Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ASURANSI SYARIAH DAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SYARIAH”

Dosen Pengampu : Drs.Suroso Widiyanto, M.M


Mata Kuliah : Lembaga Keuangan Syariah

Disusun Oleh :

SYAIFUL HIDAYAT

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


YAYASAN PEMBANGUNAN (YASBA)
KALIANDA LAMPUNG SELATAN

2019/2020

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata’ ala, karena berkat rahmat-
Nya kami bisa menyelesaikan tugas ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas kuliah.
Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, Saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca, mahasiswa dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

kalianda, 11 Mei 2020


Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asuransi Syariah 3

2.2 Konsep Asuransi Syariah 4

2.3 Prinsip Asuransi Syariah 6

2.4 Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional 7

2.5 Jenis – Jenis Asuransi Syariah 8

2.6 Kendala Pengembangan Asuransi Syariah 9

2.7 Perusahaan Pembiayaan Syariah 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 14

3.2 Saran 14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

3
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kegiatan bisnis asuransi kini makin berkembang, yang membawa konsekuensi
berkembang pula hukum bisnis asuransi. Salah satu kegiatan bisnis asuransi yang muncul
dalam masyarakat adalah bisnis asuransi syariah. Dalam undang-undang yang mengatur
tentang bisnis perasuransian, belum diatur tentang asuransi syariah. Namun, dalam praktik
perasuransian ternyata bisnis asuransi syari’ah sudah banyak dikenal masyarakat.
Asuransi syariah merupakan bidang bisnis asuransi yang cukup memperoleh perhatian
besar di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagai bisnis asuransi alternatif, asuransi syriah
boleh dikatakan relatif baru dibandingkan dengan bidang bisnis asuransi konvensional.
Kebaruan bisnis asuransi syariah adalah pengoperasian kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari alquran dan hadis serta fatwa para ulama
terutama yang terhimpun dalam majelis ulama Indonesia (MUI).
Pada prinsipnya, yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional
adalah asuransi syariah menghapuskan unsur ketidakpastan (gharar), unsur spekulasi alias
perjudian (maisir), dan unsur bunga uang (riba) dalam kegiatan bisnisnya sehingga peserta
asuransi (tertanggung) merasa terbebas dari praktik kezaliman yang merugikan nya. Agar
masyarakat dapat memahami konsep asuransi syariah secara wajar, perlu dilakukan
penyuluhan dari hasil penelitian yang telah dilakukan melaui publikasi yang lebih luas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan secara jelas konsep dan profil asuransi syariah
dengan pendekatan kasus pada PT Asuransi Takaful Keluarga Jakarta cabang Bandar
Lampung.

1.2  Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Asuransi Syariah?
2. Bagaimana Konsep Dasar Asuransi Syariah?
3. Apa Prinsip Asuransi Syariah?
4. Apa Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional?
5. Apa saja Jenis – Jenis Asuransi Syariah?
6. Apa Saja Kendala Pengembangan Asuransi Syariah?

1.3 Tujuan

4
1. Untuk Mengetahui Definisi Asuransi Syariah
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Dasar Asuransi Syariah
3. Untuk Mengetahui Prinsip Asuransi Syariah
4. Untuk Mengetahui Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional
5. Untuk Mengetahui Jenis – Jenis Asuransi Syariah
6. Untuk Mengetahui Apa Saja Kendala Pengembangan Asuransi Syariah

BAB II

5
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asuransi Syariah


Kata asuransi berasal dari bahsa inggris,”Insurance”, yang dalam bahasa Indonesia
telah menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam kamus besar bahasa Indonesia dengan
padanan kata pertanggungan. Echols dan Sadily memaknai kata insurance dengan (a)
asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa belanda biasa disebut dengan istilah assurantie
(asuransi) dan verzekering (pertanggungan).
Mengenai definisi asuransi secara umum dapat ditelusuri dalam peraturan (perundang-
undangan) dan beberapa buku yang berkaitan dengan asuransi, seperti yang tertulis dibawah
ini:
1.      Muhammad Muslehiddin dalam buku yang berjudul “insurance and Islamic law”
mengadopsi pengertian asuransi dari kamus “Encyclopedia Britania”, mengartikan
“asuransi” sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat
tertimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila
kerugian tersebut menimpa salah seorang diantara mereka maka beban kerugian tersebut
akan disebarkan keseluruh kelompok.
2.      Dalam “ensiklopedia hukum islam” disebutkan bahwa asuransi (atta’min) adalah
“transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan
pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran
jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
3.      Dalam kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang
dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah “suatu perjanjian (timbale balik ), dengan
mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan
menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan diharapkan, yang mungkin akan
dideritanya, karena suatu peristiwa tak tentu (onzeker vooral)”.
4.      Asuransi menurut undang-undang republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang
usaha perasuransian Bab 1, pasal 1 :”asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara
dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi , umtuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
atau tanggung jawab hokum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung
yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu

6
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Sedangkabn pengertian asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan at-ta’min,
takaful,atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang/ pihak melalui inventasi dalam bentuk asset atau tabarru’ memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah .
Prinsip dasar asuransi syariah adalah mengajak kepada setiap peserta untuk saling
menjalin kerjasam peserta terhadap ssesuatu yang meringankan terhadap bencana yang
menimpa.
Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong
atau saling membantu, atas dasar prinsip syariat yang saling toleran terhadap sesame
manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.
Menurut fatwa DSN.No.21/DSN-MUI-X/2001. Asurani syariah (ta’min,takafur atau
tadhangun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang
/ pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/ tabarru’ yang memberikan pola
pengambilan untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
dengan syariat.

2.2 Konsep Asuransi Syariah


Konsep asuransi syariah didasarkan pada Alquran surat Almaa’idah ayat 2 yang
artinya: “ tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Berdasarkan konsep tersebut
,kemudian dewan syariah nasional majelis ulama indonesia (MUI) memberikan pengertian
tentang asuransi syariah pasal 1 ayat 1 Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.21/DSN-
MUI/X/2001,menetapkan bahwa:”Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset
dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.”
M.Syakir Sula (2004,hlm 293) menegaskan bahwa konsep asuransi syariah adalah
suatu konsep di mana terjadi saling memikul risiko diantara sesama peserta sehingga antara
satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Saling pukul risiko
ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing
mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan (derma) yang tujuannya untuk menanggung

7
risiko. Dalam sistem operasional, asuransi syari’ah telah terhindar dari hal-hal yang
diharamkan oleh para ulama, yaitu gharar,maisir, dan riba.
·         Menghindari ketidakjelasan (gharar)
Hadis nabi Muhammad SAW, yang dapat dijadikan acuan mengenai gharar adalah:
“Rasurullah SAW, melarang jual beli dengan lemparan batu (hasab) dan jual beli gharar
(diriwayatkan oleh Imam muslim).Definisi gharar menurut Imam syafii adalah apa-apa yang
akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin munculadalah
yang paling kita takuti.menurut Ibnu qayyim,gharar adalah yang tidak bisa diukur
penerimaannya, baik barang itu ada maupun tidak ada, seperti menjual hamba yang melarikan
diri dan unta yang liar meskipun ada (M.Syakir Sula,2004,hlm.46)
H.M.Syafei Antonio seorang pakar ekonomi syari’ah menjelaskan bahwa
ketidakjelasan (gharar) terjadi dalam dua bentuk,yaitu:
a)    Akad syariah yang melandasi penutupan polis
Kontrak dalam asuransi jiwa konvensional dikategorikan sebagai akad pertukaran
(tabaduli), yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Secara harfiah
dalam akad pertukaran harus jelas berapa banyak yang dibayarkan dan berapa yang
diterima. Keadaan ini menjadi tidak jelas (gharar) karena kita tahu berapa yang akan
diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan
(sejumlah seluruh premi) karena hanya allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal.
Dalam konsep takaful (saling menolong), keadaan ini akan lain karena akad yang
digunakan adalah akad tolong menolong (takafuli) dan saling menjamin di mana semua
peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lainnya.
b)   Sumber dana pembayaran klaim
Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’ie penerima uang klaim itu sendiri.
Dalam konsep asuransi konvensional, tertanggung tidak mengetahui darimana dana
pertanggungan yang diberikan dana asuransi berasal. Tertangguung hanya tahu jumlah
pembayaran klaim yang diterimanya. Dalam konsep asuransi takaful (saling menolong),
setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, rekening pemegang polis dan
rekening khusus peserta yang harus diniatkan sebagai dana kebajikan/derma (tabarru’)
untuk membantu saudaranya yang lain. Jadi, klaim dalam konsep asuransi takaful diambil
dari dana tabarru’ yang merupakan kumpulan dana shadaqah yang diberikan oleh peserta
suransi. yang diberikan oleh peserta asuransi.
·         Menghindari perjudiana(Maisir)

8
Islam telah malarang perjudia (maisir), sebagaimana firman Allah dalam surat
Almaidah ayat 90, yang artinya:”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi,(berkoban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah
adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syetan.maka jauhilah perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.
Kata maisir berasal dari bahasa arab, yang secara harfiah berarti memperoleh
sesuatu dengan sangat mudahtanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja.
Hal ini biasa juga disebut perjudian, yang dalam terminologi agama diartikan sebagai
suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk memperoleh kepemilikan suatu benda
atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara
mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu (M.syakir
Sula,2004,hlm.48)
Gemala Dewi (2004, hala.136) juga mengartikan bahwa dalam konsep maisir
disuatu pihak memperoleh keuntungan, tetapi dilain pihak justru mengalami kerugian.
Unsur maisir dalam asuransi konvensional terlihat apabila selama masa perjanjian,
tertanggung tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka tertanggung tidak berhak
mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya. Sedangkan keuntungan diperoleh
tertanggung ketika tertanggung yang belum lama menjadi anggota asuransi ( jumlah premi
yang disetor sedikit), menerima dana pembayaran klaim yang jauh leih besar. Dalam
konsep takaful ( saling menolong), apabila peserta asuransi tidak mengalami musibah atau
kecelakaan selama menjadi peserta, dia masih tetap berhak mendapatkan premi yang
disetor, kecuali dana yang dimasukkan kedalam dana tabarru’.
·         Menghindari bunga (Riba)
Riba menurut pengertian bahasa berarti tambahan ( azziyadah), berkembang
(annumuw), meningkat (al-irtifa’), dan membesar (al-uluw). Jadi, riba adalah penambahan
,perkembangan, peningkatan dan pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima pemberi
pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menagguhkan atau berpisah dari sebagian
modalnya selama periode waktu tertentu ( Heri Sudarso,2004,hlm.10

2.3 Prinsip Asuransi Syariah


·         Dibangun atas dasar kerjasama (ta’awun)
·         Asuransi syariat rtidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabrru’ atau mudhorobah.
·         Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram
hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.

9
·         Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus
disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah
·         Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan
supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akantetapi ia
diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oelh
jamaah.
·         Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i
·         Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Dimana nasabah yang
satu menolong nasabah yang lain yang tengan mengalami kesulitan.
·         Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syari’ah (premi) diinvestasikan
berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah).
·         Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan
hanya sebagai pemegangamana untuk mengelolanya.
·         Bila ada peserta yang terkena musibah untuk pembayaran klaim nasabah dana
diambilkan dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diiklaskan
untuk keperluan tolong menolong.
·         Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah salaku pemilik dana dengan
perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil.
·         Adanya dewan pengawas syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan
suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemenn produk serta
kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat islam. (Abdul aziz 2010.hlm
192).

2.4 Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional

Berikut ini perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional:

 Kontrak atau perjanjian Asuransi Syariah menggunakan Akad Hibah (tabarru’) yang
dilakukan sesuai syariat Islam dan halal. Sedangkan kontrak Asuransi Konvensional
dilakukan seperti transaksi pada umumnya. Nasabah menyepakati kontrak (premi,
rentang waktu, dan lainnya) yang diajukan oleh perusahaan asuransi.
 Kepemilikan dana. Kepemilikan dana Asuransi Syariah adalah dana bersama milik
semua Peserta asuransi. Jika ada Peserta membutuhkan bantuan, Peserta lain termasuk
Anda akan membantu melalui dana kontribusi. Hal ini disebut dengan prinsip sharing

10
of risk. Sedangkan Asuransi Konvensional akan mengelola dan menentukan dana
perlindungan Nasabah, yang berasal dari pembayaran premi per bulan.
 Investasi berbentuk Tabarru’ dilakukan sesuai syariat Islam, sehingga investasi akan
mengambil instrumen yang halal. Sebaliknya, Asuransi Konvensional bebas memilih
instrumen investasi, tanpa melihat halal atau non-halal.
 Surplus underwriting. Ini adalah dana yang akan diberikan kepada peserta bila
terdapat kelebihan dari rekening Tabarru’ termasuk jila ada pendapatan lain setelah
dikurangi pembayaran santunan/klaim dan hutang kepada perusahaan (jika ada). Hal
ini tidak berlaku pada Asuransi Konvensional, karena semua keuntungan dimiliki oleh
pihak perusahaan asuransi.
 Proses klaim. Asuransi Syariah memungkinkan seluruh keluarga inti menggunakan
satu polis. Di samping itu, kontribusi tabarru lebih ringan dibanding pembayaran
premi, seluruh keluarga akan mendapatkan perlindungan rawat inap di rumah sakit.
Asuransi Konvensional hanya memperbolehkan satu orang memegang satu Polis.
 Zakat adalah salah satu Rukun Islam yang wajib dilakukan oleh umat Islam. Sehingga
Asuransi Syariah mewajibkan peserta membayar zakat. Jumlahnya ditentukan
berdasarkan keuntungan perusahaan. Hal ini tidak berlaku pada Asuransi
Konvensional.

Meski ada perbedaan antara Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, peran
asuransi masih sama, yaitu memberikan perlindungan bagi peserta. Namun ada
manfaat produk Asuransi Syariah yang tidak ada di Asuransi Konvensional, yaitu
Wakaf.

2.5 Jenis – Jenis Asuransi Syariah

1. Asuransi syariah atau takaful individu

 Takaful dana investasi, menjamin perlindungan hari tua maupun ahli warisnya.
 Takaful dana haji, perlindungan saat berencana menunaikan ibadah haji.
 Takaful dana siswa, yaitu jaminan pendidikan anak mulai dari SD sampai
universitas.

11
 Takaful dana jabatan, yaitu perlindungan berupa santunan bagi ahli waris bila
pemegang polis meninggal dunia lebih awal pada masa jabatannya atau gak
bekerja lagi.

2. Takaful Group atau asuransi syariah kelompok

 Tabungan Haji dan Takaful al-Khairat, memberi jaminan perlindungan pada


karyawan yang bakal menunaikan ibadah haji. Dengan ketentuan, ibadah tersebut
didanai oleh iuran bersama yang diberangkatkan secara bergilir oleh perusahaan.
 Takaful kecelakaan siswa, merupakan proteksi yang diberikan pada pelajar yang
mengalami kecelakaan dan berakibat pada cacat atau meninggal dunia.
 Takaful perjalanan dan wisata, yaitu asuransi syariah yang berikan perlindungan
terhadap peserta wisata yang mengalami kecelakaan saat perjalanan.
 Takaful kecelakaan grup, santunan terhadap karyawan perusahaan, organisasi,
atau perkumpulan lainnya.
 Takaful pembiayaan, merupakan proteksi pelunasan utang bila pemegang polis
meninggal dunia padahal masih dalam perjanjian utang.

3. Takaful umum atau asuransi syariah umum

 Takaful kebakaran, yaitu asuransi berbasis syariah yang memberi proteksi


terhadap risiko kebakaran.
 Takaful kendaraan bermotor adalah proteksi terhadap kerugian yang terjadi pada
kendaraan bermotor.
 Takaful rekayasa, yaitu proteksi terhadap kerugian saat melakukan pekerjaan
pembangunan rumah dan bangunan lainnya.
 Takaful pengangkutan, proteksi pada kerugian barang bila diangkut lewat darat,
laut, dan udara.
 Takaful rangka kapal, atau proteksi pada risiko kerusakan mesin kapal khususnya
karena musibah atau kecelakaan.

2.6 Kendala Pengembangan Asuransi Syariah


Tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri asuransi syariah bersumber pada dua
hal utama yaitu permodalan dan sumber daya manusia. Tantangan-tantangan lain seperti

12
masalah, ketidaktahuan masyarakat terhadap produk asuransi syariah, image dan lain
sebagainya merupakan akibat dari dua masalah utama tersebut.
1.      Minimya modal
Beberapa hal yang menjadi penyebab relative rendahnya penetrasi pasar asuransi
syariah dalam sepuluh tahun terakhir adalah rendahnya dana yang memback up
perusahaan asuransi syariah, promosi dan edukasi pasar yang relative belum dilakukan
secara efektif (terkait dengan lemahnya dana), belum timbulnya industri penunjang
asuransi syariah seperti broker-broker asuransi syariah, agen, adjuster, dan lain
sebagainya, produk dan layanan belum diunggulkan diatas produk konvensional, posisi
pasar yang masih ragu antara penerapan konsep syariah yang menyeluruh dengan
kenyataan bisnis di lapangan yang terkadang sangat jauh dari prinsip syariah, dukungan
kapasitas reasuransi yang masih terbatas (terkait juga dengan dana) dan belum adanya
inovasi produk dan layanan yang benar-benar digali dari konsep dasar syariah.
2.      Kurangnya SDM yang professional
Berdasarkan data Islamic Insurance Society (IIS) per Maret lalu, sekitar 80 persen
dari seluruh cabang atau divisi asuransi syariah belum memiliki ajun ahli syariah. IIS
mengestimasi asuransi syariah Indonesia per Maret lalu memiliki sekitar 200 cabang dan
hanya didukung 30 ajun ahli syariah. Jumlah yang cukup sedikit bila dibandingkan
kondisi SDM di asuransi konvensional. Per Maret lalu, sebagian besar cabang asuransi
konvensional telah memiliki sedikitnya seorang ajun ahli asuransi syariah. Jumlah
tersebut sesuai dengan ketentuan departemen keuangan (Depkeu).
3.      Ketidaktahuan Masyarakat Terhadap Produk Asuransi Syariah
Ketidaktahuan mengenai produk asuransi syariah (takaful) dan mekanisme kerja
merupakan kendala terbesar pertumbuhan asuransi jiwa ini. Akibatnya, masyarakat tidak
tertarik menggunakan asuransi syariah, dan lebih memilih jasa asuransi konvensional.
4.      Dukungan Pemerintah Belum Memadai
Meski sudah menunjukkan eksistensinya, masih banyak kendala yang dihadapi
bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Soal pemahaman masyarakat hanya
salah satunya. Kendala lainnya yang cukup berpengaruh adalah dukungan penuh dari para
pengambil kebijakan di negeri ini, terutama menteri-menteri dan lembaga pemerintahan
yang memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi.
5.      Image
Salah satu tantangan besar bisnis asuransi syariah di Indonesia dan negara lainnya,
menurut Zein, adalah meyakinkan masyarakat akan keuntungan menggunakan asuransi

13
syariah. “Perlu sekali mensosialisasikan asuransi syariah bukan saja berasal dari agama,
tetapi memperlihatkan keuntungan.” Kenyataan di lapangan menunjukkan, bahwa para
pelaku ekonomi syariah masih menghadapi tantangan berat untuk menanamkan prinsip
syariah sehingga mengakar kuat dalam perekonomian nasional dan umat Islamnya itu
sendiri
2.7 Perusahaan Pembiayaan Syariah

Pada tahun 2006 Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Nomor 84/PMK.012/2006


tentang Perusahaan Pembiayaan. Kemudian pada tahun 2014 Otoritas Jasa Keuangan
mengeluarkan peraturan No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan
Pembiayaan. Tujuan dikeluarkannya POJK ini untuk mendukung perkembangan perusahaan
pembiayaan yang dinamis dan mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh,
kontributif, inklusif serta berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan
berkelanjutan.

Terkait dengan perusahaan pembiayaan syariah, untuk memberikan kerangka hukum yang
memadai dalam menjalankan aktifitasnya, pada tahun 2007 Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal (BAPEPAM) dan Lembaga Keuangan mengeluarkan dua peraturan, yaitu peraturan
Nomor: PER-03/BL/2007 Tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip
Syariah dan Peraturan Nomor: PER-04/BL/2007 tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam
Kegiatan Perusahan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 POJK No. 29, dijelaskan bahwa Perusahaan Pembiayaan adalah
‘badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan atau jasa’.
Berdasarkan definisi ini dapat kita pahami yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan
syariah adalah perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk
pengadaan barang dan atau jasa berdasarkan prinsip syariah.

Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan Syariah

Menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Presiden No. 9/2009 tentang Lembaga Pembiayaan,
‘Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa
Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen dan/atau Kartu Kredit.’ (Lihat juga
Pasal 2 POJK No. 29). Ketentuan ini secara jelas mengatur bahwa perusahaan pembiayaan

14
hanya boleh melakukan kegiatan pembiayaan yang terkait dengan empat bentuk kegiataan
usaha di atas.

Kegiatan usaha ini juga berlaku atas perusahaan pembiayaan syariah, hanya saja dalam
melakukan kegiataanya perusahaan pembiayaan syariah harus menyalurkan dananya
berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan perusahaan pembiayaan konvensional. Kegiataan usaha
pembiayaan dan sumber pendanaan perusahaan pembiayaan syariah harus sesuai dengan
ajaran Islam (in complinace with syariah) yang bebas dari unsur riba, haram, dan gharar.
Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan syariah harus diatur dalam peraturan yang jelas.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, untuk memberikan kerangka hukum yang jelas
dan memadai terhadap sumber pendanaan, pembiayaan dan akad syariah yang menjadi dasar
kegiataan perusahaan pembiayaan syariah, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (BAPEPAM-LK) mengeluarkan peraturan No: PER-03/BL/2007 tentang
Kegiataan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan No: PER-04/BL/2007
tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Kegiataan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Syariah. Pasal 5 Peraturan Ketua BAPEPAM LK No: PER-03/BL/2007 jelas
menyatakan: “Setiap perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah wajib menyalurkan dana untuk kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah.”

Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah, sebagaimana menurut Pasal 1 butir 6 adalah
sebagai berikut: “Prinsip Syariah adalah ketentuan hukum Islam yang menjadi pedoman
dalam kegiatan operasional perusahaan dan transaksi antara lembaga keuangan atau lembaga
bisnis syariah dengan pihak lain yang telah dan akan diatur oleh DSN-MUI.”

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa kepatuhan terhadap prinsip syariah
bagi perusahaan pembiayaan yang menjalankan aktifitasnya berdasarkan prinsip syariah
adalah suatu kemestian yang tidak boleh dilanggar. Prinsip syariah tersebut merupakan
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) dalam bentuk fatwa. Fatwa ini sebagai guideline bagi perusahaan pembiayaan
syariah dalam menjalankan kegiatan pembiayaannya.

15
Adapun yang dimaksud dengan kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai
yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Ketua BAPEPAM LK No: PER-03/BL/2007 adalah
sebagai berikut:

 Sewa Guna Usaha, yang dilakukan berdasarkan: Ijarah; Ijarah Muntahiya Bittamlik;


 Anjak Piutang, yang dilakukan berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
 Pembiayaan Konsumen, yang dilakukan berdasarkan: Murabahah; Salam;
atau Istishna’.
 Usaha Kartu Kredit yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.
 Kegiataan pembiayaan lainya yang dilakukan sesuai dengan Prinsip Syariah.

Pada dasarnya, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiataan usaha perusahaan
pembiayaan konvesional dengan perusahaan pembiayaan syariah adalah sama, yang
membedakan antara keduanya adalah model akad yang digunakan dalam menjalankan
kegiatan usaha tersebut. Ketentuan di atas menjelaskan akad-akad apa saja yang sesuai untuk
diaplikasikan pada setiap kegiataan usaha yang ada. Namun yang penting untuk dipahami
adalah, sesuai dengan Pasal 6 huruf e di atas, perusahaan pembiayaan syariah bisa melakukan
atau mengembangkan model kegiataan pembiayaan lain diluar model kegiataan pembiayaan
yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, ada peluang bagi perusahaan pembiayaan syariah
untuk mengembangkan produk-produk pembiayaan baru yang lebih variatif yang dianggap
profitable sehingga kegiataan perusahaan menjadi lebih berkembang. Produk-produk baru
tersebut baru bisa dijalankan oleh perusahaan pembiayaan syariah setelah mendapatkan opini
dari Dewan Pengawas Syariah dan disetujui oleh OJK.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan at-ta’min, takaful,atau tadhamun adalah
usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui
inventasi dalam bentuk asset atau tabarru’ memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah .
Kehadiran asuransi syariah diawali dengan beroperasinya bank syariah. Hal ini sesuai
dengan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan ketentuan pelaksanaan
bank syariah. Pada saat ini bank syariah membutuhkan jasa asuransi syariah guna mendukung
permodalan dan investasi dana.
Alquran dan hadis merupakan sumber utama hukum islam, namun dalam menetapkan
prinsip-prinsip maupun praktik dan operasional asuransi syariah, parameter yang senantiasa
menjadi rujukan adalah syariah islam.
konsep asuransi syariah adalah suatu konsep di mana terjadi saling memikul risiko
diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas
resiko yang muncul. Saling pukul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam
kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan
(derma) yang tujuannya untuk menanggung risiko. Dalam sistem operasional, asuransi
syari’ah telah terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama, yaitu gharar,maisir,
dan riba.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah tersebut terdapat banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Penulis makalah tersebut akan memperbaiki makalahnya dengan
berpedoman dari berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang para pembaca berikan
tentang pembahasan dari makalah tersebut dalam kesimpulan di atas. 

17
DAFTAR PUSTAKA

http://febrianimila98.blogspot.com/2016/11/makalah-asuransi-syariah.html

https://www.prudential.co.id/id/Informasi-untuk-Anda/artikel-asuransi-
jiwa/syariah/perbedaan-asuransi-syariah-dan-konvensional-yang-harus-anda-ketahui-/

https://lifepal.co.id/media/seluk-beluk-asuransi-syariah-yang-perlu-kamu-tahu/

http://azureskylover.blogspot.com/2013/06/kendala-pengembangan-asuransi-syariah.html

https://business-law.binus.ac.id/2016/01/27/lembaga-pembiayaan-syariah-di-indonesia/

18

Anda mungkin juga menyukai