VARISES VENA
Pembimbing :
Dr.Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKV
1
ditemukannya alat ultrasonografi Doppler, nilai dari pemeriksaan tersebut
menjadi kurang. Penanganan varises tungkai dapat berupa konservatif (non
bedah) dan/atau pembedahan, tergantung keadaan penderita serta berat ringannya
penyakit. Penanganan ditujukan bukan hanya untuk menghilangkan keluhan,
memperbaiki fungsi vena, perbaikan kosmetik dan mencegah komplikasi, tetapi
juga memperbaiki kualitas hidup penderita. Kami melaporkan laki-laki 60 tahun
dengan varises regio cruris dextra.
Kasus
Seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
nyeri pada betis sebelah kanan sejak 5 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan ketika
pasien berdiri lama lebih dari 15 menit. Nyeri semakin lama semakin berat,
bersifat tajam, hilang timbul, dan nyeri berkurang saat kaki pasien
ditinggikan.Pasien juga merasakan bahwa kakinya terasa cepat lelah dan berat,
terutama pada saat berdiri lama. Kemudian, pasien juga mengeluh rasa kesemutan
dan kram pada kaki bagian tapak kaki yang dialami sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien juga mengeluh kakinya mengalami benjolan dibagian betis belakang
sebelah kirisejak 2 tahun yang lalu. Awalnya penonjolan hanya kecil. Namun,
pada tahun kedua, penonjolan semakin membesar dan berkelok-kelok . Selama 2
tahun terakhir pasien tidak pernah berobat ke dokter maupun mengkomsumsi
obat-obatan seperti obat warung dan herbal,riwayat edema pada tungkai bawah
tidak ada , Riwayat perubahan warna kulit tidak ada,
Kesimpulan
Tatalaksana utama adalah stripping varises vena saphena magna.
Kata Kunci : varises vena, vena saphena magna, stripping varises vena
Koresponden Penulis :
dr. Mukhizal Aqni, Departemen Ilmu Bedah, Universitas Hasanuddin, Makassar,
Sulawesi Selatan, Indonesia. Alamat: Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11, Makassar,
Sulawesi Selatan, Indonesia; Email: muckhizal@yahoo.com
2
BABI
PENDAHULUAN
3
ketidaknyamanan pada banyak penderita. Berdasarkan berbagai penelitian
plebologi di Yunani, hal ini berdampak sosial ekonomi akibat adanya
penurunan produktivitas individu yang menderita, adanya penarikan diri
serta kebutuhan perawatan medis yang terus-menerus dan menimbulkan
masalah dalam keluarga.[1,2]
Banyak faktor, baik endogen maupun eksogen yang diduga berperan
dan dapat mempengaruhi timbulnya Varises Vena Tungkai Bawah.
Beberapa diantaranya yaitu usia, ras, faktor keturunan/riwayat keluarga,
faktor berdiri lama, overweight/obesitas, multiparitas kehamilan, faktor
hormonal (pubertas, menopause, atau penggunaan obat kontrasepsi),
merokok, serta konsumsi alkohol.[1]
Pembuluh vena memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan
dengan arteri, berfungsi untuk mengalirkan darah kembali ke jantung
dengan bantuan kontraksi otot-otot skelet ekstremitas, dan dengan
berfungsinya katup agar tidak terjadi refluks. Refluks atau aliran balik vena
dapat disebabkan oleh katup-katup vena yang tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Walaupun kelainan vena kronis pada ekstremitas tidak
mengancam jiwa, tetapi dapat menimbulkan morbiditas yang memerlukan
penanganan yang tepat. [2,3]
Dari dulu sampai sekarang para ahli tiada henti-hentinya mencoba
menangani varises dan komplikasinya. Perdarahan spontan jarang terjadi,
biasanya ada trauma ringan, dan ini akan menyebabkan pasien datang
berobat. Kemajuan yang besar telah dicapai mengenai terapi, dan
pengetahuan yang mendasar dihimpun melalui anatomi, etiologi, patologi,
dan patofisiologi. Varises dan komplikasinya jarang sekali menyebabkan
kematian, betapapun besar dan banyaknya keluhan yang diderita pasien.
Karena itu kesalahan yang berakibat fatal harus dicegah.[2,3]
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis ruangan Lontara 2 Bawah Depan Rs
Wahidin Sudirohusodo pada hari Selasa,6desember 2017 jam 15.30 WITA.
1) Keluhan Utama
Nyeri pada betis sebelah kanan
5
Pasien juga mengeluh kakinya mengalami benjolan dibagian betis
belakang sebelah kirisejak 2 tahun yang lalu. Awalnya penonjolan hanya
kecil. Namun, pada tahun kedua, penonjolan semakin membesar dan
berkelok-kelok .Selama 2 tahun terakhir pasien tidak pernah berobat ke
dokter maupun mengkomsumsi obat-obatan seperti obat warung dan
herbal,riwayat edema pada tungkai bawah tidak ada , Riwayat perubahan
warna kulit tidak ada, Riwayat penurunan nafsu makan turun dan
penurunan berat badat tidak ada ,Riwayat demam tidak ada.
