Anda di halaman 1dari 9

PERTEMUAN 10

RESPONSIBILITY ACCOUNTING, UKURAN KINERJA FINANSIAL DAN


HARGA TRANSFER

Capaian Pembelajaran Pertemuan 10


 Mahasiswa mampu menjelaskan peranan sistem pengukuran kinerja untuk
efektivitas organisasi
 Mahasiswa mampu menjelaskan metode perhitungan untuk ukuran kinerja
finansial (rasio keuangan kunci)
 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep economic value added (EVA) dan
market value added (MVA)
 Mahasiswa mampu menjelaskan bukti mengenai keterbatasan dari ukuran kinerja
finansial konvensional
 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang harga transfer dan contoh penerapannya

Materi Pembelajaran
Responsibility Accounting
Di dalam akuntansi manajemen terdapat konsep responsibility accounting atau
akuntansi pertanggungjawaban yang memiliki empat komponen utama:
1. membagikan tanggung jawab kepada personel terkait
2. menetapkan target pencapaian kinerja
3. memberikan imbalan atau penghargaan ketika target tersebut tercapai
(Hansen dan Mowen, 2007).
Pembagian tanggung jawab dilakukan secara desentralisasi dari atasan kepada level di
bawahnya. Suatu pusat pertanggung jawaban akan dibentuk dengan beberapa kategori
: pusat pendapatan, pusat biaya atau beban, pusat laba dan pusat investasi. Masing-
masing pusat pertanggung jawaban ini memiliki anggaran dan sumber dayanya
sendiri. Sebuah departemen, divisi, atau unit organisasional yang tergolong ke dalam
pusat pendapatan akan bertanggung jawab memastikan perusahaan mencapai target
penjualan yang diinginkan, contohnya divisi penjualan. Sebaliknya, pusat biaya
memiliki anggaran yang utamanya berfokus pada tingkat belanja tertentu, misalnya
departemen produksi atau divisi riset. Di sisi lain, pusat laba merupakan suatu unit
organisasi spesifik yang memiliki tanggung jawab atas pendapatan dan
pengeluarannya sendiri. Pusat ini dapat berbentuk suatu divisi yang membawahi lini
produk tertentu. Terakhir, pusat investasi adalah suatu departemen, divisi, atau unit
organisasional yang manajernya memiliki wewenang penuh terhadap pendapatan,
pengeluaran, laba, maupun investasi apa yang akan dilakukan dengan laba tersebut.
Dalam arti lain, manajer pusat investasi berhak untuk mengambil keputusan
operasional yang sifatnya jangka pendek, seperti dalam hal aset apa yang perlu dibeli
untuk proses produksi, tipe iklan apa yang digunakan untuk promosi suatu lini
produk, atau menentukan harga jual.
Setelah masing-masing departemen, divisi atau tim kerja mengetahui tanggung
jawab dan targetnya masing-masing, yang perlu dilakukan adalah melakukan
pengawasan atau pengukuran terhadap kemajuan pencapaian target tersebut. Hal ini
bisa dilakukan jika perusahaan menetapkan sebuah sistem pengukuran kinerja. Sistem
ini harus dirancang agar memberikan informasi kepada manajer mengenai
perkembangan masing-masing target yang bisa berkaitan dengan suatu proses, produk
maupun manusia (pelanggan atau karyawan). Berdasarkan sistem pengukuran kinerja
ini, manajer juga akan diberikan sinyal ketika target perlu direvisi, karena adanya
perubahan dalam lingkungan internal maupun eksternal perusahaan. Mengenai
besaran atau ukuran target sendiri, dapat diambilkan dari suatu anggaran (jika dalam
satuan moneter) atau dari patokan tertentu yang dirasa manajer merupakan ukuran
yang sesuai (bisa dari data historis internal atau eksternal). Ukuran kinerja yang
digunakan juga tidak boleh terpaku pada pencapaian di masa lalu, tetapi harus bisa
mengaitkannya dengan apa yang ingin dicapai perusahaan secara jangka panjang.
Selain itu, imbalan yang diberikan apabila target tercapai sebaiknya dibuat agar
mendorong karyawan atau manajer bekerja secara optimal dalam mencapai target.

