FAKLUTAS KEDOKTERAN
Oleh:
SUTRISNO
K1A1 11 040
Pembimbing:
dr. SHINTA N BARNAS, M.Kes., Sp.KK
Sutrisno,Shinta N Barnas
A. Pendahuluan
Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat
pengaruh peningkatanan tekanan
vena. Varises ini merupakan suatu
manifestasi yang dari sindrom insufiensi vena dimana pada sindrom ini
aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran balik
menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti. Terdapat 3 jenis vena
pada tungkai, yaitu vena tepi, vena dalam dan vena penghubung
(perforantes). Vena ini merupakan vena yang paling sering menderita
varises. Meskipun penyakit ini sering dijumpai di klinik, namun masih
sedikit perhatian dari profesi kedokteran, dengan alasan bahwa kelainan ini
[1,2]
mempunyai perjalanan yang ringan dan mortalitasnya yang rendah.
Prevalensi varises vena tungkai hingga 25 - 40 % dari wanita dan 10
± 15 % dari pria. Diperkirakan keadaan ini mempengaruhi hampir 15 ± 20%
dari total orang dewasa, terjadi 2-3 kali lebih sering pada perempuan dari
laki-laki. Hampir setengah dari pasien memiliki riwayat keluarga penderita
varises, di Eropa sekitar 50 % dari penduduk dewasa. Angka ini mungkin
lebih rendah dari penduduk Asia,namun angka statistik yang pasti
khususnya untuk Indonesia belum ada.[1,2]
Dewasa ini Varises Vena Tungkai Bawah mulai mendapat perhatian
masyarakat karena dapat menimbulkan problem kosmetik yang
mengganggu penampilan. Selain itu penderita juga menunjukkan adanya
keluhan atau gejala yang mengganggu mulai dari rasa berat pada tungkai,
rasa nyeri/sensasi terbakar, kejang otot betis serta pembengkakan ringan
pada kaki. Pada kasus berat dapat terjadi edem tungkai permanen disertai
pigmentasi, ulserasi, dan selulitis kambuhan. Keadaan ini menyebabkan
ketidaknyamanan pada banyak penderita.[1,2]
Banyak faktor, baik endogen maupun eksogen yang diduga berperan
dan dapat mempengaruhi timbulnya Varises Vena Tungkai Bawah.
Beberapa diantaranya yaitu usia, ras, faktor keturunan/riwayat keluarga,
faktor berdiri lama, overweight/obesitas, multiparitas kehamilan, faktor
hormonal (pubertas, menopause, atau penggunaan obat kontrasepsi),
merokok, serta konsumsi alkohol.[1]
Pembuluh vena memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan
dengan arteri, berfungsi untuk mengalirkan darah kembali ke jantung
dengan bantuan kontraksi otot-otot skelet ekstremitas, dan dengan
berfungsinya katup agar tidak terjadi refluks. Refluks atau aliran balik vena
dapat disebabkan oleh katup-katup vena yang tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Walaupun kelainan vena kronis pada ekstremitas tidak
mengancam jiwa, tetapi dapat menimbulkan morbiditas yang memerlukan
penanganan yang tepat. [2,3]
Dari dulu sampai sekarang para ahli tiada henti-hentinya mencoba
menangani varises dan komplikasinya. Perdarahan spontan jarang terjadi,
biasanya ada trauma ringan, dan ini akan menyebabkan pasien datang
berobat. Kemajuan yang besar telah dicapai mengenai terapi, dan
pengetahuan yang mendasar dihimpun melalui anatomi, etiologi, patologi,
dan patofisiologi. Varises dan komplikasinya jarang sekali menyebabkan
kematian, betapapun besar dan banyaknya keluhan yang diderita pasien.
Karena itu kesalahan yang berakibat fatal harus dicegah.[2,3]
C. Definisi
Varises tungkai adalah vena superfisial yang mengalami dilatasi,
pemanjangan dan berkelok-kelok dengan fungsi katup yang
abnormal.Varises bisa terjadi di bagian tubuh manapun, namun lebih banyak
ditemukan di daerah tungkai bawah, dikarenakan peningkatan tekanan saat
tubuh berdiri dan berjalan. Serta pada saat tungkai bawah menopang berat
badan. Hal-hal ini dapat meningkatkan tekanan pada pembuluh darah vena
di bagian tungkai bawah.[3,4]
D. Epidemiologi
Varises tungkai lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, hal ini
sering dikaitkan dengan kehamilan dan faktor hormonal. DataStudi pada
Edinburgh Vein Study 2003 USA, dimana partisipasi orang-orang yang
dipilih secara acak. Seperti yang diharapkan, dari 2211 Penderita,dimana
orang tua dengan rata-rata umur dari pria dan wanita berkisaran 60 tahun.
Ditemukan pria tiga kali lebih sedikt dibanding wanita, dimana wanita
33,6% dan laki-laki 11,0%. [2]
Insiden meningkat dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada
usia 30 – 40 tahun. Penelitan di London periode 1992mendapatkan 1226
penderita varises tungkai dan terbanyak usia 20 – 30 tahun sedangkan
perbandingan wanita dan pria adalah 9,95 :1.[3]
E. Etiologi
Terjadinya varises tungkai pada dasarnya dibagi menjadi 3 faktor
yang yaitu:[3,4]
1. Vena varikosa primer
Vena varikosa primer terjadi jika katup sistem vena superfisial (vena
saphena magna, vena saphena parva, dan vena perforantes) gagal untuk
menutup sebagaimana mestinya, sehingga akan terjadi refluks kearah
bawah dan terjadi dilatasi vena yang kronis, sedangkan sistem vena
profunda masih normal.[3]
2. Vena varikosa sekunder
Varises sekunder terjadi akibat sistem vena profunda mengalami
thrombosis / tromboplebitis atau adanya fistula arteovenosa, semula
keadaan katupnya normal selanjutnya terjadi kompensasi pelebaran pada
vena superfisial, sehingga setiap gerakan otot akan semakin menambah
jumlah darah kearah vena profunda dan vena superfisial, akibatnya
terjadi peningkatan tekanan vena dan gangguan mikrosirkulasi.[4]
3. Kelemahan dinding pembuluh vena
Berkurangnya elastisitas dinding pembuluh vena yang menyebabkan
pembuluh vena melemah dan tak sanggup mengalirkan darah ke jantung
sebagaimana mestinya. Aliran darah dari kaki ke jantung sangat melawan
gravitasi, karena itu pembuluh darah harus kuat, begitu juga dengan
dinamisasi otot disekitarnya. [3,4]
F. Patofisiologi
Katub vena yang normal dan kontraksi otot betis yang bertanggung
jawab terhadap aliran balik vena melawan gravitasi. Kontraksi otot
memungkinkan darah dialirkan masuk ke dalam vena yang
letaknya intermuskulair yang selanjutnya masuk atrium. Dengan adanya
katub yang kompeten darah yang telah naik tidak akan kembali.[3,4]
Varises dimulai ketika satu atau lebih katup gagal menutup dengan
sempurna. Tekanan darah bagian dari vena meningkat, menyebabkan aliran
darah terkumpul dan membuat regangan pada dinding pembuluh darah
vena. Dinding yang mengalami regangan (dilatasi) akan kehilangan
elastisitas akibat tekanan intraluminal yang meningkat. Semakin banyak
pembuluh vena yang mengalami kelemahan semakin banyak pula katup
yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan Pembuluh darah
menjadi lebih besar dan lebih lebar dari waktu ke waktu dan mulai akan
muncul gambaran seperti pembuluh vena yang berkelok-kelok di bawah
kulit.[3,4]
H. Diagnosis
Dalam menangani penderita dengan varises tungkai, pemeriksaan
klinis tetap merupakan dasar penilaian medis sebelum melakukan
pemeriksaan penunjang, meskipun saat ini teknologi dalam menentukan
diagnosis kelainan – kelainan vena sudah berkembang pesat.
