Anda di halaman 1dari 14

REKOMENDASI PENGEMBANGAN WISATA RELIGI

DI LARANTUKA

Novita Restiati1, Saferi Yohana2


1Magister Kajian Pariwisata Universitas Gadjah Mada
2Magister Antropologi Universitas Gadjah Mada

Paper ini telah dipublikasikan dalam Seminar Nasional Kebudayaan III


Universitas Brawijaya-Malang, 16 Oktober 2019

Abstrak

Tradisi Semana Santa yang sudah dijalankan ±500 tahun oleh masyarakat Larantuka
menjadi event tahunan yang mampu menarik banyak wisatawan setiap tahunnya. Oleh
pemerintah daerah, event ini masuk dalam PERDA Kabupaten Flores Timur No 1 tahun 2013
sebagain icon destinasi unggulan daerah. Maka potensi-potensi yang ada di dalam masyarakat
perlu dikembangkan guna meningkatkan daya tarik yang unik dan memiliki nilai jual. Untuk
mencapai rekomendasi yang tepat perlu untuk melihat gambaran wisatawan pada data
kunjungan yang mana dari data tampak bahwa pengunjung tidak hanya datang untuk mengikuti
Semana Santa saja tetapi juga mengunjungi destinasi wisata lainnya. Data kemudian
dikategorikan kedalam segmentasi pasar yang mana diperoleh dominasi pengunjung berada
pada kelompok muda dan dewasa. Maka, penentuan rekomendasi pengembangan wisata religi
Semana Santa didasarkan pada segmentasi pasar. Dengan menggunakan konsep experience
design diperoleh hasil rekomendasi yang sesuai untuk merekomendasi pengembangan wisata
religi yakni pembuatan website khusus Semana Santa, pemasaran dengan bantuan komunitas
kerohanian, terminologi baru bagi pengunjung yang tinggal di rumah warga, tour information,
travel, tour guide, dan pembangunan pasar semana santa. Dengan demikian rekomendasi ini
bertujuan untuk meningkatkan pengalaman berwisata oleh pengunjung pada saat Semana
Santa.

Katakunci : Wisata Religi, Semana Santa, Rekomendasi Pengembangan

1. PENDAHULUAN

Larantuka adalah ibukota Kabupaten Flores Timur, yang terletak di ujung timur
pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota ini dikenal dengan sebutan kota
1000 gereja dan mayoritas penduduknya memeluk agama Katolik Roma. Ritual
keagamaan yang dijalankan oleh masyarakat Larantuka sangat dipengaruhi oleh
budaya Portugis, sejak masuknya misionaris Dominikan sekitar abad ke-XV. Sejak
masa itu, iman Katolik terus dipertahankan secara turun-temurun dengan tetap
menjalankan beberapa upacara-upacara devosional. Jebarus (2017) menjelaskan
beberapa upacara devosional yang dijalankan oleh masyarakat Larantuka hingga saat
ini adalah devosi Natal, prosesi San Juan (setiap tanggal 24 Juni), Semana Santa
(Pekan Suci Paskah), dan prosesi kecil lainnya. Dari beberapa upacara devosional ini,
Semana Santa adalah yang paling terkenal sehingga dijadikan sebagai ikon destinasi
unggulan daerah yang diatur dalam PERDA Kabupaten Flores Timur Nomor 1 Tahun
2013.
Upaya pemerintah menjadikan Semana Santa sebagai wisata religi perlu
dipertimbangkan secara matang, karena Semana Santa adalah ritual yang dianggap
sakral bagi masyarakat lokal. Agar pariwisata tidak hanya dijadikan sebagai alat
pemerintah untuk memberikan devisa kepada negara, tetapi juga bagi kesejahteraan
masyarakat lokal sendiri. Masyarakat perlu memahami bahwa pariwisata tidak untuk
menghacurkan ritual yang sudah ada dan dipegang teguh oleh masyarakat, tetapi
dapat dijadikan masyarakat sebagai salah satu cara bentuk apresiasi masyarakat bagi
ritual, budaya serta potensi lainnya yang merupakan milik masyarakat. Berinteraksi
dengan wisatawan juga mampu mempererat hubungan antar umat lintas daerah, dan
dapat meningkatkan tingkat spiritual seseorang, baik dari masyarakat lokal itu sendiri
maupun wisatawan yang berkunjung.
Penelitian terhadap rekomendasi pengembangan wisata religi di Larantuka perlu
dilakukan untuk memberikan saran kepada pengembang kebijakan agar mampu
merancang kebijakan yang sesuai dan dapat memberikan manfaat bagi semua yang
berperan dalam aktivitas pariwisata itu sendiri. Pemahanan atas sejarah Semana
Santa dan potensi daerah akan membantu peneltian untuk memahami daya tarik apa
yang mampu dikembangkan dari atraksi utama, berupa Semana Santa. Selain itu
analisis data wisatawan serta segmentasi pasar juga penting untuk menentukan
kepada siapa pasar yang dituju, sehingga harapan mencapai tujuan pengembangan
pariwisata religi menjadi lebih tinggi. Dan terakhir rekomendasi dari penulis untuk
mengembangankan wisata religi di Larantuka dilakukan untuk meningkatkan
pengalaman wisata bagi pengunjung.

2. METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu jenis pendekatan
penelitian yang tidak melibatkan perhitungan (Moleong, 2002). Metode pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan teknik observasi
partisipan. Selain untuk menambah sumber data, penelitian ini juga menggunakan
studi literatur yang berkaitan dengan tema yang diangkat.

3. Rekomendasi Pengembangan Wisata Religi di Larantuka


3.1 Semana Santa
Kehadiran Portugis di Larantuka memberi dampak bagi kehidupan beragama
warga lokal, salah satunya adalah dengan kehadiran Tuan Ma, patung Bunda Maria
yang menjadi pusat devosi umat Katolik. Dalam tradisi lisan, dikatakan bahwa patung
Tuan Ma sudah hadir di Larantuka pada tahun 1511 sebelum Portugis menguasai
Malaka. Seorang pemuda bernama Resiona menemukan patung di pesisir pantai, lalu
patung tesebut dibawa kepada pemimpin setempat yang kemudian ditempatkan di
korke, rumah adat. Pada saat misionaris Portugis tiba di Larantuka, patung tersebut
diperlihatkan padanya dan ia menyampaikan pada masyarakat bahwa patung tersebut
adalah patung Bunda Maria, Bunda Yesus. Pada tahun 1500 – 1635, seorang peneliti
sejarah Portugal mencatat sebanyak 921 kapal Portugis berlayar ke Timur, 769 kapal
tiba di tempat tujuan; 470 kembali dengan selamat, 451 kapal hilang dalam pelayaran.
Diantaranya mengalami musibah pada pelayaran di antara pulau-pulau NTT dan
perairan Flores. Di Eropa, orang Katolik biasanya memasang “patung Katolik” pada
haluan kapal, termasuk patung Santa Maria. Mungkin patung Tuan Ma terdampar
ketika kapal pelaut Portugis atau Spanyol karam di perairan Larantuka (Jebarus,
2017).
Kehadiran Tuan Ma kemudian menjadikan Larantuka sebagai kerajaan Katolik
setelah Don Fransisco Ola Adobala Diaz Vieira de Godinho menyerahkan tongkat
kerajaan berkepala emas kepada patung Tuan Ma (Bunda Maria Reinha Rosari) dan
menobatkan bunda Maria sebagai Ratu Kerajaan Larantuka. Tuan Ma disemayamkan
dalam kapela khusus dan akan diarak pada saat prosesi Jumat Agung. Tradisi-ritual
tahunan ini dikenal dengan sebutan Semana Santa (bahasa Spanyol dan Portugis)
yang berarti pekan suci. Prosesi tersebut dapat dimaknai sebagai ritual iman umat
Katolik bersama Tuan Ma mengenang sengsara dan wafat Yesus. Sebelum
merayakan Paskah, seluruh umat Katolik akan menjalani tradisi keagamaan yang
sama dalam Pekan Suci, yangmana perayaan ibadah akan dimulai dengan Minggu
Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Santo hingga Minggu Paskah. Namun,
Pekan Suci sedikit berbeda jika melihat tradisi keagamaan masyarakat Larantuka.
Nuansa Semana Santa menunjukan ciri khas budaya lokal.
Tradisi Semana Santa juga dilakukan selama sepekan menuju hari raya Paskah.
Dimulai dengan perayaan Minggu Palma yang ditandai dengan prosesi umat
mengelilingi gereja Katedral; kemudian pada hari Rabu Trewa, masyarakat akan
melakukan tikam turo pada pagi hari kemudian dilanjutkan dengan lamentasi dan
berakhir dengan ‘membuat keributan’ sepanjang jalur prosesi sambil berteriak trewa
yang berarti Tuhan lewat. Setelah kegiatan ini dilakukan, umat Katolik masuk pada
masa perkabungan; pada hari Kamis Putih, setelah dilakukan Muda Tuan Ma dan
Muda Tuan Ana, umat dipersilahkan untuk cium Tuan. Dan pada malam hari, kembali
diadakan misa di gereja Katedral; kemudian hari Jumat Agung menjadi puncak tradisi
Semana Santa berlangsung beberapa prosesi yakni prosesi laut pada pagi hari,
menghantar Tuan Menino dari Kapela Sarotari menuju armida Pante Kuce – Pohon
Sirih, lalu tepat jam 3 sore kembali diadakan misa Jumat Agung lalu dilanjutkan dengan
prosesi bersama mengelilingi kota Larantuka. Disebut juga dengan prosesi iman
Jumat Agung, ini dilakukan dengan mengarak patung Tuan Ma dan peti Tuan Ana.
Dalam perarakan akan selalu ada pemberhentian pada delapan armida. Kedelapan
armida ini mewakili 13 suku semana yang ada di Larantuka. Selama prosesi
berlangsung umat akan mendaraskan doa dan nyanyian. Dan prosesi berakhir dengan
mentahtakan Tuan Ma dan Tuan Ana di dalam gereja Katedral dan gereja dibuka bagi
umat yang masih melanjutkan devosi; pada hari Sabtu Santo pagi hari, Tuan Ma,
Tuan Ana dan Tuan Menino kembali diarak ke kapela masing-masing, artinya kapela
tempat tuan disemayamkan akan dibuka lagi pada Semana Santa tahun berikutnya.
Malam hari, kembali dilakukan misa Sabtu Santo di gereja Katedral. Dan pada hari
Minggu Paskah sore kembali diadakan prosesi Maria Alleluya dari kapela Tuan Ma
menuju gereja Katedral dan kemudian diadakan misa peringatakan kebangkitan
Tuhan. Setelah misa selesai Maria Alleluya kembali diarak ke kapela Tuan Ma.
Demikian bagaimana gambaran berlangsungnya tradisi Semana Santa di Larantuka
selama sepekan.
Jika mengikuti jadwal yang diberikan oleh pihak gereja mengenai perayaan liturgi
dan devosi maka Semana Santa seharusnya dimulai pada Minggu Palma hingga
Minggu Paskah sebagai hari kebangkitan Tuhan, dan puncaknya adalah pada prosesi
iman di hari Jumat Agung. Meningkatnya jumlah peziarah akan sangat terasa pada
saat prosesi puncak tersebut. Ini yang kemudian yang membuat Semana Santa
menjadi terkenal. Bertambahnya peziarah atau tersohornya tradisi ini sama sekali tak
mempengaruhi kemurnian dalam prosesi Semana Santa. Hal ini justru menjadi
peluang bagi pemerintah kabupaten Flores Timur untuk terus berbenah dan dengan
gencar mengembangkan Semana Santa sebagai ikon destinasi unggulan daerah.
3.2 Gambaran Wisatawan
a. Data Kunjungan
Semana Santa dijadikan pemerintah sebagai ikon destinasi unggulan daerah yang
diatur dalam PERDA Kabupaten Flores Timur Nomor 1 Tahun 2013. Sejak dijadikan
sebagai ikon pariwisata, tingkat kunjungan di Flores Timur semakin meningkat
khususnya pada saat Semana Santa berlangsung seperti yang terlihat dalam gambar
berikut.