Kunci Ukuran Kinerja Finansial


Di sebuah organisasi, ukuran kinerja yang sifatnya finansial umumnya memegang
peran penting karena perusahaan menggunakan sumber daya keuangan untuk
beroperasi dan menargetkan pencapaian dalam satuan moneter tertentu. Ukuran
kinerja finansial disebut dengan ukuran berbasis akuntansi, karena angkanya
diperoleh dari laporan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan seperti laporan laba
rugi dan laporan posisi keuangan. Beberapa contoh dari ukuran ini adalah return on
investment (ROI), residual income (RI), laba bersih, pertumbuhan pendapatan, arus
kas, earnings per share (EPS), economic value added (EVA) dan market value added
(MVA).
Ukuran kinerja ROI, membandingkan return atau tingkat pengembalian
perusahaan untuk setiap dollar atau rupiah uang yang telah diinvestasikan.
Penjualan Laba
ROI= ×
Investasi Penjualan
Komponen penjualan dibagi dengan investasi merupakan rasio perputaran total
aset dimana investasi merupakan rata-rata aset operasional yang digunakan. Laba
dibagi dengan penjualan merupakan margin laba yang diberikan untuk setiap
penjualan yang terjadi. Tujuan dari menghitung ROI adalah mengetahui efisiensi
penggunaan aset dalam menghasilkan laba. Jika ROI rendah, perusahaan perlu
menelusuri angka manakah yang berkontribusi negatif atau kecil, apakah dari
perputaran aset yang frekuensinya kecil ataukah dari margin laba yang rendah. Meski
begitu, ROI juga memiliki kelemahan jika perusahaan hanya menjadikannya sebagai
patokan tunggal dalam mengukur kesehatan finansial. Kelemahan pertama adalah
membuat keputusan tentang investasi menjadi kurang akurat. Hal ini terjadi apabila
terdapat dua proyek yang sedang dipertimbangkan suatu divisi dan manajernya
menggunakan dasar ROI dari proyek tersebut untuk memilih mana yang akna
dilaksanakan. Jika ternyata manajer tersebut memilih untuk mengambil salah satu
yang memberi ROI lebih tinggi dan mengabaikan yang lain, secara divisional
mungkin kinerja perusahaan akan meningkat. Namun bisa saja dengan mengabaikan
proyek lain dengan ROI yang lebih rendah tersebut, perusahaan secara keseluruhan
akan kehilangan potensi pendapatan. Kelemahan kedua adalah menyebabkan manajer
terlalu berfokus pada hasil jangka pendek dan mengabaikan kinerja secara jangka
panjang, misalnya perusahaan memilih bahan baku dengan harga murah demi
mencapai profit yang tinggi tetapi menurunkan kualitas akhir produk dan
menyebabkan perusahaan kehilangan pelanggan loyalnya.
Selain ROI, terdapat pula residual income (RI) yang dihitung dengan cara
mencari nilai sisa (residu) setelah mengurangkan laba bersih sebelum pajak dengan
biaya modal yang sudah dikalikan dengan jumlah modal yang digunakan.
RI = laba bersih sebelum pajak - (biaya modal x jumlah modal digunakan)

Pengukuran kinerja ROI dan RI keduanya berfokus pada angka keuangan jangka
pendek (laba yang dihitung secara tahunan). Tetapi RI tetap digunakan oleh
perusahaan sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan tertentu atau
melakukan pengendalian atas modal. Penggunaan kedua ukuran seringkali dipakai
sebagai komplementari (saling melengkapi).

Economic Value Added (EVA)


