Anda di halaman 1dari 2

Lembaga Pendidikan

Konsekuensi logis dari ini adalah adanya lembaga pendidikan formal dan

informal untuk melahirkan tenaga ahli di bidang perbukuan. Yang selama ini

sungguh dilakukan melalui jalur informal, adalah kursus pelatihan yang

diselenggarakan setiap tahun. Ini belum banyak melibatkan masyarakat umum,

karena selama ini pesertanya masih terbatas pada kalangan perbukuan saja.

Karena itu perlu ada lembaga pendidikan formal di bidang perbukuan, terutama di

tingkat perguruan tinggi.

Universitas Pandjajaran dan Universitas Indonesia adalah yang pertama

mengantisipasi hal tersebut. Unpad memulainya pada 1998 melalui program D3

Editing di Fakultas Sastra. Sementara UI dengan Politeknik Grafika dan

Penerbitan pada tahun 1990, dan D3 Penyuntingan di Fakultas Sastra pada 1991.

Ini membuktikan bahwa dunia perbukuan saat ini mulai mendapat perhatian.

Melihat usaha-usaha tersebut, sudah selayaknya pihak penerbit

memberikan dukungannya. Sistem kerja keluarga (sebagaimana dipraktikkan

banyak penerbit di Indonesia saat ini) sebaiknya mulai ditinggalkan. Selain itu,

penghargaan terhadap fungsi dan kerja tenaga ahli tersebut perlu mendapat

perhatian. Ruang lingkup kerja editor juga harus diperjelas. Mungkin kita bisa

belajar banyak dari pengalaman penerbit-penerbit di negara-negara yang sudah

lebih maju dalam perbukuan.

Harapan kita adalah menjadi mapanduan dan mendapat penghargaan

sesuai prestasi kerjanya. “I have heard public playernya offered for sick person
and prisoners, but never for editors”, Kata Norma Younfberg. Tampaknya ini

berharga untuk kita renungkan.

Anda mungkin juga menyukai