Anda di halaman 1dari 7

Advanced Financial

1. Economic Value Added (EVA)

Economic Value Added (EVA) merupakan sebuah metode pengukuran


kinerja keuangan perusahaan yang berfokus pada peningkatan kekayaan
pemegang saham atau pemilik perusahaan. Penilaian kinerja keuangan
perusahaan dapat lebih akurat karena EVA memperhitungkan biaya modal
(Warsono, 2003). Tujuan dari penerapan EVA (Economic Value Added) ini
adalah untuk membantu tenaga keuangan perusahaan untuk memahami tujuan
keuangan di perusahaan sehingga informasi tersebut bisa diupayakan dapat
meningkatkan tujuan perusahaan untuk mencukupi keuntungan yang ingin
diperoleh oleh perusahaan. Namun, informasi yang tertera dalam EVA
(Economic Value Added) perusahaan ini tidak dapat dijadikan patokan dalam
membandingkan nilai keuangan yang ada di perusahaan industri serupa dan juga
tidak dijadikan bahan intropeksi atas keuangan yang ada di perusahaan setiap
tahunnya.

Pengukuran Economic Value Added ini dapat dilakukan dengan cara


melihat keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan setelah nilai keuangan
perusahaan ini dikurangi oleh pajak, dan biaya modal kerja perusahaan sehingga
besaran keuangan ini dapat digunakan untuk menilai kinerja yang dilakukan oleh
perusahaan secara adil pada para pemegang saham dan kreditur perusahaan.

Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh dalam penerapan model


EVA bagi suatu perusahaan, yaitu:

a. Penerapan model EVA sangat bermanfaat sebagai alat ukur kinerja


perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah penciptaan nilai (value
creation).
b. Penilaian kinerja keuangan dengan menerapkan model EVA menyebabkan
perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
Dengan EVA para manajer akan bertindak seperti halnya pemegang saham
yaitu memilih investasi yang dapat memaksimumkan tingkat
pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai
perusahan dapat dimaksimalkan.
c. EVA mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan
struktur modalnya.
d. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang
memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari biaya modalnya.

Parameter EVA sendiri dibagi menjadi 3 ketentuan, yaitu:

 EVA > 0, bernilai positif  terjadi proses nilai tambah pada perusahaan.
Berarti ada nilai tambah ekonomis, setelah perusahaan membayarkan
semua kewajiban pada para penyandang dana atau kreditur sesuai
ekspektasinya.
 EVA = 0, bernilai BEP  tidak ada nilai tambah ekonomis, namun
perusahaan mampu membayar semua kewajiban kepada para kreditur
sesuai ekspetasi.
 EVA < 0, bernilai negatif  tidak terjadi proses nilai tambah pada
perusahaan. Artinya perusahaan tidak mampu membayarkan kewajibannya
kepada para penyandang dana atau kreditur sebagaimana nilai yang
diharapkan ekspektasi return saham tidak dapat tercapai.

Perhitungan EVA:

EVA = Earning After Tax – (Weighted Average Cost of Capital x


Invested Capital)
Comments:
Sebaiknya, setiap perusahaan dapat dikatakan baik apabila nilai dari Economic
Value Added nya selalu mengalami kenaikan terus menerus setiap tahunnya, hal
ini karena EVA (Economic Value Added) merupakan sebuah tolak ukur
fundamental dari tingkat pengembalian modal usaha perusahaan dari kegiatan
produksi yang ada.

2. Market Value Added (MVA)


Market Value Added (MVA) merupakan pengukuran kinerja untuk menilai
sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemiliknya.
Peningkatan MVA dapat dilakukan dengan cara meningkatkan EVA yang
merupakan pengukuran internal kinerja operasional tahunan. MVA adalah
perbedaan antara nilai pasar ekuitas suatu perusahaan dengan nilai buku seperti
yang disajikan dalam neraca, nilai pasar dihitung dengan mengkalikan harga
saham dengan jumlah saham yang beredar.

Parameter MVA:

 MVA > 0, bernilai positif  perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal


yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
 MVA < 0, bernilai negatif  perusahaan tidak berhasil meningkatkan nilai
modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.

