Anda di halaman 1dari 50

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional. Bahasa dipahami sebagai sistem
perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan
digunakan sebagai sarana berinteraksi manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah
yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.

Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia
dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung antar etnis yang
mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antara suku-suku, bahasa
melayu juga menjadi bahasa transaksi perdagangan internasional di kawasan kepulauan
nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.

Telah dikemukakan pada beberapa kesempatan, mengapa bahasa melayu dipilih menjadi bahasa
nasional bagi negara Indonesia yang merupakan suatu hal yang menggembirakan.

Dibandingkan dengan bahasa lain yang dapat dicalonkan menjadi bahasa nasional, yaitu bahasa
jawa (yang menjadi bahasa ibu bagisekitar setengah penduduk Indonesia), bahasa melayu
merupakan bahasa yang kurang berarti. Di Indonesia, bahasaitu diperkirakan dipakai hanya oleh
penduduk kepulauan Riau, Linggau dan penduduk pantai-pantai diseberang Sumatera. Namun
justru karena pertimbangan itu jualah pemilihan bahasa jawa akan selalu dirasakan sebagai
pengistimewaan yang berlebihan.

Alasan kedua, mengapa bahasa melayu lebih berterima dari pada bahasa jawa, tidak hanya secara
fonetis dan morfologis tetapi juga secara reksikal, seperti diketahui, bahasa jawa mempunyai
beribu-ribu morfen leksikal dan bahkan beberapa yang bersifat gramatikal.
Faktor yang paling penting adalah juga kenyataannya bahwa bahasa melayu mempunyai sejara
yang panjang sebagai ligua France.

Dari sumber-sumber China kuno dan kemudian juga dari sumber Persia dan Arab, kita ketahui
bahwa kerajaan Sriwijaya di sumatera Timur paling tidak sejak abad ke -7 merupakan pusat
internasional pembelajaran agama Budha serta sebuah negara yang maju yang perdagangannya
didasarkan pada perdagangan antara Cina, India dan pulau-pulau di Asia Tenggara. Bahas
melayu mulai dipakai dikawasan Asia Tenggara sejak Abad ke-7. bukti-bukti yang menyatakan
itu adalah dengan ditemukannya prasasti di kedukan bukit karangka tahun 683 M (palembang),
talang tuwo berangka tahun 684 M (palembang), kota kapur berangka tahun 686 M (bukit barat),
Karang Birahi berangka tahun 688 M (Jambi) prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf pranagari
berbahasa melayu kuno.

Bahasa melayu kuno itu hanya dipakai pada zaman sriwijaya saja karena di jawa tengah (Banda
Suli) juga ditemuka prasasti berangka tahun 832 M dan dibogor ditemukan prasasti berangka
tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa melayu kuno.
Pad zaman Sriwijaya, bahasa melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan , yaitu bahasa buku
pelajaran agama Budha. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa perhubungan antar suku di
Nusantara. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa yang
digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar nusantara. Informasi dari seorang ahli
sejara China I-Tsing yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain menyatakan bahwa di
Sriwijay ada bahasa yang bernama Koen Loen (I-Tsing : 63-159), Kou Luen (I-Tsing : 183),
K’ouen loven (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Ali Syahbana, 1971 : 0001089), Kun’lun (parnikel,
1977 : 91), K’un-lun (prentice 1978 : 19), ayng berdampingan dengan sanskerta.

Yang dimaksud dengan Koen-Luen adalah bahasa perhubungan (lingua france) dikepulauan
nusantara, yaitu bahasa melau. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa melayu tampak makin
jelasa dari, peninggalan-peninggalan kerajaan islam, baik yang berupa batu tertulis, seperti
tulisan pada batu nisan di Minye Tujah, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil-hasil
susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti syair Hamzah Fansuri, hikayat raja-raja Pasai, sejarah
melayu, Tajussalatin dan Bustanussalatin. Bahasa melayu menyebar kepelosok nusantara
bersama dengan menyebarnya agama islam diwilayah nusantara bahasa melayu mudah diterima
oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antara pulau, antara suku, antara
pedagang, antar bangsa, dan antar kerajaan karena bahasa melayu tidak mengenal tutur.

Pada tahun 1928 bahasa melayu mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada tahun tersebut
para tokoh pemuda dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaan menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia, keputusan ini dicetuskan melalui sumpah pemuda.
Dan baru setelah kemerdekaan Indonesia tepatnya  pada tanggal 18 Agustus Bahasa Indonesia
diakui secara Yuridis.

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan
sebagai lingua franca (bahasa pergaulan) di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal
penanggalan modern. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar.
Jenis ini sangat lentur, sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan
sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para
penggunanya.

Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi yang pada masa lalu digunakan oleh kalangan
keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Bentuk bahasa ini lebih
sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu
Pasar.

Pemerintah kolonial Belanda melihat kelenturan Melayu Pasar dapat mengancam keberadaan
bahasa dan budaya. Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu
Tinggi, diantaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai
Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah digunakan oleh banyak pedagang dalam
berkomunikasi.

Sumber Bahasa Indonesia

Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa Melayu. Dimana
Bahasa melayu sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau
bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga
digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Prasasti-
prasasti kuno dari kerjaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Melayu. Dan
pasa saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi Sebagai :

1. Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan satra
2. Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia
3. Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia mapupun pedagang yang
berasal dari luar indonesia.
4. Bahasa resmi kerajaan.

Jadi jelashlah bahwa bahasa indonesia sumbernya adalah bahasa melayu.

Peresmian Nama Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal
28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari
Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada
Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan
bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa
diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu,
bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.

Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda
yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” 
Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah
Kemerdekaan Indonesia.

Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia.

Penyebutan pertama istilah “Bahasa Melayu” sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M,
yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno dari
Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja
Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 sampai ke-12. Wangsa Syailendra juga
meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang
ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.

Berbagai batu bertulis (prasasti) yang ditemukan itu seperti:

1. Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683.


2. Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684.
3. Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686.
4. Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688.
Yang kesemuanya beraksara Pallawa dan bahasanya bahasa Melayu Kuno memberi petunjuk
bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi
pada zaman Sriwijaya.

Prasasti-prasasti lain yang bertulis dalam bahasa Melayu Kuno juga terdapat di:

1. Jawa Tengah: Prasasti Gandasuli, tahun 832, dan Prasasti Manjucrigrha.


2. Bogor: Prasasti Bogor, tahun 942.

Kedua prasasti di pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada saat
itu bukan saja dipakai di Sumatra, melainkan juga dipakai di Jawa.

Penelitian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua
dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan.

Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :

1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan
bahasa perdangangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak
dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang luas.

Peristiwa-Peristiwa Penting Yang Berkaitan Dengan Bahasa Indonesia.

Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia dapat dirinci
sebagai berikut :

1. Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini
dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan
yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang
kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini
menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun
bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kayo menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat),
seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
4. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi pengokohan bahasa indonesia menjadi bahasa
persatuan.
5. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil
kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat
itu.
8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah
satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai
pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
10. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
11. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato
kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No.
57 tahun 1972.
12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
13. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III
di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-
50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa
Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
14. Tanggal 21 – 26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di
Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda
yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal
mungkin.
15. Tanggal 28 Oktober – 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari
seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam,
Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada
pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI
di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia,
Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan
agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi
Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa
Indonesia.
17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkermbangan bahasa Indonesia

1. Budi Otomo.

Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat kenasionalan yang
pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia, dengan sadar
menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda diperingan,. Pada kesempatan
permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik dimabuk tuntutan dan keinginan akan penguasaan
bahasa Belanda sebab bahasa Belanda merupakan syarat utam untuk melanjutkan pelajaran
menambang ilmu pengetahuan barat.

1. Sarikat Islam.

Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang
perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya, sarekat islam
yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang politik tidak perna
mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa Indonesia.

1. Balai Pustaka.

Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908 balai pustaku ini didirikan. Mulanya badan ini
bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917 namanya berubah menjadi balai
pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga menerbitkan majalah.

Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan bahasa melau
menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Meberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis


cerita ciptanya dalam bahasa melayu.
2. Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan
bangsanya sendiri dalam bahasa melayu.
3. Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui karangannya
sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami oleh bangsanya dan hal-hal yang menjadi
cita-cita bangsanya.
4. Balai pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-
syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan diterbitkan di balai pustaka ialah
tulisan dalam bahasa melayu yang bersusun baik dan terpelihara.
5. Sumpah Pemuda.

Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang diselenggarakan pada tahun
1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula diadakan kongres p[emuda
yang tepat penyelenggaraannya juga di Jakarta. Berlangsung kongres ini tidak semata-mata
bermakna bagi perkembangan politik, melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra
Indonesia.

Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa dipisahkan dari
perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional yang dimulai oleh berdirinya
Budi Utomo, sarekat islam, dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan utama diselenggarakannya
kongres itu adalah untuk mempersatukan berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu.

Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam wadah yang lebih
besar Indonesia muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi pemuda itu mengadakan
kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan bersejarah yang kemudian
lebih dikenal sebagai sumpah pemuda. Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga
hal, Negara, bangsa, dan bahasa yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa
Indonesia sebagai media dan sebagai symbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang
terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-
cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan
politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.

Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia

Kedudukan Bahasa Indoensia

Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting yaitu :

1. Sebagai Bahasa Nasional.

Seperti yang tercantum dalam ikrar ketiga  Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa Nasional yang kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah.

1. Sebagai Bahasa Negara

Tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Bab XV Pasal 36) mengenasi kedudukan bahasa
Indonesia yang menyatakan bahawa bahasa negara ialah bahasa Indonesia.

Fungsi Bahasa Indonesia

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :

1. Lambang kebangsaan
2. Lambang identitas nasional
3. Alat penghubung antarwarga, antardaerah dan antarbudaya
4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial
budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa indonesia berfungsi sebagai :

1. Bahasa resmi kenegaraan


2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
1. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
2. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ragam dan Variasi Bahasa

Ragam Bahasa

Adanya bermacam-macam ragam bahasa terjadi karena fungsi, kedudukan serta lingkungan yang
berbeda-beda. Ada beberapa ragam bahasa yaitu :

1. Ragam Lisan dan Ragam Tulis

Perbedaan ragam lisan dan tulis yaitu :

1. Ragam lisan mengendaki adanya orang kedua, teman bicara sedangkan ragam tulis tidak
mengharuskan.
2. Dalam Ragam lisan unsur-unsur gramatikan seperti subjek, prediket dan objek tidak
selalu dinyatakan, sedangkan ragam tulis harus dinyatakan.
3. Ragam lisan sangat terikan pada kondisi, situasi, ruang dan waktu sedangkan ragam tulis
tidak.
4. Ragam lisan dipengaruhi oleh intonasi suara sedangkan ragam tulis dipengaruhi oleh
tanda baca, huruf kapital dan huruf miring.
1. Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku

Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat
pemakaiannyasebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam
penggunaannya.

Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan da ditandai oleh ciri-ciri yang
menyimpang dari norma ragam baku.

1. Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan

Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau
buku-buku ilmiah lainnya.

Ragam baku lisan bergantung kepada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam
ucapannya.

1. Ragam Sosial Dan Ragam Fungsional


Ragam sosial adalah ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas
kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat.

Ragam fungsional adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan
kerja atau kegiatan tertentu lainnya.

Variasi Bahasa

Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat
atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
Variasi bahasa ada beberapa macam yaitu :

1. Variasi bahasa dari segi penutur

Yaitu variasi bahasa yang muncul dari setiap orang baik individu maupun sosial.

1. Variasi bahasa dari segi pemakaian

Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau funsinya disebut fungsiolek atau register
adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Misalnya bidang jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan sebagainya. Variasi
bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tanpak cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap
bidang kegiatan biasanya mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain.

1. Variasi bahasa dari segi keformalan

Variasi bahasa dari segi keformalan ada beberapa macam yaitu :

1. Variasi Baku (frozen)

Adalah variasi bahasa yang paling formal yang digunakan pada situasi hikmat seperti upacara
kenegaraan dan khotbah.

1. Variasi Resmi (formal)

Adalah Variasi bahasa yag digunakan pada kegiatan resmi atau formal seperti surat dinas dan
pidato kenegaraan.

1. Variasi Usaha (konsultatif)

Adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa. Seperti pembicaraan di sekolah dan
rapat.

1. Variasi santai (casual)


Adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi. Seperti perbincangan dalam
keluarga atau perbincangan dengan teman.

1. Variasi akrab (intimate)

Adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab.

1. Variasi bahasa dari segi sarana

Adalah variasi bahasa yang dapat dilihat dari sarana atau jalur yang digunakan. Seperti telepon,
telegraf dan radio.

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sumber dari bahasa indonesia adalah bahasa melayu


2. Bahasa Indonesia secara sosiologis resmi digunakan sebagai bahasa persatuan pada
tanggal 28 Oktober 1928. Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia di akui setelah
kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.
3. Bahasa Melayu di angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah
digunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu
sangat sederhana dan mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa.
4. Bahasa indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
5. Seiring dengan perkembangannya  bahasa indonesia memiliki banyak ragam dan variasi
namun semua menambah kekayaan bahasa Indonesia sendiri.

Saran

Sebagaimana yang kita ketahui bahasa Indonesia sumbernya adalah bahasa melayu. Sebagai
bangsa yang besar selayaknyalah kita menghargai nilai-nilai sejarah tersebut dengan tetap
menghrmati bahasa melayu. Disamping itu alangkah baiknya apabila kita menggunakan bahasa
indonesia secara baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Oleh:Prof. Dr. Mursai Esten


Sumber: Forum Bahasa dan Sastra

Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru
algesindo. Aripin Z.E,

Broto A. S, “Pengajaran Bahasa Indonesia”, Bulan Bintang, Jakarta, 1978

Tasai, S Amran dan E. Zaenal Arifin, “Cermat Berbahasa Indonesia : Untuk Perguruan
Tinggi”, Akademika Pressindo, Jakarta, 2000
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

1) Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Merdeka


Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa
Melayu di pakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di
gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.

Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-
peninggalan misalnya:

 Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380
 Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.
 Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun 684.
 Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada Tahun 686.
 Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada Tahun 688.

Dan pada saat itu Bahasa Melayu telah berfungsi sebagai:

1. Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisia aturan-aturan hidup dan sastra.
2. Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di indonesia
3. Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang
berasal dari luar indonesia.
4. Bahasa resmi kerajaan.

Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di
wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa
Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau,
antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di
wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa
persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam
perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia
menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

2) Perkembangan Bahasa Indonesia Sesudah Merdeka


Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai
pelosok Nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:

1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air
Indonesia.
2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari
“Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia merupakan bahasa
persatuan bangsa indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya
sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara
pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan
sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan
bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa
indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa indonesia di pakai oleh
berbagai lapisan masyarakat indonesia.

Peresmian Nama Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahas persatuan bangsa
indonesia. Bahasa indonesia di resmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerekaan
Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor
Leste, Bahasa Indonesia berposisi sebagi bahasa kerja. Dari sudut pandang Linguistik, bahasa
indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa
Melayu-Riau dari abad ke-19.

Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaannya sebagi bahasa kerja di


lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20.
Penamaan “Bahasa Indonesia” di awali sejak di canangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928, untuk menghindari kesan “Imperialisme bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap di
gunakan.

Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang di
gunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa indonesia merupakan
bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun
penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun di pahami dan di tuturkan oleh lebih
dari 90% warga indonesia, bahasa indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya.
Sebagian besar warga indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di indonesia
sebagai bahasa Ibu. Penutur Bahasa indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari
(kolokial) atau mencampur adukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa Ibunya.

Meskipun demikian , bahasa indonesia di gunakan di gunakan sangat luas di perguruan-


perguruan. Di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum
publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa indonesia di gunakan oleh semua
warga indonesia. Bahasa Melayu dipakai dimana-mana diwilayah nusantara serta makin
berkembang dengan dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai
didaerah-daerah diwilayah nusantara dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh corak budaya daerah.
Bahasa Melayu menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa sanskerta, bahasa
Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa.

Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu diwilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya
rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komikasi rasa persaudaraan dan persatuan
bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa
Indonesia dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Untuk memperoleh bahasa nasionalnya,
Bangsa Indonesia harus berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan.

Perjuagan demikian harus dilakukan karena adanya kesadaran bahwa di samping fungsinya
sebagai alat komunikasi tunggal, bahasa nasional sebagai salah satu ciri cultural, yang ke dalam
menunjukkan sesatuan dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain.

Ada empat faktor yang menyebabkan Bahasa melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:

1. Bahasa melayu adalah merupakan Lingua Franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan
bahasa perdagangan.
2. Sistem bahasa melayu sederhana, mudah di pelajari karena dalam bahasa melayu tidak di
kenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku Jawa, Suku Sunda, dan Suku2 yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa
melayu menjadi bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk di pakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang luas.

2. RAGAM BAHASA
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan,
serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).

Ragam bahasa dapat timbul karena adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh
masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang
tidak homogen. Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan yaitu :
1. Variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman
fungsi bahasa itu
2. Variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan
masyarakat yang beraneka raga.

Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa
Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku.
Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan
bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak
dituntut menggunakan bahasa baku.

