Anda di halaman 1dari 68

Laporan Kasus

VARISES VENA

dr. Mukhizal Aqni

Pembimbing :
Dr.Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKV

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU BEDAH UMUM


BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN, MAKASSAR
2019
ABSTRAK

Varises vena tungkai bawah adalah penyakit yang dikenal berhubungan


dengan kebiasaan hidup seseorang yang lebih banyak dalam posisi berdiri.
Kejadian Varises vena tungkai bawah meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Varises tungkai lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, hal ini sering
dikaitkan dengan kehamilan dan faktor hormonal. Data Studi pada Edinburgh
Vein Study 2003 USA ditemukan dari 2211 penderita, terdiri dari orang tua
dengan rata-rata umur dari pria dan wanita berkisaran 60 tahun. Ditemukan pria
tiga kali lebih sedikt dibanding wanita, dimana wanita 33,6% dan laki-laki 11,0%.
[2]
Varises terjadi ketika satu atau lebih katup gagal menutup dengan
sempurna. Tekanan darah bagian dari vena meningkat, menyebabkan aliran
darah terkumpul dan membuat regangan pada dinding pembuluh darah vena.
Dinding yang mengalami regangan (dilatasi) akan kehilangan elastisitas akibat
tekanan intraluminal yang meningkat. Semakin banyak pembuluh vena yang
mengalami kelemahan semakin banyak pula katup yang mengalami kerusakan
sehingga menyebabkan Pembuluh darah menjadi lebih besar dan lebih lebar dari
waktu ke waktu dan mulai akan muncul gambaran seperti pembuluh vena yang
berkelok-kelok di bawah kulit. Dalam menangani penderita dengan varises
tungkai, pemeriksaan klinis tetap merupakan dasar penilaian medis sebelum
melakukan pemeriksaan penunjang, meskipun saat ini teknologi dalam
menentukan diagnosis kelainan – kelainan vena sudah berkembang pesat. Inspeksi
tungkai dilakukan dibawah penyinaran yang cukup pada posisi Eksorotasi tungkai
dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi dari arah belakang akan membantu
visualisasi varises. Perlu diperhatikan tanda kronisitas dan kelainan kulit seperti
telangiektasis, atrofi blanch, dermatitis stasis, edema, perdarahan dan ulkus.
Beberapa pemeriksaan sederhana mungkin dapat dilakukan, antara lain uji
Brodie-Trendelenburg,Parthez,dapat memperkirakan derajat dan ketinggian
lokasi inkompetensi katup vena, namun seringkali tidak akurat dan tidak dapat
menunjukkan dengan tepat lokasi katup yang abnormal, sehingga dengan

1
ditemukannya alat ultrasonografi Doppler, nilai dari pemeriksaan tersebut
menjadi kurang. Penanganan varises tungkai dapat berupa konservatif (non
bedah) dan/atau pembedahan, tergantung keadaan penderita serta berat ringannya
penyakit. Penanganan ditujukan bukan hanya untuk menghilangkan keluhan,
memperbaiki fungsi vena, perbaikan kosmetik dan mencegah komplikasi, tetapi
juga memperbaiki kualitas hidup penderita. Kami melaporkan laki-laki 60 tahun
dengan varises regio cruris dextra.
Kasus
Seorang laki-laki usia 60 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
nyeri pada betis sebelah kanan sejak 5 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan ketika
pasien berdiri lama lebih dari 15 menit. Nyeri semakin lama semakin berat,
bersifat tajam, hilang timbul, dan nyeri berkurang saat kaki pasien
ditinggikan.Pasien juga merasakan bahwa kakinya terasa cepat lelah dan berat,
terutama pada saat berdiri lama. Kemudian, pasien juga mengeluh rasa kesemutan
dan kram pada kaki bagian tapak kaki yang dialami sejak 1 tahun yang lalu.
Pasien juga mengeluh kakinya mengalami benjolan dibagian betis belakang
sebelah kirisejak 2 tahun yang lalu. Awalnya penonjolan hanya kecil. Namun,
pada tahun kedua, penonjolan semakin membesar dan berkelok-kelok . Selama 2
tahun terakhir pasien tidak pernah berobat ke dokter maupun mengkomsumsi
obat-obatan seperti obat warung dan herbal,riwayat edema pada tungkai bawah
tidak ada , Riwayat perubahan warna kulit tidak ada,

Kesimpulan
Tatalaksana utama adalah stripping varises vena saphena magna.

Kata Kunci : varises vena, vena saphena magna, stripping varises vena

Koresponden Penulis :
dr. Mukhizal Aqni, Departemen Ilmu Bedah, Universitas Hasanuddin, Makassar,
Sulawesi Selatan, Indonesia. Alamat: Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11, Makassar,
Sulawesi Selatan, Indonesia; Email: muckhizal@yahoo.com

2
BABI
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Varises vena tungkai bawah adalah penyakit yang dikenal

berhubungan dengan kebiasaan hidup seseorang yang lebih banyak dalam

posisi berdiri. Kejadian


Varises vena tungkai bawah meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Insiden tertinggi pada wanita adalah usia 31-60
tahun sedangkan pada pria adalah usia 51-70 tahun. Menurut kepustakaan
[1,2]
disebutkan bahwa usia 15-60 termasuk dalam golongan usia produktif.
Prevalensi Varises Vena Tungkai Bawah di Eropa sekitar 56 % dari
penduduk dewasa. Varises Vena Tungkai Bawah dapat terjadi pada pria dan
wanita, namun wanita lebih sering ditemukan dibanding pria. Pada tahun
2007 dilaporkan di Eropa dan Amerika Serikat penderita Varises Vena
Tungkai Bawah sebanyak 25-35 % pada wanita dan 15 % pada pria. Pada
data studi Framingham dilaporkan bahwa Varises Vena Tungkai Bawah
sebanyak 39,4/1000 pada pria dan 51,9/1000 pada wanita. Angka ini
mungkin lebih rendah pada penduduk Asia, namun angka statistik yang
pasti khususnya untuk Indonesia belum ada.[1,2]
Dewasa ini Varises Vena Tungkai Bawah mulai mendapat perhatian
masyarakat karena dapat menimbulkan problem kosmetik yang
mengganggu penampilan. Selain itu penderita juga menunjukkan adanya
keluhan atau gejala yang mengganggu mulai dari rasa berat pada tungkai,
rasa nyeri/sensasi terbakar, kejang otot betis serta pembengkaan ringan pada
kaki. Pada kasus berat dapat terjadi edem tungkai permanen disertai
pigmentasi, ulserasi, dan selulitis kambuhan. Keadaan ini menyebabkan

3
ketidaknyamanan pada banyak penderita. Berdasarkan berbagai penelitian
plebologi di Yunani, hal ini berdampak sosial ekonomi akibat adanya
penurunan produktivitas individu yang menderita, adanya penarikan diri
serta kebutuhan perawatan medis yang terus-menerus dan menimbulkan
masalah dalam keluarga.[1,2]
Banyak faktor, baik endogen maupun eksogen yang diduga berperan
dan dapat mempengaruhi timbulnya Varises Vena Tungkai Bawah.
Beberapa diantaranya yaitu usia, ras, faktor keturunan/riwayat keluarga,
faktor berdiri lama, overweight/obesitas, multiparitas kehamilan, faktor
hormonal (pubertas, menopause, atau penggunaan obat kontrasepsi),
merokok, serta konsumsi alkohol.[1]
Pembuluh vena memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan
dengan arteri, berfungsi untuk mengalirkan darah kembali ke jantung
dengan bantuan kontraksi otot-otot skelet ekstremitas, dan dengan
berfungsinya katup agar tidak terjadi refluks. Refluks atau aliran balik vena
dapat disebabkan oleh katup-katup vena yang tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Walaupun kelainan vena kronis pada ekstremitas tidak
mengancam jiwa, tetapi dapat menimbulkan morbiditas yang memerlukan
penanganan yang tepat. [2,3]
Dari dulu sampai sekarang para ahli tiada henti-hentinya mencoba
menangani varises dan komplikasinya. Perdarahan spontan jarang terjadi,
biasanya ada trauma ringan, dan ini akan menyebabkan pasien datang
berobat. Kemajuan yang besar telah dicapai mengenai terapi, dan
pengetahuan yang mendasar dihimpun melalui anatomi, etiologi, patologi,
dan patofisiologi. Varises dan komplikasinya jarang sekali menyebabkan
kematian, betapapun besar dan banyaknya keluhan yang diderita pasien.
Karena itu kesalahan yang berakibat fatal harus dicegah.[2,3]

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Lasaini
No. RM : 823711
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. lapija No27.Kabupaten Wajo
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Masuk RS : 10 desember 2017
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis ruangan Lontara 2 Bawah Depan Rs
Wahidin Sudirohusodo pada hari Selasa,6desember 2017 jam 15.30 WITA.

