Anda di halaman 1dari 5

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN

TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI


DI PUSKESMAS NTT

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
RELITHEN U. WALUWANJA
2017610079

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2020

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tekanan tinggi karena dapat


mengakibatkan kerusakan yang permanen pada organ-organ tubuh vital
(Kurniapuri & Supadmi, 2015). Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik (saat jantung
istirahat) lebih dari 90 mmHg (Falupi & Yulianti, 2013). Menurut Kemenkes RI
(2019) hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan
komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal dan
kebutaan (Sudarta,2013). Hipertensi dianggap sebagai faktor resiko utama terjadinya
penyakit jantung pada lansia,hal ini disebabkan oleh kekakuan pada arteri sehingga
tekanan darah cenderung meningkat.secara umum prevalensi hipertensi pada usia lebih
dari 50 tahun berkisar antara 15%-20%.dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi
semakin kaku,arteri dan aorta kehilangan daya penyesuaian diri (Falupi & Yulianti,
2013).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2018 menunjukkan sekitar


1,13 miliar orang di dunia mengalami hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia
terdiagnosis hipertensi. Jumlah penderita hipertensi terus meningkat setiap
tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 sebanyak 1,5 miliar orang yang
mengalami hipertensi dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal
akibat hipertensi dan komplikasinya (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan data
Kemenkes RI (2018) jumlah penderita hipertensi di Indonesia pada kalangan
umur ≥ 18 tahun sebanyak 34,1% dengan jumlah penderita hipertensi sebanyak
91,729 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 269 juta jiwa.
Sedangkan jumlah lansia penderita hipertensi di Provinsi Nusa Tenggara Timur
tahun 2018 sebesar 358.110 jiwa dan penderita hipertensi di Kabupaten Dompu
sebanyak 14.977 jiwa (Dinkes NTT, 2018).
Perubahan gaya hidup secara global berperan besar dalam meningkatkan angka
kejadian hipertensi.semakin mudahnya mendapatkan makanan siap saji membuat
3

konsumsi sayuran segar dan serat semakin berkurang,konsumsi garam,lemak,gula dan


kalori meningkat.Terlebih lagi penurunan aktivitas fisik sehingga menyebabkan
peningkatan jumlah populasi orang yang berlebihan berat badan.konsumsi lemak dibatasi
agar kadar kolestrol darah tidak terlalu tinggi,kadar kolestrol darah yang tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya endapan kolestrol dalam dinding pembuluh darah,lama
kelamaan jika endapan kolestrol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan
mengganggu peredaran darah (Kurniapuri & Supadmi, 2015).
Olahraga adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonic atau
dinamic), seperti gerak jalan dan naik sepeda, makan buah dan sayuran segar karena
mengandung banyak vitamin dan mineral,buah yang banyak mengandung mineral kalium
dapat membantu menurunkan tekanan darah, tidak merokok dan tidak minum alkohol,
mengadakan posyandu lansia, senam lansia maupun pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Menurunkan berat badan pada penderita yang gemuk,diet rendah garam,dan rendah
lemak,mengubah kebiasaan hidup,olahraga secara teratur dan kontrol tekanan darah
secara teratur. Sudah menjadi kewajiban mutlak bagi lansia atau orang yang beresiko
mengalami hipertensi untuk melakukan olahraga atau aktivitas fisik secara teratur. Rajin
melakukan olahraga minimal 30 menit setiap hari terbukti mampu meningkatkan
kesehatan jantung dalam urusan sirkulasi darah ke seluruh tubuh.serta banyak beraktivitas
didalam rumah seperti menyapu,berjalan kaki,berlari,bersepeda,dan berenang dengan
mengubah gaya hidup sehat dapat membantu mencegah darah tinggi sekaligus dapat
menghindari kondisi kesehatan yang buruk (Falupi & Yulianti, 2013). Lihatlah
kebiasaan gaya hidup anda dan putuskan hal mana sajah yang anda dapat melakukan
perubahan untuk membantu mencegah hipertensi.kita dapat mulai melakukan dari hal-hal
kecil dan sederhana seperti mengemil buah-buahan dan sayuran,menghindari junk
food,dan terus mempraktikkan kebiasaan-kebiasaan baik ini sampai mereka menjadi
bagian dari rutinitas harian (Rumagit dkk, 2013).

Penatalaksanaan hipertensi yaitu terapi non farmakologis (olahraga dan


relaksasi) dan terapi farmakologis (obat diuretik dan antagonis angiotensin).
Pengobatan hipertensi bertujuan untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah
penyakit komplikasi. Kepatuhan minum obat untuk mencapai keberhasilan
pengobatan dengan pemberian informasi obat (PIO) dan meningkatkan
pemahaman instruksi pengobatan pada penderita hipertensi (Kurniapuri &
4

Supadmi, 2015). Menurut Rumagit dkk (2013) menjelaskan bahwa berdasarkan


pedoman pengobatan dasar di Puskesmas maka kepatuhan pengobatan yang
diterapkan oleh penderita hipertensi yaitu kontrol mengkonsumsi makanan yang
asin, patuh mengkonsumsi obat sesuai dosis dan jadwal, serta melakukan
olahraga.
Menurut Kemenkes RI (2019) mengemukakan bahwa sebanyak (36,8%)
penderita hipertensi yang patuh minum obat dan sisanya sebanyak (63,2%)
penderita hipertensi tidak patuh minum obat karena merasa sehat. Ketidakpatuhan
pengobatan merupakan kontributor utama gagalnya kontrol tekanan darah pada
pasien hipertensi, dimana semakin tinggi tingkat ketidakpatuhan pasien akan
sejalan dengan semakin tinggi risiko komplikasi (Nopitasari dkk, 2019).
Ketidakpatuhan pengobatan sebagai berdampak pada lamanya proses
menyembuhkan hipertensi karena tidak terjadi penurunan tekanan darah dan bisa
menyebabkan komplikasi penyakit. Ketidakpatuhan pengobatan menyebabkan
peningkatan tekanan darah tidak terkontrol, sehingga dalam jangka panjang
berrisiko mengalami kerusakan organ-organ penting tubuh seperti otak, jantung
dan ginjal (Aulia, 2018).
Penelitian Rumagit dkk (2013) membuktikan bahwa sebanyak 40,87%
pasein hipertensi tidak patuh terhadap pengobatan tekanan darah secara rutin
karena melakukan pemeriksaan dan pengambilan obat hanya 1 kali dalam 1 bulan.
Penelitian Nopitasari dkk (2019) membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara kepatuhan minum obat terhadap perubahan tekanan darah sistole
dan diastole (p = 0,000 < 0,05). Tingkat kepatuhan penderita dalam minum obat
merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan terapi, terutama untuk
penyakit hipertensi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 17 Oktober 2020 dengan
mewawancarai perawat di Puskesmas NTT menjelaskan bahwa sebanyak 15
pasien tekanan darahnya hipertensi dengan nilai 140/90 mmHg, 140-150/90
mmHg, 150-160/90 mmHg di Puskesmas NTT didapatkan sebanyak 12 orang
tidak melakukan pemeriksaan kesehatan pada bulan Oktober 2020 dan sebanyak 3
orang saja yang melakukan pemeriksaan kesehatan. Hal ini membuktikan bahwa
5

masih banyak penderita hipertensi yang tidak patuh terhadap pengobatan untuk
menurunkan tekanan darahnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan
Pengobatan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Puskesmas
NTT”.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada “Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pengobatan Tekanan
Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Puskesmas NTT”?

Anda mungkin juga menyukai