Perhitungan MVA:

MVA = (Nilai pasar – Nilai nominal per lembar saham) × Jumlah Saham

Comments:
Nilai MVA yang positif menandakan bahwa nilai pasar perusahaan lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai buku perusahaan. Hal ini seharusnya membuat para
investor tertarik untuk melakukan investasi pada perusahaan. Banyaknya investor
yang tertarik seharusnya mampu menaikkan jumlah permintaan terhadap saham
tersebut sehingga mampu menaikkan harga saham tersebut. Dengan naiknya harga
saham akan membawa pengaruh positif terhada return perusahaan dari sisi capital
gainnya.

3. Wealth Added Index (WAI)

Wealth Added Index (WAI) merupakan adalah metode pengukuran kinerja


perusahaan yang dikembangkan oleh Stern Value Management, sebagai indikator
untuk menentukan peningkatan kekayaan yang dihasilkan perusahaan di atas
return minimal yang diharapkan oleh para investor. Wealth Added Index
mengukur total arus kekayaan selama satu periode tertentu (arus kas untuk
pemegang saham yang berasal dari kenaikan nilai pasar ekuitas, dividen dan
pembelian kembali saham, serta nilai bersih dari penerbitan ekuitas baru) di atas
tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dari nilai pasar ekuitas
perusahaan saham. Proxy dari tingkat pengembalian yang diharapkan adalah cost
of equity (R). Perusahaan yang baik akan menghasilkan WAI yang positif, yaitu
apabila total return yang dihasilkan untuk pemegang saham (Total Shareholder
Return - TSR) lebih besar dari CoE-nya, artinya jika saham perusahaan hanya
menghasilkan TSR sama besar dengan CoE-nya, maka saham itu dianggap belum
menghasilkan wealth added. Bahkan, jika TSR-nya lebih kecil dari CoE-nya, akan
menghasilkan WAI negatif yang berarti terjadi penghancuran kekayaan.

WAI mempertimbangkan banyak variable selain profit dan pertumbuhan


saham perusahaan. Berdasarkan teori, kekayaan tercipta hanya jika return bagi
perusahaan melebihi cost of equity-nya, dimana cost of equity sendiri adalah
return yang diminta investor sebagai imbalan atas risiko yang mereka hadapi.
WAI mereflesikan relasi antara uang yang diinvestasikan investor pada
perusahaan dengan uang yang tercipta bagi mereka, merefleksikan risiko yang
ditanggung investor dalam bentuk return, serta berbentuk nilai mata uang, bukan
persentase.

Parameter WAI:

 Jika WAI > 0 maka akan menciptakan kekayaan.


Terjadi bila total shareholder return (TSR) > cost of equity (CoE).
 Jika WAI < 0 maka akan menghancurkan kekayaan.
Terjadi bila TSR < CoE.

Perhitungan WAI:

WAI = (TSR – CoE) × Kapitalisasi Pasar


4. Relative Wealth Added (RWA)

RWA adalah metode yang membandingkan secara relatif nilai tambah


kekayaan perusahaan terhadap pemegang sahamnya dengan nilai rata-rata
perusahaan sejenisnya. Jadi, RWA ini bisa dijadikan acuan bagi investor untuk
menilai kinerja perusahaan dalam sektor sejenis. Martin Schwarz, Vice President
Asia Tenggara Stern Stewart & Co., mengungkapkan, RWA cocok untuk menilai
kinerja perusahaan selama 3-5 tahun, sementara WAI cocok digunakan untuk
menilai kinerja perusahaan lima tahun ke atas.

RWA digunakan untuk membuat perbandingan antar perusahaan dalam


industri sejenis dan menciptakan kelebihan kekayaan untuk pemegang saham.
RWA juga sangat superior dalam penilaian kinerja dalam industri karena
mempertimbangkan risiko finansial perusahaan dalam industri yang sama dan
mempertimbangkan efek transaksi saham setelah penerbitan modal.

Perhitungan RWA:

RWA = (TSR – TSR rata-rata sektor) × Kapitalisasi Pasar

Comments:
Melalui pengukuran RWA, kita dapat dengan mudah untuk mengetahui kualitas
manajemen, produktivitas dan sebagainya yang relatif terhadap peer grup. RWA
bermanfaat pula bagi para manajer aset perusahaan, penanam modal, analis saham
dan anggota-anggota lainnya dari komunitas investasi untuk menilai kinerja relatif
perusahaan. Singkatnya, untuk mengetahui siapakah yang terbaik di industri
tersebut, maka dapat diketahui dari angka RWA tadi. Sebuah perusahaan yang
mempunyai economic value-added (EVA) sangat bagus, berarti sangat profitable
dan sukses, maka mereka dapat menjadi yang terbaik di industrinya. Jika mereka
menjadi yang terbaik di industrinya, tentu akan memiliki angka RWA positif.
Apabila perusahaan berhasil memperoleh angka RWA bagus secara kontinu, pada
akhirnya perlahan tapi pasti tentu akan memiliki angka WAI yang tinggi pula.
5. Financial Distress

Financial Distress merujuk pada kondisi keuangan sebuah perusahaan


yang menurun sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Sebuah perusahaan
dapat dikatakan mengalami kondisi ini, apabila perusahaan tersebut menunjukkan
angka negatif pada laporan laba bersih, laba operasi serta nilai buku ekuitasnya.
Jika ditinjau dari kondisi finansial sebuah perusahaan terdapat tiga keadaan yang
dapat menyebabkan terjadinya financial distress. Menurut Rodoni dan Ali (2012)
dalam Juyneo (2016), tiga hal tersebut meliputi: ketidakcukupan atau kekurangan
modal, besarnya beban utang dan terakhir, mengalami kerugian. Ketiga hal
tersebut sangatlah berkaitan. Oleh karena itu, agar terhindar dari kebangkrutan,
sebuah perusahaan perlu menjaga keseimbangan antara tiga hal tersebut.

Dalam berbagai studi akademik, Altman Z-score (bankruptcy model)


dipergunakan sebagai alat kontrol terukur terhadap status keuangan suatu
perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress).
Metode Altman Z Score ini adalah score yang ditentukan dari hitungan standar
dikalikan nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan
kebangkrutan perusahaan / prediksi kegagalan atau kebangkrutan. Analisis
prediksi kebangkrutan ini dapat membantu perusahaan untuk mengantisipasi
kemungkinan perusahaan akan mengalami kebangkrutan karena masalah
keuangan. Metode Altman Z Score ini menggunakan berbagai rasio seperti
Working Capital to Total Asset (WCTA), Retained Earning to Total Asset
(RETA), Earning before interest and taxes to Total Asset (EBITTA), Market
value of equity to Book value of liability (MVEBVL), dan Sales to Total Asset
(STA). Rasio-rasio tersebut akan dikalikan dengan perhitungan standar yang
sudah ditetapkan, dan menghasilkan rumusan sebagai berikut:

Z = 1,2 (WCTA) + 1,4 (RETA) + 3,3 (EBITTA) + 0,6(MVEBVL) + 1(STA)

Hasil dari perhitungan diatas akan diklasifikasikan. Perusahaan dengan skor Z >
2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang sehat, sedangkan perusahaan yang
mempunyai skor Z > 1,81 diklasifikasikan sebagai perusahaan dengan potensi
bangkrut (Financial Distress). Sedangkan perusahaan dengan skor Z diantara 1,81
sampai 2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang masuk pada grey area
(Muslich, 2000:60). Namun, Z-Score ini tidak dipergunakan untuk perusahaan
jenis jasa keuangan atau lembaga keuangan, baik swasta maupun pemerintah. Hal
ini karena adanya kecenderungan perbedaan yang cukup besar antara neraca suatu
institusi keuangan dengan institusi keuangan lainnya.

Comments:
Semua perusahaan bisa saja mengalami financial distress, tidak melulu hanya
pada perusahaan kecil atau yang masih berkembang. Perusahaan besar pun, tidak
memiliki jaminan bisa terhindar atau terlepas dari masalah yang satu ini.
Alasannya pun cukup sederhana, karena financial distress erat kaitannya dengan
kondisi keuangan sebuah perusahaan dan semua perusahaan pastinya berurusan
dengan keuangan, entah untuk mencapai target laba atau sekadar sebagai sumber
keberlangsungan hidup perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai