KATA PENGANTAR................................................................................................i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih
dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari permasalahan pendidikan
2. Untuk mengetahui apa saja permasalahan pendidikan
3. Untuk mengetahui apa saja permasalahan pendidikan di negara Indonesia
4. Untuk mengetahui bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalaahan
pendidikan tersebut
5. Untuk mengetahui apa saja permasalahan actual pendidikan dan bagaimana
penanggulangannya
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Dalam menggunakan filsafat untuk acuan telaah filsafat misalnya para pemikir
pendidikan bertolak dari aliran yang berbeda-beda dalam memberikan pandangan terhadap
komponen-komponen pendidikan. Terhadap peserta didik misalnya ada yang menggunakan
pandangan bahwa manusia tidak perlu dididik karena semuanya sudah ditentukan oleh
bakatnya (Nativisme) ada juga yang menggunakan pandangan bahwa manusia harus dididik
(Empirisme) dan ada yang memandang manusia ditentukan oleh bakat dan lingkungannya
(Konverdensi). Sudut pandang yang berbeda ini akan berpengaruh terhadap pangambilan
kebijakan dan pembuatan rancangan dan pelaksanaan pendidikan.
Perbedaan pendapat dalam psikologi punya pengaruh yang sama seperti pengaruh
perbedaan filsafat. Keputusan kebijakan tentang tujuan pendidikan, materi, metode, evaluasi,
dan sebagainya akan berbeda kalau pemikiran pendidikan yang menggunakan dasar
psikologi yang behaviouristik atau menggunakan dasar kognitif. Pandangan psikologi yang
behaviouristik lebih menekankan sasaran pendidikan ada pembentukan tingkah laku obyektif
dan menggunakan metode yang mekanis sedangkan pandangan yang kognitif menekankan
pada pendidikan kemampuan jiwa yang tidak nampak dan lebih menekankan pada
pemahaman. Perbedaan sudut pandang bidang psikologi ini juga merupakan penyebab
munculnya permasalahan yang sampai saat ini belum bisa diatasi.
Di negara tertentu sudah memasukkan unsur perkembangan IPTEKS, Isu
Demokrasi, HAM, Keragaman Budaya, Politik dan sebagainya, dalam berfikir tentang
pendidikan, tetapi di negara tertentu, termasuk Indonesia relativ baru saja berfikir pendidikan
dengan memperhatikan hal-hal tersebut.
Permasalahan-permasalahan teoritik tersebut di atas, dan masih ada permasalahan
teoritik yang lain, akan menjadi ganjalan bagi pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan
karena pengaruhnya yang berupa seringnya terjadi perubahan kabijakan pendidikan.
Menurut Umar Tirtaraharja ada lima jenis kesalahan yaitu:
1. Kesalahan tehnis, misalnya pandangan yang mengatakan bahwa disiplin dapat dididik
melalui kekerasan.
2. Kesalahan sistematis, misalnya pandangan bahwa tempat belajar yang paling afdol
adalah sekola.
3. Kesalahan teoretis, misalnya mengajar adalah memberikan ilmu.
4. Penerapan yang salah, misalnya pandangan bahwa semakin banyak ilmu semakin
membuat orang bahagia.
5. Kesalahan filosofis, misalnya pandangan bahwa kesuksesan seseorang tergantung
pada aspek keterampilan yang diperoleh (mengabaikan aspek moral).
4
Di bagian lain Tirtaraharja mengklasifikasikan masalah-masalah pendidikan tersebut
menjadi tiga kelompok yaitu:
B. Permasalahan Praktis
Permasalahan praktis pendidikan, disamping akibat pegangan teoritik yang tidak
jelas seperti diuraikan diatas, timbul karena kondisi dan tuntutan dari faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan, yaitu:
1. Perkembangan IPTEKS yang semakin cepat.
2. Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan fasilitas pendidikan.
3. Peningkatan aspirasi masyarakat untuyk mendidik anaknya.
4. Kekurangan dana.
5. Belum adanya system management pendidikan yang mantap.
6. Munculnya konsep-konsep baru yang dulu belum mendapatkan perhatian yang cukup.
Uraian singkat tentang jenis-jenis masalah tersebut diatas seperti berikut
1. Pengaruh perkembangan IPTEKS.
Terdapat korelasi antara perkembangan pendidikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS). Ilmu pengetahuan merupakan hasil dari
eksplorasi dan pembaharuan secara sistemik dan terorganisir dengan baik, mengenai alam
semesta. Adapun teknologi adalah penerapan yang dirancang dan terencana dari ilmu
pengetahuan untuk memenuhi hajat hidup atau kebutuhan hidup manusia. Sedangkan seni
adalah kemajuan kebudayaan berupa aktivitas manusia berkreasi, yang indah untuk
melaksanakan tugas kehidupan dengan menyenangkan.
