Oleh :
DAFTAR ISI...................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................
1.3 Tujuan ..................................................................................................
1.4 Manfaat ................................................................................................
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi..................................................................................................
2.2 Etiologi Halusinasi................................................................................
2.3 Pathway.................................................................................................
2.4 Tanda dan Gejala Halusinasi................................................................
2.5 Jenis-Jenis Halusinasi...........................................................................
2.6 Fase Halusinasi.....................................................................................
2.7 Penatalaksanaan....................................................................................
2.8 Aktifitas Terjadwal...............................................................................
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Kasus...................................................................................................
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan.........................................................................................
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan..........................................................................................
5.2 Saran....................................................................................................
DAFTAR RUJUKAN.......................................................................................
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan kepada kami, akhirnya kami dapat menyelesaikan “Makalah Terapi
Kelompok (Aktifitas Terjadwal) pada Klien Schizophreniadengan Masalah Keperawatan
Halusinasi di Usia Dewasa" dengan tepat waktu.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas matakuliah
Keperawatan Jiwa yang dibina oleh "Bapak Eddi Sudjarwo, S.Kep., Ns., M.Kep.". Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang "Terapi Kelompok (Aktifitas
Terjadwal) pada Klien Schizophreniadengan Masalah Keperawatan Halusinasi di Usia Dewasa"
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eddi Sudjarwo, S.Kep., Ns.,
M.Kep.selaku dosen matakuliah Keperawatan Jiwa yang telah memberikan tugas ini sehingga
kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui penerapan terapi non farmakologi pada penderita schizophrenia.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui keefektifan terapi non farmakologi pada schizophrenia halusinasi di
usia dewasa.
b. Mengetahui pemahaman mengenai schizophrenia dengan halusinasi.
1.4 Manfaat
1. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah pengetahuan tentang pentingnya penanganan pada penderita
schizophrenia secara non farmakologi. Sehingga pembaca dapat mengaplikasikan di
kehidupan bermasyarakat ataupun di lingkungan Rumah Sakit.
2. Bagi Penulis
Pengetahuan penulis mengenai schizophrenia dapat tertambah walaupun sedikit.
3. Bagi Instansi
Menambah referensi dalam kasus schizophrenia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Schizophrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang mana penderita mengalami
gangguan parah mental, yang ditandai dengan gangguan pikiran, bahasa, persepsi, dan
kesadaran diri. Ini sering mencakup gangguan psikotik, seperti mendengar suara-suara atau
delusi. Pada umumnya scizophrenia dimulai pada akhir masa remaja atau dewasa awal
(WHO, 2017). Gejala klinis skizofrenia menurut WHO adalah gangguan pikiran, delusi,
halusinasi, afek abnormal, gangguan kepribadian motor, dan adopsi posisi bizar.
Skizofrenia yaitu gangguan yang ditandai dengan adanya disorganisasi dari kepribadian,
distorsi realita, dan ketidak mampuan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Ada
beberapa penyebab dari skizofrenia, diantara lain yaitu: genetik, neurokimia, hipotesis
perkembangan saraf. Ada 2 gejala pada skizorenia yaitu: gejala positif atau gejala nyata,
yang mencakup waham, halusinasi, dan disorganisasi pikiran, bicara dan perilaku yang tidak
teratur, serta gejala negatif atau gejala samar, seperti efek datar, tidak memiliki kemauan, dan
menarik diri dari masyarakat atau rasa tidak nyaman (Firman et al., 2018). Dampak negatif
yang muncul akibat gangguan halusinasi adalah hilangannya kontrol diri yang menyebabkan
seseorang menjadi panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi (Irma & Giur, 2018).
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghidungan. Pasien merasakan stimulasi yang sebenarnya tidak ada (Firman
et al., 2018). Halusinasi adalah ketidak mampuan untuk memandang realitas secara akurat
yang membuat hidup menjadi sulit, seseorang yang berhalusinasi mungkin tidak memiliki
cara untuk mengetahui apakah persepsi ini adalah nyata atau tidaknya (Deski & Syarifh,
2018). Lebih dari 90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi. Meskipun bentuk
halusinasinya bervariasi, tetapi sebagian besar pasien dengan skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa mengalami halusinasi pendengaran.
2.3 Pathway
2.4 Tanda dan Gejala Halusinasi
(Fresa et al., 2015) ada beberapa tanda dan gejala pada klien dengan gangguan persepsi
sensori; halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif dan obyektif.
a. Data subyektif
Pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran, yaitu
mendengar suara atau bunyi, mendengar suara yang menyuruh melakukan suatu hal
yang membahayakan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, suara yang
mengancam diri.
b. Data obyektif
Data obyektif pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran,
yaitu bicara sendiri, bicara tidak teratur, dan kekacauan yang menyeluruh, marah-
marah tanpa sebab, pasien terliahat gelisah, pasien terlihat mondar mandiri, ketawa
sendiri dan tiba-tiba menangis.
2.7 Penatalaksanaan
Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai
dengan membina hubungan saling percaya dengan klien . Setelah hubungan saling percaya
terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya
(tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul).
Penatalaksanaan halusinasi ditekankan agar klien dapat mengontrol halusinasinya
sehingga tidak larut dari halusinasi tersebut. Umumnya tindakan tersebut berupa terapi
psikologis dan sosial dengan tujuan sebagai kesembuhan klien dan mengurangi penderitaan
klien. Adapun managemen yang dilakukan untuk mengontrol halusinasi adalah strategi
pelaksanaan SP. Strategi pelaksanaan sp merupakan rangakaian percakapan perawat dengan
klien saat melaksanakan tindakan keperawatan. Strategi pelaksanaan keperawatan melatih
kemampuan intelektual tentang pola komunikasi dan pada saat dilaksanakan merupakan
latihan kemampuan yang terintegrasi antara intelektual, psikomotor dan afektif (Dilfera &
Resnia, 2018)
1) Membantu mengenali halusinasi
Untuk menbantu pasien mengenali halusinasi, perawat dapat berdiskusikan
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang dengar, dilihat,atau dirasa), wakru terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul
dan respon pasien saat halusinasi muncul (Dilfera & Resnia, 2018).
2) Melatih pasien mengendalikan halusinasi
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat dapat
melatih empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara
mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut:
a) Menghardik halusinasi
Mengahardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan
tidak terhadap halusinasi yang cukup atau tidak memedulikan halusinasinya. Jika
tindakan ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Berikut ini tahapan intervensi yang dilakukan
perawat dalam mengajarkan pasien.
1. Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2. Memperagakan cara menghardik
3. Meminta pasien memperagakan ulang
4. Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien.
b) Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi.
Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi distraksi: focus perhatian
pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang
lain.
c) Melakukan aktifitas yang terjadwal
Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukan diri
melakukan aktvitas yang teratur. Dengan aktifitas secara terjadwal, pasien tidak
adkan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering mencetus halusinasi.
Oleh karena itu, halusinasi dapat dikontrol dengan cara beraktifitas secara teratur.
Tahap intervensi perawat dalam memberikan aktifitas yang terjadwal:
1. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatsi halusinasi.
2. Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan pasien.
3. Melatih pasien melakukan aktifitas.
4. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktifitas mulia dari bangun pagi sampai
tidur lagi.
5. Memantau pelaksanaan jadwal kegatan: memberi penguatan terhadap perilaku
pasien yang positif
6. Minum obat seacara teratur
Minum obat secarateratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga harus
dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter.
Pasien gangguan jiwa dirumah sering terput obat sehingga pasien mengalami
kekambuhan. Jika kekambuhan terjadi, untuk mencapai kondisi seperti
semulai akan membutuhkan waktu. Oleh karena itu, pasien harus dilatih
minum obat sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini intevensi yang
dapat dilakukan perawat agar pasien patuh minum obat.
a. Jelaskan kegunaan obat
b. Jelaskan akibat jika putus obat
c. Jelaskna cara mendapat obat/berobat
d. Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 5 benar (benar obat, benar
pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).
b) Tahapan
1. Membina hubungan saling percaya dengan klien, melakukan SP 1 mengenal,
mengontrol, dan cara menghardik, membuat kontrak SP 2.
2. Mengevaluasi SP 1, melakukan SP 2 dengan menganjurkan minum obat
secara teratur, kontrak SP 3.
3. Mengevaluasi SP 2, dan masuk SP 3, yaitu menganjurkan klien untuk
bercakapcakap, kontrak SP 4.
4. Mengevaluasi SP 3, dan masuk ke SP 4, yaitu melakukan aktivitas terjadwal,
membuat kontrak yaitu melakukan diskusi aktivitas yang biasa klien lakukan.
5. Mengevaluasi SP 4, mendiskusikan melakukan aktivitas secara terjadwal.
6. Mendiskusikan kembali cara melakukan aktivitas terjadwal yang biasa klien
lakukan.
7. Melakukan diskusi aktivitas terjadwal dan mengevaluasi yag sudah
dilakukan.
Tahapan ini akan dilakukan selama tujuh kali pertemuan, setiap pertemuan
berlangsung selama 30 menit dan setiap pertemuan akan dilakuan evaluasi,
dalam melakukan setiap SP harus dilakukan secara baik dan benar agar
halusinasi tidak muncul lagi, dalam hal ini mendiskusikan melakukan
aktivitas terjadwal akan lebih ditekanan lagi yaitu dilakukan selama 4 kali
pertemuan.
BAB III
STUDI KASUS
Berdasarkan hasil pengkajian diatas didapatkan diagnosa keperawatan pada pasien yaitu
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran yang ditandai dengan klien mengatakan
sering mendengar suara bisikan, suara yang tidak tampak dan tidak jelas. Isinya yaitu
mengancam diri, frekuensi 1-2 kali sehari kadang-kadang muncul respon klien ketika mendengar
suara tersebut marah. Secara obyektif klien berbicara sendiri, klien tampak menyendiri, kontak
mata klien kurankurang. Berdasarkan hasil kutipan penulis, penulis memberikan rencana
keperawatan pada pasien dengan mengajarkan tindakan keperawatan strategi pelaksanaan 4
dengan menggunakan latihan akivitas terjadwal.
Implementasi yang dilakukan oleh penulis yaitu Latihan aktivitas terjawal dilakukan
selama empat hari pertemuan, dan pertemuan sebelumnya sudah dilakukan strategi pelaksanaan
generalis. Dalam hal ini penulis memberikan penjelasan mengenai mengontrol halusinasi,
melakukan diskusi pada pasien terkait aktivitas yang akan dilakukan, memberi arahan kepada
klien untuk menyusun jadwal aktivitas bersama dengan klien, melatih pasien sesuai dengan
jadwal aktivitas, dan memantau aktivitas pasien. Hal ini dilakukan dengan harapan klien dalam
melaksanakan kegiatan sungguh-sungguh dan sesuai dengan keinginannya sehingga hasil yang
dicapai dalam terapi juga maksimal.
Hasil yang didapatkan oleh penulis yaitu klien mampu melakukan cara kontrol halusinasi
dengan cara menghardik, klien minum obat secara teratur, klien mengatakan setelah makan klien
selalu meminta obat pada perawat, klien mampu melakukan aktivitas terjadwal yang sudah
dibuat walaupun kadang ada aktivitas yang lupa tidak dilakukan yaitu sholat, klien tampak lebih
percaya diri dari sebelumnya dan klien merasa yakin akan segera pulang kerumah. Perencanaan
tindak selanjutnaya yang akan dilakukan penulis yaitu tetap mempertahankan latihan aktivitas
terjawal yang sudah dibuat, dengan memperlibatan bantuan perawat yang ada, saat penulis tidak
berada disamping klien untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan klien agar tetap
melakukan aktivitas terjadwal yang sudah dibuat.
Menurut kelompok yang dilakukan penulis tepat, karena dengan memberikan edukasi,
diskusi, arahan dan pengawasan berupa aktivitas terjadwal maka pasien dapat mengatur kegiatan
sehari-hari, sehingga tidak ada waktu kosong yang tersedia untuk pasien yang dapat
dimanfaatkan untuk merespon atau mengikuti halusinasi. Selain itu adanya kegiatan terjadwal
membuat pasien dapat melakukan kegiatan secara mandiri dan tanpa beban.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat variasi respon dari pasien halusinasi pendengaran setelah diberikan penerapan
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi antara lain salah satu pasien asuhan dengan
tahap comfortingmasih belum menggunakan teknik menghardik, melakukan kegiatan secara
terjadwal, bercakap-cakap sebagai salah satu cara untuk mengontrol halusinasi.
2.Faktor –faktor yang mempengaruhi hasil penerapan terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi pada pasien halusinasi pendengaran antara lain : fase halusinasi pasien, tingkat
pendidikan pasien, sikap ketidakpatuhan pasien, kurangnya minat pasien akibat harga diri
rendah, penggunaan obat antipsikotik
5.2 Saran
1. Makalah ini dijadikan sebagai sumber informasi maupun acuan bagi penulis mengenai
penerapan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.
2.Bagi Pasien Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi PendengaranPasien dapat mengikuti terapi
aktivitas kelompok sebagai terapi untuk mengontrol halusinasi pendengaran.
3.Bagi Mahasiswa memahami dan mampu menerapkan terapi aktivitas kelompok untuk pasien
halusinasi pendengaran.
4.Bagi Perawat di RSJ ,Perawat hendaknya mendampingi dan mengevaluasi kemampuan pasien
setelah melibatkan pasien dalam kegiatan TAK stimulasi persepsi pada pasien halusinasi
pendengaran.
5.Bagi Rumah Sakit Jiwa ,Rumah Sakit perlu untuk membuat Standart Operating
Procedure(SOP) mengenai TAK stimulasi persepsi pada pasien halusinasi sebagai acuan yang
terstruktur
DAFTAR PUSTAKA
Aravika, LT., Alberta, K. O. W., Ragayasa, A. (2019). Hubungan Antara Dukungan Keluarga
Terhadap Kejadian Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Prosiding Seminar Nasional
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Surabaya, 9 Nopember 2019
Andari, Soetji. (2017). Pelayanan Sosial Panti Berbasis Agama dalam Merehabilitasi Penderita
Skizofrenia. Jurnal PKS Vol 16 No 2 Juni 2017; 195 – 20
Ardiyani, I.D., Muljohardjono, H. (2019). Intervensi untuk Mengurangi Stigma pada Penderita
Skizofrenia. Jurnal Psikiatri Surabaya Volume 01 Nomor 01
Cecilia, I. K., Meidiana, D., Sri, P. S. (2019). Terapi Keperawatan Dalam Mengatasi Masalah
Interaksi Sosial Pada Pasien Skizofrenia: Literatur Review. Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa Vol 2 No 1 Mei 2019; Hal41-46.
Darmayanti, I., Idaiami, S., Indrawati, L., Kusumawardani, N., Mubasyiroh, R., Tjandrarini, D.
H., Yumita, I. (2019). Prevalensi Psikosis di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
2018. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 3, No. 1, April
2019
Hayati, Fitria. (2019). Managemen Halusinasi (Aktivitas Terjadwal) Pada Tn S Dengan
Gangguan Halusinasi Pendengaran Di Rsj Prof . Dr. Soerojo Magelang. KTI : Program
Studi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang
Kurniawan, I., & Sulistyarini, I. (2016). Komunitas SEHATI (Sehat Jiwa dan Hati) Sebagai
Intervensi Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat. INSAN Jurnal Psikologi dan
Kesehatan Mental 2016, Vol. 1(2), 112-124
Pambayun, Ahlul. (2015). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati) Rsjd Dr. Amino Gondohutomo
Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri Halusinasi Akademi Keperawatan Widya
Husada Semarang
Ratnasari, I. D. (2018). Analisis Drug Related Problems Penggunaan Antipsikotik Pada
Penderita Schizophrenia Dewasa Di Rumah Sakit Jiwa X Surabaya. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.7 No.1
WHO. Tersedia di: <http://www.who.int/mental_health/ma nagement/schizophrenia/en/>
[Diakses 12 Mei 2020]
Zahnia1, S., Sumekar, D. W. (2016). Kajian Epidemiologis Skizofrenia. MAJORITY Volume 5
Nomor 5, Desember 2016 ; 161