Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Chronic Venous Insufficiency

Latifa Syifa Safitri


41181396100046

PEMBIMBING:
dr. Witra Irfan, Sp.B(K)V

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUP


FATMAWATI JAKARTA
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERIODE 20 APRIL – 15 MEI 2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan presentasi kasus “Chronic venous
insufficiency” ini. Sholawat dan salam tidak lupa saya curahkan kepada Baginda
Nabi Muhammad SAW.

Makalah referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik di stase Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama
kepada:

1. dr. Witra Irfan, SpB(K)V, selaku pembimbing referat saya yang telah
memberikan arahan, bimbingan, pengetahuan, serta saran sehingga
makalah referat ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Seluruh konsulen, residen, dan staff bedah RSUP Fatmawati.

3. Teman-teman ko-asistensi kepaniteraan klinik ilmu bedah RSUP


Fatmawati atas bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa makalah presentasi kasus ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga makalah presentasi kasus ini dapat
bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh kepaniteraan klinik
ilmu bedah dan bagi para peserta didik selanjutnya.

Jakarta, 3 Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI
 
KATA PENGANTAR ..............................................................................  ii
DAFTAR ISI .............................................................................................  iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2 
2.1 Anatomi Vena Ekstremitas Bawah ........................................................  2
2.2 Definisi ...................................................................................................  3
2.3 Epidemiologi .......................................................................................... 4
2.4 Etiologi ................................................................................................... 4
2.5 Faktor Resiko .......................................................................................... 5
2.6 Patofisiologi ............................................................................................ 6
2.7 Manifestasi Klinis ................................................................................... 7
2.8 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 9
2.9 Penatalaksanaan...................................................................................... 10
2.9.1 Terapi Konservatif ......................................................................... 10
2.9.2 Intervensi Aktif .............................................................................. 11
2.10 Pencegahan ........................................................................................... 13
BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic Venous Insufficiency (CVI) atau gangguan vena menahun adalah
keadaan dimana terjadi gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung yang
bersifat kronik. Hal ini disebabkan adanya disfungsi katup-katup vena yang
menyebabkan aliran darah vena terganggu, sehingga terjadi refluks darah dalam
vena. CVI terjadi pada vena ekstremitas bawah, baik vena profunda maupun vena
superfisialis dengan manifestasi nyeri pada tungkai bawah, bengkak, perubahan
kulit, dan ulserasi. Gangguan ini biasanya berlangsung progresif selama beberapa
tahun.1
CVI lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, prevalensinya juga
akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Rata-rata penderita berumur
antara 40-59 tahun pada wanita dan 70-79 tahun pada laki-laki. Prevalensi pada
pria muda sebanyak 10%, sedangkan pada wanita muda sebanyak 30%. Pada pria
berusia lebih dari 50 tahun prevalensi sebanyak 20%, sedangkan wanita berusia
lebih dari 50 tahun sebanyak 50%.1,2
CVI dapat menyebabkan infeksi kronis pada ekstremitas bawah yang
dapat mengancam jiwa. Nyeri, terutama setelah ambulasi, adalah ciri khas pada
penyakit ini. CVI dapat menyebabkan perubahan karakteristik yang disebut
lipodermatosclerosis, ke kulit ekstremitas bawah yang akhirnya menyebabkan
ulserasi kulit. CVI diklasifikan berdasarkan CEAP yang terdiri atas beberapa
kriteria yaitu (Clinical, Etiology, Anatomical and Pathopsyological). Kriteria ini
yang akan menetukan tingkat keparahan yang nantinya akan mengarahkan kepada
standar penanganan.2 Tulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai Chronic
Venous Insufficiency agar dapat memahami bagaimana cara mendiagnosis CVI
serta memberikan penanganan yang tepat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vena Ekstremitas Bawah


Sistem vena ekstremitas bawah terdiri dari vena superfisialis dan vena
profunda. Vena superfisialis terdiri dari vena safena magna dan vena safena parva.
Keduanya memiliki arti klinis yang sangat penting karena memiliki predisposisi
terjadinya varises yang membutuhkan pembedahan.3

