Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ILMU KESEHATAN JURNAL

KULIT DAN KELAMIN Agustus 2020

FAKLUTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

VARICOSE, VEIN COMPRESSIVE SCLEROTHERAPY

Oleh:
SUTRISNO
K1A1 11 040
Pembimbing:
dr. SHINTA N BARNAS, M.Kes., Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2020

Sutrisno,Shinta N Barnas
A. Pendahuluan
Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat
pengaruh peningkatanan tekanan
vena. Varises ini merupakan suatu
manifestasi yang dari sindrom insufiensi vena dimana pada sindrom ini
aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik
menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti. Terdapat 3 jenis vena
pada tungkai, yaitu vena tepi, vena dalam dan vena penghubung
(perforantes). Vena ini merupakan vena yang paling sering menderita
varises. Meskipun penyakit ini sering dijumpai di klinik, namun masih
sedikit perhatian dari profesi kedokteran, dengan alasan bahwa kelainan ini
[1,2]
mempunyai perjalanan yang ringan dan mortalitasnya yang rendah.
Prevalensi varises vena tungkai hingga 25 - 40 % dari wanita dan 10
± 15 % dari pria. Diperkirakan keadaan ini mempengaruhi hampir 15 ± 20%
dari total orang dewasa, terjadi 2-3 kali lebih sering pada perempuan dari
laki-laki. Hampir setengah dari pasien memiliki riwayat keluarga penderita
varises, di Eropa sekitar 50 % dari penduduk dewasa. Angka ini mungkin
lebih rendah dari penduduk Asia,namun angka statistik yang pasti
khususnya untuk Indonesia belum ada.[1,2]
Dewasa ini Varises Vena Tungkai Bawah mulai mendapat perhatian
masyarakat karena dapat menimbulkan problem kosmetik yang
mengganggu penampilan. Selain itu penderita juga menunjukkan adanya
keluhan atau gejala yang mengganggu mulai dari rasa berat pada tungkai,
rasa nyeri/sensasi terbakar, kejang otot betis serta pembengkakan ringan
pada kaki. Pada kasus berat dapat terjadi edem tungkai permanen disertai
pigmentasi, ulserasi, dan selulitis kambuhan. Keadaan ini menyebabkan
ketidaknyamanan pada banyak penderita.[1,2]
Banyak faktor, baik endogen maupun eksogen yang diduga berperan
dan dapat mempengaruhi timbulnya Varises Vena Tungkai Bawah.
Beberapa diantaranya yaitu usia, ras, faktor keturunan/riwayat keluarga,
faktor berdiri lama, overweight/obesitas, multiparitas kehamilan, faktor
hormonal (pubertas, menopause, atau penggunaan obat kontrasepsi),
merokok, serta konsumsi alkohol.[1]
Pembuluh vena memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan
dengan arteri, berfungsi untuk mengalirkan darah kembali ke jantung
dengan bantuan kontraksi otot-otot skelet ekstremitas, dan dengan
berfungsinya katup agar tidak terjadi refluks. Refluks atau aliran balik vena
dapat disebabkan oleh katup-katup vena yang tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Walaupun kelainan vena kronis pada ekstremitas tidak
mengancam jiwa, tetapi dapat menimbulkan morbiditas yang memerlukan
penanganan yang tepat. [2,3]
Dari dulu sampai sekarang para ahli tiada henti-hentinya mencoba
menangani varises dan komplikasinya. Perdarahan spontan jarang terjadi,
biasanya ada trauma ringan, dan ini akan menyebabkan pasien datang
berobat. Kemajuan yang besar telah dicapai mengenai terapi, dan
pengetahuan yang mendasar dihimpun melalui anatomi, etiologi, patologi,
dan patofisiologi. Varises dan komplikasinya jarang sekali menyebabkan
kematian, betapapun besar dan banyaknya keluhan yang diderita pasien.
Karena itu kesalahan yang berakibat fatal harus dicegah.[2,3]

B. Anatomi dan Fisiologi


Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis,
profunda dan vv komunikan (perforantes). Walaupun vena menyerupai
arteri tetapi dindingnya lebih tipis, lapisan otot bagian tengah lebih lemah,
jaringan elastic lebih sedikit serta terdapat katup semilunar. Katup vena
merupakan struktur penting dari system aliran vena, karena berfungsi
mencegah refluks aliran adarah vena tungkai, bersama kontraksi otot betis
akan mengalirkan darah dari sistem superfisialis ke profunda menuju
jantung dengan melawan gaya gravitasi. Pompa otot betis secara normal
membawa 85 – 90% darah dari aliran vena tungkai, sedangkan komponen
superfisialis membawa 10 – 15% darah.[3]
Vena – vena superfisialis dapat dilihat dibawah permukaan kulit,
terletak didalam lemak subkutan, tepatnya pada fascia otot dan merupakan
tempat berkumpulnya darah dari kulit setelah melalui sejumlah cabang
kecil. Vena yang paling penting adalah v. saphena magna (long saphenous
vein), berjalan dari pergelangan kaki sisi medial, sepanjang permukaan
anteromedial tungkai ke inguinal. V. saphena parva (short saphenous vein)
berjalan di bagian belakang betis dari pergelangan kaki bergabung dengan
vena profunda pada lipatan poplitea, disamping itu juga berhubungan
langsung dengan v. saphena magna. Vena profunda terletak pada berbagai
macam otot tungkai, cenderung berjalan berpasangan di sebelah arteri yang
akan bermuara di v. poplitea dan v. femoralis. Vena komunikan
(perforantes) menghubungkan vena superfisialis dengan vena – vena
profunda dengan menembus fascia otot. Selama kontraksi otot betis, katup –
katup v. perforantes dan superfisialis menutup, sehingga darah akan
mengalir kearah proksimal melalui sistem vena profunda. Pada waktu
relaksasi, v. profunda mengalami dilatasi yang menimbulkan tekanan
negative. Tekanan negatif ini akan menarik darah dari sistem v. superfisialis
ke dalam sistem profunda melalui v. perforantes. Penderita dengan
insufisiensi vena, darah mengalir dari sistem v. profunda ke dalam vena
superfisialis, sedangkan pada orang sehat katup – katup dalam v.
perforantes mencegah hal ini.[4,5]
Gambar : Anatomi susunan vena tungkai

C. Definisi
Varises tungkai adalah vena superfisial yang mengalami dilatasi,
pemanjangan dan berkelok-kelok dengan fungsi katup yang
abnormal.Varises bisa terjadi di bagian tubuh manapun, namun lebih banyak
ditemukan di daerah tungkai bawah, dikarenakan peningkatan tekanan saat
tubuh berdiri dan berjalan. Serta pada saat tungkai bawah menopang berat
badan. Hal-hal ini dapat meningkatkan tekanan pada pembuluh darah vena
di bagian tungkai bawah.[3,4]

D. Epidemiologi
Varises tungkai lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, hal ini
sering dikaitkan dengan kehamilan dan faktor hormonal. DataStudi pada
Edinburgh Vein Study 2003 USA, dimana partisipasi orang-orang yang
dipilih secara acak. Seperti yang diharapkan, dari 2211 Penderita,dimana
orang tua dengan rata-rata umur dari pria dan wanita berkisaran 60 tahun.
Ditemukan pria tiga kali lebih sedikt dibanding wanita, dimana wanita
33,6% dan laki-laki 11,0%. [2]
Insiden meningkat dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada
usia 30 – 40 tahun. Penelitan di London periode 1992mendapatkan 1226
penderita varises tungkai dan terbanyak usia 20 – 30 tahun sedangkan
perbandingan wanita dan pria adalah 9,95 :1.[3]

E. Etiologi
Terjadinya varises tungkai pada dasarnya dibagi menjadi 3 faktor
yang yaitu:[3,4]
1. Vena varikosa primer
Vena varikosa primer terjadi jika katup sistem vena superfisial (vena
saphena magna, vena saphena parva, dan vena perforantes) gagal untuk
menutup sebagaimana mestinya, sehingga akan terjadi refluks kearah
bawah dan terjadi dilatasi vena yang kronis, sedangkan sistem vena
profunda masih normal.[3]
2. Vena varikosa sekunder
Varises sekunder terjadi akibat sistem vena profunda mengalami
thrombosis / tromboplebitis atau adanya fistula arteovenosa, semula
keadaan katupnya normal selanjutnya terjadi kompensasi pelebaran pada
vena superfisial, sehingga setiap gerakan otot akan semakin menambah
jumlah darah kearah vena profunda dan vena superfisial, akibatnya
terjadi peningkatan tekanan vena dan gangguan mikrosirkulasi.[4]
3. Kelemahan dinding pembuluh vena
Berkurangnya elastisitas dinding pembuluh vena yang menyebabkan
pembuluh vena melemah dan tak sanggup mengalirkan darah ke jantung
sebagaimana mestinya. Aliran darah dari kaki ke jantung sangat melawan
gravitasi, karena itu pembuluh darah harus kuat, begitu juga dengan
dinamisasi otot disekitarnya. [3,4]