Suatu contoh betapa pengaruh masalah kemajuan teknologi mempengaruhi sistem
pendidikan, misalnya perkembangan teknologi informatika. Saat ini setiap saat ada kejadian
suatu perkara dapat langsung disiarkan melalui televisi dan media cetak dengan gambar
kejadian yang jelas.
5
Demikian pula pendidikan yang dulu lebih banyak digunakan tatap muka langsung
saat ini dapat dilaksanakan melalui internet tv atau modul. Peserta didik cukup duduk belajar
dirumah. Kondisi ini mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan
mungkin rumusan baru tujuan pendidikan selalu membutuhkan inovasi, termasuk sarana dan
prasarana laboratorium, dan ketenagaan serta pendanaan pendidikan.
6
Di sisi lain sebagai peningkatan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, maka para
orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anaknya memperoleh
pekerjaan yang lebih baik daripada orangtuanya. Begitu juga dorongan ini juga telah terkristal
pada diri anak-anak itu sendiri. Mereka merasa susah bila anaknyan mendapat rintangan
dalam sekolah, bahkan mereka mengorbankan apa yang di milikinya untuk keperluan sekolah
anaknya.
Inilah salah satu indikator dari meningkatnya aspirasi orangtua dan anak atau
masyarakat terhadap pendidikan saat ini.Sebagai akibat tersebut maka membanjirnya pelamar
sekolah, dan arus pelajar meningkat secara drastis, sedangkan fasilitas sekolah berkembang
lambat. Dampaknya anggaran pendidikan harus meningkat untuk menyediakan fasilitas
pendidikan, sarana-prasarana beserta komponen lainnya. Di kota-kota di samping
berkembangnya pendidikan formal, juga berkembang pula pendidikan nonformal yang
beranekaragam. Ini semua menjadikan berkembangnya masalah pendidikan.
7
keberhasilan suatu organisasi atau lembaga. Meskipun sumber daya cukup memadai kalau
tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kegiatan berjalan dengan baik.
Majemen pendidikan di negara ini masih termasuk manajemen yang kurang mantap
dengan indikator masih seringnya terjadi perubahan struktur organisasi pendidikan, kurang
koordinasinya lembaga-lembaga pendidikan yang ada, arah pendidikan yang kurang jelas,
perubahan kurikulum yang tidak jelas landasannya, pembinaan karir para penyelenggara
pendidikan yang belum mantap, penggunaan anggaran yang belum efisien dan sebagainya.
8
1. Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta
didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
2. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA),
matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi
tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
3. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart
yang sudah ditentukan.
4. Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi
pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang
cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya
pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang
masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat
mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian
pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan
pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
5. Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan
lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran
pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat
penting menjadi Landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu
diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi
landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat.
Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala seperti keadaan geografis,
demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk yang tersebar diseluruh
wilayah geografis Indinesia cukup luas. Kemiskinan juga merupakan salah satu
kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya
mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan
menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga
menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan
efektivitas pengolahan sistem pendidikan.
Sistem dan dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan
rendahnya mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya
mutu peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik karena fenomena
dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.
9
Sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan
masyarakat sebagai supra sistem. Pembanguana sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-
apa jika tidak singkron dengan pembanguanan nasional.
Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya
sebagai supra sistem tersebut, dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan
kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat
kompleks. Artinya suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan
dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil
belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi
masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak
lagi faktor-faktor lainnya diluar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar
tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga
sangat kompleks, menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah
air kita dewasa ini, yaitui:
Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu,
relevansi, dan juga efisiensi pendidikan.
10
Pertama, kondisi pemerintah yang sangat kental politis punya peran penting serta
signifikan untuk memperkeruh keadaan. Tatkala keadaan pemerintah berpolitis, itu akan
menyebabkan atmosfer pendidikan labil, sebut saja dalam hal kebijakan pendidikanyang
dilahirkan pemerintah. Pendidikan selalu berada dalam rangkulan kepentingan politik tertentu.
Aroma “politik pendidikan penguasa” sangat lekat dalam dunia pendidikan.
Kedua, kondisi keuangan negara yang sangat sedikit bisa memperburuk dunia
pendidikan. Sebab, minimnya dana akan menghambat pembangunan pendidikan dalam segala
hal, baik insfrastruktur maupun suprastruktur.
