Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

FAMILY CENTER, PROMOSI KESEHATAN PADA REMAJA DAN MANAJEMEN


TERPADU BALITA SAKIT

Disusun Oleh

FRENGKY PANDJARA

2018610086

4B

KEPERAWATAN ANAK

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG

2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyusun dan  menyelesaikan makalah yang berjudul ”Family
Center Care , Promosi Kesehatan Pada Remaja , dan Manajemen Terpadu Balita
Sakit”.

            Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak. Penulis
menyadari dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, maka dalam kesempatan ini penulis  mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kelancaran dalam pembuatan makalah ini.

            Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.

            Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya
bagi pembaca.

Malang, Mei 2020

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep Family-Centered Care sebagai filosofi dalam memberikan pelayanan


keperawatan di Rumah Sakit merupakan pendekatan yang bisa dilakukan karena dalam
pendekatan ini terjadi hubungan timbal balik antara penyedia pelayanan, pasien dan keluarga
sehingga akan meminimalkan konflik yang selama ini timbul sebagai akibat kurangnya
informasi dan komunikasi. Family-Centered Care dapat dipraktekkan dalam segala tahapan
usia dan berbagai macam latar belakang.
Belum lama ini kita semua mungkin terperangah mendengar berbagai pemberitaan
menghebohkan di media massa mengangkat realita yang dialami oleh kaum remaja di
Indonesia. Dimulai dari peristiwa seorang remaja putri yang mengalami kehamilan mereka
tidak diinginkan (KTD) melakukan persalinan atau melahirkan bayinya di dalam sebuah
bemo yang dikendarai oleh Bapaknya sendiri, tepat berada di halaman depan Instalasi Rawat
Darurat (IRD) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Kembali terdengar kabar seorang remaja
putra yang putus sekolah telah melakukan pelecehan seksual hingga pemerkosaan terhadap
delapan orang remaja putri. Yang mencengangkan, remaja tersebut mengakui bahwa dirinya
sudah terbiasa dan sering memaksa melakukan hubungan seksual kepada semua remaja putri
yang dipacarinya dengan alasan ingin merasakan keperawanan dari siswi-siswi tersebut.
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood
Illness (IMCI) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana
balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh.
MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan atau cara
penatalaksanaan balita sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan
oleh organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organizations) merupakan suatu bentuk
strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian,
kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang.
Derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun
masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status
gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang sangat luas, yakni bukan saja bebas
dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tentang Family Center Care?
2. Apa saja tentang Promosi Kesehatan Pada Remaja?
3. Apa saja tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Family Center Care
2. Untuk Mengetahui Promosi Kesehatan Pada Remaja
3. Untuk Mengetahui Manajemen Terpadu Balita Sakit
BAB 2

PEMBAHASAN

FAMILY CENTERED CARE

A. Pengertian

Family-Centered Care didefinisikan oleh Association for the Care of Children's Health
sebagai filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan peran penting dari
keluarga, dukungan keluarga akan membangun kekuatan, membantu untuk membuat suatu
pilihan yang terbaik, dan meningkatkan pola normal yang ada dalam kesehariannya selama
anak sakit dan menjalani penyembuhan.

Pada tahun 1987, ACCH mengidentifikasi adanya delapan element Family-Centered Care
yang dikemukanakn oleh C. Everest Koop dalam Surgeon General's Report: Children With
Special Health Care Needs. Sejak saat itu, definisi Family-Centered Care telah mendapatkan
perhatian social dan cultural dari keluarga dan mendukung peran administrasi para staff.
Family-Centered Care tidak hanya di peruntukkan pada standar praktik perawatan pada anak
sakit tetapi juga didukung USA dengan tindakan yang dilakukan legislatifnya.

B. Alasan Dilakukan Family-Centered Care

1. Membangun sistem kolaborasi daripada kontrol.

2. Berfokus pada kekuatan dan sumber- sumber keluarga daripada kelemahan keluarga

3. Mengakui keahlian keluarga dalam merawat anak seperti sebagaimana profesional

4. Mebangun pemberdayaan daripada ketergantungan

5. Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien, keluarga dan pemberi
pelayanan dari pada informasi hanya diketahui oleh professional.

6. Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku Elemen Family-Centered Care

C. Sembilan element Family-Centered Care yang teridentifikasi oleh ACCH

1. Keluarga dipandang sebagai unsur yang konstan sementara kehadiran profesi


kesehatan fluktuatif

2. Memfasilitasi kolaborasi orang tua – professional pada semua level perawatan


kesehatan.

3. Meningkatkan kekuatan keluarga, dan mempertimbangkan metode-metode alternative


dalam koping.
4. Memperjelas hal-hal yang kurang jelas dan informasi lebih komplit oleh orang tua
tentang perawatan anaknya yang tepat.

5. Menimbulkan kelompok support antara orang tua.

6. Mengerti dan memanfaatkan sistem pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan


perkembangan bayi, anak, dewasa dan keluarganya

7. melaksanakan kebijakan dan program yang tepat, komprehensif meliputi dukungan


emosional dan finansial dalam memenuhi kebutuhan kesehatan keluarganya.

8. Menunjukkan desain transportasi perawatan kesehatan fleksibel, accessible, dan


responsive terhadap kebtuhan pasien

9. Implementasi kebijakan dan program yang tepat komprehensif meliputi dukungan


emosional dengan staff.

D. Konsep Dari Family Centered Care

1. Martabat dan kehormatan

Praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati pandangan dan pilihan pasien.


Pengetahuan, nilai, kepercayaan dan latar belakang budaya pasien dan keluarg abergabung
dalam rencana dan intervensi keperawatan

2. Berbagi informasi

Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberitahukan informasi yang berguna bagi


pasien dan keluarga denganbenar dan tidak memihak kepada pasien dan keluarga. Pasien dan
keluarga menerima informasi setiap waktu, lengkap, akurat agar dapat berpartisipasi dalam
perawatan dan pengambilan keputusan.

3. Partisipasi

Pasien dan keluarga termotivasi berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan keputusan
sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat.

4. Kolaborasi

Pasien dan keluarga juga termasuk ke dalam komponen dasar kolaborasi. Perawat
berkolaborasi dengan pasien dan keluarga dalam pengambilan kebijakan dan pengembangan
program, implementasi dan evaluasi, desain fasilitas kesehatan dan pendidikan profesional
terutama dalam pemberian perawatan.
E. Keuntungan

Keuntungan Family-Centered Care sebagai filosofi dalam pemberi pelayanan


dilaporkan dari berbagai literature. Dalam praktek Family-Centered Care, kehidupan pasien
ditingkatkan dengan memfasilitasi proses yang adaptive pada anak yang dirawat di rumah
sakit dengan keluarganya. Komunikasi orang-tua dan pemberi pelayanan akan meningkat,
sehingga kepuasan terhadap pelayanan terbentuk dari orang tua yang lebih merasa percaya
diri, dan kompeten dalam memberikan perawatan pada anaknya. Meningkatkan financial dan
hasil perawatan yang berkualitas juga merupakan keuntungan dari Family-Centered Care
dengan terhindarnya lebih banyak uang untuk pembayaran perawatan jika tercipta kolaborasi
antara keluarga dan pemberi pelayanan dalam perawatan anak.

F. Kebijakan Terkait Family Centered Care

1. Jam Kunjung

Seiring dengan pemahaman keluarga sebagai sumber kekuatan dan pendukung yang
utama bagi anak, maka kebijakan tentang jam kunjungan, ijin menemani anak selama dirawat
harus disesuaikan dengan konsep Family-Centered Care. Dalam konsep Family-Centered
Care, keluarga dipandang sebagai unsur yang konstan sementara kehadiran profesi kesehatan
fluktuatif. Adalah sangat ideal jika anak dapat didampingi selama 24 jam oleh orang tuanya.
Tidak perlu ada jam kunjung yang restrictive terhadap kenyamanan anak terhadap orang tua.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan dalam kebijakan adalah mengenai Visiting time, orang
tua yang tinggal bersama anak di rumah sakit (Stay with child),

Waktu kunjungan untuk anak perlu diatur oleh pihak pembuat kebijakan dirumah sakit secara
arif, kunjungan untuk orang tua seharusnya tidak dibatasi. Kunjungan dari sibling perlu
diberikan, karena untuk meminimalkan kecemburuan dan memberikan support system pada
anak. Hal yang perlu diperhatikan adalah kunjungan keluarga keruangan perawatan
memperhatikan prinsip aseptik dengan mencuci tangan sebelum dan setelah kunjungan,
pemakaian baju khusus untuk ruangan khusus dalam rangka meminimalkan infeksi
nosokomial. Baju untuk pengunjung dibuat menarik dengan motif dan corak yang cocok
untuk anak- anak.

2. Pre- hospital Konseling

Konseling yang dilakukan tenaga kesehatan kepada orang tua dan anak, terkait dengan
kebijakan, prosedur dan peraturan rumah sakit sebelum anak dirawat. Konseling ini dilihat
dari prinsip family centered care, petugas kesehatan memberikan hak informasi yang jelas
kepada klien dan keluarga. Menghormati anak dan keluarga, bahwa mereka memiliki hak
untuk bertanya.
3. Prosedur (treatment)

a. Mempertahankan perasaan mengkontrol

 Mempertahankan kebebasan anak untuk bergerak

Restrain untuk pemasangan intravena pada anak yang kooperatif tidak diperlukan. Hal ini
akan memberikan kebebasan pada anak untuk bergerak, fasilitasi dengan kursi roda pada
anak yang mengalami kesulitan berjalan, agar dapat berkeliling ruangan dengan pengawasan.
Pemeriksaan fisik yang membutuhkan pengekangan seperti pemeriksaan telinga dengan
otoskopi, dapat melibatkan orang tua untuk memegang posisi anak. Kehadiran orang tua akan
meminimalkan kecemasan, dan hal ini perawat menghargai hak anak.

 Pengaturan Jadwal Kegiatan Untuk Anak

Mengatur jadwal aktivitas anak pada saat dirawat dengan melibatkan anak dan orangtua.
Pengaturan jadwal dengan berdasarkan aktivitas yang dilakukan dirumah seperti jam mandi,
makan, nonton televisi, bermain. Pengaturan jadwal ini akan membantu anak beradaptasi,
meningkatkan kontrol diri terhadap aktivitas selama dirawat dan meminimalkan kejadian
anak kekurangan istirahat, seperti; anak sedang istirahat, kemudian ada suster yang
memberikan tindakan pada anak, sehingga waktu istirahat anak berkurang.

 Fasilitasi Kemandirian Anak

Anak dilibatkan dalam proses keperawatan dengan melibatkan kemandirian melalui self care
seperti; mengatur jadwal kegiatan, memilih makanan, mengenakan baju, mengatur waktu
tidur. Prinsip tindakan ini adalah perawat respek terhadap individualitas pasien dan keputusan
yang diambil pasien.

 Berikan pemahaman atau informasi

Anak anak memiliki kemampuan kognitif berfikir magis yang mengakibatkan kesalahan
interpretasi terhadap sakit dan perawatan. Anak merasa sakit sebagai hukuman. Petugas
kesehatan memberikan informasi yang jelas tentang prosedur yang akan dilakukan, berikan
kesempatan anak memegang alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya
stetoskop.

b. Meminimalkan injuri dan nyeri

 Protap prosedur khusus/Standar operasional prosedur atraumatic care

Persepsi nyeri anak anak sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitif anak yang berada
pada tahap pre- operasional dan fikiran magis. Prinsip tindakan pada anak anak adalah
atraumatik care. Adanya prosedur khusus untuk perawatan di ruang anak yang membedakan
dengan dewasa akan meminimalkan ketakukan anak, misalnya melakukan prosedur dengan
kegiatan bermain terlebih dahulu.
Perawat sebelum melakukan tindakan, hendaknya menanyakan persepsi anak terhadap
tindakan yang akan dilakukan. Tindakan menyuntik dipersepsikan anak akan membuat darah
mengalir keluar. Perawat perlu menjelaskan pada anak, bahwa setelah tindakan injeksi selesai
dan bekas suntikan ditutup dengan plester, maka darah akan berhenti keluar.

c. Meminimalkan dampak pemisahan pada anak

 Melibatkan orang tua dan keluarga dalam perawatan anak

Prinsip family centered care mendukung sepenuhnya keterlibatan keluarga dalam perawatan
anak, mulai dari pengkajian, perencananaan, implementasi, evaluasi dan pembuatan
kebijakan. Melibatkan orang tua dalam perawatan anak akan memberikan pengalaman positif
pada keluarga untuk merawat anak, memahami reaksi anak selama sakit dan melakukan
tindakan antisipasi dimasa mendatang.

