Anda di halaman 1dari 7

Identifikasi Stabilitas Tanah Menggunakan Metode Geolistrik Dipole-

Dipole Sebagai Data Rawan Longsor Di Desa Cikuya, Kecamatan


Solear, Kabupaten Tangerang, Banten
Nanda Ridki Permana 1,†
1
Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, Jalan. Ir. H. Djuanda No.95, Cempaka Putih, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten 15412,
Indonesia


nandaridki99@gmail.com

Abstrak. Telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi stabilitas tanah Di Desa Cikuya, Kec. Solear,
Kab. Tangerang, Banten. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan nilai resistivitas lapisan di bawah
permukaan tanah dilakukan dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi Dipole-Dipole dengan
jumlah lintasan pengukuran sebanyak 3 lintasan dengan spasi elektroda terdekat 10 m. Jumlah data dan
panjang lintasan tiap-tiap lintasan pengukuran berbeda-beda, untuk lintasan 1 sebanyak 40 data dengan
panjang lintasan sejauh 140 m , lintasan 2 sebanyak 31 data dengan panjang lintasan sejauh 120 m dan
lintasan 3 sebanyak 50 data dengan panjang lintasan sejauh 160 m, dan diolah menggunakan software
RES2DINV. Hasilnya akan berupa gambar tampang lintang resistivitas 2D yang digunakan untuk
menentukan posisi tanah lempung di bawah permukaan tanah yang sering menyebabkan tanah longsor,
dikarenakan tanah lempung termasuk dalam salah satu jenis tanah yang bersifat ekspansif, yang mudah
mengembang dan menyusut akibat perubahan kandungan air di dalam tanah tersebut. Hasil dari inversi
2D menggunakan software RES2DINV menunjukkan bahwa struktur di bawah permukaan tanah di
dominasi oleh tanah lempung, pasir dan alluvium. Pada lintasan 1 terlihat bahwa tanah lempung terdapat
pada kedalaman 2,5 m – 7,5 m di lintasan 10 m – 110 m dan juga terdapat lagi pada kedalaman 13 m – 25
m di lintasan 5 m – 10 m, pada lintasan 2 tanah lempung terdapat pada kedalaman 5 m – 25 m di lintasan
25 m – 80 m dan pada lintasan 3 tanah lempung terdapat pada kedalaman 5 m – 25 m di lintasan 20 m –
120 m dan juga terdapat lagi pada kedalaman 2,5 m – 25 m di lintasan 150 m -160 m.

Kata Kunci: geolistrik, dipole-dipole, tanah lempung, tanah ekspansif

Abstract. Research has been carried out to identify soil stability in Cikuya Village, Kec. Solear, Kab.
Tangerang, Banten. In this study to obtain the subsurface layer resistivity value was carried out using the
Dipole-Dipole geoelectric configuration method with the number of measurement paths as many as 3
tracks with the nearest electrode spacing of 10 m. Amount of data and path length each measurement path
is different, for track 1 as many as 40 data with path length as far as 140 m, track 2 as many as 31 data
with track length as far as 120 m and track 3 as much as 50 data with track length as far as 160 m , and
processed using RES2DINV software. The result will be a 2D resistivity cross image that is used to
determine the position of subsoil clay soils that often cause landslides, because clay is included in one
expansive type of soil, which is easy to expand and shrink due to changes in water content in the soil that
is. The results of 2D inversion using RES2DINV software indicate that the subsurface structure is
dominated by clay, sand and alluvium. On line 1 it is seen that clay is present at depth 2.5 m - 7.5 m in the
path of 10 m - 110 m and also at a depth of 13 m - 25 m on the track 5 m - 10 m, on track 2 clay soil is at
a depth of 5 m - 25 m on the track 25 m - 80 m and on track 3 clay is found at a depth of 5 m - 25 m on
the track 20 m - 120 m and also at a depth of 2.5 m - 25 m on the 150 m-160 m track.

