Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PRAKTIKUM

1.PENDAHULUAN
A. . Electroconvulsive Therapy dalam bidang Psikiatri
Terapi ElektroKonvulsif (ECT) adalah adalah terapi kejang listrik dengan mengahntarkan arus listrik
pada elektroda dan dipasang pada kepala sehingga menyebabkan konvulsi Pada tahun 1938, Lucio Cerletti
dan Ugo Bini melakukan induksi listrik pertama dari serangkaian serangan pada pasien katatonik dan
menghasilkan respon pengobatan yang berhasil. Sejak keberhasilan Lucio Cerletti dan Ugo Bini, terapi
kejut listrik yang saat ini disebut sebagai ECT kemudian menjadi salah satu pengobatan yang paling
banyak digunakan sebagai pengobatan untuk skizofrenia sampai tahun 1970-an, ketika obat antipsikotik
menjadi cara yang lebih efektif mengendalikan gejala psikotik . ECT dilakukan dengan cara memberikan
aliran listrik pada otak melalui 2 elektrode yang ditempatkan pada bagian temporal kepala. Aliran listrik
tersebut akan menimbulkan kejang-kejang seperti kejang pada grandmal. Metode ECT ada dua yaitu
bilateral dan unilateral. Namun seiring ditemukannya obat antidepresan, terapi konvulsi makin kurang
diminati namun dibeberapa tempat ECT masih digunakan untuk mengobati gejala depresi dan skizofrenia.

(Kaplan dan Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku, Psikiatri Klinis.
Tangerang: Bina Rupa Aksara.)

B. Obat Antikonvulsan
Antikonvulsan merupakan obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati
bangkitan epilepsy dan bangkitan non epilepsy. Pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja untuk
menghambat proses inisiasi dan penyebaran kejang. Secara umum ada dua mekanisme kerja
antikonvulsan yaitu peningkata inhibisi (GABA-ergik) dan penurunan eksitasi yang kemudian
memodifikasi konduksi ion : Ion Na+, Ca2+, K+, dan C.
Beberapa jenis antikonvulsan yang dipakai untuk epilepsy, yaitu: Hindantoin, Barbiturat,
Suksimid, Oksazoliodon. Benzodiazepin.

( syarief,amir et al. 2007. Farmakologi dan terapi . Gaya Baru; jakarta )


2. PEMBAHASAN PRAKTIKUM
A. . Hasil diskusi mengenai mencit yang diberi NaCl + Pentilentetrazole
Hasil pengamatan :
 Obat bereaksi dalam 2 detik setelah injeksi
 Kejang ± 15 detik
 Normal selama 12 detik
 Tidak ada pergerakan: ±15 detik
Pembahasan : Ptz memiliki mekanisme kerja menghambat enzim GABA-ergik sehingga akan
meningkatkan eksitabilitas sistem saraf pusat yang bisa menginduksi terjadinya kejang.
( syarief,amir et al. 2007. Farmakologi dan terapi . Gaya Baru; jakarta )
B. Hasil diskusi mengnai mencit yang diberi ethosuksimid + pentilentetrazole
Hasil pengamatan :
 Mencit tampak hiperaktif setelah diinjeksi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa PTZ memiliki kemampuan untuk menginduksi
kejang maka ketika diberikan ethosuksimide maka mencit menjadi tampak tenang lalu hiperaktif
tapi dalam artian tidak kejang karena ethosuksimide memiliki mekanisme kerja menginhibisi kanal
Ca tipe T pada neuron thalamus yang mencetuskan litsrik umum dikorteks. Kombinasi keduanya
menyebabkan tidak terjadinya kejang karena PTZ diblokade oleh ethosuksimide.
( syarief,amir et al. 2007. Farmakologi dan terapi . Gaya Baru; jakarta )
C. .Hasil diskusi kelompok mengenai mencit yang diberi fenitoin + pentilentetrazole
Hasil praktikum :
 Setelah diinjeksi, mencit tampak diam dan cenderung memandang ke satu arah.
Mencit tampak tidak kejang dikarenakan pemberian fenitoin. Fenitoin memiliki mekanisme
membatasi perangsangan potensial aksi berulang yang ditimbulkan oleh depolarisasi yang kontinu
dan menurunkan kemampuan syaraf menghantarkan muatan listrik sehingga fenitoin mampu
memblokade terjadinya kejang pada saat diberikan PTZ.
( Goodman dan gilman.2010. manual farmakologi dan terapi, EGC ; Jakarta )

D. Hasil diskusi kelompok mengenai mencit yang diberi fenobarbital + pentilentetrazole


Hasil pengamatan :
 Obat bereaksi beberapa detik setelah injeksi
 Mencit tampak tenang (tidak bereaksi)
Pembahasan :
Mencit tampak tidak kejang. Hal ini dikarenakan efek dari pemberian fenobarbital dan PTZ secara
bersama dimana fenobarbital merupakan kelas terapi antiepilepsi-antikonvulsi.
( Goodman dan gilman.2010. manual farmakologi dan terapi, EGC ; Jakarta )

E. Hasil diskusi mengenai kasus seorang bapak ( pekerjaan sebagai supir ) mengalami epilepsi :
DIAGNOSIS = SIMPLE PARTIAL SEIZURE ( kejang parsial sederhana )
TERAPI = Drug Of Choice ( Carbamazepin, Fenitoin, Valproat) Alternatif Choice ( Lamotrigin,
Gabapentin, Topiramat, Primidon, Fenobarbital)

(PERDOSSI. 2015. Buku ajar neurologi klinis. Gadjah Mada University Press ; Yogyakarta )
F. Hasil diskusi kelompok mengenai kasus pria berbaju hitam dengan posisi pronasi
DIAGNOSIS = Kejang Umum (Tonik Klonik)

TERAPI =Drug Of Choice ( Fenitoin, Carbamazepin, Valproat) Alternatif Choice


(Lamotrigin, Topiramat, Primidon, Fenobarbital)

(PERDOSSI. 2015. Buku ajar neurologi klinis. Gadjah Mada University Press ; Yogyakarta )

C.

Anda mungkin juga menyukai