1) Keluhan Utama
Nyeri pada betis sebelah kanan

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke rumah sakitdengan keluhan nyeri pada betis
sebelah kanan sejak5 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan ketika pasien
berdiri lama lebih dari 15 menit. Nyeri semakin lama semakin berat,
bersifat tajam, hilang timbul, dan nyeri berkurang saat kaki pasien
ditinggikan.Pasien juga merasakan bahwa kakinya terasa cepat lelah dan
berat, terutama pada saat berdiri lama. Kemudian, pasien juga mengeluh
rasa kesemutan dan kram pada kaki bagian tapak kaki yang dialami sejak 1
tahun yang lalu.

5
Pasien juga mengeluh kakinya mengalami benjolan dibagian betis
belakang sebelah kirisejak 2 tahun yang lalu. Awalnya penonjolan hanya
kecil. Namun, pada tahun kedua, penonjolan semakin membesar dan
berkelok-kelok .Selama 2 tahun terakhir pasien tidak pernah berobat ke
dokter maupun mengkomsumsi obat-obatan seperti obat warung dan
herbal,riwayat edema pada tungkai bawah tidak ada , Riwayat perubahan
warna kulit tidak ada, Riwayat penurunan nafsu makan turun dan
penurunan berat badat tidak ada ,Riwayat demam tidak ada.

3) Riwayat Penyakit Keluarga


Salah satu anggota keluarga pasien (ibu kandung) memiliki
keluhan yang sama usia 62 tahun namun tidak dioperasi.

4) Riwayat Masa Lampau


 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat kencing manis (DM tipe 2) disangkal
- Riwayat darah tinggi (hipertensi)disangkal
- Riwayat alergi obat-obatan disangkal
- Riwayat varises sebelumnya disangkal
 Riwayat kebiasaan
Sehari-hari pasien bekerja sebagai pedagang di pasar sambil berdiri
lama dalam melayani pelanggan. Pasien juga jarang berolahraga dan
sering makan-makanan yang gurih dan manis.Pasienmerokok dengan
satu bungkus perhari, Pasien juga tidak pernah mengonsumsi alkohol.
 Riwayat pengobatan
Riwayat pengobatan disangkal
 Riwayat Trauma
Riwayat trauma disangkal
 Riwayat Operasi
Riwayat operasi disangkal

6
5) Tinjauan Sistem
 Sistem saraf : Kaki kesemutan (+), nyeri kepala (-), kejang (-),
kelemahan motorik (-)
 Sistem kardiovaskular : nyeri dada (-), perasaan berdebar-debar (-)
 Sistem pernapasan : batuk (-), pilek (-), sesak (-)
 Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), kembung (-), diare (-),
nyeri perut (-), BAB normal
 Sistem urogenital : nyeri saat berkemih (-), BAK terganggu (-)
 Sistem intergumen : bercak-bercak kemerahan (-), gatal-gatal (-)
 Sistem muskuloskeletal : nyeri pada dorsum pedis dextra dan sinistra
(+), kaki cepat
 pegal, terasa berat

2.3 Status Praesens


2.3.1 Survei Primer
 Airway (Jalan Napas) : Paten
 Breath (Pernapasan) : Bicara normal, tidak ada retraksi otot
napas
 Circulation (Sirkulasi) : Nadi kuat, akral hangat
 Disability (Kecacatan) : GCS 15 (E4 M6 V5), kooperatif

2.3.2 Survei Sekunder: Status Generalis


Keadaan Umum
Kesadaran :Compos mentis
Kesan sakit :Tampak sakit sedang
Kesan gizi :Obesitas
Habitus :Atletikus (mesomorf)
Perkiraan usia :Tampak sesuai dengan usia sebenarnya

7
Cara berjalan :Antalgic gait (+)
Cara berbaring / duduk :Aktif
Penampilan :Sesuai usia, masih memperhatikan
penampilan
Sikap pasien :kooperatif
Kelainan yang tampak :lemah (+), pucat (-), sianotik (-), ikterik (-),
dispnoe (-), edema (-), dehidrasi (-), kejang
(-), korea (-), atetosis (-), tremor (-)

Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah :130 / 80 mmHg
Denyut Nadi :Frekuensi: 80 kali / menit, isi cukup,
teratur, ekual
Suhu :36,5oC
Pernapasan :18 kali / menit, teratur, tipe abdomino-
torakal
Data Antropometri
Berat badan :98 kg
Tinggi badan :168 cm
IMT : 34,72
Kepala :Normocephali, deformitas (-)
Wajah :Simetris kanan & kiri, pucat (-), kemerahan
(-), sianotik (-), ikterik (-)
Rambut :warna hitam, distribusi merata, tak mudah
dicabut
Leher
Gerak :keterbatasan gerak leher (-)
Kelenjar limfe :tak teraba membesar kanan & kiri
Kelenjar tiroid :tak teraba membesar kanan & kiri
Arteri karotis :(+) / (+)
Vena jugularis eksterna : JVP 5 + 2 cmH2O

8
Trakea :simetris, tracheal tug (-)

9
Toraks
Inspeksi
Dinding toraks :roseolla spots (-), ptechiae (-)
Gerak dinding toraks :napas simetris statis dan dinamis, tidak
tampak gerakan napas yang tertinggal
Palpasi
Gerak dinding toraks :gerak kedua hemitoraks sama, tidak
terabagerakannapasyang tertinggal
Vocal fremitus : sama pada kedua hemitoraks
Iktus kordis :letak 1-2 cm ICS V medial linea
midklavikularissinistra, diameter +/- 2 cm,
kekuatan cukup
Sela iga :melebar (+)
Perkusi
Keadaan paru :Sonor pada kedua hemitoraks
Batas kanan jantung :ICS III – V sepanjang linea sternalis dextra
Batas paling kiri jantung :ICS V, 1-2 cm medial terhadap linea
midklavikularis sinistra
Batas atas jantung :ICS III linea sternalis kiri
Batas bawah paru :tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi
Jantung
Bunyi jantung I dan II (S1 & S2) :reguler
Bunyi jantung tambahan :S3 (-), S4 (-)
Bising jantung :(-)
Paru
Suara napas :vesikuler (+)/(+) sama pada kedua
lapangparu
Suara napas tambahan :ronkhi (-)/(-) basah pada kedua apeks paru,
wheezing (-)/(-)

10
Abdomen
Inspeksi
Bentuk : cembung
Kulit dinding perut dan umbilikus : sawo matang,roseolla spots (-),venektasi(-),
smilling umbilkus (-)
Gerak dinding perut : Mengempis waktu inspirasi, mengembang
saat ekspirasi; pulsasi (-)
Gerak peristaltik usus : tak tampak

Palpasi
Rigiditas dinding perut : supel, defans muskular (-)
Nyeri tekan / nyeri lepas : nyeri tekan (-) & nyeri lepas (-) di seluruh
kuadran abdomen
Asites : undulasi (-)
Tumor intra / ekstraabdominal : massa (-)
Hepar (hati) : hepar tak teraba
Vesica vellea (kantung empedu) : Murphy’s sign (-)
Lien / spleen (limpa) : lien tak teraba
Ren (ginjal) : Ballotement test (-)

Perkusi
Distribusi gas : timpani, batas paru – hepar ICS VI linea
midklavikularis dextra
Asites (minimal) : shifting dullness (-)
Traube’s area : timpani

Auskultasi
Bising usus : (+), 3 kali per menit
Suara pembuluh darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Bunyi gesek (friction rub) : tidak dilakukan pemeriksaan

11
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas atas
Inspeksi
Proporsi : sesuai dengan proporsi tubuh
Simetri : simetris kanan dan kiri
Kelainan : pucat (-)/(-), ikterik (-)/(-), ptechiae (-)/(-)
Palpasi
Kulit : akral hangat, kelembaban cukup, CRT<2 detik, oedem (-)/(-)
Otot : normotrofi
Ekstremitas bawah
Inspeksi
Proporsi : Sesuai dengan proporsi tubuh
Simetri : Simetris kanan dan kiri
Palpasi
Kulit :akral hangat, kelembaban cukup, CRT < 2 detik
Otot :normotrofi

12
Status Lokalis
STATUS LOKALIS (EXTREMITAS INFERIOR)
Kaki dextra Kaki sinistra
Luka Tidak ada Tidak ada
Perdarahan aktive Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Hematoma Tidak ada Tidak ada
Warna Pelebaran vena (+) Tidak ada
dari femoris dextra
menyebar hingga
gastronemius dextra
pada sisi medial,
berkelok, dengan
ukuran 4 mm.