Keywords: geoelectric, dipole-dipole, clay, expansive soil


I. PENDAHULUAN

Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di kawasan
Indonesia. Bencana ini biasanya sering terjadi di daerah pegunungan, bukit, lereng yang curam,
maupun tebing. Tak jarang tanah longsor juga terjadi di lahan pertanian dan perkebunan yang
posisinya terletak di tanah miring. Penyebab tanah longsor ini bermacam-macam. Tanah longsor
merupakan peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan
berbagai tipe dan jenis, seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah dan juga biasanya
terdapat tanah yang ekspansif, biasanya adalah lempung.
Lempung ekspansif adalah jenis tanah yang memiliki butiran yang halus berukuran
kurang dari 0,02 mm yang terbentuk dari mineral-mineral yang memiliki sifat ekspansif. Akibat
mineral tersebut, lempung ini akan memiliki potensi kembang susut yang tinggi apabila terjadi
perubahan kadar air. (Hardiyatmo dalam Bella, Bunganaen, & Sogen, 2015). Tanah ekspansif
ini adalah salah satu sumber kertidakstabilitasan tanah yang sewaktu-waktu dapat
mengakitbatkan tanah longsor dan kerusakan bangunan yang berdiri diatasnya. Penelitian
dilakukan di Desa Cikuya, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, Banten. Secara geologi,
Kabupaten Tangerang merupakan daerah yang tersusun atas alluvium, pasir dan lempung.
Ketidakstabilan tanah dan sering terjadinya tanah longsor di sekitar Desa Cikuya,
Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, Banten diduga karena adanya tanah ekspansif yang
jenisnya adalah tanah lempung, sehingga perlu dilakukan survei tentang lapisan tanah lempung.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persebaran lapisan tanah lempung di daerah tersebut,
yang ber-manfaat sebagai dasar acuan untuk mengidentifikasi stabilitas tanah sebagai data
rawan longsor di sekitar Desa Cikuya, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, Banten.
Metode yang digunakan untuk mengetahui persebaran lapisan air tanah adalah metode
geolistrik resistivitas dengan konfigurasi dipole-dipole. Survey resistivitas memanfaatkan
variasi resistivitas listrik batuan bawah permukaan untuk mendeteksi struktur geologi atau
formasi batuan. Metode geolistrik resistivitas didasarkan pada asumsi bumi homogen isotropis,
nilai tahanan jenis terukur merupakan nilai tahanan jenis sebenarnya dan tidak bergantung pada
spasi elektroda. Namun pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan – lapisan tersebut. Dalam
hal ini, tahanan jenis yang terukur adalah tahanan jenis semu. Nilai tahanan jenis semu dapat
dapat dihitung berdasarkan rumus.

dengan
ρa : Resistivitas semu (Ωm)
k : faktor geometri
I : kuat arus yang diinjeksikan (A)
ΔV: beda potensial antara kedua elektroda (V)

Faktor geometri (K) tergantung dari konfigurasi/susunan bentangan elektroda yang


dipakai dalam pengukuran. Penelitian ini yang dipakai adalah konfigurasi dipole-dipole, dengan
faktor geometri,

(2)
Gambar 1.1. Elektroda Arus dan Potensial pada Konfigurasi Dipole-Dipole

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6-7 April 2019. Penelitian dilakukan di Desa Cikuya,
Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan titik ukur sebanyak 3 titik,
pendugaan dilakukan dengan model konfigurasi dipole-dipole dan untuk pengolahan data dan
interpretasi data dilakukan di Laboratorium Geofisika, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Gambar 2.1. Lokasi Survey Penelitian

B. Pengambilan Data Lapangan


Penelitian ini menggunakan teknik pengukuran dilakukan secara mapping (2D). Teknik
pengukuran secara mapping (2D) digunakan untuk mengetahui sebaran harga resistivitas
pada suatu areal tertentu. Tahap-tahap pengambilan data di lapangan adalah sebagai berikut:
1. Menancapkan elektroda pada permukaan tanah dengan spasi yang teratur.
2. Membentangkan kabel yang digunakan sebagai penghantar arus dan potensial yang
menghubungkan antar elektroda dengan alat resistivitymeter.
3. Memasang kabel ke elektoda untuk menghubungkan kabel dengan elektroda agar arus
atau potensial dapat terhubung pada elektroda.
4. Menghubungkan terminal kabel, dan kabel sudah terhubung dengan resistivitimeter
5. Langkah selanjutnya mentransfer data dari manual dengan komputer.

C. Metode Pengolahan Data


Pengolahan data geolistrik mapping menggunakan sistem komputerisasi yang diawali
dengan pengolahan data untuk mencari resistivitas semu, kemudian diolah menggunakan
software RES2DINV untuk memperoleh penampang 2D. Software RES2DINV
menggambarkan harga resistivitas dari hasil perhitungan di lapangan sehingga dihasilkan
gambaran pelapisan batuan, berupa nilai resistivitas.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi


dipole-dipole yang dilakukan di Desa Cikuya, Kec. Solear, Kab. Tangerang, Banten. Jalur
lintasan pada lokasi penelitian setelah di lakukan pembentangan kabel dilapangan dapat dilihat
seperti pada Gambar 2.1. Panjangan untuk lintasan 1 yaitu 140 m , lintasan 2 yaitu 120 m dan
lintasan 3 yaitu 160, dengan jarak untuk lintasan 1,2 dan 3 antar elektroda terkecil adalah
sebesar 10 meter. Alat yang digunakan adalah seperangkat Oyo Mac Ohm (untuk lintasan 1)
dan Irish Syscal Junior Resistivity (untuk lintasan 2 dan 3 ) dengan menggunakan konfigurasi
Dipole-Dipole.

Lintasan 1

Gambar 3.1. Penampang 2D pada Lintasan 1

Lintasan 1 membentang sepanjang 140 meter. Gambar 3.1 memperlihatkan hasil


interpretasi bawah permukaan sepanjang lintasan 1 dengan distribusi nilai tahanan jenis yang
terdeteksi pada posisi dan kedalaman tertentu dengan Abs. Error sebesar 113,1 %.
Hasil pengukuran pada lintasan 1 menunujukkan besarnya nilai resistivitas sebesar
3,00–2583 Ωm. Nilai resistivitas sebesar 3,00 – 9,24 Ωm (Biru Dongker) dengan kedalaman 2,5
m – 7,5 m di lintasan 10 m – 110 m dan juga terdapat lagi pada kedalaman 13 m – 25 m di
lintasan 5 m – 10 m merupakan lapisan yang terkandung tanah lempung. Nilai resistivitas
sebesar 88 Ωm (Hijau Muda) dengan kedalaman 2,5 m – 25 m di lintasan 5 m – 105 m
merupakan lapisan yang terkandung air tanah. Nilai resistivitas sebesar 271 Ωm (Hijau Tua)
dengan kedalaman 2,5 m – 25 m di lintasan 8 m – 94 m merupakan lapisan yang terkandung
Alluvium. Nilai resistivitas sebesar 837 Ωm (kuning-coklat) dengan kedalaman 7,5 m – 25 m di
lintasan 30 m – 82 m merupakan lapisan yang terkandung pasir dan kerikil. Dilihat dari gambar
penampang diatas dapat dibuktikan bahwa lapisan di bawah permukaan tanah tersebut banyak
mengandung lapisan tanah lempung (tanah ekspansif), maka dapat di prediksi sewaktu-waktu
dapat mengganggu stabilitas tanah dan juga dapat menyebabkan bencana tanah longsor.

Lintasan 2
Gambar 3.2. Penampang 2D pada Lintasan 2

Lintasan 2 membentang sepanjang 120 meter. Gambar 3.1 memperlihatkan hasil


interpretasi bawah permukaan sepanjang lintasan 2 dengan distribusi nilai tahanan jenis yang
terdeteksi pada posisi dan kedalaman tertentu dengan Abs. Error sebesar 1,17 %.
Hasil pengukuran pada lintasan 2 menunujukkan besarnya nilai resistivitas sebesar 27,4
– 164 Ωm. Nilai resistivitas sebesar 27,4 – 35,4 Ωm (Biru Dongker) dengan kedalaman 5 m – 25
m di lintasan 25 m – 80 m merupakan lapisan yang terkandung tanah lempung. Nilai resistivitas
sebesar 127 Ωm – 164 Ωm (Jingga s/d Ungu) dengan kedalaman 2,5 m – 6 m di lintasan 5 m –
82 m merupakan lapisan yang terkandung tufa. Nilai resistivitas sebesar 98,3 Ωm (kuning)
dengan kedalaman 7,5 m – 10 m di lintasan 5 m – 90 m merupakan lapisan yang terkandung
Alluvium. Nilai resistivitas sebesar 31,5 Ωm (biru) dengan kedalaman 7,5 m – 25 m di lintasan
25 m – 80 m merupakan lapisan yang terkandung air tanah. Dilihat dari gambar penampang
diatas dapat dibuktikan bahwa lapisan di bawah permukaan tanah tersebut banyak mengandung
lapisan tanah lempung (tanah ekspansif), maka dapat di prediksi sewaktu-waktu dapat
mengganggu stabilitas tanah dan juga dapat menyebabkan bencana tanah longsor.berdasarkan
data Geologi regional, wilayah penelitian merupakan wilayah yang banyak terdapat alluvium,
tufa, dan pasir.

