pendistribusian atau distribusi adalah kegiatan untuk


mengirimkan produk ke pelanggan setelah penjualan. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa prosedur pendistribusian adalah suatu tahapan atau rangkaian aktivitas yang
dilakukan secara berulang yang berhubungan dengan pemasaran produk. Mulai
dari produk masih berada pada entitas yang memproduksi hingga produk tersebut
dipasarkan. Dengan adanya prosedur dalam pendistribusian tersebut maka proses
pemasaran akan berjalan dengan efektif dan tujuan dari perusahaan tercapai.

Menurut Subagyo, Nur, & Indra (2018) Distribusi merupakan pergerakan atau
perpindahan barang atau jasa dari sumber sampai ke konsumen akhir, konsumen
atau pengguna, melalui saluran distribusi (distribution channel), dan
gerakanpembayaran dalam arah yang berlawanan, sampai ke produsen asli atau
pemosok. Menurut Arif (2018) Distribusi dapat diartikan sebagai kegiatan
pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang
dan jasa dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaanya sesuai dengan
yang diperlukan.

2.1.2 Tujuan Prosedur Pendistribusian Barang

Tujuan penyaluran produk dari produsen ke konsumen yang dilakukan oleh


lembaga pemasaran yaitu :
1. Menyalurkan produk dari produsen ke konsumen
Pendistribusian memiliki tujuan utama yaitu mengantarkan barang maupun
jasa dari produsen ke konsumen.
2. Mempertahankan dan mengembangkan kualitas produksi
Proses pendistribusian memberikan produsen waktu untuk lebih fokus
pada kegiatan produksi. Kegiatan pendistribusi yang dilakukan oleh
distributor memberikan produsen kesempatan untuk mengembangkan
kualitas produksinya.
3. Menjaga stabilitas perusahaan
Selain membuat fokus produsen atau perusahaan, aktivitas pendistribusian
juga mampu mengembangkan saluran baru dan kesempatan bagi banyak
orang. Sehingga perusahaan akan lebih banyak yang menopang dan lebih
stabil.
4. Sebagai pemerataan perolehan produk di setiap wilayah
Semakin banyak distirbutor dari berbagai daerah maka akan semakin
banyak pula konsumen yang memperoleh produk. Produk yang diperoleh
juga dapat lebih mudah untuk tersebar di berbagai wilayah.
5. Peningkatan nilai barang dan jasa
Melalui kegiatan distibusi maka akan ada peningkatan nilai suatu produk.
Sebagai contoh yang dilakukan pada komoditas cabai. Cabai yang dijual
oleh petani di Kulonprogo Yogyakarta akan meningkat harganya saat
dibawa pedagang ke Jakarta.
6. Supaya proses produksi merata
Kegiatan produksi dapat dilakukan secara merata bila proses
pendistribusian berjalan baik. Distributor di setiap wilayah dapat
mendorong kegiatan produksi di wilayah yang terdapat distributor.
7. Mempertahankan kontinuitas proses produksi
Adanya distributor aktif menandakan adanya permintaan dari produk.
Berdasarkan hal ini maka kegiatan produksi akan terus berjalan selagi
pasar masih ada
8. Menjaga stabilitas harga barang dan jasa
Melalui proses pendistribusian melalui distributor maka harga produk di
pasaran akan stabil. Kestabilan harga mengikuti kondisi sesuai dengan
permintaan pasar.

2.2 Proses Pendistribusian

Menurut Romney & Steinbart (2005) sebelum pengiriman barang,


Departemen pengiriman membandingkan perhitungan fisik persediaan dengan
jumlah yang ditunjukkan dalam kartu pengambilan barang dan dengan jumlah
yang ditunjukkan dalam salinan pesanan penjualan yang dikirim secara langsung
ke bagian pengiriman dari entri pesanan pesanan penjualan. Setelah staf
administrasi bagian pengiriman menghitung barang yang dikirim dari gudang,
jumlah pesanan penjualan, nomor barang, dan jumlah barang akan dimasukkan
dengan menggunakan terminal on-line. Proses ini menghasilkan slip pengepakan
dan beberapa rangkap dokumen pengiriman.

Slip pengepakan mendafatar jumlah dan keterangan setiap barang yang


dimasukkan dalam pengiriman tersebut. Dokumen pengiriman adalah kontak legal
yang menyebutkan tanggung jawab atas barang yang dikirim. Dokumen ini
mengidentifikasi kurir, sumber, tujuan, dan intruksi pengiriman lainnya, serta
menunjukkan siapa pelanggan yang harus membayar kurir tersebut. Sebuah
Salinan dokumen pengiriman dan slip pengepakan akan menyertai pengiriman
tersebut. Departemen pengiriman akan menyimpan Salinan kedua dokumen
pengiriman untuk melacak dan mengkonfirmasi pengiriman barang ke kurir 15
tersebut. Salinan lainnya dikirim ke departemen penagihan untuk menunjukkan
bahwa barang tersebut telah dikirim dan bahwa faktur penjualan harus dibuat serta
dikirim. Kurir tersebut juga menahan satu salinan dokumen pengiriman untuk
catatan mereka.