Faktor – faktor yang diduga berperan serta dapat mempengaruhi


timbulnya varises tungkai, antara lain.[1,4]
a. Faktor genetik
Ditunjukkan dengan terjadinya penyakit yang sama pada beberapa
anggota keluarga dan apabila ada gejala varises pada usia remaja.
b. Faktor kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat
hamil yang kakisemakin terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki,
tungkai, pangkal paha dan perutbagian bawah pun terhambat
c. Faktor hormonal
Estrogen menyebabkan relaksasi otot polos dan perlunakan jaringan
kolagen sehingga meningkatkan distensibilitas vena. Selain itu dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler dan edem. Progesteron menyebakan
penurunan tonus vena dan peningkatan kapasitas vena sehingga dapat
menginduksi terjadinya stasis vena, hal ini disebabkan karena adanya
hambatan pada kontraksi dinding vena. Hal ini dapat dilihat pada
penderita yang mendapat terapi hormonal atau apada siklus menstruasi.
d. Faktor berdiri lama
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah.
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah bebankerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah,
sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya
sehingga terjadi inkompetensi pada katup. Bila profesi anda
mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi
statis (diam), tapi tetap bergerak.Misalnya dengan berjalan di tempat,
agar otot tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung.
e. Obesitas
Hal ini dihubungkan dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat
peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur
penyangga vena.
f. Faktor usia
Pada usia lanjut insiden varises akan meningkat. Dinding vena menjadi
lemah karena lamina elastis menjadi tipis dan atropik bersama dengan
adanya degenerasi otot polos. Disamping itu akan terdapat atropi otot
betis sehingga tonus otot menurun.
g. Merokok
Kandungan zat berbahaya dalam rokok membuat pembuluh darah
menjadi kaku danterjadi penyempitan, sehingga dinding pembuluh
tidak elastis lagi.

F. Patofisiologi
Katub vena yang normal dan kontraksi otot betis yang bertanggung
jawab terhadap aliran balik vena melawan gravitasi. Kontraksi otot
memungkinkan darah dialirkan masuk ke dalam vena yang
letaknya intermuskulair yang selanjutnya masuk atrium. Dengan adanya
katub yang kompeten darah yang telah naik tidak akan kembali.[3,4]
Varises dimulai ketika satu atau lebih katup gagal menutup dengan
sempurna. Tekanan darah bagian dari vena meningkat, menyebabkan aliran
darah terkumpul dan membuat regangan pada dinding pembuluh darah
vena. Dinding yang mengalami regangan (dilatasi) akan kehilangan
elastisitas akibat tekanan intraluminal yang meningkat. Semakin banyak
pembuluh vena yang mengalami kelemahan semakin banyak pula katup
yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan Pembuluh darah
menjadi lebih besar dan lebih lebar dari waktu ke waktu dan mulai akan
muncul gambaran seperti pembuluh vena yang berkelok-kelok di bawah
kulit.[3,4]

G. Klasifikasi dan Gambaran Klinis


Secara klinis varies tungkai dikelompokan berdasarkan jenisnya,
yaitu:[4,6]
a. Varises trunkal
Merupakan varises v. saphena magna dan v. saphena parva,
diameter lebih dari 8 mm, warna biru – biru kehijauan.
b. Varises retikuler
Varises yang mengenai cabang v. saphena magna atau v. saphena
parva yang umunya kecil dan berkelok – kelok, diameter 2 – 8 mm,
warna biru – biru kehijauan.
c. Varises kapiler
Merupakan vena subkutis yang tampak sebagai kelompok serabut halus
dari pembuluh darah, diameter 0,1 – 1 mm, warna merah atau sianotik
(jarang).
Berdasarkan berat ringannya, varises tungkai dibagi atas 4 stadium,
yaitu:[6]
 Stadium 1
Keluhan samar (tidak khas) rasa berat, mudah lelah pada tungkai setelah
berdiri atau duduk lama. Gambaran pelebaran vena berwarna kebiruan
tidak jelas.
 Stadium 2
Mulai tampak pelebaran vena, palpable dan menonjol.
 Stadium 3
Varises tampak jelas, memanjang, berkelok – kelok pada paha atau
tungkai bawah, dapat disertai telangiektasis / “spider vein”
 Stadium 4
Terjadi kelainan trofik berupa ulkus varikosum.
.
Menurut klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic,
Pathophysiologic (CEAP),Ad Hoc Committee on reporting standar society
for Vascular /North America Chapter,International Society for
Cardiovascular Surgery, tahun 2004varises vena tungkai bawah dibagi
berdasarkan berat ringan manifestasi klinisnya, yaitu :[4]

Gambar : Klasifikasi CEAP

1) Derajat 0 : tidak terlihat atau teraba tanda gangguan vena


2) Derajat 1 : telangiektasis, vena retikular
3) Derajat 2 : varises vena
4) Derajat 3 : edem tanpa perubahan kulit
5) Derajat 4 : perubahan kulit akibat gangguan vena (pigmentasi,
dermatitis statis, lipodermatosklerosis)
6) Derajat 5 : perubahan kulit seperti di atas dengan ulkus yang tidak aktif
7) Derajat 6 : perubahan kulit seperti di atas dengan ulkus aktif

Gambar : Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic


(CEAP) derajat 1, telangiektasis

Gambar : Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic


(CEAP) derajat 2, varises vena
Gambar : Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic
(CEAP) derajat 3, Edema

Gambar : Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic


(CEAP) derajat 4, Varicose eczema

Gambar : Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic


(CEAP) derajat 4Pigmentasi dermatitis
Gambar : Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic
(CEAP) derajat 5, Ulcus vena tidak aktif

Gambar : Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic


(CEAP) derajat 6, Ulcus vena aktif

Gejala klinis Chronic Vein Insufficiency (CVI) timbul akibat adanya


hipertensi vena disebabkan karena obstruksi, refluks atau kombinasi
keduanya. Hipertensi pada venayang berlangsung lama dan menetap akan
mempengaruhi peningkatan fungsi kapiler, tekanan intramural dan
transmural, sehingga mendorong cairan, elektrolit dan eritrosit keluar
memasuki jaringan sehingga terjadi edema dan hiperpigmentasi. Kapiler
yang mengalami dilatasi dan penurunan kecepatan aliran darah, akan
mempengaruhi adhesi leukosit (neutrofil) pada mikrosirkulasi dan venulae
post kapiler, sehingga leukosit akan terperangkap pada endotel dan
teraktivasi sehingga melepaskan radikal bebas, enzim proteolitik dan
sitokin. Disamping itu fibrin perikapiler akan menjadi barier terhadap difusi
oksigen dan nutrisi lain. Semua keadaan ini menyebabkan kerusakan
jaringan berupa hipoksia, ischemia, nekrosis, pigmentasi kulit dan ulkus.[6]

H. Diagnosis
Dalam menangani penderita dengan varises tungkai, pemeriksaan
klinis tetap merupakan dasar penilaian medis sebelum melakukan
pemeriksaan penunjang, meskipun saat ini teknologi dalam menentukan
diagnosis kelainan – kelainan vena sudah berkembang pesat.
Anamnesis
Gejala varises seringkali tidak seimbang dengan perubahan patologis
yang ada. Penderita varises stadium awal dan kecil mungkin mempunyai
keluhan lebih berat dibandingkan pada varises besar dan kronis. Anamnesis
yang penting ditanyakan meliputi:
Keluhan
Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas /
sensasi terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan
kosmetik. Keluhan biasanya berkurang dengan elevasi tungkai, untuk
berjalan atau pemakain bebat elastik dan makin bertambah setelah berdiri
lama, selama kehamilan, menstruasi, atau pengobatan hormonal.[3]
Faktor predisposisi
Ditanyakan keadaan yang menyangkut faktor predisposisi yang telah
disebutkan sebelumnya, antara lain: riwayat varises dalam keluarga, usia,
paritas, keluhan saat menstruasi, pemakaian kontrasepsi hormonal atau
terapi hormonal lain, lama duduk / berdiri.[4]
Penyakit sistemik, pengobatan dan tindakan medis / pembedahan
sebelumnya.
Riwayat penyakit sistemik yang perlu ditanyakan antara lain adalah
riwayat penyakit kardiovaskular, stroke, penyakit diabetes, imobilisasi yang
lama, fraktur / trauma pada tungkai, keganasan, riwayat operasi daerah
abdomen.[4]
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi tungkai dilakukan dibawah penyinaran yang cukup pada
posisi Eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi dari
arah belakang akan membantu visualisasi varises. Perlu diperhatikan tanda
kronisitas dan kelainan kulit seperti telangiektasis, atrofi blanch, dermatitis
stasis, edema, perdarahan dan ulkus. Daerah vena yang berkelok diraba
untuk menilai ketegangan varises dan besarnya pelebaran vena, pulsasi
arteri harus teraba, bila tidak teraba maka harus dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada obstruksi arteri. Mungkin terdapat
pitting edema atau peningkatan turgor otot betis. Distribusi anatomi varises
perlu digambarkan dengan jelas. [3,4]
Beberapa pemeriksaan sederhana mungkin dapat dilakukan, antar
lain uji Brodie-Trendelenburg,Parthez,dapat memperkirakan derajat dan
ketinggian lokasi inkompetensi katup vena, namun seringkali tidak akurat
dan tidak dapat menunjukkan dengan tepat lokasi katup yang abnormal,
sehingga dengan ditemukannya alat ultrasonografi Doppler, nilai dari
pemeriksaan tersebut menjadi kurang. [4,9]
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara
aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade
dalam system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass
karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila
aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk
menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak
memerlukan terapi pembedahan maupun skeroterapi.[4]
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose
tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.
Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja.
Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan
pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan
normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang
mengalami varises menjadi berkurang, namun bila adanya obstruksi pada
vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan
distesi.[4]
Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian
pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet
terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai
diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.[4,9]

Gambar : Tes Manuver Perthes

Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan
refluks vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena
profunda. Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana
sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami
varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap
tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah
kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu
inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau
melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi
atau adanya kelainan katup lainnya.[4,9]

Gambar : Tes Trendelenburg

Pemeriksaan Khusus Vena


Beberapa pemeriksaan untuk evaluasi varises vena pada varises
tungkai antara lain adalah:[8,9]
 Ultrasonografi Doppler
Beberapa pemeriksaan seperti Tes Trendelenburg dan Tes Parthez dapat
memperkirakan derajat dan ketinggian lokasi inkompetensi katup vena,
namun ultrasonografi doppler dapat menunjukkan dengan tepat lokasi
katup yang abnormal. [8]
 Duplex ultrasonography
Merupakan modalitas pencitraan standar untuk diagnosis sindrom
insuffisiensi vena dan untuk perencanaan pengobatan serta pemetaan
sebelum operasi. Duplex ultrasonography adalah kombinasi dari
pencitraan model B dan Doppler. Pencitraan model B menggunakan
tranduser gelombang ultra yang ditempelkan pada kulit sebagai sumber
dan detektor. Pantulan gelombang suara yang terjadi dapat memberikan
citra struktur anatomi, dan pergerakan struktur tersebut dapat dideteksi
dalam bentuk bayangan. [8]
 Plebography
Plebography merupakan pemeriksaan invasif yang menggunakan medium
kontras. Terdapat 4 teknik pemeriksaan yaitu : ascending, descending,
intra osseus, dan varicography. Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya
sumbatan dan menunjukkan vena yang melebar, berkelok-kelok serta
katup yang rusak. Plebography juga dapat menunjukkan kekambuhan
varises vena tungkai bawah paska operasi yang sering disebabkan oleh
kelainan vena perforantes.[9]

I. Penatalaksanaan
Penanganan varises tungkai dapat berupa konservatif (non bedah)
dan/atau pembedahan, tergantung keadaan penderita serta berat ringannya
penyakit. Penanganan ditujukan bukan hanya untuk menghilangkan
keluhan, memperbaiki fungsi vena, perbaikan kosmetik dan mencegah
komplikasi, tetapi juga memperbaiki kwalitas hidup penderita.[9]
Terapi Non Operatif
1. Terapi Kompresi
Dasar penanganan terhadap varises vena adalah terapi kompresi.
Cara ini berfungsi sebagai katup vena yang membantu pompa otot betis
untuk mencegah kembalinya aliran darah vena, edem kaki, dan
bocornya bahan fibrin sehingga mencegah pembesaran vena lebih
lanjut, tetapi tidak mengembalikan ukuran vena.
Terapi kompresi dapat berupa compression stockings,
compression bandages, dan pneumatic compression pumps.
Compression stockings dibagi berdasarkan tekanan terhadap
pergelangan kaki menjadi 4 kategori.[10,11]
Tabel : Indikasi Penggunaan Terapi Kompresi dengan Stoking
Tingkat kompresi Indikasi
(mmHg)
15-20 mmHg Varises ringan (selama kehamilan, pasca bedah)
21-30 mmHg Varises telah menimbulkan gejala, pasca
skleroterapi
31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh
>45 mmHg Phlebolymphedema

Compression Bandages
Perban elastis dapat diaplikasikan secara spiral, kontinu atau metode
angka delapan. Perban elastis dapat diregang (lebih dari 100% dari panjang
aslinya), peregangan pendek (70-100% panjang aslinya). Umumnya, sistem
perban direkomendasikan selama fase terapi pengobatan misalnya kontrol edema,
ulserasi vena, kontrol limfedema. Perban elastis juga lebih praktis bagi pasien
yang tidak dapat menggunakan stocking kompresi atau pasien dengan kulit rapuh.
Kelemahan dari perbanelastis adalah terjadi variabilitas tekanan yang dicapai
bahkan ketika diaplikasikan oleh para profesional yang berpengalaman,
kekurangan perban elastisdalam penggunaan sehari-hari seperti mandi dan
kepatuhan pasien karena ketidaknyamanan.[15]
Gambar : Compression Bandages

Pneumatic Compression Pump


Perangkat ini terdiri dari ruang kedap udara (ruang tunggal atau
multipel) yang diaplikasikan pada ekstremitas. Perangkat inimengembang
dan mengempis secara berurutan untuk membantu aliran balik vena,
mengikuti sirkulasi normal venaekstremitas dan otot-otot betis.
mengurangiedema dan bahkan dapat meningkatkan aliran arteri di
ekstremitas yang mengalami gangguan sirkulasi.Tekanan
kompresimencapai 80 mmHg, waktu kompresi dan waktu siklus. Kompresi
pneumatik bermanfaat bagi pasienyang tidak dapat diaplikasikan perban
elastis. Kontraindikasi dari kompresi pneumatik pada pasien yang
mengalami edema pada ekstremitas, fungsi otot betis yang menurun,
mobilitas pergelangan kaki terbatas, atau yang memiliki penyakit arteri
perifer. Kekurangan kompresi pneumatikadalah mahal, kebesaran , sulit
untuk mobilisasi, dan membutuhkan pasokan listrik.15
Gambar : Pneumatic Compression Pump

2. Skleroterapi
1. Foam Sclerotherapy
Metode awal dari skleroterapi yang menggunakan sklerosan
standar seperti sodium tetradesil sulfat (STS) dan mencampurnya
dengan O2 atau CO2 dalam berbagai rasio untuk membuat busa.
Busa kemudian disuntikkan kedalam vena.13
2. Ultrasonography Guided Foam Sclerotherapy
Merupakan pengembangan lebih lanjut dimana busa disuntikkan
dengan bantuan arahan dari USG. Probe USG dapat melacak jarum
yang memasuki vena dan memastikan penyuntikan di tempat yang
seharusnya.13
3. Microinjection Sclerotherapy
Merupakan skleroterapi yang digunakan pada vena yang kecil dan
juga menggunakan jarum yang sangat kecil.13

Penyuntikan larutan (sklerosan) ke dalam vena menyebabkan iritasi


tunika intima dan merusak lapisan endotel, sehingga menyebabkan
trombosis, endosklerosis, dan fibrosis, selanjutnya pembuluh darah yang
nekrosis akan diserap oleh jaringan sekitarnya tanpa terjadi rekanalisasi.
Sklerosan dapat digolongkan dalam 3 jenis, yaitu: larutan deterjen
(polidokanol), larutan hipertonik (NaCl 3%), iritan kimia (polyiodide
iodide). [11]
Skleroterapi dilakukan untuk jenisvarises telangiektasis, retikular,
varises persisten serta varises pada penderita lanjut usia. Kontra indikasi
skleroterapi pada varises vena tungkai bawah adalah:
1. DVT Akut
2. Malvormasi vena berat
3. riwayat trombosis vena profunda
4. penyakit pembekuan darah.

Sedangkan kontra indikasi relatif adalah :


1) kehamilan
2) penderita imobilisasi
3) diabetes
4) obesitas
5) urtikaria
6) dugaan alergi terhadap sklerosan.

Efek samping yang mungkin timbul adalah : urtikaria,


hiperpigmentasi, dermatitis kontak, folikulitis, telangiektasis, lepuh, erosi,
memar di sekitar suntikan, dan rasa nyeri. Komplikasi yang lebih serius
tetapi jarang adalah : nekrosis kulit, ulkus, mikrotrombus, hematom
intravaskular, tromboplebitis superfisialis, trombosis vena profunda dengan
emboli paru, anafilaksis. [11]

Tabel . Konsentrasi Sklerosan berdasarkan ukuran vena


Diameter Vena Konsentrasi Sklerosan

Kurang dari 1mm Hypertonic saline 11.7%

Sodium tetradisil sulfat 0.1% - 0.3%

polidokanol 0.3% - 0.5%

Glycerin 72% / lidocaine-epinephrine

Sclerodex

1 – 3 mm Hypertonic saline 23.4%

Sodium tetradesil sulfat 0.5% - 1.0%

polidokanol 1% to 2%

4 – 6 mm Sodium tetradisil sulfat1% - 2%

polidokanol 2% - 3%

Vena retrikular Sodium tetradisil sulfat 2% - 3%

polidokanol 3% - 5%

Gambar : injeksi Scleroterapy


Gambar : injeksi Scleroterapy dengan Usg

Terapi Minimal Invasif


1. Endovenous Laser Therapy
Endovenous laser therapy (EVLA) adalah terapi untuk varises vena
tungkai bawah dimana serat optik dimasukkan ke dalam pembuluh darah
yang akan diobati dan sinar laser (biasanya di bagian inframerah dari
spektrum) diarahkan ke bagian dalam pembuluh darahmenyebabkan
kerusakan endotel, fokalnekrosis koagulatif, penyusutan vena dan oklusi
trombotik.[12]
Dengan menggunakan anestesi lokal serta memiliki waktu
pemulihan yang lebih pendek. Selain itu, laser adalah pilihan yang baik
untuk mengobati pembuluh yang resisten terhadap skleroterapi.[12]
Kontraindikasi Endovenous Laser Therapy (EVLA)adalah pasien
yang sedang hamil atau menyusui, sistem vena dalam tidak memadai untuk
mendukung aliran balik vena setelah terapi, disfungsi hati atau alergi yang
mustahil menggunakan anestesi lokal, sindrom hiperkoagulabilitas berat,
refluks vena skiatik, Komplikasi yang dapat timbul adalah perforasi vena,
deep vein thrombosis, echymoses, hiperpigmentasi, dan reaksi alergi.[12]
Gambar : Endovenous Laser therapy