Gambar 1. Perbandingan Jumlah Kunjungan Per Bulan


(Sumber: Database Dinas Pariwisata dan Budaya Flores Timur)

Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat perbedaan tingkat jumlah kunjungan yang


sangat signifikan di Flores Timur pada bulan April. Dengan demikian dapat diketahui
Semana Santa adalah atraksi wisata yang paling berpotensi untuk meningkatkan
pariwisata di Flores Timur. Lebih lanjut berdasarkan data kunjungan menurut daerah
asal pada Semana Santa tahun 2017 dapat diketahui total pengunjung berjumlah
5.957 orang dengan pembagian: (a) Jakarta sebanyak 322 orang; (b) kota-kota besar
di Jawa dan Bali sebanyak 576 orang; (c) daratan Timor, Alor, Sabu, Rote dan Sumba
sebanyak 2.017 orang; (d) daratan Flores, Adonara, Solor, dan Lembata sebanyak
2.703 orang; (e) kota besar di luar Jawa dan Bali sebanyak 288 orang; serta (f)
mancanegara sebanyak 61 orang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
Semana Santa di Larantuka masih terkenal di tingkat regional saja.
Selanjutnya terdapat motivasi lain pengunjung selain mengikuti perayaan Semana
Santa. Hal ini dibuktikan dengan tingat kunjungan di objek wisata lainnya pada saat
yang sama, seperti yang telihat dalam gambar berikut.
12.000 11.290
10.000
8.000
6.000
4.000 1.838
1.832 1.133
2.000 463 277 362 588 334 209 - -
-

JANUARI
FEBRUARI

APRIL

AGUSTUS
MEI
JUNI

SEPTEMBER
JULI

NOPEMBER
OKTOBER
MARET

DESEMBER
Gambar 2. Perbandingan Jumlah Kunjungan Obyek Wisata Per Bulan
(Sumber: Database Dinas Pariwisata dan Budaya Flores Timur)

Dari gambar di atas diketahui bahwa pada bulan april terjadi kunjungan ke obyek
wisata yang tinggi hingga mencapai 11.290 kunjungan, yangmana bertepatan dengan
Semana Santa di Larantuka. Data kunjungan obyek wisata pada bulan april terbagi
menurut dua jenis wisatawan, yaitu wisatawan nusantara sebanyak 11.289 kunjungan
dan wisatan mancanegara 1 kunjungan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
kebanyakan pengunjung atau lazimnya disebut “peziarah” dari dalam negeri,
umumnya juga menghabiskan waktunya untuk mengunjungi obyek wisata lainnya. Hal
ini berarti, motivasi kunjungan mereka tidak hanya terkait religi tetapi karena daya tarik
wisata lainnya.
b. Peziarah dan Wisatawan
UNWTO mendefinisikan wisatawan sebagai pelancong yang melakukan
perjalanan pendek dengan melakukan perjalanan ke sebuah daerah atau negara asing
dan menginap minimal 24 jam atau maksimal enam bulan di termpat tersebut
(Soekadijo: 1997). Sementara menurut beberapa ahli, peziarah adalah adalah
wisatawan dengan motivasi agama (Digance 2003). Namun hakikatnya peziarah
adalah orang-orang yang melakukan perjalanan dengan tujuan agama, untuk
menjalankan perintah agamanya atau untuk meningkatkan keimananannya. Lebih
lanjut Smith (1992) membedakan posisi peziarah dan wisatawan dalam hubungannya
dengan wisata religi, seperti terlihat dalam gambar berikut.
Gambar 3. The Pilgrim-Tourist Path
(Sumber: Smith, 1992)

Dari gambar di atas, Smith (1992) menempatkan Religious Tourism di posisi


tengah, di antara pengunjung yang lebih terlihat sebagai Peziarah dibandingkan
Wisatawan, pengunjung yang terlihat seperti Peziarah sekaligus Wisatawan, serta
pengunjung yang lebih terlihat sebagai Wisatawan dibandingkan Peziarah. Dengan
demikian dapat diketahui Pariwisata Religi adalah titik tengah antara Ziarah dan
Pariwisata, yang memungkinan aktivitas religi serta wisata terjadi.
Dalam arti luas, wisata religi adalah setiap perjalanan yang dimotivasi, baik secara
eksklusif atau sebagian, oleh alasan agama (Rinschede, 1992; Sanchez et al, 2018).
Namun dalam kenyataannya, masalah agama bukanlah satu-satunya yang
dipertimbangkan oleh pengunjung dalam melakukan perjalanan religi, tetapi juga oleh
budaya, tradisi, spiritual, lanskap, serta interaksi dengan masyarakat sekitar (Sanchez
et al, 2018). Dengan demikian, tempat tujuan ziarah tradisional juga telah menjadi situs
wisata yang multifungsi, yang menggerakan keyakinan agamanya serta untuk menjadi
tertarik dengan peninggalan bersejarah, arsitektur, budaya dan nilai artistik dari tempat
yang dikunjungi (Hughes et al, 2013).

3.3 Rekomendasi Pengembangan


1) Potensi Larantuka
Larantuka adalah salah satu tempat tujuan wisata dengan daya tarik religi. Tak
hanya itu, kekayaan alam di Larantuka mulai diperhatikan untuk dijadikan sebagai
destinasi tujuan wisata. Menurut data website kabupaten Flores Timur, potensi wisata
Larantuka dibagi ke dalam lima Kawasan Strategi Pariwisata (KSP) berdasarkan
kecamatan. KSP I terletak di kecamatan Larantuka, kecamatan Demon Pagong; KSP
II terletak di kecamatan Tanjung Bunga, kecamatan Titehena; KSP III terletak di
kecamatan Solor Barat, kecamatan Wulanggitang, kecamatan Ile Bura; KSP IV
terletak di kecamatan Wotan Ulumado dan KSP V terletak di kecamatan Witihama.
Jenis destinasi wisata di setiap KSP berupa panorama alam seperti pantai, danau dan
goa. Selain tawaran wisata alam, situs sejarah juga menjadi daya tarik wisata seperti
istana raja, gereja dan kapela-kapela yang memiliki nilai sejarah masuknya agama
Katolik di Larantuka. Masyarakat Larantuka dengan kekayaan adat istiadat-nya juga
dapat menjadi daya tarik wisata budaya. Dalam dua tahun terakhir, pemerintah dalam
hal ini Dinas Pariwisata telah melakukan beberapa festival budaya guna
menggaungkan Flores Timur sebagai destinasi wisata baru. Misalnya dalam pekan
Semana Santa bulan April 2019 lalu, pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak
melakukan festival bale nagi mulai tanggal 6 – 25 April 2019 di beberapa titik di
Kabupaten Flores Timur, dengan tujuan memperpanjang lenght of stay wisatawan
yang akan menghadiri Semana Santa.
2) Segmentasi Pasar
Berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang data wisatawan diketahui wisatawan
terbanyak pada saat Semana Santa di Larantuka adalah wisatawan nusantara yang
berasal dari provinsi Nusa Tenggara Timur. Sedangkan data kunjungan ke obyek
wisata lain juga menunjukkan bahwa wisatawan nusantara tertarik dengan daya tarik
lainnya di Larantuka. Dengan demikian sebelum memberikan rekomendasi
pengembangan wisata religi yang ada di Larantuka, perlu untuk menentukan target
pasar yang sesuai.
Berdasarkan data kunjugan Semana Santa tahun 2017 diketahui para peziarah
yang telah didata sesuai tempat tinggal sementara di Lantuka berjumlah 5.957 orang,
yang terdiri dari: 2.733 laki-laki dan 3.222; dengan pembagian umur 0-20 adalah 2.014
orang,umur 21-50 sebanyak 2.962, dan lebih dari 50 sebanyak 981 orang. Dengan
demikian diketahui peziarah saat ini adalah peziarah berusia dewasa (21-50) dan
kaum muda yang berusia (0-21). Menurut Kotler (2006) karaterisitik wisatawan dapat
diketahui salah satunya berdasarkan usia, yaitu:
1) Kelompok kanak-kanak atau sering disebut sebagai babyboomlet atau generasi X.
Kelompok ini berusia 0 sampai 9 tahun, yangmana merupakan kelompok yang tidak
memiliki daya beli namun memiliki pengaruh terhadap orang tua dalam memilih
tempat wisata.
2) Kelompok remaja atau babybuster, yang berusia 9-16 tahun. Kelompok ini secara
mental masih kekanak-kanakan dan cenderung melakukan perjalanan secara grup
yang memiliki minat yang sama.
3) Kelompok anak muda atau late babyboomer, yaitu kelompok berusia 17-23 tahun.
Kelompok ini lebih dewasa dibandingkan kelompok remaja dan sudah mulai lebih
banyak berpikir dengan logika daripada emosi. Kelompok ini aktif dan energik
sehingga pilihan kegiatan wisata harus bisa menyalurkan energi dan
kemampuannya.
4) Kelompok Dewasa adalah kelompok wisatawan yang berusia 24 tahun sampai 50
tahun. Kelompok ini sudah memiliki pekerjaan tetap dan masuk usia prodiktif
sehingga kesempatan wisata merupakan hal yang langka dan ditunggu.
Perencanaan perjalanan harus dilakukan karena berkaitan dengan waktu cuti dan
pendanaan.
5) Kelompok Setengah Baya atau Worldwar Babies yang sangat mapan dan memiliki
ciri-ciri mempunyai pendapatan yang cukup tinggi namun waktu wisata yang
terbatas.
6) Kelompok Senior, yaitu istiah yang menggambarkan umur 50 tahun keatas.
Beberapa diantaranya masih aktif bekerja, namun sebagian besar sudah memasuki
masa pensiun. Wisatawan kelompok ini umumnya kurang menyukai kegiatan di luar
ruangan dan memilih kegiatan di dalam ruangan.