Anamnesis
Gejala varises seringkali tidak seimbang dengan perubahan patologis
yang ada. Penderita varises stadium awal dan kecil mungkin mempunyai
keluhan lebih berat dibandingkan pada varises besar dan kronis. Anamnesis
yang penting ditanyakan meliputi:
Keluhan
Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas /
sensasi terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan
kosmetik. Keluhan biasanya berkurang dengan elevasi tungkai, untuk
berjalan atau pemakain bebat elastik dan makin bertambah setelah berdiri
lama, selama kehamilan, menstruasi, atau pengobatan hormonal.[3]
Faktor predisposisi
Ditanyakan keadaan yang menyangkut faktor predisposisi yang telah
disebutkan sebelumnya, antara lain: riwayat varises dalam keluarga, usia,
paritas, keluhan saat menstruasi, pemakaian kontrasepsi hormonal atau
terapi hormonal lain, lama duduk / berdiri.[4]
Penyakit sistemik, pengobatan dan tindakan medis / pembedahan
sebelumnya.
Riwayat penyakit sistemik yang perlu ditanyakan antara lain adalah
riwayat penyakit kardiovaskular, stroke, penyakit diabetes, imobilisasi yang
lama, fraktur / trauma pada tungkai, keganasan, riwayat operasi daerah
abdomen.[4]
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi tungkai dilakukan dibawah penyinaran yang cukup pada
posisi Eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi dari
arah belakang akan membantu visualisasi varises. Perlu diperhatikan tanda
kronisitas dan kelainan kulit seperti telangiektasis, atrofi blanch, dermatitis
stasis, edema, perdarahan dan ulkus. Daerah vena yang berkelok diraba
untuk menilai ketegangan varises dan besarnya pelebaran vena, pulsasi
arteri harus teraba, bila tidak teraba maka harus dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada obstruksi arteri. Mungkin terdapat
pitting edema atau peningkatan turgor otot betis. Distribusi anatomi varises
perlu digambarkan dengan jelas. [3,4]
Beberapa pemeriksaan sederhana mungkin dapat dilakukan, antar
lain uji Brodie-Trendelenburg,Parthez,dapat memperkirakan derajat dan
ketinggian lokasi inkompetensi katup vena, namun seringkali tidak akurat
dan tidak dapat menunjukkan dengan tepat lokasi katup yang abnormal,
sehingga dengan ditemukannya alat ultrasonografi Doppler, nilai dari
pemeriksaan tersebut menjadi kurang. [4,9]
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara
aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade
dalam system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass
karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila
aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk
menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak
memerlukan terapi pembedahan maupun skeroterapi.[4]
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose
tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.
Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja.
Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan
pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan
normal aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang
mengalami varises menjadi berkurang, namun bila adanya obstruksi pada
vena profunda akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan
distesi.[4]
Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian
pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet
terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai
diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.[4,9]
Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan
refluks vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena
profunda. Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana
sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami
varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap
tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah
kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu
inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau
melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi
atau adanya kelainan katup lainnya.[4,9]
I. Penatalaksanaan
Penanganan varises tungkai dapat berupa konservatif (non bedah)
dan/atau pembedahan, tergantung keadaan penderita serta berat ringannya
penyakit. Penanganan ditujukan bukan hanya untuk menghilangkan
keluhan, memperbaiki fungsi vena, perbaikan kosmetik dan mencegah
komplikasi, tetapi juga memperbaiki kwalitas hidup penderita.[9]
Terapi Non Operatif
1. Terapi Kompresi
Dasar penanganan terhadap varises vena adalah terapi kompresi.
Cara ini berfungsi sebagai katup vena yang membantu pompa otot betis
untuk mencegah kembalinya aliran darah vena, edem kaki, dan
bocornya bahan fibrin sehingga mencegah pembesaran vena lebih
lanjut, tetapi tidak mengembalikan ukuran vena.
Terapi kompresi dapat berupa compression stockings,
compression bandages, dan pneumatic compression pumps.