Deformitas Tidak ada Tidak ada


Perabaan Nyeri Ada Tidak ada
Krepitasi Tidak ada Tidak ada
Perubahan suhu Tidak ada Tidak ada
Produksi Pus Tidak ada Tidak ada

STATUS VASCULAR
KAKI DEXTRA KAKI SINISTRA
Pulsasi :
Ateri femoralis Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri Poplitea Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri tibialis Anterior Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri tibialis Posterior Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri dorsalis Pedis Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Warna Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan
Suhu Hangat Hangat
Capilary Refill Time <3 detik < 3 detik
Saturasi Oksigen 99 % 99%

Pemeriksaan khusus ekstremitas bawah


Trendelenburg test :(+)
Perthe’s test : (-)

13
2.4 Pemeriksaan Penunjang (Data sekunder)
2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium Darah (Data sekunder)
Laboratorium darah tanggal 5 Desember 2017
Pemeriksaan (5/12/2017) Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 15,6 13,2 – 17,3 g/dl
Hematokrit 48 40 – 52 %
Trombosit 428 150 – 440 ribu/uL
Leukosit 12,2 3,8 – 10,6 ribu/uL
Eritrosit 5,4 4,4 – 5,9 juta/uL
RDW 11,5 <14 %
MCV 89,9 80 – 100 fL
MCH 29 26 – 34 Pg
MCHC 32,2 32 – 36 g/dL
Faal Hemostatis
Masa Perdarahan 1.30 1-6 Menit
Masa Pembekuan 12.00 5 – 15 Menit
Kimia Klinik
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Darah 114 < 110 Mg/dL
Sewaktu

2.4.2 Pemeriksaan Radiologi

HASIL PEMERIKSAAN USG DOPLER tanggal 20 November 2017

14
15
16
17
Telah dilakukan pemeriksaan USG Doppler Extremitas bawah dengan
hasil sebagai berikut:
Extremitas Inferior Dextra :
- Tampak dilatasi vena saphena magna 1/3 media pada region genu
dextra dengan pola serpiginous
- V. Femoralis : kaliber lumen dalam batas normal, tidak tampak echo
debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas normal
- Saphenofemoral junction : kaliber lumen dalam batas normal, tidak
tampak echo debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas
normal
- V. Poplitea : kaliber lumen dalam batas normal, tidak tampak echo
debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas normal
- V. Tibialia anterior et posterior : kaliber lumen dalam batas normal,
tidak tampak echo debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam
batas normal

18
Extremitas Inferior Sinistra :
- V. Femoralis : kaliber lumen dalam batas normal, tidak tampak echo
debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas normal
- Saphenofemoral junction : kaliber lumen dalam batas normal, tidak
tampak echo debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas
normal
- V. poplitea : kaliber lumen dalam batas normal, tidak tampak echo
debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam batas normal
- V.tibialia anterior et posterior : kaliber lumen dalam batas normal,
tidak tampak echo debris/thrombus, kompresibilitas baik, flow dalam
batas normal

URAIAN KESAN PEMERIKSAAN


Dilatasi vena saphena magna dextra region genu sesuai gambaran
varices.

2.5 Resume
Pasien masuk rumah sakit wahidin sudirohusodo dengan keluhan
nyeri pada betis sebelah kanan sejak 5 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan
ketika pasien sedang berjalan dan pada saat berdiri lama ,Nyeri semakin lama
semakin memberat, bersifat tajam, terasa cepat lelah, rasa kesemutan dan
berkurang apabila pasien duduk dan meniggikan kakinya.
Pasien juga mengalami penonjolan vena sejak 2 tahun yang lalu.
Penonjolan vena pada paha sebelah kanan menyebar hingga ke sisi medial
dari betis sebelah kakikanan.

19
STATUS LOKALIS (EXTREMITAS INFERIOR)
Kaki dextra Kaki sinistra
Luka Tidak ada Tidak ada
Perdarahan aktive Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Hematoma Tidak ada Tidak ada
Warna Pelebaran vena (+) Tidak ada
dari femoris dextra
menyebar hingga
gastronemius dextra
pada sisi medial,
berkelok, dengan
ukuran 4 mm.

Deformitas Tidak ada Tidak ada


Perabaan Nyeri Ada Tidak ada
Krepitasi Tidak ada Tidak ada
Perubahan suhu Tidak ada Tidak ada
Produksi Pus Tidak ada Tidak ada

KAKI DEXTRA KAKI SINISTRA


Pulsasi :
Ateri femoralis Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri Poplitea Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri tibialis Anterior Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri tibialis Posterior Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Arteri dorsalis Pedis Teraba dan Kuat angkat Teraba dan Kuat angkat
Warna Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan
Suhu Hangat Hangat
Capilary Refill Time <3 detik < 3 detik
Saturasi Oksigen 99 % 99%

2.6 Diagnosa Kerja


 Varises Vena regio cruris dextra

2.7 Penatalaksanaan

20
 Cek darah lengkap (Darah rutin dan Kimia Darah)
 Foto thoraks Posisi AP/LATERAL
 USG Dopler
 Analgetik
 Pro operasi (Stripping)

Selasa 6 Desember 2017


S : Nyeri, kesemutan, dan kram pada dorsum pedis dextra.
O : Keadaan umum: Compos mentis
 Kesan sakit : Tampak sakit ringan
 Tanda vital : TD : 130/80 mmHg HR: 78 x/menit, RR : 18 x/menit,
S : 36,5OC
 Status Lokalis:Inspeksi : Pelebaran vena (+) dari femur dextra hingga
cruris dextra, bewarna biru, berkelok, dengan ukuran 4 mm.
 Palpasi :Nyeri tekan (+) padadorsum pedis dextra
A : Varises regio cruris dextra
P : Pro
oprasi Stripping varises vena
 Inform concent tindakan bedah
 Konsul Anastesi
 Lapor Kamar oprasi
 Injeksi Antibiotik Profilaksis
Ceftriazone 1 gr/Intravena (Skin test)
 Marking site

21
Laporan Operasi
1. Buat marking site dengan menggunakan spidol
2. Pasien dalam posisi supine diberi anestesi regional
3. Dilakukan asepsis dan antisepsis
4. Lakukan insisi pada kulit sepanjang 2 cm diatas malleolus medialis dextra
5. Jaringan subkutan dibuka dan fascia di insisi sehingga tampak vena saphena
magna dengan jelas
6. Vena saphena magna distal di teugel pada dua tempat dan dilakukan ligasi dan
dipotong
7. Dan dilanjutkan dengan ligasi tinggi dengan insisi kulit sepanjang 4 cm
dibawah ligamentum inguinal medial dari arteri femoralis
8. Jaringan subkutandibuka dan fascia diinsisi sehingga tampak Vena saphena
magna dengan jelas
9. Vena saphena magna diteugel pada dua tempat dan dipotong
10. Dilanjutkan dimasukkan stripper dari distal (retrograde) sampai proximal lalu
dilakukan prosedur stripping
11. Lalu penekanan extremitas ditekan selama 10 menit
12. Cuci luka dengan NaCl 0,9 % hingga bersih
13. Jahit luka lapis demi lapis
14. Lalu pasang stocking extremitas inferior

22
23
24
2.8 Prognosis
 Ad vitam : Bonam
 Ad functionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam

25
2.9 Tindak Lanjut (Follow Up)

Rabu, 7 Desember 2017


S : Nyeri pada daerah operasi
O : keadaan umum: compos mentis
Kesan sakit : tampak sakit ringan
Tanda vital : TD : 130/80 mmHg
HR: 70 x/menit,
RR : 20 x/menit,
S: 36,3OC
Status Lokalis : Luka operasi tertutup stocking dan kassa,
rembesan (-), nyeri tekan (+)
A : POH O Stripping
Instruksi post operasi
Inj Ringerlactat 28 tetes/menit
Inj Ceftriaxone 1gr/12 jam/intravena
Inj Ketorolac 30 mg/8 jam/intravena
Inj Ranitidin 50 mg /8 jam/intravena

Kamis, 8 Desember 2017


S : Nyeri pada daerah operasi
O : keadaan umum: compos mentis
Kesan sakit : tampak sakit ringan
Tanda vital : TD : 120/80 mmHg HR: 68 x/menit, RR : 18
x/menit, S : 36,5OC
Status Lokalis : Luka operasi tertutup stocking dan kassa, rembesan (-),
nyeri tekan (+)
A : Post oprasi Hari pertama Stripping
P : Aff infuse ganti obat oral
Boleh pulang control poliklinik bedah BTKV RSWS

26
3.0 Diskusi
Seorang laki-laki berusia 60 tahun didiagnosis dengan varises vena
pada extremitas inferior dextra . Penegakkan diagnosis ini berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik Dari hasil anamnesis, diperoleh data bahwa
sejak 5 tahun yang lau telah memiliki benjolan berwarna kebiruan pada
extremitas inferior dextra. Awalnya, benjolan hanya sebesar kacang kemudian
semakin membesar dan menjalar . Adanya benjolan yang semakin membesar
dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti kelainan kongenital, keganasan,
infeksi maupun usia. Kemungkinan penyebab benjolan karena infeksi dapat
disingkirkan karena keluhan tersebut tidak disertai demam, benjolan tidak
berwarna kemerahan, benjolan tidak teraba hangat, dan benjolan tidak pernah
mengeluarkan pus. Kemungkinan penyebab benjolan karena keganasan juga
dapat disingkirkan karena tidak adanya pertumbuhan benjolan yang
berlangsung progresif dalam waktu singkat. Di samping itu, pada pasien juga
tidak ditemukan adanya riwayat penurunan berat badan drastis dan lemas.
Benjolan kebiruan extremitas inferior dextrta telah ada sejak 5 tahun yang
lalu seiring dengan pertambahan usia, maka kemungkinan yang masih
dipikirkan yaitu faktor usia dmana dinding vena menjadi lemah karena lamina
elastis menjadi tipis dan atropik bersama dengan adanya generasi otot polos.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan massa berbenjol-benjol panjang
pada region cruris dextra warna kebiruan, tidak tampak perdarahan aktif.
massa berukuran +2 cm x 1 cm x 1 cm pada , konsistensi kenyal, berbatas
tegas, terdapat nyeri tekan, tidak teraba hangat, tidak teraba pulsatil, pengisian
lambat. Massa berbenjol-benjol dengan warna kebiruan, konsistensi kenyal,
dan tidak ada tanda radang menandakan kemungkinan adanya kelainan pada
pembuluh darah. Kelainan pada pembuluh darah yang mungkin menyebabkan
perubahan warna kulit menjadi kebiruan, yaitu varises vena. Varises vena
Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas / sensasi
terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan kosmetik.
Keluhan biasanya berkurang dengan elevasi tungkai.1 Pada pasien ini,