Bahasa Indonesia memiliki banyak sekali ragamnya, hal ini dikarenakan bahasa
Indonesia sangat luas pemakaiannya dan bermacam-macam ragam penuturnya, antara lain :

1. Ragam bahasa berdasarkan waktu penggunaan


a. Ragam bahasa Indonesia lama
Ragam bahasa Indonesia lama dipakai sejak zaman Kerajaan Sriwijaya sampai dengan
saat dicetuskannya Sumpah Pemuda. Ciri ragam bahasa Indonesia lama masih dipengaruhi oleh
bahasa Melayu . Bahasa Melayu inilah yang akhirnya menjadi bahasa Indonesia. Alasan Bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia :
1) Bahasa Melayu berfungsi sebagai lingua franca,
2) Bahasa Melayu sederhana karena tidak mengenal tingkatan bahasa,
3) Keikhlasan suku daerah lain ,dan
4) Bahasa Melayu berfungsi sebagai kebudayaan

b. Ragam bahasa Indonesia baru


Penggunaan ragam bahasa Indonesia baru dimulai sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda
pada 28 oktober 1928 sampai dengan saat ini melalui pertumbuhan dan perkembangan bahasa
yang beriringan dengan pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia.

2. Ragam bahasa berdasarkan pokok pembicaraannya / bidang

a. Ragam bahasa undang-undang


Ragam bahasa yang digunakan pada undang-undang yang berlaku untuk hukum Indonesia.
b. Ragam bahasa jurnalistik
Ragam bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita, disebut juga bahasa
komunikasi massa yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa. Ciri
utama dari ragam bahasa jurnalistik adalah komunikatif dan spesifik.

c. Ragam bahasa ilmiah


Ragam bahasa yang harus memenuhi syarat diantaranya benar (menurut kaidah bahasa
Indonesia baku), logis, cermat , dan sistematis.

Ciri bahasa indonesia ragam ilmiah :


1) Bahasa Indonesia ragam baku
2) Pengunaan kalimat efektif
3) Menghindari bentuk bahasa yang bermakna ganda
4) Pengunaan kata dan istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan istilah
yang bermakna kias
5) Menghindari penonjolan persona dengan tujuan menjaga objektivitas isi tulisan
6) Adanya keselarasan dan keruntutan antar proposisi dan antar alinea

d. Ragam bahasa sastra


Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak mengunakan kalimat
yang tidak efektif. Pengambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata bermakna konotasi
sering dipakai dalam ragam bahasa sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam
imajinasi pembaca.

e. Ragam bahasa bidang-bidang tertentu


Ragam bahasa ini digunakan pada bidang-bidang tertentu seperti transportasi, komputer,
ekonomi, hukum, dan psikologi. Contoh : diagnosis, USG dipakai dalam bidang kedokteran

3. Ragam bahasa berdasarkan media pembicaraan


a. Ragam bahasa lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang diucapkan oleh pemakai bahasa. Dalam ragam lisan,
kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara
dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk
mengungkapkan ide.

Ciri-ciri ragam bahasa lisan :


1) Memerlukan kehadiran orang lain
2) Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
3) Terikat ruang dan waktu
4) Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara

Ragam bahasa lisan meliputi :


1) Ragam bahasa cakapan
Ragam bahasa yang digunakan saat berbicara dengan teman, berbicara dengan orang lain
yang lebih muda atau berbicara tidak resmi.
2) Ragam bahasa pidato
Ragam bahasa yang digunakan untuk berpidato.
3) Ragam bahasa kuliah
Ragam bahasa yang digunakan saat perkuliahan, misalnya saat mahasiswa berbicara dengan
dosen.
4) Ragam bahasa panggung
Ragam bahasa yang digunakaan saat pentas untuk menghibur orang lain.

Kelebihan :
1) Lebih jelas karena pembicara menggunakan tekanan dan gerak anggota badan, sehingga
pendengar lebih mudah mengerti
2) Pembicara dapat langsung melihat ekspresi pendengar
3) Lebih bebas dalam mengungkapkan sesuatu

Kelemahan :
1) Pembicara sering mengulangi kalimat yang telah diucapkan
2) Pendengar belum tentu mendengar jelas apa yang dikatakan pembicara
3) Tidak semua orang bisa menyampaikan sesuatu dengan baik secara lisan

Contoh : pidato, presentasi

b. Ragam bahasa tulis


Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan
huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan
(ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis,
kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat,
ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide.

Ciri-ciri ragam bahasa tulis :


1) Tidak memerlukan kehadiran orang lain;
2) Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap;
3) Tidak terikat ruang dan waktu;
4) Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Ragam bahasa tulis meliputi :


1) Ragam bahasa teknis
Ragam bahasa yang memperhatikan teknis atau cara penulisan.
2) Ragam bahasa undang-undang
Ragam bahasa menggunakan bahasa yang resmi.
3) Ragam bahasa catatan
Ragam bahasa yang singkat untuk mengingatkan sesuatu.
4) Ragam bahasa surat
Ragam bahasa untuk menyampaikan suatu informasi.
Kelebihan :
1) Informasi yang disajikan dapat dikemas di dalam media cetak
2) Dapat menambah kosa kata

Kelemahan :
1) Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-
kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
2) Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa
tulisan harus disusun lebih sempurna.

Contoh : buku-buku pelajaran, majalah, koran, dll.

4. Ragam bahasa berdasarkan situasi

a. Ragam bahasa resmi


Ciri-ciri ragam bahasa resmi :
1) Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten;
2) Menggunakan imbuhan secara lengkap ;
3) Menggunakan kata ganti resmi ;
4) Menggunakan kata baku ;
5) Menggunakan EYD ;
6) Menghindari unsur kedaerahan .

b. Ragam bahasa tidak resmi


Ciri-ciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam bahasa resmi. Ragam bahasa
tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam situasi yang tidak normal .

c. Ragam bahasa akrab


Penggunaan kalimat-kalimat pendek merupakan ciri ragam bahasa akrab. Kalimat-kalimat
pendek ini menjadi bermakna karena didukung oleh bahasa nonverbal seperti anggukan kepala ,
gerakan kaki dan tangan tangan,atau ekspresi wajah.

d. Ragam bahasa konsultasi


Ketika kita mengunjunggi seorang dokter, ragam bahasa yang kita gunakan adalah ragam
bahasa resmi. Namun, dengan berjalannya waktu terjadi alih kode. Bukan bahasa resmi yang
digunakan, melainkan bahasa santai. Itulah ragam bahasa konsultasi.

5. Ragam bahasa berdasarkan penutur

a. Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek)


Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa
Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia
yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri
khas yang berbeda-beda.

b. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur


Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda
dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing,
misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga
terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya
mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya
dipakai.

c. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur


Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau
sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai.
Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap
tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor
kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca,
akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan
bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya,
makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan.

Sumber : http://merrysarlita.blogspot.com/2010/10/variasi-atau-ragam-bahasa.html
               http://myth90.blogspot.com/2010/10/variasi-dan-ragam-bahasa-indonesia.html
               http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa

Ragam bahasa berdasarkan media/sarana ada 2, yaitu :

1. Ragam Bahasa Lisan

Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap dengan fonem

sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata

dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah

suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.

Ciri-ciri ragam bahasa lisan :

a. Memerlukan kehadiran orang lain

b. Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap

c. Terikat ruang dan waktu

d. Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara

Kelebihan ragam bahasa lisan :

a. Dapat disesuaikan dengan situasi

b. Faktor efisiensi

c. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsure lain berupa tekan dan

gerak anggota badan agah pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi,
mimik dan gerak-gerak pembicara.

d. Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa

yang dibicarakannya.

e. Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian

bahasa yang dituturkan oleh penutur.

f. Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari

informasi audit, visual dan kognitif.

Kelemahan ragam bahasa lisan :

a. Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-
frase sederhana.

b. Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.

c. Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan.

d. Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.

2. Ragam Bahasa Tulis

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan

dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan

tata cara penulisan dan kosakata. Dengan kata lain dengan ragam bahasa tulis, kita

tuntut adanya kelengkapan unsur kata seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat,

ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan dan penggunaan tanda baca

dalam mengungkapkan ide.

Ciri-ciri ragam bahasa tulis :

a. Tidak memerlukan kehaduran orang lain

b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.

c. Tidak terikat ruang dan waktu


d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Kelebihan ragam bahasa tulis :

a. Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi

yang menarik dan menyenangkan.

b. Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.

c. Sebagai sarana memperkaya kosakata.

d. Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau

mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan

pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :

a. Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada

akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.

b. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus

mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan

nilai jual.

c. Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena

itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Ragam bahasa fungsionalm adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi,

lembaga, lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga

dikaitkan dengan keresmian keadaan penggunaannya.

Ada 3 ragam bahasa fungsional, yaitu :

1. Ragam Bahasa Bisnis

Ragam bahas bisnis adalah ragam bahasa yang digunakan dalam berbisnis,
yang biasa digunakan oleh para pebisnis dalam menjalankan bisnisnya.