Compression stockings dibagi berdasarkan tekanan terhadap
pergelangan kaki menjadi 4 kategori.[10,11]
Tabel : Indikasi Penggunaan Terapi Kompresi dengan Stoking
Tingkat kompresi Indikasi
(mmHg)
15-20 mmHg Varises ringan (selama kehamilan, pasca bedah)
21-30 mmHg Varises telah menimbulkan gejala, pasca
skleroterapi
31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh
>45 mmHg Phlebolymphedema
Compression Bandages
Perban elastis dapat diaplikasikan secara spiral, kontinu atau metode
angka delapan. Perban elastis dapat diregang (lebih dari 100% dari panjang
aslinya), peregangan pendek (70-100% panjang aslinya). Umumnya, sistem
perban direkomendasikan selama fase terapi pengobatan misalnya kontrol edema,
ulserasi vena, kontrol limfedema. Perban elastis juga lebih praktis bagi pasien
yang tidak dapat menggunakan stocking kompresi atau pasien dengan kulit rapuh.
Kelemahan dari perbanelastis adalah terjadi variabilitas tekanan yang dicapai
bahkan ketika diaplikasikan oleh para profesional yang berpengalaman,
kekurangan perban elastisdalam penggunaan sehari-hari seperti mandi dan
kepatuhan pasien karena ketidaknyamanan.[15]
Gambar : Compression Bandages
2. Skleroterapi
1. Foam Sclerotherapy
Metode awal dari skleroterapi yang menggunakan sklerosan
standar seperti sodium tetradesil sulfat (STS) dan mencampurnya
dengan O2 atau CO2 dalam berbagai rasio untuk membuat busa.
Busa kemudian disuntikkan kedalam vena.13
2. Ultrasonography Guided Foam Sclerotherapy
Merupakan pengembangan lebih lanjut dimana busa disuntikkan
dengan bantuan arahan dari USG. Probe USG dapat melacak jarum
yang memasuki vena dan memastikan penyuntikan di tempat yang
seharusnya.13
3. Microinjection Sclerotherapy
Merupakan skleroterapi yang digunakan pada vena yang kecil dan
juga menggunakan jarum yang sangat kecil.13
Sclerodex
polidokanol 1% to 2%
polidokanol 2% - 3%
polidokanol 3% - 5%
Terapi Pembedahan
1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan
menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan
melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat
untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan
kelompok varises residual setelah dilakukan sphenectomy.[11,13]
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil
atau jarum yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomy
dimasukkan ke dalam dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini.
Menggunakan kaitan kemudian dilakukan traksi pada vena, bagian vena
yang panjang dipisahkan dari perlekatan sekitarnya. bila vena tidak dapat
ditarik apat dilakukan insuisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal
sampai keseluruhan vena.[11,13]
Gambar : Tehnik oprasi Ambulotory phelebectomy
Komplikasi Operasi[19]
1. Memar dan rasa tidak nyaman kadang dialami penderita terutama bila
vena yang diangkat merupakan vena yang berdiameter besar. Namun
pemberian analgetika dapat mengatasi hal ini. Pemberian bebat tekan
juga mengurangi resiko terjadinya hematom / memar.
2. Jejas saraf sensorik kadang ditemukan juga pada pengangkatan varises
tungkai. Nervus Saphenus dan cabang – cabangnya berdekatan dengan
vena saphena magna di daerah betis. Angka kejadian ini diperkirakan
sebesar 1 % dari seluruh operasi. Namun area anaestesi yang kecil dapat
meningkatkan resiko menjadi 10 % nya. Pelaksanaan stripping secara
inverted dan menghindari stripping vena saphena magna di bawah garis
tengah betis dapat mengurangi terjadinya komplikasi ini.
3. Perdarahan dapat terjadi pada operasi stripping varises. Untuk
menghindari ini ligasi dan pemotongan terhadap cabang v. saphena
harus dilakukan secara teliti. Penggunaan bebat tekan juga bermanfaat
dalam mengurangi resiko perdarahan.
4. Infeksi dapat juga terjadi pada pelaksanaan stripping varises. Pemberian
antibiotik profilaksis dan pelaksanaan operasi sesuai kaidah dapat
menghindari komplikasi ini.
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada varises tungkai adalah[3,14]
a. Pendarahan
b. Infeksi
c. Edema tungkai
d. Kerusakan saraf kulit (Saraf saphenous)
e. Limfokel
f. Thrombosis vena dalam
DAFTAR PUSTAKA