Miskinnya dana dalam dunia pendidikan akan membuat bangunan-bangunan sekolah
dan fasilitas pendidikan lain tidak bisa digarap dengan sedemikian maksimal serta optimal.
Dengan demikian, kondisi ironis itupun sangat mustakhil akan menyegerakan tercapainya
pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara merata. Justru, yang terjadi adalah
kemiskinan pendidikan yang mengglobal di ibu pertiwi ini akan membumi. Akibatnya, rakyat
tetap buta huruf dan begitu seterusnya. Jangan harap pula, kita bisa menjadi bangsa maju.
Yang pasti, tidak adanya anggaran cukup dan besar dari pemerintah pusat maupun daerah
dalam bentuk anggaran pendapatan belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan belanja
daerah (APBD) sangat memicu gagalnya pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang
diharapkan.
Ketiga, kondisi kota maupun kabupaten dengan sumber daya manusia (SDM) yang
terbatas sangat memberikan efek buruk bagi mandeknya pembangunan pendidikan. Sebab,
adanya SDM menjadi kata kunci bagi keberhasilan sekian banyak agenda pendidikan di
daerah. Logikanya adalah bagaimana kota dan kabupaten akan bisa melakukan pembangunan
pendidikan, sementara para pejabat dan aparat terkait di daerah tidak memiliki kemampuan-
kemampuan tertentu dalam bidang yang diembannya.
Keempat, partisipasi semua pihak juga wajib hadir dalam konteks mendukung
program-program pendidikan yang mencerdaskan. Semua lapisan masyarakat ditagih untuk
ikut aktif dalam pengembangan dan pemajuan dunia pendidikan.
Kelima, memunculkan sikap sadar terhadap persoalan-persoalan pendidikan harus
pula dilakukan semua lapisan masyarakat. Sebab, pendidikan itu bukan hanya milik segelintir
oarang, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
11
Terdapat factor-faktor lain yang perlu diperhatikan mengapa kualitas pendidikan di
Indonesia bernasib tragis, antara lain
Ada dua factor yang mempengaruhi kualitas pendidikan,khususnya di Indonesia yaitu:
1. Faktor internal,meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan
Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam
hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan
senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2. Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana,masyarakat merupakan ikon
pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari
pendidikan.
12
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata
mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini
mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal piliha ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-
R, 1999 (IEA,1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP
kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA,ke-34 untuk matematika. Dalam dunia
pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang di survey di asia
pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-
61,ke-68,ke-73,dank e-75.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat sekolah dasar. Data
Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jendral Binbaga Departemen
Agama tahun 2000 menunjukkan angka partisipasi murni (AMP) untuk anak usia SD pada
tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa) pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi .
angka partisipasi murni pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,8% (9,4 juta siswa).
6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan kebutuhan
hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur . data BAPPENAS
(1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang
dihadapi oleh lulusa SMU sebesar 25,47 %,Diploma / SO sebesar 27,5% dan PT sebesar
36,6%.
Adanya ketidak serasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan
kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika
peserta didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, kalimat ini yang sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari tamn kanak – kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT)
membuat masyarakat miskin tidak boleh sekolah.
Masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia yang sampai sat ini dirumuskan menjadi
lima kelompok, yaitu:
1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memanjakan bangsa dan
kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Masalah
13
pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh
pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya
manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara
khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga
pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah
air kita Undang-Undang No 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Pada bab XI pasal 17 berbunyi:
“Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima
menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan
pengajaran pada sekolah itu dipenuhi. “
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI pasal 10 ayat 1
menyatakan: ”semua anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun
diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun “ ayat 2 menyatakan: “belajar di sekolah
agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama yang dianggap telah memenuhi
kewajiban belajar.
Landasan yuridis pemerataan pendidika tersebut penting sekali artinya, sebagai
landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai
akibat penjajahan.Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika
anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki
bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat
mengikuti perkembangan kemajauan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang
tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan
demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan
pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan
juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang
masalah mutu pendidikan.
Khusus pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-
tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh
kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor
kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus
menerus dengan saksama.
14
Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan
pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga
Negara perlu di berikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan
terutama pada jenjang pendidikan yang tinggi, kebijakan pemertaan didasarkan atas
pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak, keperluan, tenaga
kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan tekonologi. Agar
tercapai keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan,
perlu diadakan penerangan yang seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan
keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam pembangunan utamanya bagi bidang-
bidang yang baru dan langka.
Perkembangan upaya pemerataan pendidikan berlangsung terus menerus dari pelita
ke pelita. Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang sistem pendidikan nasional III
tentang hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga
Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal 7
mengenai hak telah di tegaskan sebagai berikut: “penerimaan seorang peserta didik dalam
suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama,
suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap
mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Perkembangan IPTEK menawarkan beraneka ragam alternatif model pendidikan
yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya
bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu, bulan, sampai tahunan, melalui proses tatap muka
sampai pada lingkungan alam yang dapat mendung.
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil
sebagai produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi.Selanjutnya jika
luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai
konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan
pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan
berkarya.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya. Jika tujuan
pendidikan nasioanl dijadikan kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah keluaran dari
sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota masyarakat yang
sosial yang bertanggung jawab. Dengan kata lain keluaran ini mewujudkan diri sebagai
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun
15
lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut adalah nurturant effect. Meskipun disadari
bahwa hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata hasil dari sistem
pendidikan itu sendiri. Yang menjadi persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu produk
tersebut tidak mudah. Dan pada umumnya hanya dengan mengasosiasikan dengan hasil
belajar yang sering dikenal dengan EBTA atau hasil sipenmaru.
Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar
yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar
yang bermutu. Jika tidak terjadi belajar secara optimal akan menghasilkan skor hasil ujian
yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Berarti
pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletah pada masalah pemprosesan pendidikan.
Selanjutnya kelancara pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang
terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga
masyarakat sekitar.
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu, didalam Tap
MPR RI tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembanguan pendidikan diletakkan
pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan khususnya untuk memacu untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan
matematika.
Umumnya pendidikan di seluruh tanah air pada umumnya menunjukkan daerah pedesaan
lebih rendah dari daerah perkotaan.
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama
dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.Efesiensi artinya dengan menggunakan
tenaga dan biaya sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Jadi, sistem
pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang terbatas dapat di hasilkan
sejumlah besar lulusan yang berkualitas tinggi. Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan
pendidikan harus tampak diantara semua unsur dan unit, baik antar sekolah negeri maupun
swasta, pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan unit jajaran depertemen
pendidikan dan kebudayaan.
Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang
efisien. Hal ini tampak dari banyaknya anak yang drop-out, banyak anak yang belum dapat
pelayanan pendidikan, banyak anak yang tinggal kelas, dan kurang dapat pelayanan yang
semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas dan genius.Oleh
16
karena itu, harus berusaha untuk menemukan cara agar pelaksanaan pendidikan menjadi
efisien.
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikn
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika
penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi.
18
b. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemprosesan
pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
c. Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan
rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d. Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendiidkan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Pada dasarnya pembangunan
dibidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan
dan pendidikan yang bermutu sekaligus.
Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan
yang bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian, yaitu:
Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan
pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan daya.
Kedua: kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya
peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga
pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai.
Meskipun demikian pemerataan pendidiakn tidak dapat diabaikan karena upaya
tersebut, terutama pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun mempunyai tujuan
ganda, yaitu disamping tujuan politis juga tujuan pembanguan yaitu memberikan bekal dasar
kepada warga Negara agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk
mengembangkan diri sehingga dapat perpatisipasi dalam pembanguanan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat dengan
masalah mutu pendidikan.
Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah efisiensi.
Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka dengan sendirinya pelaksanaan
pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien. Hasil pendidikan
belum dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
5. Masalah lemahnya manajemen pendidikan
Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya
penyelenggaraan pamerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Kejadian ini telah bergulir
ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada daerah termasuk dalam
manajemen pendidikan. Manajemen yang terpusat pada masa dulu, banyak kendala, misalnya
kebijakan pusat yang tidak sejalan atau sesuai dengan kondisi di daerah, pemberian sarana
yang tidak diperlukan.
19
Implementasi pemberian otonomi ini dimaksudkan untuk lebih memandirikan daerah
dan memberdayakan masyarakat sehingga keleluasan dalam mengatur dan melaksanakan
kebijakan atas prakarsa sendiri. Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung jawab
dilaksanakan dengan penerapan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan, berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah dengan
titik sentral otonomi pada wilayah yang paling dekat dengan rakyat, yaitu Daerah Kabupaten
dan Kota.
Implementasi otonomi pendidikan di tingkat sekolah di Indonesia peningkatan manajemen
dilakukan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS). Hal ini dimaksudkan memberikan
kewenangan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengambil kebijakan yang sesuai dengan
sekolah. Untuk pelaksanaan di tingkat SD dengan penerapan MBS sedangkan untuk tingkat
sekolah menengah menerapkan manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMPBS).
MPMPBS merupakan bentuk alternatif dalam program desentralisasi bidang pendidikan yang
ditandai dengan adanya otonomi yang luas di tingkat sekolah, agar manajemen sekolah dapat
meningkat sesuai dengan kondisi sekolah tersebut.