2.3 Jenis-Jenis Distribusi

Berdasarkan hubungan antara produsen dan konsumen, jenis distribusi dibagi


menjadi 3, yaitu :

1. Distribusi Langsung (Jangka Pendek)


Distribusi langsung adalah metode distribusi ataupun aktivitas
penyaluran barang yang tidak menggunakan saluran distribusi. Para ahli
juga mendiskripsikan distribusi langsung yaitu penyaluran atau penjualan
barang yang dilakukan secara langsung oleh produsen kepada konsumen.
Barang tersebut bisa diproduksi oleh produsen dan dijual secara langsung
ke pelanggan tanpa perantara.
Contoh : distribusi hasil agraria oleh orang tani ke pasar langsung
2. Distribusi Tidak Langsung (Jangka Panjang)
Distribusi tidak langsung adalah aktivitas menyalurkan barang dan
jasa dari produsen melewati pihak-pihak lain atau badan penghubung
seperti agen, broker, kios, atau penjual asongan.
Contoh : PT. Pertamina menjual bensin kepada para konsumennya melalui
SPBU
3. Distribusi Semi Langsung
Distribusi semi langsung adalah penyampaian barang dari produsen
kepada pelanggan dengan penghubung, tapi penghubung masih milik
produsen sendiri. Distribusi semi langsung ini menggunakan tenaga agen
yang ahli di dalam bidang tertentu karena barang-barang yang
didistribusikan juga membutuhkan penanganan tertentu. Sistem distribusi
ini digunakan untuk mendistribusi barang-barang yang mahal, berkualitas
tinggi.
Contoh : Pabrik tekstil yang menyalurkan kainnya melalui conventer
Berikut adalah gambar skema distribusi semi langsung. Terlihat skema
2.4 Faktor Yang mempengaruhi kegiatan Distribusi
Berjalannya pelaksanaan pemindahan produk dari produsen ke konsumen
disesuaikan dengan kondisi. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan produk dari produsen ke konsumen
yaitu :
1. Jumlah Produk
Kuantitas produk yang dihasilkan akan berpengaruh pada proses
pendistribusian. Semakin banyak produknya maka akan semakin lama
waktu yang diperlukan untuk mendistribusikan. Begitupula sebaliknya.
2. Sifat Produksi
Dalam produk ada sifat produk yang tahan lama dan cepat rusak. Produk
yang cepat rusak seperti hasil pertanian maka memerlukan waktu
penyaluran yang cepat.
3. Sasaran Prasarana dan Komunikasi
Ketersediaan sarana prasarana khususnya transportasi yang baik akan
meningkatkan aktivitas pendistribusian. Termasuk juga bila ada
komunikasi yang berkesinambungan.
4. Luas Daerah
Persebaran target konsumen menyebabkan proses pendistribusian yang
panjang. Sebaliknya, apabila konsumen berada di lokasi yang berdekatan
maka waktu transfer akan relatif singkat
5. Faktor Biaya
Distribusi merupakan aktivitas yang memerlukan biaya besar. Biaya
tersebut meliputi sarana angkutan, biaya perjalanan dan pajak angkutan.
Apabila tersedia biaya yang mencukupi maka proses akan semakin berjalan
lancar.
6. Faktor Pasar
Apabila pasar menunjukkan trend positif terhadap produk maka
meningkatkan aktivitas pendistribusian.
7. Pola pembelian
Laporan pembelian dan feedback dari distributor akan menjadi
pertimbangan keberlanjutan proses pendistribusian.
8. Faktor produsen/perusahaan

Produsen harus memperhatikan permintaan konsumen akan suatu produk.


Sehingga, mengetahui benar sifat dari produk tersebut.

2.5 Truk

Truk adalah sebuah kendaraan bermotor untuk mengangkut barang, disebut


juga sebagai mobil barang. Dalam bentuk yang kecil mobil barang disebut sebagai
pick-up, sedangkan bentuk lebih besar dengan 3 sumbu, 1 di depan, dan tandem di
belakang disebut sebagai truk tronton, sedang yang digunakan untuk angkutan peti
kemas dalam bentuk tempelan disebut sebagai truk trailer. Juga ada jenis truk
tangki yang berguna untuk mengangkut cairan seperti BBM dan lainnya.