Berdasarkan penjelasan karakteristik wisatawan menurut usia di atas diketahui


bahwa pasar potensial saat ini adalah kelompok anak muda dan dewasa. Kelompok
ini selain mampu memahami kegiatan ritual juga memiliki daya beli yang tinggi untuk
dapat meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.
Selanjutnya untuk wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Semana Santa
di Larantuka sesuai Data Dinas Pariwisata dan Budaya Fores Timur 2017 adalah
wisatawan yang lebih terlihat sebagai Peziarah dibandingkan Wisatawan Sekuler.
Diketahui wisawan mancanegara terbanyak dari Timor Leste, disusul oleh Polandia,
Portugal, dan negara lainnya. Timor Leste, Polandia, dan Portugal adalah negara-
negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik Roma; sehingga diketahui
bahwa faktor agama lebih berpengaruh besar bagi wisatawan mancanegara untuk
berkunjung di Semana Santa. Kemudian dari hasil wawancara dengan bapak Sil Witin
(pemilik homestay) diketahui bahwa peziarah mancanegara yang datang pada saat
Semana Santa umumnya berdasarkan word of mouth dari kerabat yang pernah
berkunjung sebelumnya. Sil Witin menambahkan bahwa umumnya peziarah
mancanegara hanya menetap di Larantuka selama dua hari yaitu pada saat Kamis
Putih dan Jumat Agung. Dengan demikian, kecil kemungkinan peziarah itu melakukan
aktivitas wisata lainnya.
Dalam pengembangan Semana Santa sebagai wisata religi perlu untuk
mempertahankan pasar potelsial yang sudah ada dan meningkatkan target pasar baru
seperti wisatawan mancanegara yang memiliki motivasi agama karena dapat
meningkatakn pengalaman religius dan keberlanjutan ritual itu sendiri. Dengan
demikian pelrlu dirancang rekomendasi upaya pengembangan yang sesuai sehingga
tidak hanya jumlah kunjungan, tetapi meningkatkan lenght of stay serta manfaat bagi
masyarakat lokal sehingga tidak terjadi kesenjangan serta tidak meresa ritual yang
dianggap sakral dikomersialisasikan oleh pembuat kebijakan.
3) Pengembangan Wisata Religi
Upaya pengembangan Semana Santa sebagai daya tarik wisata religi di
Larantuka sebaiknya perlu mempertimbangkan dengan target pasar yang sesuai
sehingga manfaatnya dapat lebih maksimal bagi masyarakat lokal. Pemilihan segmen
pasar berupa wisatawan berusia dewasa yang lebih memahami kesakralan ataupun
tata peraturan yang dipegang oleh masyarakat, dapat meminimalisir persepsi negatif
masyarakat lokal tentang wisatawan yang sekuler. Sedangkan daya beli yang tinggi
dari kelompok dewasa juga bermanfaat bagi usaha akomodasi lainnya seperti
penginapan, restoran, ataupun tempat souvenir yang ada di Larantuka. Selain itu,
target pasar mancanegara yang merupakan negara-negara yang mayoritas beragama
Katolik Roma juga perlu diperhitungkan. Peziarah yang mempunyai motivasi besar
untuk meningkatkan keimanannya tentu akan memperpanjang masa berliburnya bila
didukung oleh ketersediaan fasilitas ataupun pengalaman yang berkesan juga dapat
meningkatkan kunjungan berulang. Dengan demikian perlu dibuat rekomendasi
pengembangan wisata religi yang mampu meningkatakan pengalaman ketika masa
berkunjung wisatawan untuk mengikuti Semana Santa. Penulis menggunakan
Experience Design untuk dapat mengembangkan wisata religi Semana Santa di
Larantuka, seperti gambar berikut.
Gambar 4: Experience Design
(Sumber: Ek, 2008)