27
benjolan tidak pernah mengecil maupun menghilang. Benjolan terus menerus
berkembang seiring dengan pertambahan usia pasien. Pada pasien ini, tidak
teraba pulsatil pada benjolan, dan uji Brodie-Trendelenburg, Perthes. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami kelainan pembuluh darah tipe low-
flow. Dalam hal ini, varises vena. Berdasarkan anamnesis ,pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis varises vena regiocruris
dextra
Pemilihan tindakan terapi pada pasien berdasarkan pada keadaan klinis
pasien. Saat ini, pasien mengalami nyeri pada benjolan dan pembengkakan .
Hal ini menunjukkan salah satu indikasi dilakukannya pembedahan pada
pasien dengan varises vena. Pada tanggal 7 Desember 2017, telah dilakukan
pembedahan Stripping Procedure.
Prognosis quo ad vitam pada pasien adalah bonam. Hal ini dikarenakan
lokasi varises vena pada pasien terletak di betis sehingga tidak menyebabkan
adanya ancaman nyawa. Prognosis quo ad functionam pada pasien adalah
dubia ad bonam. Prognosis quo ad sanactionam adalah dubia ad malam. Pada
pasien, masih dapat terjadi rekurensi. Oleh karena itu, pasien dianjurkan
untuk kontrol untuk menilai perkembangan klinisnya.

28
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Vena Tungkai


Sistem vena pada tungkai terdiri dari komponen vena superfisialis,
profunda dan vv komunikan (perforantes). Walaupun vena menyerupai arteri
tetapi dindingnya lebih tipis, lapisan otot bagian tengah lebih lemah, jaringan
elastic lebih sedikit serta terdapat katup semilunar. Katup vena merupakan
struktur penting dari system aliran vena, karena berfungsi mencegah refluks
aliran adarah vena tungkai, bersama kontraksi otot betis akan mengalirkan
darah dari sistem superfisialis ke profunda menuju jantung dengan melawan
gaya gravitasi. Pompa otot betis secara normal membawa 85 – 90% darah
dari aliran vena tungkai, sedangkan komponen superfisialis membawa 10 –
15% darah.[3]
Vena – vena superfisialis dapat dilihat dibawah permukaan kulit,
terletak didalam lemak subkutan, tepatnya pada fascia otot dan merupakan
tempat berkumpulnya darah dari kulit setelah melalui sejumlah cabang kecil.
Vena yang paling penting adalah v. saphena magna (long saphenous vein),
berjalan dari pergelangan kaki sisi medial, sepanjang permukaan
anteromedial tungkai ke inguinal. V. saphena parva (short saphenous vein)
berjalan di bagian belakang betis dari pergelangan kaki bergabung dengan
vena profunda pada lipatan poplitea, disamping itu juga berhubungan
langsung dengan v. saphena magna. Vena profunda terletak pada berbagai
macam otot tungkai, cenderung berjalan berpasangan di sebelah arteri yang
akan bermuara di v. poplitea dan v. femoralis. Vena komunikan
(perforantes) menghubungkan vena superfisialis dengan vena – vena
profunda dengan menembus fascia otot. Selama kontraksi otot betis, katup –
katup v. perforantes dan superfisialis menutup, sehingga darah akan
mengalir kearah proksimal melalui sistem vena profunda. Pada waktu
relaksasi, v. profunda mengalami dilatasi yang menimbulkan tekanan
negative. Tekanan negatif ini akan menarik darah dari sistem v. superfisialis

29
ke dalam sistem profunda melalui v. perforantes. Penderita dengan
insufisiensi vena, darah mengalir dari sistem v. profunda ke dalam vena
superfisialis, sedangkan pada orang sehat katup – katup dalam v.
perforantes mencegah hal ini.[4,5]

30
Gambar 1. Anatomi susunan vena tungkai4

31
Gambar 2. Anatomi Susunan Vena Tungkai4
3.2 Definisi
Varises tungkai adalah vena superfisial yang mengalami dilatasi,
pemanjangan dan berkelok-kelok dengan fungsi katup yang
abnormal.Varises bisa terjadi di bagian tubuh manapun, namun lebih banyak
ditemukan di daerah tungkai bawah, dikarenakan peningkatan tekanan saat
tubuh berdiri dan berjalan. Serta pada saattungkai bawah menopang berat
badan. Hal-hal ini dapat meningkatkan tekanan pada pembuluh darah vena di
bagian tungkai bawah.[3,4]

3.3 Epidemiologi
Varises tungkai lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, hal ini sering
dikaitkan dengan kehamilan dan faktor hormonal.DataStudi pada
Edinburgh Vein Study 2003 USA, dimana partisipasi orang-orang yang
dipilih secara acak. Seperti yang diharapkan, dari 2211 Penderita,dimana
orang tua dengan rata-rata umur dari pria dan wanita berkisaran 60 tahun.
Ditemukan pria tiga kali lebih sedikt dibanding wanita, dimana wanita
33,6% dan laki-laki 11,0%. [2]

32
Insiden meningkat dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada
usia 30 – 40 tahun. Penelitan di London periode 1992mendapatkan 1226
penderita varises tungkai dan terbanyak usia 20 – 30 tahun sedangkan
perbandingan wanita dan pria adalah 9,95 :1.[3]

3.4 ETIOLOGI
Terjadinya varises tungkai pada dasarnya dibagi menjadi 3 faktor yang
yaitu:[3,4]
1. Vena varikosa primer
Vena varikosa primer terjadi jika katup sistem vena superfisial (vena
saphena magna, vena saphena parva, dan vena perforantes) gagal untuk
menutup sebagaimana mestinya, sehingga akan terjadi refluks kearah
bawah dan terjadi dilatasi vena yang kronis, sedangkan sistem vena
profunda masih normal.[3]
2. Vena varikosa sekunder
Varises sekunder terjadi akibat sistem vena profunda mengalami
thrombosis / tromboplebitis atau adanya fistula arteovenosa, semula
keadaan katupnya normal selanjutnya terjadi kompensasi pelebaran pada
vena superfisial, sehingga setiap gerakan otot akan semakin menambah
jumlah darah kearah vena profunda dan vena superfisial, akibatnya
terjadi peningkatan tekanan vena dan gangguan mikrosirkulasi.[4]
3. Kelemahan dinding pembuluh vena
Berkurangnya elastisitas dinding pembuluh vena yang menyebabkan
pembuluh venamelemah dan tak sanggup mengalirkan darah ke jantung
sebagaimana mestinya. Alirandarah dari kaki ke jantung sangat melawan
gravitasi, karena itu pembuluh darahharus kuat, begitu juga dengan
dinamisasi otot disekitarnya. [3,4]

33
Faktor – faktor yang diduga berperan serta dapat mempengaruhi timbulnya
varises tungkai, antara lain.[1,4]
a. Faktor genetik
Ditunjukkan dengan terjadinya penyakit yang sama pada beberapa
anggota keluarga dan apabila ada gejala varises pada usia remaja.
b. Faktor kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat
hamil yang kakisemakin terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki,
tungkai, pangkal paha dan perutbagian bawah pun terhambat
c. Faktor hormonal
Estrogen menyebabkan relaksasi otot polos dan perlunakan jaringan
kolagen sehingga meningkatkan distensibilitas vena. Selain itu dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler dan edem. Progesteron menyebakan
penurunan tonus vena dan peningkatan kapasitas vena sehingga dapat
menginduksi terjadinya stasis vena, hal ini disebabkan karena adanya
hambatan pada kontraksi dinding vena. Hal ini dapat dilihat pada
penderita yang mendapat terapi hormonal atau apada siklus menstruasi.
d. Faktor berdiri lama
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah bebankerja pembuluh vena dalam mengalirkan
darahBerdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah bebankerja pembuluh vena dalam mengalirkan
darah,sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan
elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katu Bila profesi Anda
mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi
statis (diam), tapi tetap bergerak.Misalnya dengan berjalan di tempat,
agar otot tungkai dapat terus bekerja memompadarah ke jantung.
e. Obesitas
Hal ini dihubungkan dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat
peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur
penyangga vena.