Gambar 2.1 Anatomi Vena Ekstremitas Bawah3


 V. Safena magna keluar dari ujung medial jaringan v.dorsalis pedis. Vena
ini berjalan di sebelah anterior maleolus medialis, sepanjang aspek
anteromedial betis (bersama dengan nervus safenus), pindah ke posterior
di belakang patela pada lutut dan kemudian berjalan ke depan dan
menaiki bagian anteromedial paha. Pembuluh ini menembus fasia
kribriformis dan mengalir ke v.femoralis pada hiatus safenus. Bagian
terminal v.safena magna biasanya mendapat percabangan superfisialis
dari genitalia eksterna dan dinding bawah abdomen. Dalam pembedahan,
hal ini bisa membantu membedakan v.safena dari femoralis karena satu-
satunya vena yang mengalir ke v.femoralis adalah v.safena. V.safena
magna berhubungan dengan sistem vena profunda di beberapa tempat
melalui vena perforantes. Hubungan ini biasanya terjadi di atas dan di
bawah maleolus medialis, di area gaiter, di regio pertengahan betis, di
bawah lutut, dan satu hubungan panjang pada paha bawah. Katup-katup
pada perforator mengarah ke dalam sehingga darah mengalir dari sistem
superfisialis ke sistem profunda dimana kemudian darah dipompa keatas
dibantu oleh kontraksi otot betis. Akibatnya sistem profunda memiliki
tekanan yang lebih tinggi daripada superfisialis, sehingga bila katup
perforator mengalami kerusakan, tekanan yang meningkat diteruskan ke
sistem superfisialis dan terjadi varises pada sistem ini.3
 V.safena parva keluar dari ujung lateral jaringan v.dorsalis pedis. Vena
ini melewati bagian belakang maleolus lateralis dan di atas bagian
belakang betis kemudian menembus fasia profunda pada berbagai posisi
untuk mengalir ke v.poplitea.3

Vena-vena profunda pada betis adalah v.komitans dari arteri tibialis


anterior dan posterior yang melanjutkan sebagai v.poplitea dan v.femoralis. Vena
profunda ini membentuk jaringan luas dalam kompartemen posterior betis pleksus
soleal dimana darah dibantu mengalir ke atas melawan gaya gravitasi oleh otot
saat olahraga.3

2.2 Definisi

Chronic venous insufficiency (CVI) adalah kelainan dengan hipertensi


vena, merupakan stadium lanjut dari penyakit venosa yang dapat disebabkan oleh
adanya gangguan venous return atau aliran balik vena, yang dapat terjadi pada
vena-vena superfisialis maupun profunda. Hal ini disebabkan adanya disfungsi
katup-katup vena yang menyebabkan aliran darah vena terganggu, sehingga
terjadi refluks darah dalam vena. CVI terjadi pada vena ekstremitas bawah dengan
manifestasi nyeri pada tungkai bawah, bengkak, perubahan kulit, dan ulserasi.
Gangguan ini biasanya berlangsung progresif selama beberapa tahun.1
CVI merupakan kondisi dimana pembuluh darah tidak dapat memompa
oksigen dengan cukup (poor blood) kembali ke jantung yang ditandai dengan
nyeri dan pembengkakan pada tungkai. CVI paling sering disebabkan oleh
perubahan primer pada dinding vena serta katup-katupnya (valve incompetence)
dan perubahan sekunder disebabkan oleh thrombus sebelumnya dan kemudian
mengakibatkan reflux, obstruksi atau keduanya.2

2.3 Epidemiologi

Prevalensi CVI pada populasi dewasa, lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan pria (3:1). CVI lebih sering dijumpai seiring dengan bertambahnya
usia. Rata-rata penderita berumur antara 40-59 tahun pada wanita dan 70-79 tahun
pada laki-laki. Prevalensi pada pria muda sebanyak 10%, sedangkan pada wanita
muda sebanyak 30%. Pada pria berusia lebih dari 50 tahun prevalensi sebanyak
20%, sedangkan wanita berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 50%.2
Pada sebuah penilitian melaporkan bahwa 65% pasien dengan CVI
memiliki nyeri berat dan 81% terjadi penurunan mobilitas. Dampak secara sosio-
ekonomi pada ulkus vena kronis juga meningkat, Di Amerika Serikat,
diperkirakan 2,5 juta orang menderita CVI dan 20%-nya berkembang menjadi
ulkus vena. Prognosis ulkus vena secara keseluruhan buruk, sering terlambat
dalam hal penyembuhan dan terjadi kekambuhan ulkus. Ketidakmampuan terkait
ulkus vena dapat menyebabkan hilangnya jam kerja produktif.2,4

2.4 Etiologi

Etiologi dari CVI dapat dibagi 3 yaitu, kongenital, primer dan sekunder.2
 Kongenital
Kelainan dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata
tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak
sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainan lainnya yang baru
diketahui setelah penderitanya berumur.
 Primer
Kelemahan intrinsik dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup
yang terlalu panjang (elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena
menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun katup
yang panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan tidak sempurna
(daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang mengakibatkan terjadinya
katup tidak dapat menahan aliran balik, sehingga terjadi aliran retrograd atau
refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi hanya dengan melakukan perbaikan katup
(valve repair) dengan operasi untuk mengembalikan katup agar berfungsi baik
kembali.
 Sekunder
Disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat
adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang menimbulkan gangguan kronis
pada katup vena dalam. Pada keadaan dimana terjadi komplikasi sumbatan
thrombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian trombosis vena dalam, maka
keadaan tersebut disebut sindroma post-trombotic. Pada sindroma tersebut
terjadi pembentukan jaringan parut akibat inflamasi, trombosis kronis dan
rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis, dan juga akan menimbulkan
pemendekan daun katup (pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi
mikro), dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan penyempitan
lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat parah tidak
memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena kronis yang primer,
dan yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan komplikasi post-trombotic),
dapat terjadi pada satu penderita yang sama.2

2.5 Faktor Resiko5


 Usia lanjut, pada usia lanjut didapatkan degenerasi otot polos dan atrofi
lamina elastis vena sehingga menyebabkan kerentanan untuk dilatasi.
 Perempuan, pada perempuan secara periodik terjadi distensi dinding dan
katup vena akibat pengaruh peningkatan hormon progrestron.
 Berdiri dalam jangka waktu yang lama (>6jam/hari), menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena yang berakibat pada distensi vena
kronis dan inkopetensi katup vena sekunder dalam sistem vena superfisialis.

 Herediter, mendasari terjadinya kegagalan katup primer, namun faktor genetik


spesifik yang bertanggung jawab terhadap terjadi varises masih belum
diketahui.
 Merokok.

 Sedentary lifestyle.

 Riwayat deep vein thrombosis, penyumbatan trombosis vena dalam


menimbulkan gangguan kronis pada katup vena dalam.
 Kehamilan, faktor hormon saat kehamilan akan meningkatkan kemampuan
distensi dinding vena dan melunakkan daun katup vena.

2.6 Patofisiologi
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan
darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam
kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar,
akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi
sentral menuju jantung dan paru. Jika pembuluh darah menjadi varises, katup vena
tidak berfungsi lagi (inkompetensi katup). Keadaan patologis pada vena muncul
ketika terjadi peningkatan tekanan vena dan aliran balik darah terganggu akibat
beberapa mekanisme.2,6

Gangguan pada vena ini dapat disebabkan oleh inkompeten dari katup
vena superfisial maupun vena profunda, katup perforator yang inkompeten,
obstruksi vena maupun kombinasi antara beberapa hal tersebut. Faktor-faktor
terebut diperparah dengan adanya disfungsi dari pompa otot pada ekstrimitas
bawah. Mekanisme ini yang menyebabkan terjadinya hipertensi vena saat berjalan
maupun saat berdiri. Hipertensi vena yang tidak dikoreksi ini yang nantinya akan
membuat perubahan kulit menjadi hiperpigmentasi, fibrosis jaringan subkutan dan
juga dapat menyebabkan ulkus.2

Sebagian besar kasus kegagalan katup vena superfisial terjadi setelah


terjadi kebocoran pada titik-titik utama bertekanan tinggi antara sistem dalam dan
sistem superfisial. Tekanan tinggi menyebabkan kegagalan katup sekunder, yaitu
ketika vena superfisial normal menjadi melebar secara luas sehingga flap tipis dari
katup vena tidak dapat lagi berkontak dalam lumen pembuluh darah. Seiring
waktu, vena superfisial yang tidak kompeten ini menjadi tampak melebar dan
berliku- liku, pada titik tersebut dimana dikenal sebagai varises.7

Tekanan tinggi dapat memasuki vena superfisial sebagai akibat kegagalan


katup utama pada setiap titik komunikasi antara sistem dalam dan sistem
superfisial. Kebocoran tekanan tinggi dari vena dalam ke sistem superfisial
memiliki 2 sumber utama, yaitu:7

1. Kegagalan katup junctional, paling sering terjadi akibat kegagalan katup utama
di persimpangan antara vena safena magna dan vena femoralis umum di inguinal
(saphenofemoral junction). Bentuk lain, refluks junctional namun kurang umum
yaitu pada junction antara SSV dan vena popliteal di lutut (saphenopopliteal
junction)
2. Kegagalan katup perforator, disebabkan oleh kegagalan katup vena perforantes.
Bagian yang paling umum dari kegagalan katup perforator primer berada di paha
midproximal (Perforator Hunterian) dan di proksimal betis (Boyd perforators).

Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disebabkan oleh
adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena
thrombosis intravaskular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah.
Obstruksi vena cenderung berkurang seiring berjalannya waktu namun
inkompetensi katup maki hebat. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu
kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung.7

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala insufisiensi vena kronik dapat meliputi : 8
 Bengkak di kaki atau pergelangan kaki
 Kaki terasa berat atau pegal, panas dan gatal
 Nyeri saat berjalan yang berhenti saat istirahat
 Perubahan warna kulit
 Varises
 Ulkus kaki
Kelainan Fisik
Tanda-tanda fisik yang paling sering ditemukan pada insufisiensi vena
adalah pitting edema atau pembengkakan pada kaki yang jika ditekan oleh jari
akan membekas seperti bentuk jari yang menekan dan lama kembalinya,
terutama pergelangan kaki; edema sistem limfatik; perubahan warna kulit,
hiperpigmentasi, dermatitis venosa, selulitis kronis, atrophie blanche, serta
ulserasi. Ulserasi yang tidak kunjung sembuh dapat disebabkan oleh insufisiensi
vena superficial ataupun profunda, insufisiensi arteri, gangguan rematologis,
kanker, atau penyebab lainnya yang lebih jarang.6
Untuk mengevaluasi dan mengklasifikasikan kondisi, pengobatan, serta
akibat atau komplikasi dari penyakit ini, dipakai beberapa skala penilaian
berdasarkan klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic
(CEAP). Klasifikasi etiologi memisahkan penyakit berdasarkan sifat kongenital,
primer, atau sekunder. Anatomi berdasarkan vena yang terkena termasuk vena
superfisial, profunda, atau perforantes. Sedangkan klasifikasi patofisiologi
mengidentifikasikan refluks pada sistem-sistem superfisial, communicantes, atau
profunda, serta obstruksi out flow.2

