Anda di halaman 1dari 6

A.

Keberhasilan Kemitraan
Beberapa pola kemintraan yang biasanya digunakan oleh perusahaan adalah
melalui aliansi strategi dan joint Venture. Aliansi strategi merupakan kemitraan bisnis
yang melibatkan perusahaan dengan mitra dalam rangka meningkatkan daya asing
dengan memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya ekstrnal secara sinergis dan melalui
proses perubahan dan pembelajaran (Hoffman dan Sclosser 2001 dalam wahyudi, 2003).
Joint venture merupakan salah satu bentuk kemitraan bisnis yang bertujuan memperkuat
kemampuan perusahaan untuk bersaing.
Kemitraan tersebut pada gilirannya akan memberikan pengaruh bagi kedua belah
pihak, baik secara positif dan negatif. Partnership (kemitraan) adalah Hubungan strategi
yang secara sengaja diranjang atau dibangun Antara perusahaan-perusahaan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, manfaat bersama dan saling kebergantungan yang
tinggi. Melalui kemitraan ini kedua perusahaan dapat mengakses teknologi baru atau
pasar baru. Terdapat dua jenis kemitraan yang umumnya digunakan oleh perusahaan
yaitu aliasis strategis dan joint venture.
Keberhasilan kemitraan dapat dicapai apabila kedua belah pihak yang bermitra
mampu melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kesepakatan bersama.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuan diantara pihak
yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Para pihak yang terlibat langsung
dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etika bisnis
Kemitraan adalah kerjasama di bidang usaha ekonomis produktif antara
pengusaha kecil/menengah/kooperasi dengan pengusaha lainnya yang sifatnya saling
menguntungkan kedua belah pihak yang bermitra.
Tujuan: memperluas peluang untuk memper-lancar usaha masing-masing,
sehingga kedua belah pihak saling memperoleh keuntungan.
Manfaat : dengan bermintra usaha, maka beberapa keterbatasan dan kesulitan
dapat diatasi guna mengembangkan usaha.
1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMITRAAN USAHA
a. Faktor dari dalam (internal)
- Faktor perlunya kemitraan usaha.
- Tekad dan motivasi agar kemitraan usaha sukses (komunikasi yang baik,
negosiasi, ketepatan waktu,ketepatan janji)
b. Faktor dari luar (eksternal)
- Iktikad baik mitra pembina dalam melangsungkan kemitraan usaha
- Iktikad baik mitra pembina dalam bernegosiasi,
c. Situasi lingkungan yang mendukung (misal pihak pemerintah)
2. UKURAN KEBERHASILAN KEMITRAAN USAHA 
a. Kedua belah pihak mencapai kondisi saling menguntungkan,
b. Kedua belah pihak memiliki kondisi sejajar dalam negosiasi,
c. Pembina mitra secara nyata telah mengalihkan ilmu pengetahuan dan teknologi
usaha kepada mitra binaannya,
d. Tampak adanya peningkatan potensi ekonomi dari pengusaha kecil/menengah
sebagai mitra binaan,
e. Secara nyata tampak berkembangnya jaringan kemitraan usaha.
B. Strategi Kolaborasi
Menurut Barry strategi berisi rencana tentang apa yang ingin dicapai atau hendak
menjadi apa suatu organisasi dimasa depan dan bagaimana cara mencapai keadaan yang
diinginkan tersebut . Sedangkan menurut Chandler strategi berisi tujuan jangka panjang
dari suatu organisasi, serta pendayagunaan, dan alokasi semua sumber daya yang penting
untuk mencapai tujuan tersebut . Strategi memiliki banyak definisi, tapi kata kunci yang
bisa ditekankan dari strategi adalah ‘tujuan’ dan ‘perencanaan’.
Menurut Genera Corporation 2009, kolaborasi merupakan pemikiran bersama,
berbagi sudut pandang dan pengetahuan dan karya, bertujuan untuk mendapatkan sesuatu
dengan baik. Kolaborasi organisasi berfokus mengenai orang, organisasi didalam dan
diluar, dan kerja sama di dalam jalur yang baru dengan menggunakan tools yang baru.
Kolaborasi tidak hanya membahas mengenai teknologi. Kolaborasi itu lebih dari
arsitektur secara teknis, solusi, atau produk. Kolaborasi adalah pengalaman
bertransformasi yang mengintegrasikan orang, proses, dan teknologi. Kolaborasi 3
merupakan katalis bagi perkembangan penggunaan teknologi untuk memikirkan kembali
bisnis, pergantian proses, dan adaptasi budaya. Untuk itu, strategi dan arsitektur
kolaborasi holistik harus memperhitungkan dan mengalamatkannya tidak hanya kepada
teknologi dan sistem, tetapi juga memberikan dampak pada solusi untuk organisasi,
penerapannya pada proses dan budaya dalam organisasi. . Menurut Hager dan Curry,
terdapat delapan bentuk kolaborasi yang diterapkan dalam kerja sama
 Fully-Integrated Merger
 Partially-Integrated Merger
 Joint Program Office
 Joint Partnership with Affiliated Programming.
 Joint Partnership for Issue Advocacy.
 Joint Partnership with The Birth of A New Formal Organization.
 Joint Administrative Office and Back Office Operations.
 Confederation
PERENCANAAN STRATEGI KOLABORASI
Sebuah strategi kolaborasi sistem informasi mempomosikan keselarasan aplikasi,
layanan, perangkat elektronik, dan konten menjadi kohesif, arsitektur terpadu yang
mengoptimalkan sistem informasi, bisnis, dan proses organisasi, serta memfasilitasi
inovasi1
Kolaborasi antar organisasi menjadi kebijakan yang strategis untuk mendapatkan
akses sumberdaya, kapabilitas, ketrampilan dan pengetahuan yang berasal dari luar
perusahaan. Perusahaan mencari berbagai hasil operasional dan keuangan dari kegiatan
kolaborasi. Simonim (1997:150) menyatakan bahwa strategi kolaborasi antar organisasi
membutuhkan kapabilitas kolaborasi. Hal ini dibangun perusahaan dalam rangka
menumbuhkan sumberdaya yang unggul untuk berhasil mencapai tujuan kolaborasi.
Kolaborasi yang efektif dapat meningkatkan efisiensi operasi, efektifitas organisasi dan
kinerja.2

C. Strategi aliansi
Strategi aliansi adalah suatu kegiatan dimana pihak yang berkepentingan memiliki
suatu interest di masa yang akan datang, maka dengan menyumbangkan sumber daya dan
keunggulan kompetitif yang dimiliki pada hal baru akan menghasilkan suatu nilai baru.
Menurut Czinkota, Ronkainen, dan Moffet mengatakan bahwa aliansi merupakan
hubungan partnership baik formal maupun informal antara dua perusahaa atau lebih
untuk tujuan bisnis.
Menurut Kanter terdapat tiga syarat dalam melaksanakan strategi aliansi, yaitu :
1. Kemampuan (Capability)
Kanter (1994:98) menyatakan bahwa kemampuan masing – masing perusahaan
harus benar – benar menjadi pertimbangan dalam melakukan aliansi. Misalnya
sebuah perusahaan mempunyai kemampuan di bidang teknologi, untuk meningkatkan
keunggulan kompetitif maka perusahaan ini membutuhkan perusahaan lain yang
mempunyai kemampuan di bidang marketing sehingga aliansi daapat terwujud.
2. Keserasian (Compability)
Kanter (1994:101) menyatakan bahwa factor keserasian meliputi philosophy,
legacy, strategi dan keinginan antar partner. Hal ini didorong adanya kenyataan
1
Hasugian, L. P. (2016). Perencanaan Strategi Kolaborasi Universitas Untuk Mengoptimalkan Kerja Sama
U2U. Jurnal Teknologi dan Informasi, 6(1), 49-62. Hlm 2&3
2
Nabhan, F. (2013). Pengembangan kapabilitas kolaborasi dinamis untuk meningkatkan kinerja bisnis
koperasi jasa keuangan syariah di jawa tengah. INFERENSI: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 7(1),
207-230. Hlm 208
bahwa sebuah aliansi yang berhasil tidak berarti friksi,tetapi yang penting memiliki
kemampuan untuk mengatasi dan menyelesaikan friksi tersebut secara bersama –
sama.
3. Kelengkapan (complementary)
Kanter (1994:98) menyatakan kelengkapan dapat menghubungkan perusahaan –
perusahaan yang menghasilkan produk yang berbeda dalam bentuk strategi aliansi.
Complementary ini sering diwujudkan dalam hubungan kolaborasi yang disebut value
chain partnership seperti costumer – supplier relationship.
Dari prasyarat tersebut menunjukkan bahwa untuk keberhasilan suatu aliansi
dibutuhkan kesediaan memberi dan menerima dari pihak-pihak yang beraliansi, yang
menjadi tantangan bisnis saat ini dan mendatang adalah seberapa besar toleransi yang
dapat diberikan kepada pihak luar untuk mengendalikan bisnis bersama. Karenanya
proses aliansi sering terhambat karena adanya perbedaan budaya antar perusahaan yang
beraliansi.
Berkaitan dengan budaya antar perusahaan ada tiga faktor yang harus dipenuhi
agar strategi aliansi berhasil yaitu :
1. Masing-masing pihak harus mempunyai budaya yang kuat.
2. Agar bisa membangun corporate image satu sama lain harus saling mengisi.
3. Berkaitan dengan core competence, dimana perusahaan mengarahkan penguasaannya
kepada hal-hal yang bersifat keunggulan kompetitif, maka budaya harus dipersatukan.
Dalam era ekonomi dewasa ini, aliansi strategis memungkinkan korporasi
meningkatkan keunggulan bersaing bisnisnya melalui akses kepada sumber daya partner
atau rekanan. Akses ini dapat mencakup pasar, teknologi, kapital dan sumber daya
manusia. Pembentukan tim dengan korporasi lain akan menambahkan sumber daya dan
kapabilitas yang saling melengkapi (komplementer).
Sehingga korporasi mampu untuk tumbuh dan memperluas secara lebih cepat dan
efisien. Khususnya pada korporasi yang tumbuh dengan pesat, relatif akan berat untuk
memperluas sumber daya teknis dan operasional.
Dalam proses, korporasi membutuhkan penghematan waktu dan peningkatan
produktivitas dengan tanpa mengembangkan secara individual; hal ini agar korporasi
dapat tetap fokus pada inovasi dan bisnis inti organisasi. Korporasi yang tumbuh pesat
dipastikan harus melakukan aliansi strategis untuk memperoleh benefit dari saluran
distribusi, pemasaran, reputasi merek dari para pemain bisnis yang lebih baik. Dengan
melakukan aliansi strategis, beberapa keuntungan, yaitu:
1. Memungkinkan partner untuk konsentrasi pada aktivitas terbaik yang sesuai dengan
kapabilitasnya.
2. Pembelajaran dari partner dan pengembangan kompetensi yang mungkin untuk
memperluas akses pasar memperoleh kecukupan sumber daya dan kompetensi yang
sesuai agar organisasi dapat hidup.
D. Resiko Strategi Aliansi
Dalam tingkat persaingan strategi aliansi yang amat ketat, perusahaan yang
mengembangkan produk menghadapi resiko yang besar antara lain:
1. Produk baru amat rentan terhadap perubahan kebutuhan dan selera konsumen,
2. teknologi baru,
3. penurunan siklus hidup produk dan peningkatan persaingan. 3

