Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA FLAIL

CHEST/TRAUMA THORAKS

DISUSUN OLEH KELOMPOK III

VIDRIAN RAJIB KASIM

LISTIYAWATI HARUN

RISKA R. SIONE

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

T.A 2020
BAB I

TINJAUN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIS FLAIL CHEST/TRAUMA THORAKS


1. Definisi
Flail chest atau trauma thoraks adalah keadaan dimana beberapa atau hampir semua
tulang costae (iga) patah, biasanya di sisi kanan kiri dada yang menyebabkan adanya
pelepasan bagian depan dada sehingga tidak bisa lagi menahan tekanan waktu inspirasi dan
malahan  bergerak kedalam waktu inspiras
Flail chest Adalah area toraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya fraktur iga
multipel berturutan = 3 iga , dan memiliki garis fraktur = 2 (segmented) pada tiap iganya.
Akibatnya terbentuk area “flail” yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan
mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan
bergerak keluar pada ekspirasi.

Gambar patah tulang dinding dada kiri atas.


Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa flail chest adalah kondisi
dimana tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen
dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol
keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.
Flail chest adalah suatu keadaan apabila dua iga berdekatan atau lebih mengalami
fraktur pada dua tempat atau lebih. Bila fraktur terjadi pada dua sisi maka stabilitas dinding
dada lebih besar dan kurang mengancam ventilasi daripada bila terjadi pada satu sisi
Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada
tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail
Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun
ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada
inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab
timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan
gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya.
2. Etiologi
Flail Chest berkaitan dengan trauma thorak, yang dapat disebabkan oleh:
a. Trauma Tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara
lain: Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki,jatuh dari ketinggian, atau jatuh
pada lantai yang keras atau akibat perkelahian.
b. Truma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa:Luka tusuk dan
luka tembak
c. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa adalah terutama akibat gerakan yang
menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan
yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga: Lempar martil, soft ball,
tennis, golf.
3. Phatofisiologi
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail
chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada.
Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada
tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail
Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun
ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada
inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab
timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan
gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya.

Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan
dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan
tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur
tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat
fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat.
Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga
membantu dalam diagnosis Flail Chest. Flail chest mengakibatkan terjadinya gangguan
mekanika bernapas yaitu:
1. Fraktur sternum dengan pergeseran fragmennya menimbulkan nyeri yang menyebabkan
penderita menahan napas sehingga pernapasan menjadi dangkal. Hal ini diperberat
dengan akibat retensi sputum menyebabkan atelektasis, pneumonia yang menyebabkan
gangguan ventilasi, hipoksemia, hiperkarbia dan pada gilirannya akan menyebabkan
insufisiensi pernapasan dan berakhir dengan gagal pernapasan akut.
2. Fraktur iga multiple segmental mengakibatkan adanya segmen yang mengebang sehingga
terjadi pergerakan dinding dada akibatnya gerakan nafas pradoksal sehingga fungsi
ventilasi menurun. Penekanan ventilasi dan  atelektasis akan menyebabkan terjadinya
pintas arteriovenosa (AV) yang memperberat  insufisiensi pernapasan sehingga bila
dibiarkan akan berakhir dengan gagal pernapasan akut.
3. Nyeri hebat juga akan menyebabkan penderita mengurangi gerakan segmen melayang
sambil terus menerus berupaya paksa menarik dan mengeluarkan napas, hal ini terlihat
dengan pernapasan cepat dan dangkal bila dibiarkan akan menyebabkan kelelahan otot-
otot pernapasan dan berakhir dengan gagal pernapasan akut.
Akibat dari atelektasis, pneumonia, pirau A-V sendiri akan memperberat kerja napas, hal ini
ditunjukkan dengan gambaran gas darah memburuk, suatu tanda gagal pernapasan akut
4. Anatomi Fisiologi

Tulang rib atau iga atau Os costae jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan,
bagian depan berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagian
belakang berhubungan dengan ruas-ruas vertebra torakalis dengan perantaraan persendian.
Perhubungan ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat bergerak kembang kempis menurut
irama pernapasan.
Tulang iga dibagi tiga macam:
1. Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan langsung dengan tulang
dada dengan perantaraan persendian.
2. Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang, berhubungan dengan
tulang dada dengan perantara tulang rawan dari tulang iga sejati ke- 7.
3. Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang, tidak mempunyai
hubungan dengan tulang dada.
Tulang-tulang ini berfungsi dalam sistem pernapasan, untuk melindungi organ paru-
paru serta membantu menggerakkan otot diafragma didalam proses inhalasi saat
bernapas.Setelah tulang iga terdapat lapisan otot Musculus pectoralis mayor dan minor
merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius,
rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior
dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika
aksilaris posterior.
 Setelah lapisan otot. Rongga dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan
berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Paru-paru dilapisi oleh Pleura. Lapisan ini adalah membran aktif yang disertai dengan
pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris,
menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya
sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura
parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi
paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanya
ruang potensial yang ada.
Rongga toraks dibentuk oleh suatu kerangka dada berbentuk cungkup yang tersusun
dari tulang otot yang kokoh dan kuat, namun dengan konstruksi yang lentur dan dengan
dasar suatu lembar jaringan ikat yang sangat kuat yang disebut Diaphragma. Diafragma
bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta, dari vertebra
lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo
sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi
sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru –
paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya tampak untuk menegakkan diagnosa flail Chest
adalah:
1. Tampak adanya gerakan paradoksal segmen yang mengambang, yaitu pada saat inspirasi
ke dalam, sedangkan pada saat ekspirasi keluar. Keadaan ini tidak akan tampak pada
klien yang menggunakan ventilator.
2. Sesak nafas
3. Takikardi
4. Sianosis
5. Akral dingin
6. Wajah pucat
7. Nyeri hebat di bagian dada karena terputusnya integritas jaringan parenkim paru.

6. Komplikasi
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air
movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien
dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara
eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan
mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi: foto thorax (AP).
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis: menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin: mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal atau menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Oraksentesis: menyatakan darah/cairan

8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
a. Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin
melihat kejadian. yang ditanyakan:
 Waktu kejadian
 Tempat kejadian
 Jenis senjata atau penyebab trauma
 Arah masuk terjadinya trauma
 Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
b. Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu
seluruhnya.
 Inspeksi
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk
dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
 Palpasi
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
 Perkusi
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis
miring.
 Auskultasi
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
c. Pemeriksaan tekanan darah.
d. Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu yang besar.
e. Pemeriksan kesadaran
f. Pemeriksaan sirkulasi perifer.
g. Kalau keadaan gawat pungsi.
h. Kalau perlu intubasi napas bantuan.
i. Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
j. Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
k. Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau
keadaan memungkinkan).
2. Therapi
 Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang
dilembabkan dan resusitasi cairan.
 Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih
berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan
parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan
ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan
agar pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi definitif ditujukan untuk
mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan
dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan
penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita
trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai
diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara
lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan
penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk
melakukan intubasi dan ventilasi.
3. Tindakan Operasi (Stabilisasi)
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area
“flail” dengan indikasi:
a. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (cth: hematotoraks masif, dsb).
b. Gagal/sulit weaning ventilator.
c. Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif).
d. Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif).
e. Menghindari cacat permanent.
Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)
bronchial toilet fisioterapi agresif tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet. Tindakan
stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat menolong
penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan menyatukan
fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia
merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi dgn tekanan positif.
B. Konsep Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian
A. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua
data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
B. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q)
yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana,
Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat
sebelumnya.
d. Pengkajian pasien dengan pendekatan per sistem dengan  meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardia, disritmi, irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda
Homman,hipotensi/hipertensi ; DVJ.
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
4. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
5. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher,
bahu dan abdomen.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
6. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks
spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus
menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat,
sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ;
penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
7. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
8. Penyuluhan /pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.

C. Pengkajian Sistem
B1 (Breath)  Takipnea
  Peningkatan kerja napas
  Bunyi napas turun atau tak ada
  Fremitus menurun
  Perkusi dada hipersonan
  Gerakkkan dada tidak sama
  Kulit pucat
  Sianosis
  Berkeringat
  Krepitasi subkutan
  Mental ansietas
  Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
B2 (Bleed)   Takikardia 
  Disritmia
  Irama jantunng gallops
 Nadi apical berpindah
  Tanda Homman
 Hipotensi/hipertensi
  Distensi Vena Jugularis
B3 (Brain)  Bingung
  Gelisah
  Pingsan
B4 (Blader) Tidak ada kelainan
B5 (Bowel) Tidak ada kelainan
B6 (Bone)   Perilaku distraksi
  Mengkerutkan wajah.

D. Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif

Definisi: Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat

Tanda mayor:

Subjektif: 1. Dispnea

Objektif: 1. Pengguaan otot bantu pernapasan

2. Fase ekspirasi memanjang

3. Pola napas apnormal (mis,takipnea,bradipnea,hiperventilasi)


Tanda minor:

Subjektif: 1. Ortopnea

Objektif: 1. Pernapasan pursed-lip

2. Pernapasan cuping hidung

3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat

4. Ventilasisempit menurun

5. Kapasitas vital menurun

6. Tekanan ekpirasi menurun


7.Tekanan inspirasi menurun

8. Ekskursi dada berubah

2.Nyeri akut

Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringgan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Tanda mayor:

Subjektif: 1. Mengeluh Nyeri

Objektif: 1. Tampak meringis

2. Bersikap protektif (mis,waspada,posisi menghindari nyeri

3. Gelisah

4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur
Tanda minor

Subjektif: -

Objektif: 1. Tekanan darah meningkat

2. Pola napas berubah

3. Nafsu makan berubah

4. Proses berfikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaforesis

E. Intervensi keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. #Pola napas tidak #Pola napas #Menejemen jalan napas
efektif (D.0005) (L.01004) (I.01011)
Pola napas tidak Setelah dilakukan tindajan Observasi:
efektif berhubungan 2x24 jam diharapkan pola 1. Monitor pola napas
dengan Depresi pusat napas membaik dengan ( frekuensi, kedalaman,
pernapasan. kriteria hasil: usaha napas)
Definisi: inspirasi atau 1. Dispnea meningkat 2. Monitor bunyi napas
ekspresi yang tidak 2. Penggunaan otot bantu tambahan (mis. gurgling,
memberikan ventilasi napas meningkat mengi, wheezing, ronkhi
adekuat. 3. Pemanjangan fase kering)
ekspirasi meningkat 3. Monitor sputum (jumlah,
4. Frekuensi napas warna, aroma)
membaik Terapeutik:
5. Kedalaman napas 1. Pertahankan kepatenan
membaik jalan napas dengan head-
tllt dan chin-tllt (jaw-thrust
jika curiga trauma servikal)
2. Posisikan semi-Fowler
3. Berikan minum hanggat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan pengisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum pengisapan
endrotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep
McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi:
2. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

2. #Nyeri Akut (D.0077) #Tingkat nyeri (L.08066) #Menejemen nyeri (I.08238)


Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi:
berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam di 1. Identifikasi lokasi,
Agen pencedera harapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis. menurun dengan kriteria kualitas,intensitas nyeri
Definisi: : Pengalaman hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
sensorik atau 1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nywri
emosional yang 2.Meringgis menurun non verbal
berkaitan dengan 3. Sikap protektif menurun 4. Indentifikasi factor yang
kerusakan jaringan 4.Gelisa menurun memperberat dan
actual atau fungsional, 5. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
dengan onset 6. Frekuensi nadi membaik 5. Identifikasi pengetahuan dan
mendadak atau lambat keyakian tentang nyeri
dan berintensitas 6. Identifikasi pengaruh
ringgan hingga berat budaya terhadap respon nyeri
yang berlangsung 7. Identifikasi pengaruh nyeri
kurang dari 3 bulan. pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplemeter yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik:
1. Berikan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitas istirahat dan tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mendiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara mandiri
5. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
menguranggi rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
BAB II

A. Pathway

Trauma kompresi anteroposterior

Dan rongga thorak

Lengkung iga akan lebih

Melengkung lagi ke arah lateral

Krepitasi factor iga multiple Saat inspirasi, rongga

Segmental (Flail Chest ) dada mengembang

Adanya segmen yang gerakan fragmen costa

Mengembang (flai) yang patah, menimbulkan

gesekan antara ujung

fragmen dengan jaringan

sekitar

Gangguan pergerakan

inding dada Stimulasi saraf

Gerakan nafas paradoksal Nyeri dada

Fungsi fentilasi menurun


Nyeri Akut

Kompensasi takikardia O2 menurun, Co2 meningkat saturasi meningkat

Sesak nafas Pola Nafas tidak


efektif
B. Penjelasan pathway
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel
pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail
chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada
yang mengakibatkan trauma kompresi anteroposterior dari rongga thorak sehingga
lngkung iga akan lebih melengkung kea rah lateral.
Fraktur iga multiple segmental mengakibatkan adanya segmen yang mengebang
sehingga terjadi pergerakan dinding dada akibatnya gerakan nafas pradoksal sehingga
fungsi ventilasi menurun. Penekanan ventilasi dan  atelektasis akan menyebabkan
terjadinya pintas arteriovenosa (AV) yang memperberat  insufisiensi pernapasan sehingga
bila dibiarkan akan berakhir dengan gagal pernapasan akut sehingga kami mengangkat
diagnosa Pola nafas tidak efektif
Saat inspirasi, rongga dada mengembang gerakan fragmen costa yang patah,
menimbulkan geseskan antara ujung fragmen dengan jaringan sekitar sehingga terjadi
stimulasi saraf yang mengakibtkan nyeri dada sehingga kami mengangkat diagnose Nyeri
akut
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Flail chest atau trauma thoraks adalah keadaan dimana beberapa atau hampir semua
tulang costae (iga) patah, biasanya di sisi kanan kiri dada yang menyebabkan adanya
pelepasan bagian depan dada sehingga tidak bisa lagi menahan tekanan waktu inspirasi
dan malahan  bergerak kedalam waktu inspirasi.
Flail chest adalah suatu keadaan apabila dua iga berdekatan atau lebih mengalami
fraktur pada dua tempat atau lebih. Bila fraktur terjadi pada dua sisi maka stabilitas
dinding dada lebih besar dan kurang mengancam ventilasi daripada bila terjadi pada
satu sisi
Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang
maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail
Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).
Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding
dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan
hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri
yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya.

2. Saran
Dalam pembahasan teori dan asuhan keperawatan tentang Flail Chest, diharapkan
mahasiswa mampu memahami, mengetahui, dan menjelaskan tentang asuhan
keperawatan flail chest beserta pengaplikasiannya dalam dunia keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2016.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Doenges, Marilyn E. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3.  Jakarta:EGC

Dorland, W. A. Newman. 2017. Kamus Kedokteran. Jakarta:EGC

Somantri, Iman. 2016. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

http://nurulhanifa3012.blogspot.co.id/2017/10/flail-chest.html

Anda mungkin juga menyukai