 Mempromosikan Self Mastery & Mempertahankan Sosialisasi

Perawat membantu klien dengan menfasilitasi pengalaman positif selama dirawat, sehingga
peningkatkan perasaan otonomi anak, mengidentifikasi kekuatan atau kompetensi anak
selama penyembuhan dan dapat digunakan sebagai dasar pengalaman untuk dimasa
mendatang. Menfasilitasi terbentuknya support grup diantara orang tua dan anak, sehingga
orang tua dan anak mendapatkan dukungan dari lingkungan. Misalnya grup orang tua dengan
talasemia, grup anak dengan penyakit asma. Perawat dapat menfasilitasi grup untuk tukar
menukar pengalaman selama merawat dengan anak, baik melalui kegiatan informal atau
formal seperti seminar.

G. Fasilitas

 Ruangan pengkajian khusus untuk anak

Pengadaan ruangan khusus yang menjamin privacy orang tua untuk menjelaskan riwayat
kesehatan anak akan memberikan dampak orangtua tidak ragu-ragu, tidak khawatir informasi
akan didengar orang lain. Kerahasiaan informasi dipertahankan oleh tenaga kesehatan.
Setelah data tentang anak didapatkan petugas kesehatan dapat melibatkan orangtua dalam
perencanaan asuhan keperawatan anak yang merupakan salah satu prinsip family centered
care.

Selain itu terkait dengan konsep atraumatic care dan hospitalisasai, maka ruang rawat anak
perlu didekorasi (Room’s setting, colour, pictures) untuk meningkatkan rasa nyaman toddler
dan ruang tindakan harus dapat menurunkan kecemasan toddler. Diperlukan juga adanya
ruangan bermain dan berbagai macam permainan (Toys in pediatric room) untuk menunjang
dan menstimulasi tumbuh kembang, menurunkan stranger ansietas, takut dalam pain, dan
hospitalization.
 Menyediakan bed untuk penunggu

Mempertahanakan fasilitas seperti bed untuk penunggu, bangku untuk anak, dapur untuk
anak, televisi, ruangan dicat dengan warna yang menarik akan membuat atmosfer ruangan
seperti dirumah sendiri8. Kondisi ruangan yang demikian akan meminimalkan kecemasan
dan ketakutan anak terhadap lingkungan yang asing. Adanya bed untuk penunggu juga
meminimalkan dampak pemisahan untuk anak. Ruangan yang menjamin privacy anak
diperlukan karena anak usia pra- sekolah sudah mulai mengenal rasa malu, apabila tidak ada
dapat digunakan tirai.

 Tempat memajang foto keluarga

Memajang foto keluarga, akan memberikan ketenangan pada anak, karena anak merasa
keluarga ada didekatnya. Foto keluarga dapat juga digunakan perawat untuk mengkaji orang
yang paling berperan sebagai support sistem bagi anak.

 Lounge khusus untuk orang tua

Adanya suatu tempat yang khusus bagi orang tua untuk berkumpul akan memperkuat support
system bagi orang tua. Orang tua akan duduk di lounge khusus, bertemu dengan orang tua
pasien yang lain, bertukar ceritera dan pengalaman sambil membaca buklet yang disediakan
merupakan suatu pengalaman yang menghargai dan memperkuat kompetensi dan keahlian
keluarga dalam merawat anak.

Penyediaan lounge untuk keluarga ini yang dilengkapi dengan berbagai fasilitasnya perlu
disediakan (Education center and facilities). Idealnya ruang tersebut dilengkapi dengan kamar
mandi untuk keluarga, televisi, buku dan video panduan pendidikan anak (parenting book),
dan mainan anak.

 Fasilitas Telefon Untuk Keluarga Dan Anak

Mempertahankan kontak dengan orangtua melalui telefon akan meminimalkan dampak


pemisahan pada anak. Suara intonasi akan memberikan penguatan kepada anak.Apabila
orang tua tidak berkunjung perawat primer hendaknya mempertahankan kontak dengan anak.

 Menyediakan Ruangan Bermain

Pengadaan ruang bermain akan membantu anak beradaptasi selama perawatan dirumah sakit.
Kegiatan bermain akan memberikan stimulasi perkembangan motorik halus, kasar, personal
sosial dan bahasa pada anak. Kegiatan bermain akan meimbulkan perasaan relaks pada anak,
dan meminimalkan kebosanan selama perawatan. Anak dengan bermain diharapkandapat
mengekspresikan kekreatifan dan perasaannya.
 Menyediakan Perpustakaan Untuk Anak

Pengadaan perpustakaan keliling untuk anak, akan memberikan aktivitas pada anak-anak
yang dirawat. Tindakan ini, apabila dikaitkan dengan prinsip family centered care perawat
menjamin anak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk belajar dan
berfikir. Fasilitas belajar dapat berupa buku, CD, player, video.

 Ruangan Konsultasi Untuk Orang Tua

Adanya ruangan konsultasi akan menjamin privasi dan keterbukaan orang tua melakukan
konsultasi pada perawat. Keluarga mendapatkan hak informasi secara jelas, tidak bias dan
tidak memihak. Program pemberian informasi dilakukan sebagai program rutin diruangan,
seperti; penatalaksanaan anak dengan diabetes mellitus.

H. Metode Penugasan

Pemilihan metode penugasan (Work method) juga tak kalah penting dalam penerapan
Family-Centered Care yang sejalan konsep perkembangan pra sekolah. Anak pada usia ini
membutuhkan interaksi dengan perawat yang sama agar dapat merasa nyaman. Metode
penugasan tim dapat dipertimbangkan untuk menerapkan konsep otonomi dan initiative
versus guilty pada anak

I. Strategi Dan Evaluasi Pelaksanaan Family Centered Care Pada Anak

1. Sosialisasi kepada pihak yang terlibat, terutama pembuat kebijakan

2. Aplikasi pilot project pada area yang kecil dan evaluasi keberhasilan

a. Policy

Evaluasi pelaksananan Family Ceneterd Care akan nampak pada adanya Standar Operasional
Prosedur (SOP) dalam penerapan FCC misalnya dengan adanya SOP komunikasi yang baik,
inform consent, discharge planning dsb. Dan adanya kebijakan yang mendukung dalam
penerapan Family Centered Care merupakan indikator suksesnya penerapan FCC pada anak

b. Anak pra sekolah dan keluarga

Dalam hal ini anak pra sekolah akan lebih nyaman dengan menunjukkan tidak pernah atau
jarang menangis, sehingga klien toddler tidak perlu menambahkan obat-obatan seperti
penenang, analgetik berlebihan dsb (Less restless, less cry, less medication).

Hal lain yang bisa dilihat adalah penurunan kecemasan orang tua terhadap anaknya. Orang
tua dan anak secara verbal atau nonverbal menyatakan adanya penurunan kecemasan
(Decrease anxiety, parent – children). Dengan adanya kolaborasi antara keluarga dan perawat
dan kerjasama yang efektif maka kepulangan pasien akan lebih cepat (Discharge earlier)
sehingga akan mengurangi biaya perawatan di Rumah sakit dan kebutuhan pengobatan (Less
cost). Orang tua akan merasa lebih percaya diri dalam perawatan anaknya dan mempunyai
pemecahan masalah dalam menghadapi problem anaknya (Increase parent confidence &
problem solving). Hal ini juga akan mempengaruhi penurunan kembalinya anak yang dirawat
kembali ke rumah sakit dengan penyakit yang sama (Less rehospitalization). Keluarga
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan merencanakan perawatan yang akan
dilakukan pada anak (Participating in design planning). Adanya rasa percaya diri dari
keluarga dan orang tua akan menumbuhkan semangat dalam terciptanya kelompok
pendukung yang terbentuk dari perasaan senasib, dan kepuasan (Parent-parent support,
family gathering).
PROMOSI KESEHATAN REMAJA

1. Pengertian

Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan
fisik, emosi, psikis. Masa remaja, yaitu usia 10-19 tahun, merupakan masa yang khusus dan
penting, karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut
masa pubertas. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa.

2. Ciri – ciri perkembangan remaja, dibagi menjadi tiga tahap yaitu :

 Masa remaja awal ( 10 – 12 th) ;


 Lebih dekat dengan teman sebaya,
 Ingin bebas
 Lebih banyak mmemperhatikan tubuhnya.
 Masa remaja tengah ( 13 – 15 th) ;
 Mencari identitas dini,
 Timbulnya keinginan untuk kencan,
 Mempunyai rasa cinta yang mendalam,
 Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak,
 Berkhayal tentang aktivitas seks.
 Masa remaja akhir ( 16 – 19 th) ;
 Pengungkapan kebebasan diri,
 Lebih selektif dalam mencari teman sebaya,
 Mempunyai citra jasmani dirinya,
 Dapat mewujudkan rasa cinta Mampu berpikir abstrak.

3. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan munculnya tanda – tanda sebagai
berikut ;

· Tanda –tanda seks primer ;

 Terjadinya haid pada remaja puteri (menarche),


 Terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki.

· Tanda – tanda seks skunder ;

 Pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah
zakar bertambah besar, terjadinya. ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar, badan
berotot, tumbuhnya kumis, cambang dan rambut disekitar kemaluan dan ketiak,
 Pada remaja puteri ; pinggul melebar, tumbuhnya rambut di ketiak dan sekitar
kemaluan (pubis).
* Perubahan kejiwaan pada masa remaja ;

 Perubahan emosi ;
 Sensitive (mudah menangis, cemas, frustasi dan tertawa),
 Agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh, sehingga
misalnya mudah berkelahi.
 Perkembangan intelegensia ;
 Mampu berfikir abstrak,
 Ingin mengetahui hal – hal baru.

* Pengaruh buruk akibat terjadinya hubungan seks pranikah bagi remaja ;

· Bagi remaja ;

 Remaja pria menjadi tidak perjaka, dan remaja wanita tidak perawan,
 Menambah risiko tertular penyakit menular seksual (PMS), seperti : GONORRHEA
& CHLAMYDIA

4. Penyakit Pada Remaja

Disebabkan oleh bakteri. Infeksi dimulai beberapa hari sampai beberapa minggu
setelah hubungan intim dengan orang yang terjangkit penyakit ini. Pada pria, penyakit ini
menyebabkan keluarnya cairan dari kemaluan pria. Buang air kecil dapat terasa sakit. Gejala-
gejala ini dapat terasa berat atau tidak terasa sama sekali. Gejala-gejala gonorrhea pada
wanita biasanya sangat ringan atau tidak terasa sama sekali, tetapi kalau tidak diobati
penyakit ini dapat menjadi parah dan menyebabkan kemandulan. Penyakit ini dapat
disembuhkan dengan antibiotik bila ditangani secara dini.