C: Clinical Classification
 Derajat 1 : Telangiektasis, Vena retrikuler
 Derajat 2 : Varises Vena
 Derajat 3 : Edem tanpa perubahan kulit
 Derajat 4 : Perubahan kulit akibat gangguan vena (pigmentasi,dermatitis
statis, lipodermatoskelrosis)
 Derajat 5 : Perubahan kulit dengan ulkus yang sudah sembuh
 Derajat 6 : Perubahan kulit dengan ulkus aktif

E: Etiological Classification
 Ec: congenital
 Ep: primary (undeterminate cause)
 Es: secondary (e.g. post thrombotic)
 En: no venous cause identified

A: Anatomical Classification
 As: superficial veins
 Ap: perforator veins
 Ad: deep veins
 An: no venous location identified

P: Pathophysiological Classification
 Pr: reflux
 Po: obstruction
 Pr,o: reflux and obstruction
 Pn: no venous pathophysiology identifiable

2.8 Pemeriksaan Penunjang


 Duplex Doppler Ultrasonography
Jenis prosedur USG yang dilakukan untuk menilai pembuluh darah, aliran
darah serta struktur vena-vena kaki.1,2
 Venogram
Dilakukan dengan menggunakan x-ray dan intavena (IV) pewarna kontras. Ini
untuk memvisualisasikan pembuluh darah. Pewarna kontras menyebabkan
pembuluh darah muncul suram yang memudahkan untuk memvisualisasikan
pembuluh darah yang dievaluasi.1,2
 Magnetic Resonance Venography (MRV)
Adalah alat yang paling sensitive dan spesifik untuk mengevaluasi gangguan
sistem superficial dan profunda pada ekstremitas inferior dan pelvis serta dapat
mendeteksi penyebab non-vaskuler nyeri dan edema pada kaki.1,2
 Uji Trendelenberg
Dipakai untuk membedakan kongesti vena distal yang disebabkan oleh
refluks vena superficial dengan kegagalan sistem vena profunda.1,2

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CVI meliputi terapi konservatif untuk mengurangi
gejala dan membantu mencegah komplikasi sekunder serta progresivitas penyakit,
dan intervensi aktif. Pemberian terapi secara spesifik didasarkan pada beratnya
penyakit, di mana stadium klinis CEAP 4-6 sering memerlukan terapi invasif, dan
perlu dirujuk ke spesialis vaskuler. Stadium klinis CEAP 3 dengan edema masif
juga perlu dirujuk ke spesialis vaskuler. Pasien CVI lanjut yang tidak ditangani
berisiko terjadi ulkus, ulkus kambuhan, dan ulkus vena yang tidak sembuh dengan
infeksi progresif dan limfedema.2
2.9.1 Terapi Konservatif
Gejala CVI dapat dikontrol dengan tindakan berikut ini:9,10
1. Mengangkat tungkai dapat mengurangi edema dan tekanan intraabdominal,
serta sering mengurangi gejala sementara.
2. Olahraga teratur, seperti berjalan, dapat memperkuat otot betis, sehingga
memulihkan fungsi pompa otot betis.
3. Pemakaian stocking kompresi yang merupakan andalan terapi konservatif
telah terbukti dapat memperbaiki pembengkakan, pertukaran nutrisi, dan
meningkatkan mikrosirkulasi pada tungkai yang terkena varises. Stocking
pendukung atau stocking kompresi adalah stocking tungkai atau celana ketat
yang terbuat dari bahan elastis yang kuat. Stocking ini akan menekan varises
untuk menghambat perkembangannya dan membantu aliran darah di tungkai,
serta mengurangi rasa nyeri. Stocking dengan tekanan 20-30 mmHg (grade II)
memberikan hasil yang maksimal.
4. Pemakaian perangkat kompresi pneumatik intermiten, telah terbukti
mengurangi pembengkakan dan meningkatkan sirkulasi.
5. Diosmin / hesperidin dan flavonoid lainnya.
6. Obat anti-inflamasi seperti ibuprofen atau aspirin dapat digunakan sebagai
bagian dari pengobatan untuk tromboflebitis superfisial bersama dengan
stocking.
7. Menjaga kelembapan kulit yang terkena untuk mengurangi risiko kerusakan
dan infeksi kulit. Aplikasi gel topikal membantu mengelola gejala yang
berkaitan dengan varises, seperti peradangan, nyeri, bengkak, gatal, dan kulit
kering.

2.9.2 Intervensi Aktif

1. Skleroterapi
Skleroterapi biasanya digunakan pada pasien dengan usia lanjut,
dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan kedalam pembuluh darah
yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti dengan
pembentukan jaringan fibrotik. Sklerotan yang digunakan saat yaitu ferric
chloride, salin hipertonik, polidocanol, iodine gliserin, dan sodium tetradecyl
sulphate, namun untuk terapi varises vena safena paling umum digunakan
saat ini adalah sodium tetradecyl sulphate dan polidacanol. Bahan tersebut
dipilih karena sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna
kulit (penumpukan hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan
kerusakan jaringan apabila terjadi ekstravasasi ke jaringan.2,11

2. Terapi Ablasi
Terapi dengan energi termal yang berasal dari radiofrekuensi atau laser
untuk obliterasi vena. Energi panas memicu injuri termal pada dinding vena
yang kemudian terjadi trombosis dan fibrosis.2

 Radiofrequency Ablation
Teknik ini seringkali digunakan pada refluks vena safena sebagai alternatif
stripping. Panas yang terbentuk menyebabkan injuri termal lokal pada dinding
vena yang menyebabkan trombosis dan akhirnya fibrosis. Dengan endovenous
radiofrequency ablation (ERA) vena safena magna, 85% pasien mengalami
obliterasi lengkap setelah 2 tahun dengan rekanalisasi sekitar 11%, namun
90% pasien bebas dari refluks vena safena, dan 95% melaporkan perbaikan
gejala. Komplikasi ERA meliputi luka bakar, parestesia, flebitis klinis, dengan
sedikit lebih tinggi kejadian trombosis vena dalam (0,57%) dan emboli paru
(0,17%).2,12

 Endovenous Laser Therapy Endovenous Laser Therapy (EVLT)

Teknik pengobatan CVI menggunakan energi laser, biasanya dilakukan


oleh phlebologist, ahli radiologi intervensi, atau ahli bedah jantung paru dan
pembuluh darah. Medical Services Advisory Committee (MSAC) Australia
pada tahun 2008 telah menetapkan bahwa perawatan laser endovena untuk
varises tampaknya lebih efektif dalam jangka pendek, dan setidaknya sama
efektif secara keseluruhan untuk pengobatan varises, sebagai prosedur
komparatif dari ligasi persimpangan dan stripping vena untuk pengobatan
varises. Tingkat komplikasi yang lebih berat seperti DVT (deep vein
thrombosis), cedera saraf dan parestesia, infeksi pasca-operasi dan hematoma,
tampaknya lebih besar setelah ligasi dan stripping daripada setelah EVLT.
Komplikasi EVLT meliputi luka bakar ringan pada kulit (0,4%) dan parestesia
sementara (2,1%).13,14
3. Pembedahan
Pada CVI berat, ulkus vena sering memerlukan terapi hingga 6 bulan
sebelum sembuh total, sering kambuh terutama jika terapi kompresi tidak
dipertahankan. Pada CVI yang refrakter terhadap obat dan terapi yang kurang
invasif, maka teknik bedah harus dipertimbangkan untuk melengkapi terapi
kompresi, termasuk pada pasien yang tidak nyaman dengan disabilitas menetap,
atau pada ulkus vena yang tidak kunjung sembuh dengan upaya medis maksimal,
dan pada pasien yang tidak mampu patuh terhadap terapi kompresi, atau dengan
varises kambuhan.2
 Ligasi : mengikat vena yang rusak, sehingga aliran darah tidak melewati vena
tersebut. Ligasi saphenofemoral junction telah dipertimbangkan sebagai
terapi standar untuk banyak pasien CVI. Jika vena atau katup rusak berat,
pembuluh darah akan diangkat (vein stripping).
 Surgical repair : memperbaiki katup vena yang rusak dengan cara operasi
 Vein Transplant : mengganti pembuluh darah yang rusak dengan pembuluh
darah dari tempat lain
 Subfascial endoscopic perforator surger : memotong vena perforator dan
diikat sehingga memungkinkan darah mengalir ke pembuluh darah yang sehat
dan meningkatkan penyembuhan ulkus.2

2.10 Pencegahan

1. Hindari jangka waktu yang lama berdiri atau duduk


2. Elevasi kaki untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah di kaki.
3. Berolahraga secara teratur
4. Menurunkan berat badan
5. Stoking kompresi untuk memusatkan tekanan pada kaki dan membantu aliran
darah.
6. Antibiotik jika diperlukan untuk mengobati infeksi kulit.2

BAB III
KESIMPULAN
CVI banyak dijumpai di semua kalangan, pada tahapan tertentu sangat
mengganggu pasien. CVI merupakan suatu kelainan pada pembuluh darah
vena tahap lanjut yang dapat mengakibatkan aliran darah dari seluruh tubuh
tidak dapat kembali menuju ke jantung oleh karena disfungsi katup Vena.
Pembuluh darah vena dipengaruhi oleh adanya tekanan hidrostatik, hemodinamik,
katup vena dan pompa otot. Gejala CVI mulai dengan hanya keluhan kosmetik,
rasa berat, nyeri, bengkak dan kram pada kaki, hingga ulkus yang sulit sembuh.
Ultrasonografi vaskuler merupakan pemeriksaan yang tepat untuk mendiagnosa
CVI dengan spektrum doppler dan color pada pemeriksaan duplex sonografi
femoralis dapat diketahui derajat severitas pada CVI. Stocking kompresi
merupakan terapi konservatif andalan, dan pada pasien yang refrakter terhadap
obat dan terapi yang kurang invasif,

DAFTAR PUSTAKA
1. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June
6]. Availablefrom:
http://www.summitmedicalgroup.com/library/adult_health/aha_venous_in
sufficiency/

2. Eberhardt RT, Raffetto JD. Chronic venous insufficiency.


Circulation. 2014;111:2398-409.

3. Faiz, Omar and David Moffat, Anatomy at a Glance. Jakarta: Erlangga,


2004.

4. Robert T. Eberhardt, Joseph D. Raffetto. Chronic Venous Insufficiency.


American Heart Association. 2014. July. 130 (4) ; 333-346

5. Weiss RA, Weiss MA. Doppler ultrasound findings in reticular veins of


the thigh subdermic lateral venous system and implications for
sclerotherapy. J Dermatol Surg Oncol. 1993;19(10):947-51.

6. Varicose vein [Internet]. 2010 [cited 2014 June 6]. Available from:
http://www.webcitation.org/5r1PRrJul.

7. Weiss, Robert. Venous Insufficiency. 2017. Medscape.


https://emedicine.medscape.com/article/1085412-overview#a2

8. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC.
Principles of Surgery. United States of America : McGraw-Hill
companies; 1999.

9. Campbell B. Varicose veins and their management. BMJ, 2006;


333(7562):287-92

10. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6].
Available from: http://vasculardisease.org/chronic-venous-insuffi ciency-
cvi/

11. Goldman MP. Sclerotherapy: Treatment of varicose and telangiectatic leg


veins. 2nd ed. New York: Elsevier Health Sciences; 1995.

12. Kenneth M. An opinion - surgery for small saphenous reflux is obsolete.


Venous digest 2005;12(7).

13. Elmore FA, Lackey D. Effectiveness of endovenous laser treatment in


eliminating superficial venous reflux. Phlebology 2008;23:21-31.
14. Medical Services Advisory Committee. Endovenous laser therapy (ELT)
for varicose veins. MSAC application 1113. Commonwealth of Australia:
Dept of Health and Ageing; 2008.

Anda mungkin juga menyukai