Bahasa merupakan salah satu unsur identitas nasional. Bahasa dipahami sebagai sistem
perlambangan yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan
digunakan sebagai sarana berinteraksi manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah
yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia
dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung antar etnis yang
mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antara suku-suku, bahasa
melayu juga menjadi bahasa transaksi perdagangan internasional di kawasan kepulauan
nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.
Telah dikemukakan pada beberapa kesempatan, mengapa bahasa melayu dipilih menjadi bahasa
nasional bagi negara Indonesia yang merupakan suatu hal yang menggembirakan.
Dibandingkan dengan bahasa lain yang dapat dicalonkan menjadi bahasa nasional, yaitu bahasa
jawa (yang menjadi bahasa ibu bagisekitar setengah penduduk Indonesia), bahasa melayu
merupakan bahasa yang kurang berarti. Di Indonesia, bahasaitu diperkirakan dipakai hanya oleh
penduduk kepulauan Riau, Linggau dan penduduk pantai-pantai diseberang Sumatera. Namun
justru karena pertimbangan itu jualah pemilihan bahasa jawa akan selalu dirasakan sebagai
pengistimewaan yang berlebihan.
Alasan kedua, mengapa bahasa melayu lebih berterima dari pada bahasa jawa, tidak hanya secara
fonetis dan morfologis tetapi juga secara reksikal, seperti diketahui, bahasa jawa mempunyai
beribu-ribu morfen leksikal dan bahkan beberapa yang bersifat gramatikal.
Faktor yang paling penting adalah juga kenyataannya bahwa bahasa melayu mempunyai sejara
yang panjang sebagai ligua France.
Dari sumber-sumber China kuno dan kemudian juga dari sumber Persia dan Arab, kita ketahui
bahwa kerajaan Sriwijaya di sumatera Timur paling tidak sejak abad ke -7 merupakan pusat
internasional pembelajaran agama Budha serta sebuah negara yang maju yang perdagangannya
didasarkan pada perdagangan antara Cina, India dan pulau-pulau di Asia Tenggara. Bahas
melayu mulai dipakai dikawasan Asia Tenggara sejak Abad ke-7. bukti-bukti yang menyatakan
itu adalah dengan ditemukannya prasasti di kedukan bukit karangka tahun 683 M (palembang),
talang tuwo berangka tahun 684 M (palembang), kota kapur berangka tahun 686 M (bukit barat),
Karang Birahi berangka tahun 688 M (Jambi) prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf pranagari
berbahasa melayu kuno.
Bahasa melayu kuno itu hanya dipakai pada zaman sriwijaya saja karena di jawa tengah (Banda
Suli) juga ditemuka prasasti berangka tahun 832 M dan dibogor ditemukan prasasti berangka
tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa melayu kuno.
Pad zaman Sriwijaya, bahasa melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan , yaitu bahasa buku
pelajaran agama Budha. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa perhubungan antar suku di
Nusantara. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa yang
digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar nusantara. Informasi dari seorang ahli
sejara China I-Tsing yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain menyatakan bahwa di
Sriwijay ada bahasa yang bernama Koen Loen (I-Tsing : 63-159), Kou Luen (I-Tsing : 183),
K’ouen loven (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Ali Syahbana, 1971 : 0001089), Kun’lun (parnikel,
1977 : 91), K’un-lun (prentice 1978 : 19), ayng berdampingan dengan sanskerta.
Yang dimaksud dengan Koen-Luen adalah bahasa perhubungan (lingua france) dikepulauan
nusantara, yaitu bahasa melau. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa melayu tampak makin
jelasa dari, peninggalan-peninggalan kerajaan islam, baik yang berupa batu tertulis, seperti
tulisan pada batu nisan di Minye Tujah, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil-hasil
susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti syair Hamzah Fansuri, hikayat raja-raja Pasai, sejarah
melayu, Tajussalatin dan Bustanussalatin. Bahasa melayu menyebar kepelosok nusantara
bersama dengan menyebarnya agama islam diwilayah nusantara bahasa melayu mudah diterima
oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antara pulau, antara suku, antara
pedagang, antar bangsa, dan antar kerajaan karena bahasa melayu tidak mengenal tutur.
Pada tahun 1928 bahasa melayu mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada tahun tersebut
para tokoh pemuda dari berbagai latar belakang suku dan kebudayaan menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia, keputusan ini dicetuskan melalui sumpah pemuda.
Dan baru setelah kemerdekaan Indonesia tepatnya pada tanggal 18 Agustus Bahasa Indonesia
diakui secara Yuridis.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan
sebagai lingua franca (bahasa pergaulan) di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal
penanggalan modern. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar.
Jenis ini sangat lentur, sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan
sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para
penggunanya.
Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi yang pada masa lalu digunakan oleh kalangan
keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Bentuk bahasa ini lebih
sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu
Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda melihat kelenturan Melayu Pasar dapat mengancam keberadaan
bahasa dan budaya. Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu
Tinggi, diantaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai
Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah digunakan oleh banyak pedagang dalam
berkomunikasi.
Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa Melayu. Dimana
Bahasa melayu sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau
bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga
digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Prasasti-
prasasti kuno dari kerjaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Melayu. Dan
pasa saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi Sebagai :
1. Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan satra
2. Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia
3. Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia mapupun pedagang yang
berasal dari luar indonesia.
4. Bahasa resmi kerajaan.
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal
28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari
Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada
Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan
bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa
diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu,
bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda
yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah
Kemerdekaan Indonesia.
Penyebutan pertama istilah “Bahasa Melayu” sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M,
yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno dari
Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja
Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 sampai ke-12. Wangsa Syailendra juga
meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang
ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Prasasti-prasasti lain yang bertulis dalam bahasa Melayu Kuno juga terdapat di:
Kedua prasasti di pulau Jawa itu memperkuat pula dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno pada saat
itu bukan saja dipakai di Sumatra, melainkan juga dipakai di Jawa.
Penelitian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua
dialek bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada masa yang berdekatan.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan
bahasa perdangangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak
dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang luas.
Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia dapat dirinci
sebagai berikut :
1. Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini
dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan
yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang
kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini
menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun
bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kayo menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat),
seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
4. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi pengokohan bahasa indonesia menjadi bahasa
persatuan.
5. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil
kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat
itu.
8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah
satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai
pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
10. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
11. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato
kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No.
57 tahun 1972.
12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
13. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III
di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-
50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa
Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
14. Tanggal 21 – 26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di
Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda
yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal
mungkin.
15. Tanggal 28 Oktober – 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di
Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari
seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam,
Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada
pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI
di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia,
Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan
agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi
Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa
Indonesia.
17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
1. Budi Otomo.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat kenasionalan yang
pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia, dengan sadar
menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda diperingan,. Pada kesempatan
permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik dimabuk tuntutan dan keinginan akan penguasaan
bahasa Belanda sebab bahasa Belanda merupakan syarat utam untuk melanjutkan pelajaran
menambang ilmu pengetahuan barat.
1. Sarikat Islam.
Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang
perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya, sarekat islam
yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang politik tidak perna
mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa Indonesia.
1. Balai Pustaka.
Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908 balai pustaku ini didirikan. Mulanya badan ini
bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917 namanya berubah menjadi balai
pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga menerbitkan majalah.
Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan bahasa melau
menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut :
Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang diselenggarakan pada tahun
1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula diadakan kongres p[emuda
yang tepat penyelenggaraannya juga di Jakarta. Berlangsung kongres ini tidak semata-mata
bermakna bagi perkembangan politik, melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra
Indonesia.
Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa dipisahkan dari
perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional yang dimulai oleh berdirinya
Budi Utomo, sarekat islam, dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan utama diselenggarakannya
kongres itu adalah untuk mempersatukan berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu.
Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam wadah yang lebih
besar Indonesia muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi pemuda itu mengadakan
kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan bersejarah yang kemudian
lebih dikenal sebagai sumpah pemuda. Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga
hal, Negara, bangsa, dan bahasa yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa
Indonesia sebagai media dan sebagai symbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang
terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-
cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan
politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.
Seperti yang tercantum dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa Nasional yang kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah.
Tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Bab XV Pasal 36) mengenasi kedudukan bahasa
Indonesia yang menyatakan bahawa bahasa negara ialah bahasa Indonesia.
1. Lambang kebangsaan
2. Lambang identitas nasional
3. Alat penghubung antarwarga, antardaerah dan antarbudaya
4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial
budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa indonesia berfungsi sebagai :
Ragam Bahasa
Adanya bermacam-macam ragam bahasa terjadi karena fungsi, kedudukan serta lingkungan yang
berbeda-beda. Ada beberapa ragam bahasa yaitu :
1. Ragam lisan mengendaki adanya orang kedua, teman bicara sedangkan ragam tulis tidak
mengharuskan.
2. Dalam Ragam lisan unsur-unsur gramatikan seperti subjek, prediket dan objek tidak
selalu dinyatakan, sedangkan ragam tulis harus dinyatakan.
3. Ragam lisan sangat terikan pada kondisi, situasi, ruang dan waktu sedangkan ragam tulis
tidak.
4. Ragam lisan dipengaruhi oleh intonasi suara sedangkan ragam tulis dipengaruhi oleh
tanda baca, huruf kapital dan huruf miring.
1. Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat
pemakaiannyasebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam
penggunaannya.
Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan da ditandai oleh ciri-ciri yang
menyimpang dari norma ragam baku.
Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau
buku-buku ilmiah lainnya.
Ragam baku lisan bergantung kepada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam
ucapannya.
Ragam fungsional adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan
kerja atau kegiatan tertentu lainnya.
Variasi Bahasa
Variasi Bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat
atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
Variasi bahasa ada beberapa macam yaitu :
Yaitu variasi bahasa yang muncul dari setiap orang baik individu maupun sosial.
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau funsinya disebut fungsiolek atau register
adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Misalnya bidang jurnalistik, militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan sebagainya. Variasi
bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tanpak cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap
bidang kegiatan biasanya mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain.
Adalah variasi bahasa yang paling formal yang digunakan pada situasi hikmat seperti upacara
kenegaraan dan khotbah.
Adalah Variasi bahasa yag digunakan pada kegiatan resmi atau formal seperti surat dinas dan
pidato kenegaraan.
Adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa. Seperti pembicaraan di sekolah dan
rapat.
Adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab.
Adalah variasi bahasa yang dapat dilihat dari sarana atau jalur yang digunakan. Seperti telepon,
telegraf dan radio.
Kesimpulan
Saran
Sebagaimana yang kita ketahui bahasa Indonesia sumbernya adalah bahasa melayu. Sebagai
bangsa yang besar selayaknyalah kita menghargai nilai-nilai sejarah tersebut dengan tetap
menghrmati bahasa melayu. Disamping itu alangkah baiknya apabila kita menggunakan bahasa
indonesia secara baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Muhsin, 1990. sejarah dan standarisasi bahasa Indonesia. Bandung : sinar baru
algesindo. Aripin Z.E,
Tasai, S Amran dan E. Zaenal Arifin, “Cermat Berbahasa Indonesia : Untuk Perguruan
Tinggi”, Akademika Pressindo, Jakarta, 2000
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-
peninggalan misalnya:
Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380
Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.
Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun 684.
Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada Tahun 686.
Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada Tahun 688.
1. Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisia aturan-aturan hidup dan sastra.
2. Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di indonesia
3. Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang
berasal dari luar indonesia.
4. Bahasa resmi kerajaan.
Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di
wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa
Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau,
antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di
wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa
persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam
perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia
menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air
Indonesia.
2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari
“Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia merupakan bahasa
persatuan bangsa indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya
sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara
pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan
sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan
bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa
indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa indonesia di pakai oleh
berbagai lapisan masyarakat indonesia.
Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang di
gunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, bahasa indonesia merupakan
bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun
penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun di pahami dan di tuturkan oleh lebih
dari 90% warga indonesia, bahasa indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya.
Sebagian besar warga indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di indonesia
sebagai bahasa Ibu. Penutur Bahasa indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari
(kolokial) atau mencampur adukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa Ibunya.
Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu diwilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya
rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komikasi rasa persaudaraan dan persatuan
bangsa Indonesia. Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa
Indonesia dalam sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Untuk memperoleh bahasa nasionalnya,
Bangsa Indonesia harus berjuang dalam waktu yang cukup panjang dan penuh dengan tantangan.
Perjuagan demikian harus dilakukan karena adanya kesadaran bahwa di samping fungsinya
sebagai alat komunikasi tunggal, bahasa nasional sebagai salah satu ciri cultural, yang ke dalam
menunjukkan sesatuan dan keluar menyatakan perbedaan dengan bangsa lain.
Ada empat faktor yang menyebabkan Bahasa melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu:
1. Bahasa melayu adalah merupakan Lingua Franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan
bahasa perdagangan.
2. Sistem bahasa melayu sederhana, mudah di pelajari karena dalam bahasa melayu tidak di
kenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku Jawa, Suku Sunda, dan Suku2 yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa
melayu menjadi bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk di pakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang luas.
2. RAGAM BAHASA
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut
topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan,
serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).
Ragam bahasa dapat timbul karena adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh
masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang
tidak homogen. Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan yaitu :
1. Variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman
fungsi bahasa itu
2. Variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan
masyarakat yang beraneka raga.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa
Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku.
Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan
bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak
dituntut menggunakan bahasa baku.
Bahasa Indonesia memiliki banyak sekali ragamnya, hal ini dikarenakan bahasa
Indonesia sangat luas pemakaiannya dan bermacam-macam ragam penuturnya, antara lain :
Kelebihan :
1) Lebih jelas karena pembicara menggunakan tekanan dan gerak anggota badan, sehingga
pendengar lebih mudah mengerti
2) Pembicara dapat langsung melihat ekspresi pendengar
3) Lebih bebas dalam mengungkapkan sesuatu
Kelemahan :
1) Pembicara sering mengulangi kalimat yang telah diucapkan
2) Pendengar belum tentu mendengar jelas apa yang dikatakan pembicara
3) Tidak semua orang bisa menyampaikan sesuatu dengan baik secara lisan
Kelemahan :
1) Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-
kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
2) Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa
tulisan harus disusun lebih sempurna.
Sumber : http://merrysarlita.blogspot.com/2010/10/variasi-atau-ragam-bahasa.html
http://myth90.blogspot.com/2010/10/variasi-dan-ragam-bahasa-indonesia.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap dengan fonem
sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata
dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah
suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
b. Faktor efisiensi
c. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsure lain berupa tekan dan
gerak anggota badan agah pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi,
mimik dan gerak-gerak pembicara.
yang dibicarakannya.
a. Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-
frase sederhana.
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan
dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan
tata cara penulisan dan kosakata. Dengan kata lain dengan ragam bahasa tulis, kita
tuntut adanya kelengkapan unsur kata seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat,
ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan dan penggunaan tanda baca
a. Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi
pembaca.
a. Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada
b. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus
mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan
nilai jual.
c. Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena
Ragam bahasa fungsionalm adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi,
lembaga, lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga
Ragam bahas bisnis adalah ragam bahasa yang digunakan dalam berbisnis,
yang biasa digunakan oleh para pebisnis dalam menjalankan bisnisnya.
tersendiri, oleh karena itu bahasa hokum Indonesia haruslah memenuhi syarat-
syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
d. Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat dan kategori yang
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah Bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan situasi pembicaraan (yakni, sesuai dengan lawan bicara,
tempat pembicaraan, dan ragam pembicaraan) dan sesuai dengan kaidah yang berlaku
dalam Bahasa Indonesia (seperti: sesuai dengan kaidah ejaan, pungtuasi, istilah, dan
tata bahasa).
1980), berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam
bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping itu mengikuti kaidah
bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebaliknya,
kebenaran.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai
1. Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara
pernikahan.
2. Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato,
pasar.
4. Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan
5. Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang
Baru
Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi,
dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus
adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra),
mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanggal 28 Oktober 1928, pada hari “Sumpah Pemuda” lebih tepatnya, Dinyatakan Kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional memilki fungsi-fungsi sebagai berikut :
Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan
dengan digunakannya bahasa indonesia dalam bulir-bilir Sumpah Pemuda. Yang bunyinya
sebagai berikut :
“Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia Kami poetera
dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.”
Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan
masih digunakannya Bahasa Indonesia sampai sekarang ini. Berbeda dengan negara-negara lain
yang terjajah, mereka harus belajar dan menggunakan bahasa negara persemakmurannya.
Contohnya saja India, Malaysia, dll yang harus bisa menggunakan Bahasa Inggris.
Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dibuktikan dengan
digunakannya Bahasa Indonesia dalam berbagai macam media komunikasi. Misalnya saja Buku,
Koran, Acara pertelevisian, Siaran Radio, Website, dll. Karena Indonesia adalah negara yang
memiliki beragam bahasa dan budaya, maka harus ada bahasa pemersatu diantara semua itu. Hal
ini juga berkaitan dengan Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
Nasional sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan
Budaya.
d. Bahasa Indonesia sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat
istiadat dan Budaya.
2. Bahasa Negara
Bahasa Negara adalah bahasa yang digunakan dalam administrasi Negara baik secara lisan
maupun tulisan. Posisi bahasa Negara ini dapat dilihat pemakaiannya dalam pemerintahan secara
resmi. Penulisan surat kelakuan baik, pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) adalah bukti
tertulis bahasa Negara dalam pidato resmi Presiden RI di hadapan Sidang DPR/MPR dan pidato
kenegaraan lainnya adalah contoh bukti bahasa Negara secara lisan. Dalam aktifitas kenegaraan,
bahasa Negara mempunyai empat fungsi, yaitu:
3) bahas resmi tingkat nasional dalam kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Indonesia,
4) bahasa resmi kebudayaan dalam pengembangan kebudayaan, ilmu, teknologi dan komunikasi
di Indonesia.
Bahasa resmi Negara ini dikukuhkan dalam UUD 1945, pasal 36 bab XV sehingga telah
memainkan perannya dalam kehidupan bernegara.
Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, maka tujuannya untuk memeberikan dasar-dasar kepada
pembaca untuk memperoleh kemahiran berbahasa, baik dalam penggunaan bahasa secara lisan
maupun tulisan agar mereka yang mendengar atau diajak berbicara dengan mudah memahami
apa yang dimaksudkan. Bahasa yang harus digunakan adalah bahasa yang paling umum dipakai
dan tidak menyalahi norma-norma umum yang berlaku.
Ragam Bahasa
Pengertian kata ragam secara umum dalam bahasa Indonesia adalah tingkah, jenis, langgam,
corak dan laras. Ragam bahasa diartikan sebagai variasai bahasa menurut pemakaian yang
dibedakan menurut topik pembicaraan, sikap penutur, dan media atau sarana yang digunakan.
Pengertian ragam bahasa ini memperhatikan situasi yang dihadapi, masalah yang hendak
disampaikan, latar belakang pendengar dan pembaca yang dituju, dan media atau sarana yang
hendak digunakan.
Pada ragam bahasa yang paling pokok adalah seseorang itu menguasai atau mengetahui kaidah-
kaidah yang ada dalam bahasa. Kerena kaidah bahasa dianggap sudah diketahui, uraian dasar-
dasar ragam bahasa itu diamati melalui skala perbandingan bagian persamaan bagian perbedaan.
Dasar-dasar ragam bahasa yang akan diperbandingkan itu didasarkan atas sarana ragam bahasa
lisan dan ragam tulisan.
1. Ragam Dialek
Ragam dialek adalah ragam bahasa yang dipengaruhi oleh bahasa daerah si pembicara atau
ragam bahasa daerah yang ditandai oleh daerah atau kota.
1. Ragam Lisan
Ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan dengan sarana lisan yang ditandai oleh
pengulangan intonasi, spontanitas sehingga criteria kejelasan ketepatan dan kelugasan terpenuhi
oleh si penutur.
2. Ragam Tulisan
Ragam tulisan adalah variasi bahasa yang digunakan melalui sarana tulisan dan dapat diperkuat
atau didukung oleh sarana visual untuk mencapai sasaran.
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan
yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing,
misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas.
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap
penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai.
Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap
tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor
kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca,
akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan
bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya,
makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang
digunakan.
1. Ragam Baku
Ragam baku adalah ragam bahasa yang dipakai dalam forum resmi. Ragam ini bisa juga disebut
ragam resmi.
Ragam tidak baku adalah ragam bahasa yang menyalahi kaidah-kaidah yang terdapat dalam
bahasa baku.