Ciri-ciri ragam bahasa bisnis :

a. Menggunakan bahasa yang komunikatif

b. Bahasanya cenderung resmi

c. Terikat ruang dan waktu

d. Membutuhkan adanyaorang lain

2. Ragam Bahasa Hukum

Ragam bahasa hukum adalah bahasa Indonesia yang corak penggunaan

bahasanya khas dalam dunia hokum, mengingat fungsinya mempunyai karakteristik

tersendiri, oleh karena itu bahasa hokum Indonesia haruslah memenuhi syarat-
syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.

Ciri-ciri ragam bahasa hukum :

a. Mempunyai gaya bahasa yang khusus

b. Lugas dan eksak karena menghindari kesamaran dan ketaksaan

c. Objektif dan menekan prasangka pribadi

d. Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat dan kategori yang

diselidiki untuk menghindari kesimpangsiuran

e. Tidak beremosi dan menjauhi tafsiran bersensasi

3. Ragam Bahasa Sastra

Ragam bahasa sastra adalah ragam bahasa yang banyak menggunakan

kalimat tidak efektif. Penggambaran yang sejelas-jelasnya melalui rangkaian kata

bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa sastra.

Ciri-ciri ragam bahasa sastra :


a. Menggunakan kalimat yang tidak efektif

b. Menggunakan kata-kata yang tidak baku

c. Adanya rangkaian kata yang bermakna konotasi

Pengertian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah Bahasa Indonesia yang

digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara,

tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku

dalam Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan

tata bahasa).

Menurut Anton M. Moeliono (dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia,

1980), berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam

bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah

bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebaliknya,

mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan

kebenaran.

Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai

derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.

1. Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit

memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara

pernikahan.

2. Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato,

rapat resmi, dan jurnal ilmiah.

3. Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat


pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di

pasar.

4. Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan

oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.

5. Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang

sangat akrab dan intim.

Baru

Fungsi Bahasa Indonesia Secara Umum

                  Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi,
dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus
adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra),
mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Fungsi Bahasa Indonesia Secara Khusus

       1. Bahasa Nasional

Tanggal 28 Oktober 1928, pada hari “Sumpah Pemuda” lebih tepatnya, Dinyatakan Kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional memilki fungsi-fungsi sebagai berikut :

a. Bahasa Indonesia sebagai Identitas Nasional.

Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan
dengan digunakannya bahasa indonesia dalam bulir-bilir Sumpah Pemuda. Yang bunyinya
sebagai berikut :

“Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia Kami poetera
dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.”

b. Bahasa Indonesia sebagai Kebanggaan Bangsa.

Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan
masih digunakannya Bahasa Indonesia sampai sekarang ini. Berbeda dengan negara-negara lain
yang terjajah, mereka harus belajar dan menggunakan bahasa negara persemakmurannya.
Contohnya saja India, Malaysia, dll yang harus bisa menggunakan Bahasa Inggris.

c. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.

Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan
digunakannya Bahasa Indonesia dalam berbagai macam media komunikasi. Misalnya saja Buku,
Koran, Acara pertelevisian, Siaran Radio, Website, dll. Karena Indonesia adalah negara yang
memiliki beragam bahasa dan budaya, maka harus ada bahasa pemersatu diantara semua itu. Hal
ini juga berkaitan dengan Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
Nasional sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan
Budaya.

d. Bahasa Indonesia sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat
istiadat dan Budaya.

2. Bahasa Negara

Bahasa Negara adalah bahasa yang digunakan dalam administrasi Negara baik secara lisan
maupun tulisan. Posisi bahasa Negara ini dapat dilihat pemakaiannya dalam pemerintahan secara
resmi. Penulisan surat kelakuan baik, pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) adalah bukti
tertulis bahasa Negara dalam pidato resmi Presiden RI di hadapan Sidang DPR/MPR dan pidato
kenegaraan lainnya adalah contoh bukti bahasa Negara secara lisan. Dalam aktifitas kenegaraan,
bahasa Negara mempunyai empat fungsi, yaitu:

1)  bahasa resmi kenegaraan

2)  bahasa pengantar resmi di sekolah dan universitas,

3) bahas resmi tingkat nasional dalam kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Indonesia,

4) bahasa resmi kebudayaan dalam pengembangan kebudayaan, ilmu, teknologi dan komunikasi
di Indonesia.

Bahasa resmi Negara ini dikukuhkan dalam UUD 1945, pasal 36 bab XV sehingga telah
memainkan perannya dalam kehidupan bernegara.

Tujuan dan Manfaat Kemahiran Bahasa

Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, maka tujuannya untuk memeberikan dasar-dasar kepada
pembaca untuk memperoleh kemahiran berbahasa, baik dalam penggunaan bahasa secara lisan
maupun tulisan agar mereka yang mendengar atau diajak berbicara dengan mudah memahami
apa yang dimaksudkan. Bahasa yang harus digunakan adalah bahasa yang paling umum dipakai
dan tidak menyalahi norma-norma umum yang berlaku.
Ragam Bahasa

Pengertian kata ragam secara umum dalam bahasa Indonesia adalah tingkah, jenis, langgam,
corak dan laras. Ragam bahasa diartikan sebagai variasai bahasa menurut pemakaian yang
dibedakan menurut topik pembicaraan, sikap penutur, dan media atau sarana yang digunakan.
Pengertian ragam bahasa ini memperhatikan situasi yang dihadapi, masalah yang hendak
disampaikan, latar belakang pendengar dan pembaca yang dituju, dan media atau sarana yang
hendak digunakan.

Dasar-dasar Ragam Bahasa

Pada ragam bahasa yang paling pokok adalah seseorang itu menguasai atau mengetahui kaidah-
kaidah yang ada dalam bahasa. Kerena kaidah bahasa dianggap sudah diketahui, uraian dasar-
dasar ragam bahasa itu diamati melalui skala perbandingan bagian persamaan bagian perbedaan.
Dasar-dasar ragam bahasa yang akan diperbandingkan itu didasarkan atas sarana ragam bahasa
lisan dan ragam tulisan.

Jenis- jenis Ragam Bahasa

A. Ragam Bahasa Berdasarkan Tempat

1. Ragam Dialek

Ragam dialek adalah ragam bahasa yang dipengaruhi oleh bahasa daerah si pembicara atau
ragam bahasa daerah yang ditandai oleh daerah atau kota.

B. Ragam Bahasa Berdasarkan Sarana

1. Ragam Lisan

Ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan dengan sarana lisan yang ditandai oleh
pengulangan intonasi, spontanitas sehingga criteria kejelasan ketepatan dan kelugasan terpenuhi
oleh si penutur.

2. Ragam Tulisan

Ragam tulisan adalah variasi bahasa yang digunakan melalui sarana tulisan dan dapat diperkuat
atau didukung oleh sarana visual untuk mencapai sasaran.

C. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

a. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan
yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing,
misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas.

Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa,


nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan
yang seharusnya dipakai.

b. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap
penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai.
Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap
tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor
kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca,
akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan
bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya,
makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan.

D. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi

1. Ragam Baku

Ragam baku adalah ragam bahasa yang dipakai dalam forum resmi. Ragam ini bisa juga disebut
ragam resmi.

            2. Ragam Tidak Baku

Ragam tidak baku adalah ragam bahasa yang menyalahi kaidah-kaidah yang terdapat dalam
bahasa baku.

E. Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang

1. Ragam Ilmu dan Teknologi

Ragam ilmu dan teknologi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam bidang keilmuan dan
teknologi.

2. Ragam Sastra

Ragam satra adalah ragam bahasa yang bertujuan untuk memperoleh kepuasan estetis dengan
cara penggunaan pilih jata secara cermat dengan gramatikal dan stilistil tertentu.

3. Ragam Niaga
Ragam niaga adalah ragam bahasa yang digunakan untuk menarik pihak konsumen agar dapat
melakuakan tindak lanjut dalam kerjasama untuk mencari suatu keuntungan finansial.

Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Penggunaa bahasa yang baik adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi.
Hal ini biasa berhubungan dengan nilai rasa. Seseorang mungkin saja menguasai bahasa lisan
secara fasih, namun sulit menguasai bahasa tulisan dengan baik karena berbeda ragamnya.
Adapun bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah yang ada. Bahasa yang
benar harus menggunakan tata bahasa, sistem ejaan, artikulasi, dan kalimat yang sesuai dengan
aturan bahasa.

sumber : http://ipsb2011.wordpress.com/2012/04/18/arti-fungsi-dan-ragam-bahasa-oleh-
kelompok-1/

baru

Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)


Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa.
Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga terbentuklah kata dan kalimat yang mudah dan
enak didengar dan dipergunankan dalam komonikasi sehari hari. Sesuai dengan apa yang telah
diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari:
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan
baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van
Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
a)    Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan
tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y
seperti dalam Soerabaïa.
b)    Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
c)    Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
d)    Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer,
’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik
Ejaan Republik (edjaan repoeblik) adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku
sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van
Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
a)    Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b)    Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c)    Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d)    Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
a)    huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
b)    bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’,
seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
c)    kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
d)    awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan
‘di-’ pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan
dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri
menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor
departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
Ejaan Melindo
Ejaan Melindo adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam Pengumuman Bersama Edjaan
Bahasa Melaju-Indonesia (Melindo) (1959) sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan dengan
huruf Latin di Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu. Keputusan ini dilakukan dalam
Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia pada tahun 1959. Sistem ini tidak pernah
sampai diterapkan.
Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun
1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23
Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia
pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang
telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang
Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun
1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa
Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi
Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku
panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah”.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:

1. ‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci


2. ‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
3. ‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum
4. ‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
5. ‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
6. ‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
7. ‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
8. awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di
rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli,
dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan adalah sebagai berikut.