34
f. Faktor usia
Pada usia lanjut insiden varises akan meningkat. Dinding vena menjadi
lemah karena lamina elastis menjadi tipis dan atropik bersama dengan
adanya degenerasi otot polos. Disamping itu akan terdapat atropi otot
betis sehingga tonus otot menurun.
g. Merokok
Kandungan zat berbahaya dalam rokok membuat pembuluh darah
menjadi kaku danterjadi penyempitan, sehingga dinding pembuluh
tidak elastis lagi.

PATOFISIOLOGI
Katubvenayangnormaldankontraksiototbetis yang bertanggung jawab
terhadap aliranbalikvenamelawangravitasi.Kontraksi ototmemungkinkan darah
dialirkan masuk ke dalam vena yang letaknya intermuskulair yang selanjutnya
masuk atrium. Dengan adanya katub yang kompeten darah yang telah naik tidak
akan kembali.[3,4]
Varises dimulai ketika satu atau lebih katup gagal menutup dengan
sempurna. Tekanan darah bagian dari vena meningkat, menyebabkan aliran
darah terkumpul dan membuat regangan pada dinding pembuluh darah vena.
Dinding yang mengalami regangan (dilatasi) akan kehilangan elastisitas akibat
tekanan intraluminal yang meningkat. Semakin banyak pembuluh vena yang
mengalami kelemahan semakin banyak pula katup yang mengalami kerusakan
sehingga menyebabkan Pembuluh darah menjadi lebih besar dan lebih lebar dari
waktu ke waktu dan mulai akan muncul gambaran seperti pembuluh vena yang
berkelok-kelok di bawah kulit.[3,4]

35
Gambar 3. Musculus Pump[4]

36
3.5 Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Secara klinis varies tungkai dikelompokan berdasarkan jenisnya,
yaitu:[4,6]
a. Varises trunkal
Merupakan varises v. saphena magna dan v. saphena parva,
diameter lebih dari 8 mm, warna biru – biru kehijauan.
b. Varises retikuler
Varises yang mengenai cabang v. saphena magna atau v. saphena
parva yang umunya kecil dan berkelok – kelok, diameter 2 – 8 mm,
warna biru – biru kehijauan.
c. Varises kapiler
Merupakan vena subkutis yang tampak sebagai kelompok serabut halus
dari pembuluh darah, diameter 0,1 – 1 mm, warna merah atau sianotik
(jarang).
Berdasarkan berat ringannya, varises tungkai dibagi atas 4 stadium,
yaitu:[6]
 Stadium 1
Keluhan samar (tidak khas) rasa berat, mudah lelah pada tungkai setelah
berdiri atau duduk lama. Gambaran pelebaran vena berwarna kebiruan
tidak jelas.
 Stadium 2
Mulai tampak pelebaran vena, palpable dan menonjol.
 Stadium 3
Varises tampak jelas, memanjang, berkelok – kelok pada paha atau
tungkai bawah, dapat disertai telangiektasis / “spider vein”
 Stadium 4
Terjadi kelainan trofik berupa ulkus varikosum.
.
Menurut klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic,
Pathophysiologic (CEAP),Ad Hoc Committee on reporting standar society
for Vascular /North America Chapter,International Society for

37
Cardiovascular Surgery, tahun 2004varises vena tungkai bawah dibagi
berdasarkan berat ringan manifestasi klinisnya, yaitu :[4]

Gambar 4. Klasifikasi CEAP2

1) Derajat 0 : tidak terlihat atau teraba tanda gangguan vena


2) Derajat 1 : telangiektasis, vena retikular
3) Derajat 2 : varises vena
4) Derajat 3 : edem tanpa perubahan kulit
5) Derajat 4 : perubahan kulit akibat gangguan vena (pigmentasi,
dermatitis statis, lipodermatosklerosis)
6) Derajat 5 : perubahan kulit seperti di atas dengan ulkus yang tidak aktif
7) Derajat 6 : perubahan kulit seperti di atas dengan ulkus aktif

38
Etiologic Clasification:
 Congenital
 Primary
 Secondary
 Tidak ada kelainan vena
Anatomic Classification
 Vena Supervicialis
 Vena perforator
 Deep Vein
 Tidak ada kelainan vena
Pathophysiologic Classification
 Reflux
 Obstruksi
 Reflux dan Obstruksi
 Tidak ada kelainan vena

Gambar 5 :KlasifikasiClinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)


derajat 1, telangiektasis [3]

39
Gambar 6: Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)
derajat 1, Retricular[3]

Gambar 7 :KlasifikasiClinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)


derajat 1, Corona phelebectatica[3]

Gambar 8 :KlasifikasiClinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)


derajat 2, varises vena[3]

40
Gambar 9 :KlasifikasiClinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)
derajat 3, Edema[4]

Gambar 10 :KlasifikasiClinical, Etiological, Anatomic,


Pathophysiologic (CEAP) derajat 4, Varicose eczema[4]

Gambar 11 :KlasifikasiClinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)


derajat 4Pigmentasi dermatitis[5]

41
Gambar 12: Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic (CEAP)
derajat 5,Ulcus vena tidak aktif[5]

Gambar 13 : Klasifikasi Clinical, Etiological, Anatomic, Pathophysiologic


(CEAP) derajat 6,Ulcus vena aktif[5]

Gejala klinis Chronic Vein Insufficiency (CVI)timbul akibat adanya


hipertensi vena disebabkan karena obstruksi, refluks atau kombinasi
keduanya. Hipertensi pada venayang berlangsung lama dan menetap akan
mempengaruhi peningkatan fungsi kapiler, tekanan intramural dan
transmural, sehingga mendorong cairan, elektrolit dan eritrosit keluar
memasuki jaringan sehingga terjadi edema dan hiperpigmentasi. Kapiler
yang mengalami dilatasi dan penurunan kecepatan aliran darah, akan

42
mempengaruhi adhesi leukosit (neutrofil) pada mikrosirkulasi dan venulae
post kapiler, sehingga leukosit akan terperangkap pada endotel dan
teraktivasi sehingga melepaskan radikal bebas, enzim proteolitik dan
sitokin. Disamping itu fibrin perikapiler akan menjadi barier terhadap difusi
oksigen dan nutrisi lain. Semua keadaan ini menyebabkan kerusakan
jaringan berupa hipoksia, ischemia, nekrosis, pigmentasi kulit dan ulkus.[6]

3.6 DIAGNOSIS
Dalam menanganipenderita dengan varises tungkai, pemeriksaan klinis
tetap merupakan dasar penilaian medis sebelum melakukan pemeriksaan
penunjang, meskipun saat ini teknologi dalam menentukan diagnosis
kelainan – kelainan vena sudah berkembang pesat.
Anamnesis
Gejala varises seringkali tidak seimbang dengan perubahan patologis
yang ada. Penderita varises stadium awal dan kecil mungkin mempunyai
keluhan lebih berat dibandingkan pada varises besar dan kronis. Anamnesis
yang penting ditanyakan meliputi:
Keluhan
Terdiri atas keluhan rasa berat, rasa lelah, rasa nyeri, rasa panas /
sensasi terbakar pada tungkai, kejang otot betis, bengkak serta keluhan
kosmetik. Keluhan biasanya berkurang dengan elevasi tungkai, untuk
berjalan atau pemakain bebat elastik dan makin bertambah setelah berdiri
lama, selama kehamilan, menstruasi, atau pengobatan hormonal.[3]
Faktor predisposisi
Ditanyakan keadaan yang menyangkut faktor predisposisi yang telah
disebutkan sebelumnya, antara lain: riwayat varises dalam keluarga, usia,
paritas, keluhan saat menstruasi, pemakaian kontrasepsi hormonal atau
terapi hormonal lain, lama duduk / berdiri.[4]
Penyakit sistemik, pengobatan dan tindakan medis / pembedahan
sebelumnya.

43
Riwayat penyakit sistemik yang perlu ditanyakan antara lain adalah
riwayat penyakit kardiovaskular, stroke, penyakit diabetes, imobilisasi yang
lama, fraktur / trauma pada tungkai, keganasan, riwayat operasi daerah
abdomen.[4]
a. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi tungkai dilakukan dibawah penyinaran yang cukup pada
posisi Eksorotasi tungkai dan pemeriksaan pada tungkai yang abduksi dari
arah belakang akan membantu visualisasi varises. Perlu diperhatikan tanda
kronisitas dan kelainan kulit seperti telangiektasis, atrofi blanch, dermatitis
stasis, edema, perdarahan dan ulkus. Daerah vena yang berkelok diraba untuk
menilai ketegangan varises danbesarnya pelebaranvena, pulsasi arteri harus
teraba, bila tidak teraba maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mengetahui apakah ada obstruksi arteri. Mungkin terdapat pitting edema atau
peningkatan turgor otot betis. Distribusi anatomi varises perlu digambarkan
dengan jelas. [3,4]
Beberapa pemeriksaan sederhana mungkin dapat dilakukan, antar lain
uji Brodie-Trendelenburg,Parthez,dapat memperkirakan derajat dan
ketinggian lokasi inkompetensi katup vena, namun seringkali tidak akurat dan
tidak dapat menunjukkan dengan tepat lokasi katup yang abnormal, sehingga
dengan ditemukannya alat ultrasonografi Doppler, nilai dari pemeriksaan
tersebut menjadi kurang. [4,9]
Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara
aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran antergrade
dalam system vena yang mengalami varises menunjukkan suatu jalur bypass
karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena apabila aliran
darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk
menjaga volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak
memerlukan terapi pembedahan maupun skeroterapi.[4]
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose
tourniquet atau diikat di bagian proksimal tungkai yang mengalami varises.