 HERPES
Disebabkan oleh virus, dapat diobati tetapi tidak dapat disembuhkan. Gejala timbul
antara 3 sampai 10 hari setelah berhubungan intim dengan penderita penyakit ini.
Gejala awal muncul seperti lecet yang kemudian terbuka menjadi lubang kecil dan
berair. Dalam 5 sampai 10 hari gejala hilang. Virus menetap dalam tubuh dan dapat
timbul lagi sesuatu saat, dan kadang-kadang sering. Wanita kerap kali tidak sadar
bahwa ia menderita herpes karena lecet terjadi di dalam vagina.
 INFEKSI JAMUR
Disebabkan oleh jamur. Menyebabkan kegatalan berwarna merah di bawah kulit pria
yang tidak disunat. Pada wanita akan ke luar cairan putih kental yang menyebabkan
rasa gatal. Dapat disembuhkan dengan krim anti jamur.
 SYPHILIS
Disebabkan oleh bakteria. Lesi muncul antara 3 minggu sampai 3 bulan setelah
berhubungan intim dengan penderita penyakit ini. Luka terlihat seperti lubang pada
kulit dengan tepi yang lebih tinggi. Pada umumnya tidak terasa sakit .Luka akan
hilang setelah beberapa minggu, tetapi virus akan menetap pada tubuh dan penyakit
dapat muncul berupa lecet-lecet pada seluruh tubuh Lecet-lecet ini akan hilang juga,
dan virus akan menyerang bagian tubuh lain. Syphilis dapat disembuhkan pada tiap
tahapan dengan penicillin.Pada wanita lesi dapattersembunyi pada vagina.
 VAGINISTIS
Infeksi pada vagina yang biasanya menyebabkan keluarnya cairan dari vagina yang
berbau dan menimbulkan ketidaknyamanan. Disebabkan oleh berbagai jenis bakteri
(bakteri gonorrhea, chlamydia) atau jamur. Juga dapat disebabkan oleh berbagai
bakteri tidak berbahaya yang memang menetap pada vagina. Dapat diselidiki dengan
meneliti cairan vagina tersebut dengan mikroskop. Pada umumnya dapat
disembuhkan dengan obat yang tepat sesuai dengan penyebabnya.
 BISUL PADA ALAT KELAMIN
Disebabkan oleh virus (Virus Human Papilloma atau HPV). Muncul berupa satu atau
banyak bisul atau benjolan antara sebulan sampai setahun setelah berhubungan intim
dengan penderita penyakit tersebut. Pada umumnya tidak dapat terlihat pada wanita
karena terletak di dalam vagina, atau pada pria karena terlalu kecil. Dapat diuji
dengan lapisan cuka. Dapat berakibat serius pada wanita karena dapat menyebabkan
kanker cervix. Bisul pada kelamin ini dapat disembuhkan, wanita harus menjalankan
pap smear setiap kali berganti pasangan intim.
 KUTU KELAMIN
Sangat kecil (lebih kecil atau sama dengan 1/8 inch), berwana kelabu kecoklatan,
menetap pada rambut kemaluan. Dapat disembuhkan dengan obat cair yang
digosokkan pada rambut kelamin.
 KUTU DI BAWAH KULIT
Mirip dengan kutu kelamin, tetapi ukurannya lebih kecil dan menetap di bawah kulit.
Menyebabkan luka-luka kecil dan gatal di seluruh tubuh. Diobati dengan obat cair
yang diusapkan ke seluruh tubuh. Pakaian, seprei dan handuk harus dicuci setelah
pengobatan, karena kutu dapat menetap pada kain-kain terebut.
 HIV – AIDS
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti
darah, cairan sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit
karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun. HIV dapat menular ke orang
lain melalui :
 Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
dengan orang yang telah terinfeksi HIV,
 Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian(seperti
pecandu Narkoba),
 Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV,
 Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat
melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).
 Mencegah AIDS meliputi tidak berganti-ganti pasangan seksual, pencegahan
kontak darah, misalnya pencegahan terhadap penggunaan jarum suntik yang
diulang, dengan formula A-B-C, abstinensia artinya tidak melakukan
hubungan seks sebelum menikah, be fautnensia artinya jika sudah menikah
hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja,condom artinya
pencegahan dengan menggunakan alat.

 Remaja puteri terancam kehamilan yang tidak diinginkan, , pengguguran kandungan


yang tidak aman, infeksi organ-organ reproduksi, anemia, kemandulan dan kematian
karena perdarahan atau keracunan kehamilan.
 ABORSI
Aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai
usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup diluar secara mandiri. Ada 2 macam
risiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi ;
Risiko kesehatan fisik dan mental :
 Kehilangan harga diri (82%),
 Berteriak-teriak histeris (51 %),
 Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%),
 Ingin melakukan bunuh diri (28%),
 Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%),
 Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%).
Risiko gangguan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan
dihadapi seorang wanita, meliputi ;
 Kematian mendadak karena pendarahan hebat,
 Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal,
 Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan,
 Rahim yang sobek (Uterine Perforation),
 Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations),
 Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita),
 Kanker indung telur (Ovarian Cancer),
 Kanker leher rahim (Cervical Cancer),
 Kanker hati (Liver Cancer),
 Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa),
 Menjadi mandul (Ectopic Pregnancy),
 Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease),
 Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis).

 Trauma kejiwaan.
Bagi keluarga
 Menimbulkan aib keluarga,
 Menambah beban ekonomi keluarga,
 Pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan akibat tekanan masyarakat di
lingkungannya (ejekan).

·
 Bagi masyarakat
 Meningkatnya remaja putus sekolah,
 Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi,
 Menambah beban ekonomi masyarakat.

5. Kaitan antara kesehatan remaja dan kesehatan reproduksi remaja

Beberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan remaja termasuk


kesehatan reproduksi remaja, meliputi :
 Masalah gizi ( anemia dan KEK ) dan pertumbuhan yang terhambat,
 Masalah pendidikan
 Masalah lingkungaan dan pekerjaan,
 Masalah seks dan seksualitas,
 Masalah kesehatan / kesehatan reproduksi remaja
 Masalah jerawat,
 Rokok
 Penggunaan obat dan kekerasan
 Penggunaan psikotoprika atau narkoba,

6. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja

Pembinaan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk memberikan


informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan perilkau hidup sehat bagi
remaja, di sampaing mengatasi masalah yang ada. Dengan pengetahuan yang
memadai dan adanya motivasi untuk menjalani masa remaja secara sehat, para remaja
diharapkan mampu memelihara kesehatan dirinya agar dapat memasuki masa
kehidupan berkeluarga dengan reproduksi yang sehat.
Pembekalan pengetahuan yang diperlukan remaja meliputi :
 Perkembangan fisik, kejiwaan dan kematangan seksual remaja,
 Proses reproduksi yang bertanggung jawab,
 Pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan perempuan
 Persiapan pranika
 Kehamilan dan persalinan, serta cara pencegahannya.

7. Metode Promosi

A. METODE

 Metode penyuluhan langsung


Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka dengan sasaran.
Termasuk di sini antara lain ; pertemuan diskusi, pertemuan di sekolah.
 Metode yang tidak langsung
 Dalam hal ini para penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap muka dengan
sasaran, tetapi ia menyampaikan pesannya dengan perantara ( media ).
 Umpumanya publikasi dalam bentuk media cetak, melalui pertunjukan film, dsb.

B. MEDIA

Media atau alat peraga dalam kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu promosi
kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba atau dicium, untuk memperlancar
komunikasi dan penyebarluasan informasi.
Macam media ;
 Benda asli,
 Benda tiruan,
 Gambar / media grafis ( poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan, dll),
 Gambar alat optic ( photo, slide, film, dll ).