Ukuran kinerja finansial lain yang bisa digunakan adalah nilai tambah ekonomis
dimana konsep ini muncul karena adanya kemungkinan bahwa perusahaan beroperasi
pada tingkat laba yang menguntungkan, tetapi menurunkan nilai perusahaan dalam
kaitannya dengan potensi penghasilan yang didapatkan jika mengalokasikannya pada
modal yang lain. EVA dihitung dengan melihat selisih antara laba operasi setelah
pajak dengan biaya modal (cost of capital). Jika nilai EVA positif, maka perusahaan
meningkatkan nilai kekayaan perusahaan tanpa melakukan pengorbanan yang sia-sia
dari modal yang sudah diinvestaikan. Sebaliknya, jika nilai EVA ini negative, maka
perusahaan sebenarnya bisa mendapatkan return atau tingkat pengembalian yang
lebih baik jika modalnya diinvestasikan pada area lain. Digman (1999, dalam Hoque,
2003) menyarankan tiga hal untuk meningkatkan EVA yakni dengan menggunakan
modal yang lebih sedikit, meningkatkan profit tanpa menambah pengeluaran investasi
(memangkas biaya), dan berinvestasi pada proyek yang memiliki return atau tingkat
pengembalian yang tinggi.
Market Value Added (MVA)
Perhitungan MVA masih terkait dengan EVA karena sama-sama mencari selisih
atas nilai perusahaan. Pada MVA yang dihitung adalah :
MVA = total nilai pasar perusahaan - modal yang melekat pada perusahaan
Total nilai perusahaan di pasar modal pada suatu waktu adalah nilai saat ini
(current value) dari ekuitas dan utang perusahaan. Modal yang melekat pada
perusahaan adalah semua laba yang diinvestasikan kembali oleh perusahaan ditambah
dengan dana yang dihimpun dari pemegang saham dan kreditur. Kinerja yang baik
ditunjukkan dengan nilai MVA yang positif.

Keterbatasan Ukuran Kinerja Finansial Konvensional


Ukuran kinerja yang berasal dari akuntansi seperti ROI, RI, EVA, MVA dan rasio
keuangan lainnya mungkin sangat mencukupi ketika digunakan pada tiga atau empat
dasawarsa yang lalu. Pada lingkungan bisnis saat ini dengan persaingan yang ketat,
perusahaan dituntut untuk memperhatikan aspek lain termasuk pelanggan dan
karyawannya. Perkembangan teknologi yang semakin canggih dan perang informasi
tidak mampu secara tepat digambarkan dalam target yang bersifat murni keuangan.
Fokus pada nilai ROI atau EPS yang tinggi dapat menyesatkan manajer untuk
memanipulasi laporan keuangannya demi mendapat reputasi yang baik di mata
berbagai pemegang kepentingan terutama pemegang sahamnya. Banyak perusahaan
yang tidak mampu bertahan dalam suatu industri ketika tidak mau memperluas
perspektifnya dan mengabaikan perubahan di lingkungan eksternal. Hal ini
mendorong munculnya pengukuran kinerja yang berbasis pelanggan, produk, maupun
perbaikan terus menerus. Topik ini akan lebih lanjut dibahas dalam pertemuan
mendatang.

Sistem Harga Transfer


Konsep harga transfer muncul karena adanya motivasi manajer untuk
meningkatkan profit dalam divisinya karena imbalan yang ia peroleh didasarkan pada
profit tersebut (Ezzamel, 1991). Tujuan dari penerapan harga transfer antar
perusahaan di dalam satu grup atau antar divisi dalam satu perusahaan adalah
mengalokasikan sumber daya yang ada, agar mendapatkan perpaduan yang optimal.
Sebagai ilustrasi kita gunakan sebuah anak perusahaan A yang memproduksi ban
untuk mobil dan anak perusahaan B yang bisnisnya adalah merakit mobil. Kedua
perusahaan ini tergabung dalam grup perusahaan yang sama, ABC Enterprise.
Perusahaan A sebagai pihak penjual sedangkan perusahaan B sebagai pihak pembeli
akan bernegosiasi untuk menentukan harga transfer. Dalam sistem harga transfer
dikenal istilah intermediate product yaitu produk yang diperjualbelikan antar pihak
atau sebuah produk yang menjadi bahan baku dari produk final milik divisi pembeli.
Intermediate product dalam ilustrasi ini adalah ban mobil.
Ketika bernegosiasi menentukan harga ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan divisi penjual dan pembeli, misal devisi A harus menghitung biaya
yang dikeluarkan untuk memproduksi ban tersebut. Devisi A juga menghitung berapa
harga jual yang sudah ditetapkan jika A ingin menjual produk bannya ke pasar umum.
Di sisi lain, B juga menilai apakah harga beli dari A nanti akan lebih murah ataukah
lebih mahal daripada ketika ban dibeli langsung dari perusahaan lain di luar ABC
Enterprise. Tentunya kedua belah pihak ingin mendapatkan keuntungan atas biaya
kesempatan (opportunity cost) yang telah dikorbankan : A ingin menjual kepada B
tanpa memunculkan kerugian dari segi biaya produksi atau batas bawah harga transfer
(floor price) dan B ingin membeli dari A dengan harga yang tidak jauh lebih mahal
dari harga yang beredar di pasaran atau batas atas harga transfer (roof price).
Perhitungan biaya produksi oleh A juga dibagi menjadi dua kategori yakni
marginal-cost atau full-cost. Marginal-cost adalah biaya yang dikeluarkan divisi
penjual untuk memproduksi intermediate product sedangkan full cost adalah biaya
produksi ditambah dengan biaya terkait lainnya seperti riset, desain, pemasaran,
distribusi dan layanan pelanggan. Harga jual akhir yang ditawarkan divisi penjual
biasanya adalah full cost ditambah mark-up (selisih laba yang diinginkan) dan biaya
tetap tertentu.
Dalam praktiknya, harga transfer ini memiliki beberapa keterbatasan. Adanya
perkembangan teknologi meningkatkan kompleksitas sistem manufaktur dalam suatu
perusahaan. Sebuah mesin produksi dapat digunakan secara bersamaan oleh divisi
penjual dan pembeli. Lalu sebuah perusahaan tidak hanya menangani satu jenis bahan
baku saja, sehingga jika ingin menggunakan harga transfer untuk beberapa jenis
bahan baku, maka diperlukan analisis harga yang disesuaikan dengan kondisi masing-
masing. Pada titik ini, pandangan teori kontinjensi menjadi hal yang penting untuk
dipertimbangkan, berbagai faktor akan sangat mempengaruhi proses penentuan harga
transfer. Dalam sebuah grup konglomerasi yang terdiri atas perusahaan yang bergerak
dalam industri yang berbeda, aspek perpajakan saat harga transfer diterapkan juga
menjadi isu penting.

Rangkuman
Sistem pengukuran kinerja perlu dimiliki perusahaan untuk membantu manajer
mengawasi kemajuan pencapaian target dan dasar pemberian imbalan atas kinerja
yang memenuhi target. Efektivitas organisasi secara tidak langsung akan tercapai jika
seluruh karyawan memiliki kesadaran atas tanggung jawabnya masing-masing. Salah
satu unsur penilaian kinerja adalah kesuksesan dalam meraih angka finansial tertentu.
Beberapa metode perhitungan rasio keuangan kunci seperti ROI, RI, EVA dan MVA
dibahas dalam bab ini untuk memberikan gambaran mengenai kesehatan perusahaan
secara finansial. Namun dalam beberapa dekade terakhir, kritik bermunculan yang
mengatakan bahwa perusahaan yang terlalu berfokus mempercantik (window
dressing) ukuran kinerja finansial konvensional perusahaan justru memiliki masalah.
Manajer terdorong untuk melakukan manipulasi atau window dressing atas angka-
angka rasio kunci tersebut demi mendapatkan pengakuan dari pemegang kepentingan.
Adanya keterbatasan ini membuat perusahaan perlu memperluas perspektifnya, tidak
hanya dari segi keuangan tetapi juga aspek lain seperti sumber daya manusia dan
pelanggan. Dalam bab ini juga dijelaskan tentang harga transfer dan contoh
penerapannya dimana perusahaan memanfaatkan harga transfer untuk
mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki.

Contoh Soal
Apa peran sistem pengukuran kinerja dalam organisasi?
Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. Penilaian kinerja berfungsi
sebagai tonggak yang menunjukkan tingkat ketercapaian tujuan dan menunjukkan
apakah organisasi berjalan sesuai arah atau menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. 
Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. Penilaian kinerja merupakan sarana
untuk pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak dan
memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, ketrampilan atau pengetahuan
kerja yang harus dimiliki pegawai untuk mencapai hasil kerja terbaik. 
Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya. Penerapan penilaian kinerja
dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk budaya berprestasi di dalam
organisasi dengan menciptakan keadaan dimana setiap orang dalam organisasi
dituntut untuk berprestasi. 
Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan,
pemberian penghargaan dan hukuman. Organisasi yang berkinerja tinggi berusaha
menciptakan sistem penghargaan seperti kenaikan gaji/tunjangan, promosi atau
hukuman seperti penundaan promosi atau teguran, yang memiliki hubungan yang
jelas dengan pengetahuan, ketrampilan dan kontribusi terhadap kinerja organisasi. 
Memotivasi pegawai. Dengan adanya penilaian kinerja yang dihubungkan dengan
manajemen kompensasi, maka pegawai yang berkinerja tinggi atau baik akan
memperoleh penghargaan. 
Menciptakan akuntabilitas publik. Penilaian kinerja menunjukkan seberapa besar
kinerja manajerial dicapai yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja tersebut
harus diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja sebagai bahan untuk
mengevaluasi kinerja organisasi dan berguna bagi pihak internal maupun eksternal
organisasi.