1. Perubahan Huruf Ejaan Soewandi                       Ejaan yang Disempurnakan

dj                     djalan, djauh                                     j           jalan, jauh


j                       pajung, laju                                       y          payung, layu
nj                     njonja, bunji                                      ny        nyonya, bunyi
sj                     isjarat, masjarakat                            sy        isyarat, masyarakat
tj                      tjukup, tjutji                                        c          cukup, cuci
ch                    tarich, achir                                       kh        tarikh, akhir

1. Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi
sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.

f           maaf, fasilitas


v          valuta, universitas
z          zeni, lezat

1. Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai

a:b=p:q
Sinar-X

1. Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu
di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan
di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

di- (awalan)               di (kata depan)


ditulis                         di taman
dicuci                         di kota
dilempar                     di jalan
direnung                    di sini
ketua                          ke kamar
kekasih                      ke Jogjakarta
kehendak                  ke atas

1. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.

anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat

Daftar Pustaka

1. Tarigan, Prof, DR.HG. Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia, 1984: ANGKASA,


Bandung
2. Badudu, J.S, Cakrawala Bahasa Indonesia II, 1992: PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia#Peristiwa-
peristiwa_penting_yang_berkaitan_dengan_perkembangan_bahasa_Indonesia
4. http://muslich-m.blogspot.com/2007/04/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html

baru

Sekilas Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia


5 10 2010

Pertama kali bahasa Indonesia memiliki ejaan adalah ejaan yang disusun Mr. Soewandi. Namun
tahukah Anda, bahwa sebenarnya cikal bakal tata ejaan untuk bahasa yang kita pakai ini pertama
kali disusun pada 1901 dalam Kitab Logat Melayu yang judul aslinya adalah Maleische
Spraakkunst? Buku tata bahasa Melayu ini disusun oleh Charles Adrian van Ophuijsen dan
dibantu oleh asistennya yang orang Melayu. Ketika itu, bahasa yang digunakan di Nusantara
memang masih bahasa Melayu. Akan tetapi, setelah disepakatinya nama dan penggunaan bahasa
Indonesia, rakyat Indonesia menyebut bahasa mereka sebagai bahasa Indonesia.

1. Ejaan van Ophuijsen

Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen,
ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh Charles Adriaan van Ophuijsen dibantu oleh Engku
Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol
dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.

1. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.


2. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
3. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-
kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamai’.

2. Ejaan Soewandi

Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen.
Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui
sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.

1. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.


2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-
kata tak, pak, maklum, rakjat.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
seperti kata depan di padadirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di-
pada ditulis,dikarang.

3. Ejaan Melindo

Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail,
Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo
(Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan
peresmian ejaan itu.

4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun
buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan
kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

– Dikutip dari Cermat Berbahasa Indonesia karangan Zainal Arifin dan S. Amran Tasai

Baru bagus
Pembahasan

A. Pengertian Ejaan

Ejaan adalah aturan tulis menulis. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa ejaan adalah
keseluruhan peraturan tentang bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran dan bagaimana
hubungan antarlambang tersebut (pemisahan dan penggabungan dalam suatu bahasa). Secara
teknis ejaan adalah aturan tulis-menulis dalam suatu bahasa yang berhubungan dengan penulisan
huruf, pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.
Masalah ejaan adalah masalah tulis-menulis dalam bahasa Indonesia. Dalam usaha
memodernkan bahasa Indonesia, cara menulis atau aturan tulis-menulis dalam bahasa Indonesia
sangat perlu diutamakan karena tulisan merupakan tempat pencurahan konsep pikir para penulis
itu sendiri. Dalam hubungan itu, suatu komunikasi yang dilakukan dengan tulis-menulis (dalam
arti komunikasi jarak jauh dengan surat, umpamanya) harus menerapkan ejaan. Oleh sebab itu,
materi ejaan akan dipakai oleh semua sasaran pembina bahasa Indonesia. Bagi masyarakat
umum, masalah ejaan barangkali saja masih berkutat pada masalah keniraksaraan sehingga
masyarakat tersebut harus dibina dalam hal pengenalan aksara latin.
Ejaan tidak hanya berkaitan dengan cara mengeja suatu kata, tapi juga berkaitan dengan
cara mengatur penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar, misalnya kata, kelompok kata
atau kalimat. Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan
bagaimana antarhubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam
suatu bahasa).
Saat ini bahasa Indonesia menggunakan sistem Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan sebagai sistem tatabahasa yang resmi. Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan tidak hanya meliputi pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf
miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan dan pemakaian tanda baca saja, melainkan juga
meliputi pedoman umum pembentukan istilah dan pedoman pemenggalan kata. 
Secara defenitif, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sistem ejaan
bahasa Indonesia yang didasarkan pada Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972 yang diresmikan
pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Sistem ejaan ini, pada
mulanya, disebarkan melalui buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Buku kecil ini merupakan buku patokan pemakaian sistem ejaan ini. Tetapi, di
kemudian hari, karena buku penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran
Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa
pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Kemudian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat keputusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia
yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Kemudian, pada Tahun 1987,
kedua buku pedoman tersebut direvisi. Kemudian, edisi revisi dikuatkan dengan Putusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan no. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

B. Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia


Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa Melayu sudah memiliki aksara sejak
beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di Nusantara ini, bukan saja aksara Arab
Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara Jawa, aksara Sunda, aksara Bugis, aksara
Bali, aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara Batak. Aksara itu masing-
masing memiliki nama, seperti aksara Kaganga dan aksara Rencong (incung).

1.            Ejaan yang diresmikan (Ejaan Van Ophuijsen)


Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah  yang telah
menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan dunia Barat,
sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di sekolah-
sekolah Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak terpimpin. Oeh sebab itu, pada tahun
1900, menurut C.A. Mees (1956:30), Van Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari Belanda mendapat
perintah untuk merancang suatu ejaan yang dapai dipakai dalam bahasa Melayu, terutama untuk
kepentingan pengajaran. Jika penyususnan ejaan itu tidak cepat-cepat dilakukan, dikhawatirkan
bahwa sekolah-sekolah  tersebut akan menyusun dengan cara yang tidak terpimpin sehingga
akan muncul kekacauan dalam ejaan tersebut.
Dalam menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen dibantu oleh dua orang pakar bahasa dari
Melayu, yaitu Engkoe Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan Ibrahim.
Dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan Ejaan Belanda, Van Ophuijsen dan teman-
teman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu, yang ejaan tersebut lazim disebut sebagai “Ejaan
Van Ophuijsen”. Ejaan tersebut diresmikan pemakaiannya pada tahun 1901. Ejaan van
Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua
tahun Indonesia merdeka. Huruf-huruf yang mendukunng Ejaan Van Ophuijsen adalah sebagai
berikut:

Bunyi vokal A ẻ E i o U
Bunyi diftong ai Au Oi oe
Bunyi konsonan B P M g k Ng
D T N dj tj Nj
R S L j h W
Bunyi hamzah ‘
Bunyi ain ‘
Bunyi trema ..
Bunyi asing ch Sj Z

Dengan adanya ejaan tersebut, kita akan mendapatkan penulisan kata dalam bahasa
Melayu sebagai berikut: ajam, elang, ekor, itik, orang, oelar, petai, kerbau, amboi, kapal, galah,
tjerah, djala, tikar, darah, pasar, hilah, rasa, lipat, warna, soedah, habis, singa, njanji, mana, tida’,
akal, mulai. Pemakaian angka dua menyakan perulangan tidak dibenarkan. Pengulangan
penyabutan sebuah kata harus dilakukan dengan menulis secra lengkap kata tersebut.
Ejaan Van Ophuijsen belum dikatakan berhasil karena ia dan teman-temannya mendapat
kesulitan memelayukan tulisan beberapa kata yang diambil dari bahasa Arab, yang mempunyai
warna bunyi bahasa yang khas. Oleh sebab itu, dia memilih bunyi ch, sj, z, f, secara tidak taat
asas karena sudah pula banyak bahasa Arab yang dimelayukan sehingga empat huruf itu tidak
terpakai dengan baik. Kemudian, muncul persoalan warna bunyi dari Arab yang
disebut hamza dan ain, yang dilambangkannya masing-masing dengan tanda apostrof (‘).
Kesukaran-kesukaran itu selalu diperbaiki dan disempurnakan oleh Van Ophuijsen. Ejaan
tersebut secara lengkap termuat dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe. Pada tahun
1926, sistem ejaan mendapat bentuk yang tetap

2.             Ejaan yang tidak diresmikan (Ejaan Melindo)


Pada akhir tahun 1950-an para penulis mulai pula merasakan kelemahan yang terdapat
pada Ejaan Republik itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu penulisan karena ada satu
bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua huruf, seperti dj, tj, sj, ng, dan ch. Para pakar bahasa
menginginkan satu lamabang untuk satu bunyi. Gagasan tersebut dibawa ke dalam pertemuan
dua Negara, yaitu Indonensia dan Malaysia.  Dari pertemuan itu, pada akhir tahun 1959 Sidang
Perutusan Indonensia dan Melayu (Slametmulyana dan Syeh Nasir bin Ismail, masing-masing
berperanan sebagi ketua perutusan) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal
dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).  
Konsep bersama itu memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa dilambangkan dengan satu
huruf. Salah satu lambing itu adalah huruf j sebagai pengganti dj, huruf c sebagai pengganti
huruf tj, huruf η sebagai pengganti ng, dan huruf ή sebagai pengganti nj. Sebagai contoh :
  sejajar sebagai pengganti sedjadjar
  mencuci sebagai pengganti mentjutji
  meηaηa  sebagai pengganti dari menganga
  berήaήi sebagai pengganti berjanji

Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa kesukaran teknis
untuk menuliskan  beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua negara antara Indonesia-
Malaysia tidak memungkinkan untuk meresmikan ejaan tersebut. Perencanaan pertama yang
dilakukan dalam ejaan Melindo, yaitu penyamaan lambang ujaran antara kedua negara, tidak
dapat diwujudkan. Perencanaan kedua, yaitu pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu
lambang, juga tidak dapat dilaksanakan. Berbagai gagasan tersebut dapat dituangkan dalam
Ejaan bahasa Indonensia yang disempurnakan yang berlaku saat ini.

3.            Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)


Beberapa tahun sebelum Indonesia merdeka yakni pada masa pendudukan Jepang,
pemerintah sudah mulai memikirkan keadaan ejaan kita yang sangat tidak mampu mengikuti
perkembangan ejaan internasional. Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan melakukan pengubahan ejaan untuk menyempurnakan ejaan yang dirasakan sudah
tidak sesuai lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pada tahun
1947 muncullah sebuah ejaan yang baru sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut
diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, Dr.
Soewandi, pada tanggal 19 Maret 1947 yang disebut sebagai Ejaan Republik. Karena Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah Dr. Soewandi, ejaan yang diresmikan itu disebut
juga sebagai Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol dalam Ejaan Soewandi atau Ejaan
Republik itu adalah sebagai berikut :
 Huruf /oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut:
  goeroe menjadi guru
  itoe menjadi itu
  oemoer menjdi umur

 Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan /k/, seperti dalam kata berikut:
    tida’ menjadi tidak
    Pa’ menjadi Pak
    ma’lum menjadi maklum
    ra’yat menjadi rakyat

 Angka dua boleh dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti kata berikut:
  beramai-ramai menjadi be-ramai2
  anak-anak menjadi anak2
  berlari-larian menjadi ber-lari-2an
  berjalan-jalan menjadi ber-jalan2

 Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,


seperti berikut:
diluar (katadepan), dikebun (katadepan), ditulis (awalan),diantara (kata
depan), disimpan (awalan), dipimpin (awalan),dimuka (kata
depan), ditimpa (awalan), disini (kata depan).

 Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata diftong, seperti kata
berikut:
  Didjoempaϊ menjadi didjumpai
  Dihargaϊ menjadi dihargai
  Moelaϊ menjadi mulai

 Tanda aksen pada huruf e tidak dipakai lagi, seperti pada kata berikut:
  ẻkor menjadi ekor
  hẻran mejadi heran
  mẻrah menjadi merah
  berbẻda menjadi berbeda

 Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai n untuk mengindahkan cara tulis:
 Menjtjuri menjdi mentjuri
 Menjdjual menjadi mendjual

 Ketika memotong kata-kata di ujung baris, awalan dan akhiran dianggap sebagai suku-suku kata
yang terpisah:
 be-rangkat menjadi ber-angkat
 atu-ran menjadi atur-an

 Huruf-huruf q, x, dan y tidak diatur pemakainnya dalam ejaan. Huruf chanya dipakai dalam


hubungannya dengan huruf ch.

4.            Ejaan Van Ophuysen

 Ejaan ini disusun oleh Prof. ch. A. Van Ophuysen dengan bantuan ahli bahasa seperti
Engku Nawawi atas perintah Pemerintah Hindia Belanda. Ejaan ini terbit pada tahun 1901,
dalam kitab logat melayu. Menurut Van Ophuysen bahasa melayu tidak mengenal gugus
konsonam dalam satu kata.

Ajaran Ophuysen tidak dipakai lagi karena beberapa pertimbangan :

1.      Adanya gugus konsonam dalam bahasa indonesia tidak menimbulkan kesulitan apapun dalam
lafal bagi pemakai bahasa Indonesia.
2.      Kita menghendaki agar eajaan kata pungut dalam bahasa Indonesia sedapat-dapatnya dekat
dengan ejaan asli kata asalnya.
3.      Dalam pemungutan kata asing kita sukar menghindari adanya gugus tugas konsonam.

Contoh :
Kata instruktur (bahasa Belanda instructur) jika di Indonesiakan sesuai dengan ketetapan
Ophuysen akan menjadi in-se-te-ruk-tur.

Berdasarkan tiga hal tersebut maka ajaran Ophuysen dikesampingkan. Selain itu kelemahan
ejaan ini banyaknya tanda-tanda diakritik.

5.            Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)


Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan atau biasa disebut EYD, diberlakukan sejak
penggunaannya diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 16 Augustus 1972. Pedoman umum
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ditetapkan oleh Mendikbud pada tanggal 31
Agustus 1975 dan dinyatakan dengan resmi berlaku diseluruh Indonesia dan disempurnakan lagi
pada tahun 1987.

Dikatakan ejaan yang disempurnakan karena ejaan tersebut merupakan penyempurnaan


dari beberapa ejaan sebelumnya. Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam  EYD,
antara lain:

1)      Pembentukan Huruf


     Ejaan lama                                                                       EYD
    dj           jarum                                                                   j       jarum
    tj            tjut                                                                       c      cut
    nj            njawa                                                                  ny    nyawa

2)      Huruf f, r, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing, misalnya khilaf, zakat.
3)      Huruf g dan x lazim digunakan dalam ilmu pengetahuan tetap, misalnya furgan dan xenon.
4)      Penulisan di - sebagai awalan dibedakan dengan di sebagai kata depan.
     Contoh :
                   Awalan                                                         kata Depan
                      di-                                                                    di
                 dikhianati                                                         di kampus 

5)      Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya, bukan dengan angka dua/2 .
Contoh :
            - Mahasiswa-mahasiswa                                     Mahasiswa2
            - Bermain-main                                                   Bermain2 

Secara umum hal-hal yang diatur dalam EYD adalah sebagai berikut :

1.      Pemakaian huruf


2.      Pemakaian huruf kapital dan huruf miring
3.      Penulisan kata
4.      Penulisan unsur serapan
5.      Pemakaian tanda baca

6.    Ejaan Baru (Ejaan LBK)

Apakah Ejaan Baru itu?


1.      Merupakan lanjutan dari rintisan panitia ejaan melindo.Pelaksananya pun terdiri dari panitia
Ejaan LBK (Lembaga bahasa dan Kasusaatraan,sekarang bernama Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa) juga dari panitia Ejaan bahasa Melayu yang berhasil merumuskan ejaan
yang disebut Ejaan Baru.Namun lebih di kenal dangan ejaan LBK. Konsep Ejaan ini di susun
berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain:
Pertimbangan Teknis yaitu pertimbangan yang menghendaki agar setiap fonem di lambangkan
dengan satu huruf.
2.      Pertimbangan Praktis yaitu pertimbangan yang menghendaki agar perlambangan secara teknis
itu di sesuaikan dengan keperluan praktis seperti ke adaan percetakan dan mesin tulis.
3.      Pertimbangan Ilmiah yaitu Pertimbangan yang menghendaki agar perlambangan itu
mencerminkan studi yang mendalam mengenai kenyataan bahasa dan masyarakat pemakainya.

Perubahan apakah yang terdapat dalam ejaan Baru?

