Anda di halaman 1dari 13

Nama : Nuryansah

NIM : F1041171038
Kelas/Semester : A2/6
Tugas : Membuat rangkuman serta contohnya materi kelompok 4-5

Kelompok 4: Perampatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur Dan Potongan-⍺ pada Himpunan
Kabur

A. Perampatan Operasi Baku pada Himpunan Kabur


1. Operasi Komplemen
Ada operasi komplemen baku, komplemen dari himpunan kabur Ã, adalah himpunan
kabur dengan fungsi keanggotaan :
µ ô(x) = 1- µ à (x)
Untuk setiap x∈X aturan fungsi keanggotaan tersebut pada dasarnya merupakan suatu
pemetaan dari nilai µ à (x) ke nilai µ ô(x), yaitu pemetaan dari selang tutup [0,1] ke
selang tutup [0,1], yang mempunyai sifat yaitu :
a. Jika µ à (x)=0 maka µ ô(x)=1, dan jika µ à (x)=1 maka µ ô(x)=0
b. Jika µ à (x)<µ à (y), maka µ ô(y)<µ ô(x).

Maka operasi baku komplemen pada himpunan kabur dapat dirampatkan menjadi
operasi komplemen kabur sebagai berikut:

k: Operasi komplemen kabur adalah suatu pemetaan [0,1]→ [ 0,1 ] yang memenuhi dua
sifat (syarat) sebagai berikut:
a. k(0)=1 dan k(1)=0 (disebut syarat batas)
b. Jika x<y, maka k(x)≥k(y) untuk semua x,y∈ [0,1] (disebut syarat tak naik atau
syarat monoton). x=y jika x dan y merupakan titik silang yaitu 0,5
a. Menunjukan bahwa jika sebuah elemen menjadi anggota himpuna kabur dengan
derajat 1, maka derajat keanggotaan pada komplemen himpunan kabur adalah o, dan
sebaliknya.
b. Menyatakan bahwa naiknya nilai keanggotaan akan mengakibatkan menurunnya atau
tanpa perubahan nilai keanggotaan komplemennya.

Suatu kelas pemetan untuk operasi komplemen kabur adalah kelas sugeno yang
didefinisikan sebagi berikut:
1−x
k λ (x)=
1+ λx
Dengan parameter ∈(-1, ). Umtuk setiap nilai parameter 𝜆 diperboleh suatu
komplemen kabur. Untuk 𝜆=0, diperoleh komplemen baku yaitu,
k 0(x)=1-x

Dimana x adalah derajat keanggotaan suatu elemen dalam suatu himpunan kabur Ã, yaitu
µ à (y), dan k 0(x) adalah derajat keanggotaan elemen tersebut dalam himpunan kabur ô
(komplemen dari himpunan kabur Ã), yaitu µ Ã'(y).
Kelas pemetaan lainnya yang merupakan operasi komplemen kabur adalah kelas yager
yang didefinisikan sebagai berikut:
1
k ω (x)=(1- x ω ¿ ω
Dengan parameter ω ∈(0, ). Untuk setiap nilai parameter ω diperoleh suatu
komplemen kabur, dan untuk ω=1, diperoleh operasi komplemen baku, yaitu k 1=1-x

2. Operasi gabungan
~
Pada operasi gabungan baku, gabungan himpunan kabur à dan himpunan kabur B yaitu
~
à B adalah himpunan kabur dengan fungsi keanggotan
µ Ã ~B(x)=max{µ Ã (x), µ~B (x)
Untuk setiap x∈X aturan fungsi keanggotaan tersebut pada dasarnya merupakan suatu
pemetaan dari nilai µ Ã (x) dan nilai µ~B (x) ke nilai µ Ã ~B(x), yaitu pemetaan dari perkalian
kartesius [0,1]x[0,1] ke selang tutup [0,1], yaitu mempunyai empat sifat yaitu
a. Jika µ Ã (x)=0, maka µ Ã ~B(x)=µ~B (x); jika µ~B (x)=0 maka µ Ã ~B(x)=µ Ã (x); dan jika µ Ã
(x)=µ~B (x) =1, maka µ Ã ~B(x)=1.
b. µ Ã ~B(x) =µ~B Ã(x) untuk setiap x∈X
~
c. µ(à ∪ ~B ¿ ∪ C ¿(x)= µÃ(∪ ~B ∪~C ¿ ¿( x) untuk setiap x∈X
d. Jika µ Ã (x)≤ µ Ã(y) dan µ~B (x)≤ µ~B(y) maka µ Ã ~B(x)≤ µ Ã ~B (y)

Operasi gabungan kabur (seringkali juga disebut norma –s) adalah suatu pemetaan s:
[0,1x[0,1]→[0,1] yang memenuhi empat sifat (syarat) sebagai berikut:
S1. s(0,x)=s(x,0)=x dan s(1,1)=1 (disebut syarat batas)
S2. s(x,y)=s(y,x) (disebut syarat komutatif)
S3. s(s(x,y),z)=s(x,s(y,z)) (disebut syarat asosiatif)
S4. jika x≤x´ dan y≤y´ maka s(x,y)≤s(x´,y´) untuk semua x,y∈[0,1] (disebut syarat tak
turun)
Operasi gabungan baku, yaitu s(x,y) =max{x,y}, merupakan suatu norma-s.
contoh-contoh norma-s lainnya:
Jumlah aljabar: s ja(x,y)=x+y-xy
x+ y
Jumlah Einstein: s je(x,y)=
1+ xy

x jika y=0
Jumlah Drastis: s jd ( x , y )=
{ y jika x=0
1 jika x ≠ 0 dan y ≠ 0

Beberapa kelas pemetaan yang merupakan norma-s (gabungan kabur)


1
a. Kelas yager: sω(x,y)=min \{1,( x ω + y ω ) ω } dengan parameter ω ∈(0, ¿
x+ y −xy−min ⁡{ x , y ,1−a }
b. Kelas Dubois-Prade sa (x,y)= dengan parameter a ∈ [ 0,1 ]
max ⁡{1−x , 1− y , a }
1
c. Kelas Dombi s λ (x , y)= dengan parameter 𝜆∈(0, )
1+ ¿ ¿¿

Teorema 2.1 memperlihatkan bahwa diantara semua operasi gabungan kabur (norma-s),
operasi gabungan baku adalah norma-s yang terkecil dan operasi jumlah drastic adalah
norma-s yang terbesar.
Teorema 2.1 : untuk setiap operasi gabungan kabur s dan setiap x,y ∈[0,1] berlaku
max{x,y}≤ s (x , y )≤ s jd ( x , y ).

Bukti:
Ambil sembarang operasi gabungan kabur s dan sebarang x,y ∈ [0,1]. Karena s
memenuhi syarat batas dan syarat tak turun dari norma-s, maka diperoleh

x=s ( x , 0 ) ≤ ( x , y ) jikax ≥ y
max{x,y}= { y=s ( 0 , y ) ≤ s ( x , y ) jikax< y

yang memperlihatkan bahwa max{x,y}≤ s ( x , y ). Selanjutnya,

¿ s ( x , 0 )=x jika y=0

{
s(x,y) ¿ s ( 0 , y )= y jika x=0
≤1 jika x ≠ 0 dan y ≠ o

yang memperlihatkan bahwa s(x,y)≤ s jd (x , y)

3. Operasi Irisan
~ ~ ~
Pada operasi irisan baku, irisan himpunan kabur A dan himpunan kabur B yaitu A ∪ ~
B
adalah himpunan kabur dengan fungsi keanggotaan
μ~A ∩ ~B (x)=min ⁡{μ~A ( x ) , μ~B ( x ) }
Untuk setiap x∈X aturan fungsi keanggotaan tersebut pada dasarnya merupakan suatu
pemetaan dari nilai μ~A ( x )dan nilai μ~B ( x ) ke nilai μ~A ∩ ~B (x), yaitu pemetaan dari perkalian
kartesius [0,1] x [0,1] ke selang tutup [0,1], yang mempunyai empat sifat yaitu:
a. Jika μ~A ( x )=1, maka μ~A ∩ ~B=μ~B ( x ) ; jika μ~B ( x )=0 ,maka μ~A ∩ ~B=μ~A ( x ) ;dan jika
μ~A ( x )=μ~B ( x )=0 ,maka μ~A ∩ ~B=0 .
b. μ~A ∩ ~B (x)=μ~B ∩ ~A ( x) untuk setiap x∈X.
c. μ~A ∩ ~B ( x )=μ~A ∩( ~B ∩~C ) ( x) untuk setiap x∈X.
d. Jika μ~A ( x ) ≤ μ~A ( y ) dan μ~B ( x ) ≤ μ~B ( y ) maka μ~A ∩ ~B ( x )=μ~A ∩~B ( y )

Maka operasi baku irisan pada himpunan-himpunan kabur dapat dirampatkan menjadi
operasi irisan kabur sebagai berikut.
Operasi irisan kabur (seringkali juga disebut norma-t) adalah suatu pemetaan t : [0,1] x
[0,1] →[0,1] yang memenuhi empat sifat (syarat) sebagai berikut:
T1.t(x,1) = t(1,x) = x dan t(0,0) = 0 (disebut syarat batas).
T2. t(x,y) = t(y,x) (disebut syarat komutatif).
T3. t(t(x,y),z) = t(x,t(y,z)) (disebut syarat asosiatif).

T4. Jika x≤ x' dan y≤ y ', maka t(x,y)≤ t(x ' , y ' ) untuk semua x,y ∈ [0,1] (disebut syarat
tak turun).
Operasi irisan baku, yaitu t(x,y) = min {x,y}, merupakan suatu norma-t. Contoh-contoh
norma-t lainnya.

a. Perkalian Aljabar: t da ( x , y ) =xy


xy
b. Perkalian Einstein: t de ( x , y )=
2−( x + y−xy )
x jika y=1
c. Perkalian Drastis: t dd ( x , y )=
{ y jika x=1
0 jika ≠ 1dan y ≠ 1

Beberapa kelas pemetaan yang merupakan norma-t (irisan kabur):

a. Kelas Yager: t ω ( x , y )=1 min{1, ¿ ¿.


xy
b. Kelas Dubois-Prade: t α ( x , y ) = dengan parameter αϵ [ 0,1 ]
max { x , y , α }
1
c. Kelas Dombi: t λ ( x , y )= dengan parameter ∈(0, ).
1+ ¿¿

Teorema 3.1 memperlihatkan bahwa diantara semua operasi irisan kabur (norma-t),
operasi irisan baku adalah norma-t yang terbesar dan operasi perkalian drastis adalah
norma-t yang terkecil.
Teorema 3.1: untuk setiap operasi irisan kabur t dan setiap x,y ∈ [0,1] berlaku
t dd ( x , y ) ≤ t ( x , y ) ≤ min { x , y } .

Bukti:

Ambil sebarang operasi irisan kabur t dan sebarang x,y ∈ [ 0,1 ]. Karena t memenuhi
syarat batas dan syarat takturun dari norma-t, maka diperoleh

x=t ( x , y ) ≥ t ( x , y ) jika x ≤ y
min{x,y}= { y=t ( 1, y ) ≥t ( x , y ) jika x> y

yang memperlihatkan bahwa t(x,y)≤ min ⁡{x , y }. Selanjutnya

¿ t ( x , 1 )=x jika y=1

{
t(x,y) ¿ t ( 1 , y )= y jika x=1
≥0 jika x ≠ 1dan y ≠1

yang memperlihatkan bahwa t dd ( x , y ) ≤ t ( x , y ) .