C. TEMPAT

Tempat untuk promosi kesehatan remaja, yaitu di sekolah yang sasaarannya siswa
dan siswi SMP dan SMA yang usianya antara 10 – 19 tahun.
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

2.1.PENGERTIAN
MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit atau Integrated Management
of Childhood Illness (IMCI dalam bahasa Inggris) adalah suatu pendekatan yang
terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia
0-5 tahun (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan
tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya
yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan anak balita di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu,
Polindes, Poskesdes, dll.
Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi
penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita. Dikatakan lengkap
karena meliputi upaya kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), perbaikan gizi, imunisasi
dan konseling (promotif). Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan
MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan
kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.
Di Indonesia, MTBS sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1996 oleh Departemen
Kesehatan yangbekerjasama dengan WHO. Layanan ini tidak hanya kuratifnya saja tapi
sekaligus pelayanan preventifdan promotifnya. Tujuan dari pelatihan ini yaitu dihasilkannya
petugas kesehatan yang terampilmenangani bayi dan balita sakit dengan menggunakan
tatalaksana MTBS. Sasaran utama pelatihanMTBS ini adalah perawat dan bidan, akan tetapi
dokter Puskesmas pun perlu terlatih MTBS agar dapatmelakukan supervisi penerapan MTBS
di wilayah kerja Puskesmas.Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu
pendekatan yang digagas oleh WHO danUNICEF untuk menyiapkan petugas kesehatan
melakukan penilaian, membuat klasifikasi sertamemberikan tindakan kepada anak terhadap
penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa.MTBS bertujuan untuk meningkatkan
keterampilan petugas, memperkuat sistem kesehatan sertameningkatkan kemampuan
perawatan oleh keluarga dan masyarakat yang diperkenalkan pertama kalipada tahun
1999.MTBS dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas merupakan suatu sistem
yangmempermudah pelayanan serta meningkatkan mutu pelayanan.

 Di bawah ini dapat dilihat penjelasan MTBS merupakan suatu sistem.
1 .Input
  Balita sakit datang bersama kelaurga diberikan status pengobatan dan formulir MTBS
Tempat danpetugas : Loket, petugas kartu

2. Proses
 Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.
 Memeriksa berat dan suhu badan
 Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada dan mendengar
stridor
 Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung, memberi minum anak
untuk melihatapakah tidak bias minum atau malas dan mencubit kulit perut untuk
memeriksa turgor
 Selalu memerisa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul
Vitamin A Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager (Bidan yang telah
dilatih MTBS)
3. Output
 Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa pemberian terapi
dan konselingberupa nasehat pemberian makan, nasehat kunjungan ulang, nasehat kapan
harus kembali segera.Konseling lain misalnya kesehatn lingkungan, imunisasi, Konseling
cara perawatan di rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit membutuhkan rujukan

Praktek MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan yaitu:


a. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita sakit (petugas
kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS dapat memeriksa dan menangani
pasien balita)
b. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi
didalam pendekatan MTBS)
c. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya
pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan)

2.2. TUJUAN MTBS


 Menurunkansecara bermakn aangka kematian dan kesakitan yang terkait penyakit
tersering pada balita.
 Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak.

Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0 – 7 hari terbanyak
adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %), prematuritas (32,4 %), sepsis (12,0
%).Kematian neonatal 7 – 29 hari disebabkan oleh sepsis (20,5 %), malformasi
kongenital (18,1 %) dan pneumonia (15,4 %). Kematian bayi terbanyak karena diare (42
%) dan pneumonia (24 %), penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %),
pneumonia (15,5 %) dan DBD (6,8 %).
Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana dengan MTBS
adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain pneumonia, diare,
malaria, campak dan kondisi yang diperberat oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia).
Langkah pendekatan pada MTBS adalah dengan menggunakan algoritma sederhana yang
digunakan oleh perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank
Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost effective untuk
mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut
(ISPA), diare, campak malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari
keadaan tersebut
Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan
jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). MTBS mengkombinasikan
perbaikan tatalaksana kasus pada balita sakit (kuratif) dengan aspek gizi, imunisasi dan
konseling ( promotif dan preventif). Agar penerapan MTBS dapat berjalan sebagaimana
yang diharapkan, maka diperlukan langkah-langkah secara sistematis dan menyeluruh,
meliputi pengembangan sistem pelatihan, pelatihan berjenjang, pemantauan pasca
pelatihan, penjaminan ketersediaan formulir MTBS, ketersediaan obat dan alat,
bimbingan teknis dan lain-lain.
Dari kedua survey di atas, menunjukkan bahwa kematian neonatal mendominasi
penyebab kematian bayi dan balita. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS apabila
memenuhi kriteria melaksanakan/melakukan pendekatan MTBS minimal 60% dari jumlah
kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut.
Mengingat MTBS telah diterapkan di Indonesia sejak 1997 dan banyak pihak yang
telah berkontribusi dalam pelatihan MTBS, tentunya banyak tenaga kesehatan yang telah
dilatih MTBS dan banyak insitusi yang terlibat di dalamnya. Sudah banyak fasilitator dilatih
MTBS dan para fasilitator ini sudah melatih banyak tenaga kesehatan, baik di tingkat desa
dan puskesmas.
Keberhasilan penerapan MTBS tidak terlepas dari adanya monitoring pasca pelatihan,
bimbingan teknis bagi perawat dan bidan, kelengkapan sarana dan prasarana pendukung
pelaksanaan MTB termasuk kecukupan obat-obatan. Namun, hal tersebut seringkali
dihadapkan pada keterbatasan alokasi dana, sehingga diperlukan suatu metode lain untuk
meningkatkan ketrampilan bidan dan perawat serta dokter akan MTBS melalui komputerisasi
atau yang lebih dikenal dengan ICATT (IMCI Computerize Adaptation Training Tools), yaitu
suatu aplikasi inovatifsoftware berbasis komputer untuk MTBS yang mempunyai 2 tujuan:
a. Untuk adaptasi pedoman MTBS
b. Untuk pelatihan MTBS melalui komputer memeriksa tanda-tanda bahaya umum
seperti:
- Apakah anak bisa minum/menyusu?
- Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
- Apakah anak menderita kejang ?
Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak tidak sadar letargis/?
Setelah itu petugas kesehatan akan menanyakan keluhan utama lain:
a. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
b. Apakah anak menderita diare?
c. Apakah anak demam?
d. Apakah anak mempunyai masalah telinga?
e. Memeriksa status gizi
f. Memeriksa anemia
g. Memeriksa status imunisasi
h. Memeriksa status pemberian vitamin A
i. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain
Berdasarkan hasil penilaian hal-hal tersebut di atas, petugas akan mengklasifikasi
keluhan/penyakit anak, setelah itu petugas melakukan langkah-langkah tindakan/pengobatan
yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi. Tindakan yang dilakukan dapat berupa:
a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah
b. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah
c. Menjelaskan kepada ibu tentang aturan-aturan perawatan anak sakit di rumah, misal
aturan penanganan diare di rumah
d. Memberikan konseling bagi ibu, misal: anjuran pemberian makanan selama anak sakit
maupun dalam keadaan sehat
e. Menasihati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan
Perlu diketahui, untuk bayi yang berusia s/d 2 bulan, dipakai penilaian dan klasifikasi
bagi Bayi Muda (0-2 bulan) memakai Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) yang
merupakan bagian dari MTBS. Penilaian dan klasifikasi bayi
Pemeriksaan dan tindakan secara lengkap tentunya tidak akan diuraikan disini karena
terlalu panjang. Sebagai gambaran, untuk penilaian dan tindakan/pengobatan bagi setiap
balita sakit, pendekatan MTBS memakai 1 set Bagan Dinding yang ditempelkan di tembok
ruang pemeriksaan dan dapat memenuhi hampir semua sisi tembok ruang pemeriksaan
MTBS di Puskesmas dan formulir pencatatan baik bagi bayi muda (0-2 bulan) maupun balita
umur 2 bulan-5 tahun. Sedangkan untuk pelatihan petugas, diperlukan 1 paket buku yang
terdiri dari 7 buku Modul, 1 buku Foto, 1 buku Bagan, 1 set bagan dinding serta 1 set  buku
Pedoman Fasilitator dengan lama pelatihan selama 6 hari ditambah pelajaran pada sesi
malam.

2.3. MENANYAKAN KELUHAN UTAMA


Beberapa jenis pertanyaan yang penting untuk diajukan terkait dengan Menilai batuk
atau sukar bernapas dan klasifikasinya, menilai diare dan klasifikasinya, menilai demam dan
klasifikasinya, serta menilai masalah telinga dan klasifikasinya.
Menilai batuk atau sukar bernapas dan klasifikasinya
Setelah memeriksa tanda bahaya umum, ditanyakan kepada ibu apakah menderita
batuk atau sukar bernapas, jika anak batuk atau sukar bernapas, sudah berapa lama,
menghitung frekuensi napas, melihat tarikan dinding dada bawah ke dalam, dan melihat dan
dengar adanya stridor. Kemudian dilakukan klasifikasi apakah anak menderita pneumonia
berat, pneumonia atau batuk bukan pneumonia.
Menilai diare dan klasifikasinya
Setelah memeriksa batuk atau suka bernapas, petugas menanyakan kepada ibu apakah
anak menderita diare, jika anak diare, tanyakan sudah berapa lama, apakah beraknya berdarah
(apakah ada darah dalam tinja). Langkah berikutnya adalah memeriksa keadaan umum anak,
apakah anak letargis atau tidak sadar, apakah anak gelisah dan rewel/mudah marah; melihat
apakah mata anak cekung, memeriksa kemampuan anak untuk minum: apakah anak tidak
bisa minum atau malas minum, apakah anak haus minum dengan lahap; memeriksa cubitan
kulit perut untuk mengetahui turgor: apakah kembalinya sangat lambat (lebih dari 2 detik)
atau lambat. Setelah penilaian didapatkan tanda dan gejala diare, maka selanjutnya
diklasifikasikan apakah anak menderita dehidrasi berat, ringan/sedang, tanpa dehidrasi, diare
pesisten berat, diare persisten atau disentri.
Menilai demam dan klasifikasinya. Demam merupakan masalah yang sering
dijumpai pada anak kecil. Tanyakan kepada ibu apakah anak demam, selanjutnya periksa
apakah anak teraba panas atau mengukur suhu tubuh dengan termometer. Dikatakan demam
jika badan anak teraba panas atau jika suhu badan 37,5 derajat celcius atau lebih. Jika anak
demam, tentukan daerah resiko malaria: resiko tinggi, resiko rendah atau tanpa resiko
malaria. Jika daerah resiko rendah atau tanpa resiko malaria, tanyakan apakah anak dibawa
berkunjung keluar daerah ini dalam 2 minggu terakhir. Jika ya, apakah dari resiko tinggi atau
resiko rendah malaria kemudian tanyakan sudah berapa lama anak demam. Jika lebih dari 7
hari apakah demam terjadi setiap hari, lihat dan raba adanya kaku kuduk, lihat adanya pilek,
apakah anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir, lihat adanya tanda-tanda campak:
ruam kemerahan di kulit yang menyeluruh dan terdapat salah satu gejala berikut: batuk, pilek
atau mata merah.
Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita penyakit berat dengan demam,
malaria atau demam mungkin bukan malaria. Jika anak menderita campak saat ini atau 3
bulan terakhir: lihat adanya luka di mulut, apakah lukanya dalam atau luas, lihat apakah
matanya bernanah, lihat adakah kekeruhan pada kornea mata. Kemudian klasifikasikan
apakah anak menderita campak, campak dengan komplikasi berat, atau campak dengan
komplikasi pada mata atau mulut. Jika demam kurang dari 7 hari, tanyakan apakah anak
mengalami perdarahan dari hidung atau gusi yang cukup berat, apakah anak muntah: sering,
muntah dengan darah atau seperti kopi; apakah berak bercampur darah atau berwarna hitam;
apakah ada nyeri ulu hati atau anak gelisah; lihat adanya perdarahan dari hidung atau gusi
yang berat, bintik perdarahan di kulit (petekie), periksa tanda-tanda syok yaitu ujung
ekstrimitas teraba dingin dan nadi sangat lemah atau tak teraba. Kemudian klasifikasikan
apakah anak menderita Demam Berdarah Dengue (DBD), mungkin DBD atau demam
mungkin bukan DBD.
Menilai masalah telinga dan klasifikasinya
Setelah memerisa dalam , petugas menanyakan kepada ibu apakah telinganya.jika
anak mempunyai masalah telinga tanyakan apakah telinga nya sakit,lihat apakah nanah ada
keluar dari telinga,raba adakah pembangkakan nyeri di belakang telinga.kemudian
klasifikasikan apakah anak menderita mostoiditis,infeksi telinga akut,infeksi telinga kronis
atau tidak ada infeksi telinga.
memeriksa status gizi dan anemi serta klasifikasinya
setiap anak harus di periksa status gizi nya,karna kekurangan gizi merupakan masalah
yang sering ditemukan,terutama diantara penduduk miskin.langkah nya yaitu apakah anak
tampak sangat kurus,memeriksa pembengkakan pada kedua kaki,memeriksa kepucatan
telapak tangan dan membandingkan beret badan anak menurut umur.kemudian
mengklasifikasikan sesuai tanda dan gejala apakah gizi buruk dan atau  anami berat,bawah
garis merah (BMG) dan atau anemi, tidak BMG dan tidak anemi.
Menasehati ibu.
Nasehat bagi ibu meliputi menilai cara pemberian makan anak, anjuran pemberian
makan selama sakit dan sehat, menasehati ibu tentang masalah pemberian makan,
meningkatkan pemberian cairan selama sakit, menasehati ibu kapan harus kembali dan
menasehati ibu tentang kesehatannya sendiri.
Pemberian pelayanan tindak lanjut
Kegiatan ini berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak datang atau
kunjungan ulang. Pelayanan pada anak yang datang untuk tindak lanjut menggunakan kotak-
kotak yang sesuai klasifikasi anak sebelumnya. Jika anak mempunyai masalah baru lakukan
penilaian, klasifikasi dan tindakan terhadap masalah baru tersebut seperti pada bagan
penilaian dan klasifikasi.
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penerapanan family centered care dalam perawatan anak melibatkan semua aspek dari
kebijakan, fasilitas dan perawat (staf) menjadi satu-kesatuan sinergi dalam perawatan anak.
Proses perubahan dalam perawatan anak melibatkan semua aktivitas perawatan dari prosedur
penerimaan pasien, minimalkan kecemasan perpisahan, minimalkan kehilangan kontrol,
minimalkan injuri dan nyeri, kaji pengalaman positif terkait dengan perawatan. Strategi
pelaksanaan FCC pada pra sekolah memerlukan sosialisasi, pilot project dan evaluasi
keberhasilan dan pengembangan pada unit yang lebih besar.
Secara umum pendirian Klinik Remaja ditujukan untuk mewujudkan remaja yang
sehat dan bertanggung jawab. Layanan kesehatan khusus remaja ini juga bertujuan untuk
memberdayakan remaja dalam aspek kesehatan pada umumnya dan kesehatan reproduksi
pada khususnya agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi remaja yang bertanggung jawab
dalam berperilaku sosial maupun terhadap perilaku seksual yang telah dilakukannya. Dengan
akses yang lebih mudah, cepat dan tepat mengenai informasi-informasi seputar kesehatan
medis umum, kesehatan reproduksi dan psikologis, maka dipastikan secara langsung dapat
mengurangi berbagai kasus permasalahan remaja.
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) bagi bayi muda yang berusia kurang dari 2
bulan merupakan pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana bayi muda sakit yang datang
berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif
terhadap penyakit sangat berat atau infeksi bakteri, diare, ikterus, berat badan rendah dan/
atau masalah pemberian ASI dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi,
pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan
angka kematian bayi dan anak balita serta menekan morbiditas karena penyakit tersebut.
B. Saran

Rumah sakit perlu menetapkan kebijakan penerapan family centered care dalam
perawatan anak dan ditunjang dengan SOP/ standar operasional prosedur, sekaligus dengan
penyiapan SDM, kerjasama lintas sektoral termasuk dengan institusi pendidikan untuk
pengembangan program ini.
Diharapkan Klinik Remaja dapat menjadi acuan sumber data dan media advokasi guna
mewujudkan remaja Indonesia yang sehat dan bertanggung jawab, mampu membentuk
remaja yang bisa memenuhi tantangan era globalisasi, serta memberikan sumbangsih untuk
tercapainya Millenium Development Goals pada tahun 2015. Oleh karena itu, sangat
diperlukan pemikiran dan aksi realisasi bersama untuk secara kongkrit mulai ikut
membangun dan mengembangkan pelayanan kesehatan berbasis remaja di Indonesia.
Setelah mengetahui berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian pada bayi
muda dan mengetahui cara penilaian kesehatan berdasarkan form MTBS ini disarankan
kepada petugas kesehatan untuk dapat mengaplikasikannya dalam melakukan penilaian
kesehatan terhadap bayi muda. Selainitu disarankan kepada mahasiswa keperawatan agar
dapat membuat makalah yang lebih sempurna dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R., & Tomey, A.M. Nursing Theorist and Their Work. Missouri: Mosby, 2006.

Anonim. (2007). Family centered care. diakses tanggal 7 September 2007 dari

Ball, J. W., & Bindler, R. C. Pediatric Nursing: Caring for Children. (3rd ed). New Jersey:
Prentice Hall, 2003.

Basrowi & Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Bissel C, “Family-Centered Care” oleh as retrieved on 12 Jul 2007 02:22:57 GMT.

Board, R. School–Age Children’s Perceptions of Their Pediatric Intensive Care Unit

Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dan Perkumpulan Keluarga


Berencana Indonesia (PKBI). Pengakuan Dan Pemenuhan Hak-Hak Reproduksi Dan Seksual
Remaja. Jakarta : Tim International Youth Day. 2006.

Pramesemara IGN. Kisara Youth Clinic. Denpasar : Integrated Youth Center – KISARA
PKBI Provinsi Bali. 2008.

Triswan Y, Djaelani-Gordon J, Pratomo P. Out Look : Kesehatan Reproduksi Remaja :


Membangun Perubahan Yang Bermakna. (Diakses : 28 April 2009). Diunduh dari :
http://www.pathfind.org/focus/publicat/outlook/ina.pdf. Desember 1998.

Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.

Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang disampaikan pada
Pertemuan 3.Nasional Program Kesehatan Anak, 2009, Manajemen Terpadu Balita Sakit.

Anda mungkin juga menyukai