2.6 Truk Box

Truk box adalah kendaraan angkutan barang antaran yang biasanya digunakan
untuk mengangkut barang antaran (delivery van) yang dimasukkan dalam suatu
box yang terbuat dari baja ataupun dari aluminium. Dengan box ini barang akan
terlindungi dari hujan dan angin dan disamping itu juga melindungi barang dari
tangan-tangan jahil.

Ada pula truk box yang dilengkapi dengan pendingin yang digunakan untuk
mengangkut barang yang mudah busuk atau rusak karena suhu seperti untuk
angkutan es, daging, ikan, sayuran dan buah-buahan.

2.7 Truk Box berpendingin


Mobil box pendingin dengan sistem eutectic box merupakan suatu inovasi
untuk solusi distribusi produk es krim, makanan beku (frozen food), ikan, daging
dll dengan cara mengisi ulang eutectic plate selama 10-12 jam menggunakan
listrik hingga mampu mencapai suhu minus -35/-40 derajat celcius dan siap
digunakan untuk aktivitas distribusi selama 12 jam.

2.8 Sistem rantai dingin (Cold Chain System)

Simatupang (2016) menjelaskan bahwa rantai dingin adalah bagian dari rantai
pasok (supply chain) yang bertujuan untuk menjaga suhu agar produk tetap terjaga
selama proses pengumpulan, pengolahan, dan distribusi komoditas hingga ke tangan
konsumen, sedangkan manajemen rantai dingin adalah seluruh aktivitas rantai
pendingin yang dianalisis, diukur, dikontrol, didokumentasikan, dan divalidasi agar
berjalan secara efektif dan efisien baik secara teknis dan ekonomis.

Logistik rantai dingin sendiri merupakan gabungan antara kegiatan logistik


dan pengendalian suhu. Dalam logistik rantai dingin tersebut, cold storage sebagai
alat pembeku dan tempat penyimpanan ikan sangat penting. Cold storage ini harus
dirancang dan digunakan secara tepat agar bisa berfungsi secara optimal.

Menurut Sondoro (2011), desain yang benar dan penggunaan yang benar dari
cold storage dapat meminimalisasikan kerusakan selama penyimpanan dan
memperpanjang masa simpan produk. Faktor design yang paling penting adalah:

• Suhu rendah

• Keseragaman suhu dalam seluruh ruangan cold storage

• Kestabilan suhu dengan fluktuasi yang minimal

• Distribusi udara yang baik untuk mempertahankan keseragaman suhu


• Sirkulasi udara minimum untuk mencegah dehidrasi

• Minimum ingress udara untuk meminimalkan fluktuasi

Penyimpanan komoditas ikan pada suatu suhu tertentu tersebut akan


mempengaruhi kondisi komoditas itu, sehingga pengendalian atau pengaturan suhu
tersebut dapat memperpanjang umur komoditasnya (extended shelf life), seperti
ditunjukkan pada tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 extended shelf life komoditas perikanan

Sumber: Laurenzia Bianca 2016 ( sistem rantai dingin dalam implementasi sistem
logistic nasional)

Sistem rantai dingin (cold chain system) merupakan salah satu cara yang dapat
mempertahankan mutu produk perikanan. Sistem rantai dingin (cold chain system)
da, yaitu teknik pendinginan (0-4 oC) terhadap hasil tangkapan secara terus-
menerus dan tidak terputus sejak penangkapan, penanganan, pengolahan, sampai
dengan distribusi produk ikan beku (frozen fish) yang berlangsung sesuai dengan
standart (Lubis,2010).

Terdapat empat tahap kritis yang harus diperhatikan dalam sistem rantai dingin
produk eskpor ikan beku. Tahap kritis tersebut adalah:

1. penanganan saat penangkapan ikan dan palkanisasi di laut


2. penyimpanan dan pengolahan saat tiba di darat
3. penanganan saat transportasi kenegara tujuan
4. penanganan saat bongkar muat dan system distribusi ke konsumen

Keempat titik kritis ini, yang akan menjadi acuan pendekatan strategi teknologi
rantai dingin penanganan produk ekspor ikan beku (frozen fish) (Johnston, 1994).
Sistem rantai dingin harus diterapkan pada seluruh siklus ekspor produk ikan beku
(frozen fish), mulai dari penangkapan hingga ke konsumen di negara pengimpor,
prinsip sistem rantai dingin dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Cold Chain Management (lailossa, 2009)