6
5) Tinjauan Sistem
Sistem saraf : Kaki kesemutan (+), nyeri kepala (-), kejang (-),
kelemahan motorik (-)
Sistem kardiovaskular : nyeri dada (-), perasaan berdebar-debar (-)
Sistem pernapasan : batuk (-), pilek (-), sesak (-)
Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), kembung (-), diare (-),
nyeri perut (-), BAB normal
Sistem urogenital : nyeri saat berkemih (-), BAK terganggu (-)
Sistem intergumen : bercak-bercak kemerahan (-), gatal-gatal (-)
Sistem muskuloskeletal : nyeri pada dorsum pedis dextra dan sinistra
(+), kaki cepat
pegal, terasa berat
7
Cara berjalan :Antalgic gait (+)
Cara berbaring / duduk :Aktif
Penampilan :Sesuai usia, masih memperhatikan
penampilan
Sikap pasien :kooperatif
Kelainan yang tampak :lemah (+), pucat (-), sianotik (-), ikterik (-),
dispnoe (-), edema (-), dehidrasi (-), kejang
(-), korea (-), atetosis (-), tremor (-)
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah :130 / 80 mmHg
Denyut Nadi :Frekuensi: 80 kali / menit, isi cukup,
teratur, ekual
Suhu :36,5oC
Pernapasan :18 kali / menit, teratur, tipe abdomino-
torakal
Data Antropometri
Berat badan :98 kg
Tinggi badan :168 cm
IMT : 34,72
Kepala :Normocephali, deformitas (-)
Wajah :Simetris kanan & kiri, pucat (-), kemerahan
(-), sianotik (-), ikterik (-)
Rambut :warna hitam, distribusi merata, tak mudah
dicabut
Leher
Gerak :keterbatasan gerak leher (-)
Kelenjar limfe :tak teraba membesar kanan & kiri
Kelenjar tiroid :tak teraba membesar kanan & kiri
Arteri karotis :(+) / (+)
Vena jugularis eksterna : JVP 5 + 2 cmH2O
8
Trakea :simetris, tracheal tug (-)
9
Toraks
Inspeksi
Dinding toraks :roseolla spots (-), ptechiae (-)
Gerak dinding toraks :napas simetris statis dan dinamis, tidak
tampak gerakan napas yang tertinggal
Palpasi
Gerak dinding toraks :gerak kedua hemitoraks sama, tidak
terabagerakannapasyang tertinggal
Vocal fremitus : sama pada kedua hemitoraks
Iktus kordis :letak 1-2 cm ICS V medial linea
midklavikularissinistra, diameter +/- 2 cm,
kekuatan cukup
Sela iga :melebar (+)
Perkusi
Keadaan paru :Sonor pada kedua hemitoraks
Batas kanan jantung :ICS III – V sepanjang linea sternalis dextra
Batas paling kiri jantung :ICS V, 1-2 cm medial terhadap linea
midklavikularis sinistra
Batas atas jantung :ICS III linea sternalis kiri
Batas bawah paru :tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi
Jantung
Bunyi jantung I dan II (S1 & S2) :reguler
Bunyi jantung tambahan :S3 (-), S4 (-)
Bising jantung :(-)
Paru
Suara napas :vesikuler (+)/(+) sama pada kedua
lapangparu
Suara napas tambahan :ronkhi (-)/(-) basah pada kedua apeks paru,
wheezing (-)/(-)
10
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : cembung
Kulit dinding perut dan umbilikus : sawo matang,roseolla spots (-),venektasi(-),
smilling umbilkus (-)
Gerak dinding perut : Mengempis waktu inspirasi, mengembang
saat ekspirasi; pulsasi (-)
Gerak peristaltik usus : tak tampak
Palpasi
Rigiditas dinding perut : supel, defans muskular (-)
Nyeri tekan / nyeri lepas : nyeri tekan (-) & nyeri lepas (-) di seluruh
kuadran abdomen
Asites : undulasi (-)
Tumor intra / ekstraabdominal : massa (-)
Hepar (hati) : hepar tak teraba
Vesica vellea (kantung empedu) : Murphy’s sign (-)
Lien / spleen (limpa) : lien tak teraba
Ren (ginjal) : Ballotement test (-)
Perkusi
Distribusi gas : timpani, batas paru – hepar ICS VI linea
midklavikularis dextra
Asites (minimal) : shifting dullness (-)
Traube’s area : timpani
Auskultasi
Bising usus : (+), 3 kali per menit
Suara pembuluh darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Bunyi gesek (friction rub) : tidak dilakukan pemeriksaan
11
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas atas
Inspeksi
Proporsi : sesuai dengan proporsi tubuh
Simetri : simetris kanan dan kiri
Kelainan : pucat (-)/(-), ikterik (-)/(-), ptechiae (-)/(-)
Palpasi
Kulit : akral hangat, kelembaban cukup, CRT<2 detik, oedem (-)/(-)
Otot : normotrofi
Ekstremitas bawah
Inspeksi
Proporsi : Sesuai dengan proporsi tubuh
Simetri : Simetris kanan dan kiri
Palpasi
Kulit :akral hangat, kelembaban cukup, CRT < 2 detik
Otot :normotrofi
12
Status Lokalis
STATUS LOKALIS (EXTREMITAS INFERIOR)
Kaki dextra Kaki sinistra
Luka Tidak ada Tidak ada
Perdarahan aktive Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Hematoma Tidak ada Tidak ada
Warna Pelebaran vena (+) Tidak ada
dari femoris dextra
menyebar hingga
gastronemius dextra
pada sisi medial,
berkelok, dengan
ukuran 4 mm.