Lintasan 3

Gambar 3.3. Penampang 2D pada Lintasan 3

Lintasan 3 membentang sepanjang 160 meter. Gambar 3.1 memperlihatkan hasil


interpretasi bawah permukaan sepanjang lintasan 2 dengan distribusi nilai tahanan jenis yang
terdeteksi pada posisi dan kedalaman tertentu dengan Abs. Error sebesar 2,3 %.
Hasil pengukuran pada lintasan 2 menunujukkan besarnya nilai resistivitas sebesar 21,5
– 288 Ωm. Nilai resistivitas sebesar 21,5 – 31,2 Ωm (Biru Dongker) dengan kedalaman 5 m – 25
m di lintasan 20 m – 120 m dan juga terdapat lagi pada kedalaman 2,5 m – 25 m di lintasan 150
m -160 m merupakan lapisan yang terkandung tanah lempung. Nilai resistivitas sebesar 288
Ωm (Coklat tua) dengan kedalaman 0 m – 2,5 m di lintasan 5 m – 15 m merupakan lapisan yang
terkandung alluvium. Nilai resistivitas sebesar 199 Ωm (Kuning s/d merah) dengan kedalaman
2,5 m di lintasan 5 m – 86 m merupakan lapisan yang terkandung Alluvium. Nilai resistivitas
sebesar 31,5 Ωm (biru) dengan kedalaman 7,5 m – 25 m di lintasan 20 m – 120 m merupakan
lapisan yang terkandung air tanah. Dilihat dari gambar penampang diatas dapat dibuktikan
bahwa lapisan di bawah permukaan tanah tersebut banyak mengandung lapisan tanah lempung
(tanah ekspansif), maka dapat di prediksi sewaktu-waktu dapat mengganggu stabilitas tanah dan
juga dapat menyebabkan bencana tanah longsor. Berdasarkan ketiga data lintasan diatas, hasil
yang didapat mirip dengan kondisi geologi regional.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi dipole-
dipole untuk mengidentifikasi stabilitas tanah dengan menggunakan metode geolistrik
konfigurasi dipole-dipole sebagai data rawan longsor di Desa Cikuya, Kecamatan Solear,
Kabupaten Tangerang, Banten pada tanggal 6-7 April 2019 ini, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat lapisan tanah lempung pada kedalaman yang bervariasi. Pada lintasan 1 terdapat
lapisan tanah lempung dengan nilai resistivitas sebesar 3,00 – 9,24 Ωm (Biru Dongker) dengan
kedalaman 2,5 m – 7,5 m di lintasan 10 m – 110 m dan juga terdapat lagi pada kedalaman 13 m
– 25 m di lintasan 5 m – 10 m, pada lintasan 2 terdapat lapisan tanah lempung dengan nilai
resistivitas sebesar 27,4 – 35,4 Ωm (Biru Dongker) dengan kedalaman 5 m – 25 m di lintasan 25
m – 80 m, pada lintasan 3 terdapat lapisan tanah lempung dengan nilai resistivitas sebesar 21,5 –
31,2 Ωm (Biru Dongker) dengan kedalaman 5 m – 25 m di lintasan 20 m – 120 m dan juga
terdapat lagi pada kedalaman 2,5 m – 25 m di lintasan 150 m -160 m. Dilihat dari sebaran
lapisan tanah lempung di bawah permukaan tanah di Desa Cikuya bias dibilang termasuk
dominan, maka kemungkinan pada daerah tersebut sewaktu-waktu akan mengalami gangguan
stabilitas tanah dan juga kemungkinan akan mengalami bencana tanah longsor. Kemungkinan
untuk mencengah bencana tanah longsor yang sewaktu-waktu dapat diprediksi terjadi maka
warga yang tinggal di sekitar daerah survey tersebut harus lebih waspada dan menghindari
pembangunan rumah di sekitar daerah survey tersebut. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya
dilakukan dengan lintasan yang lebih panjang agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan
akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Ihwan, A., & Sampurno, J. (2018). Aplikasi Metode Geolistrik untuk Identifikasi
Sebaran Limbah Lada Putih di Kecamatan Galing Kabupaten Sambas, VI(01), 15–
21.

Saranga, H. T., As’ari, & Tongkukut, S. H. J. (2016). Deteksi Air Tanah Menggunakan
Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wenner-Schlumberger di Masjid
Kampus Universitas Sam Ratulangi dan Sekitarnya a Jurusan. Jurnal Mipa Unsrat,
5(2), 70–75.

Rochman, J. P. G. N., Widodo, A., Syaifuddin, F., & Lestari, W. (2017). Aplikasi
Metode Geolistrik Tahanan Jenis untuk Mengetahui Bawah Permukaan di
Komplek Candi Belahan (Candi Gapura). Jurnal Geosaintek, 3(2), 93.
https://doi.org/10.12962/j25023659.v3i2.2963

Budiman, A., Delhasni, & Widjojo, S. A. . S. (2013). Pendugaan Potensi Air Tanah
Dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger. Media
Teknik Sipil, 5(2), 72–78.
Hakim, H., & Manrulu, R. H. (2016). Aplikasi Konfigurasi Wenner dalam Menganalisis
Jenis Material Bawah Permukaan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-Biruni, 5(1),
95. https://doi.org/10.24042/jpifalbiruni.v5i1.109

Anda mungkin juga menyukai