2. Radiofrekuensi ablasi (RF)


Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter
radiofrekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk menghangatkan dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh darah. Pemanasan ini
menyebakan denaturasi protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena.
Kateter dimasukkan sampai ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal
Saphenofemoral Junction yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
Ultrasonografi. Ujung kateter menempel pada endotel vena, kemudian
energy radiofrekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk memanaskan
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah energy yang diberikan
dimonitor melalui sensor termal yang diletakkan di dalam pembuluh darah.
Sensor ini berfungsi mengatur suhu yang sesui agar ablasi endotel terjadi.
[11,12]
Gambar : Radifrekuensi Ablasi

Terapi Pembedahan
1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan
menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan
melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat
untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan
kelompok varises residual setelah dilakukan sphenectomy.[11,13]
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil
atau jarum yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomy
dimasukkan ke dalam dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini.
Menggunakan kaitan kemudian dilakukan traksi pada vena, bagian vena
yang panjang dipisahkan dari perlekatan sekitarnya. bila vena tidak dapat
ditarik apat dilakukan insuisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal
sampai keseluruhan vena.[11,13]
Gambar : Tehnik oprasi Ambulotory phelebectomy

2. Ligasi Vena Saphena Magna dan Stripping Vena


Sampai saat ini, tehnik oprasi Vena Saphena Magna dari
pergelangan kaki hingga selangkangan dengan ligasi dari cabang-cabang
vena dianggap sebagai standar baku emas (gold standard) pada pembedahan
vena varikosa.[17]

Gambar : Ligasi vena dan striping vena


Indikasi Operasi[18]

1. Nyeri pada varises


2. Terdapat thromboplebitis superficialis pada varises tersebut
3. Erosi pada kulit di atasnya dengan disertai perdarahan, edema dan
selulitis
4. Varises tungkai yang disertai indurasi atau lipodermatosklerosis
(Penebalan dan pengerasan kulit pada tungkai dan pergelelangan kaki)
5. Varises yang mengakibatkan ulserasi

.Kontra Indikasi Operasi[18]

1. Stripping yang semata – mata bertujuan kosmetik.


2. Varises tungkai yang menyertai insufisiensi kronis vena dalam. Dimana
sebetulnya keluhan penderita lebih diakibatkan karena insufisiensi
tersebut daripada varises itu sendiri.
3. Varises tungkai yang menyertai beberapa kondisi kronis yang
sebetulnya mendasari keluhan penderita seperti : artritis degeneratif,
penyakit arteri oklusif, sindroma neurogenik, lymphedema, gagal
jantung kongestif dan obesitas.
4. Varises tungkai yang ditemukan bersama fistel arterio – venosus atau
kelainan vena kongenital seperti Sindroma Klippel – Trenaunay
(terjadinya kerusakan remodelling pembuluh darah sehingga
menyebabkan hipertropi jaringan lunak)

Tehnik oprasi pada varises vena,Dilakukan incisi kulit di bawah


ligamentum inguinale± 4 – 6 cm dari medial dari a. femoralis,dimana
Jaringan subkutan dibuka dan fascia diincisi sehingga tampak v. saphena
dengan jelas. Lalu Vena Saphena magna di “teugel” pada dua tempat.
Cabang-cabang kollateral dari vena Saphena magna yang terdiri
dariVenaCircumflexa iliaca superficialis,vena epigastrica superficialis,vena
pudenda externa superficialis,vena cutaneus lateralis dipotong dan diligasi.
cabang-cabang vena saphena magna dengan vena femoralisharus
diperhatikan dan dipisahkan pada sapheno – femoro junction.
KemudianVena saphena diligasi dan dipotong. Striper dimasukkan
dari proximal (antegrade) atau dari distal  (retrograde) dekat maleollus
medialis.
Pada waktu memasukkan stripper tidak boleh dipaksa. Bila ada
hambatan-hambatan dapat dilakukan multipleinsisi,Setelah dilakukan
stripping, extremitas ditekan sampai 10 menit untuk mengurangi perdarahan
dan hematoma,Kemudian luka ditutup kembali.[20,21]

Komplikasi Operasi[19]

1. Memar dan rasa tidak nyaman kadang dialami penderita terutama bila
vena yang diangkat merupakan vena yang berdiameter besar. Namun
pemberian analgetika dapat mengatasi hal ini. Pemberian bebat tekan
juga mengurangi resiko terjadinya hematom / memar.
2. Jejas saraf sensorik kadang ditemukan juga pada pengangkatan varises
tungkai. Nervus Saphenus dan cabang – cabangnya berdekatan dengan
vena saphena magna di daerah betis. Angka kejadian ini diperkirakan
sebesar 1 % dari seluruh operasi. Namun area anaestesi yang kecil dapat
meningkatkan resiko menjadi 10 % nya. Pelaksanaan stripping secara
inverted dan menghindari stripping vena saphena magna di bawah garis
tengah betis dapat mengurangi terjadinya komplikasi ini.
3. Perdarahan dapat terjadi pada operasi stripping varises. Untuk
menghindari ini ligasi dan pemotongan terhadap cabang v. saphena
harus dilakukan secara teliti. Penggunaan bebat tekan juga bermanfaat
dalam mengurangi resiko perdarahan.
4. Infeksi dapat juga terjadi pada pelaksanaan stripping varises. Pemberian
antibiotik profilaksis dan pelaksanaan operasi sesuai kaidah dapat
menghindari komplikasi ini.
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada varises tungkai adalah[3,14]
a. Pendarahan
b. Infeksi
c. Edema tungkai
d. Kerusakan saraf kulit (Saraf saphenous)
e. Limfokel
f. Thrombosis vena dalam
DAFTAR PUSTAKA

1. Pratiknyo KO, Budiastuti A, Widodo YLA. Faktor Risiko Terjadinya Varises


Vena Tungkai Bawah (VVTB) pada Pramuniaga di Kota Semarang. 2016.
Jurnal Kedokteran Diponegoro. Semarang. 2016 5(1).p25-33.
2. Joann M. Lohr, MD and Ruth L.Bush,MD,MPH.Venous disease in
women:Epidemiology,manifestations,andtreatment.Eur J Vasc Endovasc
Surg; April 2013. 37-44
3. London M J Nick,Varicose Veins. In: Richard donelly, Arterial and Venous
Disease, New York, Marcel dekker;2004:1391-701
4. Alberto caggiati, MD, PhD, Claudio allegra, MD. Nomenclature of the veins
of the lower limb. venous terminologi anatomi; 2005.h:719-24
5. J. Golledge, F. G. Quigley. Pathogenesis of varicose veins. Eur J; 2007 :320-
23
6. Santosh shah, sumod koirala. Surgical outcomes of varicose veins at universal
college of medical sciences; 2016:14-16
7. M.S. Whiteley, I. Shiangoli. Fifteen years result of radiofrequency ablation,
using VNUS closure, for the abolition of truncal venous reflux in patients with
varicose veins. Eur J Endovasc Surg; 2017: 357-62
8. R.D. A. Olivera, A.C.P. Mazzucca. Evidence for varicose vein treatment. Sao
Paulo Med Journal; 2018:325-31
9. H. Wang, Q. Chen. Hemodynamic classification and CHIVA treatment of
varicose veins in lower extremities (VVLE).Int J Clin Exp Med; 2016:2465-
471
10. S.A. Mulla, S. Pai. Varicose Veins: a clinical study. Int J sur ;2017:529-33
11. N. J.M. London, R Nash. ABC of arterial and venous disease. BMJ; 2000. :
1391-394
12. G. Gluseppe, R. Silva. Endovenous radiofrequency ablation for the treatment
of varicose veins: a single centre experience. World J Vasc Surg;2018: 357-61
13. R.T. Eberdhardt, J.D. Rafetto. Chronic venous insufficiency. AHA Journal;
2014:333-46
14. Renate van den bos MD,Lidia arends,PhD.Endovenous therapies of lower
extremity varicoties.JSV;2009:230-40
15. A. Cavezzi. G. Mosti. Catheter foam sclerotherapy of the great saphenous
vein, with perisaphenous tumescene infiltration and saphenous irrigation. EurJ
Vasc Endovasc Surg;2017:629-35
16. M. Hassan Murrad, Fernando C-Y. A the treatments of varicose veins.J Vasc
Surg; 2011: 49-65
17. V. Verma, R.S Mohil. Comparing ultrasound guided foam sclerotherapy with
surgical treatment in patients of varicose veins. Int Surg J; 2016: 2239-245
18. G. Batricevic, D. Music. Effect of treatment of varicose veins on the
occurrence of complications and to improve the quality of live. Adv J Vas
Med;2018: 2566-571
19. L.S Kabnick. M Ombrellino. Ambulatory phlebectomy; 2005: 218-24
20. M. Ombrellino. L. S. Kabnick. Varicose vein surgery; 2005: 185-94
21. F. Lin, S. Zhang. The management of varicose veins. Int J Surg;2011:185-89
22. R. J Beale, M.J. Gough. Treatment options for primary varicose veins. Eur J
Vasc Surg; 2010: 83-95

Anda mungkin juga menyukai