44
Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan vena superficial saja.
Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil menggerakkan
pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal
aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami
varises menjadi berkurang, namun bila adanya obstruksi pada vena profunda
akan mengakibatkan vena superficial menjadi lebih lebar dan distesi.[4]
Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian
pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (test Linton) dengan tourniquet
terpasang. Obstruksi pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai
diangkat, vena yang melebar tidak dapat kembali ke ukuran semula.[4,9]

Gambar 14 : Tes Manuver Perthes[3]

Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan
refluks vena superficial dengan pasien dengan inkopetensi katup vena
profunda. Tes ini dilakukan dengan cara mengangkat tungkai dimana

45
sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang mengalami
varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap
tidak dilepaskan. Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah
kolaps tetap kolaps atau melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu
inkopenten pada vena superfisal, namun apabila vena tersebut terisi atau
melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang lebih tinggi
atau adanya kelainan katup lainnya.[4,9]

Gambar 15 : Tes Trendelenburg[3]

b. Pemeriksaan Khusus Vena


Beberapa pemeriksaan untuk evaluasi varises vena pada varises
tungkai antara lain adalah:[8,9]
 Ultrasonografi Doppler

46
 Duplex venous scanning
 Phlebography

 Ultrasonografi Doppler
Beberapa pemeriksaan seperti Tes Trendelenburg dan Tes Parthez dapat
memperkirakan derajat dan ketinggian lokasi inkompetensi katup vena,
namun ultrasonografi doppler dapat menunjukkan dengan tepat lokasi
katup yang abnormal. [8]

Gambar 16 :Vena Femoralis normal12

 Duplex ultrasonography
Merupakan modalitas pencitraan standar untuk diagnosis sindrom
insuffisiensi vena dan untuk perencanaan pengobatan serta pemetaan
sebelum operasi. Duplex ultrasonography adalah kombinasi dari
pencitraan model B dan Doppler. Pencitraan model B menggunakan
tranduser gelombang ultra yang ditempelkan pada kulit sebagai sumber
dan detektor. Pantulan gelombang suara yang terjadi dapat memberikan
citra struktur anatomi, dan pergerakan struktur tersebut dapat dideteksi
dalam bentuk bayangan. [8]

47
Gambar 17. Vena Femoralis normal12

Gambar 18 :Venafemoralis Dilatasi12

 Plebography
Plebography merupakan pemeriksaan invasif yang menggunakan medium
kontras. Terdapat 4 teknik pemeriksaan yaitu : ascending, descending,
intra osseus, dan varicography. Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya
sumbatan dan menunjukkan vena yang melebar, berkelok-kelok serta
katup yang rusak. Plebography juga dapat menunjukkan kekambuhan
varises vena tungkai bawah paska operasi yang sering disebabkan oleh
kelainan vena perforantes.[9]

Gambaran Normal
- Aliran kontrak akan mengisi vena dan cabang-cabangnya bebas
hambatan (lancar)
- Katup venapun dapat divisualisasikan dengan jelas

48
Gambar 19. Kontras masuk dengan Gambar 20. Phlebogram dari vena Gambar 21. Phlebogram
lancar mengisi vena iliaka dan femoralis dan cabang-cabangnya, memperlihatkan gambaran katup-
sebagian telah mengisi vesical tanda panah menunjukkan kontras katup vena femoralis dengan baik
urinaria dan nampak vena safena yang mengisi vena safena
bermuara pada vena iliaka

Gambar 22. Varices dan Venous valve incompetence dari vena-vena komunis
cruris kanan

49
3.7 Penatalaksanaan
Penanganan varises tungkai dapat berupa konservatif (non bedah)
dan/atau pembedahan, tergantung keadaan penderita serta berat ringannya
penyakit. Penanganan ditujukan bukan hanya untuk menghilangkan keluhan,
memperbaiki fungsi vena, perbaikan kosmetik dan mencegah komplikasi,
tetapi juga memperbaiki kwalitas hidup penderita.[9]

Terapi Non Operatif


1. Terapi Kompresi
Dasar penanganan terhadap varises vena adalah terapi kompresi.
Cara ini berfungsi sebagai katup vena yang membantu pompa otot betis
untuk mencegah kembalinya aliran darah vena, edem kaki, dan
bocornya bahan fibrin sehingga mencegah pembesaran vena lebih
lanjut, tetapi tidak mengembalikan ukuran vena.
Terapi kompresi dapat berupa compression stockings,
compression bandages, dan pneumatic compression pumps.
Compression stockings dibagi berdasarkan tekanan terhadap
pergelangan kaki menjadi 4 kategori.[10,11]
Tabel :Indikasi Penggunaan Terapi Kompresi dengan Stoking

Tingkat kompresi Indikasi

(mmHg)
15-20 mmHg Varises ringan (selama kehamilan, pasca bedah)
21-30 mmHg Varises telah menimbulkan
gejala,pascaskleroterapi
31-45 mmHg Post-thrombotic syndrome, ulkus telah sembuh
>45 mmHg Phlebolymphedema

Compression Bandages
Perban elastis dapat diaplikasikan secara spiral, kontinu atau metode
angka delapan. Perban elastis dapat diregang (lebih dari 100% dari panjang

50
aslinya), peregangan pendek (70-100% panjang aslinya). Umumnya, sistem
perban direkomendasikan selama fase terapi pengobatan misalnya kontrol edema,
ulserasi vena, kontrol limfedema. Perban elastis juga lebih praktis bagi pasien
yang tidak dapat menggunakan stocking kompresi atau pasien dengan kulit rapuh.
Kelemahan dari perbanelastis adalah terjadi variabilitas tekanan yang dicapai
bahkan ketika diaplikasikan oleh para profesional yang berpengalaman,
kekurangan perban elastisdalam penggunaan sehari-hari seperti mandi dan
kepatuhan pasien karena ketidaknyamanan.[15]

Gambar 23. Compression Bandages [15]

Pneumatic Compression Pump


Perangkat ini terdiri dari ruang kedap udara (ruang tunggal atau
multipel) yang diaplikasikan pada ekstremitas. Perangkat inimengembang dan
mengempis secara berurutan untuk membantu aliran balik vena, mengikuti
sirkulasi normal venaekstremitas dan otot-otot betis. mengurangiedema dan
bahkan dapat meningkatkan aliran arteri di ekstremitas yang mengalami gangguan
sirkulasi.Tekanan kompresimencapai 80 mmHg, waktu kompresi dan waktu
siklus. Kompresi pneumatik bermanfaat bagi pasienyang tidak dapat diaplikasikan
perban elastis. Kontraindikasi dari kompresi pneumatik pada pasien yang
mengalami edema pada ekstremitas, fungsi otot betis yang menurun, mobilitas

51
pergelangan kaki terbatas, atau yang memiliki penyakit arteri perifer. Kekurangan
kompresi pneumatikadalah mahal, kebesaran , sulit untuk mobilisasi, dan
membutuhkan pasokan listrik.15

Gambar 24. Pneumatic Compression Pump15


2. Skleroterapi
1. Foam Sclerotherapy
Metode awal dari skleroterapi yang menggunakan sklerosan
standar seperti sodium tetradesil sulfat (STS) dan mencampurnya
dengan O2 atau CO2 dalam berbagai rasio untuk membuat busa.
Busa kemudian disuntikkan kedalam vena.13

2. Ultrasonography Guided Foam Sclerotherapy


Merupakan pengembangan lebih lanjut dimana busa disuntikkan
dengan bantuan arahan dari USG. Probe USG dapat melacak jarum
yang memasuki vena dan memastikan penyuntikan di tempat yang
seharusnya.13
3. Microinjection Sclerotherapy
Merupakan skleroterapi yang digunakan pada vena yang kecil dan
juga menggunakan jarum yang sangat kecil.13

52
Penyuntikan larutan (sklerosan) ke dalam vena
menyebabkan iritasi tunika intima dan merusak lapisan endotel,
sehingga menyebabkan trombosis, endosklerosis, dan fibrosis,
selanjutnya pembuluh darah yang nekrosis akan diserap oleh
jaringan sekitarnya tanpa terjadi rekanalisasi. Sklerosan dapat
digolongkan dalam 3 jenis, yaitu: larutan deterjen (polidokanol),
larutan hipertonik (NaCl 3%), iritan kimia (polyiodide iodide). [11]
Skleroterapi dilakukan untuk jenisvarises telangiektasis,
retikular, varises persisten serta varises pada penderita lanjut usia.
Kontra indikasi skleroterapi pada varises vena tungkai bawah
adalah:
1. DVT Akut
2. Malvormasi vena berat
3. riwayat trombosis vena profunda
4. penyakit pembekuan darah.
Sedangkan kontra indikasi relatif adalah 1)kehamilan,2) penderita
imobilisasi,3)diabetes,4) obesitas,5)urtikaria, dan 6)dugaan alergi
terhadap sklerosan.
Efek samping yang mungkin timbul adalah 1)urtikaria,
2)hiperpigmentasi,3)dermatitiskontak,4)folikulitis,5)
telangiektasis,6)lepuh,7) erosi,8) memar di sekitar suntikan, dan
9)rasa nyeri. Komplikasi yang lebih serius tetapi jarang adalah
1)nekrosis kulit,2) ulkus, 3)mikrotrombus, 4)hematom
intravaskular,5)tromboplebitis superfisialis,6)trombosis vena
profunda dengan emboli paru,7) anafilaksis. [11]

Tabel . Konsentrasi Sklerosan berdasarkan ukuran vena

Diameter Vena Konsentrasi Sklerosan

Kurang dari 1mm Hypertonic saline 11.7%

53
Sodium tetradisil sulfat 0.1% - 0.3%

polidokanol 0.3% - 0.5%

Glycerin 72% / lidocaine-epinephrine

Sclerodex

1 – 3 mm Hypertonic saline 23.4%

Sodium tetradesil sulfat 0.5% - 1.0%

polidokanol 1% to 2%

4 – 6 mm Sodium tetradisil sulfat1% - 2%

polidokanol 2% - 3%

Vena retrikular Sodium tetradisil sulfat 2% - 3%

polidokanol 3% - 5%

Gambar 25: injeksi Scleroterapy.(11]

54
Gambar 26: injeksi Scleroterapy dengan Usg.(11]

Terapi Minimal Invasif


1. Endovenous Laser Therapy
Endovenous laser therapy (EVLA) adalah terapi untuk varises vena
tungkai bawah dimana serat optik dimasukkan ke dalam pembuluh darah
yang akan diobati dan sinar laser (biasanya di bagian inframerah dari
spektrum) diarahkan ke bagian dalam pembuluh darahmenyebabkan
kerusakan endotel, fokalnekrosis koagulatif, penyusutan vena dan oklusi
trombotik.[12]
Dengan menggunakan anestesi lokal serta memiliki waktu pemulihan
yang lebih pendek. Selain itu, laser adalah pilihan yang baik untuk mengobati
pembuluh yang resisten terhadap skleroterapi.[12]
Kontraindikasi Endovenous Laser Therapy (EVLA)adalah pasien
yang sedang hamil atau menyusui, sistem vena dalam tidak memadai untuk
mendukung aliran balik vena setelah terapi, disfungsi hati atau alergi yang
mustahil menggunakan anestesi lokal, sindrom hiperkoagulabilitas berat,
refluks vena skiatik, Komplikasi yang dapat timbul adalah perforasi vena,
deep vein thrombosis, echymoses, hiperpigmentasi, dan reaksi alergi.[12]

55
Gambar 27: Endovenous Laser therapi.(11]
2. Radiofrekuensi ablasi (RF)
Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter
radiofrekuensi yang diletakkan di dalam vena untuk menghangatkan dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh darah. Pemanasan ini
menyebakan denaturasi protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena.
Kateter dimasukkan sampai ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal
Saphenofemoral Junction yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
Ultrasonografi. Ujung kateter menempel pada endotel vena, kemudian energy
radiofrekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk memanaskan
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah energy yang diberikan
dimonitor melalui sensor termal yang diletakkan di dalam pembuluh darah.
Sensor ini berfungsi mengatur suhu yang sesui agar ablasi endotel terjadi.[11,12]

56
Gambar 24. Radifrekuensi Ablasi[12]

Terapi Pembedahan
1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan
menghilangkan segmen varises yang pendek dan vena retikular dengan jalan
melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan khusus yang dibuat
untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan
kelompok varises residual setelah dilakukan sphenectomy.[11,13]
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil
atau jarum yang berukuran besar. Selanjutnya kaitan phlebectomy
dimasukkan ke dalam dan vena dicapai melalui mikroinsisi ini. Menggunakan
kaitan kemudian dilakukan traksi pada vena, bagian vena yang panjang
dipisahkan dari perlekatan sekitarnya. bila vena tidak dapat ditarik apat
dilakukan insuisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal sampai
keseluruhan vena.[11,13]
Namun, tingkat kekambuhan bisa tinggi jika sumber refluks tidak
diatasi. Indikasi phlebectomy untuk varises dengan berbagai ukuran.
Kontraindikasi phlebectomy adalah pasien yang telah melakukan skleroterapi
dan stripping sebelumnya.
Efek samping phlebectomy antara lain pigmentasi kulit, kerusakan
saraf kulit. [17]

57
Gambar 28. Tehnik oprasi Ambulotory phelebectomy12

2. Ligasi Vena Saphena Magna dan Stripping Vena


Sampai saat ini, tehnik oprasiVena Saphena Magna dari pergelangan
kaki hingga selangkangan dengan ligasi dari cabang-cabang vena dianggap
sebagai standar baku emas (gold standard) pada pembedahan vena varikosa.
[18]

Indikasi Operasi(19)

1. Nyeri pada varises


2. Terdapat thromboplebitis superficialis pada varises tersebut.
3. Erosi pada kulit di atasnya dengan disertai perdarahan, edema dan selulitis
4. Varises tungkai yang disertai indurasi atau lipodermatosklerosis
(Penebalan dan pengerasan kulit pada tungkai dan pergelelangan kaki)
5. Varises yang mengakibatkan ulserasi

.Kontra Indikasi Operasi(19)

1. Stripping yang semata – mata bertujuan kosmetik.

58
2. Varises tungkai yang menyertai insufisiensi kronis vena dalam.
Dimana sebetulnya keluhan penderita lebih diakibatkan karena
insufisiensi tersebut daripada varises itu sendiri.
3. Varises tungkai yang menyertai beberapa kondisi kronis yang
sebetulnya mendasari keluhan penderita seperti : artritis degeneratif,
penyakit arteri oklusif, sindroma neurogenik, lymphedema, gagal
jantung kongestif dan obesitas.
4. Varises tungkai yang ditemukan bersama fistel arterio – venosus atau
kelainan vena kongenital seperti Sindroma Klippel – Trenaunay
(terjadinya kerusakan remodelling pembuluh darah sehingga
menyebabkan hipertropi jaringan lunak)

Tehnik oprasi pada varises vena,Dilakukan incisi kulit di bawah


ligamentum inguinale± 4 – 6 cm dari medial dari a. femoralis,dimana
Jaringan subkutan dibuka dan fascia diincisi sehingga tampak v. saphena
dengan jelas. Lalu Vena Saphena magna di “teugel” pada dua tempat.
Cabang-cabang kollateral dari vena Saphena magna yang terdiri
dariVenaCircumflexa iliaca superficialis,vena epigastrica superficialis,vena
pudenda externa superficialis,vena cutaneus lateralis dipotong dan diligasi.
cabang-cabang vena saphena magna dengan vena femoralisharus diperhatikan
dan dipisahkan pada sapheno – femoro junction.
KemudianVena saphena diligasi dan dipotong.
Striper dimasukkan dari proximal (antegrade) atau dari distal 
(retrograde) dekat maleollus medialis.
Pada waktu memasukkan stripper tidak boleh dipaksa. Bila ada
hambatan-hambatan dapat dilakukan multipleinsisi,Setelah dilakukan
stripping, extremitas ditekan sampai 10 menit untuk mengurangi perdarahan
dan hematoma,Kemudian luka ditutup kembali.[20,21]

Komplikasi Operasi(20)

59
1. Memar dan rasa tidak nyaman kadang dialami penderita terutama bila
vena yang diangkat merupakan vena yang berdiameter besar. Namun
pemberian analgetika dapat mengatasi hal ini. Pemberian bebat tekan juga
mengurangi resiko terjadinya hematom / memar.
2. Jejas saraf sensorik kadang ditemukan juga pada pengangkatan varises
tungkai. Nervus Saphenus dan cabang – cabangnya berdekatan dengan
vena saphena magna di daerah betis. Angka kejadian ini diperkirakan
sebesar 1 % dari seluruh operasi. Namun area anaestesi yang kecil dapat
meningkatkan resiko menjadi 10 % nya. Pelaksanaan stripping secara
inverted dan menghindari stripping vena saphena magna di bawah garis
tengah betis dapat mengurangi terjadinya komplikasi ini.
3. Perdarahan dapat terjadi pada operasi stripping varises. Untuk
menghindari ini ligasi dan pemotongan terhadap cabang v. saphena harus
dilakukan secara teliti. Penggunaan bebat tekan juga bermanfaat dalam
mengurangi resiko perdarahan.
4. Infeksi dapat juga terjadi pada pelaksanaan stripping varises. Pemberian
antibiotik profilaksis dan pelaksanaan operasi sesuai kaidah dapat
menghindari komplikasi ini