20
2. Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan
1. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA
dan PT.
2. Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
3. Penyempurnaaan kurikulum
4. Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk
belajar
5. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
6. Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
7. Kegiatan pengendalian mutu.
Upaya untuk meningkatkan mutu dan relavansi pendidikan adalah dasar pemikiran
makro yang melandasi lahirnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintah
Daerah adalah untuk menghadapi tantangan persaingan global. Dengan otonomi dan
desentralisai diharapkan masing-masing daerah termasuk warga masyarakatnya lebih terpacu
dalam meningkatkan kualitas SDM dalam memasuki persaingan global tersebut. Kemampuan
bersaing tersebut sebagian besar ditentukan oleh pendidikan yang berkualitas. Kualitas
pendidikan dimaksudkan bukan hanya tingkat nasional akan tetapi tingkat internasional, untuk
menjamin persaingan di tingkat internasional. Sehingga bangsa Indonesia mampu menjadi
“tuan rumah” di negaranya sendiri, sebagai akibat dari tingginya kualitas SDM melalui
pendidikan.
21
kebutuhannya sendiri. Dengan demikian kebutuhan sekolah dapat terpenuhi sesuai dengan
kondisi dan situasi yang berkembang di sekolah. Sedangkan masyarakat dituntut
berpartisipasi agar mereka lebih memahami pendidikan, membantu serta mengontrol
pengelolaan pendidikan.
MPMBS menawarkan kepada sekolah agar dapat menyediakan pendidikan yang lebih
baik dan lebih memadaibagi para siswanya. Dengan adanya otonomi sekolah menjadikan
kinerja para staf, guru dan pimpinan sekolah meningkat, untuk memberikan layanan
terbaiknya dalam pembelajaran dan pendidikan. Dengan demikian manajemen sekolah
dikelola dengan kebersamaan dan lebih profesional, akhirnya terjadi peningkatan manajemen
pendidikan.
MPMBS ditandai adanya otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat yang tinggi
tanpa mengabaikan kebijakan nasional ditujukan untuk meningkatkan: efisiensi, mutu, dan
pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui antara lain: kekuasaan
pengelola sumberdaya, partisipasi, masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
Sedangkan peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain partisipasi orang tua terhadap
sekolah, fleksibelitas pengelolaan sekolah dan kelas, profesionalisme guru dan kepala
sekolah, berlakunya sistem intensif/disitetif, dan lainnya.
22
Menurut Tirtarahardjapada (2010:252) Konep kurikulum 1984 juga memiliki kelebihan
kareana adanya keluwesan antara lain:
a. Disediakannya aneka program belajar untuk melanjutkan ke perguruan tinggi
dan untuk memasuki lapangan kerja
b. Adanya program inti yang sifatnya nasioal
c. Adanya program pusat dan program daerah (muatan lokal)
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Permasalahan pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-
permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia. Dunia
pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan
bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah masalah yang sifatnya berantai sejak
jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah
dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan
selanjutnya.
Permasalahan- permasalahan pendidikan ada dua bagian
a. Permasalahan teoretis,
b. Permasalahan praktis, yang meliputi
Pengaruh perkembangan IPTEKS
Pengaruh pertambahan penduduk
Peningkatan aspirasi masyarakat
Problem dana
Belum adanya sistem manajemen yang mantap
Munculnya konsep-konsep baru
Masalah-masalah pendidikan di Indonesia,meliputi :
Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemprosesan
pendidikan. Selanjutnya kelancaran pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen
pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana
24
pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar. Dan Masalah mutu pendidikan juga mencakup
masalah pemerataan mutu.
Dengan Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi
hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:
25
e. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f. Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g. Kegiatan pengendalian mutu.
3.2 Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan
kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala
bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin
ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya
terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir
akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat
dalam segala bidang di dunia internasional.
DAFTAR PUSTAKA
26
http://abraham4544.wordpress.com/umum/problematika-pendidikan-di-indonesia/
http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_7.htm
http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/permasalahan-pokok-pendidikan-dan.html
http://ecasri-tp-unbara.blogspot.com/
http://www.sahabatyatim.org/artikel/7-penyebab-kualitas-pendidikan-di-indonesia-rendah/
27
DISUSUN OLEH :
1. ERWIN PADLI
2. DIANI LENI
3. KARSIAH
4. ROHMANIA
5. SETIA NANDA
KATA PENGANTAR
28
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Pencapaian dan Persoalan system pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia”.
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,
saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
PENULIS
29