STATUS VASCULAR
KAKI DEXTRA KAKI SINISTRA
Pulsasi :
Ateri femoralis Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri Poplitea Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri tibialis Anterior Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri tibialis Posterior Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri dorsalis Pedis Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Warna Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan
Suhu Hangat Hangat
Capilary Refill Time <3 detik < 3 detik
Saturasi Oksigen 99 % 99%
13
2.4 Pemeriksaan Penunjang (Data sekunder)
2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium Darah (Data sekunder)
Laboratorium darah tanggal 5 Desember 2017
Pemeriksaan (5/12/2017) Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 15,6 13,2 – 17,3 g/dl
Hematokrit 48 40 – 52 %
Trombosit 428 150 – 440 ribu/uL
Leukosit 12,2 3,8 – 10,6 ribu/uL
Eritrosit 5,4 4,4 – 5,9 juta/uL
RDW 11,5 <14 %
MCV 89,9 80 – 100 fL
MCH 29 26 – 34 Pg
MCHC 32,2 32 – 36 g/dL
Faal Hemostatis
Masa Perdarahan 1.30 1-6 Menit
Masa Pembekuan 12.00 5 – 15 Menit
Kimia Klinik
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah 114 < 110 Mg/dL
Sewaktu
14
15
16
17
Telah dilakukan pemeriksaan USG Doppler Extremitas bawah dengan
hasil sebagai berikut:
Extremitas Inferior Dextra :
- Tampak dilatasi vena saphena magna 1/3 media pada region genu
dextra dengan pola serpiginous
- V. Femoralis : kaliber lumen dalam batas normal, tidak tampak echo
debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas normal
- Saphenofemoral junction : kaliber lumen dalam batas normal, tidak
tampak echo debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas
normal
- V. Poplitea : kaliber lumen dalam batas normal, tidak tampak echo
debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas normal
- V. Tibialia anterior et posterior : kaliber lumen dalam batas normal,
tidak tampak echo debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam
batas normal
18
Extremitas Inferior Sinistra :
- V. Femoralis : kaliber lumen dalam batas normal, tidak tampak echo
debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas normal
- Saphenofemoral junction : kaliber lumen dalam batas normal, tidak
tampak echo debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas
normal
- V. poplitea : kaliber lumen dalam batas normal, tidak tampak echo
debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas normal
- V.tibialia anterior et posterior : kaliber lumen dalam batas normal,
tidak tampak echo debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam
batas normal
2.5 Resume
Pasien masuk rumah sakit wahidin sudirohusodo dengan keluhan
nyeri pada betis sebelah kanan sejak 5 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan
ketika pasien sedang berjalan dan pada saat berdiri lama ,Nyeri semakin lama
semakin memberat, bersifat tajam, terasa cepat lelah, rasa kesemutan dan
berkurang apabila pasien duduk dan meniggikan kakinya.
Pasien juga mengalami penonjolan vena sejak 2 tahun yang lalu.
Penonjolan vena pada paha sebelah kanan menyebar hingga ke sisi medial
dari betis sebelah kakikanan.
19
STATUS LOKALIS (EXTREMITAS INFERIOR)
Kaki dextra Kaki sinistra
Luka Tidak ada Tidak ada
Perdarahan aktive Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Hematoma Tidak ada Tidak ada
Warna Pelebaran vena (+) Tidak ada
dari femoris dextra
menyebar hingga
gastronemius dextra
pada sisi medial,
berkelok, dengan
ukuran 4 mm.
2.7 Penatalaksanaan
20
Cek darah lengkap (Darah rutin dan Kimia Darah)
Foto thoraks Posisi AP/LATERAL
USG Dopler
Analgetik
Pro operasi (Stripping)
21
Laporan Operasi
1. Buat marking site dengan menggunakan spidol
2. Pasien dalam posisi supine diberi anestesi regional
3. Dilakukan asepsis dan antisepsis
4. Lakukan insisi pada kulit sepanjang 2 cm diatas malleolus medialis dextra
5. Jaringan subkutan dibuka dan fascia di insisi sehingga tampak vena saphena
magna dengan jelas
6. Vena saphena magna distal di teugel pada dua tempat dan dilakukan ligasi dan
dipotong
7. Dan dilanjutkan dengan ligasi tinggi dengan insisi kulit sepanjang 4 cm
dibawah ligamentum inguinal medial dari arteri femoralis
8. Jaringan subkutandibuka dan fascia diinsisi sehingga tampak Vena saphena
magna dengan jelas
9. Vena saphena magna diteugel pada dua tempat dan dipotong
10. Dilanjutkan dimasukkan stripper dari distal (retrograde) sampai proximal lalu
dilakukan prosedur stripping
11. Lalu penekanan extremitas ditekan selama 10 menit
12. Cuci luka dengan NaCl 0,9 % hingga bersih
13. Jahit luka lapis demi lapis
14. Lalu pasang stocking extremitas inferior
22
23
24
2.8 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
25
2.9 Tindak Lanjut (Follow Up)
26
3.0 Diskusi
Seorang laki-laki berusia 60 tahun didiagnosis dengan varises vena
pada extremitas inferior dextra . Penegakkan diagnosis ini berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik Dari hasil anamnesis, diperoleh data bahwa
sejak 5 tahun yang lau telah memiliki benjolan berwarna kebiruan pada
extremitas inferior dextra. Awalnya, benjolan hanya sebesar kacang kemudian
semakin membesar dan menjalar . Adanya benjolan yang semakin membesar
dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti kelainan kongenital, keganasan,
infeksi maupun usia. Kemungkinan penyebab benjolan karena infeksi dapat
disingkirkan karena keluhan tersebut tidak disertai demam, benjolan tidak
berwarna kemerahan, benjolan tidak teraba hangat, dan benjolan tidak pernah
mengeluarkan pus. Kemungkinan penyebab benjolan karena keganasan juga
dapat disingkirkan karena tidak adanya pertumbuhan benjolan yang
berlangsung progresif dalam waktu singkat. Di samping itu, pada pasien juga
tidak ditemukan adanya riwayat penurunan berat badan drastis dan lemas.
Benjolan kebiruan extremitas inferior dextrta telah ada sejak 5 tahun yang
lalu seiring dengan pertambahan usia, maka kemungkinan yang masih
dipikirkan yaitu faktor usia dmana dinding vena menjadi lemah karena lamina
elastis menjadi tipis dan atropik bersama dengan adanya generasi otot polos.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan massa berbenjol-benjol panjang
pada region cruris dextra warna kebiruan, tidak tampak perdarahan aktif.
massa berukuran +2 cm x 1 cm x 1 cm pada , konsistensi kenyal, berbatas
tegas, terdapat nyeri tekan, tidak teraba hangat, tidak teraba pulsatil, pengisian
lambat. Massa berbenjol-benjol dengan warna kebiruan, konsistensi kenyal,
dan tidak ada tanda radang menandakan kemungkinan adanya kelainan pada
pembuluh darah. Kelainan pada pembuluh darah yang mungkin menyebabkan
perubahan warna kulit menjadi kebiruan, yaitu varises vena. Varises vena
Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas / sensasi
terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan kosmetik.