Ragam ilmu dan teknologi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam bidang keilmuan dan
teknologi.
2. Ragam Sastra
Ragam satra adalah ragam bahasa yang bertujuan untuk memperoleh kepuasan estetis dengan
cara penggunaan pilih jata secara cermat dengan gramatikal dan stilistil tertentu.
3. Ragam Niaga
Ragam niaga adalah ragam bahasa yang digunakan untuk menarik pihak konsumen agar dapat
melakuakan tindak lanjut dalam kerjasama untuk mencari suatu keuntungan finansial.
Penggunaa bahasa yang baik adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan situasi dan kondisi.
Hal ini biasa berhubungan dengan nilai rasa. Seseorang mungkin saja menguasai bahasa lisan
secara fasih, namun sulit menguasai bahasa tulisan dengan baik karena berbeda ragamnya.
Adapun bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah yang ada. Bahasa yang
benar harus menggunakan tata bahasa, sistem ejaan, artikulasi, dan kalimat yang sesuai dengan
aturan bahasa.
sumber : http://ipsb2011.wordpress.com/2012/04/18/arti-fungsi-dan-ragam-bahasa-oleh-
kelompok-1/
baru
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan adalah sebagai berikut.
1. Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi
sebagai unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.
1. Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
a:b=p:q
Sinar-X
1. Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu
di- atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan
di atau ke sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.
1. Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
Daftar Pustaka
baru
Pertama kali bahasa Indonesia memiliki ejaan adalah ejaan yang disusun Mr. Soewandi. Namun
tahukah Anda, bahwa sebenarnya cikal bakal tata ejaan untuk bahasa yang kita pakai ini pertama
kali disusun pada 1901 dalam Kitab Logat Melayu yang judul aslinya adalah Maleische
Spraakkunst? Buku tata bahasa Melayu ini disusun oleh Charles Adrian van Ophuijsen dan
dibantu oleh asistennya yang orang Melayu. Ketika itu, bahasa yang digunakan di Nusantara
memang masih bahasa Melayu. Akan tetapi, setelah disepakatinya nama dan penggunaan bahasa
Indonesia, rakyat Indonesia menyebut bahasa mereka sebagai bahasa Indonesia.
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen,
ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh Charles Adriaan van Ophuijsen dibantu oleh Engku
Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol
dalam ejaan ini adalah sebagai berikut.
2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen.
Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui
sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
3. Ejaan Melindo
Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail,
Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo
(Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan
peresmian ejaan itu.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun
buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan
kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
– Dikutip dari Cermat Berbahasa Indonesia karangan Zainal Arifin dan S. Amran Tasai
Baru bagus
Pembahasan
A. Pengertian Ejaan
Ejaan adalah aturan tulis menulis. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa ejaan adalah
keseluruhan peraturan tentang bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran dan bagaimana
hubungan antarlambang tersebut (pemisahan dan penggabungan dalam suatu bahasa). Secara
teknis ejaan adalah aturan tulis-menulis dalam suatu bahasa yang berhubungan dengan penulisan
huruf, pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.
Masalah ejaan adalah masalah tulis-menulis dalam bahasa Indonesia. Dalam usaha
memodernkan bahasa Indonesia, cara menulis atau aturan tulis-menulis dalam bahasa Indonesia
sangat perlu diutamakan karena tulisan merupakan tempat pencurahan konsep pikir para penulis
itu sendiri. Dalam hubungan itu, suatu komunikasi yang dilakukan dengan tulis-menulis (dalam
arti komunikasi jarak jauh dengan surat, umpamanya) harus menerapkan ejaan. Oleh sebab itu,
materi ejaan akan dipakai oleh semua sasaran pembina bahasa Indonesia. Bagi masyarakat
umum, masalah ejaan barangkali saja masih berkutat pada masalah keniraksaraan sehingga
masyarakat tersebut harus dibina dalam hal pengenalan aksara latin.
Ejaan tidak hanya berkaitan dengan cara mengeja suatu kata, tapi juga berkaitan dengan
cara mengatur penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar, misalnya kata, kelompok kata
atau kalimat. Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan
bagaimana antarhubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam
suatu bahasa).
Saat ini bahasa Indonesia menggunakan sistem Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan sebagai sistem tatabahasa yang resmi. Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan tidak hanya meliputi pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf
miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan dan pemakaian tanda baca saja, melainkan juga
meliputi pedoman umum pembentukan istilah dan pedoman pemenggalan kata.
Secara defenitif, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan adalah sistem ejaan
bahasa Indonesia yang didasarkan pada Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972 yang diresmikan
pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Sistem ejaan ini, pada
mulanya, disebarkan melalui buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Buku kecil ini merupakan buku patokan pemakaian sistem ejaan ini. Tetapi, di
kemudian hari, karena buku penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran
Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa
pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Kemudian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
surat keputusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia
yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Kemudian, pada Tahun 1987,
kedua buku pedoman tersebut direvisi. Kemudian, edisi revisi dikuatkan dengan Putusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan no. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Bunyi vokal A ẻ E i o U
Bunyi diftong ai Au Oi oe
Bunyi konsonan B P M g k Ng
D T N dj tj Nj
R S L j h W
Bunyi hamzah ‘
Bunyi ain ‘
Bunyi trema ..
Bunyi asing ch Sj Z
Dengan adanya ejaan tersebut, kita akan mendapatkan penulisan kata dalam bahasa
Melayu sebagai berikut: ajam, elang, ekor, itik, orang, oelar, petai, kerbau, amboi, kapal, galah,
tjerah, djala, tikar, darah, pasar, hilah, rasa, lipat, warna, soedah, habis, singa, njanji, mana, tida’,
akal, mulai. Pemakaian angka dua menyakan perulangan tidak dibenarkan. Pengulangan
penyabutan sebuah kata harus dilakukan dengan menulis secra lengkap kata tersebut.
Ejaan Van Ophuijsen belum dikatakan berhasil karena ia dan teman-temannya mendapat
kesulitan memelayukan tulisan beberapa kata yang diambil dari bahasa Arab, yang mempunyai
warna bunyi bahasa yang khas. Oleh sebab itu, dia memilih bunyi ch, sj, z, f, secara tidak taat
asas karena sudah pula banyak bahasa Arab yang dimelayukan sehingga empat huruf itu tidak
terpakai dengan baik. Kemudian, muncul persoalan warna bunyi dari Arab yang
disebut hamza dan ain, yang dilambangkannya masing-masing dengan tanda apostrof (‘).
Kesukaran-kesukaran itu selalu diperbaiki dan disempurnakan oleh Van Ophuijsen. Ejaan
tersebut secara lengkap termuat dalam buku yang berjudul Kitab Logat Melajoe. Pada tahun
1926, sistem ejaan mendapat bentuk yang tetap
Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa kesukaran teknis
untuk menuliskan beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua negara antara Indonesia-
Malaysia tidak memungkinkan untuk meresmikan ejaan tersebut. Perencanaan pertama yang
dilakukan dalam ejaan Melindo, yaitu penyamaan lambang ujaran antara kedua negara, tidak
dapat diwujudkan. Perencanaan kedua, yaitu pelambangan setiap bunyi ujaran untuk satu
lambang, juga tidak dapat dilaksanakan. Berbagai gagasan tersebut dapat dituangkan dalam
Ejaan bahasa Indonensia yang disempurnakan yang berlaku saat ini.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan /k/, seperti dalam kata berikut:
tida’ menjadi tidak
Pa’ menjadi Pak
ma’lum menjadi maklum
ra’yat menjadi rakyat
Angka dua boleh dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti kata berikut:
beramai-ramai menjadi be-ramai2
anak-anak menjadi anak2
berlari-larian menjadi ber-lari-2an
berjalan-jalan menjadi ber-jalan2
Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata diftong, seperti kata
berikut:
Didjoempaϊ menjadi didjumpai
Dihargaϊ menjadi dihargai
Moelaϊ menjadi mulai
Tanda aksen pada huruf e tidak dipakai lagi, seperti pada kata berikut:
ẻkor menjadi ekor
hẻran mejadi heran
mẻrah menjadi merah
berbẻda menjadi berbeda
Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai n untuk mengindahkan cara tulis:
Menjtjuri menjdi mentjuri
Menjdjual menjadi mendjual
Ketika memotong kata-kata di ujung baris, awalan dan akhiran dianggap sebagai suku-suku kata
yang terpisah:
be-rangkat menjadi ber-angkat
atu-ran menjadi atur-an
Ejaan ini disusun oleh Prof. ch. A. Van Ophuysen dengan bantuan ahli bahasa seperti
Engku Nawawi atas perintah Pemerintah Hindia Belanda. Ejaan ini terbit pada tahun 1901,
dalam kitab logat melayu. Menurut Van Ophuysen bahasa melayu tidak mengenal gugus
konsonam dalam satu kata.
1. Adanya gugus konsonam dalam bahasa indonesia tidak menimbulkan kesulitan apapun dalam
lafal bagi pemakai bahasa Indonesia.
2. Kita menghendaki agar eajaan kata pungut dalam bahasa Indonesia sedapat-dapatnya dekat
dengan ejaan asli kata asalnya.
3. Dalam pemungutan kata asing kita sukar menghindari adanya gugus tugas konsonam.
Contoh :
Kata instruktur (bahasa Belanda instructur) jika di Indonesiakan sesuai dengan ketetapan
Ophuysen akan menjadi in-se-te-ruk-tur.
Berdasarkan tiga hal tersebut maka ajaran Ophuysen dikesampingkan. Selain itu kelemahan
ejaan ini banyaknya tanda-tanda diakritik.
2) Huruf f, r, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing, misalnya khilaf, zakat.
3) Huruf g dan x lazim digunakan dalam ilmu pengetahuan tetap, misalnya furgan dan xenon.
4) Penulisan di - sebagai awalan dibedakan dengan di sebagai kata depan.
Contoh :
Awalan kata Depan
di- di
dikhianati di kampus
5) Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya, bukan dengan angka dua/2 .
Contoh :
- Mahasiswa-mahasiswa Mahasiswa2
- Bermain-main Bermain2
Secara umum hal-hal yang diatur dalam EYD adalah sebagai berikut :
Baru bagus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perubahan-perubahan Ejaan yang Ada Di Indonesia
Ejaan baku yang digunakan saat ini adalah ejaan bahasa Indonesia yang mengalami
perubahan dari masa-kemasa dimulai dari ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, Ejaan
Pembaharuan, Ejaan Melindo, ejaan LBK, hingga Ejaan yang disempurnakan.
Berikut ini penulis akan menjelaskan lebih rinci mengenai perubahan-perubahan ejaan
yang ada di Indonesia.
. Setelah perubahan ejaan yang ini yang dikenal dengan ejaan Soewandi, muncullah reaksi
setelah pemulihan kedaulatan (1949) yang melahirkan ide yang muncul dalam Kongres Bahasa
Indonesia II di Medan (1954). Waktu itu pejabat Mentri Pendidikan dan kebudajaan adalah Mr.
Muh. Yamin yang memutuskan :
- Ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan satu huruf
- Penetapan hendaknya dilakukan oleh suatu badan yang kompeten
- Ejaan itu hendaknya praktis tetapi ilmiah.
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen.
Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui
sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum,
rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya,
seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis,
dikarang.
Van Ophui jsen Soewandi 1947
1901
Boekoe Buku
Ma’lum Maklum
‘adil Adil
Pende’ Pendek
2.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan ejaan yang digunakan di Indonesia perlu mengalami
perubahan-perubahan hingga ditetapkannya Ejaan yang Disempurnakankan
Ejaan digunakan dalam bahasa tulis. Di dalamnya berisi kaidah yang mengatur
1. Bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran
2. Bagaimana menggambarkan hubungan antara lambang-lambang itu, baik pemisahan atau
penggabungan dalam suatu bahasa.
Secara teknis ejaan yang dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata,
penulisan kalimat. Dan penulisan tanda-tanda baca atau pungtiasi. Seperti yang telah dijelaskan
di pembahasan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia pernah merumuskan berbagai system ejaan
diantaranya ejaan Van opuijsen (1901), ejaan soewandi (1947), ejaan pembaharuan (1957), ejaan
melindo (1972), ejaan LBK (1966), dan ejaan yang disempurnakan (1972). Perubahan itu
disebabkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut
1. Pertimabngan teknis, yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan oleh satu huruf.
2. Pertimbangan praktis, yang menghendaki agar disesuaikan dengan keperluan seperti mesin tukis
atau keadaan percetakan
3. Pertimbangan ilmiah, yang menghendaki agar perlambangan mencerminkan studi yang
mendalam tentang kenyataan linguistic maupun social yang berlaku.
4. Pertimbangan konotatif, yang menghendaki bagaimana bunyi it menunjukkan perbedaan makna.
5. Pertimbangan politis, karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya, karena pemerintah pada
waktu itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah, serta
6. Abnyaknya elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.
Dari beberapa proses perubahan ejaan bahasa Indonesia dari ejaan Van Ophuijsen ke ejaan yang
Disempurnakan, dapat disimpulkan
- Yang pertama pada ejaan Van Ophuijsen. pada ejaan ini perlu diubah karena masih kurang
praktis pada penggunaan bahasa. Dimana bahasa pada Van Ophuijsen masih menggunakan nama
bahasa Melayu. Selain itu penggunaan tanda diakritik masih menimbulkan kesulitan bagi
pemakainya.
- Kedua pada ejaan soewandi masih melakukan pengubahan pada tanda diakritik atau bahkan
dihilangkan, akan tetapi, ada lambing hamzah yang diganti dengan huruf <k>. ejaan Soewandi
ternyata masih kurang praktis karena belum ada penggantian bunyi pada huruf-huruf koma wasla
dan koma ain pada kata-kata yang berbunyi sentak.
- Ejaan berikutnya adalah ejaan pembaharuan yang diubah karena kekurangannya pada
penggunaan huruf-huruf baru.
- Kemudian muncullah Ejaan Melindo, yang ternyata sama halnya pada ejaan pembaharuan yang
masih menggunakan huruf baru. Namun huruf baru yang digunakan ini terdapat beberapa huruf
yang tidak dapat dituliskan pada mesin tik.
- Sehingga pada Ejaan LBK muncullah konsep baru dengan menghilangkan tanda-tanda diakritik
agar huruf dapat ditulis dan diketik dengan mudah
Dari beberapa sebab pengubahan ejaan diatas yang diciptakan melalui berbagai pertemuan,
perjanjian, kongres-kongres,maupun dalam seminar, tidak memunculkan konsep yang praktis
jadi salah satu tujuan pengubahan ini, agar masyrakat Indonesia dapat bersatu. Maksudnya
dengan ejaan yang disempurnakan dapat memperstatukan sekelompok orang menjadi satu
masyarakat bahasa. Yang kedua, Pemberi kekhasan agar dapat menjadi pembeda dengan
masyarakat pemakai bahasa lainnya. Ketiga, Pembawa Kewibawaan yang dapat memperlihatkan
kewibawaan pemakainya.
Baru fungsi
• Secara umum fungsi bahsa sebagai alat komunikasi: lisan maupun tulis
• Santoso, dkk. (2004) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi
sebagai berikut:
a) Fungsi informasi
b) Fungsi ekspresi diri
c) Fungsi adaptasi dan integrasi
d) Fungsi kontrol sosial
• Menurut Hallyday (1992) Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi untuk keperluan:
a) Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk memperoleh sesuatu
b) Fungsi regulatoris, bahasa digunakann untuk mengendalikan prilaku orang lain
c) Fungsi intraksional, bahasa digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
d) Fungsi personal, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain
e) Fungsi heuristik, bahasa dapat digunakan untuk belajar dan menemukan sesuatu
f) Fungsi imajinatif, bahasa dapat difungsikan untuk menciptakan dunia imajinasi
g) Fungsi representasional, bahasa difungsikan untuk menyampaikan informasi
• Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga perlu dibakukan atau
distandarkan.
• Bahasa Indonesia memiliki fungsi-fungsi yang dimiliki oleh bahasa baku, yaitu:
a) Fungsi pemersatu, bahasa Indonesia memersatukan suku bangsa yang berlatar budaya dan
bahasa yang berbeda-beda
b) Fungsi pemberi kekhasan, bahasa baku memperbedakan bahasa itu dengan bahasa yang lain
c) Fungsi penambah kewibawaan, bagi orang yang mahir berbahasa indonesia dengan baik dan
benar
d) Fungsi sebagai kerangka acuan, bahasa baku merupakan norma dan kaidah yang menjadi
tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam
bahasa
Dalam era globalisasi, kita sebagai warga negara indonesia sudah sepantasnya bangga dan
menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, yaitu bahasa indonesia. jati diri bahasa Indonesia perlu
dibina dan dimasyarakatkan. Hal ini diperlukan, agar bangsa indonesia tidak terbawa arus oleh
pengaruh budaya asing yang masuk ke indonesia.
bahasa indonesia memiliki fungsi sbb :
Sebagailambang kebanggaan dan identitas nasional, Bahasa persatuan kita, memiliki nilai-nilai
sosial budaya luhur bangsa yang harus dipertahankan dan direalisasikan dalam kehidupan sehari-
hari tanpa ada rasa renda diri, malu, dan acuh tak acuh. Indonesia memiliki banyak budaya dan
bahasa yang berbeda-beda hampir di setiap daerah. Pastinya, tidak akan mungkin kita bisa saling
memahami ketika berkomunikasi antar sesama. Oleh karena itulah betapa pentingnya kedudukan
bahasa indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa dan sebagai alat penghubungan antarbudaya
dan daerah.
2. Bahasa Negara
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakandi Jakarta pada
tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai : bahasa dalam perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentinganperencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta menjadi bahasa
resmi kenegaraan, pengantar di lembaga-lembaga pendidikan/ pemanfaatan ilmu pengetahuan,
pengembangan kebudayaan, pemerintah dll.
fungsi itu harus dilaksanakan, sebab itulah ciri penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan
berkedudukan sebagai bahasa negara.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri
di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus
mempersiapkan diri dengan baik dan harus bangga menggunakan bahasa indonesia dalam
kehidupan sehari-hari.
Kalau kita cermati, sebenarnya ada satu lagi fungsi bahasa yang selama ini kurang disadari
oleh sebagian anggota masyarakat, yaitu sebagai alat untuk berpikir. Dalam proses berpikir,
bahasa selalu hadir bersama logika untuk merumuskan konsep, proposisi, dan simpulan. Segala
kegiatan yang menyangkut penghitungan atau kalkulasi, pembahasan atau analisis, bahkan
berangan-angan atau berkhayal, hanya dimungkinkan berlangsung melalui proses berpikir
disertai alatnya yang tidak lain adalah bahasa.
Sejalan dengan uraian di atas dapat diformulasikan bahwa makin tinggi kemampuan berbahasa
seseorang, makin tinggi pula kemampuan berpikirnya. Makin teratur bahasa seseorang, maka
makin teratur pula cara berpikirnya. Dengan berpegangan pada formula itulah, dapat dikatakan
bahwa seseorang tidak mungkin menjadi intelektual tanpa menguasai bahasa. Seorang intelektual
pasti berpikir, dan pasti memerlukan bahasa indonesia untuk mempermudah dalam proses
berfikirnya.
Kedudukan pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan. Hal ini tercantum dalam
Sumpah pemuda (28-10-1928). Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
Bahasa Nasional. Kedua adalah sebagai bahasa negara.
Dalam kedudukannya sebagai Bahasa Nasional, Bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi
yaitu :
Baru
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu bahasa Indonesia juga mempunyai empat fungsi
sebagai berikut :
1. Sebagai lambang kebangsaan negara;
2. Lambang identitas negara;
3. Alat penghubung antarwarga, antardaerah, antarbudaya;
4. Alat yang menyatukan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda.
Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan
dan teknologi. Bahasa Indonesia merupakan alat yang digunakan sebagai bahasa media massa untuk
menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa
yang menerapkan kaidah dengan konsisten. Sedangkan bahasa yang baik adalah bahasa yang
mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannnya. Penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan
bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam
masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap terbuka sehingga mampu mengembangkan dan
menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Semakin berkembangnya teknologi di dalam kehidupan kita akan berdampak juga pada perkembangan dan
pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia harus ikut berperan di dalam
dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah
baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara tidak
langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan
tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan IPTEK itu.
Sumber referensi :
http://rendi-idner.blogspot.com/2009/09/fungsi-bahasa-secara-umum.html
http://rosidahnia.blogspot.com/2012/10/fungsi-bindonesia-sebagai-alat.html