aliansi strategik dibentuk untuk mendapatkan keunggulan pada peluang pasar


baru, dan ini merupakan akibat dari naiknya ketidakpastian dan tingginya persaingan
pada lingkungan dimana perusahaan harus mencari knowledge baru diluar perusahaan
supaya bisa bertahan dan berkembang (Kirzner, 1997). Koza dan Lewin (dalam
Bevverland dan Betherton, 2001) mengemukakan bahwa satu dari beberapa alasan pada
aliansi strategik dibentuk untuk mencari kwonledge baru yang ada di luar perusahaan
dengan usaha memperoleh keahlian dan teknologi baru. Dalam aliansi ini dikemukakan
bahwa partner dapat mengurangi informasi yang tidak simetri antar partner. Hal ini bisa
meliputi standardisasi pada penyampaian pelayanan dalam proses produksi, perencanaan
strategik bersama, berbagi pada data base, dan transfer kwoledge melalui pertukaran staf.
Motivasi pada pembentukan aliansi adalah untuk mencari peluang pasar baru, yang
meliputi inovasi, penelitian dasar, investasi, pengambilan risiko, membangun kapabilitas
baru, memasuki garis bisnis yang baru dan investasi dalam kapasitas penyerapan
perusahaan (Beverland dan Bretherton, 2001). Heidi dan John (1990) menemukan bahwa
determinan pada formasi aliansi untuk pembelian industrial adalah investasi yang khusus
dan ketidakpastian. Pandangan ini memberikan dukungan terhadap posisi bahwa
perusahaan membentuk aliansi untuk mengurangi ketidakpastian dan mendapatkan
keunggulan pada peluang pasar baru. Varadarajan dan Cunningham (dalam Beverland
dan Bretherton, 2001) mengemukakan model yang menjadikan pengetahuan sebagai
pandangan dasar sumber daya aliansi strategik. Pandangan ini memberikan alasan bahwa
ketidakpastian pasar, yang mendorong pada meningkatnya efisiensi, ketregantungan
3
Indriani Farida, Aliansi Strategis Dan Pengembangan Produk, Jumal Studl Manalemen &Organlama Vol. 2 No. 1
Januar' 2005 hal. 111
sumber daya, keahlian, heterogenitas sumber daya dan pasar yang tidak sempurna,
mendorong formasi aliansi strategik.4

4
Siyamtinah, Aliansi Strategik: Faktor Pendorong Dan Hambatannya, Sultan Agung VOL XLV No. 119 September-
Nopember 2009

Anda mungkin juga menyukai