Keluhan biasanya berkurang dengan elevasi tungkai.1 Pada pasien ini,
27
benjolan tidak pernah mengecil maupun menghilang. Benjolan terus menerus
berkembang seiring dengan pertambahan usia pasien. Pada pasien ini, tidak
teraba pulsatil pada benjolan, dan uji Brodie-Trendelenburg, Perthes. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami kelainan pembuluh darah tipe low-
flow. Dalam hal ini, varises vena. Berdasarkan anamnesis ,pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis varises vena regiocruris
dextra
Pemilihan tindakan terapi pada pasien berdasarkan pada keadaan klinis
pasien. Saat ini, pasien mengalami nyeri pada benjolan dan pembengkakan .
Hal ini menunjukkan salah satu indikasi dilakukannya pembedahan pada
pasien dengan varises vena. Pada tanggal 7 Desember 2017, telah dilakukan
pembedahan Stripping Procedure.
Prognosis quo ad vitam pada pasien adalah bonam. Hal ini dikarenakan
lokasi varises vena pada pasien terletak di betis sehingga tidak menyebabkan
adanya ancaman nyawa. Prognosis quo ad functionam pada pasien adalah
dubia ad bonam. Prognosis quo ad sanactionam adalah dubia ad malam. Pada
pasien, masih dapat terjadi rekurensi. Oleh karena itu, pasien dianjurkan
untuk kontrol untuk menilai perkembangan klinisnya.
28
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
29
ke dalam sistem profunda melalui v. perforantes. Penderita dengan
insufisiensi vena, darah mengalir dari sistem v. profunda ke dalam vena
superfisialis, sedangkan pada orang sehat katup – katup dalam v.
perforantes mencegah hal ini.[4,5]
30
Gambar 1. Anatomi susunan vena tungkai4
31
Gambar 2. Anatomi Susunan Vena Tungkai4
3.2 Definisi
Varises tungkai adalah vena superfisial yang mengalami dilatasi,
pemanjangan dan berkelok-kelok dengan fungsi katup yang
abnormal.Varises bisa terjadi di bagian tubuh manapun, namun lebih banyak
ditemukan di daerah tungkai bawah, dikarenakan peningkatan tekanan saat
tubuh berdiri dan berjalan. Serta pada saattungkai bawah menopang berat
badan. Hal-hal ini dapat meningkatkan tekanan pada pembuluh darah vena di
bagian tungkai bawah.[3,4]
3.3 Epidemiologi
Varises tungkai lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, hal ini sering
dikaitkan dengan kehamilan dan faktor hormonal.DataStudi pada
Edinburgh Vein Study 2003 USA, dimana partisipasi orang-orang yang
dipilih secara acak. Seperti yang diharapkan, dari 2211 Penderita,dimana
orang tua dengan rata-rata umur dari pria dan wanita berkisaran 60 tahun.
Ditemukan pria tiga kali lebih sedikt dibanding wanita, dimana wanita
33,6% dan laki-laki 11,0%. [2]
32
Insiden meningkat dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada
usia 30 – 40 tahun. Penelitan di London periode 1992mendapatkan 1226
penderita varises tungkai dan terbanyak usia 20 – 30 tahun sedangkan
perbandingan wanita dan pria adalah 9,95 :1.[3]
3.4 ETIOLOGI
Terjadinya varises tungkai pada dasarnya dibagi menjadi 3 faktor yang
yaitu:[3,4]
1. Vena varikosa primer
Vena varikosa primer terjadi jika katup sistem vena superfisial (vena
saphena magna, vena saphena parva, dan vena perforantes) gagal untuk
menutup sebagaimana mestinya, sehingga akan terjadi refluks kearah
bawah dan terjadi dilatasi vena yang kronis, sedangkan sistem vena
profunda masih normal.[3]
2. Vena varikosa sekunder
Varises sekunder terjadi akibat sistem vena profunda mengalami
thrombosis / tromboplebitis atau adanya fistula arteovenosa, semula
keadaan katupnya normal selanjutnya terjadi kompensasi pelebaran pada
vena superfisial, sehingga setiap gerakan otot akan semakin menambah
jumlah darah kearah vena profunda dan vena superfisial, akibatnya
terjadi peningkatan tekanan vena dan gangguan mikrosirkulasi.[4]
3. Kelemahan dinding pembuluh vena
Berkurangnya elastisitas dinding pembuluh vena yang menyebabkan
pembuluh venamelemah dan tak sanggup mengalirkan darah ke jantung
sebagaimana mestinya. Alirandarah dari kaki ke jantung sangat melawan
gravitasi, karena itu pembuluh darahharus kuat, begitu juga dengan
dinamisasi otot disekitarnya. [3,4]
33
Faktor – faktor yang diduga berperan serta dapat mempengaruhi timbulnya
varises tungkai, antara lain.[1,4]
a. Faktor genetik
Ditunjukkan dengan terjadinya penyakit yang sama pada beberapa
anggota keluarga dan apabila ada gejala varises pada usia remaja.
b. Faktor kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat
hamil yang kakisemakin terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki,
tungkai, pangkal paha dan perutbagian bawah pun terhambat
c. Faktor hormonal
Estrogen menyebabkan relaksasi otot polos dan perlunakan jaringan
kolagen sehingga meningkatkan distensibilitas vena. Selain itu dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler dan edem. Progesteron menyebakan
penurunan tonus vena dan peningkatan kapasitas vena sehingga dapat
menginduksi terjadinya stasis vena, hal ini disebabkan karena adanya
hambatan pada kontraksi dinding vena. Hal ini dapat dilihat pada
penderita yang mendapat terapi hormonal atau apada siklus menstruasi.
d. Faktor berdiri lama
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah bebankerja pembuluh vena dalam mengalirkan
darahBerdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah bebankerja pembuluh vena dalam mengalirkan
darah,sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan
elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katu Bila profesi Anda
mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi
statis (diam), tapi tetap bergerak.Misalnya dengan berjalan di tempat,
agar otot tungkai dapat terus bekerja memompadarah ke jantung.
e. Obesitas
Hal ini dihubungkan dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat
peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur
penyangga vena.