Latihan Soal
1. Apa kekuatan dan kelemahan ukuran kinerja keuangan?
2. Jelaskan Transfer Pricing. mengapa Transfer Pricing digunakan dalam
organisasi? Apa saja batasannya?
3. Apa hubungan antara Harga Transfer dan Ukuran Kinerja? Berikan contoh!
4. Return On Invesment (ROI) mempunyai dua Batasan. Apa saja Batasan tersebut?
5. Manakah diantara Return On Invesment (ROI) atau Residual Invesment (RI)
yang merupakan pengukur profitabilitas yang lebih baik?

Referensi
Hansen, D. R. dan Mowen, M. M. (2007). Managerial Accounting , 8th Ed. Thomson-
South Western
Hoque, Z. (2003). Strategic Management Accounting,2nd Ed. Pearson Education
Australia

Bacaan Artikel Pendukung


Andrija, S. dan Filip, S. 2017. ‘A Review of the Economic Value added Literature
and Application’. Special issue, UTMS Journal of Economics, Vol. 8 (1) pp.19–
27
Bergitta, S.R. , Zahror, Z.A. dan Azizah, D. V. (2014).‘Analisis Pengaruh Economic
Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), dan Return on Investment
(ROI) terhadap harga saham (Studi Pada Perusahaan Property dan Real Estate
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 – 2012), Jurnal
Administrasi Bisnis, Vol. 9 (1) pp. 1-10
Dogan, Z., Deran, A.  dan Koskal, A. G. (2013). ‘Factors Influencing the Selection of
Methods and Determination of Transfer Pricing in Multinational Companies : A
Case Study of United Kingdom’ , International Journal of Economics and
Financial Issues, Vol.3 (3), pp. .734 – 742
Leksono, K. (2015), ‘Analysis of Transfer Pricing as a tax avoidance and proposed
suggestion to prevent its disadvantage’, Yudirika, Vol. 30 (1) pp. 137 – 150
Milinovic, M. (2014). ‘Implementation of Residual Income concept in Measuring
company’s financial performance’, Journal of Accounting and Management, vol.
4 (2), pp. 21- 30
Muthulakshmi, P. (2014). ‘Examining The Role of Responsibility Accounting in
Organizational Structure’, International Journal of Scientific Research, Vol. 3
(4), pp. 1-3
Neely, A. (2004). Business Performance Measurement. Cambridge, UK : Cambridge
University Press.
Ossovski, N. D., de Lima, E. P. dan da Costa, S. E. G. ‘Performance measurement
system – a conceptual  model’, Production And Operations Management Society
27th Annual Conference Online Proceedings,
Percevis, H. dan Hladika, M. (2017). ‘Application of transfer pricing methods in
related companies in Croatia’, Economic Research – Ekonomska Instrazivanja,
Vol. 30 (1) pp. 611 – 628
Sahoo, B. B. dan Pramanik, A.K. (2016). ‘Economic Value Added : A Better
Technique for Performance Measurement’, International Journal of Advances in
Management and Economics, Vol. 5 (6), pp. 1 – 12
Striteska, M. dan Spickova, M. (2012).‘Review and Comparison of Performance
Measurement Systems’, Journal of Organizational Management Studies, Vol.
2012 (2012), pp. 1-13
Zamfir, M., Menau, M. D. dan Ionescu, L., (2016). ‘Return on Investment – Indicator
for Measuring the Profitability of Invested Capital’, Valahian Journal of
Economic Studies, Vol. 7 (21), pp. 79 – 86.

Anda mungkin juga menyukai