a. Before
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan, umumnya
kelompok dewasa akan mencari informasi terlebih dahulu melalui internet atau
kerabatnya sehingga mempertimbangakan dengan waktu luang yang dimilikinya.
Dengan demikian perlu dibuatnya website khusus Semana Santa di Larantuka untuk
memudahkan wisatawan mendapatakan informasi terkait penjelasan acara beserta
sejarahnya, jadwal acara, akomodasi yang disediakan, dan juga potensi-potensi
daerah lainnya dalam bentuk gambar sehingga menambah keinginan mereka untuk
memutuskan berkunjung ke Larantuka.
Selain itu, karena pasar yang dituju adalah wisatawan dengan keinginan menjadi
peziarah juga atau dalam hal ini yang beragama Katolik Roma maka perlu dilakukan
pemasaran di dalam komunitas-komunitas kerohanian ataupun dengan bantuan
gereja. Dengan demikian wisata religi tidak hanya dipandang sebagai bagian
pariwisata yang hanya mementingkan keuntungan ekonomi, tetapi lebih dari itu
mempererat relasi antar umut bahkan dari daerah ataupun negara yang berbeda. Cara
lain yang bisa dilakukan adalah dengan membuat iklan pada majalah-majalah pesawat
yang memiliki rute penerbangan dari negara-negara mayoritas umat Katolik.
b. During
Upaya pemerintah untuk mengembangkan homestay untuk menambah
akomodasi di Larantuka, dianggap cukup membantu bagi wisatawan yang tidak
mendapatkan hotel pada saat Semana Santa. Namun dari hasil observasi, penulis
menemukan kesenjangan bagi pengembang homestay dan masyarakat lokal yang
juga menyediakan rumahnya untuk menginap peziarah secara gratis. Dengan
demikian, perlu digaris bawahi oleh pemerintah bahwa hospitallity tidak hanya
didapatkan di tempat penginapan berbayar tetapi juga oleh masyarakat yang dianggap
tidak berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata. Untuk mengurangi kesenjagan akibat
pariwisata, perlu dibuat istilah baru bagi warga yang juga ingin wisatawan di rumahnya,
sehingga bagi wisatawan yang juga memiliki ketertarikan pada kehidupan masyarakat
lokal dapat menginap di rumah masyarakat lokal. Keramahan serta pelajaran tentang
kebudayaan dan kepercayaan yang dimiliki masyarakat akan mampu meningkatkan
lenght of stay wisatawan serta word of mouth dan kunjungan berulang.
Selanjutnya selama Semana Santa berlangsung perlu disediakan Tour
Information yang berperan aktif dalam penyebaran informasi berupa jadwal acara dan
aturan-aturan yang menjadi larangan selama pekan Semana Santa. Selain itu perlu
adanya pelatihan bagi operator homestay dan tempat penginapan lainnya untuk
memberikan pelayanan kepada wisatawa, tidak hanya kemampuan hospitality tetapi
memberikan edukasi melalui cerita atau mengenalkan budaya Larantuka pada saat
menjamu tamunya. Lebih lanjut pada saat Semana Santa berlangsung, terdapat
beberapa jalan utama yang ditutup serta aksesibilitas kendaraan umum dibatasi,maka
perlu disedikan travel ataupun sekaligus bertugas sebagai tour guide untuk membantu
aksesibilitas tamu di homestay maupun hotel dan juga dapat memberikan arahan
untuk mengunjungi objek wisata lainnya yang ada di Larantuka. Meskipun pada
kenyataannya terdapat serangkaian acara pada prosesi Semana Santa, namun masih
terdapat berbagai jeda waktu yang dapat digunakan wisatawan untuk berkunjung ke
tempat wisata lainnya, sesuai dengan motivasinya masing-masing.
c. After
Wisatawan memerlukan cinderamata utuk sekedar jadi oleh-oleh untuk kerabat
di daerah asalnya atau sebagai tanda kenangan dari Larantuka. Oleh karena itu desain
yang sesuai adalah adalah cinderamata yang sesuai adalah benda-benda yang
berkaitan dengan ritual Semana Santa seperti peralatan ibadah, ataupun dapat berupa
makanan khas, kain tenun ataupun souvenir pernak-pernik lainnya. Untuk itu perlu
dibangunannya pusat oleh-oleh yang dapat membantu wisatawan untuk membeli yang
mereka inginkan. Pusat oleh-oleh dapat berbentuk seperti pasar dan dinamakan
“Pasar Semana Santa” yang merupakan ruang bagi para pedagang sehingga tidak
lagi berdagang di sepanjang area prosesi. Dengan demikian pasar tersebut juga
menjadi daya tarik wisata bagi pengunjung.
4. Kesimpulan