34
f. Faktor usia
Pada usia lanjut insiden varises akan meningkat. Dinding vena menjadi
lemah karena lamina elastis menjadi tipis dan atropik bersama dengan
adanya degenerasi otot polos. Disamping itu akan terdapat atropi otot
betis sehingga tonus otot menurun.
g. Merokok
Kandungan zat berbahaya dalam rokok membuat pembuluh darah
menjadi kaku danterjadi penyempitan, sehingga dinding pembuluh
tidak elastis lagi.
PATOFISIOLOGI
Katubvenayangnormaldankontraksiototbetis yang bertanggung jawab
terhadap aliranbalikvenamelawangravitasi.Kontraksi ototmemungkinkan darah
dialirkan masuk ke dalam vena yang letaknya intermuskulair yang selanjutnya
masuk atrium. Dengan adanya katub yang kompeten darah yang telah naik tidak
akan kembali.[3,4]
Varises dimulai ketika satu atau lebih katup gagal menutup dengan
sempurna. Tekanan darah bagian dari vena meningkat, menyebabkan aliran
darah terkumpul dan membuat regangan pada dinding pembuluh darah vena.
Dinding yang mengalami regangan (dilatasi) akan kehilangan elastisitas akibat
tekanan intraluminal yang meningkat. Semakin banyak pembuluh vena yang
mengalami kelemahan semakin banyak pula katup yang mengalami kerusakan
sehingga menyebabkan Pembuluh darah menjadi lebih besar dan lebih lebar dari
waktu ke waktu dan mulai akan muncul gambaran seperti pembuluh vena yang
berkelok-kelok di bawah kulit.[3,4]
35
Gambar 3. Musculus Pump[4]
36
3.5 Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Secara klinis varies tungkai dikelompokan berdasarkan jenisnya,
yaitu:[4,6]
a. Varises trunkal
Merupakan varises v. saphena magna dan v. saphena parva,
diameter lebih dari 8 mm, warna biru – biru kehijauan.
b. Varises retikuler
Varises yang mengenai cabang v. saphena magna atau v. saphena
parva yang umunya kecil dan berkelok – kelok, diameter 2 – 8 mm,
warna biru – biru kehijauan.
c. Varises kapiler
Merupakan vena subkutis yang tampak sebagai kelompok serabut halus
dari pembuluh darah, diameter 0,1 – 1 mm, warna merah atau sianotik
(jarang).
Berdasarkan berat ringannya, varises tungkai dibagi atas 4 stadium,
yaitu:[6]
Stadium 1
Keluhan samar (tidak khas) rasa berat, mudah lelah pada tungkai setelah
berdiri atau duduk lama. Gambaran pelebaran vena berwarna kebiruan
tidak jelas.
Stadium 2
Mulai tampak pelebaran vena, palpable dan menonjol.
Stadium 3
Varises tampak jelas, memanjang, berkelok – kelok pada paha atau
tungkai bawah, dapat disertai telangiektasis / “spider vein”
Stadium 4
Terjadi kelainan trofik berupa ulkus varikosum.
.
Menurut klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic,
Pathophysiologic (CEAP),Ad Hoc Committee on reporting standar society
for Vascular /North America Chapter,International Society for
37
Cardiovascular Surgery, tahun 2004varises vena tungkai bawah dibagi
berdasarkan berat ringan manifestasi klinisnya, yaitu :[4]
38
Etiologic Clasification:
Congenital
Primary
Secondary
Tidak ada kelainan vena
Anatomic Classification
Vena Supervicialis
Vena perforator
Deep Vein
Tidak ada kelainan vena
Pathophysiologic Classification
Reflux
Obstruksi
Reflux dan Obstruksi
Tidak ada kelainan vena
39
Gambar 6: Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)
derajat 1, Retricular[3]
40
Gambar 9 :KlasifikasiClinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)
derajat 3, Edema[4]
41
Gambar 12: Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)
derajat 5,Ulcus vena tidak aktif[5]
42
mempengaruhi adhesi leukosit (neutrofil) pada mikrosirkulasi dan venulae
post kapiler, sehingga leukosit akan terperangkap pada endotel dan
teraktivasi sehingga melepaskan radikal bebas, enzim proteolitik dan
sitokin. Disamping itu fibrin perikapiler akan menjadi barier terhadap difusi
oksigen dan nutrisi lain. Semua keadaan ini menyebabkan kerusakan
jaringan berupa hipoksia, ischemia, nekrosis, pigmentasi kulit dan ulkus.[6]
3.6 DIAGNOSIS
Dalam menanganipenderita dengan varises tungkai, pemeriksaan klinis
tetap merupakan dasar penilaian medis sebelum melakukan pemeriksaan
penunjang, meskipun saat ini teknologi dalam menentukan diagnosis
kelainan – kelainan vena sudah berkembang pesat.
Anamnesis
Gejala varises seringkali tidak seimbang dengan perubahan patologis
yang ada. Penderita varises stadium awal dan kecil mungkin mempunyai
keluhan lebih berat dibandingkan pada varises besar dan kronis. Anamnesis
yang penting ditanyakan meliputi:
Keluhan
Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas /
sensasi terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan
kosmetik. Keluhan biasanya berkurang dengan elevasi tungkai, untuk
berjalan atau pemakain bebat elastik dan makin bertambah setelah berdiri
lama, selama kehamilan, menstruasi, atau pengobatan hormonal.[3]
Faktor predisposisi
Ditanyakan keadaan yang menyangkut faktor predisposisi yang telah
disebutkan sebelumnya, antara lain: riwayat varises dalam keluarga, usia,
paritas, keluhan saat menstruasi, pemakaian kontrasepsi hormonal atau
terapi hormonal lain, lama duduk / berdiri.[4]
Penyakit sistemik, pengobatan dan tindakan medis / pembedahan
sebelumnya.
43
Riwayat penyakit sistemik yang perlu ditanyakan antara lain adalah
riwayat penyakit kardiovaskular, stroke, penyakit diabetes, imobilisasi yang
lama, fraktur / trauma pada tungkai, keganasan, riwayat operasi daerah
abdomen.[4]
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi tungkai dilakukan dibawah penyinaran yang cukup pada
posisi Eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi dari
arah belakang akan membantu visualisasi varises. Perlu diperhatikan tanda
kronisitas dan kelainan kulit seperti telangiektasis, atrofi blanch, dermatitis
stasis, edema, perdarahan dan ulkus. Daerah vena yang berkelok diraba untuk
menilai ketegangan varises danbesarnya pelebaranvena, pulsasi arteri harus
teraba, bila tidak teraba maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mengetahui apakah ada obstruksi arteri. Mungkin terdapat pitting edema atau
peningkatan turgor otot betis. Distribusi anatomi varises perlu digambarkan
dengan jelas. [3,4]
Beberapa pemeriksaan sederhana mungkin dapat dilakukan, antar lain
uji Brodie-Trendelenburg,Parthez,dapat memperkirakan derajat dan
ketinggian lokasi inkompetensi katup vena, namun seringkali tidak akurat dan
tidak dapat menunjukkan dengan tepat lokasi katup yang abnormal, sehingga
dengan ditemukannya alat ultrasonografi Doppler, nilai dari pemeriksaan
tersebut menjadi kurang. [4,9]
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara
aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade
dalam system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass
karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran
darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk
menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak
memerlukan terapi pembedahan maupun skeroterapi.[4]
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose
tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.
44
Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja.
Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan
pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal
aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami
varises menjadi berkurang, namun bila adanya obstruksi pada vena profunda
akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi.[4]
Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian
pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet
terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai
diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.[4,9]
Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan
refluks vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena
profunda. Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana
45
sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami
varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap
tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah
kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu
inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau
melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi
atau adanya kelainan katup lainnya.[4,9]
46
Duplex venous scanning
Phlebography
Ultrasonografi Doppler
Beberapa pemeriksaan seperti Tes Trendelenburg dan Tes Parthez dapat
memperkirakan derajat dan ketinggian lokasi inkompetensi katup vena,
namun ultrasonografi doppler dapat menunjukkan dengan tepat lokasi
katup yang abnormal. [8]
Duplex ultrasonography
Merupakan modalitas pencitraan standar untuk diagnosis sindrom
insuffisiensi vena dan untuk perencanaan pengobatan serta pemetaan
sebelum operasi. Duplex ultrasonography adalah kombinasi dari
pencitraan model B dan Doppler. Pencitraan model B menggunakan
tranduser gelombang ultra yang ditempelkan pada kulit sebagai sumber
dan detektor. Pantulan gelombang suara yang terjadi dapat memberikan
citra struktur anatomi, dan pergerakan struktur tersebut dapat dideteksi
dalam bentuk bayangan. [8]
47
Gambar 17. Vena Femoralis normal12
Plebography
Plebography merupakan pemeriksaan invasif yang menggunakan medium
kontras. Terdapat 4 teknik pemeriksaan yaitu : ascending, descending,
intra osseus, dan varicography. Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya
sumbatan dan menunjukkan vena yang melebar, berkelok-kelok serta
katup yang rusak. Plebography juga dapat menunjukkan kekambuhan
varises vena tungkai bawah paska operasi yang sering disebabkan oleh
kelainan vena perforantes.[9]
Gambaran Normal
- Aliran kontrak akan mengisi vena dan cabang-cabangnya bebas
hambatan (lancar)
- Katup venapun dapat divisualisasikan dengan jelas
48
Gambar 19. Kontras masuk dengan Gambar 20. Phlebogram dari vena Gambar 21. Phlebogram
lancar mengisi vena iliaka dan femoralis dan cabang-cabangnya, memperlihatkan gambaran katup-
sebagian telah mengisi vesical tanda panah menunjukkan kontras katup vena femoralis dengan baik
urinaria dan nampak vena safena yang mengisi vena safena
bermuara pada vena iliaka
Gambar 22. Varices dan Venous valve incompetence dari vena-vena komunis
cruris kanan
49
3.7 Penatalaksanaan
Penanganan varises tungkai dapat berupa konservatif (non bedah)
dan/atau pembedahan, tergantung keadaan penderita serta berat ringannya
penyakit. Penanganan ditujukan bukan hanya untuk menghilangkan keluhan,
memperbaiki fungsi vena, perbaikan kosmetik dan mencegah komplikasi,
tetapi juga memperbaiki kwalitas hidup penderita.[9]
(mmHg)
15-20 mmHg Varises ringan (selama kehamilan, pasca bedah)
21-30 mmHg Varises telah menimbulkan
gejala,pascaskleroterapi
31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh
>45 mmHg Phlebolymphedema
Compression Bandages
Perban elastis dapat diaplikasikan secara spiral, kontinu atau metode
angka delapan. Perban elastis dapat diregang (lebih dari 100% dari panjang
50
aslinya), peregangan pendek (70-100% panjang aslinya). Umumnya, sistem
perban direkomendasikan selama fase terapi pengobatan misalnya kontrol edema,
ulserasi vena, kontrol limfedema. Perban elastis juga lebih praktis bagi pasien
yang tidak dapat menggunakan stocking kompresi atau pasien dengan kulit rapuh.
Kelemahan dari perbanelastis adalah terjadi variabilitas tekanan yang dicapai
bahkan ketika diaplikasikan oleh para profesional yang berpengalaman,
kekurangan perban elastisdalam penggunaan sehari-hari seperti mandi dan
kepatuhan pasien karena ketidaknyamanan.[15]
51
pergelangan kaki terbatas, atau yang memiliki penyakit arteri perifer. Kekurangan
kompresi pneumatikadalah mahal, kebesaran , sulit untuk mobilisasi, dan
membutuhkan pasokan listrik.15
52
Penyuntikan larutan (sklerosan) ke dalam vena
menyebabkan iritasi tunika intima dan merusak lapisan endotel,
sehingga menyebabkan trombosis, endosklerosis, dan fibrosis,
selanjutnya pembuluh darah yang nekrosis akan diserap oleh
jaringan sekitarnya tanpa terjadi rekanalisasi. Sklerosan dapat
digolongkan dalam 3 jenis, yaitu: larutan deterjen (polidokanol),
larutan hipertonik (NaCl 3%), iritan kimia (polyiodide iodide). [11]
Skleroterapi dilakukan untuk jenisvarises telangiektasis,
retikular, varises persisten serta varises pada penderita lanjut usia.
Kontra indikasi skleroterapi pada varises vena tungkai bawah
adalah:
1. DVT Akut
2. Malvormasi vena berat
3. riwayat trombosis vena profunda
4. penyakit pembekuan darah.
Sedangkan kontra indikasi relatif adalah 1)kehamilan,2) penderita
imobilisasi,3)diabetes,4) obesitas,5)urtikaria, dan 6)dugaan alergi
terhadap sklerosan.
Efek samping yang mungkin timbul adalah 1)urtikaria,
2)hiperpigmentasi,3)dermatitiskontak,4)folikulitis,5)
telangiektasis,6)lepuh,7) erosi,8) memar di sekitar suntikan, dan
9)rasa nyeri. Komplikasi yang lebih serius tetapi jarang adalah
1)nekrosis kulit,2) ulkus, 3)mikrotrombus, 4)hematom
intravaskular,5)tromboplebitis superfisialis,6)trombosis vena
profunda dengan emboli paru,7) anafilaksis. [11]
53
Sodium tetradisil sulfat 0.1% - 0.3%
Sclerodex
polidokanol 1% to 2%
polidokanol 2% - 3%
polidokanol 3% - 5%
54
Gambar 26: injeksi Scleroterapy dengan Usg.(11]
55
Gambar 27: Endovenous Laser therapi.(11]
2. Radiofrekuensi ablasi (RF)
Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter
radiofrekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk menghangatkan dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh darah. Pemanasan ini
menyebakan denaturasi protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena.
Kateter dimasukkan sampai ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal
Saphenofemoral Junction yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
Ultrasonografi. Ujung kateter menempel pada endotel vena, kemudian energy
radiofrekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk memanaskan
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah energy yang diberikan
dimonitor melalui sensor termal yang diletakkan di dalam pembuluh darah.
Sensor ini berfungsi mengatur suhu yang sesui agar ablasi endotel terjadi.[11,12]
56
Gambar 24. Radifrekuensi Ablasi[12]
Terapi Pembedahan
1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan
menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan
melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat
untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan
kelompok varises residual setelah dilakukan sphenectomy.[11,13]
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil
atau jarum yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomy
dimasukkan ke dalam dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini. Menggunakan
kaitan kemudian dilakukan traksi pada vena, bagian vena yang panjang
dipisahkan dari perlekatan sekitarnya. bila vena tidak dapat ditarik apat
dilakukan insuisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal sampai
keseluruhan vena.[11,13]
Namun, tingkat kekambuhan bisa tinggi jika sumber refluks tidak
diatasi. Indikasi phlebectomy untuk varises dengan berbagai ukuran.
Kontraindikasi phlebectomy adalah pasien yang telah melakukan skleroterapi
dan stripping sebelumnya.
Efek samping phlebectomy antara lain pigmentasi kulit, kerusakan
saraf kulit. [17]
57
Gambar 28. Tehnik oprasi Ambulotory phelebectomy12
Indikasi Operasi(19)
58
2. Varises tungkai yang menyertai insufisiensi kronis vena dalam.
Dimana sebetulnya keluhan penderita lebih diakibatkan karena
insufisiensi tersebut daripada varises itu sendiri.
3. Varises tungkai yang menyertai beberapa kondisi kronis yang
sebetulnya mendasari keluhan penderita seperti : artritis degeneratif,
penyakit arteri oklusif, sindroma neurogenik, lymphedema, gagal
jantung kongestif dan obesitas.
4. Varises tungkai yang ditemukan bersama fistel arterio – venosus atau
kelainan vena kongenital seperti Sindroma Klippel – Trenaunay
(terjadinya kerusakan remodelling pembuluh darah sehingga
menyebabkan hipertropi jaringan lunak)
Komplikasi Operasi(20)
59
1. Memar dan rasa tidak nyaman kadang dialami penderita terutama bila
vena yang diangkat merupakan vena yang berdiameter besar. Namun
pemberian analgetika dapat mengatasi hal ini. Pemberian bebat tekan juga
mengurangi resiko terjadinya hematom / memar.
2. Jejas saraf sensorik kadang ditemukan juga pada pengangkatan varises
tungkai. Nervus Saphenus dan cabang – cabangnya berdekatan dengan
vena saphena magna di daerah betis. Angka kejadian ini diperkirakan
sebesar 1 % dari seluruh operasi. Namun area anaestesi yang kecil dapat
meningkatkan resiko menjadi 10 % nya. Pelaksanaan stripping secara
inverted dan menghindari stripping vena saphena magna di bawah garis
tengah betis dapat mengurangi terjadinya komplikasi ini.
3. Perdarahan dapat terjadi pada operasi stripping varises. Untuk
menghindari ini ligasi dan pemotongan terhadap cabang v. saphena harus
dilakukan secara teliti. Penggunaan bebat tekan juga bermanfaat dalam
mengurangi resiko perdarahan.
4. Infeksi dapat juga terjadi pada pelaksanaan stripping varises. Pemberian
antibiotik profilaksis dan pelaksanaan operasi sesuai kaidah dapat
menghindari komplikasi ini
60
Gambar 29: Ligasi vena dan striping vena.(13]
61
Phelebektomi dengan transiluuminasi merupakan metode unutk ablasi
varises yang lebih cepat dan reliabel. teknik ini menggunakan transluminator
yang dialirkan melewati bagian dalamdari varises dan sebuah suction resector
dimasukan melalui insisi di kulit cara kerjanya vena akan diisap melalui
resector.Efeksampingyangditimbulkandari teknik ini diantaranya
selulitis,cedera saraf saphenenous dan hematom.[21]
Namun teknik ini dapat kita lakukan pada pembedahan dengan
varises yang rekuren dimana didapatkan jaringan parut perivaskular dan
kekakuan pembuluh vena.[22]
2. Subfascial Endoscopic Perforator Ligation (SEPS)
Vena perforator yang tidak kompeten seringkali didapatkan pada
pasien dengan Chronic vein insufficiency, dan penatalaksanaan terhadap
terapi sangat penting diketahui oleh klinisi yang menangani pasien tersebut.
Stoking kompresi dan perawatan luka yang tepat seringkali cukup untuk
mengobati luka tersebut. Pada kejadian dimana ulkus ini tidak sembuh atau
sering rekuren. Pada keadaan seperti ini, terdapat beberapa pilihan operatif
yang tersedia. Teknik operasi“ Liton” yang dilakukan pertama kali pada awal
1950 dimana operasi ligasi dari vena perforator subfasia insisi kulit
sepanjang bagian medial kaki hingga fasia mengeliling otot soleus. Prosedur
radikal ini telah banyak ditinggalkan karena tingkat komplikasi luka yang
tinggi.[23]
Bedah vena perforator endoskopik subfasia (subfascial endoscopic perforator
surgery(SEPS)pertama kali dilakukan di Jerman oleh Hauer pada tahun
1985,Beberapa ahli bedah berpendapat ligasi pada vena perforata merupakan
tindakan yang tidak rutin dilakukan,Bila ligasi vena perforata diperlukan
untuk menghilangkan vena perforata yang inkompeten, tindakan ligasi
endoskopi ini lebih disarankan dibandingkan dengan operasi terbuka untuk
menghindari masalah dengan penyembuhan luka operasi.(24)
62
Gambar 30. Tehnik Oprasi SEPS
3.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada varises tungkai adalah[3,14]
a. Pendarahan
b. Infeksi
c. Edema tungkai
d. Kerusakan saraf kulit (Saraf saphenous)
e. Limfokel
f. Thrombosis vena dalam
63
BAB IV
KESIMPULAN
64
Penggunaan teknik minimal invasif seperti Endovenous laser ablation
telah membuka ilmu ini menjadi berbagai spesialitas yang beragam dan
meningkatkan kualitas hidup pasien yang signifikan. Tantangan selanjutnya bagi
klinisi yang menanganani penyakit vena adalah pasien dengan rekurensi berat –
penyakit vena stadium akhir – dan penanganan yang efektif terhadap insufisiensi
vena dalam. Sejalan dengan perkembangan teknologi baru dan pengetahuan yang
lebih baik.
Terapi mengguanakan kaus kaki (stocking) dan skleroterapi merupakan
terapi yang memerlukan biaya yang paling rendah namun dengan hasil yang
kurang baik daripada pembedahan,dibandingkan dengan terapi minimal invasive.
Untuk terapi minimal invasif biaya lebih mahal tetapi komplikasinya
rendah dibandingkan dengan pembedahan konvensional.
65
DAFTAR PUSTAKA
66
14. Renate van den bos MD,Lidia arends,PhD.Endovenous therapies of lower
extremity varicoties.JSV;2009:230-40
15. A. Cavezzi. G. Mosti. Catheter foam sclerotherapy of the great saphenous
vein, with perisaphenous tumescene infiltration and saphenous irrigation. Eur
J Vasc Endovasc Surg;2017:629-35
16. M. Hassan Murrad, Fernando C-Y. A the treatments of varicose veins.J Vasc
Surg; 2011: 49-65
17. F. Lurie. B. K. Lal. Compression therapy after invasive treatment of
superficial veins of the lower extreamities: clinical practice guidline of the
American venous forum, society for vascular surgery, American college of
phlebology, society for vascular medicine, and international union of
phlebology. J Vasc Surg;2018:17-28
18. V. Verma, R.S Mohil. Comparing ultrasound guided foam sclerotherapy with
surgical treatment in patients of varicose veins. Int Surg J; 2016: 2239-245
19. G. Batricevic, D. Music. Effect of treatment of varicose veins on the
occurrence of complications and to improve the quality of live. Adv J Vas
Med;2018: 2566-571
20. L.S Kabnick. M Ombrellino. Ambulatory phlebectomy; 2005: 218-24
21. M. Ombrellino. L. S. Kabnick. Varicose vein surgery; 2005: 185-94
22. F. Lin, S. Zhang. The management of varicose veins. Int J Surg;2011:185-89
23. R. J Beale, M.J. Gough. Treatment options for primary varicose veins. Eur J
Vasc Surg; 2010: 83-95
67