Economic Value Added (EVA) pada dasarnya merupakan gagasan terkait ukuran
kinerja operasional suatu perusahaan yang dikembangkan pertama kali oleh G.
Bennet Stewart dan Joel M. Stern yang merupakan analis keuangan dari perusahaan
Stern Stewart dan CO pada tahun 1993. Di Indonesia, valuasi EVA biasa dikenal
dengan metode NITAMI (Nilai Tambah Ekonomi), yang merupakan metode manajemen
keuangan untuk mengukur laba ekonomi riil suatu perusahaan.
Dalam menghitung EVA, maka investor dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
EVA = Laba Operasi bersih setelah Pajak - ( Biaya rata-rata tertimbang dari Modal x
Modal yang diinvestasikan)
Agar lebih jelas, berikut kami jelaskan langkah-langkah dalam menghitung EVA:
Hal pertama dalam melakukan perhitungan EVA adalah melakukan identifikasi pada
laba bersih setelah pajak. Laba bersih setelah pajak, atau disingkat NPAT (Net Profit
After Tax) dapat ditemukan pada laporan laba/rugi dalam laporan keuangan suatu
perusahaan. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa objek laba dalam
menghitung EVA adalah laba bersih tanpa beban bunga perusahaan. Karena itu, laba
bersih yang diakui dalam menghitung EVA adalah : Laba operasional (ex. interest) x
(1-Pajak).
2. Identifikasi WACC
WACC = (% Modal yang merupakan ekuitas x biaya ekuitas) + [(% modal yang
merupakan hutang x biaya hutang] x [ 1 - tarif pajak)]
3. Hitung Modal yang diinvestasikan
Setelah itu, investor perlu menentukan modal yang perlu diinvestasikan. Hal ini
mengikuti pada jumlah uang yang digunakan untuk mendanai suatu proyek. Rumus
dalam menghitung modal yang diinvestasikan adalah sebagai berikut:
Setelah mengetahui WACC dan modal yang diinvestasikan, maka langkah selanjutnya
adalah menentukan biaya keuangan. Rumus dalam menghitung beban keuangan
adalah sebagai berikut:
Setelah menemukan biaya keuangan dikurangi dengan NPAT, maka Anda telah
mendapatkan nilai dari EVA. Sebagai catatan, investor akan menyukai jika EVA suatu
perusahaan positif, yang mengindikasikan bahwa investasi menghasilkan nilai
tambah ekonomis dan merupakan investasi yang baik. Sebaliknya bila EVA negatif,
maka ini mengindikasikan suatu investasi tidak menghasilkan nilai ekonomis dan
merupakan investasi yang buruk.
Laba bersih setelah Pajak (NPAT) : [Rp 50.2 T - (Rp 9.9T + Rp14 T) + Rp 10.3 T] x (1-
21.76%) = Rp 28.5T.
Ekuitas : Rp 186 T
Dari data di atas, maka kita sudah menemukan data NPAT sebesar Rp 28.5 T.
Sementara jika menghitung Invested Capital, maka hasilnya adalah Rp 186 T + Rp 50
T = Rp 236T. Disisi lain, data Bloomberg menunjukan bahwa WACC ASII saat ini
ditetapkan sebesar 12.3%. Karena itu, EVA ASII pada tahun 2019 adalah:
= Rp 28.5 T - Rp 29 T
= - Rp 500 M
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa berdasarkan parameter EVA, ASII
dianggap tidak memberikan keuntungan ekonomis bagi investor pada tahun tahun
buku 2019 karena ASII deliver EVA negatif atau defisit sebesar Rp 500M. Namun,
apakah interpretasi EVA terhadap ASII memiliki relevansi yang akurat terhadap
return saham ASII?
Secara kinerja saham, ASII tercatat mengalami depresiasi sebesar 15% selama 2019.
Hal ini sebagian besar merupakan respon investor terkait melambatnya kinerja
pendapatan ASII sebesar -0.83% yoy menjadi Rp237 T, meskipun laba masih tumbuh
tipis 0.46% menjadi Rp 21.7T.
Melalui peran EVA, investor dapat melakukan investigasi terhadap kinerja operasional
ASII pada 2019 lalu. Hal ini dapat sekaligus mengevaluasi manajemen ASII bahwa
jika ASII ingin memiliki EVA positif, maka manajemen perlu melakukan hal berikut:
Upaya kedua yang diperlukan perusahaan agar dapat meningkatkan EVA adalah
dengan melakukan pengurangan modal tanpa mengurangi kualitas dan potensi laba
di masa depan. Penggunaan modal secara tidak langsung akan mengurangi cost of
capital yang diperlukan perusahaan.
Penanaman investasi perusahaan dengan return yang tinggi juga dianggap dapat
meningkatkan value dari laba bersih. Hal inilah yang mendorong EVA dapat tumbuh
positif. Pada dasarnya, manajemen yang handal akan mengoptimalkan kas
perusahaan untuk diinvestasikan pada instrumen keuangan seperti penempatan
deposito hingga penanaman investasi pada instrumen yang dapat memberikan
keuntungan tambahan bagi perusahaan.
Oleh karena itu, peran metrik EVA juga dapat melengkapi alasan kenapa ASII
mengalami punishment oleh investor pada 2019 lalu, sekalipun perusahaan
membukukan kenaikan laba. Secara tidak langsung juga melalui EVA, investor dapat
mengukur seberapa profesional kinerja manajemen dalam menjalankan operasional
bisnisnya.
Seperti yang telah dijelaskan diatas, maka EVA pada akhirnya adalah cara yang
efektif bagi investor untuk mengevaluasi kinerja perusahaan dan manajemen
berdasarkan prinsip bahwa bisnis hanya dapat memberikan keuntungan jika
menciptakan return dan value bagi pemegang sahamnya. Ini artinya, perusahaan
harus memiliki kinerja di atas dari biaya modalnya untuk dapat meningkatkan value
riil bagi pemegang saham. Hal ini membuat EVA sangat bermanfaat sebagai
parameter kinerja manajemen untuk menyoroti bagaimana dan dimana perusahaan
menciptakan nilai (value) dari aset di neraca suatu perusahaan.
Meskipun demikian, EVA jelas tidak relevan jika digunakan oleh perusahaan yang
memiliki dominasi asetnya merupakan aset tidak berwujud yang kerap terjadi pada
perusahaan berbasis teknologi. Maka EVA tentunya memiliki keterbatasan untuk
mengidentifikasi value added yang diberikan pada bisnis di sektor digital.
Kesimpulan
Menghitung EVA memang tidak mudah, karena perlu effort dalam menemukan
beberapa objek yang dibutuhkan untuk menyelesaikan parameter EVA. Namun
mengetahui dan mengimplementasi EVA dapat membantu Anda mendapatkan
gambaran yang lebih jelas tentang suatu perusahaan dari sudut pandang economic
value yang bisa diberikan. EVA juga dapat membatasi risiko Anda dalam berinvestasi
pada emiten yang melakukan financial engineering, dimana perusahaan biasanya
membukukan profit namun sesungguhnya tidak memberikan nilai ekonomis karena
tingginya biaya hutang. Meskipun demikian, EVA tentunya memiliki keterbatasan dan
bukanlah satu-satunya metrik ideal yang dapat membantu investor dalam
mengidentifikasi suatu investasi terbaik. Maka, EVA hanyalah menjadi pelengkap dari
parameter lain yang dapat membantu investor untuk menemukan peluang investasi
terbaik.
Meskipun demikian, baik EVA maupun ROI memiliki kelebihan dan kekurangan yang
dapat diinterpretasikan oleh berbagai manajer dengan cara yang berbeda tergantung
kebutuhan. Karena itu, EVA dan ROI memiliki sifat komplementer alias saling
melengkapi, bukan saling menggantikan.