2.9 Vehicle Routing Problems

Logistik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap biaya dan


keputusan suatu perusahaan. Logistik juga berpengaruh untuk menghasilkan
level pelayanan kepada konsumen yang berbeda-beda. Tujuan akhir
manajemen logistik adalah mendapatkan sejumlah barang atau jasa yang
tepat pada tempat dan waktu yang tepat, serta kondisi yang diinginkan
dengan memberikan kontribusi terbesar bagi perusahaan. Untuk mencapai
tujuan akhir manajemen logistik, diperlukanlah suatu system distribusi
produk yang :
 Memastikan bahwa produk yang tersedia pada waktu dan jumlah
yang tepat sesuai dengan permintaan konsumen.
 Memiliki kualitas yang terjamin
 Memperhatikan tingkat keselamatan dalam pendistribusianya
GUNAKAN ANGKA ATAU HURUF
Suatu perusahaan harus dapat mengoptimalkan sistem distribusinya
agar dapat bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya. Salah satu caranya
adalah dengan pengoptimalan transportasi. Salah satu permasalahandalam
transportasi adalah Vehicle Routing Problems(VRP), yaitu merancang mset
rute kendaraan dengan biaya rendah dimana tiap kendaraan berawal dan
berakhir di depot, setiap konsumen hanya dilayani sekali oleh sebuah
kendaraan, serta total permintaan yang dibawa tidak melebihi kapasitas
kendaraan. Transportasi ini memberikan kontribusi biaya 1/3 sampai 2/3 dari
total biaya distribusi. Vehicle Routing Problems(VRP), pertama kali
dikenalkan oleh Dantzig dan Ramser pada tahun 1959. VRP ini memegang
peranan penting pada manajemen distribusi dan telah menjadi salah satu
permasalahan dalam optimalisasi kombinasi yang dipelajari secara luas.VRP
merupakan manajemen distribusi barang yang memperhatikan pelayanan,
periode waktu tertentu, sekelompok konsumen dengan sejumlah kendaraan
yang berlokasi pada satu atau lebih depot yang dijalankan oleh sekelompok
pengendara, menggunakan road penentuan rute networkyang sesuai.

Solusi dari sebuah VRP yaitu menentukan sejumlah rute, yang masing-
masing dilayani oleh suatu kendaraan yang berasal dan berakhir pada
depotnya, sehingga kebutuhan pelanggan terpenuhi, semua permasalahan
operasional terselesaikan dan biaya transportasi secara umum diminimalkan.
Di bawah ini merupakan karakteristik konsumen dalam Vehicle
Routing Problems:

 Menempatkan road graph dimana konsumen berada

 Adanya demand dalam berbagai tipe dan harus diantarkan ketempat


konsumen

 Terdapat periode waktu (time window) dimana konsumen dapat


dilayani

 Waktu yang dibutuhkan untuk mengantarkan barang kelokasi


konsumen (loading time), hal tersebut dapat berhubungan dengan
jenis kendaraan

 Sekelompok kendaraan tersedia digunakan untuk melayani konsumen

Di bawah ini merupakan tujuan umum dari Vehicle Routing Problems,


diantaranya adalah :
 Meminimalkan biaya transportasi global, terkait dengan jarak dan
biaya tetap yang berhubungan dengan kendaraan
 Meminimalkan jumlah kendaraan (atau pengemudi) yang dibutuhkan
untuk melayani semua konsumen
 Menyeimbangkan rute, untuk waktu perjalanan dan muatan kendaraan
 Meminimalkan penalty akibat servis yang kurang memuaskan
konsumen
Menurut toth dan vigo (2002) ditemukan variasi permasalahan utama
VRP yaitu:
 Kapasitas terbatas dimiliki oleh setiap kendaraan
 Barang dikirim untuk periode tertentu pada setiap konsumen (vrp
with time windows-vrptw)
 Vendor menggunakan banyak depot untuk mengirimi konsumen
(multiple depot vrp-mdppd)
 Barang dapat dikembalikan ke depot oleh konsumen (vrp with pick up
and delivering-vrppd)
 Konsumen dilayani dengan menggunakan kendaraan yang berbeda-
beda (split delivery vrp-sdvrp)
 Beberapa besaran (seperti jumlah konsumen, jumlah permintaan,
Waktu layanan danwaktu perjalanan)

2.10 Vehicle Routing and Scheduling

Vehicle Routing and Scheduling merupakan perluasan dari Vehicle Routing


Problem. Beberapa batasan yang realistis yang termasuk didalamnya adalah
sebagai berikut :
1. Dalam setiap titik pemberhentian, ada sejumlah volume yang diambil
dan dikirim.
2. Beragam kendaraan kemungkinan digunakan, disebabkan karena
beragam batasan kapasitas pengangkutan.
3. Maksimum total waktu kerja operator kendaraan untuk melakukan
pengiriman sebelum periode istirahat selama kurang lebih 8 jam.
4. Titik pemberhentian (konsumen) hanya memperbolehkan pengiriman
dan/atau pengambilan produk pada waktu tertentu (disebut: Time
Windows).
5. Pengambilan hanya boleh dilakukan setelah pengiriman.
6. Operator kendaraan diperbolehkan istirahat atau makan siang pada
waktu tertentu.

Beberapa batasan diatas menambah kompleksitas masalah routing ini dan


mempersulit kita dalam pemilihan solusi yang palingoptimal. Solusi yang paling
optimal dapat diperoleh dengan cara menerapkan beberapa panduan untuk
menghasilkan routingdan schedulingyang baik atau beberapa prosedurlogical
Heuristicdengan pertimbangan kendaraan memulai perjalanan dari pabrik (depot),
menuju ke beberapa titik pemberhentian (stop) untukmelakukan pengiriman, dan
kembali ke pabrik (depot) pada hari yang sama.

Permasalahan untuk mendapatkan hasil solusi yang optimal dari pemecahan


VRP (Vehicle Routing Problems) menjadi bertambah jika terdapat penambahan
kendala (constraint) pada kasus yang harus diselesaikan. Kendala- kendala
tersebut antara lain batasan waktu (time window), jenis kendaraan angkut yang
berbeda-beda kapasitas angkutnya, total waktumaksimum operator kendaraan
melakukan pengiriman, hambatan-hambatan yang di perjalanan, waktu istirahat
operator kendaraan ketika melakukan pengiriman dan lain sebagainya. Dari
banyak pendekatan untuk memecahkan masalah VRP terdapat dua metode yang
paling umum digunakan yaitu sweep methoddan savings method. Kedua metode
tersebut merupakan tehnik pemecahan VRP secara heuristic.

2.11 Penyelesaian Vehicle Routing Problems

Pada dasarnya terdapat 3 macam penyelesaian Vehicle Routing Problems.


Yaitu solusi Eksak, Heuristik dan Metaheurstik.

2.11.1 Solusi Eksak

Pada solusi eksak dilakukan pendekatan dengan menghitung setiap solusi yang
mungkin sampai satu terbaik dapat diperoleh. Branch and bounddan branch and cut
merupakan contoh dari penyelesaian eksak.

2.11.2 Heuristik

Metode heuristik memberikan suatu cara untuk menyelesaikan


permasalahan optimasi yang lebih sulit dan dengan kualitas dan waktu
penyelesaian yang lebih cepat daripada solusi eksak. Contoh metode heuristik
antara lain: saving based, matching based, multiroute improvement heuristic,dll.

2.11.3 Metaheuristik
Metaheuristik, adalah suatu metode untuk melakukan eksplorasi yang lebih
dalam pada daerah yang menjanjikan dari ruangsolusi yang ada. Kualitas solusi
yang dihasilkan dari metode ini jauh lebih baik daripada yang didapat heuristik
klasik. Contoh metaheuristik adalah genetic algorithm, simulated annealing, tabu
search, ant colony system dsb.

2.12 Penanganan Produk perikanan

Penanganan merupakan suatu hal yang penting untuk hasil tangkapan ikan
segar mulai saat ikan didaratkan di pelabuhan perikanan sampai selama transportasi
pendistribusian menuju hinterland-nya. Penanganan ikan harus cepat dilakukan
untuk memperlambat kebusukan. Menurut Lubis dkk. (2006), salah satu
keberhasilan pengelolaan pelabuhan perikanan adalah pendaratan ikan harus dapat
dilakukan secara cepat dan penyeleksian ikan yang cermat.

Menurut Clucas and Ward (1996), hal-hal prinsip yang perlu diperhatikan
selama penanganan ikan mulai saat pembongkaran sampai pengangkutan ke TPI
atau ke hinterland, yaitu pengontrolan suhu ikan selama penanganan agar selalu
dingin, penanganan dilakukan dengan cepat dan tepat, memperkecil sentuhan fisik
secara langsung dengan ikan, menghindari sengatan langsung sinar matahari pada
tubuh ikan, dan memperkecil terjadinya kontaminasi terhadap ikan. Menurut
Poernomo dalam Nikijuluw (2007), satu-satunya cara untuk mempertahankan
kesegaran hasil tangkapan adalah dengan menurunkan suhu serendah mungkin,
biasanya mendekati suhu cair es, yaitu 0oC. Proses pendinginan ikan mendekati titik
beku air atau sekitar 0oC segera setelah ikan ditangkap atau dipanen, merupakan
tahapan pertama penanganan hasil tangkapan yang tidak dapat diabaikan. Suhu
harus dipertahankan selama hasil tangkapan dalam rantai distribusi, pengolahan, dan
konsumsi. Kesegaran ikan dapat dicapai dengan menerapkan sistem rantai dingin
(cold chain system).

2.13 Standar Produk Ekspor Ikan beku

Ikan beku adalah produk ikan yang sudah di beri perlakuan proses pembekuan
yang cukup untuk mereduksi suhu seluruh produk sampai pada suatu tingkat suhu
cukup rendah guna mengawetkan mutu ikan dan tingkat suhu rendah ini di
pertahankan selama pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi (FAO, 2009).
Secara internasional persyaratan produk ekspor ikan beku harus memenuhi
persyaratan WHO dan FAO yang dituangkan dalam Codex Alimentarius
Commission tentang code of practice for fish ad fishery product dan standar WTO.
Pada dasarnya ada tiga jenis bahaya yang harus di hindari, yaitu biological hazards,
chemical hazards, dan physical hazards. Secara fundamental ada tiga persyaratan
dasar yang harus di penuhi produk makanan ekspor, yaitu Quality (kualitas
makanan), Safety (keamanan untuk dikonsumsi), dan Traceability (mudah dilacak
potensi bahaya dan titik kritis penyebabnya jika terjadi ancaman/bahaya).

Selain persyaratan secara internasional ada juga syarat khusus secara regional
yang ditetapkan oleh negara pengimport yang harus di penuhi oleh negara
pengekspor ikan beku. Seluruh ikan beku yang akan di ekspor harus memenuhi
kedua persyaratan di maksud tanpa kecuali. Persyaratan tersebut membuat sistem
rantai dingin (cold chain system) menjadi faktor utama penentu pencapaian standart
ikan beku yang diinginkan (FAO, 2009).

2.14 Proses pembekuan udang

Menurut Wahyudi (2003), secara garis besar proses pembekuan udang


meliputi tahapan pencucian, pemotongan kepala, pencucian II, sortasi dan grading,
penimbangan dan penyusunan, pengisian pan dengan air, pembekuan, glazing,
pembungkusan, pengepakan, dan penyimpanan beku. Pencucian bertujuan
membersihkan udang dari kototan-kotoran yang terdapat pada permukaannya dan
memisahkan udang dari serpihan es pendingin. Pencucian menggunakan air es yang
suhunya 0-2 oC. Setelah udang bersih dari kotoran, dilakukan pemotongan kepala
dengan cara mematahkan kepala dari bawah keatas dan bagian yang dipotong mulai
dari batas carapace hingga abdomen sekaligus dibersihkan. Selama proses
pemotongan kepala berlangsung sistem rantai dingin harus diterapkan.

Pencucian II dilakukan setelah pemotongan kepala dengan menggunakan air


berklorin 10 ppm. Tujuan dilakukan pencucian untuk menghilangkan lender dan
kotoran (Saulina, 2009). Selanjutnya dilakukan proses sortasi dan grading dengan
cara udang dipisahkan berdasarkan kesegarannya, ukurannya, dan mutunya. Udang
yang di bawah standar dicirikan oleh warna kemerah-merahan di bagian punggung,
tekstur lunak, terjadinya black spot, atau terjadinya kerusakan fisik seperti ekor
yang patah, kulit yang pecah. Sortasi biasanya dilakukan selama beberapa kali.
Pengawasan sortasi dilakukan dengan cara penimbangan untuk mendapatkan
keseragaman berat produk akhir. Udang yang telah ditimbang dan dibersihkan
kemudian disusun dalam pan (Wahyudi, 2003).

Penyusunan udang dalam pan pembeku dengan cara ekor udang satu bertemu
dengan ekor udang yang lain dan potongan kepala menghadap kesamping. Jumlah
udang pada setiap lapis bergantung pada ukuran yang disusun. Udang yang telah
disusun dalam pan, dicuci beberapa kali dengan air es, kemudian diisi dengan air es.
Proses selanjutnya udang dibekukan dalam alat pembeku atau ruangan pembeku.
Suhu pembekuan biasanya -45oC hingga -35oC dan tidak lebih tinggi dari pada
-30oC. Berbagai alat pembeku dapat digunakan, misalnya contact freezer, cabinet
freezer, dan air blast freezer. Lama proses pembekuan bervariasi, tergantung
besarnya kapasitas pembekuan (Nuryani, 2006).
Proses glazing pada udang memiliki tujuan untuk menambah lapisan es agar
mencegah produk dehidrasi dan oksidasi selama penyimpanan dan distribusi.
Glazing dilakukan dengan mencelupkan balok-balok udang dalam air yang terdapat
hancuran es, suhunya sekitar -1 sampai 2 oC. Setelah proses glazing, balok-balok
udang dimasukkan ke dalam kantong plastik polyethylen (wadah primer), kemudian
dimasukkan dalam inner carton sebagai wadah sekunder dan diberi label dibagian
luar inner carton sesuai dengan jenis dan ukuran udang, inner carton terbuat dari
karton berlapis lilin yang berguna untuk mencegah penguapan produk selama
penyimpanan (Wahyudi, 2003).

Setelah pembungkusan, proses selanjutnya udang dimasukkan ke dalam


wadah tersier yaitu master carton disesuaikan dengan jenis dan ukuran udang.
Pengepakan dengan master carton berisi enam inner carton. Penggunaan inner
carton digunakan untuk udang beku segar first grade. Sedangkan untuk udang
Setelah pembungkusan, proses selanjutnya udang dimasukkan ke dalam wadah
tersier yaitu master carton disesuaikan dengan jenis dan ukuran udang. Pengepakan
dengan master carton berisi enam inner carton. Penggunaan inner carton digunakan
untuk udang beku segar first grade. Sedangkan untuk udang lainnya menggunakan
kantong plastik. Master carton disusun berdasarkan ukuran dan jenisnya, kemudian
disimpan dalam ruang pendingin dan siap untuk diekspor. Produk akhir disimpan
dalam ruang penyimpanan dingin (cold storage), ruang penyimpanan dingin ini
berupa ruang yang cukup besar. Suhu penyimpanan adalah -15 hingga -20 oC dan
diatur sejauh mungkin sama dengan proses pembekuan. Cara penyimpanan dalam
cold storage harus diatur dengan baik sehingga sirkulasi udara pada setiap kemasan
tetap ada (Wahyudi, 2003). Diagram alir proses pembekuan udang dapat dilihat
pada Gambar 2.2

.
Gambar 2.2 Diagram alir proses pembekuan udang (Hadiwiyoto, 1993)

2.15 Udang Vannamei (litopenaous vannamei)

Klasifikasi udang putih atau Udang Vaname menurut (Effendie, 1997) adalah
sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei

Umumnya tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kepala
dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut
cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas
dibagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas tiap-tiap ruas
(segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas.
Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang
berbentuk runcing. Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau carapace
bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk
kepala atau rostrum (Kordi, G. 2007).

Menurut Haliman dan Adijaya (2004) udang putih memiliki tubuh berbuku-
buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik (moulting)
Pada bagian kepala udang putih terdiri dari antena antenula dan 3 pasang
maxilliped. Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5
pasang kaki berjalan (periopoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan
berfungsi sebagai organ untuk makan. Pada ujung peripoda beruas-ruas yang
berbentuk capit (dactylus) ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3. Abdomen terdiri
dari 6 ruas pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan
sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Udang juga
mengalami moulting pada saat bulan purnama atau bulan mati (moulting secara
normal) dan moulting pada saat mengalami stres yang diakibatkan oleh lingkungan
dan penyakit (Suyanto dan Mujiman, 2003). Bagian dada udang vannamei terdapat
8 ruas yang masing-masing ruas terdiri dari anggota badan yang biasa disebut
thoracapoda. Thoracapoda I-III dinamakan maxilliped yang berfungsi sebagai
pembantu mulut dalam memegang makanan. Thoracopoda IV-VIII berfungsi
sebagai kaki jalan (periopoda). Bagian abdomen udang vannamei terdapat 6 ruas.
Ruas I-V merupakan bagian kaki renag (pleopoda), sedangkan pada ruas VI
berbentuk pipih dan melebar dinamakan uropoda yang bersama-sama dengan
telson berfungsi sebagai kemudi dan anus terdapat dipangkal ujung ekor
(Arifindkk.,2007).
Cephalothorax tertutup oleh cangkang kepala (carapace). Carapace kearah
depan dan membentuk tonjolan runcing bergerigi disebut cucuk kepala (rostum).
Seluruh tubuhnya terdiri dari ruas (segment), yang terbungkus oleh kerangka luar
(eksoskeleton). Ekskoskeleton ini terbuat dari bahan semacam tanduk (chitin), yang
dikombinasi bahan kapur (kalsium karbonat), sehingga menjadi keras
( Mudjiman,1983). Morfologi udang vannamei dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.3 morfologi udang vannamei (dunia-perairan.com,2012)

2.16 Budidaya Udang Vannamei


Udang vanamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang
yang banyak diminati. Ciri fisik udang vaname, yaitu memiliki tubuh yang dibalut
kulit tipis keras dari bahan chitin berwarna putih kekuning-kuningan dengan kaki
berwarna putih. Untuk ukuran tubuhnya sendiri bila dibandingkan dengan udang
windu ataupun udang jrebug, udang vaname memiliki ukuran yang lebih kecil.
Tubuh udang vaname dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu bagian cephalothorax
yang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut dan
ekor. Cephalothorax dilindungi oleh chitin yang tebal atau disebut juga dengan
karapas (carapace). Bagian cephalothorax ini terdiri atas lima ruas kepala dan
delapan ruas dada (Remi, 2016).

