Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISA
TITRASI PENGENDAPAN ARGENTOMETRI

NAMA : DAYU ANGGARA


NIM : 1031811001
KELOMPOK : A2
NAMA KELOMPOK : 1. HOLILULLAH
2. REDA DWI SETIAWAN
3. MARDA HANISA PUTRI
4. SUSETT MARIA TELAUMBANUA

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
BANGKA
2020
I. Judul Percobaan : Titrasi Pengendapan Argentometri

II. Tujuan Percobaan : Menentukan kadar NaCl dalam kecap

III. Tinjauan Pustaka


Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi
atgentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat
ditentukan. (Underwood, 2004).

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan


senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi
yang mendasari argentometri adalah :

(Gandjar, 2007)

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu
dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 1990)

Argentometri dimana terbentuk endapan (ada juga argentometri yang tergolong


pembentukan kompleks) dibedakan atas 3 macam berdasarkan indicator yang dipakai untuk
penentuan titik akhir, yaitu :

a. Cara Mohr
Titrasi pertama untuk penentuan ion klorida dan bromida dalam larutan, sedangkan
indikator yang dipakai adalah kalium kromat (K2CrO4) dan larutan baku AgNO3 sebagai titran.
Pada titik akhir kromat terikat oleh ion perak membentuk senyawa yang sukar larut berwarna
merah bata. Disini terjadi pengendapan 2 tingkat yaitu pembentukan AgCl dan pembentukan
Ag2CrO4. Perak klorida merupakan garam sukar larut sehingga konsentrasi ion klorida tinggi,
maka AgCl diendapkan.

b. Cara Volhard
Ion halogen diendapkan oleh ion perak berlebih, kelebihan ion perak dititrasi dengan
NH4SCN atau KSCN. Indikator yang digunakan adalah besi (III) nitrat atau besi (III) amonium
sulfat, sampai titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titran dan ion perak membentuk endapan
putih :

Ag+ + SCN- AgSCN (putih)

Sedikit kelebihan titran kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks
yang sangat kuat warnanya (merah). Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak
berwarna.

SCN- + Fe3+ FeSCN2+

c. Cara Fajans
Dalam titrasi secara Fajans digunakan indikator adsorbsi. Indikator adsorbsi adalah zat
yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna, penyerapan
ini dapat titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Indikator ini adalah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan
dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang dapat digunakan dalam titrasi ion klorida dalam
suasanan netral. (Suetila,1999)

d. Metode kekeruhan
Timbulnya kekeruhan kadang-kadang dapat pula di gunakan untuk menetukan titik akhir
titrasi . Seperti pada metode leabing pada sianida , metode ini pertama kali diperkenalkan oleh
Gay Lussac 1832 , larutan baku Natrium klorida dititrasi dengan larutan perak dengan adanya
asam nitrat bebas atau sebaliknya . Dengan persyaratan tertentu , penambahan indicator di
perlukan karena adanya kekeruhan yang disebabkan penambahan beberapa tetes . Salah satu
larutan yang lain menandakan titik akhir titrasi belum tercapai. Titrasi dilanjutkan hingga tidak
ada kekeruhan lagi.
Untuk larutan yang mengandung Ag jika ditambahkan NaCl akan mula-mula
membentuk suspense yang kemudian terkoagulasi(membeku). Laju terjadinya koagulasi yang
menyatakan mendekatkan titik ekuivalen. Penambahan NaCl terus sampai titik akhir tercapai.
Perubahan ini dibuat dengan tidak terbentuknya endapan AgCl pada cairan suspernatan. Akan
tetapi sedikit NaCl harus di tambahkan untuk menyempurnakan titik akhir. (Khopkar.1990:64)

Untuk penentuan langsung halogenida dapat dengan titrasi Mohr yang menggunakan iod
dan amilum sebagai indikator. Secara tidak langsung, ion halogenida dan halogen organik setelah
penyabunan atau penguraian oksidatif dan dititrasi dengan Volhard . Dasar Teori Argentometri
merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan menggunakan ion perak.
Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ionhalida (Cl-, Br-, I-).
(Khopkar.1990)

Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator 
yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain :

1. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk mentirasi ion halida seperti NaCl,
denganAgNO3 sebagai titran dan K2CrO4¬ sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan
adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut
terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hampir mencapai titik ekivalen, semuaion Cl- hampir
berikatan menjadi AgCl. (Alexeyev.1969)

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga
terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya
berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+ .Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi : Ag+
(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓ Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi: 2Ag+
(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓ Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun
tinggi. Bila terlalu tinggi,dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag 2O
sehingga titranterlalu banyak terpakai.2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ +
H2O(l) Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena
reaksi 2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- + H2O Yang mengurangi konsentrasi indikator dan
menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus
diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang
menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan
AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah,bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.

2. Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe 3+
(
feriaulin) sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara
titrant dan Ag, membentuk endapan putih.Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓
(putih)Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion
kompleks yang sangat kuat warnanya (merah).

SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)Yang larut dan mewarnai larutan yang semula


tidak berwarna.Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag +, maka
dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag + dan
SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X-
ditambahkanAg+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk
menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag + tersebut, mungkin
bereaksi puladengan endapan AgX : Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓Ag+(aq)
(kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) +
AgSCN(aq) ↓. Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan
juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).

Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling
mempengaruhi. Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak
langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya
ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan
tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan
keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion
karbonat,oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan
asam.
Prinsip Prinsipnya adalah berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang akan
dianalisa (Cl- danCNS) dengan larutan baku AgNO3 sebagai penitrasi dengan cara Mohr
dan Volhard. Dant eknik pengendapan untuk memisahkan analit dari pengganggu-
penggangunya sehingga diperoleh bentuk yang tidak larut/kelarutannya kecil sekali.
Persamaan Reaksia. Metode Mohr Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:Ag+(aq) +
Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓Pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi : 2Ag+(aq) +
CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓

3. Cara Fajans
Dalam titrasi secara Fajans digunakan indikator adsorbsi. Indikator adsorbsi adalah zat
yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna,
penyerapan ini dapat titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang
dipakai dan pH. Indikator ini adalah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat
membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang dapat digunakan dalam
titrasi ion klorida dalam suasanan netral. (Harjadi, W. 1986)

Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau
basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya
fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan
mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).

HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna
merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan
agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak
sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila
endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit
kelebihan titrant (ion Ag+).

Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana
masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X-
sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga
negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut.
Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X -; menjelang titik ekivalen,
ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang
ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen
tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian
menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif
dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah
mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi
penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih
atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik
akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni

(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal

(ii) Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih

(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.

Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara
zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya
(fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indikator
adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas
karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat.
(Harjadi.1990)

IV. Metodologi Praktikum


4.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
Alat Bahan
1. Labu takar 100 ml 1 buah 1. Larutan AgNO3 0,1N
2. Buret 50 ml 1 buah 2. NaCl
3. Erlenmeyer 250 ml 3 buah 3. K2CrO4 5%
4. Pipet volume 25 1 buah 4. KCL
5. Statif dan klem 1 buah 5. Kecap
4.2 Cara Kerja

A. Standarisasi Larutan AgNO3 0.1 N

NaCl

1,5 gr NaCl pq yang telah dipanaskan 110⸰C selama 1 jam


Larutkan dalam akuades dengan labu takar 250 ml. Encerkan sampai tanda
batas dan kocokkan sampai homogen.
Masukkan 10 ml larutan tersebut kedalam erlenmeyer 250 ml
Tambhakan 1 ml K2CrO4
Titrasi dengan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah bata

NaCl + K2CrO4 + AgNO3

B. Penetapan kadar garam dalam kecap asin

Kecap

Masukkan 10 ml kecap kedalam erlenmeyer 250 ml


Tambahkan 1 ml dan 20 ml akuades
Titrasi dengan sampai terbentuk endapan putih. Lakukan duplo

Kecap + K2CrO4 + H2O + AgNO3


V. Hasil dan Pembahasan

5.1 Hasil Pengamatan


A. Standarisasi Larutan AgNO3 0.1 N
Perlakuan V AgNO3 Hasil Pengamatan
10 ml NaCl + 10 ml 11,5ml Warna larutan NaCl menjadi kuning
K2Cr2O4 + AgNO3 saat penambahan larutan K2Cr2O4,
11,3 ml kemudian menjadi merah bata dan
ada endapan putih setelah titrasi.

B. Penetapan kadar garam dalam kecap asin


Perlakuan V AgNO3 Hasil Pengamatan
10 ml kecap asin + 20 ml 25 ml Saat penambahan K2Cr2O4 tidak
akuades + 1 ml K2Cr2O4 + terjadi perubahan warna pada kecap
AgNO3 asin, saat di titrasi larutan berubah
warna menjadi coklat muda (seperti
kopi susu)

5.2 Pembahasan
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi
atgentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat
ditentukan. (Underwood, 2004).