B. Potongan-⍺ dari Himpunan Kabur


Untuk suatu bilangan ⍺ ∈ [0,1], potongan-⍺ dari suatu himpunan kabur Ã, yang
dilambangkan dengan A⍺ , adalah himpunan tegas yang memuat semua elemen dari semesta
dengan derajat keanggotaan dalam à yang lebih besar atau sama dengan ⍺, yaitu:
A⍺  = { x ∈ X │μà (x) ≥ ⍺ }
sedangkan potongan-⍺ kuat dari himpunan kabur à adalah himpuna tegas
Ak⍺ = { x ∈ X │μà (x) > ⍺ }

Jelas bahwa Pend (Ã) = Ak0 dan Teras (Ã) = A1

Teorema Dekomposisi
Jika à adalah himpunan kabur dalam semesta X, A⍺  adalah potongan-⍺ dari himpunan
kabur Ã, X A adalah fungsi karakteristik dari himpunan (tegas) A⍺  dan à ⍺  adalah
⍺ 

himpunan kabur dalam semesta X dengan fungsi keanggotaan

α jika x ∈ Aα
μ Ã (x) = ⍺X A (x) =
⍺ 
{
0 jika x ∉ A α

¿ ⍺  ∈ [0,1] Ã⍺ 
Maka à =

Bukti :
Ambil sebarang x ∈ X dan misalkan μ à (x) = ⍺. Untuk setiap ⍺∈ [0,a], μà (x) = a ≥ ⍺ , yang
berarti x ∈ A⍺ , sehingga μà (x) = ⍺.

Sedangkan untuk setiap ⍺ ∈  [a,1],  μÃ(x) = a < ⍺, yang berarti x ∈ A⍺ 
μà (x) = 0. Maka

μ¿❑⍺   [0,1] Ã (x) = sup μ Ã (x)


⍺ 

= max { sup μ Ã (x) , sup μ Ã (x)

= sup μ Ã (x)

= sup ⍺
=⍺

= μ Ã (x)

untuk setiap x ∈ X
¿⍺.  Jadi à =Ã
∈ [0,1] ⍺ 

Suatu sifat , relasi, atau operasi pada himpunan kabur yang juga dimiliki oleh setiap
potongan-⍺ dari himpunan kabur itu ( sebagai himpunan tegas ) disebut sifat layak-
potongan (cutworthy).
Teorema 3.6.2.
~
Untuk setiap ⍺ ∈  [0,1], Ã ⊆ B jika dan hanya jika A⍺  ⊆ B⍺ 

Bukti :
~
Misalkan à ⊆ B . Untuk sebarang ⍺ ∈  [0,1], ambil sebarang x ∈ A⍺ . Maka μà (x) ≥ ⍺,
~
dan karena μ~B (x) ≥ μ à (x), maka μ~B (x) ≥ ⍺, sehingga x ∈ B⍺ , jadi à ⊆ B .

Berdasarkan teorema di atas diperlihatkan bahwa kesamaan antara himpunan-himpunan


kabur juga bersifat layak-potongan, yaitu
~
à ¿ B jika dan hanya jika A⍺  = B⍺  untuk setiap ⍺ ∈ [0,1]

Salah satu sifat himpunan kabur yang merupakan perampatan sifat himpunan tegas
melalui representasi potongan-⍺ -nya adalah konveksitas.

Suatu himpunan kabur dalam semesta Rn disebut konveks jika untuk setiap ⍺∈[0,1] 
potongan-⍺dari himpunan kabur itu adalah himpunan (tegas) yang konveks. Dengan kata
lain, sifat konveksitas pada himpunan kabur adalah suatu sifat yang layak-potongan.
Dapat dibuktikan bahwa himpunan kabur à adalah konveks jika dan hanya jika
μ à (λ x 1 + (1- λ) x 2) ≥ min{μà ( x 1), μ à ( x 2)}

Untuk setiap x 1, x 2 ∈ Rn dan setiap λ ∈  [0,1]

Untuk himpunan kabur à yang normal dan konveks, didefinisikan lebar himpunan kabur
itu sebagai jarak antara kedua titik silangnya, yaitu

Lebar(Ã) = │ x 2 - x 1│

Di mana x 1 dan x 2 adalah titik silang dari himpunan kabur Ã, yaitu

μ Ã ( x 1) = μ Ã ( x 2) = 0.5
Contoh soal:
Dalam semesta X = {-4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6}
Untuk himpunan kabur à = 0.1/-3 + 0.3/-2 + 0.5/-1 + 0.7/0 + 1/1 + 0.7/2 + 0.5/3 + 0.3/4 + 0.1/5

mempunyai titik silang x 1=−1 dan x2 =3

Sehingga diperoleh

lebar(Ã) = │ x 2−x 1│

= |3−(−1)|

=4
Kelompok 5. Prinsip Perluasan dan Ukuran Kekaburan
A. Prinsip Perluasan
Jika diberikan suatu fungsi tegas f : X → Y , maka fungsi tersebutdapat diperluas menjadi
fungsi himpunan f : P ( X ) → P(Y ), dimana P(X) dan P(Y) berturut-turut adalah hinpunan
kuasa dari semesta X dan Y, dengan aturan
f ( A )={ y ∈Y ∨(∃ x ∈ A ) y =f ( x) }
Untuk setiap A ∈ P( X). Fungsi f : X → Y memetakan setiap unsur X ke unsur dari Y,
sedangkan fungsi himpunan f : P ( X ) → P( Y ) memetakan setiap himpunan bagian dari X ke
himpunan bagian dari Y berdasarkan fungsi f : X → Y .

Demikian pula invers dari fungsi f : X → Y tersebut dapat diperluas menjadi fungsi
himpunan f −1=P ( Y ) → P( X ) dengan aturan
f −1 ( B ) ={ x ∈ X∨f ( x)∈ B }
Untuk setiap B∈ P(Y ).
Himpunan f(A) dan f -1(B) itu dapat juga dinyatakan dengan menggunakan fungsi
karakteristiknya sebagai berikut:
{ χ A ( x ) } jika ( ∃ x ∈ X ) y=f ( x )
χ f ( A) ( y )=
{ ¿
y=f ( x )
0 jika ( ∀ x ∈ X ) y ≠ f ( x )
χf −1
( B)
( x )= χ B ( f ( x) ) .

Suatu fungsi tegas f : X → Y dikatakan dikaburkan bila fungsi tersebut diperluas menjadi
fungsi himpunan kabur f : F ( X ) → F (Y ), di mana F(X) dan F(Y) berturut-turut adalah
himpunan kuasa kabur dari semesta X dan Y, yaitu himpunan (kelas) semua himpunan kabur
dalam X dan dalam Y. Demikian pula invers dari tegas f : X → Y tersebut dikaburkan dengan
memperluas menjadi fungsi hinpunan kabur f −1 : F ( X ) → F (Y ). Prinsip (aturan) yang
dipakai untuk mengaburkan fungsi tegas disebut prinsip perluasan.
Prinsip perluasan:
Suatu fungsi tegas f : X → Y dikaburkan dengan memperluas fungsi tersebut menjadi fungsi
himpunan kabur f : F ( X ) → F (Y ) dengan aturan:
~ ~
Untuk setiap hinpunan kabur A ∈ F ( X ) , f ( A ) adalah himpunan kabur dalam F(Y) dengan
fungsi keanggotaan
μ~ ( x ) jika ( ∃ x ∈ X ) y=f ( x )
μf (~A ) ( y )= A
{
0 jika ( ∀ x ∈ X ) y ≠ f ( x )
Untuk setiap y ∈Y
Prinsip perluasan adalah suatu prinsip yang mendasar dalam teori himpunan kabur. Dengan
prinsip ini kita dapat memperluas (dalam arti mengaburkan) konsep matematik yang tegas
menjadi konsep matematik yang kabur.
Kita dapat merampatkan prinsip perluasan tersebut untuk suatu semesta berdimensi n.
~~ ~
Misalkan f adalah suatu fungsi tegas dari X 1 × X 2 × …× X n ke Y dan A 1 , A2 , … , A n adalah
himpunan-himpunan kabur berturut-turut dalam X 1 , X 2 , … , X n. Maka fungsi f itu
dikaburkan dengan memperluasnya menjadi fungsi himpunan kabur
~ ~
f : F ( X 1 × X 2 × …× X n )→ F(Y ) dengan aturan: untuk setiap himpunan kabur A 1 x A 2 x… x
~ ~ ~ ~
A n ∈F(X1 x X2 x … x Xn), f( A 1 x A 2 x… x A n ) adalah himpunan kabur dalam F(Y)
dengan fungsi keanggotaan
{ χ A ( x ) } jika (∃ x ∈ X ) y =f ( x )
μf (~ ~ ~ ( y )=
A x A x…x A )
1 2 n
{ ¿
y= f ( x )
0 jika ( ∀ x ∈ X ) y ≠ f ( x )
Untuk setiap y ∈Y . Dan inversnya dikaburkan dengan memperluasnya menjadi fungsi
himpunan kabur f −1 : F (Y ) → F( X 1 × X 2 × … × X n) dengan aturan: untuk setiap himpunan
~ ~
kabur B ∈ F ( Y ) , f −1 ( B) adalah himpunan kabur dalalm F ¿ dengan fungsi keanggotaan
μf ( x 1 , … , x n )=μ~B ( f ( x 1 ,… , x n ) )
−1
(~
B)