60
Gambar 29: Ligasi vena dan striping vena.(13]

Modifikasi Teknik Pembedahan


1. Transilluminated Powered Phlebectomy Ablation of Varicosities (TriVexe)

61
Phelebektomi dengan transiluuminasi merupakan metode unutk ablasi
varises yang lebih cepat dan reliabel. teknik ini menggunakan transluminator
yang dialirkan melewati bagian dalamdari varises dan sebuah suction resector
dimasukan melalui insisi di kulit cara kerjanya vena akan diisap melalui
resector.Efeksampingyangditimbulkandari teknik ini diantaranya
selulitis,cedera saraf saphenenous dan hematom.[21]
Namun teknik ini dapat kita lakukan pada pembedahan dengan
varises yang rekuren dimana didapatkan jaringan parut perivaskular dan
kekakuan pembuluh vena.[22]
2. Subfascial Endoscopic Perforator Ligation (SEPS)
Vena perforator yang tidak kompeten seringkali didapatkan pada
pasien dengan Chronic vein insufficiency, dan penatalaksanaan terhadap
terapi sangat penting diketahui oleh klinisi yang menangani pasien tersebut.
Stoking kompresi dan perawatan luka yang tepat seringkali cukup untuk
mengobati luka tersebut. Pada kejadian dimana ulkus ini tidak sembuh atau
sering rekuren. Pada keadaan seperti ini, terdapat beberapa pilihan operatif
yang tersedia. Teknik operasi“ Liton” yang dilakukan pertama kali pada awal
1950 dimana operasi ligasi dari vena perforator subfasia insisi kulit
sepanjang bagian medial kaki hingga fasia mengeliling otot soleus. Prosedur
radikal ini telah banyak ditinggalkan karena tingkat komplikasi luka yang
tinggi.[23]
Bedah vena perforator endoskopik subfasia (subfascial endoscopic perforator
surgery(SEPS)pertama kali dilakukan di Jerman oleh Hauer pada tahun
1985,Beberapa ahli bedah berpendapat ligasi pada vena perforata merupakan
tindakan yang tidak rutin dilakukan,Bila ligasi vena perforata diperlukan
untuk menghilangkan vena perforata yang inkompeten, tindakan ligasi
endoskopi ini lebih disarankan dibandingkan dengan operasi terbuka untuk
menghindari masalah dengan penyembuhan luka operasi.(24)

62
Gambar 30. Tehnik Oprasi SEPS
3.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada varises tungkai adalah[3,14]
a. Pendarahan
b. Infeksi
c. Edema tungkai
d. Kerusakan saraf kulit (Saraf saphenous)
e. Limfokel
f. Thrombosis vena dalam

63
BAB IV
KESIMPULAN

Varises merupakan pemanjangan, pelebaran, dan berkelok-keloknya


sistem vena tiga mm > atau lebih yang disertai dengan gangguan sirkulasi darah di
dalamnya. Faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadi varises adalah
jenis kelamin, berat badan, pekerjaan dan aktivitas fisik, faktor makan, konsumsi,
alcohol, dan faktor keturunan. Etiologi varises tungkai dapat berasal dari kelainan
vena kongenital, primer maupun sekunder.
Patofisiologi terjadinya varises bergantung pada penyebab dan sistem vena
berdasarkan posisi anatominya. Dalam mendiagnosis varises tungkai perlu
ditanyakan adanya gejala-gejala yang berhubungan dengan varises, riwayat
sebelumnya maupun riwayat didalam keluarga yang pernah mengalami varises,
serta faktor-faktor atau penyakit penyerta yang berhubungan dengan timbulnya
varises. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus perlu dilakukan untuk menilai
stadium dan kelainan vena pada penyakit varises. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada kasus ini diantaranya yaitu duplex scanning, Contrast
venography, dan USG intravaskular.
Prinsip tatalaksana pada pasien dengan varises adalah mengurangi gejala-
gejala yang berhubungan dengan varises seperti mengurangi rasa nyeri, bengkak,
pelebaran dan penonjolan vena, mencegah komplikasi lebih lanjut, meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan memperbaiki kemampuan mobilisasi pada pasien.
Tatalaksana yang dapat diberikan dapat berupa pengobatan konservatif, kompresi
stoking, maupun tindakan operasi skleroterapi, ligasi vena, dan stripping.
Jika penyakit varises dibiarkan, maka dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi yang diantaranya terjadi ulkus, perdarahan, thrombus, tromboflebitis,
dan dapat berkembang menjadi emboli paru. Prognosis secara umum ditentukan
berdasarkan gejala klinis, bentuk, dan vena yang terkena, stadium, dan tingkat
komplikasi yang akan muncul pada pasien tersebut.

64
Penggunaan teknik minimal invasif seperti Endovenous laser ablation
telah membuka ilmu ini menjadi berbagai spesialitas yang beragam dan
meningkatkan kualitas hidup pasien yang signifikan. Tantangan selanjutnya bagi
klinisi yang menanganani penyakit vena adalah pasien dengan rekurensi berat –
penyakit vena stadium akhir – dan penanganan yang efektif terhadap insufisiensi
vena dalam. Sejalan dengan perkembangan teknologi baru dan pengetahuan yang
lebih baik.
Terapi mengguanakan kaus kaki (stocking) dan skleroterapi merupakan
terapi yang memerlukan biaya yang paling rendah namun dengan hasil yang
kurang baik daripada pembedahan,dibandingkan dengan terapi minimal invasive.
Untuk terapi minimal invasif biaya lebih mahal tetapi komplikasinya
rendah dibandingkan dengan pembedahan konvensional.

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Bergan J Jhon,Etiology and surgical menagement of varicose veins.In: Robert


W Hubson,Samuel E Wilson,Editor Vascular Surgery Principil and
Practice.New York,Marcel dekker;2004:949-59
2. Joann M. Lohr, MD and Ruth L.Bush,MD,MPH.Venous disease in
women:Epidemiology,manifestations,andtreatment.Eur J Vasc Endovasc
Surg; Dec 2017. 37-44
3. London M J Nick,Varicose Veins. In: Richard donelly, Arterial and Venous
Disease, New York, Marcel dekker;2004:1391-701
4. Alberto caggiati, MD, PhD, Claudio allegra, MD. Nomenclature of the veins
of the lower limb. venous terminologi anatomi; 2005.h:719-24
5. J. Golledge, F. G. Quigley. Pathogenesis of varicose veins. Eur J; 2007 :320-
23
6. Santosh shah, sumod koirala. Surgical outcomes of varicose veins at universal
college of medical sciences; 2016:14-16
7. M.S. Whiteley, I. Shiangoli. Fifteen years result of radiofrequency ablation,
using VNUS closure, for the abolition of truncal venous reflux in patients with
varicose veins. Eur J Endovasc Surg; 2017: 357-62
8. R.D. A. Olivera, A.C.P. Mazzucca. Evidence for varicose vein treatment. Sao
Paulo Med Journal; 2018:325-31
9. H. Wang, Q. Chen. Hemodynamic classification and CHIVA treatment of
varicose veins in lower extremities (VVLE).Int J Clin Exp Med; 2016:2465-
471
10. S.A. Mulla, S. Pai. Varicose Veins: a clinical study. Int J sur ;2017 :529-33
11. N. J.M. London, R Nash. ABC of arterial and venous disease. BMJ; 2000. :
1391-394
12. G. Gluseppe, R. Silva. Endovenous radiofrequency ablation for the treatment
of varicose veins: a single centre experience. World J Vasc Surg;2018: 357-61
13. R.T. Eberdhardt, J.D. Rafetto. Chronic venous insufficiency. AHA Journal;
2014:333-46

66
14. Renate van den bos MD,Lidia arends,PhD.Endovenous therapies of lower
extremity varicoties.JSV;2009:230-40
15. A. Cavezzi. G. Mosti. Catheter foam sclerotherapy of the great saphenous
vein, with perisaphenous tumescene infiltration and saphenous irrigation. Eur
J Vasc Endovasc Surg;2017:629-35
16. M. Hassan Murrad, Fernando C-Y. A the treatments of varicose veins.J Vasc
Surg; 2011: 49-65
17. F. Lurie. B. K. Lal. Compression therapy after invasive treatment of
superficial veins of the lower extreamities: clinical practice guidline of the
American venous forum, society for vascular surgery, American college of
phlebology, society for vascular medicine, and international union of
phlebology. J Vasc Surg;2018:17-28
18. V. Verma, R.S Mohil. Comparing ultrasound guided foam sclerotherapy with
surgical treatment in patients of varicose veins. Int Surg J; 2016: 2239-245
19. G. Batricevic, D. Music. Effect of treatment of varicose veins on the
occurrence of complications and to improve the quality of live. Adv J Vas
Med;2018: 2566-571
20. L.S Kabnick. M Ombrellino. Ambulatory phlebectomy; 2005: 218-24
21. M. Ombrellino. L. S. Kabnick. Varicose vein surgery; 2005: 185-94
22. F. Lin, S. Zhang. The management of varicose veins. Int J Surg;2011:185-89
23. R. J Beale, M.J. Gough. Treatment options for primary varicose veins. Eur J
Vasc Surg; 2010: 83-95

67

Anda mungkin juga menyukai