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan


senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi
yang mendasari argentometri adalah :
(Gandjar, 2007)

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu
dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 1990)

Pada praktikum ini hal yang dilakukan pertama adalah melakukan standarisasi larutan
AGNO3. Hal ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi dan jumlah zat dari AgNO3 secara
pasti dan tetap. Standarisasi ini perlu dilakukan karena AgNO3 akan bertindak sebagai larutan
standar terhadap penetapan kadar garam dalam kecap sehingga masih perlu distandarisasi. Pada
percobaan standarisasi ini, larutan AgNO3 distandarisasi dengan larutan NaCl yang kemudian
dilakukan titrasi hingga terbentuk endapan merah bata. Untuk persamaan reaksinya adalah
sebagai berikut:

AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3

Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan


pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO sebagai larutan standar.
Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena
kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+3.
Diplih indicator K2CrO4 karena suasana sistemnya cendrung netral. Kalium kromat hanya dapat
digunakan dalam suasana netral. Reaksi titrasi: Ag+ + Cl- AgX(s) [putih] Reaksi indikator: 2Ag+
+ CrO42- Ag2CrO4(s) [merah bata]

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode Mohr. karena metode Mohr
biasanya digunakan untuk mentirasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan
K2CrO4¬ sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi
dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya
Ag2CrO4, saat hampir mencapai titik ekivalen, semuaion Cl- hampir berikatan menjadi AgCl.
(Alexeyev.1969). Sama halnya dengan praktikum ini, praktikan menggunakan AgNO3 sebagai
titan pada larutan NaCl dan K2CrO4. Sehingga dihasilkan larutan berwarna merah bata.
Tingkat keasaman (pH) larutan yang mengandung NaCl berpengaruh pada titrasi. Titrasi
dengan metode Mohr dilakukan pada pH 8. Jika pH terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator
K2CrO4 akan berbentuk HCrO4-, sehingga larutan AgNO3 lebih banyak yang dibutuhkan untuk
membentuk endapan Ag2CrO4. Pada pH basa (pH > 8), sebagian Ag+ akan diendapkan menjadi
perak karbonat atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi lebih banyak
yang dibutuhkan.

Dari percobaan yang telah diperoleh didapatkan hasil volume rata-rata AgNO3 yaitu 11,5
ml. Lalu penetetapan kadar, saat penambahan K2Cr2O4 tidak terjadi perubahan warna pada
kecap asin, saat di titrasi larutan berubah warna menjadi coklat muda (seperti kopi susu) seperti
yang telah tertera pada hasil praktikum pada volume AgNO3 25 ml. kemudian dilakukan
perhitungan seperti yang telah disajikan pada lampiran untuk menentukan kadar garam pada
kecap asin. Dengan hasil massa yang didapat yaitu 131,3325 mg. Dan dicari persentase dari
kadar garam sehingga didapatkan persentasenya yaitu 0,131g/10ml.

VI. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikun kali ini adalah sebagai berikut :
1. Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa tertentu tertentu yang membentuk endapan perak nitrat (AgNO3) pada
suasana tertentu.
2. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode Mohr atau berdasarkan
andapan berwarna.
3. Kadar NaCl dalam kecap asin (sampel) yang digunakan adalah sebesar 0.131 g/10ml.

VII. Daftar Pustaka


Dirjen POM, (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Depatemen Kesehatan RI : Jakarta

Haeriah, S.si. (2011). Penuntun Praktikum Kimia Analisis. UIN Makassar

Alexeyev, dkk, (1998). Analisis Farmasi. UGM Press : Yoyakarta.

Harjadi, W., (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia : Jakarta.

Suetila,Dra.(1999). Analisis Kimia Farmasi. Makassar : UNHAS.


Khopkar,S.M.(2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI press.

Underwood. 2004. Analisis kimia Kuantitatif . Penerbit Erlangga: Jakarta


Lampiran perhitungan

1. Standarisasi Larutan AgNO3


m NaCl = 1.5 gr V NaCl = 250 ml = 0.25 L
Mr NaCl = 58,5 gr/mol V AgNO3 = 11.4 ml (rata-rata)
n NaCl = m = 1.5 gr [NaCl] = n = 0,0256 mol
Mr 58,5 gr/mol V 0.25 L
= 0,0256 mol = 0,1024 M

Titrasi dengan AgNO3


NaCl = AgNO3
M1.V1 = M2.V2
0,1024 M . 10 ml = M2 . 11.4 ml
[AgNO3] = 1.024 mol
11.4 ml
= 0.0898 M

2. Penentuan kadar garam dalam kecap asin


[AgNO3] = 0.0898 M ……. M1 V NaCl = 10 ml …….V2
V AgNO3 = 25 ml …….V1
[NaCl] = M1 x VI n NaCl = M x V
V2 = 0.2245 M x 10 ml
= 0.0898 M x 25 ml = 2.245 mmol
10 ml
= 0.2245 M

Massa NaCl = n NaCl x Mr NaCl

= 2.245 mmol x 58,5 gr/mol


= 131.3325 mg
Kadar NaCl = Massa NaCl x 100%
= 131.3325 mg x 100% = 0.131 g/10ml

Anda mungkin juga menyukai