Rekomendasi penulis untuk pengembangan wisata religi di Larantuka bertujuan


untuk meningkatkan pengalaman berwisata pengunjung. Dengan begitu, arahan
pemerintah tidak hanya untuk meningkatkan kunjugan tetapi diharapkan mampu
meningkatkan length of stay wisatawan serta manfaat yang diberikan bagi masyarakat
lokal. Segmentasi pasar yang sesuai dengan pengembangan wisata religi di Larantuka
adalah kelompok dewasa dan wisatawan mancanegara dari negara-negara yang
mayoritas umat Katolik. Selain itu, potensi daerah berupa keindahan alam, situs
budaya dan lainnya juga dapat dijadikan daya tarik pendukung kunjungan di Semana
Santa.
Untuk meningkatkan pengalaman wisatawan, dibagi tiga bagian pengembangan
yaitu sebagai berikut:
1) Before
Yaitu tahap pengalaman wisatawan sebelum memutuskan untuk berkunjung ke
Larantuka. Pada tahap ini perlu adanya peningkatan informasi melalui website dengan
lebih rinci sesuai kebutuhan wisatawan. Selain itu perlu dilakukan pemasaran melalui
komunitas-komunitas ataupun menggunakan iklan di majalah. Tahap ini penting untuk
pengambilan keputusan.
2) During
Yaitu tahap pengalaman wisatawan selama berada di Larantuka pada saat
Semana Santa berlangsung. Pada tahan ini wisatawan perlu mendapatkan
akomodasi, bantuan aksesibilitas, serta interaksi dengan masyarakat sehingga
memberikan pengalaman yang berbeda. Tahap ini penting untuk menentukan
kunjungan berulang dari wisatawan.
3) After
Yaitu tahap pengalaman wisatawan ketika akan kembali ke daerah asalnya.
Tahap ini wisatawan umumnya membeli sesuatu sebagai kenang-kengannya atau
oleh-oleh bagi kerabat di daerah asalnya. Tahap ini penting agar meningkatkan word
of mouth bagi kerabat di daerah asalnya untuk dapat berkunjung ke Larantuka.

DAFTAR PUSTAKA

1. Digance, J. 2003. Pilgrimage at Contested Sites. Annals of Tourism Research. Vol.


30, No.1, 143-159
2. Ek, Richard. 2008. A Dynamic Framework of Tourism Experiences: Space-Time
and Performances in the Experience Economy. Scandinavian Journal of
Hospitality and Tourism. Vol. 8, N0.2, 122-140
3. Hughes, et al. 2013. Designing and Managing Interpretative Experiences at
Religious Sites: Visitors’ Perceptions of Camterbury Cathedral. Tourism
Management, Vol. 36, No.2, 10-20
4. Jebarus, E. 2017. Sejarah Keuskupan Larantuka. Maumere: Penerbit Ladalero
5. Kotler, Philip. 2006. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT Indeks Gramedia
6. Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Remaja
7. PERDA Kabupaten Flores Timur Nomor 1 Tahun 2013
8. Rinschede, G. 1992. Forms of Religious Tourism. Annals of Tourism Research.
Vol.19, No.1, 51-67
9. Sanchez, et al. 2018. Religious Tourism and Pilgrame: Bibliometric Overview.
Religions. Vol.9, No.249
10. Smith, Valery L. 1992. Introduction: The Quest in Guest. Annals of Tourism
Research. No.19,1-17
11. Soekadijo, R. G. 1997. Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata sebagai
Systemic Linkage. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai