PEMBIMBING:
dr. Witra Irfan, Sp.B(K)V
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan presentasi kasus “Chronic venous
insufficiency” ini. Sholawat dan salam tidak lupa saya curahkan kepada Baginda
Nabi Muhammad SAW.
Makalah referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik di stase Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama
kepada:
1. dr. Witra Irfan, SpB(K)V, selaku pembimbing referat saya yang telah
memberikan arahan, bimbingan, pengetahuan, serta saran sehingga
makalah referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah presentasi kasus ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga makalah presentasi kasus ini dapat
bermanfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh kepaniteraan klinik
ilmu bedah dan bagi para peserta didik selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2
2.1 Anatomi Vena Ekstremitas Bawah ........................................................ 2
2.2 Definisi ................................................................................................... 3
2.3 Epidemiologi .......................................................................................... 4
2.4 Etiologi ................................................................................................... 4
2.5 Faktor Resiko .......................................................................................... 5
2.6 Patofisiologi ............................................................................................ 6
2.7 Manifestasi Klinis ................................................................................... 7
2.8 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 9
2.9 Penatalaksanaan...................................................................................... 10
2.9.1 Terapi Konservatif ......................................................................... 10
2.9.2 Intervensi Aktif .............................................................................. 11
2.10 Pencegahan ........................................................................................... 13
BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Definisi
2.3 Epidemiologi
Prevalensi CVI pada populasi dewasa, lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan pria (3:1). CVI lebih sering dijumpai seiring dengan bertambahnya
usia. Rata-rata penderita berumur antara 40-59 tahun pada wanita dan 70-79 tahun
pada laki-laki. Prevalensi pada pria muda sebanyak 10%, sedangkan pada wanita
muda sebanyak 30%. Pada pria berusia lebih dari 50 tahun prevalensi sebanyak
20%, sedangkan wanita berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 50%.2
Pada sebuah penilitian melaporkan bahwa 65% pasien dengan CVI
memiliki nyeri berat dan 81% terjadi penurunan mobilitas. Dampak secara sosio-
ekonomi pada ulkus vena kronis juga meningkat, Di Amerika Serikat,
diperkirakan 2,5 juta orang menderita CVI dan 20%-nya berkembang menjadi
ulkus vena. Prognosis ulkus vena secara keseluruhan buruk, sering terlambat
dalam hal penyembuhan dan terjadi kekambuhan ulkus. Ketidakmampuan terkait
ulkus vena dapat menyebabkan hilangnya jam kerja produktif.2,4
2.4 Etiologi
Etiologi dari CVI dapat dibagi 3 yaitu, kongenital, primer dan sekunder.2
Kongenital
Kelainan dimana katup yang seharusnya terbentuk di suatu segmen ternyata
tidak terbentuk sama sekali (aplasia, avalvulia), atau pembentukannya tidak
sempurna (displasia), berbagai malformasi vena, dan kelainan lainnya yang baru
diketahui setelah penderitanya berumur.
Primer
Kelemahan intrinsik dari dinding katup, yaitu terjadi lembaran atau daun katup
yang terlalu panjang (elongasi) atau daun katup menyebabkan dinding vena
menjadi terlalu lentur tanpa sebab-sebab yang diketahui. Keadaan daun katup
yang panjang melambai (floppy, rebundant) sehingga penutupan tidak sempurna
(daun-daun katup tidak dapat terkatup sempurna) yang mengakibatkan terjadinya
katup tidak dapat menahan aliran balik, sehingga terjadi aliran retrograd atau
refluks. Keadaan tersebut dapat diatasi hanya dengan melakukan perbaikan katup
(valve repair) dengan operasi untuk mengembalikan katup agar berfungsi baik
kembali.
Sekunder
Disebabkan oleh keadaan patologik yang didapat (acquired), yaitu akibat
adanya penyumbatan trombosis vena dalam yang menimbulkan gangguan kronis
pada katup vena dalam. Pada keadaan dimana terjadi komplikasi sumbatan
thrombus beberapa bulan atau tahun paska kejadian trombosis vena dalam, maka
keadaan tersebut disebut sindroma post-trombotic. Pada sindroma tersebut
terjadi pembentukan jaringan parut akibat inflamasi, trombosis kronis dan
rekanalisasi yang akan menimbulkan fibrosis, dan juga akan menimbulkan
pemendekan daun katup (pengerutan daun katup), perforasi kecil-kecil (perforasi
mikro), dan adhesi katup, sehingga akhirnya akan menimbulkan penyempitan
lumen. Kerusakan yang terjadi pada daun katup telah sangat parah tidak
memungkinkan upaya perbaikan. Kejadian insufisiensi vena kronis yang primer,
dan yang sekunder (akibat trombosis vena dalam, dan komplikasi post-trombotic),
dapat terjadi pada satu penderita yang sama.2
Sedentary lifestyle.
2.6 Patofisiologi
Pada keadaan normal katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan
darah vena naik keatas dan masuk kedalam. Pertama darah dikumpulkan dalam
kapiler vena superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar,
akhirnya melewati katup vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi
sentral menuju jantung dan paru. Jika pembuluh darah menjadi varises, katup vena
tidak berfungsi lagi (inkompetensi katup). Keadaan patologis pada vena muncul
ketika terjadi peningkatan tekanan vena dan aliran balik darah terganggu akibat
beberapa mekanisme.2,6
Gangguan pada vena ini dapat disebabkan oleh inkompeten dari katup
vena superfisial maupun vena profunda, katup perforator yang inkompeten,
obstruksi vena maupun kombinasi antara beberapa hal tersebut. Faktor-faktor
terebut diperparah dengan adanya disfungsi dari pompa otot pada ekstrimitas
bawah. Mekanisme ini yang menyebabkan terjadinya hipertensi vena saat berjalan
maupun saat berdiri. Hipertensi vena yang tidak dikoreksi ini yang nantinya akan
membuat perubahan kulit menjadi hiperpigmentasi, fibrosis jaringan subkutan dan
juga dapat menyebabkan ulkus.2
1. Kegagalan katup junctional, paling sering terjadi akibat kegagalan katup utama
di persimpangan antara vena safena magna dan vena femoralis umum di inguinal
(saphenofemoral junction). Bentuk lain, refluks junctional namun kurang umum
yaitu pada junction antara SSV dan vena popliteal di lutut (saphenopopliteal
junction)
2. Kegagalan katup perforator, disebabkan oleh kegagalan katup vena perforantes.
Bagian yang paling umum dari kegagalan katup perforator primer berada di paha
midproximal (Perforator Hunterian) dan di proksimal betis (Boyd perforators).
Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat disebabkan oleh
adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena
thrombosis intravaskular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah.
Obstruksi vena cenderung berkurang seiring berjalannya waktu namun
inkompetensi katup maki hebat. Penyebab lain yang mungkin dapat memicu
kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung.7
C: Clinical Classification
Derajat 1 : Telangiektasis, Vena retrikuler
Derajat 2 : Varises Vena
Derajat 3 : Edem tanpa perubahan kulit
Derajat 4 : Perubahan kulit akibat gangguan vena (pigmentasi,dermatitis
statis, lipodermatoskelrosis)
Derajat 5 : Perubahan kulit dengan ulkus yang sudah sembuh
Derajat 6 : Perubahan kulit dengan ulkus aktif
E: Etiological Classification
Ec: congenital
Ep: primary (undeterminate cause)
Es: secondary (e.g. post thrombotic)
En: no venous cause identified
A: Anatomical Classification
As: superficial veins
Ap: perforator veins
Ad: deep veins
An: no venous location identified
P: Pathophysiological Classification
Pr: reflux
Po: obstruction
Pr,o: reflux and obstruction
Pn: no venous pathophysiology identifiable
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CVI meliputi terapi konservatif untuk mengurangi
gejala dan membantu mencegah komplikasi sekunder serta progresivitas penyakit,
dan intervensi aktif. Pemberian terapi secara spesifik didasarkan pada beratnya
penyakit, di mana stadium klinis CEAP 4-6 sering memerlukan terapi invasif, dan
perlu dirujuk ke spesialis vaskuler. Stadium klinis CEAP 3 dengan edema masif
juga perlu dirujuk ke spesialis vaskuler. Pasien CVI lanjut yang tidak ditangani
berisiko terjadi ulkus, ulkus kambuhan, dan ulkus vena yang tidak sembuh dengan
infeksi progresif dan limfedema.2
2.9.1 Terapi Konservatif
Gejala CVI dapat dikontrol dengan tindakan berikut ini:9,10
1. Mengangkat tungkai dapat mengurangi edema dan tekanan intraabdominal,
serta sering mengurangi gejala sementara.
2. Olahraga teratur, seperti berjalan, dapat memperkuat otot betis, sehingga
memulihkan fungsi pompa otot betis.
3. Pemakaian stocking kompresi yang merupakan andalan terapi konservatif
telah terbukti dapat memperbaiki pembengkakan, pertukaran nutrisi, dan
meningkatkan mikrosirkulasi pada tungkai yang terkena varises. Stocking
pendukung atau stocking kompresi adalah stocking tungkai atau celana ketat
yang terbuat dari bahan elastis yang kuat. Stocking ini akan menekan varises
untuk menghambat perkembangannya dan membantu aliran darah di tungkai,
serta mengurangi rasa nyeri. Stocking dengan tekanan 20-30 mmHg (grade II)
memberikan hasil yang maksimal.
4. Pemakaian perangkat kompresi pneumatik intermiten, telah terbukti
mengurangi pembengkakan dan meningkatkan sirkulasi.
5. Diosmin / hesperidin dan flavonoid lainnya.
6. Obat anti-inflamasi seperti ibuprofen atau aspirin dapat digunakan sebagai
bagian dari pengobatan untuk tromboflebitis superfisial bersama dengan
stocking.
7. Menjaga kelembapan kulit yang terkena untuk mengurangi risiko kerusakan
dan infeksi kulit. Aplikasi gel topikal membantu mengelola gejala yang
berkaitan dengan varises, seperti peradangan, nyeri, bengkak, gatal, dan kulit
kering.
1. Skleroterapi
Skleroterapi biasanya digunakan pada pasien dengan usia lanjut,
dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan kedalam pembuluh darah
yang abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti dengan
pembentukan jaringan fibrotik. Sklerotan yang digunakan saat yaitu ferric
chloride, salin hipertonik, polidocanol, iodine gliserin, dan sodium tetradecyl
sulphate, namun untuk terapi varises vena safena paling umum digunakan
saat ini adalah sodium tetradecyl sulphate dan polidacanol. Bahan tersebut
dipilih karena sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna
kulit (penumpukan hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan
kerusakan jaringan apabila terjadi ekstravasasi ke jaringan.2,11
2. Terapi Ablasi
Terapi dengan energi termal yang berasal dari radiofrekuensi atau laser
untuk obliterasi vena. Energi panas memicu injuri termal pada dinding vena
yang kemudian terjadi trombosis dan fibrosis.2
Radiofrequency Ablation
Teknik ini seringkali digunakan pada refluks vena safena sebagai alternatif
stripping. Panas yang terbentuk menyebabkan injuri termal lokal pada dinding
vena yang menyebabkan trombosis dan akhirnya fibrosis. Dengan endovenous
radiofrequency ablation (ERA) vena safena magna, 85% pasien mengalami
obliterasi lengkap setelah 2 tahun dengan rekanalisasi sekitar 11%, namun
90% pasien bebas dari refluks vena safena, dan 95% melaporkan perbaikan
gejala. Komplikasi ERA meliputi luka bakar, parestesia, flebitis klinis, dengan
sedikit lebih tinggi kejadian trombosis vena dalam (0,57%) dan emboli paru
(0,17%).2,12
2.10 Pencegahan
BAB III
KESIMPULAN
CVI banyak dijumpai di semua kalangan, pada tahapan tertentu sangat
mengganggu pasien. CVI merupakan suatu kelainan pada pembuluh darah
vena tahap lanjut yang dapat mengakibatkan aliran darah dari seluruh tubuh
tidak dapat kembali menuju ke jantung oleh karena disfungsi katup Vena.
Pembuluh darah vena dipengaruhi oleh adanya tekanan hidrostatik, hemodinamik,
katup vena dan pompa otot. Gejala CVI mulai dengan hanya keluhan kosmetik,
rasa berat, nyeri, bengkak dan kram pada kaki, hingga ulkus yang sulit sembuh.
Ultrasonografi vaskuler merupakan pemeriksaan yang tepat untuk mendiagnosa
CVI dengan spektrum doppler dan color pada pemeriksaan duplex sonografi
femoralis dapat diketahui derajat severitas pada CVI. Stocking kompresi
merupakan terapi konservatif andalan, dan pada pasien yang refrakter terhadap
obat dan terapi yang kurang invasif,
DAFTAR PUSTAKA
1. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June
6]. Availablefrom:
http://www.summitmedicalgroup.com/library/adult_health/aha_venous_in
sufficiency/
6. Varicose vein [Internet]. 2010 [cited 2014 June 6]. Available from:
http://www.webcitation.org/5r1PRrJul.
8. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC.
Principles of Surgery. United States of America : McGraw-Hill
companies; 1999.
10. Chronic venous insufficiency [Internet]. 2012 [cited 2014 June 6].
Available from: http://vasculardisease.org/chronic-venous-insuffi ciency-
cvi/