Untuk setiap ( x 1 ,… , x n ) ∈ X 1 x X 2 x … x X n.
B. Ukuran Kekaburan
Himpunan kabur pada dasarnya mendeskripsikan keadaan tidak tegas (kekaburan) yang
tersapat pada suatu himpunan, yaitu ketidaktegasan batas antara unsur-unsur yang
merupakan anggota himpunan itu dan unsur-unsur yang bukan anggota himpunan itu.
ketidaktegasan atau kekaburan itu berbeda-beda pada himpunan kabur yang satu dengan
yang lainnya. Setiap himpunan kabur mempunyai derajat kekaburan tertentu yang dapat
dinyatakan dengan bilangan real dalam selang tertutup [0,1]. Ukuran kekaburan (seringkali
~
juga disebut dengan entropi) dari suatu himpunan kabur A adalah ukuran atau indeks yang
~
menyatakan derajat kekaburan dari himpunan kabur A itu, atau dengan notasi ε (~
A ) ϵ [ 0,1 ].
Secara umum, ukuran kekaburan dari himpunan kabur dapat didefinisikan sebagai suatu
pemetaan ε (~ A ) : F ( X ) →[0,1], dimana F ( X )adalah kelas semua himpunan kabur pada
semesta X dan tentunya pemetaan ε itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar dapat
mencerminkan ciri-ciri ukuran kekaburan yang diharapkan secara intuitif.
Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
~
1. ε (~
A )=0jika dan hanya jika A adalah himpunan tegas.
~
2. ε (~
A )=1 jika dan hanya jika A adalah himpunan yang paling kabur, yaitu μ~A ( x )=0,5
untuk setiap x ∈ X .
~ ~ ~
3. Jika A kurang kabur dari B maka ε (~ A )≤ ε (~ B ). Himpunan kabur A dikatakan kurang
~ ~
kabur dari himpunan kabur B (atau ~ B lebih kabur dari A ) jika untuk setiap x ∈ Xberlaku
μ~A ( x ) ≥ μ~B ( x ) bila μ~A ( x ) ≥ 0.5 , dan μ~A ( x ) ≤ μ~B ( x )bila μ~B ( x )< 0.5.
~ ~
4. ε (~
A )=ε ( A ' ) untuk setiap A ϵ F ( X ) .

Suatu contoh untuk kekaburan adalah ε : F ( X ) → [ 0,1 ] yang didefinisikan sebagai berikut:

ε (~
A )=inf min {1,1−¿ μ~A ∪ ~A ( x )+ μ~A ∩ ~A ( x ) ¿
x→ X

~ ~
untuk setiap A ∈ F ( X ). perhatikan bahwa dengan definisi tersebut ε (~
A )=ε ( A ' )untuk setiap
~ ~ ~ ~ ~ ~
A ∈ F ( X )dan jika A adalah himpunan tegas, maka A ∪ A= X dan A ∩ A=∅ , sehingga
ε (~
A )=inf min {1,1−¿ 1+ 0 }=0. ¿Jika ~ A adalah himpunan yang paling kabur, yaitu
x→ X