1.      Gabungan konsonan dj di ubah menjadi j


Misalnya : 
remadja → remaja
djalan → jalan
2.      Gabungan konsonan tj di ubah menjadi c.
Misalnya : 
tjakap → cakap
batja → baca
3.      Gabungan konsonan nj di uban menjadi ny.
Misalnya :
Sunji → sunyi
Njala → nyala
4.      Gabungan konsonan sj di ubah menjadi sy.
Misalnya :
Sjarat → syarat
Sjair → syair
5.      Gabungan konsonan ch di ubah menjadi kh.
Misalnya :
Tachta → takhta
Ichlas → ikhlas
6.      Huruf j di ubah menjadi y
Misalnya :
Padjak → pajak
Djatah → jatah
7.      Huruf e taling dan e pepet penulisannya tidak dibedakan dan hanya di tulis dengan e/tanpa
penanda.
Misalnya :
Ségar → segar
Copèt →copet
8.      Huruf asing f, v, dan z di masukkan kedalam sistem ejaan bahasa Indonesia karena huruf huruf
itu banyak di gunakan.
Misalnya :
Fasih
Vakum
Zaman

Baru bagus

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.      Perubahan-perubahan Ejaan yang Ada Di Indonesia
Ejaan baku yang digunakan saat ini  adalah ejaan bahasa Indonesia yang mengalami
perubahan dari masa-kemasa dimulai dari ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, Ejaan
Pembaharuan, Ejaan Melindo, ejaan LBK, hingga Ejaan yang disempurnakan.
Berikut ini penulis akan menjelaskan lebih rinci mengenai perubahan-perubahan ejaan
yang ada di Indonesia.

2.1.1        Ejaan Van Ophuijsen 1901


            Penulisan Ejaan yang Disempurnakan pada masa-kemasa mengalami perubahan yang
dimulai dari ejaan Van Ophuijsen yang  terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I, 1983, di
Solo. Ejaan van Ophuysen ini merupakan ejaan yang pertama kali
b e r l a k u dalam bahasa Indonesia yang ketika itu masih bernama bahasa Melayu.
2.1.2        Ejaan soewandi 1947

.  Setelah  perubahan ejaan yang ini yang dikenal dengan ejaan Soewandi, muncullah reaksi 
setelah pemulihan kedaulatan (1949) yang melahirkan ide yang muncul dalam Kongres Bahasa
Indonesia II di Medan (1954). Waktu itu pejabat Mentri Pendidikan dan kebudajaan adalah Mr.
Muh. Yamin yang memutuskan :
-          Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan satu huruf
-          Penetapan hendaknya dilakukan oleh suatu badan  yang kompeten
-          Ejaan itu hendaknya praktis tetapi ilmiah.
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen.
Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui
sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
a.       Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur
b.      Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum,
rakjat.
c.       Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d.      Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis,
dikarang.
Van Ophui jsen Soewandi 1947
1901
Boekoe Buku
Ma’lum Maklum
‘adil Adil
Pende’ Pendek

2.1.3        Ejaan Pembaharuan 1957


Perubahan selanjutnya ialah ejaan pembaruan oleh Prijono sebagai Dekan Fakultas
Universitas Indonesia yang menonjolkan beberapa huruf baru. Kemudian pada Kongres II di
Singapura dicetuskan suatu resolusi  untuk menyatukan ejaan bahasa Melayu di semenanjung
Melayu dengan bahasa Indonesia di Indonesia.
Perubahan ejaan ini melakukan perubahan penting pada huruf <e>dengan pemberian tanda
aksen aigu, bunyi <ng>, <tj>, <nj>, <dj>diganti dengan lambing <ƞ>, <tj>, <ń>, dan <j>, huruf
<j diganti dengan <y>, vocal rangkap /ai/, /au/,/dan /oi/
2.1.4        Ejaan Melindo 1959
Perkembangan selanjutnya ialah disetujinya perjanjianPersekutuan tanah melayu dan
Repoblik Indonesia yang  menghasilkan konsep ejaan melindo (Ejaan Melayu-Indonesia). Dalam
konsep ini telah memunculkan huruf-huruf baru. Dengan munculnya huruf baru ini menjadi
suatu kendala karena pada huruf baru ini tidak ditemukannya dalam mesin tik (kecuali c dan j),
sehingga huruf tersebut tidak jadi dipakai atau diciptakanya.
2.1.5        Ejaan LBK 1966
            Ketidak setujuan atas konsep melindo, maka muncullah konsep baru yaitu konsep LBK.
Dimana konsep ini sama sekali tidak menggunakan huruf-huruf baru, dn konsepnya akan
menyusun ejaan yang standar semakin penting. Pemyusunan ini dituliskan dalam seminar sastra
1968 dengan konsep ejaan baru. Konsep tersebut dinamakan Ejaan Lembaga dan Kesusastraan
(LBK).
2.1.6        Ejaan yang disempurnakan 1972
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak
tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim,
Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang
berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Sejak saat
itulah konsep ini diberi nama ejaan yang Disempurnakan. Jika dianalogkan dengan Ejaan Van
Ophuijsen dan Ejaan Soewandi, ejaan yang disempurnakan dapat disebut sebagai Ejaan Mashuri
karena Mashurilah yang dengan sepenuh tenaga sebagai Mentri pendidikan dan kebudayaan,
memperjuangkan sampai diresmikan oleh Presiden.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:

(1)            'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci


(2)            'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
(3)            'j' menjadi 'y' : sajang → saying
(4)            'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
(5)            'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
(6)            'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
(7)            awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah",
"di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya.
(8)   Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik.
Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.

2.2        Faktor-faktor yang Menyebabkan ejaan yang digunakan di Indonesia perlu mengalami
perubahan-perubahan hingga ditetapkannya Ejaan yang Disempurnakankan

Ejaan digunakan dalam bahasa tulis. Di dalamnya berisi kaidah yang mengatur
1.      Bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran
2.      Bagaimana menggambarkan hubungan antara lambang-lambang itu, baik pemisahan atau
penggabungan dalam suatu bahasa.
Secara teknis ejaan yang dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata,
penulisan kalimat. Dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtiasi. Seperti yang telah dijelaskan
di pembahasan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia pernah merumuskan berbagai system ejaan
diantaranya ejaan Van opuijsen (1901), ejaan soewandi (1947), ejaan pembaharuan (1957), ejaan
melindo (1972), ejaan LBK (1966), dan ejaan yang disempurnakan (1972). Perubahan itu
disebabkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut
1.      Pertimabngan teknis, yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan oleh satu huruf.
2.      Pertimbangan praktis, yang menghendaki agar disesuaikan dengan keperluan seperti mesin tukis
atau keadaan percetakan
3.      Pertimbangan ilmiah, yang menghendaki agar perlambangan mencerminkan studi yang
mendalam tentang kenyataan linguistic maupun social yang berlaku.
4.      Pertimbangan konotatif, yang menghendaki bagaimana bunyi it menunjukkan perbedaan makna.
5.      Pertimbangan politis, karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya, karena pemerintah pada
waktu itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah, serta
6.      Abnyaknya elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.
Dari beberapa proses perubahan ejaan bahasa Indonesia dari ejaan Van Ophuijsen ke ejaan yang
Disempurnakan, dapat disimpulkan
-          Yang pertama pada ejaan Van Ophuijsen. pada ejaan ini perlu diubah karena masih kurang
praktis pada penggunaan bahasa. Dimana bahasa pada Van Ophuijsen masih menggunakan nama
bahasa Melayu. Selain itu penggunaan tanda diakritik masih menimbulkan kesulitan bagi
pemakainya.
-          Kedua pada ejaan soewandi masih melakukan pengubahan pada tanda diakritik atau bahkan
dihilangkan, akan tetapi, ada  lambing hamzah yang diganti dengan huruf <k>. ejaan Soewandi
ternyata masih kurang praktis karena belum ada penggantian bunyi pada huruf-huruf koma wasla
dan koma ain pada kata-kata yang berbunyi sentak.
-          Ejaan berikutnya adalah ejaan pembaharuan yang diubah karena kekurangannya pada
penggunaan huruf-huruf  baru.
-          Kemudian muncullah Ejaan Melindo, yang ternyata sama halnya pada ejaan pembaharuan yang
masih menggunakan huruf baru. Namun huruf baru yang digunakan ini terdapat beberapa huruf
yang tidak dapat dituliskan pada mesin tik.
-          Sehingga pada Ejaan LBK muncullah konsep baru dengan menghilangkan tanda-tanda diakritik
agar huruf dapat ditulis dan diketik dengan mudah
Dari beberapa sebab pengubahan ejaan diatas yang diciptakan melalui berbagai pertemuan,
perjanjian, kongres-kongres,maupun dalam seminar, tidak memunculkan konsep yang praktis
jadi salah satu tujuan pengubahan ini, agar masyrakat Indonesia dapat bersatu. Maksudnya
dengan ejaan yang disempurnakan dapat memperstatukan sekelompok orang menjadi satu
masyarakat bahasa. Yang kedua, Pemberi kekhasan agar dapat menjadi pembeda dengan
masyarakat pemakai bahasa lainnya. Ketiga, Pembawa Kewibawaan yang  dapat memperlihatkan
kewibawaan pemakainya.

Baru fungsi

Fungsi Bahasa Indonesia

• Secara umum fungsi bahsa sebagai alat komunikasi: lisan maupun tulis

• Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi
sebagai berikut:

a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol sosial

• Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:
a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi

• Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus, yaitu:

a) Bahasa resmi kenegaraan


b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

• Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara mempunyai fungsi:

a) Bahasa resmi kenegaraan


b) Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan
c) Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kepentingan pemerintah
d) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

• Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau
distandarkan.

a) Ejaan Van Ophuijen (1901)


b) Ejaan Soewandi (1947)
c) Ejaan yang Disempurnakan (EYD, tahun 1972)
d) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Istilah (1975)
e) Kamus besar Bahasa Indonesia, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988)

• Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:

a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan
bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik dan
benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi
tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam
bahasa

Peranan dan fungsi bahasa indonesia Dalam kehidupan sehari-hari


    “kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa
Indonesia”. itulah penggalan dari isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928.
Lahirnya Sumpah pemuda merupakan sebuah awal menjadikannya bahasa Indonesia sebagai
bahasa Negara.

     Dalam era globalisasi, kita sebagai warga negara indonesia sudah sepantasnya bangga dan
menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, yaitu bahasa indonesia. jati diri bahasa Indonesia perlu
dibina dan dimasyarakatkan. Hal ini diperlukan, agar bangsa indonesia tidak terbawa arus oleh
pengaruh budaya asing yang masuk ke indonesia.
bahasa indonesia memiliki fungsi sbb :

1. Sebagai Bahasa Nasional

Sebagailambang kebanggaan dan identitas nasional, Bahasa persatuan kita, memiliki nilai-nilai
sosial budaya luhur bangsa yang harus dipertahankan dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-
hari tanpa ada rasa renda diri, malu, dan acuh tak acuh. Indonesia memiliki banyak budaya dan
bahasa yang berbeda-beda hampir di setiap daerah. Pastinya, tidak akan mungkin kita bisa saling
memahami ketika berkomunikasi antar sesama. Oleh karena itulah betapa pentingnya kedudukan
bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dan sebagai alat penghubungan antarbudaya
dan daerah.

2. Bahasa Negara                                                                                              

Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakandi Jakarta pada
tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai : bahasa dalam perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentinganperencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta menjadi bahasa
resmi kenegaraan, pengantar di lembaga-lembaga pendidikan/ pemanfaatan ilmu pengetahuan,
pengembangan kebudayaan, pemerintah dll.
fungsi itu harus dilaksanakan, sebab itulah ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan
berkedudukan sebagai bahasa negara.

   Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri
di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus
mempersiapkan diri dengan baik dan harus bangga menggunakan bahasa indonesia dalam
kehidupan sehari-hari.

     Kalau kita cermati, sebenarnya ada satu lagi fungsi bahasa yang selama ini kurang disadari
oleh sebagian anggota masyarakat, yaitu sebagai alat untuk berpikir. Dalam proses berpikir,
bahasa selalu hadir bersama logika untuk merumuskan konsep, proposisi, dan simpulan. Segala
kegiatan yang menyangkut penghitungan atau kalkulasi, pembahasan atau analisis, bahkan
berangan-angan atau berkhayal, hanya dimungkinkan berlangsung melalui proses berpikir
disertai alatnya yang tidak lain adalah bahasa.
   Sejalan dengan uraian di atas dapat diformulasikan bahwa makin tinggi kemampuan berbahasa
seseorang, makin tinggi pula kemampuan berpikirnya. Makin teratur bahasa seseorang, maka
makin teratur pula cara berpikirnya. Dengan berpegangan pada formula itulah, dapat dikatakan
bahwa seseorang tidak mungkin menjadi intelektual tanpa menguasai bahasa. Seorang intelektual
pasti berpikir, dan pasti memerlukan bahasa indonesia untuk mempermudah dalam proses
berfikirnya.

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

 KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL

Kedudukan pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan. Hal ini tercantum dalam
Sumpah pemuda (28-10-1928). Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
Bahasa Nasional. Kedua adalah sebagai bahasa negara.

Dalam kedudukannya sebagai Bahasa Nasional, Bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi
yaitu :

1. Lambang kebanggaan kebangsaan


Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai luhur yang mendasari perilaku bangsa
Indonesia.
2. Lambang Identitas Nasional 
Bahasa Indonesia mewakili jatidiri bangsa Indonesia, selain Bahasa Indonesia terdapat
pula lambang identitas nasional yang lain yaitu bendera Merah-Putih dan lambang
negara Garuda Pancasila.
3. Alat perhubungan 
Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku dengan bahasa yang berbeda-beda,
maka kan sangat sulit berkomunikasi kecuali ada satu bahasa pokok yang digunakan.
Maka dari itu digunakanlah Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan perhubungan
nasional.
4. Alat pemersatu bangsa 
Mengacu pada keragaman yang ada pada Indonesia dari suku, agama, ras, dan budaya,
bahasa Indonesia dijadikan sebagai media yang dapat membuat kesemua elemen
masyarakat yang beragam tersebut kedalam sebuah persatuan.

 KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NEGARA


Bahasa negara sama saja dengan bahasa nasional atau bahasa persatuan artinya bahasa negara
merupakan bahasa primer dam baku yang acapkali digunakan pada kesempatan yang
formal.Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara yaitu :

1. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan.


Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara
dibuktikan dengan digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi
kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
2. Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan. 
Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan
dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan
dari taman kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus
berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Cara ini akan sangat membantu dalam
meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknolologi (iptek)
3. Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah.
Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dibuktikan
dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antar badan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya
diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan
agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh
masyarakat.
4. Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi. 
Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara
dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik melalui buku-buku
pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lainnya.
Karena sangatlah tidak mungkin bila suatu buku yang menjelaskan tentang suatu
kebudayaan daerah, ditulis dengan menggunakan bahasa daerah itu sendiri, dan
menyebabkan orang lain belum tentu akan mengerti.

Baru

2 Fungsi Bahasa Indonesia secara umum

a)      Sebagai alat komunikasi


Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi, memiliki tujuan tertentu yaitu agar kita dipahami oleh
orang lain. Jadi dalam hal ini respons pendengar atau lawan komunikan yang menjadi perhatian utama
kita.
·         Bahasa sebagai alat komunikas, bahasa merupakan alat untuk merumuskan maksud kita
·         Dengan komunikasi, kita dapat menyampaikan semua yang kita rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada
orang lain
·         Dengan komunikasi, kita dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek
moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sejaman kita
·         Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahasa primer) dan tulisan (bahasa sekunder)
·         Tulisan adalah susunan dari simbol (huruf) yang dirangkai menjadi kata bermakna dan dituliskan.
Bahasa lisan lebih ekspresif dimana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu
untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya
dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara /
target komunikasi
·         Bahasa sebagai sarana komunikasi mempunyai fungsi utama bahasa adalah bahwa komunikasi ialah
penyampaian pesan atau makna oleh seseorang kepada orang lain. Keterikatan dan keterkaitan bahasa
dengan manusia menyebabkan bahasa tidak tetap dan selalu berubah seiring perubahan kegiatan
manusia dalam kehidupannya di masyarakat. Perubahan bahasa dapat terjadi bukan hanya berupa
pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami
masyarakat. Terutama pada pengguna fungsi komunikasi pada bahasa asing sebagai contoh masyarakat
Indonesia lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk
“Berhenti”, “Exit” untuk “Keluar”, “Open House” untuk penerimaan tamu dirumah pada saat lebaran. Jadi
bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya dengan satu bahasa melainkan banyak bahasa.

b)      Sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan


     Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) IPTEK tidak dapat
tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki
kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi
sebagai sarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat
berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana
berpikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam
berpikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).

    Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu bahasa Indonesia juga mempunyai empat fungsi
sebagai berikut :
      1. Sebagai lambang kebangsaan negara;
     2. Lambang identitas negara;
          3. Alat penghubung antarwarga, antardaerah, antarbudaya;
    4. Alat yang menyatukan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda.

   Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan
dan teknologi. Bahasa Indonesia merupakan alat yang digunakan sebagai bahasa media massa untuk
menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa
yang menerapkan kaidah dengan konsisten. Sedangkan bahasa yang baik adalah bahasa yang
mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannnya. Penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan
bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam
masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap terbuka sehingga mampu mengembangkan dan
menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.

   Semakin berkembangnya teknologi di dalam kehidupan kita akan berdampak juga pada perkembangan dan
pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia harus ikut berperan di dalam
dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah
baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara tidak
langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan
tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan IPTEK itu.

Sumber referensi :
http://rendi-idner.blogspot.com/2009/09/fungsi-bahasa-secara-umum.html
http://rosidahnia.blogspot.com/2012/10/fungsi-bindonesia-sebagai-alat.html

Anda mungkin juga menyukai