Menurut Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (2007), cara


budidaya udang dengan teknik intensif dilakukan dengan tahap persiapan tambak,
penebaran benih, pemeliharaan, dan pengendalian penyakit. Tahap pengendalian
penyakit merupakan tahap yang penting karena serangan penyakit pada udang
dapat mengakibatkan kerugian secara ekonomi karena terjadi kematian atau karena
penampilan udang yang kurang menarik, seperti berlumut, geripis dan lain lain.
Beberapa jenis penyakit yang sering menyerang udang yaitu penyakit bercak putih
viral (White Spots Syndrome Virus, WSSV), Infeksi Monodon Baculo Virus
(MBV), menyebabkan kematian udang umur 1 bulan, Infectious hematopoietic
and hypodermal necrotic virus (IHHNV) menyebabkan tumbuh kerdil, penyakit
bakterial yang menyebabkan udang geripis, dan penyakit parasiter yang
menyebabkan udang kotor.

2.17 Studi Terdahulu


No Nama Judul Penelitian Analisis Hasil

Aplikasi Risk
STUDI AWAL DESIGN
MODEL SISTEM RANTAI Analysis(Risk Untuk mendesain
Grasiano
DINGIN (COLD CHAIN Assesment,Risk sebuah sebuah
Warakano
SYSTEM) KOMODITAS Management,Risk system rantai dingin
Lailossa
UNGGULAN EKSPOR Comunication) dan pada komoditas
(2009)
SEKTOR PERIKANAN HACCP(Hazard ekspor sector
MALUKU (IKAN
Analysys Critcal perikanan maluku
BEKU/FROZEN FISH)
Crisi Point)

2 Aminatuzzuhra, SIMULASI COLD CHAIN untuk mengukur Untuk Uji Organoleptik

SYSTEM PADA RANTAI peningkatan mutu ikan sendiri, nilai untuk yang
Ratna
dari yang sebelumnya tidak menggunakan
DISTRIBUSI IKAN UNTUK
Purwaningsih, tidak menerapkan system sistem rantai dingin
MENGUKUR
Novie Susanto rantai dingin ke sebesar 1,734 sedangkan
PENINGKATAN MUTU
(2015) pendistribusian ikan yang menggunakan
IKAN DI KOTA SEMARANG dengan menerapkan sistem rantai dingin
system rantai dingin. sebesar 7,268. Nilai
Standar mutu ikan dalam organoleptik dengan
penelitian ini suhu ruangan sangat
menggunakan nilai rendah dari batas
organoleptik ikan. menurut Nashimoto dkk
Tahapan perubahan nilai (1985) dalam Suweja
organoleptik ikan selama dkk (1992), batas
distribusi disimulasikan penerimaan ikan segar
dengan software secara organoleptik
Extend.sim. Terdapat dua adalah sebesar 5. Hal ini
scenario simulasi yaitu berarti nilai organoleptik
dengan suhu ruangan dan ikan pada suhu ruangan
dengan suhu dingin. sebesar 1,734 yang
Hasil dari penelitian ini sampai ke konsumen
berupa peningkatan nilai dinyatakan berada di
organoleptik ikan yang bawah batas kesegaran,
diterima konsumen sedangkan untuk nilai
No Nama Judul Penelitian Analisis Hasil

organoleptik pada suhu


dingin masih dibatas
aman sebesar 7,268
.Selisih presentase Uji
setelah menerapkan
Organoleptik antara
system rantai dingin pada
menggunakan sistem
distribusi ikan di Kota
rantai dingin dengan
Semrang.
yang tidak menggunakan
sistem rantai dingin
adalah hamper sebesar
5,534.

3 PENGENDALIAN MUTU Pengendilian titik . CCP pada ketiga UPI


PENANGANAN UDANG BEKU kritis CCP dan telah diindikasikan
DENGAN KONSEP HAZARD sebagai CCP, penerapan
pembahasan konsep
ANALYSIS CRITICAL sistem pengawasan dan
HACCP di UPI 1, 2,
CONTROL POINT ( Studi Kasus pengendalian mutu
dan 3
AG. B. di Kota Semarang dan Kabupaten produk udang beku
Cilacap ) sesuai dengan konsep
NURYANI
HACCP. Kelayakan
(2016) Dasar UPI pada UPI 1
nilai rating B (baik);
untuk UPI 2 nilai rating
B (baik). Sedangkan
pada UPI 3 nilai rating A
(baik sekali).

4 ARUM ANALISIS PENDAPATAN DAN Analisis Budidaya udang vaname


RISIKO BUDIDAYA UDANG di Kecamatan Rawajitu
RENANDA Pendapatan,
VANAME DI KECAMATAN Timur menguntungkan
(2018) RAWAJITU TIMUR Analisis Resiko dengan pendapatan
KABUPATEN TULANG sebesar 4,9 juta
BAWANG Budidaya, /ha/musimdengan nilai

Hubungan resiko R/C atas biaya total yaitu


1,68 dan terdapat
dan pendapatan hubungan positif antara
resiko dan pendapatan
NOMOR TERAKHIR PENELITIAN DICKY

Anda mungkin juga menyukai