μ~A ( x ) ≥ 0.5 untuk setiap x ∈ X, sehingga:

μ~A ∪ ~A ( x )=max {μ~A ( x ) , μ~A ( x ) }=0.5

dan
μ~A ∩ ~A ( x )=max {μ~A ( x ) , μ~A ( x ) }=0.5
~
untuk setiap x ∈ X . Jadi ε ( A )=inf min {1,1−¿ 0.5+0.5 ¿}= min {1,1} =1. Sebaliknya, jika
x→ X

ε (~
A )=1 , maka 1−μ~A ∪~A ( x )+ μ~A ∩~A ( x )=1 ,

sehingga:
μ~A ∪ ~A ( x )=μ~A ∩~A ( x )

yaitu max{{μ~A ( x ) , 1−μ~A ( x ) }=min ⁡{μ~A ( x ) ,1−μ~A ( x ) } untuk setiap x ∈ X ,yang terjadi bila
μ~A ( x )=0.5 untuk setiap x ∈ X .
Contoh soal :
Misalkan semesta X = {1, 2, 3, 4, 5, 6}.
Diketahui
~ = 0.3/1 + 0.6/2 + 0.8/3 + 0.4/4 + 0.9/5 + 0.2/6
A
~ = 0.3/1 + 0.5/2 + 0.2/3 + 0.7/4 + 0.4/5 + 0.4/6
B
ε =inf min {1,1−¿ μ~A ∪ ~A ( x )+ μ~A ∩~A ( x ) ¿
x→ X

Tentukan derajat kekaburan dari masing-masing himpunan kabur tersebut.


Penyelesaian:
~ = 0.3/1 + 0.6/2 + 0.8/3 + 0.4/4 + 0.9/5 + 0.2/6
A
~ = 0.7/1 + 0.4/2 + 0.2/3 + 0.6/4 + 0.1/5 + 0.8/6
A'
~ ~'
A ∪ A =¿ 0.7/1 + 0.6/2 + 0.8/3 + 0.6/4 + 0.9/5 + 0.8/6
μ~A ∪ ~A ' ( x ) = max{ μ~A (x), μ~
A ' (x)}

= 0.9
~ ~
A ∩ A ' =¿ 0.3/1 + 0.4/2 + 0.2/3 + 0.4/4 + 0.1/5 + 0.2/6

μ~A ∩~
A'
( x )=min { μ~A ( x ) , μ~
A'
( x) }

= 0.1

ε (~
A )=inf min {1,1−¿ μ~A ∪~
A' x + μA ∩ A' x ¿
( ) ~ ~( )
x→ X
¿ inf min {1,1−¿ 0.9+0.1 }=0.2 ¿
x→ X

~ = 0.3/1 + 0.5/2 + 0.6/3 + 0.7/4 + 0.4/5 + 0.4/6


B
~ = 0.7/1 + 0.5/2 + 0.4/3 + 0.3/4 + 0.6/5 + 0.6/6
B'
~ ~'
B ∪ B =¿ 0.7/1 + 0.5/2 + 0.6/3 + 0.7/4 + 0.6/5 + 0.6/6
μ~B ∪~B ' ( x ) = max{ μ~B(x), μ~
B ' (x)}

= 0.7
~ ~'
B ∩ B =¿ 0.3/1 + 0.5/2 + 0.4/3 + 0.434 + 0.4/5 + 0.4/6

μ~B ∩~
B'
( x )=min {μ~B ( x ) , μ~
B'
( x )}

= 0.3

ε (~
B )=inf min {1,1−¿ μ~B ∪~
B' x + μB ∩B' x ¿
( ) ~ ~( )
x→X

¿ inf min {1,1−¿ 0.7+0.3 }=0.6 ¿


x→ X

~ ~
Jelas bahwa A kurang kabur dari B yaitu ε (~
A )≤ ε (~
B ).

Anda mungkin juga menyukai