Anda di halaman 1dari 30

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1


1.1        Later Belakang ..............................................................................................1
1.2        Rumusan Masalah .............................................................................................2
1.3        Tujuan ................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................3


2.1        Definisi Permasalahan Pendidikan......................................................................3
2.2        Permasalahan Pendidikan....................................................................................5
2.3        Masalah Pendidikan di Indonesia........................................................................12
2.4        Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Pendidikan............................................21
2.5        Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya................................23

BAB III PENUTUP ....................................................................................................25


3.1  Kesimpulan ............................................................................................................25
3.2  Saran ......................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk
pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan
zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak
pernah terpikirkan sebelumnya.
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim.
Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas
siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan
aturan UU pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya
makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran
pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena
lemahnya para guru dalam menggali potensi anak.Para pendidik seringkali memaksakan
kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki
siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi
para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan
sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang
baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan
sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang
sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram.Kurikulum hanya didasarkan pada
pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah
lagi,pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum
dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan
hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal
lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat
memprihatinkan.
Berdasarkan analisa dari badan pendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru
Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pasifik. Posisi
tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka
beberapa tahun lalu.Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat
39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada

1
diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih
dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.

1.2  Rumusan Masalah


1.      Apa definisi dari permasalahan pendidikan ?
2.      Apa saja permasalahan pendidikan ?
3.      Apa saja permasalahan pendidikan di negara Indonesia ?
4.     Bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalaahan pendidikan tersebut?
5.      Apa saja permasalahan actual pendidikan dan bagaimana penanggulangannya ?

1.3  Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari permasalahan pendidikan
2. Untuk mengetahui apa saja permasalahan pendidikan
3. Untuk mengetahui apa saja permasalahan pendidikan di negara Indonesia
4. Untuk mengetahui bagaimana solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalaahan
pendidikan tersebut
5. Untuk mengetahui apa saja permasalahan actual pendidikan dan bagaimana
penanggulangannya

2
BAB II
PEMBAHASAN

1.1    Definisi Permasalahan Pendidikan atau Problematika Pendidikan


Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa Inggris “problem” artinya, soal,
masalah atau teka-teki. Juga berarti problematik, yaitu ketidak tentuan.
Tentang pendidikan banyak definisi yang berbagai macam, namun secara umum ada yang
mendefinisikan bahwa, pendidikan adalah suatu hasil peradaban sebuah bangsa yang
dikembangkan atas dasar suatu pandangan hidup bangsa itu sendiri, sebagai suatu pengalaman
yang memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan
mereka berkembang. Definisi pendidikan secara lebih khusus ialah suatu proses pertumbuhan
di dalam mana seorang individu di bantu mengembangkan daya-daya kemampuannya,
bakatnya, kecakapannya dan minatnya. Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan
adalah, suatu usaha sadar dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang
berhubungan dengan pengalaman kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap) maupun
psikomotorik (aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh  seorang individu.
Adapun yang dimaksud dengan problematika pendidikan adalah, persoalan-persoalan
atau permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara
Indonesia.

2.2     Permasalahan pendidikan


Permasalahan pendidikan baik sebagai ilmu teoritik maupun sebagai ilmu terapan
tidak pernah lepas dari permasalahan. Sebagai ilmu teoritik telah terjadi perbedaan-perbedaan
konsep dalam berbagai hal yang tersangkut di dalamnya, sedangkan dalam kegiatan
penerapan ilmu tersebut terjadi juga hambatan-hambatan, baik akibat
Perbedaan konsep yang dipakai sebagai dasar maupun akibat penghambat yang
sifatnya tehnis.
A.    Permasalahan Teoritis
Permasalahan Teoritis antara lain akibat perbedaan ilmu-ilmu pendukung yang digunakan
dan juga akibat perbedaan konsep dalam ilmu-ilmu pendukung tersebut.Sebagian pemikir
pendidikan hanya memasukkan filsafat, psikologi, dan sosiologi dalam menyunsun konsep
dan merancang pelaksanaan pendidikan, sedangkan pemikir lain menggunakan juga acuan
yang lain, misalnya politik, ekonomi, IPTEKS dan sebagainya. Dalam menggunakan ilmu-
ilmu diluar pendidikan itu sendiri terdapat banyak pola yang dipakai berdasarkan berbagai
sudut pandang yang ada dalam ilmu-ilmu tersebut.

3
Dalam menggunakan filsafat untuk acuan telaah filsafat misalnya para pemikir
pendidikan bertolak dari aliran yang berbeda-beda dalam memberikan pandangan terhadap
komponen-komponen pendidikan. Terhadap peserta didik misalnya ada yang menggunakan
pandangan bahwa manusia tidak perlu dididik karena semuanya sudah ditentukan oleh
bakatnya (Nativisme) ada juga yang menggunakan pandangan bahwa manusia harus dididik
(Empirisme) dan ada yang memandang manusia ditentukan oleh bakat dan lingkungannya
(Konverdensi). Sudut pandang yang berbeda ini akan berpengaruh terhadap pangambilan
kebijakan dan pembuatan rancangan dan pelaksanaan pendidikan.
Perbedaan pendapat dalam psikologi punya pengaruh yang sama seperti pengaruh
perbedaan filsafat. Keputusan kebijakan tentang tujuan pendidikan, materi, metode, evaluasi,
dan sebagainya akan berbeda kalau pemikiran pendidikan yang menggunakan dasar
psikologi yang behaviouristik atau menggunakan dasar kognitif. Pandangan psikologi yang
behaviouristik lebih menekankan sasaran pendidikan ada pembentukan tingkah laku obyektif
dan menggunakan metode yang mekanis sedangkan pandangan yang kognitif menekankan
pada pendidikan kemampuan jiwa yang tidak nampak dan lebih menekankan pada
pemahaman. Perbedaan sudut pandang bidang psikologi ini juga merupakan penyebab
munculnya permasalahan yang sampai saat ini belum bisa diatasi.
Di negara tertentu sudah memasukkan unsur perkembangan IPTEKS, Isu
Demokrasi, HAM, Keragaman Budaya, Politik dan sebagainya, dalam berfikir tentang
pendidikan, tetapi di negara tertentu, termasuk Indonesia relativ baru saja berfikir pendidikan
dengan memperhatikan hal-hal tersebut.
Permasalahan-permasalahan teoritik tersebut di atas, dan masih ada permasalahan
teoritik yang lain, akan menjadi ganjalan bagi pelaksanaan dan pengguna hasil pendidikan
karena pengaruhnya yang berupa seringnya terjadi perubahan kabijakan pendidikan.
Menurut Umar Tirtaraharja ada lima jenis kesalahan yaitu:
1. Kesalahan tehnis, misalnya pandangan yang mengatakan bahwa disiplin dapat dididik
melalui kekerasan.
2. Kesalahan sistematis, misalnya pandangan bahwa tempat belajar yang paling afdol
adalah sekola.
3. Kesalahan teoretis, misalnya mengajar adalah memberikan ilmu.
4. Penerapan yang salah, misalnya pandangan bahwa semakin banyak ilmu semakin
membuat orang bahagia.
5. Kesalahan filosofis, misalnya pandangan bahwa kesuksesan seseorang tergantung
pada aspek keterampilan yang diperoleh (mengabaikan aspek moral).

4
Di bagian lain Tirtaraharja mengklasifikasikan masalah-masalah pendidikan tersebut
menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Masalah operasional, masalah yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, misalnya


kesalahan pemilihan metode mengajar, memilih atau menggunakan media, dan
sebagainya.
2. Masalah struktural, atau mungkin dapat disebut masalah management, misalnya
masalah system pendidikan yang digunakan, misalnya koordinasi, kebijakan, dan
sebagainya.
3. Masalah fundamental, misalnya yang mendasar, misalnya masalah teoretis, filosofis,
dan sebagainya.

B. Permasalahan Praktis
Permasalahan praktis pendidikan, disamping akibat pegangan teoritik yang tidak
jelas seperti diuraikan diatas, timbul karena kondisi dan tuntutan dari faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan, yaitu:
1. Perkembangan IPTEKS yang semakin cepat.
2. Pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan fasilitas pendidikan.
3. Peningkatan aspirasi masyarakat untuyk mendidik anaknya.
4. Kekurangan dana.
5. Belum adanya system management pendidikan yang mantap.
6. Munculnya konsep-konsep baru yang dulu belum mendapatkan perhatian yang cukup.
Uraian singkat tentang jenis-jenis masalah tersebut diatas seperti berikut
1. Pengaruh perkembangan IPTEKS.
Terdapat korelasi antara perkembangan pendidikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS). Ilmu pengetahuan merupakan hasil dari
eksplorasi dan pembaharuan secara sistemik dan terorganisir dengan baik, mengenai alam
semesta. Adapun teknologi adalah penerapan yang dirancang dan terencana dari ilmu
pengetahuan untuk memenuhi hajat hidup atau kebutuhan hidup manusia. Sedangkan seni
adalah kemajuan kebudayaan berupa aktivitas manusia berkreasi, yang indah untuk
melaksanakan tugas kehidupan dengan menyenangkan.
Suatu contoh betapa pengaruh masalah kemajuan teknologi mempengaruhi sistem
pendidikan, misalnya perkembangan teknologi informatika. Saat ini setiap saat ada kejadian
suatu perkara dapat langsung disiarkan melalui televisi dan media cetak dengan gambar
kejadian yang jelas.

5
Demikian pula pendidikan yang dulu lebih banyak digunakan tatap muka langsung
saat ini dapat dilaksanakan melalui internet tv atau modul. Peserta didik cukup duduk belajar
dirumah. Kondisi ini mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan
mungkin rumusan baru tujuan pendidikan selalu membutuhkan inovasi, termasuk sarana dan
prasarana laboratorium, dan ketenagaan serta pendanaan pendidikan.

2.            Pengaruh pertambahan penduduk.


Laju pertumbuhan penduduk akan menimbulkan masalah dalam pendidikan.
Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali mengakibatkan penyediaan layanan pendidikan
berupa sarana prasarana pendididkan beserta komponennya juga bertambah, hal ini
menjadikan berkembangnya masalah pendidikan. Pertambahan penduduk yang dibarengi
dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan angka kematian serta panjangnya usia
rata-rata manusia, mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan. Yaitu proporsi
penduduk usia dasar menurun dan meningkatnya anak usia sekolah lanjutan menengah,
angkatan kerja dan usia tua berkat kemajuan dibidang gizi serta kesehatan. Dengan demikian
terjadi pergeseran kebutuhan akan fasilitas pendidikan. Untuk fasilitas sekolah dasar
berkurang sedangkan untuk fasilitas sekolah lanjutan dan perguruan tinggi meningkat
termasuk juga angkatan kerja. Sedangkan untuk usia lanjut juga meningkat di perlukan
pendidikan non formal dan keagamaan.
Sementara itu penyebaran penduduk yang tidak merata menjadi masalah dalam
penyediaan sarana prasarana pendidikan beserta komponennya. Contoh dibangun SD kecil
untuk daerah terpencil, di samping SD reguler pada pelita V yang lalu, namun kesulitan
timbul dalam hal penyediaan gurunya, serta sarana lainnya. Di sisi lain kota-kota besar arus
urbanisasi terus-menerus terjadi. Peristiwa ini menimbulkan pola yang dinamis dan labil,
sehingga menimbulkan kesulitan bagi penyediaan sarana pendidikan. Begitu juga penyediaan
lapangan kerja setelah selesai pendidikan juga mengalami kesulitan. Singkatnya
pertuimbuhan penduduk yang tidak terkendali menimbulkan perkembangan masalah secara
nyata.

3.            Peningkatan Aspirasi Masyarakat


Aspirasi masyarakat terhadap pendidikan semakin meningkat. Banyak pakar sepakat
bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang memadai, teknologi yang tepat, hidup sehat
yang lebih banyak, harus ada pekerjaan yang menopang, dan pendidikan merupakan alternatif
untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan tetap tersebut. Pendidikan memberikan harapan
bagi peningkatan taraf hidup dan menaikkan status sosial di masyarakat.

6
Di sisi lain sebagai peningkatan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, maka para
orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anaknya memperoleh
pekerjaan yang lebih baik daripada orangtuanya. Begitu juga dorongan ini juga telah terkristal
pada diri anak-anak itu sendiri. Mereka merasa susah bila anaknyan mendapat rintangan
dalam sekolah, bahkan mereka mengorbankan apa yang di milikinya untuk keperluan sekolah
anaknya.
Inilah salah satu indikator dari meningkatnya aspirasi orangtua dan anak atau
masyarakat terhadap pendidikan saat ini.Sebagai akibat tersebut maka membanjirnya pelamar
sekolah, dan arus pelajar meningkat secara drastis, sedangkan fasilitas sekolah berkembang
lambat. Dampaknya anggaran pendidikan harus meningkat untuk menyediakan fasilitas
pendidikan, sarana-prasarana beserta komponen lainnya. Di kota-kota di samping
berkembangnya pendidikan formal, juga berkembang pula pendidikan nonformal yang
beranekaragam. Ini semua menjadikan berkembangnya masalah pendidikan.

4.            Problem Dana


Kekurangan dana merupakan problem klasik yang di alami semua negara berkembang
dalam melaksanakan pendidikan. Keadaan semakin parah apabila pengambil kebijakan tidak
atau kurang menempatkan posisi pendidikan bukan sebagai prioritas. Memang kebanyakan
pemimpin setuju kalau pendidikan merupakan kunci keberhasilan pembangunan karena
menyangkut sumber daya manusia, tetapi dalam praktek masih lebih memprioritaskan aspek
pembangunan yang lain.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi problem dana ini disamping mengetuk
hati dan pikiran para pengambil kebijakan juga harus pandai-pandai mengelola dana yang
terbatas tersebut dengan mengadakan efisiensi dan perencanaan yang baik. Salah satu
terobosan untuk mengatasi problem dana ini adalah dengan paradigma berfikir pendidikan
yang inovatif yaitu mencari jalan lebih efisien, misalnya dengan pengembangan pendidikan
yang dilaksanakan dalam ruang tertentu menjadi pendidikan yang sifatnya terbuka sehingga
dapat menambah daya tampung peserta didik tanpa harus menambah gedung. Atau
menggunakan media yang tepat sehigga tidak harus selalu menambah jumlah guru atau
pendidik. Dapat juga mengambil langkah konkrit dalam upaya menyerahkan tanggungjawab
pendidikan tidak hanya pada pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat.

5.            Belum adanya sistem manajemen yang mantap


Kemajuan zaman menuntut adanya manajemen yang handal karena kenyataan
membuktikan bahwa faktor manajemen dapat merupakan faktor penyebab kurang optimalnya

7
keberhasilan suatu organisasi atau lembaga. Meskipun sumber daya cukup memadai kalau
tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kegiatan berjalan dengan baik.
Majemen pendidikan di negara ini masih termasuk manajemen yang kurang mantap
dengan indikator masih seringnya terjadi perubahan struktur organisasi pendidikan, kurang
koordinasinya lembaga-lembaga pendidikan yang ada, arah pendidikan yang kurang jelas,
perubahan kurikulum yang tidak jelas landasannya, pembinaan karir para penyelenggara
pendidikan yang belum mantap, penggunaan anggaran yang belum efisien dan sebagainya.

6.         Munculnya konsep-konsep baru


Pendidikan tidak boleh kedap lingkungan dan kedap perkembangan konsep-konsep
baru yang terjadi di lingkungan. Banyak konsep yang dulunya belum mendapatkan perhatian
sekarang mau tidak mau harus dipakai acuan dalam berfikir dan berbuat dalam pendidikan
Konsep baru tentang demokrasi, HAM, otonomi, keragaman budaya, masyarakat
madani, tuntutan global, peran politik, dan masih banyak lagi sekarang lebih mencuat keras
dalam masyarakat dan kalau pendidikan memang merupakan sarana untuk pengembangan
sumber daya manusia dan pengembangan masyarakat, maka konsep-konsep baru tersebut mau
tidak mau harus digunakan dalam berfikir dan berbuat dikalangan pemikir dan pelaksana
pendidikan.
Konsep baru tentang demokrasi mengharuskan pendidikan menyempurnakan dirinya
dengan penyempurnaan rumusan tujuan pendidikan materi pendidikan, metode, pengelolaan
pendidikan dan sebagainya. Dengan juga untuk konsep-konsep yang lain.
Pembangunan pendidikan yang sudah dilaksanakan sejak Indonesia merdeka telah
memberikan hasil yang cukup mengagumkan sehingga secara umum kualitas sumberdaya
manusia Indonesia jauh lebih baik. Namun dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kita
masih ketinggallan jauh, oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan agar
bangsa kita tidak menjadi tamu terasing  di Negri sendiri terutama karena terjajah oleh budaya
asing dan terpaksa menari diatas irama gendang
irang lain. Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi,
berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif
ringan. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah
internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah 
masalah yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera diatasi karena
sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa masalah internal
pendidikan yang dihadapi, antara lain sebagai berikut.

8
1. Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya peserta
didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan.
2. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA),
matematika, serta bahasa terutama bahasa inggris padahal penguasaan materi
tersebut merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan iptek.
3. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu standart
yang sudah ditentukan.
4. Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi
pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang
cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya
pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang
masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat
mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian
pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebuh kecil dibandingkan
pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
5. Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan
lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran
pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat
penting menjadi Landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu
diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan menjadi
landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke masyarakat.
Masalah-masalah diatas erat kaitanya dengan kendala seperti keadaan geografis,
demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk yang tersebar diseluruh
wilayah geografis Indinesia cukup luas. Kemiskinan juga merupakan salah satu
kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya
mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan
menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga
menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan
efektivitas pengolahan sistem pendidikan.

Sistem dan dan tata kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan
rendahnya mutu sistem pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya
mutu peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan untuk
mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara spesifik karena fenomena
dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.

9
Sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan
masyarakat sebagai supra sistem. Pembanguana sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-
apa jika tidak singkron dengan pembanguanan nasional.
Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya
sebagai supra sistem tersebut, dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan
kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat
kompleks. Artinya suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan
dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil
belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi
masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak
lagi faktor-faktor lainnya diluar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar
tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga
sangat kompleks, menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah
air kita dewasa ini, yaitui:

1. Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.


2. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja
yang mantap untuk dapat terjun kedalam kancah kehidupan bermasyarakat.

Yang pertama mengenai masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu,
relevansi, dan juga efisiensi pendidikan.

2.3     Masalah Pendidikan di Indonesia


Dalam Laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan,
United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis
pada kamis (29/11/07) menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58
menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Yang jelas, Education Development Index (EDI)
Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0,945) dan Brunei Darussalam (0,965).
Mau tidak mau, itu mengilustrasikan bahwa kualitas pendidikan kita pun semakin
dipertanyakan. Sebab, tingkat pendidikan Indonesia kian melorot.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengapa kualitas pendidikan kita bernasib
sedemikian tragis.

10
Pertama, kondisi pemerintah yang sangat kental politis punya peran penting serta
signifikan untuk memperkeruh keadaan. Tatkala keadaan pemerintah berpolitis, itu akan
menyebabkan atmosfer pendidikan labil, sebut saja dalam hal kebijakan pendidikanyang
dilahirkan pemerintah. Pendidikan selalu berada dalam rangkulan kepentingan politik tertentu.
Aroma “politik pendidikan penguasa” sangat lekat dalam dunia pendidikan.
Kedua, kondisi keuangan negara yang sangat sedikit bisa memperburuk dunia
pendidikan. Sebab, minimnya dana akan menghambat pembangunan pendidikan dalam segala
hal, baik insfrastruktur maupun suprastruktur.
Miskinnya dana dalam dunia pendidikan akan membuat bangunan-bangunan sekolah
dan fasilitas pendidikan lain tidak bisa digarap dengan sedemikian maksimal serta optimal.
Dengan demikian, kondisi ironis itupun sangat mustakhil akan menyegerakan tercapainya
pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara merata. Justru, yang terjadi adalah
kemiskinan pendidikan yang mengglobal di ibu pertiwi ini akan membumi. Akibatnya, rakyat
tetap buta huruf dan begitu seterusnya. Jangan harap pula, kita bisa menjadi bangsa maju.
Yang pasti, tidak adanya anggaran cukup dan besar dari pemerintah pusat maupun daerah
dalam bentuk anggaran pendapatan belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan belanja
daerah (APBD) sangat memicu gagalnya pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang
diharapkan.
Ketiga, kondisi kota maupun kabupaten dengan sumber daya manusia (SDM) yang
terbatas sangat memberikan efek buruk bagi mandeknya pembangunan pendidikan. Sebab,
adanya SDM menjadi kata kunci bagi keberhasilan sekian banyak agenda pendidikan di
daerah. Logikanya adalah bagaimana kota dan kabupaten akan bisa melakukan pembangunan
pendidikan, sementara para pejabat dan aparat terkait di daerah tidak memiliki kemampuan-
kemampuan tertentu dalam bidang yang diembannya.
Keempat, partisipasi semua pihak juga wajib hadir dalam konteks mendukung
program-program pendidikan yang mencerdaskan. Semua lapisan masyarakat ditagih untuk
ikut aktif dalam pengembangan dan pemajuan dunia pendidikan.
Kelima, memunculkan sikap sadar terhadap persoalan-persoalan pendidikan harus
pula dilakukan semua lapisan masyarakat. Sebab, pendidikan itu bukan hanya milik segelintir
oarang, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

11
Terdapat factor-faktor lain yang perlu diperhatikan mengapa kualitas pendidikan di
Indonesia bernasib tragis, antara lain
Ada dua factor yang mempengaruhi kualitas pendidikan,khususnya di Indonesia yaitu:
1. Faktor internal,meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan
Nasional, Dinas Pendidikan Daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam
hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan
senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2. Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana,masyarakat merupakan ikon
pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari
pendidikan.

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin


terpuruk.Fakto-faktor tersebut yaitu:
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik.
Untuk sarana fisik misalnya,banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang
gedungnya rusak,kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah,buku perpustakaan tidak
lengkap.Sementara laboraturium tidak standar,pemakaian teknologi informasi tidak memadai
dan sebagainya.Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri,tidak
memiliki perpustakaan,tidak memiliki laboraturium dan sebagainya.
2.      Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan.Kebanyakan guru belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran,melaksanakan
pembelajaran,menilai hasil pembelajaran,melakukan pembimbingan,melakukan
pelatihan,melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

3.      Rendahnya Kesejahteraan Guru


Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas
pendidikan Indonesia.Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa
melakukan  pekerjaan  sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada
sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus,pedagang buku/LKS, pedagang pulsa
ponsel, dan sebagainya.
4.      Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.

12
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata
mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini
mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal piliha ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-
R, 1999 (IEA,1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP
kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA,ke-34 untuk matematika. Dalam dunia
pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang di survey di asia
pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-
61,ke-68,ke-73,dank e-75.
5.      Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas  pada tingkat sekolah dasar. Data
Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jendral Binbaga Departemen 
Agama tahun 2000 menunjukkan angka partisipasi murni (AMP) untuk anak usia SD pada
tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa) pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi .
angka partisipasi murni pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,8% (9,4 juta siswa).
6.      Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan kebutuhan
hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur . data BAPPENAS
(1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang
dihadapi oleh lulusa SMU sebesar 25,47 %,Diploma / SO sebesar 27,5% dan PT sebesar
36,6%.
Adanya ketidak serasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan
kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika
peserta didik memasuki dunia kerja.
7.      Mahalnya biaya  pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, kalimat ini yang sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan  masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari tamn kanak – kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT)
membuat masyarakat miskin  tidak boleh sekolah.

Masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia yang sampai sat ini dirumuskan menjadi
lima kelompok, yaitu:
1.   Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memanjakan bangsa dan
kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Masalah

13
pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk memperoleh
pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber daya
manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara
khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau lembaga
pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah
air kita Undang-Undang No 4 tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di
sekolah. Pada bab XI pasal 17 berbunyi:
“Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima
menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan
pengajaran pada sekolah itu dipenuhi. “
Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI pasal 10 ayat 1
menyatakan: ”semua anak yang berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun
diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun “ ayat 2 menyatakan: “belajar di sekolah
agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama yang dianggap telah memenuhi
kewajiban belajar.
Landasan yuridis pemerataan pendidika tersebut penting sekali artinya, sebagai
landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai
akibat penjajahan.Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika
anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka memiliki
bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat
mengikuti perkembangan kemajauan melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang
tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen maupun konsumen. Dengan
demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan
pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam
pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan
juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang
masalah mutu pendidikan.
Khusus pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-
tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh
kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor
kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus
menerus dengan saksama.

14
Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan
pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena kepada seluruh warga
Negara perlu di berikan bekal dasar yang sama. Pada jenjang pendidikan menengah dan
terutama pada jenjang pendidikan yang tinggi, kebijakan pemertaan didasarkan atas
pertimbangan  kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak, keperluan, tenaga
kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan tekonologi. Agar
tercapai   keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan,
perlu diadakan penerangan yang seluas-luasnya mengenai bidang-bidang pekerjaan dan
keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam pembangunan utamanya bagi bidang-
bidang yang baru dan langka.
Perkembangan upaya pemerataan pendidikan berlangsung terus menerus dari pelita
ke pelita.  Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang sistem pendidikan nasional III
tentang hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan, pasal 5 menyatakan: ”setiap warga
Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal 7
mengenai hak telah di tegaskan sebagai berikut: “penerimaan seorang peserta didik dalam
suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama,
suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap
mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Perkembangan IPTEK menawarkan beraneka ragam alternatif model pendidikan
yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi waktu belajarnya
bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu, bulan, sampai tahunan, melalui proses tatap muka
sampai pada lingkungan alam yang dapat mendung.

2. Masalah Mutu Pendidikan

Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil
sebagai produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi.Selanjutnya jika
luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai
konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan
pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan
berkarya.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya. Jika tujuan
pendidikan nasioanl dijadikan kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah keluaran dari
sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri, anggota masyarakat yang
sosial yang bertanggung jawab. Dengan kata lain keluaran ini mewujudkan diri sebagai
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya dan membangun
15
lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut adalah nurturant effect. Meskipun disadari
bahwa hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata hasil dari sistem
pendidikan itu sendiri. Yang menjadi persoalan ialah bahwa cara pengukuran mutu produk
tersebut tidak mudah. Dan pada umumnya hanya dengan mengasosiasikan dengan hasil
belajar yang sering dikenal dengan EBTA atau hasil sipenmaru.
Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar
yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar
yang bermutu. Jika tidak terjadi belajar secara optimal akan menghasilkan skor hasil ujian
yang baik maka hampir dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Berarti
pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletah pada masalah pemprosesan pendidikan.
Selanjutnya kelancara pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang
terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga
masyarakat sekitar.
Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu, didalam Tap
MPR RI tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembanguan pendidikan diletakkan
pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan khususnya untuk memacu untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan
matematika.
Umumnya pendidikan di seluruh tanah air pada umumnya menunjukkan daerah pedesaan
lebih rendah dari daerah perkotaan.
3.      Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama
dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.Efesiensi artinya dengan menggunakan
tenaga dan biaya sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang sebesar-besarnya. Jadi, sistem
pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan dana yang terbatas dapat di hasilkan
sejumlah besar lulusan yang berkualitas tinggi. Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan
pendidikan harus tampak diantara semua unsur dan unit, baik antar sekolah negeri maupun
swasta, pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan unit jajaran depertemen
pendidikan dan kebudayaan.
Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih kurang
efisien. Hal ini tampak dari banyaknya anak yang drop-out, banyak anak yang belum dapat
pelayanan pendidikan, banyak anak yang tinggal kelas, dan kurang dapat pelayanan yang
semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas dan genius.Oleh

16
karena itu, harus berusaha untuk menemukan cara agar pelaksanaan pendidikan menjadi
efisien.
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikn
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika
penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi.

a. Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah:


b. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
c. Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
d. Bagaimana pendidikan diselenggarakan
e. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.

Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga


kependidikan. Masalah pengangkatan terletak pada kesenjanagn antara stok tenaga yang
tesedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Pada masa 5 tahun terakgir ini jatah
pengangkatan setiap tahunnya hanya sekitar 20 % dari kebutuhan tenaga lapangan. Sedangkan
persediaan tenaga siap di angkat lebih bear daripada kbutuhan di lapangan. Dengan demikian
berarti lebih dari 80% tenaga yang tersedia tidak segera difungsikan. Ini terjadi kemubadziran
yang terselubung, karena biaya investasi pengadaan tenaga tidak segera terbayar kembali
melalui pengabdian. Dan tenaga kependidikan khususnya guru tidak disiapkan untk
berwirausaha.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering
mengalami kepincanagn, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Suatu sekolah
menerima guru baru dalam bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah kelebihan,
sedang guru bidang studi yang dibutuhkan tidak diberikan karena terbatasnya jatah
pengangkatan sehingga di tempatkan didaerah sekolah-sekolah tertentu seorang guru bidang
studi harus merangkap mengajarkan bidang studi diluar kewenangannya, meskipun
persediaan tenaga yang direncanakan secara makro telah mencukupi kebutuhan, namun
mengalami masalah penempatan karena terbatasnya jumlah yang dapat diangkat dan sulitnya
menjaring tenaga kerja yang tesedia didaerah terpencil.
Masalah pengembanagan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat,
khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Setiap pembaruan kurikulum
menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana lapangan. Dapat dikatakan umumnya
penanganan pengembanagn tenaga pelaksana di lapangan sangat lambat. Padahal proses
pembekalan untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru sangat memakan waktu.
Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat di rencanakan berlakunya kurikulum dengan saat
mulai dilaksanakan dan pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif.
17
4.      Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya sistem
pendidikan dengan pembangunan nasional setara kebutuhan perorangan, keluarga, dan
masyarakat, baik dalam jangka pendek, maupun dalam jangka panjang.
Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional.
Oleh sebab itu, perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan
pembangunan nasional tersebut. Sebagai contoh pendidikan di sekolah harus di rencanakan
berdasarkan kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatikan ciri-
ciri ketenagaan yang di perlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah-wilayah
lingkungan tertentu.
Telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa tugas pendidikan ialah menyiapkan
sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi pendidikan mencakup   sejauh
mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional.
Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka
ragam seperti sektor produksi, sektor jasa. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas.
Jika sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan
baik yang aktual maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh
lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan  tersebut cukup ideal jika
dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang pekerjaan
yang ada antara lain sebagai berikut:

1. Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.


2. Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada
ialah siap kembang.
3. Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan
sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun
programnya tidak tersedia.

Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan


teratasi jika pendidikan:

a. Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya semua warga


Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu satuan
pendidikan.

18
b. Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya: perencanaan, pemprosesan
pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
c. Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan pendidikan sesuai dengan
rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d. Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: hasil pendiidkan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Pada dasarnya pembangunan
dibidang pendidikan tentu menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan
dan pendidikan yang bermutu sekaligus.

Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan
yang bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian, yaitu:
Pertama: gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan
pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan daya.
Kedua: kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya
peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga
pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai.
Meskipun demikian pemerataan pendidiakn tidak dapat diabaikan karena upaya
tersebut, terutama pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun mempunyai tujuan
ganda, yaitu disamping tujuan politis juga tujuan pembanguan yaitu memberikan bekal dasar
kepada warga Negara agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk
mengembangkan diri sehingga dapat perpatisipasi dalam pembanguanan.
Dalam uraian tersebut tampak bahwa masalah pemerataan berkaitan erat dengan
masalah mutu pendidikan.
Bertolak dari gambaran tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah efisiensi.
Karena kondisi pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka dengan sendirinya pelaksanaan
pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien. Hasil pendidikan
belum dapat diharapkan relevan dengan kebutuhan masyarakat pembangunan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
5. Masalah lemahnya manajemen pendidikan
Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya
penyelenggaraan pamerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Kejadian ini telah bergulir
ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata pada daerah termasuk dalam
manajemen pendidikan. Manajemen yang terpusat pada masa dulu, banyak kendala, misalnya
kebijakan pusat yang tidak sejalan atau sesuai dengan kondisi di daerah, pemberian sarana
yang tidak diperlukan.

19
Implementasi pemberian otonomi ini dimaksudkan untuk lebih memandirikan daerah
dan memberdayakan masyarakat sehingga keleluasan dalam mengatur dan melaksanakan
kebijakan atas prakarsa sendiri. Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung jawab
dilaksanakan dengan penerapan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan, berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah dengan
titik sentral otonomi pada wilayah yang paling dekat dengan rakyat, yaitu Daerah Kabupaten
dan Kota.
Implementasi otonomi pendidikan di tingkat sekolah di Indonesia peningkatan manajemen
dilakukan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS). Hal ini dimaksudkan memberikan
kewenangan yang lebih luas kepada sekolah untuk mengambil kebijakan yang sesuai dengan
sekolah. Untuk pelaksanaan di tingkat SD dengan penerapan MBS sedangkan untuk tingkat
sekolah menengah menerapkan manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMPBS).
MPMPBS merupakan bentuk alternatif dalam program desentralisasi bidang pendidikan yang
ditandai dengan adanya otonomi yang luas di tingkat sekolah, agar manajemen sekolah dapat
meningkat sesuai dengan kondisi sekolah tersebut.

2.4           Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Pendidikan

1. Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan

Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan, Banyak macam pemecahan rnasalah


yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara
konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
1.Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.
2.Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore)
Cara inovatif antara lain:
1. Sistem pamong (pendidikan oreh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts system
(Instructionar Management by parent, community and, teacher). sistem tersebut
dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
2. SD kecil pada daerah terpencil.
3. Sistem Guru Kunjung.
4. SMP Terbuka (ISOSA _ In School Out off School Approach),
5. Kejar Paket A dan B.
6. Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.

20
2. Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan

Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing memiliki


kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendiidkan bersasaran pada
perbaikkan kualitas komponen pendidikan serta mobilitas komponen-komponen tersebut.
Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan
dan pengalaman belajar peserta didik, dan menghasilkan hasil pendidikan.
Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi
hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:

1. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA
dan PT.
2. Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
3. Penyempurnaaan kurikulum
4. Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk
belajar
5. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
6. Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
7. Kegiatan pengendalian mutu.

Upaya untuk meningkatkan mutu dan relavansi pendidikan adalah dasar pemikiran
makro yang melandasi lahirnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Pemerintah
Daerah adalah untuk menghadapi tantangan persaingan global. Dengan otonomi dan
desentralisai diharapkan masing-masing daerah termasuk warga masyarakatnya lebih terpacu
dalam meningkatkan kualitas SDM dalam memasuki persaingan global tersebut. Kemampuan
bersaing tersebut sebagian besar ditentukan oleh pendidikan yang berkualitas. Kualitas
pendidikan dimaksudkan bukan hanya tingkat nasional akan tetapi tingkat internasional, untuk
menjamin persaingan di tingkat internasional. Sehingga bangsa Indonesia mampu menjadi
“tuan rumah” di negaranya sendiri, sebagai akibat dari tingginya kualitas SDM melalui
pendidikan.

3. Perbaikan manajemen pendidikan


Upaya untuk meningkatkan mutu manajemen sekolah, diterapkannya manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS). MPMBS ini merupakan alternatif sekolah
dalam program desentralisasi bidang pendidikan. Upaya ini ditandai adanya otonomi luas di
tingkat sekolah, partisipasi masyarakt yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan nasional.
Otonomi sekolah diberikan agar sekolah dapat mengelola dengan leluasa, mengelola sumber
daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas, dan sekolah lebih tanggap terhadap

21
kebutuhannya sendiri. Dengan demikian kebutuhan sekolah dapat terpenuhi sesuai dengan
kondisi dan situasi yang berkembang di sekolah. Sedangkan masyarakat dituntut
berpartisipasi agar mereka lebih memahami pendidikan, membantu serta mengontrol
pengelolaan pendidikan.
MPMBS menawarkan kepada sekolah agar dapat menyediakan pendidikan yang lebih
baik dan lebih memadaibagi para siswanya. Dengan adanya otonomi sekolah menjadikan
kinerja para staf, guru dan pimpinan sekolah meningkat, untuk memberikan layanan
terbaiknya dalam pembelajaran dan pendidikan. Dengan demikian manajemen sekolah
dikelola dengan kebersamaan dan lebih profesional, akhirnya terjadi peningkatan manajemen
pendidikan.
MPMBS ditandai adanya otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat yang tinggi
tanpa mengabaikan kebijakan nasional ditujukan untuk meningkatkan: efisiensi, mutu, dan
pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui antara lain: kekuasaan
pengelola sumberdaya, partisipasi, masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.
Sedangkan peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain partisipasi orang tua terhadap
sekolah, fleksibelitas pengelolaan sekolah dan kelas, profesionalisme guru dan kepala
sekolah, berlakunya sistem intensif/disitetif, dan lainnya.

2.5           Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya


Masalah aktual tersebut ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai
pelaksanaannya . Misalnya munculnya kurikulum baru adalah masalah konsep. Apakah
kurikulum itu cukup andal secara yuridis (merupakan penjabaran undang-undang pendidikan)
atau tidak.Menurut Tirtarahardjapada (2010:249) masalah aktual tersebut adalah:
1. Masalah kebutuhan pencapaian sasaran
Hambatan yang harus dihadapi:
1)  Beban kurikulum sudah terlalu surat
2)  Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit
3)  Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu
4)  Menilai hasil pendidikan afektif tidak mudah
2. Masalah Kurikulum
Pada bagian ini akan dibahas masalah aktual mengenai kurikulum. Masalah kurikulum
meliputi masalah konsep dan masalah pelaksanaannya. Yang menjadi sumber masalah ini
ialah bagaiman system pendidikan dapat membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan
kerja (bagi yang tidak melajutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke
perguruan tinggi (bagi yang melajutkan sekolah).

22
Menurut Tirtarahardjapada (2010:252) Konep kurikulum 1984 juga memiliki kelebihan
kareana adanya keluwesan antara lain:
a. Disediakannya aneka program belajar untuk melanjutkan ke perguruan tinggi
dan untuk memasuki lapangan kerja
b. Adanya program inti yang sifatnya nasioal
c. Adanya program pusat dan program daerah (muatan lokal)

c.   Masalah Peranan Guru


Untuk memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh petugas lainnya seperti
konselor (guru BP), pustakawan, laboratorium dan teknisi sumber belajar. Maka dari itu
waktu itu dapat digunakan utuk :
1. Melakukan kontak dan pendekatan manusiawi yang lebih intensif dengan murid-
muridnya.
2. Dari sisi pembelajaran ia mampu mengelola proses pembelajaran (sebagai manajer),
menunjukkan tujuan pembelajaran (direktor), mengorganisasikan kegiatan
pembelajaran (koordinataor), mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber
belajar (komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan-kemudahan belajar
(fasilitatator), dan memberikan doronagn belajar (stimulator)
d.   Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun
Dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, lebih-lebih pada tahap awal sudah pasti
banyak hambatannya, hambatan tersebut ialah:
1. Realisasi pendidikan dasar yang diatur dengan PP No.28 Tahun 1989
2. Kurikulum yang belum siap
3. Pada masa transisi para pelaksanaan pendidkan dilapangan perlu disiapkan melalui
bimbingan.

Menurut Tirtarahardjapada (2010:249) beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk


menanggulangi masalah-masalah aktual seperti telah dikekemukakan pada butir satu, antara
lain sebagai berikut:
Pendidikan afektif: perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup berlangsung hanya
sekedar incidental.
1. Pelaksanaan ko dan ekstrak kurikuler dikerjakan dengan penuh kesungguhan
2. Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melajutkan belajar keperguruan tinggi
3. Pendidikan tenaga kependidikan
4. Untuk pelaksanaan dasar 9 tahun

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Permasalahan pendidikan adalah, persoalan-persoalan atau permasalahan-
permasalahan yang di hadapi oleh dunia pendidikan, khususnya Negara Indonesia. Dunia
pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan
bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah  masalah yang sifatnya berantai sejak
jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah
dasar sangat penting untuk segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan
selanjutnya.
Permasalahan- permasalahan pendidikan ada dua bagian
a.       Permasalahan teoretis,
b.      Permasalahan praktis, yang meliputi
         Pengaruh perkembangan IPTEKS
         Pengaruh pertambahan penduduk
         Peningkatan aspirasi masyarakat
         Problem dana
         Belum adanya sistem manajemen yang mantap
         Munculnya konsep-konsep baru
Masalah-masalah pendidikan di Indonesia,meliputi :

1. Masalah Pemerataan Pendidikan

Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaiman sistem pendidikan dapat


menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara untuk
memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembanguana sumber
daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul
apabila masih banyak warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di
tampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilita pendidikan yang
tersedia.

2. Masalah mutu pendidikan

Berarti pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemprosesan
pendidikan. Selanjutnya kelancaran pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen
pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana

24
pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar. Dan Masalah mutu pendidikan juga mencakup
masalah pemerataan mutu.

3. Masalah Efisiensi Pendidikan


Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan, terutama
dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.Dan sistem pendidikan yang efesien ialah
dengan tenaga dan dana yang terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang
berkualitas tinggi. Para ahli banyak mengatakan bahwa sistem pendidiakn sekarang ini masih
kurang efisien. Masalah efisiensipendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem
pendidikn mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika
penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Masalah ini meliputi
pengangkatan, penempatan, dan pengembanagan tenaga kependidikan.

4. Masalah Relevansi Pendidikan

Masalah relevansi pendidikan mencakup  sejauh mana sistem pendidikan dapat


menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah
seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
Alternatif solusinya:

1. Solusi Masalah Pemerataan Pendidikan

Dengan Cara konvesional antara lain:

a. Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.


b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan
sore).

2. Solusi Masalah Mutu, Efisiensi dan Relevansi Pendidikan

Dengan Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi
hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:

a. Seleksi yanglebih rasional terhadap masukan mentah, khususnay untuk Slta


dan PT.
b. Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
c. Penyempurnaaan kurikulum
d. Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tenteram untuk
belajar

25
e. Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
f. Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
g. Kegiatan pengendalian mutu.

3.2 Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan
kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala
bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin
ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya
terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir
akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat
dalam segala bidang di dunia internasional.

DAFTAR PUSTAKA

26
http://abraham4544.wordpress.com/umum/problematika-pendidikan-di-indonesia/
http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_7.htm
http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/permasalahan-pokok-pendidikan-dan.html
http://ecasri-tp-unbara.blogspot.com/
http://www.sahabatyatim.org/artikel/7-penyebab-kualitas-pendidikan-di-indonesia-rendah/

27
DISUSUN OLEH :
1. ERWIN PADLI
2. DIANI LENI
3. KARSIAH
4. ROHMANIA
5. SETIA NANDA

KATA PENGANTAR

28
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Pencapaian dan Persoalan system pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia”.

Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,
saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

PENULIS

29

Anda mungkin juga menyukai